BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi - ROHMAT HIDAYAT BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Typhoid fever adalah suatu penyakit infeksi oleh

  bakteri Salmonella typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit menular (Cahyono, 2010). Demam typhoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella typhii (Elsevier, 2013). Typhoid fever ( typhus abdominalis ,enteric fever ) adalah infeksi sistemik yang disebabkan kuman salmonella enterica, khususnya varian varian turunanya, yaitu salmonella typhi, Paratyphi A, Paratyphi B, Paratyphi C. Kuman kuman tersebut menyerang saluran pencernaan, terutama di perut dan usus halus. Typhoid fever sendiri merupakan penyakit infeksi akut yang selalu ditemukan di masyarakat (endemik) Indonesia. Penderitanya juga beragam, mulai dari usia balita, anak- anak, dan dewasa (Suratun dan Lusianah, 2010).

  Berdasarkan pengertian tentang typhoid fever di atas maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa typhoid fever adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang bernama salmonella typhi yang menyerang system pencernaan yang masuk melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi (Cahyono, 2010; Elsiver, 2013; Suratun dan Lusianah, 2010).

  9

B. Etiologi

  Penyebab penyakit ini adalah kuman Salmonella typhi, Salmonella

  

para typhi A, dan Salmonella para typhi B. Wujudnya berupa basil gram

  negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen (antigen O, H, dan VI). Dalam serum penderita terdapat zat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-

  41 ˚C (option 37˚C) dan pH pertumbuhan 6-8.

  Salmonella typhi merupakan basil gram (-) dan bergerak dengan

  rambut getar. Transmisi Salmonella typhi kedalam tubuh manusia dapat melalui (Arif M, 2003) hal –hal berikut.

  1. Transmisi oral, melalui makanan yang terkontaminasi kuman salmonella typhi.

  2. Transmisi dari tangan ke mulut, di mana tangan yang tidak higenis yang mempuyai Slmonella typhi langsung bersentuhan dengan makanan yang di makan.

  3. Transmisi kotoran, di mana kotoran individu yang mempunyai basil

  Salmonella typhi kesungai atau sumber air yang digunakan sebagai air minum yang kemudian langsung di minum tanpa di masak.

C. Tanda gejala

  Masa tunas 7-14 hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodroma ( gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas )

  1. Perasaan tidak enak badan

  2. Nyeri kepala

  3. Pusing

  4. Diare

  5. Anoreksia

  6. Batuk

  7. Nyeri otot

  8. Muncul gejala klinis yang lain Demam berlangsung 3 minggu. Minggu pertama: demam ritmen, biasanya menurun pagi hari, dan meningkat pada sore dan malam hari. Minggu kedua: demam terus. Minggu ketiga: demam mulai turun secara berangsur-angsur, gangguan pada saluran pencernaan, lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor, hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan, gangguan pada kesadaran, kesadaran yaitu apatis-sa mnolen. Gejala lain ”RESEOLA” (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit).

D. Anatomi dan fisiologi 1. Anatomi 2. Fisiologis

  Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.

  Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

  1. Rongga Mulut Secara umum berfungsi untuk menganalisis makanan sebelum menelan, proses penghancuran makanan secara mekanis oleh gigi, lidah dan permukaan palatum, lubrikasi oleh sekresi saliva serta digesti pada beberapa material karbohidrat dan lemak.

  a. Mulut Mulut dibatasi oleh mukosa mulut, pada bagian atap terdapat palatum dan bagian posterior mulut terdapat uvula yang tergantung pada palatum.

  b. Lidah Lidah terdiri dari jaringan epitel dan jaringan epitelium lidah dibasahi oleh sekresi dari kelenjar ludah yang menghasilkan sekresi berupa air, mukus dan enzim lipase. Enzim ini berfungsi untuk menguraikan lemah terutama trigleserida sebelum makanan di telan. Fungsi utama lidah meliputi, proses mekanik dengan cara menekan, melakukan fungsi dalam proses menelan, analisis terhadap karakteristik material, suhu dan rasa serta mensekresikan mukus dan enzim.

  c. Kelenjar saliva Kira-kira 1500 mL saliva disekresikan per hari, pH saliva pada saat istirahat sedikit lebih rendah dari 7,0 tetapi selama sekresi aktif, pH mencapai 8,0. Saliva mengandung 2 enzim yaitu lipase lingual disekresikan oleh kelenjar pada lidah dan α-amilase yang disekresi oleh kelenjar-kelenjar saliva. Kelenjar saliva tebagi atas 3, yaitu kelenjar parotis yang menghasilkan serosa yang mengandung ptialin. Kelenjar sublingualis yang menghailkan mukus yang mengandung musin, yaitu glikoprotein yang membasahi makanan dan melndungi mukosa mulut dan kelenjar submandibularis yang menghasilkan gabungan dari kelenjar parotis dan sublingualis.

