BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aljabar Definisi II.A.1: Aljabar (Wahyudin, 1989:1) - AGUS TUSWANDI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Aljabar Definisi II.A.1: Aljabar (Wahyudin, 1989:1) Aljabar dapat didefinisikan sebagai manipulasi dari simbol-simbol. Secara

  historis aljabar dibagi menjadi dua periode waktu, dengan batas waktu sekitar tahun 1800. Aljabar yang dibicarakan sebelum abad ke sembilanbelas disebut “aljabar klasik”, sedangkan aljabar sesudah abad ke sembilanbelas (hingga sekarang) disebut “aljabar medern”.

1. Aljabar Klasik

  Teknik memasukkan suatu simbol, misalnya , untuk melambangkan (mempresentasikan) suatu bilangan yang tidak diketahui di dalam menyelesaikan berbagai permasalahan sudah diketahui sejak abad ke-17. Simbol tersebut dapat dimanipulasi sebagai simbol-simbol aritmatik hingga diperoleh suatu solusi yang diinginkan. Aljabar klasik mempunyai ciri (karakteristik) bahwa setiap simbol yang dimaksud selalu mempunyai pengertian suatu bilangan tertentu. Bilangan-bilangan yang dimaksud adalah bilangan bulat, bilangan real, atau bilangan kompleks. Oleh karenanya, pada abad ke-17 dan abad ke-18, ahli-ahli matematik tidak memahami benar tentang akar pangkat dua dari bilangan negatif. Hal tersebut berlangsung hingga abad ke-19 dan pada permulaan

  4

  (awal) aljabar modern barulah diperoleh penjelasan yang baik tentang bilangan kompleks yang telah diketahui.

  Tujuan pokok dari aljabar klasik adalah menggunakan manipulasi aljabar untuk menyelesaikan suatu persamaan polinom. Aljabar klasik berhasil memberikan algoritma-algoritma (aturan-aturan) untuk menyelesaikan semua permasalahan persamaan polinom dengan satu variabel dengan derajat tidak lebih dari empat.

2. Aljabar modern

  Pada abad ke-19, secara berangsur-angsur ternyata bahwa simbol- simbol matematika tidak perlu menyatakan suatu bilangan, pada kenyataannya simbol-simbol tersebut dapat berupa apa saja. Dari kenyataan tersebut maka muncullah apa yang disebut aljabar modern.

  Sebagai contoh misalnya simbol-simbol tersebut dapat melambangkan kesimetrian dari suatu benda/bangun, dapat melambangkan posisi dari suatu jaringan, dapat melambangkan instruksi dari suatu mesin, atau dapat melambangkan suatu rancangan/desain dari sebuah eksperimen statistik. Simbol-simbol tersebut dapat digunakan untuk memanipulasi sebarang aturan dari bilangan-bilangan. Misalnya,

  2

  polinom 3 + 2 − 1 dapat dijumlahkan dan dikalikan dengan polinom-polinom lainnya, tanpa menginterpretasikan bahwa sebagai suatu bilangan.

  (Wahyudin, 1989)

3. Operasi Aljabar

  Penjumlahan

  Diberikan , , , , ∈ maka berlaku : a.

  • = ( + )
  • = ( + ) + ( + ) b.

  Pengurangan − = ( − ) − − − = ( − ) − ( + ) c. Perkalian

  1) Perkalian konstanta dengan bentuk aljabar

  ( + ) = + 2)

  Perkalian bentuk aljabar dengan bentuk aljabar ( + ) =

  2

  • ( + ) = +
  • )( + ) =
  • d.
  • =
  • e.
  • ): =
  • ) =
  • )( − 2 ) = ⋯
  • )( − 2 ) = 3 . + (3 . −2 ) + . + ( . −2 )

  2

  2

  Pembagian (

  1 (

  Pangkat Bentuk Aljabar (

  ) =

  Contoh II.A.1 :

  Hitunglah perkalian bentuk aljabar berikut : (

  3

  (

  • (

  • 1 (
  • 3)
  • 3) (
  • 1
  • (
  • 3)
  • 3) + ( − 1)
  • 2 (

  Bilangan Transcedental (transcendental number) adalah bilangan yang bukan merupakan akar dari fungsi polinom ( ) berkoefisien bilangan rasional.

