PENGARUH EKSTRAK STEROID TERIPANG (Holothuria scabra Jaeger) DENGAN LAMA PERENDAMAN YANG BERBEDA TERHADAP MASKULINISASI JUVENIL LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus)

PENGARUH EKSTRAK STEROID TERIPANG (Holothuria scabra Jaeger) DENGAN LAMA
PERENDAMAN YANG BERBEDA TERHADAP MASKULINISASI JUVENIL LOBSTER
AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus)

Nurul Handayani

ABSTRAK

Komoditi perikanan yang saat ini banyak diminati oleh masyarakat adalah lobster air tawar
(Cherax quadricarinatus). Untuk meningkatkan jumlah individu jantan dapat menggunakan cara
maskulinisasi. Salah satu cara maskulinisasi yang banyak digunakan adalah dengan perendaman
dalam hormon steroid. Teripang pasir (Holothuria scabra Jaeger) merupakan salah satu yang
penghasil hormon steroid alami yang dapat digunakan untuk maskulinisasi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama perendaman yang berbeda
dari juvenil lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) dalam ekstrak steroid teripang pasir
(Holothuria scabra Jaeger) terhadap tingkat keberhasilan maskulinisasi (pembentukan kelamin
jantan). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 6 perlakuan dan 4 kali
pengulangan lama perendaman ekstrak steroid teripang (Holothuria scabra Jaeger) yang berbeda,
yaitu perlakuan O = lama perendaman 0 jam, A = lama perendaman 6 jam, B = lama perendaman 12
jam, C = lama perendaman 18 jam, D = lama perendaman 24 jam, dan E = lama perendaman 30 jam
dengan lama pemeliharaan selama 40 hari. Konsentrasi ekstrak steroid teripang yang digunakan

adalah 2 ppm dan usia juvenil yang digunakan adalah yang berusia 14 hari. Analisa data
menggunakan Analisa keragaman (ANARA) dan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).
Penelitian menunjukan bahwa pemberian ekstrak steroid teripang dengan lama perendaman
yang berbeda berpengaruh nyata terhadap tingkat keberhasilan pembentukan kelamin jantan
(maskulinisasi) lobster air tawar. Rata- rata persentase jantan tertinggi diperoleh pada perlakuan B
yaitu sebesar 97,50% dan persentase terendah diperoleh pada perlakuan O yaitu sebesar 30,00%.
Sedangkan untuk perlakuan A menghasilkan persentase jantan 77,67%, perlakuan sebesar 97,00%,
perlakuan D sebesar 80,00% dan perlakuan E sebesar 71,66%.
Pemberian ekstrak steroid teripang dengan lama perendaman yang berbeda memberikan
pengaruh yang nyata terhadap pembentukan monoseks jantan lobster air tawar, yaitu dengan
perlakuan terbaik pada lama perendaman ekstrak steroid teripang 12 jam.

Kata kunci : lobster air tawar ; ekstrak steroid teripang ; maskulinisasi

0

PENGARUH EKSTRAK STEROID TERIPANG (Holothuria scabra Jaeger)
DENGAN LAMA PERENDAMAN YANG BERBEDA TERHADAP
MASKULINISASI JUVENIL LOBSTER AIR TAWAR
(Cherax quadricarinatus)

(Skripsi)

Oleh :
Nurul Handayani
0717021056

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2012

1

I.

A.

PENDAHULUAN

Latar Belakang


Indonesia merupakan negara tropis dengan iklim dan siklus musim yang
baik serta memiliki potensi perairan yang baik, sehingga memungkinkan
pengembangan berbagai organisme perairan. Salah satu organisme perairan
yang banyak dibudidayakan adalah lobster air tawar capit merah atau red
claw (Cherax quadricarinatus) yang memiliki potensi besar untuk
dikembangkan. Lobster air tawar mampu berkembang biak 4 -5 kali dalam
setahun, sedangkan di Australia yang merupakan daerah asalnya, biota
inihanya dapat berkembang biak 2 kali dalam setahun (Kurniawan dan
Hartono, 2009).

Sejak tahun 1991 lobster air tawar dikenal oleh masyarakat Indonesia
sebagai ikan hias. Selain pertumbuhannya yang cepat dan dapat mencapai
ukuran yang cukup besar, dan mudah untuk dibudidayakan. Lobster air
tawar dikembangkan sebagai komoditi untuk konsumsi sejak tahun 2003.
Kebutuhan akan komoditi ini semakin meningkat namun produksinya masih
sangat rendah, sehingga harga lobster air tawar cukup tinggi dan mahal
(Susanto, 2010).

2


Jenis udang ini berbeda dibandingkan dengan udang lainnya, karena
memiliki keunikan berupa daya tarik pada bentuk serta warna-warna pada
tubuhnya. Salah satu dari jenis udang ini adalah lobster air tawar capit
merah atau red claw yang memiliki warna tubuh kebiru-biruan dan warna
merah pada capitnya dan banyak dipelihara untuk menghiasi akuarium
(Wiyanto dan Hartono, 2003). Selain dijadikan penghias akuarium lobster
air tawar mulai banyak diminati sebagai hewan konsumsi, karena komoditas
ini memiliki nilai kandungan gizi yang baik. Hewan ini memiliki
kandungan lemak yang rendah, zat antioksidan dan beberapa mineral yang
menjadikan lobster air tawar semakin banyak diminati (Lukito dan Prayugo,
2007).

Seiring berkembangnya budidaya lobster air tawar jenis red claw (C.
quadricarinatus) saat ini, permintaan baik di dalam maupun luar negeri
semakin meningkat. Permintaan hewan ini dari dalam negeri biasanya
berupa benih dan indukan dari berbagai daerah seperti Jakarta, Bali,
Semarang dan Surabaya, sedangkan untuk permintaan luar negeri biasanya
berupa lobster air tawar dewasa yang telah beku ataupun dalam keadaan
hidup (Kurniawan dan Hartono, 2009). Ukuran tubuh lobster air tawar yang

jantan lebih besar menyebabkan nilai jual di pasaran tinggi. Hal ini
disebabkan laju pertumbuhan lobster jantan lebih cepat dibandingkan
lobster betina. Pada usia ± 7 bulan lobster air tawar jantan memiliki bobot
tubuh berkisar 30 gr/ekor, sedangkan lobster air tawar betina berkisar 20
gr/ekor, sehingga untuk meningkatkan jumlah individu jantan perlu

3

dilakukan budidaya monoseks agar dapat meningkatkan jumlah produksinya
(Sukmajaya dan Suharjo, 2003).

Salah satu cara untuk meningkatkan jumlah produksinya dilakukan proses
diferensiasi kelamin yang lebih dikenal dengan istilah sex reversal atau
pembalikan kelamin (Sarida, 2008). Sex reversal adalah proses
memproduksi ikan monoseks atau memproduksi ikan dengan hanya satu
jenis kelamin yaitu jantan atau betina saja. Sex reversal ini dapat dilakukan
dengan memberikan hormon steroid golongan androgen yaitu
metiltestosteron dan testosteron, untuk memacu pertumbuhan individu
berkelamin jantan yang diinginkan (Antiporda, 1986).


Hormon steroid yang saat ini banyak digunakan dalam proses maskulinisasi
adalah metil testosteron dan hormon sintetik α-17-metil testosteron. Pada
hormon sintetik α-17-metiltestosteron memiliki efek samping yang sangat
berpengaruh pada organ hati dari hewan yang diberi perlakuan. Selain itu
juga dapat membahayakan manusia yang mengkonsumsi hewan tersebut
karena adanya kemiripan biokimia hormon dengan hormon steroid pada
manusia (Contreras-Sanchez dan Fitzpatrick, 2001).

