BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA - POP kel 5 Kekuasaan

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Kekuasaan

  Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).

  Sedangkan menurut Stephen P. Robbins mendefinisikan kekuasaan sebagai “... kapasitas bahwa A harus mempengaruhi perilaku B sehingga B

  bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh A. Definisi Robbins menyebut suatu “potensi” sehingga kekuasaan bisa jadi ada tetapi tidak dipergunakan. Sebabitu, kekuasaandisebutsebagai “kapasitas” atau “potensi”.

  Dalam konteks perilaku organisasi, John R. Schemerhorn et.al. mendefinisikan kekuasaan sebagai “ ... kemampuan yang mampumembuat orang melakukan apa yang kita ingin atau kemampuan untuk membuat hal menjadi kenyataan menurut cara yang kita inginkan.” Kekuasaan biasanya dikaitkan dengan konsep kepemimpinan, di mana kepemimpinan merupakan mekanisme kunci dari kekuasaan guna memungkinkan suatu hal terjadi.

  • – Definisi-definisikekuasaan yang telahdisebutkan kendatidefinisiitusendiritidakada yang mencukupimenurut March – mengindikasikanpentingnyaposisikekuasaandalamsuatuorganisasi. Tanpakekuasaan, individuakananarkis, pemimpintidakbergigi, sanksitidakdipatuhi, dansebabituketiadaankekuasaankerapdianggapsituasi
chaos (kekacauan). Ketiadaankekuasaandalamorganisasimembuatorganisasikehilangankonseppen gendaliandanberujungpadaketidaktercapaiantujuanorganisasi, bhkan chaos dalamorganisasi.

1.2 PerbedaanKepemimpinandanKekuasaan

  Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada dalam upaya mencapai tujuan organisasi.Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan Surbakti,1992).

  Kepemimpinan erat kaitannya dengan kekuasaan. Memimpin berarti mempunyai kuasa untuk mengarahkan. Memimpin juga berarti menuntut kepatuhan dari mereka yang dipimpin. Kepemimpinan karena itu dapat dimengerti sebagai cara menggunakan kekuasaan untuk mencapai tujuan tertentu. Cara menggunakan kekuasaan dapat dilakukan dan atau ditempuh melalui berbagai pola (pattern).

  Salah satu pola adalah kepemimpinan dengan menggunakan cara kekerasan. Singkatnya, kepemimpinan dengan “main kuasa”, yakni memaksakan kepatuhan dengan acaman dan hukuman. Siapa yang tidak patuh pada perintah pemimpin, diancam dengan hukuman dan atau secara langsung dihukum secara semena-mena. Dalam referensi politik, Kepemimpinan ini hanya akan sukses dan langgeng sejauh didukung oleh aparat kekuasaan yang kuat baik dalam pengertian jumlah maupun sarananya. Kecenderungannya, kepemipinan otoritarian tidak bisa berlangsung secara abadi justru karena keterbatasan pada sumber-sumber sarana pendukungnya.

  Dalam kepemimpinan otoritarian, kekuasaan dipahami sebagai power over, yakni kekuasaan yang mengatasi. Kekukasaan ini menuntut kepatuhan yang mati, yang membabi buta. Tidak boleh ada dialog, komunikasi apalagi bantahan dari mereka yang dikuasai, mereka yang dipimpin. Pemimpin memberlakukan dan mendudukan anak buah sebagai semata-mata alat atau sarana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hubungan kekuasaan dalam pola kepemimpinan ini bersifat satu arah dari atas ke bawah (top- down).

  Pola kepemimpinan ini bisa sangat efektif dan dalam batas tertentu sangat efisien. Tetapi, perlu segera dicatat, kelanggengan pola kepemimpinan ini sangat terbatas justru karena bersifat costly untuk jangka panjang.

  Pola kepemimpinan yang lain adalah pola struktural-fungsional. Kepemimpinan dibangun atas dasar aturan-aturan yang ketat, dan dibagi-bagi menurut struktur yang berjenjang dan fungsi yang berbeda-beda.

  Kepemimpinan ini sangat tergantung pada aturan yang rinci dan jelas. Kepatuhan yang terbangun bukan pada “pemimpin” melainkan pada peraturan yang ada.

  Kekuasaan dalam pola kepemimpinan ini dimengerti sebagai division of labor, yakni pemberian wewenang untuk pelaksanaan fungsi-fungsi yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Kekuasaan memungkinkan dilangsungkan atau dilaksanakan fungsi-fungsi itu. Kekuasaan berarti sebagai wewenang atau otoritas. Tanpa otoritas yang jelas seseorang tidak mempunyai fungsi.

  Pola kepemimpinan ini bisa efisien, tetapi mempunyai kecenderungan untuk menjadi birokratis. Pada saat pola kepemimpinan ini menjadi birokratis, dia bisa sangat cenderung untuk disalahgunakan, dan karena itu tidak efisien serta efektivitasnya perlu dipertanyakan. Tetapi, kepemimpinan birokrasi ini pada dasarnya sangat rasional, dan didasarkan atas prinsip- prinsip impersonalitas dan meritokrasi.

  Pola kepemimpinan lainnya adalah pola kepemimpinan partisipatoris. Pemimpin mendengarkan dan mempertimbangkan pendirian, saran dan pendapat anak buah. Kekuasaan dipahami sebagai power to, yakni kuasa atau kekuatan yang enabling. Kekuasaan yang memberi peluang bagi anak buah untuk mengembangkan diri sehingga mampu berbuat sesuatu. Kepemimpinan seperti ini bersifat menfasilitasi dan memberi contoh.