   Bilangan Transcendental Definisi II.B.1: Bilangan Transcendental (Leithold, 1991:141)

  − 1)( + 3) B.

  2

  =

  ( − 1)( + 3)

  (

  − 1)( + 3) =

  − 1) (

  − 1)( + 3)

  = (

  (

  − 1)

  1 (

  = ⋯

  Jawab :

  1 ( −1)

  Hitunglah penjumlahan bentuk aljabar berikut :

  Contoh II.A.2 :

  − 5

  2

  − 2

  2

  ) = 3

  2

  −6 ) + + (−2

  2

  = 3

  (3

  Jawab :

  Akar fungsi polinom adalah suatu bilangan yang merupakan solusi dari fungsi polinom yang dimaksud.

  Misalkan ada fungsi polinom

  −1 −2 −3

  • … + dengan

  ( ) =

  −1 −2 −3 , , , , … , adalah bilangan rasional. −1 −2

  Berapapun derajat ( ) yang diambil asalkan bukan nol dan apapun bilangan rasional yang dipilih sebagai koefisien maka bilangan transcendental bukanlah akar nya. Lawan dari bilangan transcendental adalah bilangan aljabar (algebraic number).

  Bilangan merupakan bilangan transcendental, karena tidak dapat dinyatakan sebagai akar dari suatu polinom dengan koefisien bilangan rasional. Pembuktikan bahwa merupakan bilangan transcendental dilakukan oleh Charles Hermit pada tahun 1873. Dimana nilai dari bilangan sampai dengan tujuh desimal adalah 2,7182818. Contoh lain bilangan ( )

  −1 √2 transcendental adalah , untuk , 2 ∈ -{1,2}.

  Contoh II.B.1 :

  Termasuk bilangan aljabar atau bilangan transcendental kah √2 ?

  Jawab :

  2 Kareana

  √2 merupakan akar dari polinomial bentuk − 2 = 0, maka √2 bukan merupakan bilangan transcendental.

  Contoh II.B.2 : √2

  2 Termasuk bilangan aljabar atau bilangan transcendental kah ?

  Jawab : √2

  Karena tidak ditemukan bentuk polinomial yang 2 merupakan akarnya

  √2

  maka, 2 adalah bilangan transcendental.

C. Fungsi Definisi II.C.1: Fungsi (Martono,1999:29)

  Diberikan himpunan , ⊆ , fungsi : → adalah suatu aturan yang mengkaitkan setiap unsur

  ∈ dengan tepat satu unsur ∈ .

  Unsur yang berkaitan dengan unsur diberi lambang = ( ), yang dinamakan aturan fungsi. Di sini dinamakan peubah bebas, dan yang nilainya bergantung pada dinamakan peubah tak bebas.

  Jika terdapat y = f(x), x ∈ A, maka daerah asal fungsi f adalah himpunan , dan daerah nilai fungsi

  , ditulis = adalah himpunan = {

  | = ( ), ∈ }. Jika yang diketahui hanya = ( ), maka daerah asal dan daerah nilai fungsi adalah :

  = { = { } ∈ | ( ) ∈ } dan ( ) ∈ | ∈ fungsi ini dinamakan fungsi real.

  f R R D f

  R f

f

f(x) x

  Gambar II.C.1: Gambar fungsi real

  = ( )

  Contoh II.C.1:

  Diberikan : → dengan aturan ( ) = 1 + √1 − 2

  Agar ( ) ∈ , syaratnya adalah 1 − 2 ≥ 0

  1 − 2 ≥ 0

  ⟺ −2 ≥ −1

  1 ⟺ ≤

  2 Sehingga daerah asal fungsi f adalah

  1 = { }

  ∈ | ≤

  2 Karena untuk setiap berlaku ∈ √1 − 2 ≥ 0, maka

  ( ) = 1 + √1 − 2 ≥ 1 Sehingga daerah nilai fungsi adalah

  = { ∈ | ≥ 1}

  Fungsi digolongkan menjadi dua, yaitu fungsi aljabar dan fungsi transenden.

  Definisi II.C.2: Fungsi aljabar (Martono,1999:33)

  Fungsi aljabar adalah suatu fungsi yang diperoleh dari sejumlah berhingga operasi aljabar atas fungsi konstan ( ) = dan fungsi identitas ( ) = .