Hasil penelitian pembalikan kelamin (sex reversal) oleh Hakim (2008) pada
lobster air tawar menunjukkan bahwa lama perendaman yang berbeda pada
juvenil lobster air tawar dengan pemberian hormon metiltestosteron, mampu

4

menghasilkan individu jantan dengan persentase terbesar 91,53% pada lama
perendaman 30 jam dan tingkat kelulusan hidup yang cukup tinggi 67,95%.
Sedangkan penelitian Sarida (2008) dengan menggunakan ekstrak teripang
sebagai sumber hormon steroid pada konsentrasi berbeda mampu
menghasilkan individu jantan udang galah ( Macrobrachium rosenbergii)
dengan persentase 50,4% pada konsentrasi 2 ppm dan tingkat

kelulushidupan sebesar 78,9%. Penelitian tersebut membuktikan bahwa
ekstrak organ dalam teripang dapat digunakan sebagai sumber hormon
steroid alami dalam proses pembalikan kelamin. Disamping itu ekstrak
steroid teripang juga mampu memberikan pengaruh dalam pembentukan
monoseks jantan. Hal tersebut mendorong kami untuk melakukan
penelitian tentang pengaruh lama perendaman dalam ekstrak steroid
teripang (Holothuria scabra Jaeger) terhadap pembentukan monoseks
jantan (maskulinisasi) lobster air tawar capit merah (C. quadricarinatus)

B.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama perendaman yang
berbeda dari ekstrak steroid teripang pasir (Holothuria scabra Jaeger)
terhadap tingkat pembentukan monoseks jantan (maskulinisasi) juvenil
lobster air tawar (Cherax quadricarinatus).

5

C.


Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat mengenai pengaruh
lama perendaman dalam ekstrak steroid teripang (Holothuria scabra Jaeger)
terhadap maskulinisasi juvenil lobster air tawar (LAT) dan informasi
pendukung lain dalam usaha budidaya lobster air tawar ( Cherax
quadricarinatus).

D.

Kerangka Pemikiran

Saat ini ada beberapa komoditi perikanan semakin banyak dikembangkan
dan dibudidayakan di Indonesia. Salah satu komoditi perairan yang saat ini
banyak dikembangkan di Indonesia adalah udang-udangan. Salah satu jenis
udang yang banyak dibudidayakan adalah lobster air tawar capit merah (red
claw) (C. quadricarinatus). Dalam usaha budidaya, kecepatan pertumbuhan
dan tingkat kelangsungan hidup (survival rate) merupakan faktor yang perlu
diperhatikan. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup lobster air tawar jantan
dewasa lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang betina, juga

pertumbuhan jantan lebih cepat bila dibandingkan dengan betina, sehingga
dipilih untuk dikembangkan dalam skala budidaya. Proses yang dapat
digunakan untuk produksi individu monoseks melalui pembalikan kelamin
atau yang dikenal dengan sex reversal yaitu dengan cara individu anakan
diberi hormon biokimia untuk menuju produksi jantan (maskulinisasi)
lobster air tawar (LAT). Metode pemberian hormon yang banyak
digunakan dapat berupa injection atau penyuntikan, dipping atau

6

perendaman serta oral atau dicampur dalam pakan. Metode pemberian
hormon ini telah banyak diterapkan pada ikan nila, ikan sepat, udang galah,
rajungan, dan lain-lain. Namun metode tersebut belum banyak dicoba pada
lobster air tawar (C. quadricarinatus). Dalam penelitian ini dipergunakan
metode dipping atau perendaman dengan menggunakan hormon alami dari
ekstrak steroid teripang.

Teripang pasir (H. scabra Jaeger) merupakan salah satu biota laut penghasil
hormon steroid alami. Organ bagian dalam teripang menghasilkan hormon
steroid lebih banyak dibandingkan bagian tubuh lainnya. Hormon steroid

alami dari teripang yang diberikan baik melalui perendaman, penyuntikan
maupun dicampur dalam pakan pada individu anggota Crustacea seperti
kepiting dan udang galah terbukti menyebabkan terjadinya maskulinisasi
hewan tersebut. Dengan cara perendaman individu dalam ekstrak steroid
teripang, hormon akan masuk lebih efektif ke dalam sistem transportasi dan
osmoregulasi dari individu tersebut sehingga memicu terbentuknya
testosteron yang berfungsi merangsang pertumbuhan kelamin jantan.
Pemberian ekstrak dengan lama perendaman yang berbeda diduga mampu
meningkatkan jumlah juvenil jantan lobster air tawar dengan rasio berbeda.
Umur serta faktor lingkungan hidup lobster air tawar yang dijaga dalam
kondisi yang tetap.

7

E.

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini :


Lama perendaman yang berbeda dari juvenil lobster air tawar (Cherax
quadricarinatus) dalam ekstrak steroid teripang pasir (Holothuria scabra
Jaeger) akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap proses
pembentukan kelamin jantan (maskulinisasi).

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Lobster Air Tawar / Red Claw (Cherax quadricarinatus)

a. Klasifikasi
Menurut Lukito dan Prayugo (2007), lobster air tawar dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom

: Animalia

Phylum

: Arthropoda (Crustacea)

Sub Phylum : Crustaceaea
Classis

: Malacostraca

Ordo

: Decapoda

Sub Ordo

: Pleocymata

Famili

: Parastacidae

Genus

: Cherax

Species

: Cherax quadricarinatus

b. Siklus Hidup
Lobster air tawar selama hidupnya mengalami beberapa tahapan, yaitu telur
 juvenil  lobster dewasa. Pada fase telur, calon anakan lobster akan
menempel pada kaki renang (pleopod) induk betina (Gambar 1).

9

Gambar 1 . Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) (The Art of Life,
2012)

Selama fase pengeraman warna telur akan berubah-ubah dimulai dari warna
abu-abu  kuning  orange  orange dengan bintik-bintik mata  abu-abu
 menetas menjadi juvenillepas dari induk (Susanto, 2008). Menurut Wie
(2006), proses perubahan ini berlangsung kurang lebih 35 - 45 hari. Setelah
dipisahkan dari induk, juvenil akan melakukan molting berkali-kali hingga
berusia 3 bulan, setelah itu frekuensi molting akan berkurang hingga dewasa
secara bertahap (Gambar 2).

Induk dewasa
jantan dan betina
(perkawinan)

Penetasan (larva stadium
1 masih menempel pada
pleopod induk) 2- 5 hari

Pengeraman
(inkubasi) (±
6-10 minggu)

Lobster dewasa
> 12 bulan
200-350 gram)

Pertumbuhan
awal, 3 bulan
pertama
Lobster muda
6-12 bulan (70100 gram)

Burayak/
juvenil (515gr)

Gambar 2 . Siklus Hidup Lobster air tawar (Lukito dan Prayugo, 2007).

10

c. Morfologi
Tubuh lobster air tawar terbungkus oleh cangkang yang berfungsi untuk
menjaga organ-organ yang ada didalam tubuhnya dari serangan hewan
pemangsa maupun kelompoknya. Ukuran panjang tubuh lobster air tawar
dapat mencapai 7,5 cm. Ukuran terbesar lobster air tawar yaitu 40 cm
dengan berat mencapai 3,5 kg pada spesies C. quadricarinatus (lobster air
tawar capit merah) (Lukito dan Prayugo, 2007). Tubuh lobster air tawar
terbagi menjadi 3 bagian, yaitu chepalothoraks, abdomen dan telson
(Gambar 3).