  Kekuasaan seperti ini bisa membangun hubungan yang kokoh antara pemimpin dan yang dipimpin. Ikatan bisa menjadi kuat, tetapi cenderung untuk emosional. Tetapi, justru karena itu, kempimpinan ini bisa menjadi sangat efektif dalam mencapai tujuan-tujuannya. Sebaliknya, ia cenderung untuk tidak efisien karena dialog dan komunikasi yang berkepanjang antara pemimpin dan yang dipimpin, dalam pengertian semua terlilbat dan dilibatkan dalam proses pembuatan keputusan.

  Kepemimpinan partisipatoris biasanya berhasil dilakukan dalam organisasi atau komunitas yang kecil dan terbatas. Dalam komunitas atau organisasi yang lebih besar, kepemipinan partisipatoris meski tetap dijalankan prinsip-prinsipnya, ia diterapkan atas dasar model perwakilan. Dalam kaitan ini, masalah biasanya muncul berkenaan dengan legitimasi perwakilan- perwakilan yang ada. Jika ini terjadi, efektivitas dan efisiensi dalam pola kepemimpinan ini bisa tidak terpenuhi sesuai dengan tujuannya dan dengan semestinya.

1.3 Dasar-DasarKekuasaan

  Dasar atau sumber kekuasaan dibagi menjadi dua pengelompokan umum : formal dan personal.

  1. Kekuasaan formal

  Kekuasaan formal didasarkan pada posisi individu dalam organisasi. Kekuasaan formal dapat berasal dair kemampuan memaksa atau menghadiahi, wewenang formal, dan kendali atas informasi.

  a. Kekuasaan paksaan (coercive power)  Ketergantungan pada rasa takut  Seseorang bereaksi terhadap kekuasaan ini karena rasa takut akan akibat negatif yang mungkin terjadi apabila ia gagal memenuhi. Misalnya dikenakan sanksi fisik dan psikologis.

  b. Kekuasaan Hadiah/Imbalan (reward power), lawan dari kekuasaan paksaan.

   Seseroang mematuhi kemauan atau pengarahan orang lain karena kepatuhan itu menghasilkan manfaat yang positif.

   Imbalan dapat berupa keuangan (tingkat upah, kenaikan gaji, bonus) atau nonkeuangan (pengakuan atas jasanya, promosi, penugasan kerja yang menarik, dll)

  c. Kekuasaan Hukum (Legitimate power)  Menggambarkan wewenang formal untuk mengendalikan dan menggunakan sumber daya organisasi.

   Posisi wewenang atau kekuasaan mencakup kekuasaan paksaan dan kekuasaan imbalan, sehingga kekuasaan hukum lebih luas daripada kekuasaan paksaan dan imbalan.

  d. Kekuasaan Informasi  Berasal dari akses dan pengendalian atas informasi

   Orang-orang dalam organisasi yang memiliki data atau pengetahuan yang dibutuhkan oleh orang lain dapat membuat orang lain tergantung pada mereka.

  2. Kekuasaan Personal Kekuasaan personal tidak didasarkan pada posisi formal pada organisasi.

  Ada tiga dasar dari kekuasaan personal, yaitu kepakaran, penghormatan dan kekaguman dari orang lain, serta karisma.

  a. Kekuasaan pakar (expert power)  Pengaruh yang dimiliki seseorang sebagai akibat dari kepakaran atau keahlian, keterampilan istmewa, dan pengetahuan.

   Kepakaran telah menjadi salah satu sumber yang paling ampuh karena dunia telah berorientasi teknologi dan pekerjaan menjadi semakin terspesialisasi.

  b. Kekuasaan rujukan (referent power)  Didasarkan pada identifikasi pada orang yang mempunyai sumberdaya atau ciri pribadi yang diinginkan orang lain.

   Kekuasaan rujukan berkembang dair pengaguman seseorang terhadap orang lain dan keinginan untuk menjadi orang tersebut.

  c. Kekuasaan kharismatik  Merupakan perluasan dari kekuasaan rujukan yang berasal dari kepribadian dan gaya interpersonal individu.

1.4 Ketergantungan : Kunci Menuju Kekuasaan

  Ketergantungan merupakan kunci menuju kekuasaan itu sendiri bisa di ibaratkan “makin besar ketergantungan individu B kepada A, makin besarlah kekuatan individu A terhadap B”. Oleh karena itu, ketergantungan dapat diartikan sebagai kebalikan dari sumber supply,jika suatu barang banyak dipasaran memiliki barang tersebut tidak akan meningkatkan kekuatan.Ketergantungan meningkat, bila sumber daya yang dikendalikan itu penting, langka dan tidak dapat digantikan. Penciptaan ketergantungan terdiri dari tiga yakni: 1) Nilai penting, Jika tidak seorang pun menginginkan apa yang anda peroleh, perolehan itu tidak akan menciptakan ketergantungan. Oleh karena itu untuk menciptakan ketergantungan hal – hal yang akan dikendalikan haruslah dipersepsikan sebagai penting. Contoh: Para insyinyur pada industri teknologi elektronika dan bangunan. 2) Kelangkaan, Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, jika sesuatu itu berjumlah banyak, kepemilikan atasnya tidak akan meningkatkan derajat kekuasaan Anda. Suatu sumber daya harus bisa dilihat sebagai sesuatu yang langka guna menciptakan ketergantungan. Ini dapat membantu menjelaskan bagaimana para bawahan dalam sebuah organisasi yang memiliki pengetahuan penting yang tidak dimiliki pemimpin mendapatkan kekuasaan atas kelompok yang disebut terakhir yang penting menjadikan pemimpin bergantung pada bawahan.

