BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi - NUR RIFAH KUSDIANI BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi 1. Resiko gangguan Perfusi Jaringan serebral Menururt Herdman, 2014 definisi resiko gangguan perfusi jaringan:

  beresiko mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu kesehatan. Sehingga pada masalah keperawatan resiko gangguan perfusi jaringan serebral ini dapat berhubungan dengan : aliran arteri terhambat, reduksi mekanis dari aliran vena/arteri, kerusakan transportasi oksigen melewati kapiler/alveolar.

2. Stroke Non Hemoragik

  Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000).

  Stroke non hemoragik atau yang disebut juga strok iskemik didefinisikan secara patologis sebagai kematian jaringan otak karena pasokan darah yang tidak kuat (Hadinoto, 2006).

  Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi setelah lama beristirahat,

  8

  9 baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun edema sekunder (Arif Mansjoer, 2008).

  Stroke adalah disfungsi neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal pada otak yang terganggu (WHO, 1989).

  Stroke (cedera serebrovaskuler) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya sulpay darah ke bagian otak (Smeltzer dan Bare, 2001: 2131).

  Definisi di atas disimpulkan bahwa stroke non hemoragik adalah gangguan fungsi saraf yang dapat timbul dari suatu proses patologi pembuluh darah serebral dan gangguan aliran darah dalam otak yang dapat mengakibatkan terganggunya defisit neurologis baik bersifat sementara atau menetap yang berlangsung dengan cepat (lebih dari 24 jam) atau berakhir dengan kematian, tanpa ditemukan penyebab selain dari pada gangguan vaskuler.

  10 B.

   Anatomi dan Fisiologi a.

  Anatomi Sistem Persyarafan

Gambar 1.1 Anatomi sistem persyarafanGambar 1.2 sel glia pada otak

  11 b. Fisiologi Sistem Persyarafan

  Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah.

  Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.

  Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kir i), yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi.

  Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta

  12 batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke (Smeltzer, 2002 ).

C. Etiologi

  Menururt Arif Muttaqin, 2008 penyebab-penyebab dari Stroke Non Hemoragik adalah sebagai berikut : 1.

  Trombosis cerebral Thrombosit ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti disekitarnya. Keadaan yang dapat menyebabkan thrombosit cerebral: a.

  Atherosklerosis/arterioskerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya ketentuan atau elastisitas pembuluh darah b. Hypercoagulasi pada polysitemia

  Darah bertambah kental, peningkatan viskositas hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral c.

  Arteritis (radang pada arteri)

  13 2. Emboli oleh darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.

  3. Haemortologi Perdarahan intrakranial atau intra serebral termasuk perdarahan dalam ruang sub arachnoid/kedalam jaringan otak sendiri. Ini terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pengerasan dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak, oedema dan mungkin hemiasi otak.

  4. Hypoksia Umum a.

  Hipertensi yang parah b.

  Cardiac pulmonary arrest c. CO turun akibat aritmia 5. Hypoksia setempat a.

  Spasme arteri serebral yang disertai perdarahan sub aradinoid b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migran.

  14 D.

   Tanda dan gejala

  Menurut Baughman, C Diane (2000) tanda dan gejala dari stroke adalah :

  1. Kehilangan motorik Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia 2. Kehilangan komunikasi

  Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara) atau afasia (kehilangan berbicara).

  3. Gangguan persepsi Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan kehilangan sensori.

  4. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).

  5. Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier, inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasi yang berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).

  Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena:

  15

  1. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah gangguan penglihatan

  3. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa. Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:

  Hemisfer kiri Hemisfer kanan Mengalami hemiparese kanan Hemiparese sebelah kiri tubuh Perilaku lambat dan hati-hati Penilaian buruk

Kelainan lapan pandang kanan Mempunyai kerentanan terhadap sisi

Disfagia global kontralateral sehingga memungkinkan

Afasia terjatuh ke sisi yang berlawanan

Mudah frustasi tersebut E.

   Patofisiologi

  Adapun menururt Arif Muttaqin, 2008 stroke iskemik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak tertentu, maka terjdi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik. Perubahan ini di mulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan struktur sel yang di ikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel, selanjutnya akan berakhir dengan kematian neuron. Infark iskhemik cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara :

  1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.