Gambar 3. Morfologi Lobster Air Tawar (Hickman, et al., 2003).

Secara keseluruhan chepalothoraks ditutupi oleh cangkang yang disebut
karapas. Karapas ini akan memanjang dari somit torasik yang berakhir
hingga mata, kadang-kadang juga membentuk rostum di atas mata. Karapas
juga melindungi insang yang terdapat di ruang branchial (Wie, 2006).

11

Sebagai anggota Decapoda, lobster air tawar mempunyai kaki berjumlah 10
buah yang terdiri dari sepasang kaki capit, 4 pasang kaki jalan dan 5 pasang
kaki renang. Dua pasang kaki jalan terdepan pada lobster air tawar
dilengkapi juga dengan capit kecil dibagian ujungnya yang berfungsi untuk
mencari makanan dalam lubang dan juga untuk memasukkan makanan ke
dalam mulut (Hickman et al., 2003).

Pada bagian abdomen terdapat 4 pasang pleopod atau kaki renang sementara
pada bagian ekor abdomen terdiri dari ekor kipas atau uropoda dan ujung
ekor atau telson. Ekor kipas atau uropod terdiri dari 5 ruas dan saat akan
mengembang membentuk parabola dan menyerupai kipas yang terbuka
(Lukito dan Prayugo, 2007).

d. Ciri Kelamin

Menurut Wie (2006) lobster air tawar akan mengalami proses pembentukan
kelamin dan dapat dilihat jika lobster telah berumur ± 2 bulan dengan
panjang tubuh berkisar 5-7 cm atau 2-3 inchi. Alat kelamin jantan pada
lobster air tawar dapat dilihat pada periopod kelima yang membentuk
benjolan yang disebut pethasma, sedangkan alat kelamin betina pada lobster
air tawar dapat dilihat pada kedua pangkal periopod ketiga dengan bentuk
seperti benjolan akan tetapi lebih kecil dari pethasma yang disebut dengan
thelicum (Gambar 4).

12

thelicum

pethasma

Gambar 4 . Perbedaan Alat Kelamin Betina (kiri) dan Jantan (kanan) pada
Lobster Air Tawar (Wie, 2007)

Lobster air tawar akan mengalami pematangan gonad pada saat umur lobster
6-7 bulan. Lobster air tawar jantan dan betina akan segera melakukan
perkawinan begitu mencapai pematangan gonad (Setiawan, 2006). Setelah
perkawinan telur akan muncul pada bagian bawah abdomen induk betina.
Induk betina akan mengerami telurnya sekitar 1,5 – 2 bulan dengan jumlah
telur pada saat penetasan sekitar 150 - 800 ekor. Awalnya telur akan
berwarna kuning setelah beberapa minggu kemudian telur akan berubah
menjadi oranye. Sekitar seminggu kemudian akan timbul bintik-bintik hitam
sebelum menetas. Setelah menetas anakan lobster masih menempel pada
tubuh induk lobster dan akan lepas sekitar 4-5 hari setelah menetas (Wiyanto
dan Hartono, 2003).

Menurut Widha (2003) tahapan perkembangan Cherax terbagi atas 3 tahapan
yaitu pralarva, larva dan pasca larva. Tahapan pralarva terdiri dari 4 stadium
yaitu stadium 1 telur berwarna krem pada saat dikeluarkan dari tubuh induk
(umur 1-4 hari), stadium 2 telur berwarna coklat muda (umur 5-7 hari),

13

stadium 3 telur berwarna coklat tua ( umur 8- 14 hari), dan stadium 4 telur
berwarna ungu keabu-abuan (15-17 hari). Tahapan larva Cherax terdiri
nauplius, protozoea, dan mysis. Tahapan nauplius telur telah berubah warna
menjadi merah tanpa ada bintik mata (umur 18-21 hari), tahapan protozoea
warna telur tetap merah disertai adanya bintik mata (22-27 hari) dan tahapan
mysis telur hampir menetas (28-35 hari). Tahapan pasca larva pada Cherax
hanya terdiri dari 1 tahapan yaitu tahapan juvenil dimana telur telah
berwarna kelabu lalu jatuh dari pleopod atau terlepas dari tubuh induk (umur
35-40 hari) (Widha, 2003).

e. Ekologi

Lobster air tawar merupakan spesies yang berasal dari daerah tropis yang
banyak terdapat di Australia. Lobster air tawar dapat hidup di sungai, danau
air tawar dan rawa-rawa yang memungkinkannya tahan terhadap berbagai
kondisi dan cuaca. Lobster air tawar dapat tumbuh dengan baik pada suhu
air 23 - 31º C, namun pertumbuhannya akan terganggu bila suhu air kurang
dari 10º C atau lebih dari 36º (Setiawan, 2010).

Suhu air memiliki pengaruh yang besar untuk pertumbuhan lobster air tawar,
bila suhu rendah pertumbuhan lobster akan semakin melambat. Selain itu
suhu juga mempengaruhi lamanya waktu penetasan telur lobster air tawar.
Bila suhu air normal telur akan menetas dalam waktu 5 minggu. Namun bila
suhu air rendah, penetasan telur lobster membutuhkan waktu yang lebih lama
antara 7 – 8 minggu (Setiawan, 2006).

14

Menurut Setiawan (2006) pH yang sesuai untuk pemeliharaan lobster air
tawar antara 6 – 8. Bila pH dalam air mengalami perubahan yang drastis
(naik ataupun turun) dapat dinetralisir dengan penambahan zat-zat tertentu
seperti kapur (CaCO3) bila pH terlalu rendah dan asam fosfor (H3PO4) bila
pH terlalu tinggi.

B. Teripang Pasir (Holothuria scabra Jaeger)

a. Klasifikasi

Teripang pasir merupakan salah satu hasil laut yamg memiliki nilai penting
dengan nama lain teat fish, sea cucumber dan ginseng laut (Arisandi, 2007).
Menurut Riata (2010) teripang pasir dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom

: Animalia

Phylum

: Echinodermata

Subphylum : Echinozoa
Classis

: Holothuroidea

Subclassis

: Aspidochirotacea

Ordo

: Aspidochirota

Famili

: Holothuroidae

Genus

: Holothuria

Species

: Holothuria scabra Jaeger

15

b. Morfologi dan Anatomi

Menurut Arisandi (2007) teripang pasir merupakan salah satu anggota
Echinodermata atau hewan berkulit duri yang tubuhnya memanjang silindris
dan bertubuh lunak. Hewan ini memiliki kerangka tubuh yang berupa
lempengan-lempengan kapur di bagian dinding tubuhnya dengan jumlah
besar dan tergabung erat pada dinding tubuhnya. Tubuhnya berbentuk
seperti kulit yang memanjang dan dapat mengerut, selain itu memiliki 2 buah
mulut pada bagian anus dan kepala (Gambar 5). Teripang memiliki 3 buah
kaki tabung yang terdapat pada tubuh bagian ventral yang digunakan untuk
berjalan dan dilengkapi juga dengan alat penghisap berbentuk mangkuk. Di
sekitar mulutnya terdapat tabung tanpa pediselaria dan duri (Romimohtarto
dan Juwana, 2005).

