BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - BAB I ARUM SEKAR AGATRI HUKUM'17
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini narapidana tidak lagi dipandang sebagai objek melainkan
menjadi subjek yang dihormati dan dihargai oleh sesamanya. Pada dasarnya yang harus diberantas ialah faktor penyebab tindak pidana, bukan pelaku tindak pidana. Pandangan ini menimbulkan atau memunculkan persepsi dan penghargaan terhadap hak-hak narapidana, yang selama ini tidak terlalu dihiraukan, di lain pihak masyarakat dapat berpartisipasi secara langsung, baik dengan mengadakan kerjasama dalam pembinaan ataupun dengan sikap mampu menerima kembali mantan narapidana dalam lingkungan sosial.
Penegakan hukum terhadap kejahatan di Indonesia khususnya dalam hal pemidanaan, seharusnya merujuk pada pendekatan norma hukum yang bersifat menghukum penjahat sehingga dapat memberikan efek jera. Hal ini memberikan wacana kepada para hakim dalam merumuskan vonis penjatuhan sanksi kepada para pelaku kejahatan agar mampu menangkap aspirasi keadilan masyarakat. Kenyataan empiris di bidang pemidanaan secara umum masih menganut pemahaman untuk memperbaiki terpidana di Lembaga Pemasyarakatan sehingga memberikan gambaran bahwa kejahatan tersebut hanya terhenti sesaat dan akan muncul kembali dalam lingkungan kehidupan sosial masyarakat (Sunarso, 2004: 7).
Penjatuhan pidana yang diberikan bukan semata-mata sebagai pembalasan dendam melainkan sebagai pemberian bimbingan dan pengayoman. Pengayoman kepada terpidana bertujuan agar menjadi insaf dan dapat menjadi anggota masyarakat yang baik. Konsep pemidanaan yang demikian bukan lagi sebagai penjeraan belaka, namun juga sebagai upaya rehabilitasi dan reintegrasi sosial. Konsepsi ini di Indonesia disebut sebagai pemasyarakatan (Meliasta Julin, 2014: 2). Konsep rehabilitasi dalam pemasyarakatan yaitu dengan mengembalikan kembali Warga Binaan Pemasyarakatan itu ke masyarakat, dengan perilaku yang baik dan lebih berguna bagi masyarakat, bangsa, dan Negara. Proses rehabilitasi dalam pemasyarakatan dilakukan salah satunya dengan memberikan ketrampilan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan sehingga setelah keluar dari Rumah Tahanan Negara (RUTAN) atau Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) tetap memiliki ketrampilan dan kesiapan untuk diperkerjakan (Teguh, 2012: 49).
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan negeri, pengadilan tinggi dan mahkamah agung. Sebelum dikenal istilah Rumah Tahanan Negara (RUTAN) di Indonesia, tempat tersebut dikenal dengan istilah penjara. Rumah Tahanan Negara (RUTAN) merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Rumah Tahanan Negara (RUTAN) didirikan pada setiap ibukota, kabupaten atau kota dan apabila perlu dapat dibentuk pula Cabang RUTAN (Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana).
Sedangkan pengertian dari Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan (Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan). LAPAS dan RUTAN merupakan 2 (dua) lembaga yang memiliki fungsi yang berbeda. Salah satunya yaitu RUTAN untuk tempat para tersangka atau terdakwa ditahan yang belum divonis dan masih dalam proses persidangan dan LAPAS untuk tempat melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Namun LAPAS dan RUTAN juga memiliki beberapa persamaan di antaranya yaitu baik LAPAS maupun RUTAN merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Selain itu juga penempatan penghuninya sama-sama berdasarkan penggolongan umur, jenis kelamin dan jenis tindak pidana atau kejahatan (Pasal 12 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1999 tentang Syarat- Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan).
Indonesia pada saat ini memiliki 207 RUTAN dan 275 LAPAS yang merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kanwil Kemenkumham RI). Data tersebut dapat dilihat dalam Tabel 1 dan Tabel 2 berikut ini: Tabel 1.