  Saliva juga mengandung IgA yang akan menjadi pertahanan pertama terhadapkuman dan virus.

  Fungsi penting saliva antara lain, memudahkan poses menelan, mempertahankan mulut tetap lembab, bekerja sebagai pelarut olekul-molekul yang merangsang indra pengecap, membantu proses bicara dengan memudahkan gerakan bibir dan lidah dan mempertahankan mulut dan gigi tetap bersih.

  d. Gigi Fungsi gigi adalah sebagai penghancur makanan secara mekanik. Jenis gigi di sesuaikan dengan jenis makanan yang harus dihancurkannya dan prosses penghancurannya. Pada gigi seri, terdapat di bagian depan rongga mulut berfungsi untuk memotong makanan yang sedikit lunak dan potongan yang dihasilkan oleh gigi seri masih dalam bentuk potongan yang kasar, nantinya potongan tersebut akan dihancurkan sehingga menjadi lebih lunak oleh gigi geraham dengan dibantu oleh saliva sehingga nantinya dapat memudahkan makanan untuk menuju saluran pencernaan seterusnya. Gigi taring lebih tajam sehingga difungsikan sebagai pemotong daging atau makanan lain yang tidak mampu dipotong oleh gigi seri.

  2. Faring Faring merupakan jalan untuk masuknya material makanan, cairan dan udara menuju esofagus. Faring berbentuk seperti corong dengan bagian atasnya melebar dan bagian bawahnya yang sempit dilanjutkan sabagai esofagus setinggi vertebrata cervicalis keenam.

  Bagian dalam faring terdapat 3 bagian yaitu nasofaring,orofaring dan laringfaring. Nasofaring adalah bagian faring yang berhubungan ke hidung. Orofaring terletak di belakang cavum oris dan terbentang dari palatum sampai ke pinggir atas epiglotis.

  Sedangkan laringfaring terletak dibelakang pada bagian posterior laring dan terbentang dari pinggir atas epiglotis sampai pinggir bawah cartilago cricoidea.

  3. Laring Laring adalah organ yang mempunyai sfingter pelindung pada pintu masuk jalan nafas dan berfungsi dalam pembentukan suara. Sfingter pada laring mengatur pergerakan udara dan makanan sehingga tidak akan bercampur dan memasuki tempat yang salah atau yang bukan merupakan tempatnya. Sfingter tersebut meupakan epiglotis. Epiglotis akan menutup jalan masuk udara saat makanan ingin masuk ke esofagus.

  4. Esofagus Esofagus adalah saluran berotot dengan panjang sekitar 25 cm dan diameter sekitar 2 cm yang berfungsi membawa bolus makanan dan cairan menuju lambung. Otot esofagus tebal dan berlemak sehingga moblitas esofagus cukup tinggi. Peristaltik pada esofagus mendorong makanan dari esofagus memasuki lambung. Pada bagian bawah esofagus terdapat otot-otot gastroesofagus (lower esophageal sphincter, LES) secara tonik aktif, tetapi akan melemas sewaktu menelan. Aktifasi tonik LES antara waktu makan mencegah refluks isi lambung ke dalam esofagus. Otot polos pada esofagus lebih menonjol diperbatasan dengan lambung (sfingter intrinsik). Pada tempat lain, otot rangka melingkari esofagus (sfrinter ekstrinsik) dan bekerja sebagai keran jepit untuk esofagus.

  Sfringte ekstrinsik dan intrinsik akan bekerjasama untuk memungknkan aliran makanan yang teratur kedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung kembali ke esofagus.