  Hubungan kelangkaan – ketergantungan lebih jauh dapat dilihat dalam kekuasaan yang termasuk kategori jabatan. Individu-individu yang memiliki jabatan yang mana persediaan personel relatif rendah dibandingkan dengan kebutuhannya dapat merundingkan paket-paket kompensasi dan tunjangan yang jauh lebih menarik dibanding bila jumlah calonnya banyak. Pengelola perguruan tinggi saat ini tidak menemui masalah utnuk mencari dosen bahasa Inggris. Sebaliknya pasar untuk guru teknik komputer sangat ketat : permintaan memungkinkan mereka untuk merundingkan gaji yang lebih tinggi, beban mengajar yang lebih rendah, dan tunjangan lainnya.

  3) Tidak tergantikan, semakin langka sumber daya sehingga tidak mempunyai pengganti yang layak dan setara. Atau bisa diartikan semakin sedikit pengganti yang tersedia bagi suatu sumber daya, semakin besar kekuasaan yang diberikan oleh kontrol atas sumber daya tersebut. Pendidikan yang lebih tinggi sekali lagi menyediakan contoh yang sempurna. Di universitas-universitas di mana ada tekanan yang kuat bagi tenaga pengajar untuk menerbitkan karya mereka, kita dapat mengatakan bahwa kekuasaan seorang kepala jurusan atas seorang tenaga pengajar berkorelasi terbalik dengan banyaknya publikasi tenaga pengajar yang bersangkutan. Semakin banyak pengakuan yang diterima oleh seorang tenaga pengajar itu melalui publikasi karyaya, semakin tenaga pengajar yang banyak mempublikasikan karyanya dan terpandang, pemintaan akan jasa tenaga pengajar tersebut pun meningkat.

  Griffin (1986:390) menggambarkan hubungan antara dasar kekuasaan dan dampaknya, seperti yang terlihat pada gambar Resistance to

  Legitimate attempted influence

  Position Power

  Reward

  Willingness to

  Referent

  Accept Personal Power

  Expert

  Resistence to attempted

  Coercive

  

Gambar 1. Hubungan antara Dasar Kekuasaan dan

Dampaknya

  Penggunaan sumber – sumber kekuasaan ada hubungannya dengan efektivitas kekuasaan, pengakuan bahwa kekuasaan akan digunakan secara sah merupakan indikator kuat dari efektivitasnya. Kekuasaan politik dan militer pada awalnya sering menggunakan sumber legitimasi sebagai alat untuk mempengaruhi. Namun jika legitimasi ditantang pengakuannya maka sistem keseluruhan akan menuju kekacauan, hanya kekuasaan fisik yang lebih kuat yang akan berhasil (Tyson, 1998:108)

  Penjelasannya psikologis dari pengaruh seseorang terhadap lain dijelaskan pada hubungannya dengan proses mempengaruhi sosial (social

  influence process). Menyangkut motivasi dan persepsi dari target dalam

  hubungannya dengan tindakan agen. Kelman (1958;dalam Yukl,1998:165) menjelaskan ada tiga macam bentuk proses mempengaruhi yang berbeda yakni: Instrumental compliance,(orang yang diminta melaksanakan tindak bertujuan untuk memperoleh imbalan yang berwujud atau untuk menghindari suatu hukuman agen, internalization (target menjadi terikat untuk mendukung dan melaksanakan usulan – usulan yang didukung agen karena ia dirasakan secara intrinsik sebagai sesuatu yang memang diinginkan dan benar dalam hubungannya sebagai nilai, kepercayaan dan rasa harga diri) dan indentification(target meniru perilaku agen atau mengambil alih sikap agen untuk menyenangkan hati agen, penghormatan).

  Sementara itu dalam internal organisasi kekuasaan dan kegunaan kekuasaan dipakai pada tingkatan kelompok atau organisasi. Saunders (1990;dalam Brooks,2002:224) menjelaskan bahwa ada 5 sumber kekuasaan dalam organisasi yakni ketergantungan (dependency), Pemusatan (centrality), Sumber daya keuangan (financial resources), Ketidakberlanjutan (non-sustainability), dan ketidakpastian (coping with certainty).

  Berdasar riset terbaru terdapat cara-cara yang terstandarisasi yang digunakan para pemegang kekuasaan untuk memeperoleh apa yang mereka inginkan. Temuan tersebut mengidentifikasikan 9 dimensi taktik atau strategi, yaitu :

  1. Legitimasi : Mengandalkan posisi kewenangan seseorang atau menekankan bahwa permintaan selaras dengan kebijakan atau ketentuan dalam organisasi.

  2. Persuasi Rasional/Nalar : Gunakan fakta dan data untuk membuat penyajian gagasan yang logis atau rasional.

  3. Seruan Inspirasional : Mengembangkan Komitmen emosional dengan cara menyerukan nilai-nilai, kebutuhan, harapan, dan aspirasi suatu sasaran.

  4. Konsultasi : Meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang menjadi sasaran dengan cara melibatkannya dalam memutuskan bagaimana rencana atau perubahan akan dilakukan.

  5. Negosiasi : Memberikan imbalan kepada target atau sasaran berupa uang atau penghargaan lain sebagai ganti karena mau mentaati suatu permintaan.

  6. Seruan Pribadi : Meminta kepatuhan berdasarkan persahabatan atau kesetiaan.

  7. Menyenangkan Orang Lain/Keramahan : Gunakan sanjungan, penciptaan kemauan baik, berlaku rendah hati, dan bersikap bersahabat sebelum mengemukakan suatu permintaan.