  2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan aterm.

  16 3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli. menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek. Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak: 1. Keadaan pembuluh darah.

  2. Keadaan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi menurun.

  3. Tekanan darah iskemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah ke otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.

  4. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.

  Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.

  Oklusi padapembuluhdarah serebral oleh embolus menyebabkan edema da

  17 n nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi pembuluh darah. dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.

  Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.

  Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukkan perbaikan. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisme pecah atau ruptur.

  18 Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik berkembang anoksia serebral.

F. Pemeriksaan fisik

  Menururt Syamsul putra, 2010 pemeriksaan fisik meliputi : a.

  Tingkat kesadaran 1.

  Kualitatif adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewaspadaan : a.

  Composmentis : sadar akan diri dan punya orientasi penuh b. Apatis : tingkat kesadaran yang nampak lesu dan mengantuk c. Samnolen : keadaan pasien yang selalu mau tidur apabila dirangsang bangun lalu tidur kembali d.

  Koma : kesadaran yang hilang sama sekali.

2. Kuantitatif menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale) a.

  Respon membuka mata 1.

  Spontan (4) 2.

  Dengan perintah (3) 3.

  Dengan nyeri (2) 4.

  Tidak berespon (1) b.

  Respon verbal 1.

  Berorientasi (5)

  19 2. Bicara membingungkan

  (4) Kata-kata tidak tepat 4.

  Suara tidak dapat dimengerti (2) 5.

  Tidak ada respon (1) c.

  Respon motorik 1.

  Dengan perintah (6) 2.

  Melokalisasi nyeri (5) 3.

  Menarik area yang nyeri (4) 4.

  Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3) 5. Fleksi abnormal/postur deserebrasi (2) 6. Tidak berespon

  (1) b. Nervus kranial 1.

  Nervus olfaktorius diperiksa tajamnya penciuman dengan satu lubang hidung pasien ditutup, sementara bahan penciuman diletakan pada lubang hidung kemudian di suruh membedakan bau.

  2. Nervus optikus yang diperikasa adalah ketajaman penglihatan dan pemeriksaan oftalmoskopi.

  3. Nervus okulomotorius yang diperiksa adalah reflek pupil dan akomodasi.

  4. Nervus troklearis dengan cara melihat pergerakan bola mata keatas, bawah, kiri, kanan, lateral, diagonal.

  20 5. Nervus trigeminus dengan cara melakukan pemeriksaan reflek normalnya pasien akan menutup mata, Pemeriksaan cabang sensoris pasa bagian pipi, pemeriksaan cabang motorik pada pipi.

  6. Nervus abdusen dengan cara pasien di suruh menggerakan sisi mata ke samping kiri dan kanan.

  7. di dapatkan hilangnya kemampuan mengecap Nervus fasialis pada dua pertiga anterior lidah, mulut kering, paralisis otot wajah.

  8. Nervus vestibulokoklearis yang di periksa adalah pendengaran, keseimbangan, dan pengetahuan tentang posisi tubuh.

  9. Nervus glosofaringeus di periksa daya pengecapan pada sepertiga posterior lidah anestesi pada farings mulut kering sebagian.

  10. Nervus vagus dengan cara memeriksa cara menelan.

  11. Nervus asesorius dengan cara memeriksa kekuatan pada muskulus sternokleudomastoideus, pasien di suruh memutar kepala sesuai tahanan yang di berikan si pemeriksa.

  12. Nervus hipoglosus bisa dengan melihat kekuatan lidah, lidah di julurkan ke luar jika ada kelainan maka lidah akan membelok ke sisi lesi.

  c.

  Menilai kekuatan otot Kaji cara berjalan dan keseimbangan, observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan, tubuh dan kaki.

  21 1. Periksa tonus otot dan kekuatan 0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; lumpuh total

  1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi 2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi 3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan pemeriksa 4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya berkurang 5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal d. Pemeriksaan reflek biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan.

  Evaluasi respon klien dengan menggunakan skala 0-4 0 = tidak ada respon 1 = berkurang (+) 2 = normal (++) 3 = lebih dari normal (+++) 4 = hiperaktif (++++) a.