  5. Lambung Lambung terletak di bagian kiri atas abdomen tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan kosong, lambung berbentuk tabung J dan bila penuh akan tampak seperti buah alpukat. Lambung terbagi atas fundus, korpus dan pilorus. Kapasitas normal lambung adalah 1-2 L. Pada saat lambung kosong atau berileksasi, mukosa masuk ke lipatan yang dinamakan rugae. Rugae yang merupakan dinding lambung yang berlipat-lipat dan lipatan tersebut akan menghilang ketika lambung berkontraksi. Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluarn dan pemasukan lambung. Sfingter kardia, mengalirkan makanan masuk ke lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Sedangkan sfingter pilorus akan berelaksasi saat makanan masuk ke dalam duodenum dan ketika berkontraksi, sfingter ini akan mencegah aliran balik isi usus halus ke lambung.

  Fisiologi lambung terdiri dari dua fungsi yaitu, fungsi motorik sebagai proses pergerakan dan fungsi pencernaan yang dilakukan untuk mensintesis zat makanan, dimana kedua fungsi ini akan bekerja bersamaam, berikut adalah fisiologi lambung : a. Fungsi motorik :

  1) Reservoir, yaitu menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedkit demi sedikit dicernkan dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan peningkatan volume tanpa menambah tekanan dan relaksasi reseptif otot polos.

  2) Mencampur, yaitu memecahkan makanan menjadi partikel- partikel kecil dan mencampurnya dengan getah lambung melauli kontraksi otot yang mengeliligi lambung.

  3) Pengosongan lambung, diatur oleh pembukaan sfingter pilorus yang dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik, keadaan fisik, emosi, aktivitas dan obat-obatan.

  b. Fungsi pencernaan : 1) Pencernaan protein, yang dilakukan oleh pepsin dan sekresi HCl dimulai pada saat tersebut. Pencernaan kabohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam lambung sangat kecil.

  2) Sistesis dan pelepasan gastrin, hal ini dipengaruhi oleh protein yang dimakan, peregangan antrum, alkalinisasi antrum dan rangsangan vagus. 3) Sekresi faktor intrinsik, yang memungkinkan terjadinya absorpsi vitamin B

  2 dari usus halus bagian distal.

  4) Sekresi mukus, sekresi ini membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi sebagai pelumas sehigga makanan lebih mudah diangkut. Sekesi caian lambung memiliki 3 fase yang bekerja selama berjam-jam. Berikut adalah fase-fase tersebut :

  1) Fase sefalik, berfungsi untuk mempersiapkan lambung dari kedatangan makanan dengan memberikan reaksi terhadap stimulus lapar, rasa makanan atau stimulus bau dari indra penghidu. Reaksi lambung pada fase ini dengan meningkatkan volume lambungdari stimulasi mukus, enzim dan prooduksi asam, serta pelepasan gastrin oleh sel-sel G dalam durasi yang relatif singkat. 2) Fase gaster, berfungsi untuk memulai pengeluaran sekresi dari kimus dan terjadinya permulaan digesti protein oleh pepsin.

  Reaksi tersebut terjadi dalam durasi yang agak lama mencapai 3-4 jam. Saat reaksi ini selain terjadi peningkatan produksi asam dan pepsinogen juga terjadi penigkatan motiltas dan proses penghancuran material. 3) Fase intestinal, berfungsi untuk mengontrol pengeluaran kimus ke duodenum dengan durasi yang lama dan menghasilkan reaksi berupa umpan balik dalam menghambat produksi asam lambung dan pepsinogen serta pengurangan motilitas lambung.

  6. Usus Halus Bagian awal dar usus halus adalah duodenum atau lebih sering disebut duodenal cup atau bulb. Pada bagian ligamentum Treitz, duodenum berubah menjadi jejunum. duodenum mempunyai panjang sekitar 25 cm dan berhubungan dengan lambung, jejunum mempunyai panjang sekitar 2,5 m, dimana proses digesti kmmia dan absorpsi nutrisi terjadi dalam jejunum sedangkan ileum mempunyai panjang sekitar 3,5 m. Disepanjang usus halus terdapat kelenjar usus tubular. Diduodenum terdapat kelenjar duodenum asinotubular kecil yang membentuk kumparan. Disepanjang membran mukosa usus halus yang diliputi oleh vili. Terdapat 20 sampai 40 vili per milimeter persegi glukosa. Ujung bebes sel-sel evitel virus dibagi menjadi mikrovili yang halus dan diseilmuti glikokaliks yang membentuk brush border. Mukus usus terdiri dari berbagai macam enzim,seperti disakaridase, peptidase dan enzim lain yang terlibat dalam penguraian asam nukleat.