  Operasi yang dilakukan terhadap kedua fungsi ini adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, pemangkatan, dan penarikan akar ke- , untuk

  = 2,3, ….

  Jenis-jenis fungsi aljabar : 1.

  Fungsi konstan (fungsi tetap), fungsi konstan adalah fungsi ( ) yang dinyatakan dalam rumus ( ) = , dengan suatu konstanta. Grafiknya jika dilukis dalam suatu sumbu koordinat dimana domainnya sumbu merupakan garis yang sejajar dengan sumbu .

  2. Fungsi identitas, suatu fungsi ( ) disebut fungsi identitas apabila setiap anggota domain fungsi berlaku ( ) = , atau setiap anggota domain fungsi dipetakan pada dirinya sendiri. Grafik fungsi identitas berupa garis lurus yang melalui titik asal dan semua titik absis maupun ordinatnya sama.

  3. Fungsi linear, suatu fungsi ( ) disebut fungsi linear apabila fungsi itu ditentukan oleh ( ) = + , di mana ≠ 0, dan bilangan konstan dan grafiknya berupa garis lurus.

  4. Fungsi kuadrat, suatu fungsi ( ) disebut fungsi kuadrat apabila fungsi itu ditentukan oleh ( ) =

  2

  • , di mana ≠ 0 dan , , dan bilangan konstan dan grafiknya berupa parabola.

5. Fungsi Polinomial, fungsi Polinomial adalah fungsi ( ) yang

  −1 −2

  • dinyatakan dalam bentuk :

  ( ) =

  −1 −2 −3

  • … + .

  −3

  Jika = 1 maka terbentuk fungsi linier (grafiknya berbentuk garis lurus).

  Jika = 2 maka terbentuk fungsi kuadrat( grafiknya berbentuk parabola).

  6. Fungsi bilangan bulat terbesar, suatu fungsi ( ) disebut fungsi bilangan bulat terbesar apabila setiap elemen domain dikawankan dengan bilangan bulat terbesar yang lebih kecil atau sama dengan eleman tersebut. Fungsi bilangan bulat terbesar dinyatakan dalam bentuk

  ( ) = [ ].

  7. Fungsi modulus, suatu fungsi ( ) disebut fungsi modulus (mutlak) apabila fungsi ini memetakan setiap bilangan real pada domain fungsi ke unsur harga mutlaknya. Fungsi modulus dinyatakan dalam bentuk ( ) = | |.

  Definisi II.C.3: Fungsi Transenden (Martono,1999:33) Fungsi transenden adalah fungsi yang bukan merupakan fungsi aljabar.

  Jenis-jenis fungsi transenden :

  1. dimana fungsi eksponensial : ( ) = ≠ 0 1.

  2. Fungsi logaritmik: ( ) = log , dimana ≠ 0 1. Fungsi ini adalah fungsi invers dari fungsi eksponensial. Jika = = 2,71828…, yang dinamakan basis alami dari logaritma maka penulisan ( ) = log

  = log = ln , yang dinamakan logaritma alami dari .

  3. Fungsi trigonometrik : sin

  1

  1 sin , csc , sec , , cos , tan = = = cos sin cos

  1 cos cot = = tan sin

  Variabel ). umumnya dinyatakan di dalam radian ( radian = 180

  Untuk nilai yang real, maka sin dan cos terletak diantara −1 dan 1.

  4. Fungsi hiperbolik : didefinisikan dalam fungsi eksponensial sebagai berikut :

  − − a.

  sinh =

  2 −

  • b.

  cosh =

  2 − sinh −

  − cosh +

  c. = tanh =

  1

  2

  −

  d. = sech =

  • cosh

  1

  2

  − sinh −

  e. = csch =

  − cosh +

  = f. coth =

  − sinh −

  5. Fungsi ganjil dan fungsi genap, fungsi ( ) disebut fungsi ganjil apabila berlaku (− ) = − ( ), dan disebut fungsi genap apabila (− ) = ( ).

  (spiegel,1997)

  Definisi II.C.4 : Fungsi Terbatas (Martono,1999:38)

  Fungsi ( ) dikatakan fungsi terbatas jika terdapat > 0 sehingga | .