Rumah Tahanan Negara (RUTAN) dari bulan Januari-Maret 2017 No Kantor Wilayah Jml Jml Tahanan Jml Napi Tahanan & Napi Kapasitas % Over Capacity
81 81 619
18 Lampung 6 1.511 699 2.210 1.155
91
19 Maluku 3 237 283 520 740
20 Maluku Utara 3 185 232 417 432
21 NTB 3 407 444 851 320 165
22 NTT 8 425 837 1.262 1.147
10
23 Papua
1
7 7 150
24 Papua Barat
3
25 Riau 7 1.957 2.987 4.944 1.259 292
17 Kep. Riau 4 1.089 640 1.729 905
26 Sulawesi Barat 4 162 226 388 568
27 Sulawesi Selatan 15 2.321 1.751 4.072 2.564
58
28 Sulawesi Tengah 6 591 512 1.103 748
47
29 Sulawesi Tenggara 4 604 650 1.254 960
30
30 Sulawesi Utara 7 552 367 919 722
27
31 Sumatera Barat 11 294 649 943 1087
32 Sumatera Selatan 8 1.509 1.706 3.215 1.622
98
33 Sumatera Utara 20 3.973 5.024 8.997 3.068 193
TOTAL 207 70.477 37.594
91
16 Kalimantan Timur 4 1.926 1.435 3.361 1.076 212
1 Aceh 15 1.226 2.275 3.501 1.241 182
9 Jambi
2 Bali 4 110 287 397 301
31
3 Bangka Belitung
1 86 117 203 127
60
4 Banten 4 1.277 926 2.203 1.110
98
5 Bengkulu
2 70 229 299 350
6 D.I.Yogyakarta 4 223 254 477 538
7 DKI Jakarta 3 6.495 2.070 8.565 3.255 163
8 Gorontalo - - - - - -
1
83
32 88 120
85
41
10 Jawa Barat 5 1.432 2.553 3.985 3.278
21
11 Jawa Tengah 20 1.695 2.395 4.090 3.143
30
12 Jawa Timur 14 3.810 1.454 5.264 2.470
13
13 Kalimantan Barat 7 1.055 952 2.007 1.155
73
14 Kalimantan Selatan 6 446 1.168 1.614 594 171
15 Kalimantan Tengah 4 424 1.055 1.479 805
87 Sumberses tanggal 14 Maret 2017 pukul 09.00 WIB.
Tabel 2. Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) dari bulan Januari-Maret 2017 No Kantor Wilayah Jml Jml Tahanan Jml Napi Tahanan & Napi Kapasitas % Over Capacity
1 91 223 314 250
10 63 500 563 550
2
20 Maluku Utara
4 46 486 532 975
21 NTB 5 374 1.167 1.541 782
97
22 NTT 10 227 1.625 1.852 1.604
15
23 Papua 8 351 1.219 1.570 1.617
24 Papua Barat 3 181 580 761 317 140
25 Riau 7 777 4.588 5.365 2.267 136
26 Sulawesi Barat
26
74
27 Sulawesi Selatan 9 961 3.612 4.573 3.232
41
28 Sulawesi Tengah 4 259 1.125 1.384 841
64
29 Sulawesi Tenggara 3 202 778 980 951
3
30 Sulawesi Utara 6 301 1.218 1.519 1.350
12
31 Sumatera Barat 11 832 2.685 3.517 2.022
73
32 Sumatera Selatan 12 1.708 6.429 8.137 4.540
79
33 Sumatera Utara 18 4.658 12.532 17.190 6.338 171
TOTAL 275 141.923 83.002
19 Maluku
18 Lampung 10 1.167 3.757 4.924 2.815
1 Aceh 9 535 2.434 2.969 2.820
9 Jambi 9 989 2.876 3.865 1.901 103
5
2 Bali 6 605 1.400 2.005 1.039
92
3 Bangka Belitung 6 435 1.361 1.796 1.126
59
4 Banten 7 1.102 4.570 5.672 3.546
59
5 Bengkulu 4 512 1.299 1.811 1.102
64
6 D.I.Yogyakarta 3 223 766 989 1.257
7 DKI Jakarta 4 481 7.209 7.690 2.596 196
8 Gorontalo 3 216 634 850 767
11
10 Jawa Barat 27 4.062 13.635 17.697 12.302
57
43
11 Jawa Tengah 24 1.523 5.418 6.941 6.451
7
12 Jawa Timur 24 3.965 11.620 15.585 9.205
69
13 Kalimantan Barat 5 348 1.695 2.043 1.250
63
14 Kalimantan Selatan 7 1.461 5.108 6.569 2.653 147
15 Kalimantan Tengah 5 518 1.543 2.061 1.049
96
16 Kalimantan Timur 7 1.137 5.092 6.229 1.945 220
17 Kep. Riau
4 25 2.404 2.429 1.542
70 Sumberses tanggal 14 Maret 2017 pukul 09.00 WIB. Kabupaten Banyumas memiliki 1 (satu) Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Kelas II A Purwokerto dan 1 (satu) Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Banyumas. Pada penelitian ini, penulis melakukan penelitian yang bertempat di Rumah Tahanan Negara Kelas II B Banyumas.