  Ada 3 jenis kontraksi otot polos pada usus halus antara lain :

  a. Peristaltik, yaitu gerakan yang akan mendorong isi usus (kimus) ke arah usus besar.

  b. Kontraksi segmentalis, merupakan kontrasi mirip-cincin yang muncul dalam interval yang relatif teratur di sepanjang usus lalu menghilang dan digantikan oleh serangkaian kontrakisi cincin lain di segmen-segmen diantara kontraksi sebelumnya. Kontrasi ini mendorong kimus maju mundur dan meningkatkan pemajanannya dengan pemukaan mukosa.

  c. Kontrasi tonik, merupakan kontraksi yang relatif lama untuk mengisolasi satu segmen usus dngan segmen lain.

  7. Usus Besar (Kolon) Kolon memiliki diameter yang lebih besar dari usus halus.

  Kolon terdiri atas sekum-sekum yang membentuk kantung-kantung sebagai dinding kolon (haustra). Pada pertengahannya terdapat serat- serat lapisan otot eksterrnalnya tekumpul menjadi 3 pita longitudinal yang disebut taenia koli. Bagian ileum yang mengandung katup ileosekum sedikit menonjol ke arah sekum, sehingga peningkatan tekanan kolon akan menutupnya sedangkan peningkatan tekanan ileum akan menyebabkan katup tersebut terbuka. Katup ini akan secara efektif mencegah refluks isi kolon ke dalam ileum. Dalam keadaan normal katup in akan tertutup. Namun, setiap gelombang peristaltik, katup akan terbuka sehingga memungkinkan kimus dari ileum memasuki sekum. Pada kolon terjadi penyerapan air, natrium dan mineral lainnya. Kontraksi kerja massa pada kolon akan mendorong isi kolon dari satu bagian kolon ke bagian lain. Kontraksi ini juga akan mendorong isi kolon menuju ke rektum. Dari rektum gerakan zat sisa akan terdorong keluar menuju anus dengan perenggangan rektum dan kemudian mencetus refleks defekasi.

E. Patofisiologi

  Kuman salmonella typhi yang masuk kesaluran gastro intestinal akan ditelan oleh sel-sel fagosoit ketika masuk melewati mukosa dan oleh makrofag yang ada di dalam lamina propina. Sebagian dari

  salmonella typhi ada yang masuk ke usus halus mengadakan invanigasi

  ke jaringan limfoid usus halus (plak peyer) dan jaringan limfoid mesentrika. Kemudian Salmonella typhi masuk melalui folikel limfatik dan sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakterimia. Bakterimia pertama-tama menyerang system retikulo endothelial (RES) yaitu: hati, limpa, dan tulang, kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ di dalam tubuh antara lain system saraf pusat, ginjal dan jaringan limfa.

  Usus yang terserang tifus umumnya ileum distal,tetapi kadang begian lain usus halus dan kolon proksimal juga dihinggapi. Pada mulanya, plakat peyer penuh dengan fagosit, membesar, menonjol, dan tampak seperti infitrat atau hyperplasia di mukosa usus. Pada akhir minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di ileum dari pada di kolon sesuai dengan ukuran plak peyer yang ada disana. Kebanyakan tukaknya dangkal, tetapi kadang lebih dalam sampai menimbulkan perdarahan. Perforasi terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah penderita sembuh, biasanya ulkus membaik tanpa meninggalkan jaringan parut di fibrosis.

  Masuknya kuman kedalam intestinal terjadi padsa minggu pertama dengan tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu tubuh akan naik pada malam hari dan akan menurun menjelang pagi hari. Demam yang terjadi pada masa ini disebut demam intermitet (suhu yang tinggi, naik-turun, dan turunnya dapat mancapai normal), di samping peningkatan suhu tubuh ,juga akan terjadi obstipasi sebagi akibat motilitas penurunan suhu tubuh, namun hal ini tidak selalu terjadi dan dapt pula terjadi sebaliknya. Setelah kuman melewati fase awal intestinal, kemudian masuk kesirkulasi sistemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dengan tanda tanda infeksi pada RES seperti nyeri perut kanan atas, splenomegali dan hepatomegali.