  ( )| ≤ untuk setiap ∈

  Contoh II.C.4 : 1.

  Fungsi ( ) = sin terbatas karena | ( )| = | sin | ≤ 1 untuk setiap .

  ∈

  1

  2. tidak terbatas pada selang (0, Fungsi ( ) = ∞) karena untuk sebarang

  1

  = > 0 sehingga | )| = 2 > 0, terdapat ( > .

2 Definisi II.C.5 :

  Fungsi

  ( ) dikatakan : 1. Monoton naik pada selang I : < ⟹ ( ) < ( ) ∀ , ∈ .

  2. Monoton tak turun pada selang I : < ⟹ ( ) ≤ ( ) ∀ , ∈ .

  3. Monoton turun pada selang I : < ⟹ ( ) > ( ) ∀ , ∈ .

  4. Monoton tak naik pada selang I : < ⟹ ( ) ≥ ( ) ∀ , ∈ .

  Sifat-sifat Fungsi : 1.

  Fungsi Injektif, suatu fungsi ( ): → disebut fungsi injektif atau satu-satu jika setiap anggota himpunan A mempunyai bayangan berbeda di B.

  2. Fungsi Surjektif, suatu fungsi ( ): → disebut fungsi surjektif jika setiap anggota himpunan B mempunyai prapeta di A.

3. Fungsi Bijektif, suatu fungsi ( ): → disebut fungsi bijektif jika fungsi tersebut injektif dan bijektif.

D. Limit Fungsi

  Definisi II.D.1 : Limit (Martono,1999:49)

  Diberikan fungsi ( ) yang terdefinisi pada selang terbuka yang memuat , kecuali mungkin di sendiri. Limit fungsi ( ) di adalah , (ditulis lim

  ( ) = , atau ( ) → bila → ) jika

  → ∀ > 0, ∃ > 0 sehingga 0 < | − | < ⇒ | ( ) − | < .

  Contoh II.D.1 :

  lim (5x + 2) = Buktikan

  x −3 →−1 Jawab :

  Diberikan > 0, akan ditentukan > 0 sehingga memenuhi 0 < |

  • 1| < ⇒ |(5 + 2) + 3| < , |(5
  • 2) + 3| = |5 + 5| = 5| + 1| 0 < |
  • 1| < ⇒ 5| + 1| < 5

  5 = ⟹ =

  5 Agar |( 5 , maka

  • 2) + 3| < , dipilih =

  

5

  untuk 0 < |

  • 1| < ⇒ |(5 + 2) + 3| < ∎ Terbukti bahwa lim (5
  • 2) = −3 karena

  →−1

  > 0 sehingga ∀ > 0, ∃ =

  5

  0 < | − (−1)| < ⇒ |(5 + 2) − (−3)| < .

  Sifat-sifat Limit

  lim Jika :

  ( ) = dan lim ( ) =

  → →

  maka: [ 1. lim ( ) ± ( )] = ±

  → 2.

  lim ∝. ( ) =∝.

  →

  → ( )

  3. [ lim ( ). ( )] = .

  → ( )

  4. = ; lim ≠ 0

5. Untuk n bilangan asli:

  a. ( = lim → ( ))

  1 − −

  ( = = , b. lim ( )) ≠ 0

  → 1 1

  → √ Definisi II.D.2 : Limit Menuju Tak Hingga Positif (Purcell,2003:85)

  c. ( = = ; lim ( )) ≥ 0, n bilangan genap

  Diberikan fungsi yang didefinisikan pada [ , ∞) untuk beberapa bilangan . lim

  ( ) = jika untuk setiap > 0 terdapat bilangan yang

  →∞

  bersesuaian sedemikian sehingga > ⇒ | ( ) − | < .

  Definisi II.D.3 : Limit Menuju Tak Hingga Negatif (Purcell,2003:86)

  Diberikan fungsi yang didefinisikan pada (−∞, ] untuk beberapa bilangan . lim ( ) = jika untuk setiap > 0 terdapat bilangan yang

  →−∞

  bersesuaian sedemikian sehingga < ⇒ | ( ) − | < .