Berdasarkan data tanggal 14 Maret 2017, jumlah hunian Rumah Tahanan Negara Kelas II B Banyumas dengan kapasitas hunian 104 orang dipaparkan dalam Tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3. Hunian Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Banyumas Isi No. GOLONGAN JUMLAH Pria Wanita
1. NARAPIDANA
B. I
40
8 B. II a
20
4
74 B. II b
B. III
2
2. TAHANAN
A. I
14
2 A. II
14
43 A. III
12 A. IV
1 A. V
3. Jumlah 103
14 117 Orang
Keterangan:
B. I = Pidana diatas 1 tahun
A. I = Tahanan Kepolisian
B. IIa = Pidana 3 bulan-1 tahun
A. II = Tahanan Kejaksaan
B. IIb = Pidana 3 bulan kebawah
A. III = Tahanan Pengadilan Negeri
B. III = Pidana kurungan
A. IV = Tahanan Pengadilan Tinggi
A. V = Tahanan Mahkamah Agung Sumber: Kasubsie Pengelolaan RUTAN Kelas II B Banyumas. Selanjutnya berdasarkan data terakhir pada tanggal 3 Mei 2017 ada penambahan yang cukup signifikan, jumlah hunian Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Banyumas dipaparkan dalam Tabel 4 sebagai berikut: Tabel 4.
Hunian Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Banyumas Isi No. GOLONGAN JUMLAH Pria Wanita
1. NARAPIDANA
B. I
40
5 B. II a
11
2
67 B. II b
9 B. III
2. TAHANAN
A. I
16
5 A. II
6
1
55 A. III
25
1 A. IV
1 A. V
3. Jumlah
99 23 122 Orang
Keterangan:
B. I = Pidana diatas 1 tahun
A. I = Tahanan Kepolisian
B. IIa = Pidana 3 bulan-1 tahun
A. II = Tahanan Kejaksaan
B. IIb = Pidana 3 bulan kebawah
A. III = Tahanan Pengadilan Negeri
B. III = Pidana kurungan
A. IV = Tahanan Pengadilan Tinggi
A. V = Tahanan Mahkamah Agung Sumber: Kasubsie Pengelolaan RUTAN Kelas II B Banyumas. Pada dasarnya, Rumah Tahanan Negara (RUTAN) merupakan tempat untuk menahan para tersangka atau terdakwa untuk sementara waktu sebelum keluarnya putusan pengadilan yang berkuatan hukum tetap (inkrach). Namun dalam prakteknya kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini, Rumah Tahanan Negara (RUTAN) difungsikan untuk menampung narapidana seperti halnya di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS). Hal tersebut dikarenakan kabupaten atau kotamadya belum memiliki Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS), maupun dapat juga dikarenakan terjadinya over capacity (kelebihan kapasitas) yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) sehingga para narapidana ditempatkan di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN). Terdakwa atau narapidana yang telah menjalani masa hukuman di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) yang seharusnya dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) untuk mendapatkan pembinaan yang lebih optimal, namun senyatanya banyak yang tetap berada di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) hingga masa hukuman maupun pembinaan mereka selesai.
Di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Banyumas terdapat 1 blok untuk tempat hunian tahanan dan narapidana wanita. Dalam Blok Wanita terdapat 3 ruang kamar hunian yang diisi oleh 23 wanita terdiri dari 16 narapidana dan 7 tahanan. Rata-rata umur penghuni Blok Wanita dalam ruang tahanan tersebut berkisar antara umur 23 tahun sampai dengan 86 tahun. Beberapa tindak pidana yang dilakukan antara lain pemerasan dalam keluarga, narkotika, pembunuhan anak, human trafficking, pemalsuan uang, pencurian dengan pemberatan, perjudian, penggelapan, penipuan dan pelacuran atau perbuatan cabul (Hasil wawancara dengan Staf Pengamanan dan Penjagaan Blok Wanita, Ibu Sartiyem, tanggal 3 Mei 2017).
Dengan melihat fenomena penambahan tahanan dan narapidana wanita secara signifikan di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Banyumas, pembinaan dan pembimbingan menjadi suatu masalah yang urgent dan harus mendapatkan perhatian lebih. Permasalahan tersebut juga berkaitan erat dengan pembinaan yang dilaksanakan oleh petugas RUTAN belum sepenuhnya menuai hasil yang optimal. Didapatnya hasil yang kurang optimal tersebut disebabkan karena setelah selesai melakukan pembinaan secara umum yang sudah terjadwal mereka tidak melakukan aktivitas lain, sehingga sangat disayangkan waktu yang seharusnya dapat digunakan untuk melakukan hal-hal lainnya terkait dengan pembinaan dan pembimbingan tidak dimanfaatkan dengan baik.