  Pada minggu selanjutnya di mana infeksi Intestinal terjadi dengan tanda-tanda suhu tubuh masih tetap tingi, tetapi nilainya lebih rendah dari fase bakterimia dan berlangsung terus menerus (demam kontinu), lidah kotor, tetapi lidah hiperemis, penurunan peristaltik, gangguan digesti dan absorpsi sehingga akan terjadi distensi, diare dan pasien akan merasa tidak nyaman. Pada masa ini dapat terjadi perdarahan usus, perforasi, dan peritonitis dengan tanda distensi abdomen berat, peristaltik usus menurun bahkan hilang, melena, syok, dan penurunan kesadaran (Arif Muttaqin, 2003).

F. Pathways

  Kuman salmonella typhi Lolos dari masuk gastrointestinal asam lambung Malaise, perasaan tidak enak, bakteri masuk usus halus nyeri abdomen

  Perdarahan Inflamasi Komplikasi intestinal: Pembuluh limfe usus(bag, distal, ileum), peitonitis Perdarahan(bakterimia primer) Msuk retikulo endothelial (RES) terutama hati dan limfa

  Inflamasi pada hati dan limfa Empedu Masuk ke aliran darah (Bakterimia Sekunder) Rongga usus pada kel. Limfoid halus Endotoksin Hepatomegali Pembesaran limfa Terjadi keruasakan sel

  Nyeri tekan →Nyeri akut Splenomegali Merangsang melepas zat epikogen oleh leukosit Lase plak peyer

  Penurunanmobilitas usus Memepengaruhi pusat thermoregulator Erosi Penurunan peristaltic usus

  Hipertermi Konstipasi peningkatan asam lambung

  Resiko kekurangan Volume cairan Anoreksia mual muntah Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

  Perdarahan massif Nyeri tubuh Komplikasi perforsi dan perdarahan usus

  (Nanda, 2015)

G. Pemeriksaan penunjang

  Pemerikasaan penunjang pada pasien dengan typhoid adalah pemerikasaan laboratorium, yang terdiri dari :

  1. Pemeriksaan leukosit Didalam beberpa literatur dinyatakan bahwa typoid terdapat leukopenia dan limpositosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidak sering di jumpai. Pada kebanyakan kasus typhoid fever, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa typhoid fever.

  2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT SGOT dan SGPT pada typhoid fever sering kali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid fever.

  3. Biakan darah Bila biakan darah positif hal itu menandakan typhoid fever, tetapi bila biakan darah negative tidak menutup kemungkinan akan terjadi typhoid fever. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung beberapa faktor : a. Tekhnik Pemeriksaan Laboratorium hasil pemeriksan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabjkan oleh perbedaan tekhnik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam yang tinggi yaitu pada saat bakterimia berlangsung.

  b. Saat Pemeriksaan Selama Perjalanan Penyakit Biakan darah pada Salmonella typhi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.

  c. Vaksinasi di masa lampau Vaksinasi terhadap typhoid fever di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakterimia sehingga biakan darah negatif.

  d. Pengobatan dengan obat anti mikroba bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.

  4. Uji Widal Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan anti bodi (agglutinin). Agglutinin yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah di vaksinasikan. Antigen yang di gunakan pada uji widal adalah suspense salmonella yang sudah dimatikan dan di olah di laboratorium tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum klien yang di sangka menderita typhoid. Akibat infeksi salmonella typhi, klien membuat anti bodi atau agglutinin yaitu : a. Aglutinin O, yang di buat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman) b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).

  c. Aglutinin Vi, yang dibuat dari rangsanaganantigen Vi (berasal dari simpai kuman).

H. Penatalaksanaan

  Penatalaksanaan penyakit typhoid sampai saat ini di bagi menjadi tiga bagian (Bambang Setiyohadi, Aru W, Idris Alwi, 2006), yaitu:

  1. Istirahat dan perawatan Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil dan besar akan membantu mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali di jaga kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan yang di pakai. Posisi pasien harus di awasi untuk mencegah terjadinya dekubitus dan pnemoni ortostarti serta hygiene perorangan tetap, perlu diperhatikan dan di jaga.

  2. Diet dan terapi penunjang Diet merupakan hal yang paling penting dalam proses penyembuhan penyakit dengan typhoid fever, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan uamum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.dimana lampau penderita demam typhoid diberi bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnaya di beri nasi, yang perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkaat kesembuhan pasien. Pemberian bubur saring tersebut di tunjukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau peforasi usus. Hal ini disebabka ada pendapat bahwa usus harus di istirahatkan. beberapa penelitian menunjukan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman pada penderita typhoid fever.