  Reflek fisiologis 1.

  Reflek tendon a.

  Reflek patella

  22 Pasien berbaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi dan tuberositas tibiae) dipukul dengan reflek hamer.

  Respon berupak kontraksi otot guardrisep femoris yaitu ekstensi dari lutut.

  b.

  Reflek bisep Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90° supinasi dan lengan bawah ditopang di atas (meja periksa) jari periksa ditempatkan pada tendo m bisep (diatas lipatan siku) kemudian dipukul dengan reflek hamer. Normal jika ada kontraksi otot bisep, sedikit meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi, hiperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.

  c.

  Reflek trisep Lengan bawah disemi fleksikan, tendon bisep dipukul dengan reflek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas olekronon) respon yang normal adalah kontraksi otot trisep, sedikit meningkat bila ada ekstensi ringan dan hiperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar ke atas sampai ke otot-otot bahu.

  d.

  Reflek achiles

  23 Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudahkan diletakkan/disilangkan di atas tungkai bawah kontral lateral. Tendon achiles dipukul dengan reflek hamer. Respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.

  b.

  Reflek patologis 1.

  Babinski merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospital. Untuk melakukan tes ini goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki bagian lateral telapak kaki dari tumit ke arah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsofleksi dan jari-jari lain menyebar, kalau normalnya adalah fleksi plantar pada semua jari kaki.

  Cara lain untuk membangkitkan rangsangan babinski : a.

  Cara chaddock Rangsangan diberikan jalan dengan menggores bagian lateral maleolus hasil positif bila gerakan dorsoekstensi dari ibu jari dan gerakan abduksi dari jari-jari lainnya.

  b.

  Cara gordon Memencet (mencubit) otot betis c. Cara oppenheim

  24 Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialas anterior arah d.

  Cara gonda Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya sekonyong-konyong.

G. Penatalaksanaan Umum

  Menurut Arif Mansjoer, 2007 waktu merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan stroke non hemoragik yang di perlukan pengobatan sedini mungkin, karena jeda terapi dari stroke hanya 3-6 jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang peranan besar dalam menentukan hasil akhir pengobatan.

  1. Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik

  a. Memulihkan iskemik akut yang sedang berlangsung (3-6 jam pertama) menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinan tissue- plasminogen activator). Ini hanya boleh di berikan dengan waktu onset <3 jam dan hasil CT scan normal, tetapi obat ini sangat mahal dan hanya dapat di lakukan di rumah sakit yang fasilitasnya lengkap.

  b. Mencegah perburukan neurologis dengan jeda waktu sampai 72 jam yang diantaranya yaitu : 1). Edema yang progresif dan pembengkakan akibat infark. Terapi dengan manitol dan hindari cairan hipotonik.

  25 mencegah trombosis yang progresif dan optimalisasi volume dan tekanan darah yang dapat menyerupai kegagalan perfusi. 3). Konversi hemoragis, msalah ini dapat di lihat dari CT scan, tiga faktor utama adalah usia lanjut, ukuran infark yang besar, dan hipertensi akut, ini tak boleh di beri antikoagulan selama 43-72 jam pertama, bila ada hipertensi beri obat antihipertensi.

  c. Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala stroke terapi dengan heparin.

  2. Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut

  a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg) 10% di berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti 1 jam jika onset di pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak memperlihatkan infrak yang luas.

  b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka dapat diberikan digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.

  c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat memperluas infrak dan perburukan neurologis. Pedoman penatalaksanaan hipertensi bila terdapat salah satu hal berikut :

  26 neurologis seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik, hipertensi maligna (retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.

  2). Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik >120 mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg. 3). Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.

  Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin. Nifedifin sublingual harus dipantau ketat setiap 15 menit karena penurunan darahnya sangat drastis. Pengobatan lain jika tekanan darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan nitroprusid intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml) dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai tekanan darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di jumpai tekanan darah yang rendah pada stroke maka harus di naikkan dengan dopamin atau debutamin drips.