  Contoh II.D.1 :

  1 Tunjukkan lim = 0 →∞ Jawab :

  1 Akan ditunjukkan lim = 0 →∞

  Diberikan > 0, akan ditentukan sehingga memenuhi

  1 > ⇒ � − 0� =<

  1

  1 � − 0� = � �

  1

  = Jika >

  > ⟹

  1

  1 <

  ⟹

  1

  1

  1 Agar =

  � � < ⟹ dapat diambil − 0� = �

  1

  atau =

  1 = �

1 Terbukti bahwa lim = 0 karena untuk setiap

  > 0 terdapat bilangan

  →∞

  1

  1

  yang bersesuaian sedemikian sehingga = � > ⇒ � − 0� < .

  Bentuk Limit dari 1 ′

  ( Fungsi

  , ( ) = ln terdiferensialkan untuk > 0 dengan ) =

  ′

  ( sehingga untuk = 1, ) = 1 = ln .

  Berdasarkan turunan fungsi , dan ( ), dan sifat ln = ln kekontinuitasan fungsi

  ( ), karena fungsi logaritma natural satu-satu, maka diperoleh bentuk llimit dari yaitu :

  (1 + ℎ) − (1)

  ′

  ln (1) = lim =

  ℎ→0 1 ℎ ℎ

  = lim ln(1 +

  ℎ→0 ℎ) 1

  = ln lim (1 + ℎ)

  ℎ→0

  1 ℎ

  (1 + = lim ℎ)

  ℎ→0

1 Dengan menggantikan , maka dapat diperoleh bentuk limit lainnya dari

  =

  ℎ

  yaitu :

  1

  1

  , atau = lim �1 + � = lim �1 + �

  →∞ →−∞

  (Martono, 1999) E.

   Kontinuitas

Definisi II.E.1: Kekontinuan Fungsi di Suatu Titik (Leithold,1991:128)

  Fungsi ( ) dikatakan kontinu di suatu titik jika dan hanya jika ketiga syarat berikut dipenuhi:

  1. lim ( ) ada

  → 2.

  ( ) ada

  3. lim ( ) = ( )

  →

  Jika satu atau lebih dari ketiga syarat di atas tidak di penuhi di titik , maka fungsi

  ( ) dikatakan tak kontinu di .

  Contoh II.E.1 :

  Buktikan bahwa fungsi :

  1 , ≥ 3 −2

  ( ) = �

  3 − , < 3

  2 − 9

  Kontinu di = 3.

  Jawab :

  1

  1

  i. = (3) = −

  6 −2.3

  3

  3

  1 − − −

  lim = lim = ( ) = lim 2 −

  →3 − −

  (

  6 −9 −3)( +3) →3 →3 ii.

  lim ( ) = �

  →3

  1

  1

  • + lim =

  ( ) = lim − −

  →3 +

  2

  6 →3

  1 lim ( ) = −

  →3

  6

  1

  iii. = lim →3 ( ) = − (3)

6 Dari i, ii, dan iii terbukti bahwa

  ( ) kontinu di = 3∎

  Definisi

II.E.2: Kekontinuan Fungsi pada Suatu Selang

  (Leithold,1991:128) Suatu fungsi dikatakan kontinu pada suatu selang terbuka jika dan hanya jika fungsi tersebut kontinu di setiap titik pada selang terbuka tersebut.

  Definisi II.E.3: Kontinuitas Bagian Demi Bagian (Finizio,1988:175)

  Suatu fungsi ( ) dikatakan kontinu bagian demi bagian pada suatu selang I, jika f(x) dapat dibagi menjadi jumlah berhingga selang-selang bagian, di dalam selang-selang bagian itu f(x) kontinu dan mempunyai limit kiri dan kanan yang berhingga.

  Gambar II.E.1:Gambar fungsi f(x) kontinu bagian demi bagian F.

   Fungsi Eksponen 1. Fungsi Eksponen Natural

Definisi II.F.1: Fungsi Eksponen Natural (Martono, 1999:192)

  Invers dari fungsi logaritma natural dinamakan fungsi eksponen natural, dan dinyatakan dengan .