  3. Pemberian antibiotik

  a. Klorampenikol Di Indonesia Klorampenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan demam typhoid. Dosis yang di berikan 4 x 500 mg perhari dapat diberikan peroral atau intravena, diberikan sampai 7 hari bebas demam.

  b. Tiampenikol Dosis dan efektifitas tiampenikol pada typhoid fever hampir sama dengan Klorampenikol. Akan tetapi kemungkinan terjadi anemia aplastik lebih rendah dari kloram penikol. Dosis 4 x 500 mg di berikan sampai hari ke 5 dan ke 6 bebas demam. c. Kotrimoksazol Dosis untuk orang dewasa 2 x 2 tablet dan di berikan selam 2 minggu.

  d. Ampisilin dan amoksisilin Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah di bandingkan dengan Klorampenikol, dosis diberikan 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.

  e. Seflosporin generasi ke tiga hingga saat ini golongan seflosporin generasi ke tiga yang terbukti efekti untuk demam typhoid adalah sefalosforin, dosis yang dianjurkan adalah 3-4 gram dalam dektrose 100cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari selam 3 hingga 5 hari.

I. Koplikasi

  Menurut (Arif Masjoer, 2003), komplikasi demam typhoid dapat di bagi dalam 2 bagian yaitu : a. Komplikasi intestinal

  1) Perdarahan usus 2) Perforasi usus 3) Ileus paralitik

  b. Komplikasi ekstraintestinal 1) Komlikasi kardiovaskular : Kegagalan sirkulasi perifer ( renjatan, sepsis ), miokarditis, thrombosis, dan trombofebitis.

  2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, atau koagulasi intravaskulardiseminata dan sindrom uremia hemolitik. 3) Komplikasi paru : Pnemonia, empemia, dan pleuritis. 4) Komplikasi hepar dan kandung kemih : pielonefritis dan perinefritis.

  5) Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.

  6) Komplikasi tulang : osteomielitis, periostisis, spondilitis, dan arthritis.

  7) Komplikasi neuropsikatrik : delirium, meningismus, meningitis, poluneuritis perifer, sindrom gullain barre, psikosis dan sindrom katatona.

  J. Pengkajian a. Riwayat keperawatan.

  b. Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran.

  c. Pada pengkajian anak dengan typhoid seperti ditemukan timbulnya demam yang khas yang berlangsung selama kurang lebih 3 minggu dan menurun pada pagi hari serta meningkat pada sore dan malam hari, nafsu makan menurun, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor ujung dan tepinya kemerahan, adanya meteorismus, terjadi pembesaran hati dan limfa, adanya konstipasi dan bahkan bisa terjadi gangguan kesadaran seperti apatis sampai somnolen, adanya bradikardia, kemungkinan terjadi komplikasi seperti pendarahan pada usus halus, adanya perforasi usus, peritonitis, peradangan pada meningen, bronkhopneumonia, dan lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukopenia dengan limfositosis relatif, pada kultur empedu ditemukan kuman pada darah, urin, feses, dan uji serologis widal menunjukkan kenaikan pada titer antibodi O lebih besar atau sama dengan 1/200 dan H 1/200.

  K. Diagnosa Keperawatan 1) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi).

  2) Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi. 3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dari intake yang tidak adekuat..

  4) Resiko Kekurangan volume cairan berhubungan intake yang tidak adekuat.

  5) Konstipasi berhubungan dengan penurunan mortilitas traktus gastrointestinal (penurunan motilitas usus).

  L . Intervensi Keperawatan

  5

  Indikator Awal Tujuan  Melaporkan adanya nyeri  Frekuensi nyeri  Pernyataan nyeri  Ekspresi nyeri pada wajah  Perubahan tanda tanda vital

  2

  2

  2

  2

  2

  5

  Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapakan masalah nyeri pasien teratasi dengan kriteria hasil:

  5

  5

  5 Keterangan :

  1.Ekstrem

  2.Berat

  3.Sedang

  NIC Pain Management

  Pain Level, Pain control, Comfort level

  2 Nyeri akut berhubunga n dengan agen injury biologis

  NO Diagnosa keperawatan Tujuan/KriteriaHasil/Indikator(NOC) Intervensi (NIC)

  5

  1 Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

  Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam masalah hipertermi teratasi dengan kriteria hasil :