  8. Koalisi : Dapatkan dukungan orang-orang lain dalam organisasi untuk mendukung permintaan itu.

  9. Tekanan/Sanksi : Gunakan hukuman yang ditentukan oleh organisasi seperti misalnya mencegah atau menjanjikan kenaikan gaji, mengancam untuk memberikan penilaian kinerja yang tidak memuaskan atau menahan suatu promosi. taktik dalam skala sama. Strategi yang paling popular adalah penalaran. Disamping itu, para peneliti menemukan lima variabel kontijensi yang mempengaruhi taktik kekuasaan, yaitu : kekuasaan relatif manajer, sasaran pengaruh manajer, harapan manajer akan kesediaan orang lain untuk patuh, budaya organisasi, dan perbedaan lintas budaya.

1.6 Pelecehan seksual, KetimpanganKekuasaandi Tempat Kerja

  Di Indonesia kasus-kasus yang menyangkut pelecehan seksual sudah sangat banyak dan sering terjadi, baik di perusahaan maupun di rumah tangga. Akan tetapi masih sangat sedikit yang telah dilaporkan ke pihak berwajib dan diekspose oleh media massa. Namun hal ini tidaklah berarti pelecehan seksual yang dialami pekerja atau pegawai perusahaan di Indonesia lebih sedikit dibandingkan dengan negara lain. Permasalahannya adalah bahwa para pekerja masih enggan untuk melaporkan dikarenakan berbagai alasan. Termasuk adanya mitos yang mengatakan bahwa pelecehan seksual ditempat kerja merupakan hal yang biasa terjadi di kantor dan tidak perlu dibesar-besarkan.

  Dalam hal ini yang dimaksud dengan pelecehan seksual secara umum adalah setiap bentuk yang memiliki muatan seksual yang dilakukan seseorang atau sejumlah orang, namun tidak disukai dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan akibat negative, seperti tersinggung, terhina, marah, kehilangan harga diri, kehilangan kesuciannya dan sebagainya.

  Dari definisi diatas, pelecehan seksual ditempat kerja dapat diartikan sebagai segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran dan penolakan atau penerimaan korban menjadi bahan pertimbangan dalam menyangkut karir atau pekerjaan. Tindakan ini berpengaruh pada kondisi kerja, antara lain mengganggu ketenangan kerja, menciptakan lingkungan kerja yang tidak aman dan tidak nyaman bagi korban.

  Pelecehan seksual ditempat kerja juga termasuk melakukan diskriminasi gender dalam hal promosi, gaji dan tugas. Termasuk dalam hal ini gangguan yang tidak dikehendaki dalam hubungan kekuasaan yang tidak seimbang seperti hubungan antara atasan dan bawahan ditempat kerja.

  Bentuk-bentuk pelecehan seksual antara lain berupa siulan, kata- kata, komentar, bisikan atau gambar, memegang, menyentuh, meraba, mencium bagian-bagian tubuh tertentu, yang keseluruhannya mengarah pada keinginan untuk melakukan hubungan seksual.

1.6.1 Penyebab pelecehan seksual

  Pelecehan seksual terjadi pada laki-laki, namun ada umumya menimpa kaum perempuan. Hal ini terjadi karena adanya ketimpangan hubungan antara laki-laki dan perempuan yang mengakibatkan adanya dominasi dan diskriminasi terhadap perempuan dan merupakan hambatan terhadap kemajuan mereka. Sebagai salah satu bentuk kekerasan pelecehan seksual juga merupakam mekanisme sosial yang menempatkan perempuan

  Selain itu pelecehan seksual dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan terhadap siapa saja. Pelecehan juga bisa saja terjadi di bis kota, halte, terminal, pasar, tempat keramaian dan tempat hiburan lainnya. Bahkan pelecehan juga dapat terjadi ditempat yang sepi, di rumah sakit, tempat kerja hingga ditempat pendidikan.

  Pelecehan seksual bisa terjadi pada buruh, pembantu rumah tangga, perawat, dokter, guru, dosen, pasien, dan semua orang tanpa memandang umur, kelas, suku bangsa, dan ciri-ciri sosial lainnya.

  1.6.2 Pelecehan seksual dan hukum

  Dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) pelecehan seksual digolongkan sebagai kejahatan terhadap kesusilaan. Khusus pelecehan seksual di tempat kerja dapat dikenakan pasal 294 KUHP, pada pokoknya pasal ini melarang perbuatan cabul antara orang-orang yang berada dalam hubungan yang tidak seimbang, dimana pihak yang dilecehkan mempunyai hubungan ketergantungan dengan pelaku. Termasuk dalam perbuatan cabul adalah meraba, mencium, memeluk, menyentuh, mencolek dsb.

  Seperti contonya pasal ini menghukum majikan yang melecehkan pembantunya yang masih dibawah umur, pejabat dengan bawahannya atau dengan orang yang dipercayakan kepadanya untuk dijaga, pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang ada di dalamnya.

  1.6.3 Pelecehan seksual dan kekerasan

  Dalam deklarasi PBB tentang penghapusan kekerasan terhadap perempuan tahun 1993 dinyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibatkan atau mungkin berakibatkan kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara

1.7 Politik : KekuasaanBertindak

  Ketika beberapa orang menyatu dalam suatu kelompok, maka hukum kekuasaan akan berlaku. Di dalam organisasi eseorang ingin membangun kekuasaannya untuk mempengaruhi, mendapatkan penghargaan, dan memajukkan kariernya. Ketika anggota dalam suatu organisasi mulai memainkan kekuasaannya, perilaku tersebut bisa dikatakan sebagai politik. Orang dengan ketrampilan politik yang baik memiliki kemampuan untuk menggunakan landasan – landasan kekuasaan yang mereka miliki secara efektif.