  27

  d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan menurun, gangguan pernafasan atau stroke dalam evolusi.

  e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.

  f. Pertimbangkan sken resonasi magnetik pada pasien dengan stroke vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata pada CT scan.

  g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800 unit/jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20 ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol pada kondisi : 1). Kemungkinan besar stroke kardioemboli 2). TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis 3). Stroke dalam evolusi 4). Diseksi arteri 5). Trombosis sinus dura

  Heparin merupakan kontraindikasi relatif pada infrak yang luas. Pasien stroke non hemoragik dengan infrak miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau trombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin) sampai minimal satu tahun.

  28 Perawatan umum untuk mempertahankan kenyamanan dan jalan nafas aman dan jaga pasien agar tetap mendapat hidrasi dan nutrisi. Menelan harus di nilai (perhatikan saat pasien mencoba untuk minum, dan jika terdapat kesulitan cairan harus di berikan melalui selang lambung atau intravena.

  29 H.

   Pathway Penyakit yang mendasari stroke ( alkohol, hiperkolesteruid, merokok, stres depresi, kegemukan)

  Aterokloerosis (elastisitas pembuluh Kepekatan darah Pembentukan darah menurun meningkat thrombus Penurunan darah ke otak

  Resiko ketidakefektifan Hipoksia cerebri perfusi jaringan otak

  Infark jaringan otak Resiko cidera

  Kerusakan pusat Kelemahan pada nervus gerakan motorik v(mati rasa pada dlobus frontalis wajah)vii(hilangnya kemampuan hemisphare/ mengecap)x(gangguan menelan) hemiplagia Penurunan kemampuan

otot mengunyah/menelan

Mobilitas

  Gangguan menurun mobilitas

  Gangguan reflek fisik menelan Tirah Baring

  Keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Resiko Defisit perawatan kerusakan diri (mandi) integritas kulit

  Sumber : Price, Sylvia Anderson, (2006)

  30 I.

   Diagnosa Keperawatan 1.

  Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan transport oksigen.

  2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.

  3. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas fisik.

  4. Defisit perawatan diri(mandi) berhubungan dengan kerusakan neuro muskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol /koordinasi otot.

  5. Resiko cidera berhubungan dengan defisit lapang pandang motorik atau persepsi

  6. Keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tonus otot menurun

  J. Fokus Intervensi Keperawatan 1.

  Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak Domain 4 : aktivitas/istirahat Kelas 4 : respons kardiovaskular/pulmonal Definisi : beresiko mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang dapat mengganggu kesehatn.

  Nursing Outcome Classification :

  Circulation status Tissue prefusion : cerebral

  31 Kriteria hasil : Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan.

  b.

  Tidak ada ortostatik hipertensi.

  c.

  Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg).

  d.

  Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan : (berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan).

  e.

  Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi.

  f.

  Memproses informasi.

  g.

  Membuat keputusan dengan benar.

  h.

  Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran membaik, tidak ada gerakan-gerakan involunter.

  Nursing Intervention Classification :

  Peripheral sensation management (manajemen sensasi perifer) a.

  Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul.

  b.

  Monitor adanya paretese.

  c.

  Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau laserasi.

  d.

  Gunakan sarung tangan untuk proteksi.

  e.

  Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.

  32 f. Monitor kemampuan BAB Kolaborasi pemberian analgetik.

  h.

  Monitor adanya tromboplebitis. i.

  Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi.

  Batasan karakteristik gangguan status mental, perubahan perilaku, perubahan respon motoric, perubahan reaksi pupil, kesulitan menelan,kelemahan atau paralisis,ekstrermitas, abnormalitas bicara.

  Faktor yang berhubungan dengan diagnosa gangguan perfusi jaringan serebral meliputi gangguan afinitas Hb oksigen, penurunan konsentrasi Hb, hipervolemia, hipoventilasi, gangguan transport O2, gangguan aliran arteri dan vena.

2. Gangguan mobilitas fisik

  Domain 4 : aktivitas/istirahat Kelas 2 : aktivitas/latihan Definisi : keterbatasan pada pergerakkan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah.

  Nursing Outcome Classification: a.

   Joint movement : active b. Mobility level c. Self care : ADLs d.