  Risk control

  Indikator Awal Tujuan  Suhu tubuh dalam rentang normal  Nadi dan RR dalam rentang normal  TTV normal

  2

  3

  3

  5

   Monitor suhu tubuh  Monitor warna dan suhu kulit  Monitor tekanan darah ,nadi dan RR  Monitor penurunan tingkat kesadaran  Monitor intake dan output  Berikan anti piretik

  5 Keterangan :

  1. Ekstrem

  2. Berat

  3. Sedang

  4. Ringan

  5. Tidak ada

  NIC Fever treatment

   Kaji nyeri secara komprehensif  Observasi reaksi non verbal dan ketidaknyama nan  Monitor vital sign  Gunakan tekhnik komunikasi terpeutik untuk mengetahui penggalaman nyeri  Kaji tipe dan

  4.Ringan sumber nyeri

  5.Tidak ada un tuk menentukan intervensi

   Ajarkan tentang tekhnik nonfarmakolo gi, nafas dalam, relaksasi, distraksi, dan kompres hangat  Tingkatkan istsrahat  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

   Kolaborasika n dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

  3 Ketidakseimb Setelah dilakukan tindakan NIC angan nutrisi keperawatan selama 2x24 jam Nutrition kurang dari diharapakan masalah

  Management

  kebutuhan ketidakseimbangan nutrisi pasien  Kaji adanya tubuh teratasi dengan kriteria hasil: alergi berhubungan Nutrition Status: food and Fluid makanan dengan intake intake  Kolaborasi yang tidak

  Indikator Awal Tujuan dengan ahli adekuat

  2

  5  Peningkatan gizi untuk berat badan menentukan

  2

  5 jumlah kalori  Berat badan dan nutrisi ideal sesuai yangdi dengan tinggi butuhkan badan

  2

  5 pasien  Tidak ada tanda tanda  Anjurkan untuk malnutrisi meningkatka n intake fe

  2

  5  Menunjukan  Anjurkan peningkatan fungsi pasien untuk pengecapan meningkatka n protein dan dari menelan vitamin c

  Keterangan :

   1.Ekstrem Ajarkan

  2.Berat pasien

  3.Sedang bagaimana membuatt

  4.Ringan

  5.Tidak ada catatan makanan harian

   Monitor jumlah kalori dan nutrisi  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

  4 Resiko Setelah dilakukan tindakan NOC kekuranaga keperawatan selama 2x24 jam Fluid n volume diharapakan masalah kekurangan management cairan volume cairan pasien teratasi dengan

   pertahankan berhubunga kriteria hasil: intake outpit n dengan Nutritional Status: food and Fluid yang akurat intake yang intake  Monitor tidak Indikator Awal Tujuan status hidrasi adekuat

  2

  5  Mempertahank  Monitor an urin output masukan sesuai dengan makann/caira bb,usia,bj urine n dan hitung normal,ht intke kalori normal harian

  2

  5  TTV normal

   Kolaborasi

  2

  5 pemberian  Tidak ada tanda-tanda cairan dehidrasi

   Monitor status nutrisi Keterangan :

   Dorong

  1.Ekstrem masukan oral

  2.Berat  Kolaborasi

  3.Sedang dengan

  4.Ringan dokter

  5.Tidak ada

  5 Konstipasi Setelah dilakukan tindakan

  NIC

  berhubunga keperawatan selama 2x24 jam Constipation/I n dengan diharapakan masalah konstipasi pasien mpaction penurunan teratasi dengan kriteria hasil: Mnagement mortilitas Bowel elimination

   Monitor traktus Indikator Awal Tujuan tanda dan gastrointesti

  2 5 gejala  Mempertahank nal konstipasi an bentuk feses

  (penurunan lunak setiap 1-  Monitor mortilitas 3 hari bising usus usus)

  2

  5  Bebas dari  Monitor ketidaknyaman feses:frekuen an dan si, konstipasi konsistensi

  2

  5 dan volume  Mengindikasi cairan indicator untuk mencegah  Konsultasi konstipasi dengan dokter

  Keterangan : tentang

  1.Ekstrem

  2.Berat penurunan

  3.Sedang dan peningkatan

  4.Ringan bising usus

  5.Tidak ada  Jelaskan etiologi dan rasionalisasik an tindakan terhadap pasien  Kolaborasi pemberian laksatif  Memantau bising usus

   Ajarkan pasien dan keluarga untuk diet tinggi serat