  Perilaku positif dalam organisasi didefinisikan sebagai aktivitas yang tidak dianggap sebagai bagian dari peran formal seseorang dalam organisasi, tetapi yang mempengaruhi, atau berusaha mempengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian dalam organisasi. Definisi ini mencakup berbagai upaya untuk mempengaruhi tujuan, kriteria, atau berbagai proses yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Beragam perilaku politik seperti menahan informasi dari pengambil keputusan, bergabung dengan koalaisi, mencari kesalahan, menyebarkan rumor, membocorkan informasi rahasia tentang kegiatan organisasi kepada media, saling menyenangkan dengan orang lain di dalam organisasi untuk memperoleh manfaat bersama , dan melobi atas nama atau melawan seseorang atau alternatif keputusan tertentu.

  Dalam perilaku politik ada 2 dimensi yaitu sah dan tidak sah. Peilaku politik yang sah mengacu pada politik keseharian yang bersifat wajar seperti menyampaian keluhan, memotong rantai komando, membangun koalisi, menentang kebijakan atau keputusan organisasi lewat pemogokan, dan menjalin hubungan ke luar organisasi mellaui kegiatan profesi. Sebaliknya ada perilaku politik yang tidak sah yaitu perilaku yang menyimpang dari perilaku politik misalnya sabotase, melaporkan kesalahan, protes simbolis seperti memakai pakaian yang tidak wajar sakit agar tidak masuk kerja. Bentuk perilaku yang tidak sah dapat membuat pelakunya beresiko kehilangan keanggotaan dalam organisasi atau menerima sanksi berat, dan hasil tindakan pelaku belum dipastikan positif.

1.8 RealitasPolitik

  Organisasi merupakan individu, kelompok dengan kepentingan yang berbeda, sehingga ini menjadi potensi konflik, mengenai sumberdaya angaran, alokasi ruangan, tanggung jawab proyek, gaji. Organisasi juga merupakan sumber daya yang terbatas, yang sering mengubah konflik potensial menjadi konflik yang nyata, persaingan antar individu kelompok juga menjadi salah satu sumber konflik.

1.8.1 Manajemen Kesan

  Robbins (2000) menjelaskan bahwa kita mengetahui bahwa orang senantiasa berminat mengetahui cara orang lain memandang dan menilai diri mereka, semuanya dimaksudkuan untuk membuat mereka lebih menarik bagi orang lain.

  Dipandang secara positif oleh orang lain akan membawa manfaat bagi orang- orang dalam organisasi. Misalnya, dipadanang positif dapat membantu mereka pada awalnya untuk mendapatkan pekerjaan yang mereka inginkan dalam organisasi dan begitu dipekerjakan, memperoleh penilaian yang menguntungkan (kenaikan gaji, promosi yang lebih cepat, dsb). Dalam konteks politik hal itu mungkin membantu membelokkan distribusi keuntungan agar menguntungkan mereka.

  Proses yang ditemouh oleh seseorang untuk mengendalikan kesan orang lain terhadap dirinya disebut manajemen kesan (impression

  management). Proses ini merupakan topik yang baru akhir ini mendapat perhatian dari peneliti perilaku organisasi.

  bahwa kesan yang disampaikan orang- orang itu harus “positif”, misalnya dapat dikemukakan dengan ketulusan, mengacu pada contoh- contoh yang digunakan dalam penjelasan berikut ini.

  Robbins (2000) menjelaskan, upaya untuk menghindari tekanan dan penyalahan adalah:

  1. Menghindari Tekanan:

  a. Menyesuaikan secara berlebihan, secara ketat menafsirkan tanggung jawab anda dengan mengatakan hal- hal seperti aturan dengan menyatakan atau inilah carabiasa kita mengerjakan, b. Mengelakkan tanggung jawab, pengalihan tanggung jawab penyelesaian tugas atau keputusan ke orang lain, c. Berlagak bodoh, menghindari tugas yang tidak diinginkan dengan pura- pura mengaku bodoh atau tidak mampu, d. Mengulur dan memuluskan, penguluran merujuk ke memperpanjang tugas sehingga anda tampak sibuk, e. Menunda- nunda, di muka umum seakan- akan mendukung, padahal tidak melakukan apa- apa di belakang umum.

  2. Menghindari Penyalahan:

  a. Bermanis- manis, inilah cara yang bagus untuk menyebutkan ‘penutupan kesalahan’. Cara ini mendeskripsikan praktek pencatatan kegiatan secara teliti untuk menonjolkan citra kompetensi dan keseksamaan,

  b. Bermain aman, menghindari situasi yang tidak menguntungkan anda, mencakup hanya memilih proyek- proyek dengan kemungkinan sukses yang tinggi, meminta alasan menyetujui keputusan yang riskan, mengaktualisasikan pernyataan penilaian dan mengambil posisi netral dalam konflik, c. Membenarkan, penyusunan penjelasan yang mengurangi tanggung jawab anda akan hasil yang negatif dan atau d. Mencari kambing hitam, mempersalahkan hasil negatif pada faktor- faktor eksternal yang sama sekali tidak layak dipersalahkan, e. Salah saji, manipulasi informasi dengan pemutarbalikan, penipuan sajian selektif atau pengaburan.