Gambar 5 . Morfologi dan Anatomi Dalam Teripang Pasir (Holothuria scabra
Jaeger) (Anonim, 2012)

Daerah rektum dan kloaka teripang dapat mengerut dan mengembung untuk
menghisap air ke dalam anus dan akan mendorongnya ke bagian atas menuju

16

alat respirasi (Romimohtarto dan Juwana, 2005). Untuk bergerak teripang
pasir memiliki kaki tabung yang jumlahnya sedikit dan tersebar di bagian
ventral.

c. Ekologi Teripang Pasir (Holothuria scabra Jaeger)

Teripang pasir dapat hidup di perairan yang jernih dan bersih, dengan dasar
perairan yang berpasir halus, jauh dari hempasan ombak. Selain itu habitat
hidupnya memiliki tanaman pelindung dan detritus yang cukup banyak.
Kadar salinitas yang dapat ditolerir teripang pasir antara 30 - 32 ppt.
Menurut Arisandi (2007) makanan utama teripang pasir adalah zat-zat
organik yang terdapat dalam pasir dan detritus. Sedangkan untuk makanan
pelengkapnya berupa biota mikroskopik seperti plankton dan bakteri.

Teripang pasir memiliki perilaku mengeluarkan sebagian isi perutnya bila
disentuh dengan kasar oleh tangan melalui anus ataupun mulut
(Romimohtarto dan Juwana, 2005). Selain itu teripang juga memiliki
perilaku lain yaitu meliang tergantung pada kondisi lingkungan.

Teripang pasir ditemukan di banyak negara dari pesisir Timur Pasifik hingga
pesisir Timur Afrika. Di Indonesia penghasil teripang pasir terbesar adalah
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Timur. Selain itu,
teripang pasir juga banyak ditemukan di Bali, Lombok, Aceh, Kalimantan,
Sulawesi, Pantai Madura, Timor, Kepulauan Maluku, Bangka, Belitung,
Kepulauan Seribu dan Riau (Arisandi, 2007).

17

d. Biokimia Teripang Pasir (Holothuria scabra Jaeger)

Teripang pasir memiliki kandungan zat-zat kimia dalam tubuhnya yang
sudah diketahui manusia. Aktivitas antibakteri, isolasi enzim arginin kinase,
isolasi fucan sulfat sebagai penghambat osteoclastogenesis, aktivitas serum
amyloid dan aktivitas antijamur yang dapat ditemukan pada berbagai spesies
teripang seperti Cucumaria frondosa, Stichopus japonicus, Holothuria
glaberrina dan Psolus patagonicus (Arisandi, 2007).

Teripang pasir juga banyak mengandung growth factor yang dapat
merangsang regenerasi sel dan jaringan yang telah rusak atau membusuk
hingga pulih kembali. Selain itu, kandungan protein dan asam lemak yang
terdapat dalam jumlah besar dapat memacu sel hati untuk menghasilkan
antibodi sehingga teripang seringkali disebut sebagai imunomodulator alami.

Menurut Subroto (2011) kandungan kolagen dalam teripang pasir mencapai
80%, sedangkan kandungan protein teripang mencapai 86,6%. Selain itu
teripang juga banyak mengandung asam amino, chondroitin, antiseptik
alamiah, mukopolisakarida, mineral, glucosaninoglycans, omega 3, 6 serta
omega 9. Teripang berkhasiat untuk melancarkan peredaran darah,
meningkatkan laju metabolisme, melancarkan fungsi ginjal, penyumbatan
kolesterol dalam pembuluh darah, penyembuhan luka dalam maupun luka
luar serta untuk penyembuhan hipertensi dan diabetes mellitus (Endarto,
2009).

18

C. Hormon Steroid Teripang Pasir (Holothuria scabra Jaeger)

Secara alami hormon steroid terbentuk dalam tubuh suatu organisme. Hormon
steroid ini diproduksi oleh suatu jaringan steroidogenik yang terdapat pada bakal
kelamin atau bakal ginjal. Menurut Hadley (2000) dalam kondisi abnormal pada
saat biosintesis, produksi hormon dapat menurun atau dapat meningkat tanpa
memperdulikan efek psikologisnya. Dalam sel, hormon steroid akan disintesis di
dalam retikulum endoplasma, lalu hormon steroid akan menuju gonad dan
menstimulasi perkembangan gonad.

Hormon steroid yang dapat ditemukan pada teripang adalah testosteron.
Menurut Craig dan Stitzel (1997) testosteron merupakan androgen utama yang
dihasilkan dalam testis, meskipun ginjal juga menghasilkan hormon testosteron
tetapi jumlahnya tidak sebanyak dalam testis. Fungsi hormon testosteron adalah
untuk fungsi reproduksi, libido, perilaku sosial dan mengatur pertumbuhan
kelamin. Struktur kimia testosteron dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Struktur Kimia Hormon Testosteron (Kohorn, 2008)

19

Organ bagian dalam teripang atau jeroan lebih banyak mengandung senyawa
steroid (2,128 %) bila dibanding dengan daging kering (0,816 %), daging basah
(1,296 %) dan jeroan kering (1,796 %). Ekstrak teripang yang mengandung
steroid memiliki ciri-ciri ekstrak berwarna kecoklatan (dari jeroan) atau putih
kehijauan (dari daging), memiliki pH berkisar antara 7,3 - 7,6 dan dapat larut
dalam aseton (Kustiariyah, 2006).

Dalam penelitian Riata (2010) teripang pasir memiliki 4 senyawa bioaktif yang
merupakan steroid yang dominan, yaitu :
1. 24-ethylidenecholest-25-en-ol yang memiliki rumus molekul C29H48O.
Senyawa ini juga ditemukan pada teripang Bathyplotes natans dan juga
terisolasi dari coral Sinularia gyrosa.
2. Lanost-9(11)-en-3-ol yang miliki rumus molekul C30H52O yang juga dikenal
dengan dihidroparkeol yang berfungsi mencegah reaksi inflamasi,
arterosklerosis, anti kanker dan juga antibakteri.
3. Cholestane-3,4,6,15,24-pentol atau 28-O-(4-O-methyl-D-xylopyranoside)
atau certonardoside H2 yang memiliki rumus molekul C34H60O9. Senyawa
ini merupakan salah satu senyawa saponin, yaitu steroid yang berikatan
dengan monosakarida atau disakarida. Dalam senyawa ini monosakarida
yang berikatan adalah xylosa yang memiliki aktivitas sitotoksik.
4. 24-O-[2,4-Di-O-methyl-D-xylopyranosyl-(12)-d-xylofurinoside] atau
culcitoside atau certonardoside H1 yang memiliki rumus molekul C39H68O13.
Senyawa ini juga merupakan senyawa saponin dimana pada senyawa
tersebut berikatan dengan monosakarida atau disakarida. Disakarida yang

20

terikat terdiri dari xylosa dalam bentuk piranosa dan furanosa dan memiliki
aktivitas sitotoksik.

D. Sex Reversal atau Pembalikan Kelamin

Jenis kelamin individu berperan penting dalam pembudidayaan komoditi
perikanan, karena jenis kelamin individu dapat mempengaruhi laju pertumbuhan,
ukuran tubuh spesies dan perilaku hidupnya.

Untuk mendapatkan jenis kelamin yang diinginkan, dapat dilakukan melalui
pembalikan kelamin disebut sex reversal. Sex reversal merupakan teknik untuk
menjadikan perkembangan kelamin yang seharusnya betina menjadi jantan atau
sebaliknya, teknik ini dilakukan pada saat gonad belum terdiferensiasi secara
jelas (Masduki, 2010).