  Terdapat relasi : = ⟺ = ln , dimana > 0 dan ∈ sehingga diperoleh : e

  ln x

  = , > 0 dan ln

  = , ∈

  a b x x x f(x) x Karena fungsi logaritma natural monoton naik, dan fungsi ini satu-satu ln akibatnya, persamaan

  = 1 mempunyai jawaban tunggal, sebutlah jawabnya bilangan . Disini dapat didefinisikan bilangan adalah bilangan real yang memenuhi ln

  = 1. Untuk

  = ,

  ln e

  1

  e = = Nilai hampiran untuk bilangan irrasional adalah 2,71828… Sifat grafik fungsi eksponen natural adalah :

  ( ) = Kontinu pada

  • Monoton naik pada
  • Cekung ke atas pada
  • = 0 dan lim = lim ∞
  • →−∞ →∞

  Grafik fungsi eksponen natural adalah sebagai berikut : y = ( ) =

  1 x

  Gambar II.F.1 : Grafik fungsi eksponen natural

2. Fungsi Eksponen dengan Bilangan Dasar > 0 Definisi II.F.2: Fungsi Eksponen dengan Bilangan Dasar

  > 0 (Martono, 1999:192) Fungsi , dimana

  ( ) = > 0 dan ≠ 1 dinamakan fungsi eksponen dengan bilangan dasar .

  Sifat fungsi ,

  ( ) = > 0 dan Daerah asal dan daerah hasil fungsi adalah = dan =

  • (0, ∞).

  Fungsi kontinu pada .

  • Fungsi naik untuk > 1 dan monoton turun untuk 0 < < 1
  • Fungsi selalu cekung ke atas pada daerah asalnya.
  • Grafik fungsi untuk

  ( ) = > 1 diperlihatkan pada Gambar II.F.2.1. y

  , ( ) = > 0

  1 x

  Gambar II.F.2.1 : fungsi ,

  ( ) = > 0 y ( ) = , 0 <

  < 1

  1 x

  Gambar II.F.2.2 : fungsi , 0 <

  ( ) = < 1 G.

   Persamaan Eksponensial Definisi II.G.1 :

  Persamaan eksponensial adalah persamaan yang eksponennya mengandung variabel dan tidak menutup kemungkinan bilangan pokoknya juga mengandung peubah variabel.

  Teorema II.G.1 :

  Diberikan , ∈ dan , > 0 maka berlaku :

  • 1. . =

  −

  2. = 3. = .

  ( ) 4. = 1 .

  ) = 5. (

  (Margha, 1985)

  Bentuk-bentuk Persamaan Eksponensial : ( )

  = 1 1.

  ( )

  Jika = 1 dengan > 0 dan ≠ 1, maka ( ) = 0

  ( )

  2. =

  ( )

  Jika = dengan > 0 dan ≠ 1, maka ( ) =

  ( ) ( )

  3. =

  ( ) ( )

  Jika = dengan > 0 dan ≠ 1, maka ( ) = ( )

  ( ) ( )

  4. = dimana ≠

  , ( ) ( ) P

  = Jika dengan maka

  , > 0 dan ≠ ( ) = 0

  ( ) ( )

  5. =

  ( ) ( ) P

  = Jika dengan

  , > 0 dan , ≠ 1 dapat diselesaikan dengan logaritma, yaitu:

  ( ) ( ) P

  log = log atau f(x) log a = g(x) log b

  ( ) ( )

  6. = ( ( ( )) ( ))

  ( ) ( )

  Jika ( = ( maka nlai x diperoleh dari : ( )) ( )) a.

  ( ) = ( ) b.

  ( ) = 1 c. ( ) = 0, jika nilai memenuhi syarat ( ) ≥ 0 dan ( ) > 0 d.

  ( ) = −1, jika nilai memenuhi syarat ( ) dan ( ) kedua- duanya ganjil atau kedua-duanya genap.

  • 32 = 0
  • 32 = 0 (2
    • untuk
    • untuk

  2

  − 12. 2

  )

  2

  − 12. (2 ) + 32 = 0 dimisalkan

  2 = , maka persamaan (2

  )

  − 12. (2 ) + 32 = 0 dapat dituliskan menjadi

  2

  2

  − 12 + 32 = 0 (

  − 4)( − 8) = 0 = 4 atau = 8

  = 4, didapat 2 = 4 2 = 2

  2

  = 2

  = 8, didapat 2 = 8 2 = 2

  2

  − 12. 2

  Jawab :

  �

  7.