  3. Menghindari Perubahan:

  a. Pencegahan, berusaha mencegah terjadinya perubahan yang mengancam, b. Proteksi diri, bertindak dengan cara melindungi kepentingan diri seseorang selama perubahan dengan menjaga sumber daya informasi atau sumberdaya lainnya,

1.8.2 Teknik- Teknik Manajemen Kesan

  Berikut adalah beberapa tekik manajemen kesan:

  1. Kecocokan: setuju dengan pendapat orang lain, dengan harapan mendapat persetujuan darinya,

  2. Dalih: Menjelaskan kejadian sulit yang dapat diperkirakan dengan maksud meminimalkan keparahan dampak kesulitan,

  3. Permintaan maaf: bentuk tanggung jawab atas peristiwa yang tidak dikehendaki dan selalu berusaha meminta maaf atas tindakan,

  4. Promosi diri: menggaris bawahi ciri- ciri terbaik seseorang, meremehkan kekurangan orang lain dan menyerukan perhatian terhadap pencapaian seseorang,

  5. Bujukan: pujian pada orang lain tentang kebaikan suoaya pemberi oujian itu kelihatan pengertian dan menyukainya,

  6. Kemurahan: mengerjakan sesuatu kebaikan bagi orang lain demi mendapatkan persetujuan diri orang lain itu,

  7. Asosiasi: meningkatkan atau melindungi citra orang lain dengan mengelola informasi tentang orang dan sesuatu yang terkait dengan seseorang.

  1. Faktor Individu  Pada tingkat individu dapat dilihat dari cirikepribadian , kebutuhan , dan faktor-faktor lain .

   Jika dilihat dari segi ciri , karyawan merupakan pengawasan diri yang tinggi , memiliki ruang kendali internal , danmempunyai kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan , sehingga lebih besar kemungkinan melakukan perilaku politik .

   Pengawasan diri yang tinggi lebih peka terhadap isyaratsosial sehingga lebih besar kemungkinan terampil berperilaku politik daripada pemantau diri yang rendah .

   Individu yang memiliki ruang kendali internal itu lebihcenderung mengambil sikap proaktif dan berupaya membuat suatu situasiyang mendukung mereka .

   Yang mempengaruhi sejauh mana individu melakukantindakan politik yang tidak sah adalah :

  1. Investasi dalam organisasi Semakin besar orang berinvestasi kedalam organisasi tersebut , makasemakin besar kerugian yang dialami orang itu jika didepak keluar .Sehingga semakin kecil kemungkinan ia menggunakan cara yang tidak sahagar tidak didepak keluar .

  2. Alternatif yang dimiliki Semakin banyak seseorang memiliki kesempatan pekerjaan alternatif , makasemakin dia siap menanggung resiko atas tindakan politiknya yang tidak sah.

  3. Besarnya kemungkinan individu untuk sukses

  Jika individu mempunyai harapan kecil untuk sukses dalam menggunakancara yang tidak sah , kemungkinan kecil ia akan mencoba cara itu .

  2. Faktor Organisasi  Situasi dan budaya tertentu meningkatkan politik .

   Situasi tertentu seperti :

  1. Bila sumber daya organisasi menurun dan bila pola sumber daya yang ada berubah ( realokasi sumber daya ).

  2. Bila terdapat kesempatan untuk promosi  Budaya yang dicirikan dengan :

  1. Kepercayaan rendah Semakin sedikit kepercayaan dalam organisasi , semakin tinggi tingkat perilaku politik dan semakin besar kemungkinan munculnya perilaku politik yang tidak sah . Jadi, kepercayaan yang tinggi seharusnya menekantingkat perilaku politik secara umum dan menghambat tindakan tidak sahsecara khusus.

  2. Ambiguitas peran Berarti terdapat ketidak jelasan penetapan perilaku karyawan sehingga sedikit batas atas lingkup dan fungsi tindakan politik karyawan. Semakin besar ambiguitas peran, semakin besar kemungkinan seseorang melakukan kegiatan politik dengan peluang kecil untuk diketahui .

  3. Sistem evaluasi kinerja yang tidak jelas

  Semakin subjektif kriteria yang digunakan organisasi dlam memberi penilaian maka akan semakin besar kemungkinan karyawan dapatmelakukan permainan politik . Banyaknya selang waktu antara tindakan dengan penilaian menyebabkan semakin kecil kemungkinan karyawan dianggap bertanggung jawab atas perilaku politiknya.

  4. Praktik alokasi imbalan kalah-menang Hal tersebut akan membuat karyawan semakin termotivasi untuk menyibukan diri dalam kegiatan politik untuk mendapatkan imbalan .Praktik semacam ini mendorong seseorang lebih menonjolkan apa yang ialakukan dan membuat orang lain tampak buruk.

  5. Pengambilan keputusan yang demokratis. Digunakan sebagai arena untuk maneuver dan manipulasi bagi paramanajer .

  6. Tekanan kinerja yang tinggi Semakin besar tekanan yang dirasakan oleh karyawan untuk nekerjadengan baik , semakin besar kemungkinan mereka terlibat dalam permainan politik.

  7. Manajer senior yang egois Bila karyawan menyaksikan orang-orang diposisi puncak imbalan atas perilakunya, maka terciptalah iklim yang mendukung permainan politik katena secara tidak langsung para manajer tersebut menyiratkan bahwa perilaku semacam itu dapat diterima

BAB 2 STUDI KASUS Akhir Yang Begitu Hebat Di Armstrong

2.1 Ringkasan Kasus

  Semua perusahaan melalui masa-masa yang sulit dan the Armstrong Co, juga tidak terkecuali. Di tahun 1992, untuk pertama kali sejak terjadi depresi, CEO David Armstrong memutuskan tindakan yang drastis yang diperlukan untuk mempertahankan perusahaan. Ia memberlakukan pembekuan gaji guna membantu perusahaan agar bisa melampaui tahun-tahun yang sangat sulit. Pembekuan memberikan akibat segera dan peningkatan normal diberikan kepada karyawan pada awal dari masing-masing tahun yang telah diabaikan.

  Reaksi karyawan betul-betul mengejutkan. Mereka menerima pembekuan tersebut dengan sedikit keluhan. “Perusahaan selalu bersifat adil terhadap saya.

  Sekarang sebaliknya, giliran saya berlaku adil terhadap perusahaan”, tampaknya menjadi sikap umum.