   Transfer performance

  33 Kriteria hasil : Klien meningkat dalam aktivitas fisik b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas c. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah d.

  Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker)

  Nursing Intervention Classification :

  Excercise therapy : ambulation a.

  Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan b.

  Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan c.

  Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cidera d.

  Ajarkan klien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi.

  e.

  Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi f. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan.

  g.

  Dampingi dan bantu pasien sat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs.

  h.

  Berikan alat bantu jika klien memerlukan.

  34 Batasan karakteristik adalah penurunan waktu reaksi, kesulitan pergerakkan(mis., meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan perilaku, fokus pada ketunadayaan/aktivitas sebelum sakit), dispnea setelah beraktivitas, perubahan cara berjalan, gerakan bergetar, keterbatasan kemampuan melakukan ketrampilan motorik halus, keterbatasan kemampuan melakukan ketrampilan motorik kasar, keterbatasan rentang gerak sendi, tremor akibat pergerakkan, ketidakstabilan postur, peregrakkan lambat, pergerakkan tidak terkoordinasi.

  Faktor yang berhubungan adalah intoleran aktivitas, perubahan metabolisme seluler, ansietas, indeks massa tubuh di atas persentil ke- 75 sesuai usia, gangguan kognitif, kontraktur, kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai usia, fisik tidak bugar, penurunan ketahanan tubuh, penurunan kendali otot, penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot, kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik, keadaan mood depresif, keterlambatan perkembangan, ketidaknyamanan, disuse, kaku sendi, kurang dukungan lingkungan (mis., fisik atau sosial), keterbatasan ketahanan kardiovaskular, kerusakan integritas struktur tulang, malnutrisi, gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, nyeri, agens obat, program

  35 pembatasan gerak, keengganan memulai pergerakan, gaya hidup

3. Resiko kerusakan integritas kulit

  Domain 11 : keamanan/perlindungan Kelas 2 : cedera fisik Definisi : beresiko mengalami perubahan kulit yang buruk.

  Nursing Outcome Classification : a.

   Tissue integrity : skin and mucous membranes b. Hemodyalis akses

  Kriteria hasil : a.

  Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan b.

  Tidak ada luka/lesi pada kulit c. Perfusi jaringan baik d.

  Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang.

  e.

  Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.

  Nursing Intervention Classification :

  Pressure management : a.

  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian longgar b.

  Hindari kerutan pada tempat tidur c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

  36 d. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali

  Monitor kulit akan adanya kemerahan f. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan g.

  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien h. Monitor status nutrisi pasien i. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

  Batasan karakteristik adalah kerusakan lapisan kulit, gangguan permukaan kulit, invasi struktur tubuh.

  Faktor resiko eksternal adalah zat kimia, ekskresi, usia yang ekstrem, hipertermia, hipotermia, humiditas, faktor mekanik (mis., gaya gunting [shearing forces], tekanan, pengekangan), lembab, imobilisasi fisik, radiasi, sekresi. Faktor resiko internal adalah perubahan pigmentasi, perubahan turgor kulit, faktor perkembangan, kondisi ketidakseimbangan nutrisi (obesitas, emasiasi/kurus kerempeng), gangguan sirkulasi, gangguan kondisi metabolik, gangguan sensasi, faktor imunologi, medikasi, faktor psikogenetik, tonjolan tulang.

4. Defisit perawatan diri(mandi)

  Domain 4 : aktivitas/istirahat Kelas 5 : perawatan diri

  37 Definisi : Hambatan kemampuan untuk melakukan atau Nursing Outcome Classification : a.

   Activity intolerance b. Mobility : physical impaired c. Self care deficit hygiene d. Sensory perception, auditory distirbed

  Kriteria hasil : a.

  Perawatan diri mandi : mampu untuk membersihkan tubuh sendiri secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu b.

  Mampu memeprtahankan mobilitas yang diperlukan untuk ke kamar mandi dan menyediakan perlengkapan mandi c.