Menurut Dearini (2011) sex reversal bertujuan untuk mempercepat laju
pertumbuhan suatu individu. Teknik ini dapat juga mencegah pemijahan liar,
karena bila terjadi pemijahan liar akan berakibat kolam cepat terisi penuh oleh
ikan dengan berbagai macam ukuran. Selain itu, bila dilakukan sex reversal
diharapkan ukuran tubuh ikan yang dihasilkan akan sama besarnya. Teknik ini
sudah banyak diterapkan misalnya pada pembiakan ikan lele, ikan sepat, dan
ikan nila, juga telah diterapkan pada ikan hias seperti ikan kongo tetra, guppy
dan cupang, agar dapat mendapatkan bentuk dan penampakan tubuh yang
diinginkan.

Sex reversal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu cara langsung dengan
pemberian hormon dan cara tidak langsung dengan merekayasa kromosom

21

individu (Masduki, 2010). Penggunaan hormon dapat diberikan dengan cara
dipping atau perendaman, injection atau penyuntikan dan oral atau dengan cara
pemberian pakan pada individu. Dalam penelitian Ruliaty dkk (2010) penerapan
sex reversal pada rajungan efektif dilakukan dengan pemberian hormon 17 αmetiltestosteron yang dilakukan secara dipping atau perendaman dengan dosis
yang berbeda dan lama perendaman yang berbeda. Pada dosis yang berbeda,
persentase terbaik untuk pembentukan monoseks jantan adalah 93,9% dengan
dosis 2 ppm. Untuk lama perendaman yang berbeda, persentase yang paling
baik untuk pembentukan monoseks jantan adalah 88,8% dengan lama
perendaman 4 jam pada dosis 2 ppm. Sedangkan penelitian Hakim (2008)
dengan pemberian hormon metiltestosteron dengan lama perendaman yang
berbeda, memberikan persentase terbaik pembentukan monoseks jantan lobster
air tawar (C. quadricarinatus) pada lama perendaman 30 jam sebesar 91,53%
dengan dosis metiltestosteron 2 mg/L. Penelitian Sinjal (2008) dengan
pemberian hormon 17 α-metiltestosteron pada konsentrasi hormon yang berbeda
memberikan hasil terbaik dalam menghasilkan monoseks jantan pada ikan nila
(Oreochromis niloticus) tertinggi pada konsentrasi 3mg/L dengan persentase
11,86%.

Salah satu metode sex reversal yang dapat digunakan untuk menghemat
anggaran, melalui teknik perendaman, karena hormon yang diberikan diharapkan
dapat masuk ke dalam tubuh individu tersebut secara difusi. Kajian mengenai
sex reversal untuk maskulinisasi pada Crustacea jenis rajungan melalui
konsentrasi hormon yang berbeda dan lama perendaman yang berbeda dilakukan
oleh Ruliaty dkk (2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi yang
paling baik untuk pembentukan individu jantan adalah 2 ppm dengan persentase

22

93,9% dan lama perendaman yang paling efektif 4 jam dengan persentase 88,8%
individu menjadi jantan.

Akan tetapi metode dipping atau perendaman ini memiliki beberapa kelemahan,
yaitu perbandingan jenis kelamin dari jumlah individu yang tidak sama akan
menghasilkan anakan yang tidak sama. Contohnya pada ikan-ikan hias,
perbandingan jenis kelamin anakan tidak selalu 1 : 1, pada pemijahan pertama
dihasilkan 50% betina : 50% jantan dan pada pemijahan yang selanjutnya
perbandingannya 70% betina : 30% jantan (Masduki, 2010).

23

III. METODE PENELITIAN

A.

Waktu dan tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Januari - April 2012. Penelitian
dilaksanakan di laboratorium Penelitian Biologi Akuatik Gedung MIPA
Terpadu Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Lampung.

B.

Alat dan Bahan

Dalam penelitian ini alat-alat yang akan digunakan yaitu akuarium fiber
yang akan digunakan sebagai akuarium pemeliharan indukan lobster air
tawar dengan kapasitas volume air 100 liter. Akuarium fiber untuk
tempat pemijahan dan aklimasi dengan kapasitas volume air 48 liter.
Akuarium kaca untuk uji perlakuan dan pengamatan dengan kapasitas
volume air 5 Liter. Cawan petri untuk pengamatan morfologis lobster.
Neraca digital untuk pengukuran berat tubuh juvenil lobster. Lup untuk
pengamatan morfologis juvenil lobster. Jangka sorong dan milimeter
blok untuk pengukuran panjang tubuh juvenil lobster. Pengukuran
kualitas air menggunakan DO meter untuk pengukuran Dissolved Oxygen
(DO), pHmeter untuk pengukuran pH dan thermometer untuk

24

pengukuran suhu. Alat yang digunakan adalah rotary vaccum
evaporator untuk pengeringan ekstrak teripang, labu ukur 500 ml untuk
wadah stok ekstrak teripang 100% dan gelas beker 250 ml untuk wadah
ekstrak teripang. Selain itu lembar kerja dan kalkulator juga dibutuhkan
untuk pencatatan data parameter pengamatan dan penghitungan data
parameter pengamatan.

Sedangkan bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian meliputi
hewan uji yang berupa juvenil lobster air tawar (Cherax quadricarinatus)
dengan panjang tubuh berukuran sekitar 10 -12 mm. Ekstrak organ
dalam teripang pasir (Holothuria scabra Jaeger) sebagai sumber hormon
steroid. Pakan untuk lobster air tawar dapat berupa taoge, cacing sutera
atau pelet, dan diberikan dengan frekuensi pakan 2 x sehari pagi dan sore
hari. Air sebagai media pemeliharaan dalam akuarium pengeraman,
aquarium pemijahan-aklimasi maupun akuarium perlakuan. Etanol, dietil
eter, aseton, kalium hidroksida serta phenolptalein untuk ekstraksi
teripang pasir (Holothuria scabra Jaeger).

C.

Rancangan Penelitian
Juvenil lobster yang digunakan sebagai objek penelitian ini mulai
diberikan perlakuan dalam akuarium bervolume 4 liter sebanyak 24 buah
pada saat berumur 2 minggu setelah diaklimasi. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu variabel

25

yaitu pemberian hormon steroid teripang dengan lama perendaman yang
berbeda yaitu 0 jam (kontrol), 6 jam, 12 jam, 18 jam, 24 jam dan 30 jam.
Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali (Tabel
1). Konsentrasi ekstrak teripang pasir yang diberikan adalah 2 ppm.
Setiap bak digunakan untuk memelihara 15 ekor juvenil. Perlakuan
dilakukan untuk mengetahui lama perendaman ekstrak teripang yang
paling berpengaruh terhadap rasio peningkatan kelamin jantan lobster air
tawar (Cherax quadricarinatus). Data yang didapat dari hasil perlakuan
akan diuji dengan analisis ragam (Anara). Dan jika terdapat perbedaan
nyata akan diuji dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) dengan α = 5%.

Tabel 1. Tata Letak Percobaan

O1

D2

A1

E3

E1

B4

C1

A2

A4

O2

D1

C2

C3

A3

D4

O4

D3

C4

B3

E2

E4

B2

O3

B4

Keterangan :
Perendaman : O = kontrol, A = 6 jam, B = 12 jam, C = 18 jam,
24 jam, E = 30 jam.

D=

26

D.

Prosedur Penelitian
a.