  Beberapa bulan di dalam tahun yang baru, terlihat seperti di tahun 1992 tampak menjadi lebih baik dibanding yang diproyeksikan. Armstrong memutuskan bahwa tidak hanya perusahaan bisa memberikan kenaikan setiap orang, tetapi juga bisa mengupayakan membuat mereka bereaksi. Pembayaran kembali kepada mereka mencapai $400 per karyawan.

  Perusahaan tidak memberi karyawan uang $400 tersebut dengan check. Tetapi sebaliknya, semua karyawan diundang di ruang rekreasi. Di sana, berdiri di belakang meja yang besar ditutup oleh taplak putih, Armstrong menjelaskan bahwa sejak perusahaan berjalan lebih baik dari yang diantisipasi, maka perlu untuk berbagi masa depan yang baik.

  Dengan hal tersebut, ia mengangkat taplak, dan setiap karyawan melihat bahwa meja ditutup dengan lembaran $10 - sejumlah 12.500 - tersusun dua feet tingginya. Satu demi satu, masing-masing karyawan maju, bersalaman dengan Armstrong dan manajer perusahaan serta mengatakan, “Terima kasih atas pengertian Anda”. Masing-masing karyawan lalu berjalan keluar dengan 40 lembar dari $10.

  Permasalahan

  1. Bentuk kekuasaan antar personal seperti apa yang dilakukan David Amstrong dalam membuat keputusannya?

  2. Apakah Anda pikir Armstrong memiliki kebutuhan tinggi atas kekuasaan? Mengapa?

  3. Bagaimana Armstrong berhubungan dengan ketidakpastian? Apakah Anda sepakat dengan tindakannya?

  4. Kekuasaan apa, kalau ada, yang dimiliki Armstrong? Bagaimana mereka bisa menggunakan kekuasaan ini dalam sisi yang negatif?

2.2 Analisis Kasus

  

Bentuk kekuasaan antar personal seperti apa yang dilakukan David Amstrong

dalam membuat keputusannya?

  Dalam kasus di atas David Armstrong sebagai CEO dari the Armstrong Co., bentuk kekuasaan antar personal yang digunakan menggunakan kekuasaan legitimasi sehingga memutuskan tindakan yang drastis yang diperlukan untuk mempertahankan perusahaan dengan memberlakukan pembekuan gaji guna membantu perusahaan agar bisa melampaui tahun-tahun yang sangat sulit.

  Dasar David Armstrong sebagai CEO dari the Armstrong Co., melakukan bentuk kekuasaan diasatas karena menerapkan konsep kekuasaan

  

(power) yang erat hubungannya dengan konsep kepemimpinan dan politik. Paul

  W. Cummings(Open Management – Guides to Successful Practice) yang mengemukakan kekuasaan dan politik dalam manajemen merupakan anak kembar yang tak terpisahkan, karena yang satu tak dapat hidup tanpa yang lain.

  John FrenchdanBertram Ravenmengemukakan 5 (lima) dasarkekuasaanantarpribadi(interpersonal), yakni : (1) kekuasaanlegitimasi, yaitukemampuanuntukmempengaruhiseseorangkarenakedudukannya; (2) kekuasaanimbalan, seseorangmemperolehkekuasaandarikemampuanuntukmemberikanimbalankarena kepatuhanmereka; (3) kekuasaanpaksaan, dipakaiuntukmemperolehpemenuhanakanpermintaanatauuntukmengoreksiperilak utidakproduktifdalamorganisasi; (4) kekuasaanahli, seseorangdengankeahliankhusus; dan (5) kekuasaanreferensi, kharismaadalahistilah yang seringdigunakanuntukmenjelaskankepribadian yang menarik.

  

Apakah Anda pikir Armstrong memiliki kebutuhan tinggi atas kekuasaan?

Mengapa?

  Dari kasus di atas, kita lihat bahwa David Amstrong memiliki kebutuhan tinggi atas kekuasannya. David Armstrong menjelaskan bahwa sejak perusahaannya berjalan lebih baik dari yang diantisipasi, maka perlu untuk berbagai masa depan yang lebih baik.

  Oleh karena itu, McClelland meneliti kebutuhan akan kekuasaan (the

  

need for power) dan mendifinisikannya sebagai keinginan untuk mempengaruhi

  terhadap orang lain. Pengaruh ini mungkin diperlihatkan berdasarkan 3 (tiga) cara yaitu : (1) dengan tindakan yang tegas, dengan memberi pertolongan atau nasehat, dengan mengendalikan seseorang; (2) dengan tindakan yang menghasilkan emosi pada orang lain; dan (3) dengan memperhatikan reputasi.

  

Bagaimana Armstrong berhubungan dengan ketidakpastian? Apakah Anda

sepakat dengan tindakannya?

  Dari kasus di atas bagaimana Armstrong berhubungan dengan ketidakpastian adalah sulitnya memprediksi hal-hal yang akan datang akibat dari terjadinya depresi. Kami sepakat dengan tindakan Armstrong yang memberlakukan pembekuan gaji guna membantu perusahaan agar bisa melampaui masa-masa sulit tanpa mengorbankan karyawannya.

  Hinnings (Hinnings : Structural Conditions) mengatakan “semakin banyak sub-unit mengatasi ketidakpastian, semakin besar kekuasaannya dalam organisasi”. Kejadian yang tidak dapat diduga ini dapat menimbulkan banyak masalah bagi organisasi/sub-unit. Aktivitas untuk mengatasi terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu : (1) mengatasi dengan pencegahan; (2) mengatasi dengan jenis informasi; (3) mengatasi dengan penyerapan.