  Membersihkan dan mengeringkan tubuh d. Mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang kebersihan tubuh

  (mandi) Nursing Intervention Classification :

  Self care assistance :bathing

  a. Pertimbangkan budaya pasien ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri b. Pertimbangkan usia pasien ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri

  38

  c. Tempat handuk, sabun, deodoran, alat pencukur, dan aksesoris mandi.

  d. Menyediakan lingkungan yang terapeutik dengan memastikan hangta, santai, pengalaman pribadi, dan personal.

  Batasan karakteristik adalah ketidakmampuan mengakses kamar mandi, ketidakmampuan mengeringkan tubuh, ketidakmampuan mengambil perlengkapan mandi, ketidakmampuan menjangkau sumber air, ketidakmampuan mengatur air mandi, ketidakmampuan membasuh tubuh.

  Faktor yang berhubungan adalah gangguan kognitif, penurunan motivasi, kendala lingkungan, ketidakmampuan merasakan bagian tubuh, ketidakmampuan merasakan hubungan spesial, gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, nyeri, gangguan persepsi, ansietas berat, kelemahan.

5. Resiko cidera

  Domin 11 : keamanan/perlindungan Kelas 2 : cedera fisik Definisi : beresiko mengalami cedera sebagai akibat kondisi lingkungan yang berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber defensif individu.

  39 Nursing Outcome Classification :

  a. Memonitor faktor resiko lingkungan

  b. Memonitor faktor resiko perilaku pasien

  c. Memonitor perubahan status kesehatan Nursing Intervention Classification :

  Health education a.

  Ajarkan pasien teknik untuk mencegah luka b. Berikan materi pendidikan yang berhubungan dengan strategi dan tindakan untuk mencegah cidera.

  c.

  Orientasikan kembali pasien terhadap realitas dan lingkungan saat ini bila diperlukan.

  d.

  Bantu pasien dengan ambulasi.

  Faktor resiko eksternal adalah biologis (mis., tingkat imunisasi komunitas, mikroorganisme), zat kimia (mis., racun, polutan, obat, agens farmasi, alkohol, nikotin, pengawet, kosmetik, pewarna), manusia (mis., agens nosokomial, pola ketenagaan, atau faktor kognitif, afektif, dan psikomotor), cara pemindahan/transpor, nutrisi (mis., vitamin, jenis makanan), fisik (mis., desain, struktur, dan pengaturan komunitas, bangunan, dan/atau peralatan).

  Faktor resiko internal adalah profil darah yang abnormal (mis., leukositosis/leukopenia, gangguan faktor koagulasi, trombositopenia,

  40 sel sabit, talasemi, penurunan hemoglobin), disfungsi biokimia, usia imun-autoimun, disfungsi integratif, malnutrisi, fisik (mis., integritas kulit tidak utuh, gangguan mobilitas), psikologis (orientasi afektif), disfungsi sensorik, hipoksia jaringan.

6. Keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

  Domain 2 : nutrisi Kelas 1 : makan Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.

  Nursing Outcome Classification : a.

   Nutritional status b. Nutritional status : food and fluid intake c. Nutritional status : nutrient intake d.

  Weight control Kriteria hasil : a.

  Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan b.

  Berat badan idel sesuai dengan tinggi badan c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi d.

  Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi e. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan

  41 f. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

  Nutrition management 1.

  Kaji adanya alergi makanan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien

  3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake 4.

  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C 5. Berikan substansi gula 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

  7. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)

  8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian 9.

  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori 10.

  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Batasan karakteristik adalah kram abdomen, nyeri abdomen, menghindari makan, berat badan 20% atau lebih di bawah berat badan ideal, kerapuhan kapiler, diare, kehilangan rambut berlebihan, bising usus hiperaktif, kurang makanan, kurang informasi, kurang minat pada makanan, penurunan berat badan dengan asupan makanan

  42 adekuat, kesalahan konsepsi, kesalahan informasi, membran mukosa mengeluh gangguan sensasi rasa, mengeluh asupan makanan kurang dari RDA (recommended daily allowance), cepat kenyang setelah makan, sariawan rongga mulut, steatorea, kelemahan otot pengunyah, kelemahan otot untuk menelan.

  Faktor yang berhubungan adalah faktor biologis, faktor ekonomi, ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien, ketidakmampuan untuk mencerna makanan, ketidakmampuan menelan makanan, faktor psikologis.