Pembuatan Ekstrak Steroid Teripang (Holothuria scabra Jaeger)

Menurut Dewi (2008) tahapan pertama untuk mendapatkan ekstrak
steroid teripang yaitu dengan memisahkan dan mengeluarkan jeroan
teripang dengan daging teripang yang kemudian diawetkan sementara
dalam freezer pada suhu 4ºC. Jeroan yang didapat lalu di ekstraksi
dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol menggunakan cara
refluks dengan perbandingan bahan utama dengan pelarut adalah 1 : 2
yang dilakukan pada suhu antara 40- 50ºC selama 3-4 jam atau hingga
pelarut habis. Supernatan yang didapat dicampur dengan 50 ml KOH
1 M dan direfluks kembali pada suhu 70º selama 1 jam, kemudian
campuran hasil refluks didinginkan dengan penambahan aquades
sebanyak 100 ml. Campuran refluks dimasukkan ke dalam tabung
pemisah dan disabunkan dengan dietil eter sebanyak 100 ml, lalu
dikocok dan diendapkan hingga diperoleh supernatan dan residu.
Residu yang didapat dipisahkan dan disabunkan kembali dengan cara
yang sama hingga diperoleh supernatan kedua dan ketiga. Semua
supernatan yang diperoleh lalu digabungkan dan dimasukkan ke
dalam corong untuk dicuci dengan aquades 40 ml sebanyak 3 kali.
Residu yang diperoleh dipisahkan dan ditambahkan dengan KOH 0,5
M 40 ml dan 1 tetes phenol ptalin (pp), kemudian dikocok dan
didiamkan hingga terbentuk 2 fasa. Dua fasa yang terbentuk lalu
dipisah, supernatan yang diperoleh ditambahkan 40 ml aquades,

27

kemudian dikocok dan didiamkan kembali hingga terbentuk dua fasa
lalu dipisahkan kembali. Supernatan ditambah KOH 0,5 M 40 ml lalu
dikocok dan didiamkan kembali hingga terbentuk dua fasa, kemudian
dipisahkan kembali. Supernatan dicuci dengan aquades hingga tidak
terbentuk lagi warna merah muda jika ditambahkan indikator phenol
ptalin (pp). Larutan yang diperoleh kemudian didestilasi dengan
aquades hingga seluruh pelarut menguap pada suhu 55ºC. Ekstrak
steroid yang didapat dianggap 100%.

b. Persiapan wadah dan air untuk media pemeliharaan
1.

Wadah pemeliharaan berupa akuarium pengeraman, pemijahan
dan aklimasi dipersiapkan. Seluruh akuarium berukuran 63 x 40
x 40 cm3
a.

Akuarium pemeliharaan calon induk lobster air tawar berjumlah 3
unit dengan volume air mencapai 50 liter dan jumlah lobster air
tawar yang dipelihara sebanyak 3 ekor per akuarium (2 ekor
betina dan 1 ekor jantan)

b.

Akuarium pemijahan induk lobster berjumlah 3 unit dengan
volume air 50 liter dan jumlah indukan lobster yang dapat
dipelihara 1 ekor.

c.

Akuarium pemijahan dan aklimasi berjumlah 1 unit dengan volume
air 20 liter

d.

Akuarium perlakuan berjumlah 24 unit (25 x 25 x 40 cm) dengan
volume air 5 liter dan jumlah juvenil lobster yang dapat dipelihara
adalah 20 ekor per akuarium.

28

2.

Air yang digunakan sebagai media pemeliharaan berupa air sumur.

c. Pengeraman telur lobster air tawar dan aklimasi lobster air tawar

Pengeraman telur lobster air tawar (Cherax quadricarinatus)
dilakukan selama kurang lebih 3 – 5 minggu. Pemeliharaan dilakukan
pada saat telur lobster telah menetas menjadi juvenil pada abdomen
induk. Juvenil akan melepaskan diri dari tubuh induknya, lalu juvenil
diadaptasikan dalam akuarium aklimasi pemeliharaan. Aklimasi
dilakukan selama 2 minggu dengan pemberian pakan, kebutuhan
oksigen dan sanitasi akuarium dijaga tetap konstan.

d. Seleksi juvenil lobster air tawar

Juvenil lobster air tawar yang digunakan dalam perlakuan diseleksi
terlebih dahulu dengan melihat ciri-ciri morfologisnya seperti warna
tubuh, kelengkapan anggota tubuh, dan panjang tubuh yang berkisar
antara 10 – 12 mm. Umur juvenil lobster yang diseleksi sekitar 2
minggu setelah penetasan.

e. Pelaksanaan penelitian

Juvenil lobster air tawar dipelihara secara bersamaan (massal) dalam
akuarium adaptasi. Selanjutnya diberikan perlakuan berupa
perendaman dalam ekstrak steroid teripang pada konsentrasi 2 ppm

29

dengan lama perendaman yang berbeda. Jumlah juvenil dalam
akuarium pengamatan adalah 15 ekor per 4 liter. Setelah diberi
perlakuan, juvenil dipelihara di dalam bak yang sama selama kurang
lebih 60 hari. Setiap bak dengan kepadatan yang sama yaitu 15 ekor
per 4 liter dan diberikan pakan dengan dosis yang telah ditentukan
yaitu 10 % dari berat badan individu. Pengamatan dilakukan sesuai
dengan parameter yang diukur atau diketahui.

f. Parameter Penelitian
1.

Parameter utama
a.

Kelulushidupan (survival rate) juvenil lobster air tawar
merupakan jumlah juvenil lobster air tawar yang mati sejak
setelah perlakuan hingga akhir penelitian. Rasio
kelulushidupan juvenil lobster air tawar ditentukan dengan
menggunakan rumus Effendi (1979) yaitu :

SR (%) =

x 100%

Keterangan :
SR

: Survival rate / Rasio kelulushidupan juvenil
lobster (%)

No

: Total juvenil lobster hidup pada awal penelitian

Nt

: Total juvenil lobster hidup pada akhir penelitian

b. Jumlah individu kelamin jantan yang terbentuk diamati secara
morfologi. Pengamatan jenis kelamin dapat diamati dengan

30

menggunakan lup berdasarkan tanda kelamin jantan pada
lobster, yaitu adanya pethasma yang terdapat pada kedua
pangkal periopod kelima. Pengamatan dilakukan setiap 10
hari sekali setelah perlakuan selesai terhadap 20 individu
lobster untuk setiap perlakuan. Rasio pembentukan individu
berkelamin jantan dapat ditentukan dengan menggunakan
rumus Sarida (2008) yaitu :

 A
J (%) =   x100%
T 

Keterangan :
J

: Persentase juvenil lobster kelamin jantan (%)

A

: Jumlah juvenil lobster berkelamin jantan

T

: Jumlah sampel yang diamati

2. Parameter penunjang
a. Pertumbuhan lobster air tawar yang berupa pertambahan
panjang dan berat tubuh juvenil diukur setiap 10 hari sekali
dimulai setelah perlakuan selesai terhadap 20 individu lobster.
Pertambahan berat badan juvenil dilakukan penimbangan
dengan menggunakan neraca O’Hauss, sedangkan
pertambahan panjang tubuh juvenil diukur dengan
menggunakan jangka sorong dan milimeter blok (disesuaikan
dengan ukuran tubuh juvenil). Menurut Effendi(2002) rata-

31

rata pertumbuhan dapat ditentukan dengan perhitungan sebagai
berikut :

SGR =

(Ln .Wt) (Ln .Wo)

t

x 100%

Keterangan :
SGR

: Standard Growth Rate / laju pertumbuhan standar

juvenil
Wt

: Berat tubuh juvenil lobster pada pengamatan akhir

Wo

: Berat tubuh juvenil lobster pada pengamatan awal

T

: Waktu pengamatan

b. Kualitas air diamati tiap pagi dan sore hari yaitu pada pukul
06.00 dan 17.00 sebelum pemberian pakan yang meliputi:
1.

pH diukur dengan menggunakan pH meter elektrik,

2.