  

Kekuasaan apa, kalau ada, yang dimiliki Armstrong? Bagaimana mereka bisa

menggunakan kekuasaan ini dalam sisi yang negatif?

  Dalam kasus di atas kekuasaan David Armstrong adalah sebagai CEO. David McClelland dalam bukunya “The Achieving Society” adalah motivasi dalam kebutuhan akan kekuasaan. Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk

  

membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa

tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk

mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Setiap individu yang memiliki motivasi

dalam kekuasaan akan terlihat lebih bekerja keras, bertanggungjawab, dan sudah pasti

akan melakukan segala sesuatunya dengan kemampuannya yang terbaik.

  Hal ini akan memicu semangatnya untuk mendapatkan suatu penghargaan

dan harapan yang ingin diraihnya. Oleh karena itu, setiap individu juga harus memiliki

akhlak yang baik dan prilaku yang baik dalam mencapai harapannya. Motivasi kekuasaan

yang tidak dibarengi dengan hal-hal tersebut, dapat bertindak dan melakukan hal-hal

  yang negatif.

  Garis kekuasaan kadang-kadang sangat tidak kentara dalam organisasi kerja, sehingga bawahan tidak sadar bahwa mereka sesungguhnya sedang digunakan untuk mengejar keinginan dan maksud orang lain. Ciri pokok kekuasaan dalam perusahaan industri sekarang ini adalah penggunaan orang- orang dan kelompok untuk tujuan dan maksud tertentu. Kekuasaan meliputi hubungan antara dua atau lebih orang.

  Literatur membedakan antara kekuasaan dan wewenang. Max Weber menaruh perhatian pada perbedaan-perbedaan di antara dua konsep ini (Theory of

  

Social Economic). Weber percaya bahwa kekuasaan meliputi kekuatan dan

  paksaan. Sedangkan wewenang adalah kekuasaan resmi yang dimiliki seseorang karena kedudukannya dalam organisasi. Wewenang mempunyai sifat sebagai berikut : (1) terdapat pada posisi seseorang, individu mempunyai wewenang karena posisi yang ia pegang, bukan karena sifat pribadi yang khusus; (2) diterima oleh bawahan, individu dalam posisi wewenang yang sah, menerapkan wewenang dan dapat melaksanakannya karena ia mempunyai hak yang sah; dan (3) kekuasaan digunakan secara vertikal dan mengalir dari atas ke bawah dalam susunan sebuah organisasi.

2.3 Rekomendasi

  Rekomendasi yang dapatdisampaikandarianalisakasus di atasadalah : 1. Kenalikeahliankekuasaandankemampuan-kemampuanAndasendiri.

  2. Dengan memberikan hubungan yang menyeluruh antara kepemimpinan dan kekuasaan maka para pemimpin seharusnya tidak hanya menilai perilakunya sendiri agar mereka dapat mengerti bagaimana mereka mempengaruhi orang lain, akan tetapi juga mereka harus meneliti posisi mereka dan cara menggunakan kekuasaan.

  3. Politik ada di semua organisasi. Politik terdiri dari aktivitas yang digunakan untuk memperoleh, mengembangkan, dan menggunakan kekuasaan dan sumber daya lain untuk mendapatakan hasil yang diinginkan seseorang bila terdapat ketidakpastian atau ketidaksepakatan pilihan.

  4. Motivasi kekuasaan yang tidak dibarengi dengan akhlak dan prilaku yang baik dapat bertindak dan melakukan hal-hal yang negatif.

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

  Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi. Perbedaan kekuasaan dan kepemimpinan adalah kepemimpinan sebagai proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepadadalam upaya mencapai tujuan organisasi sedangkan kekuasaan adalah alatnya yang berarti sebagai wewenang atau otoritas.

  Dasar sumber kekuasaan terdapat adalah kekuasaan formal dan personal. Kekuasaan formal didasarkan pada posisi individu dalam organisasi, sedangkan kekuasaan personal tidak didasarkan pada posisi formal pada organisasi.

  Kekuasaan dapat timbul apabila terdapat ketergantungan. Ketergantungan meningkat, bila sumber daya yang dikendalikan itu penting, langka dan tidak dapat digantikan.

  Taktik atau strategi dalam meraih kekuasaan adalah legitimasi, persuasi rasional/nalar, seruan inspirasional, konsultasi, negosiasi, seruan pribadi, menyenangkan orang lain/keramahan, koalisi, dan tekanan/sanksi.

  Perilaku politik memiliki 2 dimensi yaitu sah dan tidak sah. Dalam politik perlu untuk mengetahui kesan orang lain, untuk mendapatkan manfaat. Proses yang ditempuh oleh seseorang untuk mengendalikan kesan orang lain terhadap dirinya disebut manajemen kesan. Ada 7 teknik untuk mendapatkan kesan yang baik yaitu kecocokan, dalih, permintaan maaf, promosi diri, bujukan, kemurahan, dan asosiasi. Terdapat 2 faktor yang mendukung perilaku politik, yaitu faktor individu dan organisasi.

  

DaftarPustaka

  Stephen P. Robbins, OrganisationalBehaviour: Global and Southern African

  nd

Perspectives, 2 Edition (Cape Town: Pearson Education South Africa (Pty)

  Ltd., 2009) p.15 John R. Schemerhorn, James G. Hunt, Richard N. Osborn, Organizational

  th Behavior, 7 Edition (Phoenix : John Wiley & Sons, 2002) p.173.

  James G. March and Thierry Weil, On Leadership (Malden : Blackwell Publishing, 2005) p.52-3. Widyanti, rida. 2009.

  aksestanggal 18 April 2013 Wahjono, S.A. (2010). PerilakuOrganisasi, Yogyakarta: PenerbitGrahaIlmu. iakses pada 21.07 18 April