  �

  ( )

  �

  2

  ( )

  � + = 0 Himpunan penyelesaian dari persamaan eksponen

  ( )

  2

  �

  2

  ( )

  � + = 0 dengan ( > 0 dan ≠ 1, , , dan bilangan real dan ≠ 0) dapat ditentukan dengan cara mengubah persamaan eksponen itu ke dalam persamaan kuadrat.

  Contoh II.G.1 :

  Carilah himpunan penyelesaian dari

  2

  3

  = 3 Jadi, himpunan penyelesaiannya adalah {2,3}

  Contoh II.G.2 :

  Tentukan himpunan penyelesaian dari persamaan berikut : 2 2

  2

  2

  2 −7 −6 +3

  • (

  = ( − 5 + 5) − 5 + 5)

  Jawab : 2 2

  2

  2

  • 2

  2 −7 −6 +3

  ( = (

  − 5 + 5) − 5 + 5)

  2

  • 2

  1) 2 − 7 − 6 = + 3

  − 8 − 9 = 0 (

  • 1)( − 9) = 0 = −1 atau = 9

  2

  2) − 5 + 5 = 1

  2

  − 5 + 4 = 0 (

  − 1)( − 4) = 0 = 1 atau = 4

  2

  3) − 5 + 5 = 0

  2

  −(−5) ± �(−5) − 4(1)(5) =

  1,2

  2(1) 5 ± √25 − 20

  =

  1,2

  2 5 ± √5

  =

  1,2

  2

2 Untuk

  2

  − 7 − 6 � 5 +

  2

  1

  =

  5+ √5

  2

  atau

  2

  =

  5 −√5

  =

  5+ √5

  • ( ) = 2
    • 3
    • 6

  2 √5

  • ℎ( ) =
    • 3

  5 − √5

  2

  merupakan anggota himpunan penyelesaian.

  Untuk =

  5 −√5

  2

  2

  − 7 − 6 �

  5 − √5

  2 � = 2 �

  5 − √5

  2 �

  2

  − 7 �

  2 � − 6

  ( ) dan ℎ( ) hasilnya positif, berarti =

  �

  5 − √5

  2 � = 2 �

  25 − 10√5 + 5

  2 � − �

  35 − 7√5

  2 � − 6

  �

  5 − √5

  2 � = �30 − 10√5� − �17

  1

  2 − 3

  1

  2 √5� − 6

  5+ √5

  √5

  2 � + 3 untuk

  2 � = �30 + 10√5� − �17

  √5

  2 � = 2 � 5 +

  √5

  2 �

  2

  − 7 � 5 + √5

  2 � − 6

  � 5 + √5

  2 � = 2 � 25 + 10

  √5 + 5

  2 � − � 35 + 7

  √5

  2 � − 6

  � 5 + √5

  1

  2

  1

  2 √5� − 6

  � 5 + √5

  2 � = 6

  1

  2

  1

  2

  ℎ � 5 + √5

  • � 5 +

  2 � = � 5 +

  √5

  2 �

  2

  • ( ) = 2

  5

  1

  1 − √5

  � � = 6 − 6 √5

  2

  2

  2

  5 −√5

  untuk bukan merupakan anggota ( ) hasilnya negatif, berarti =

  2 himpunan penyelesaian.

  2

  4) − 5 + 5 = −1

  2

  − 5 + 6 = 0 (

  − 2)( − 3) = 0 = 2 atau = 3

  2

  = 2 ⟹ (2) = 2(2) − 7(2) − 6 = 8

  − 14 − 6 =

  −12

  2

  • (2) + 3 ℎ(2) = (2)

  = 9 ( ) dan ℎ( ) keduanya tidak ganjil atau genap, berarti = 2 bukan merupakan himpunan penyelesaian.

  2

  = 3 ⟹ (3) = 2(3) − 7(3) − 6 = 18

  − 21 − 6 =

  −9

  2

  • (3) + 3 ℎ(3) = (3)

  = 15 ( ) dan ℎ( ) keduanya ganjil, berarti = 3 merupakan himpunan penyelesaian.

  5+ √5

  Jadi, himpunan penyelesaiannya adalah , 4,9 �−1,1,3, �

  2