Suhu diukur dengan menggunakan thermometer air,

3.

Dissolved Oxygen (DO) diukur menggunakan DO meter
elektrik.

c. Jumlah juvenil lobster yang cacat atau kelainan pada morfologi
diamati menggunakan lup pada hari ke-60 (pada akhir
pengamatan). Persentase juvenil yang cacat dapat ditentukan
dengan menggunakan rumus Sarida (2008) yaitu:

32

C (%) =

x 100%

Keterangan :
C

: Persentase juvenil lobster yang cacat (%)

A

: Jumlah juvenil lobster yang cacat

T

: Jumlah juvenil lobster yang diamati

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan :
1. Pemberian hormon steroid teripang dengan lama perendaman yang
berbeda memberikan pengaruh yang nyata dalam pembentukan
individu jantan lobster air tawar.
2. Lama perendaman 12 jam dengan dosis 2 ppm mampu menghasilkan
individu jantan tertinggi dengan persentase keberhasilan 97,50%
dibandingkan dengan lama perendaman 0 jam, 6 jam, 18 jam, 24 jam,
dan 30 jam.

50

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Echinoderms & Pals (Deutrostomia : Echinodermata, Hemichordata,
Cephalochordata, Urochordata, Vertebrata).
http://www.cabrillo.edu/~jcarother /lab/notes/deuterostomes/index.html.
Diakses pada 25 Juli 2012
Antiporda, J.L. 1986. Preliminary Studies on the Effects of Methyltestosterone on
Macrobrachium rosenbergii Juveniles. Research Conducted Under the
FAO/NACA Secondament for Young Scientist Progran Bangkok, Thailand
October 1985-September 1986
Arisandi, A. 2007. Efektifitas Ekstrak Steroid Teripang Untuk Memanipulasi Kelamin
Udang Galah. Thesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Bogor
Contreras-Sanchez, W.M. dan M.S. Fitzpatrick. 2001. Fate of Methyltestosterone in
The Pond Environtment: Impact of MT-Contaminated Soil on Tilapia Sex
Differentiation. http://pdascarp.oregonstate.edu/pubs/technical/
18chhtml/9ER2C.html. Diakses pada 20 September 2011
Craig C,R. Stitzel R,E. 1997. Modern Pharmacology with Clinical Application.
Boston. Little Brown and Company
Dearini, I. 2011. Sex Reversal Pada Ikan. http://dedeiyine.blogspot.com/2011/04/sexreversal-pada-ikan.html. Diakses Pada 13 September 2011
Dewi, K.H. 2008. Kajian Ekstraksi Steroid Teripang Pasir (Holothuria scabra)
sebagai Sumber Testosteron Alami. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Donaldson, E.M. U.H.M. Fugerlund, D.A. High and J.R. Bride, 1978. Hormonal
Enhancement of Growth in W.S. Hoar, D.J. Randall and J.R. Breet (eds). Fish
Physiology Vol. VII. Academic Press. New York. 456-597 pp
Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air Bagi Pengembangan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Bogor. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

51
Effendi, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta
Endarto. 2009. Manfaat Teripang / Hoi Sum Bagi Kesehatan.
http://doktersehat.com/2011/05/manfaat-teripang-hoi-sum-bagikesehatan.html. Diakses pada 20 September 2011
Fulierton, D. S. 1980. Kimia Farmasi dan Medical Organik Edisi Ke VIII : Steroid dan
Senyawa Terapetik Sejenis. Editor : Doerge, R. F. JB Lippincot Company.
Philadelphia – Toronto. USA. Hlm 675 - 754
Hadie, L. 2001. Efektivitas Hormon α-Metiltestosteron terhadap Nisbah Kelamin
Larva Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii). Prosiding Workshop Hasil
Penelitian Budidaya Udang Galah. 26 Juli 2001. Jakarta
Hadley, M. E. 2000. Endocrinology 5th Edition. Prentice Hall. Arizona
Hakim, R. R. 2008. Peningkatan Keberhasilan Pembentukan Monosex Jantan Lobster
Air Tawar (Cherax quadricarinatus) Melalui Pemberian Hormon
Metiltestosteron dengan Lama Perendaman yang Berbeda Jurusan Perikanan
Fakultas Pertanian-Peternakan. Universitas Muhammadiyah Malang Malang
Hickman, C. P. L. S, Roberts. dan A. Larson.2003. Animal Diversity : Third Edition.
The McGraw-Hill Companies. New York. America
Kohorn, Ernest, L. 2008. Hormonal Therapy of Endometrial Carcinoma.
www.glowm.com/.../section_view&articleid=240 . Diakses pada 8 April
2012
Kurniawan, T, R. Hartono. 2009. Pembesaran Lobster Air Tawar Secara Cepat.
Agromedia Pustaka. Jakarta
Kustiariyah. 2006. Isolasi dan Uji Aktivitas Biologis senyawa Steroid dari Teripang
Sebagai Aprodisiaka Alami. Thesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Lukito, A, S. Prayugo. 2007. Panduan Lengkap Lobster Air Tawar. Penebar Swadaya.
Jakarta
Masduki, Endang. 2010. Sex Reversal. http://www.supmbone.net/index.php?option=com_content&view=article&id=72:sex-reversal.
Diakses Pada 13 September 2011
Meade, M. E. Doeller, J. E. Krauss, D. W dan Watts, S. A. 2002. Effects of
Temperature and Salinity on Weight Gain, Oxygen Consumption Rate, and
Growth Efficiency in Juvenile Red-Claw Crayfish Cherax quadricarinatus.
University of Alabama at Birmingham Depertment of Biology 1300 USA.
Mukti, A. T, Priambodo, B, Rustidja, dan Widodo, M. S. 2002. Optimalisasi Dosis
Hormon Sintesis 17 α-Metiltestosteron dan Lama Perendaman Larva Ikan Nila
(Oreochromis spp.) Terhadap Keberhasilan Perubahan Jenis Kelamin.