Berbicara mengenai pembinaan secara khusus untuk Warga Binaan Pemasyarakatan wanita di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Banyumas, untuk saat ini hanya pembinaan ketrampilan menjahit, belum ada kegiatan lain untuk lebih menunjang kegiatan para Warga Binaan Pemasyarakatan wanita supaya memiliki waktu luang dengan sesuatu yang lebih bermanfaat (Hasil wawancara dengan Kasubsie Pelayanan Tahanan, Ibu Fariyani, Amd.IP, S.H. tanggal 2 Maret 2017). Jadi di dalam Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Banyumas hanya dilakukan pembinaan secara umum saja seperti pembinaan keagamaan, kedisiplinan, dan kesehatan jasmani. Para Warga Binaan Pemasyarakatan laki-laki maupun wanita tidak dibedakan secara khusus dalam pembinaannya.
Melihat situasi dan kondisi di dalam Blok Wanita Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Banyumas, ada sesuatu yang mengherankan.
Ternyata di dalam RUTAN Kelas II B Blok Wanita, para Warga Binaan Pemasyarakatan wanita dibebaskan untuk berdandan (make up) serta berpakaian sesuka hati mereka. Hal tersebut terkesan tidak etis apabila dikaitkan dengan pandangan masyarakat secara umum terhadap sebuah Rumah Tahanan. Seharusnya RUTAN dijadikan sebuah tempat yang dikelola sedemikian rupa untuk menekan terjadinya perbuatan yang menyimpang dengan hukum dan aturan yang ketat disertai kepatuhan para penghuni RUTAN tersebut. Selain hukum dan aturan yang ketat, RUTAN juga harus disertai dengan adanya tata tertib misalnya, tahanan ditekankan untuk memakai seragam dan larangan untuk berdandan (make up) bagi Warga Binaan Pemasyarakatan wanita. Hal tersebut penting dilakukan untuk menjaga citra RUTAN sebagai tempat yang benar-benar mampu merubah para warga binaan pemsyarakatan supaya jera atas perbuatan negatif yang pernah mereka dilakukan.
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 14 Maret 2017 dengan Bapak Mukson selaku Staf Pendidikan atau Pengelola Pembinaan Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Banyumas, berbicara mengenai kegiatan pembinaan dan pembimbingan alangkah lebih optimal serta menjamin efektivitas terlaksananya program-program pembinaan dan pembimbingan yang dilakukan oleh Petugas Pemasyarakatan, para narapidana wanita tersebut ditempatkan di dalam Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Khusus Wanita. Masih kurangnya pengkhususan Lembaga Pemasyarakatan seperti Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Khusus Wanita, hal ini sangat berpengaruh dalam pelaksanaan proses pembinaan dan pembimbingan yang di dalamnya berkaitan erat dengan perlindungan hak-hak narapidana. Secara kodrati hal-hal yang seharusnya mendapat perhatian khusus terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan wanita yaitu tentang bagaimana melakukan sebuah pembinaan dan pembimbingan yang baik.
Sehubungan dengan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam mengenai bagaimana pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Banyumas. Pembinaan tersebut apakah sudah sesuai dengan tujuan, semangat, hakekat dan jiwa yang terkandung sebagaimana ketentuan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, serta apa saja yang menjadi hambatan dalam melaksanakan pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Banyumas.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pembinaan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Banyumas?
2. Apa saja hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan pembinaan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Banyumas?
D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui dan menganalisis pembinaan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Banyumas.
2. Mengetahui dan menganalisis hambatan apa saja yang ditemui dalam pelaksanaan pembinaan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan wanita di Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II B Banyumas.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian secara umum yang dapat diambil dari penelitian ini adalah memberikan kontribusi dari 2 (dua) aspek, yaitu:
1. Manfaat Teoritis Memberikan sumbangan pengetahuan bagi hukum pidana tentang bagaimana pola pembinaan terhadap warga binaan wanita yang tidak ditempatkan di LAPAS Khusus Wanita.
2. Manfaat Praktis Memberikan gambaran kepada masyarakat tentang pola pembinaan terhadap warga binaan wanita yang ditempatkan di Rumah Tahanan Negara Kelas II B Banyumas.