52
http://digilib.brawijaya.ac.id/virtuallibrary/mlgserial/Pdf%20Material/Biosain
%20Edisi%20. Diakses pada 25 Juli 2012
Odum, E. P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Gadja Mada University Press : Yogyakarta
Riata, R. 2010. Isolasi Steroid Pada Teripang Pasir.
http://ritariata.blogspot.com/2010/01/isolasi-steroid-pada-teripang-pasir.html.
Diakses Pada 26 Agustus 2011
Romimohtarto, K, S. Juwana. 2005. Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan tentang Biota
Laut. Djambatan. Jakarta
Rouse, D. B. 1977. Production of Australian Red Claw Crayfish. Auburn University.
Alabama. USA
Ruliaty. L, M. Mardjono dan R. Prastowo. 2010. Maskulinisasi Benih Rajungan
Dengan Perendaman Hormon 17 α- Metiltestosteron Sebagai Upaya Untuk
Peningkatan Produktivitas. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau
Jepara. Jepara
Sarida, M. 2008. Efektifitas Steroid Teripang (Holothuria scabra Jaeger) Dalam
Produksi Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii De Man) Jantan. Jurusan
Perikanan Fakultas Perikanan. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Setiawan, C. 2006. Teknik Pembesaran dan Cara Cepat Pembesaran Lobster Air
Tawar. Agro Media Pustaka. Jakarta
Setiawan, C. 2010. Jurus Sukses Budidaya Lobster Air Tawar. Agro Media Pustaka.
Jakarta
Sianipar, E. P. 2004. Pengaruh Suhu Terhadap Kelangsungan dan Pertumbuhan Benih
Lobster Air Tawar Red Claw. Skripsi. Universitas Padjadjaran. Bandung
Sinjal, Hengky. 2008. Pengaruh Hormon 17 α-Metil Testosteron Terhadap Perubahan
Kelamin Ikan Nila (Oreochromls niloticus). Jurusan Sumberdaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Sam Ratulangi. Manado
Subroto. 2011. Potensi Teripang dan Segudang Manfaatnya. http://potensi-teripangdan-segudang-manfaatnya.html. Diakses Pada 13 September 2011
Sukmajaya, Y dan Suharjo. 2003. Mengenal lebih Dekat Lobster Air Tawar,
Komoditas Perikanan Prospektif. Agromedia Pustaka Utama. Sukabumi
Susanto, G. N. 2010. Prospek Pengembangan Budidaya Lobster Air Tawar Sebagai
Biota Akuakultur di Indonesia. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung.
Bandar Lampung
Wickins, J and DOC, Lee. 2002. Crustacean Farming Ranching and Culture. 2nd
Edition. Blackwell Science. London

53
Widha, W. 2003. Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Lobster Air Tawar Jenis Red
Claw (Cherax quadricarinatus Von Martens; Crustacea; Parastacidae). Tesis.
Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Wie, L. C. 2006. Pembenihan Lobster Air Tawar : Meraup Untung Dari Lahan
Sempit. Agromedia Pustaka. Jakarta
Wiyanto, R. R, Hartono. 2004. Merawat Lobster Hias di Aquarium. Penebar
Swadaya. Jakarta
Zairin, M. 2004. Reversal Memproduksi Benih Ikan Jantan Atau Betina. Penebar
Swadaya. Jakarta

Judul Skripsi

:

PENGARUH EKSTRAK STEROID TERIPANG
(Holothuria scabra Jaeger) DENGAN LAMA
PERENDAMAN YANG BERBEDA TERHADAP
MASKULINISASI JUVENIL LOBSTER AIR TAWAR
(Cherax quadricarinatus)

Nama Mahasiswa

:

Nurul Handayani

Nomor Induk Mahasiswa

:

0717021056

Program Studi

:

Biologi S1

Fakultas

:

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung

MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. G Nugroho Susanto, M.Sc
NIP. 196103111988031001

Dra. Sri Murwani, M.Sc
NIP. 195307091984032001

2. Ketua jurusan Biologi
FMIPA UNILA

Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc.
NIP. 196603051991032001

MOTTO

Hiduplah hari ini untuk menciptakan masa depan
yang lebih baik
---MT---

Waktu terus Berjalan, belajarlah dari masa lalu
bersiaplah untuk masa depan, berikan yang terbaik
untuk hari ini
---NN---

Jika kamu berfikir tentang hari kemarin tanpa
penyesalan & hari esok tanpa rasa takut, berarti
kamu sudah berada di jalan yang benar menuju
kesuksesan
---NN---

SEBUAH TANTANGAN AKAN MEMBUAT ANDA MENJADI JAUH
LEBIH KUAT
---NN---

TAJAMNYA BELATI TAK MAMPU BUATKU TAKUT, KEJAR
KEYAKINAN UNTUK SUKSES YANG KU KEJAR
---FH---

Persembahan

Ya Allah, Ya Tuhanku...
Dengan penuh kesyukuran aku sujud di hadapan-Mu, atas Rahmat dan Hidayah-Mu
Kupersembahkan Karya kecilku ini untuk orang yang kusayangi dan menyayangiku,,,
Untuk Papa...
Yang telah berjuang tiada henti untuk aku dan adik-adikku...
Yang selalu membimbing dalam berbagai hal demi masa depan indahku...
Untuk Mama...
Yang membesarkanku dengan penuh cinta dan kasih sayang yang tiada henti hingga saat ini...
Yang selalu menanti kepulanganku, akhirnya aku bisa wujudkan keinginan beliau
Yang selalu berusaha membahagiakan aku dengan segala cara yang penuh cinta, kesabaran,
ketulusan, semoga anakmu ini kelak menjadi orang yang dapat kau banggakan...
Untuk Adik-adikku...
Yang selalu menyayangiku dan mensupportku
Yang selalu memberikan warna-warni bagai pelangi dalam hidupku
Semoga kita bisa menjadi anak yang dapat dibanggakan oleh kedua orang tua kita
We can do it brothers!!!!
Untuk Aki, Ibu, Datuk, (Alm) Nenek...
Yang selalu mendo’akan ku tiada henti tanpa pernah ku pinta
Yang selalu menanti kehadiranku, dan memanjakanku dari kecil hingga saat ini...

Untuk seseorang yang sangat berarti untukku, walau jarak membentang luas antara kita, tapi
do’a dan support selalu sampai padaku...

NURUL HANDAYANI

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 Desember 1989,
sebagai putri pertama dari Bapak Armen Said, SE dan Ibu Lily
Novrianingsih.

Penulis memasuki pendidikan pertama di TK

Permata Ibu tahun 1994. Pada tahun 1995 penulis melanjutkan
pendidikan di SDN Kota Baru IX Bekasi, tahun 2001 di SMPN 13
Bekasi dan pada tahun 2004 penulis diterima di Sekolah Menengah Farmasi (SMF)
Caraka Nusantara, Jakarta Timur.

Pada tahun 2007, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah
menjadi asisten praktikum Biologi Umum untuk mahasiswa Jurusan Agri Bisnis
Fakultas Pertanian (2009), Biologi Umum untuk mahasiswa Jurusan Agro Teknologi
Fakultas Pertanian (2009), Biologi Umum untuk mahasiswa Jurusan Manajemen
Kehutanan Fakultas Pertanian (2010), Zoologi Vertebrata untuk mahasiswa Jurusan
Biologi FKIP (2011), Biologi Umum untuk mahasiswa Jurusan Biologi FMIPA
(2011), dan Biologi Umum untuk mahasiswa Jurusan Agro Teknologi Fakultas
Pertanian (2012). Penulis juga aktif dalam Himpunan Mahasiswa Biologi (Himbio)
FMIPA Unila sebagai anggota Biro Dana dan Usaha (Danus) pada tahun 2008-2009
dan 2009-2010.

Pada tahun 2011, penulis melakukan Kerja Praktek dan Magang di Lokalitbang
P2B2 Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat dan menulis karya ilmiah dengan judul “UJI
EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN TAPAK DARA (Vinca rosea L) SEBAGAI
LARVASIDA TERHADAP LARVA Aedes albopictus L”

Penulis

SANWACANA

Puji syukur kepada Allah swt atas Rahmat dan AnugrahNya karya yang sangat
berhargat ini dapat terselesaikan. Karya yang berjudul “PENGARUH EKSTRAK
STEROID

TERIPANG

PERENDAMAN

(Holothuria

YANG

BERBEDA

scabra

Jaeger)

TERHADAP

DENGAN

LAMA

MASKULINISASI

JUVENIL LOBSTER AIR TAWAR (Cherax quadricarinatus)” merupakan tugas
akhir bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) di Jurusan Biologi
FMIPA Universitas Lampung.

Dalam menyusun skripsi ini banyak hambatan dan co