BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA - BAB II MAMAN SUDARMAN TS'16

BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI

1. Daya Dukung Tanah

  Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak diatas batuan dasar (bedrock). Data tanah yang tersedia pada proyek pembangunan gedung perkuliahan di Dukuhwaluh adalah data uji penetrasi kerucut statis (sondir). Hasil uji ini didapatakan kekuatan tanah pada kedalaman 400 cm.MT mempunyai nilai

  2

  tahanan ujung (q c ) berkisar 165 kg/cm . Karena data penyelidikan tanah tidak lengkap, maka diperlukan korelasi agar memperoleh parameter tanah yang diperlukan untuk analisis pondasi. 1) Menentukan Kedalaman Tanah Keras (D f )

  Kedalaman tanah yang akan digunakan sebagai dasar pondasi harus memiliki kekuatan yang mampu menahan beban yang diterima pondasi. Berdasarkan hasil sondir, maka data yang dipakai adalah data q c . Menurut Terzaghi dan Peck (1984) dalam Wibowo (2011) tanah yang baik untuk bangunan adalah tanah dengan

  2 kategori keras atau mempunyai nilai tahanan ujung (q c ) lebih dari 120 kg/cm .

  Berikut tabel yang bisa diapakai :

  Tabel 2.1

  Konsistensi tanah berdasarkan hasil sondir Konsistensi q c T f

  (kg/cm

  = f s q c

  Nilai f s menurut Terzaghi Sumber : Hardiyatmo (2003)

  Tabel 2.2

  K w = (T w - C w ) Menurut Terzaghi (1943) dalam Hardiyatmo (2003) untuk mengetahui nilai f s bisa dilihat pada tabel seperti dibawah ini :

  (2)

  A s

  K w . Api

  Berdasarkan SNI-2827 (2008), Perlawanan geser (f s ) diperoleh dari rumus : f s =

  × 100% (1)

  ) Menghitung rasio gesekan (f r ) dari nilai q c untuk mengklasifikasikan tanah menurut Hardiyatmo (2003) adalah sebagai berikut : f r

  2

  r

  2) Menghitung Rasio Gesekan (f

  Hard >120 6,0 Sumber : Terzaghi dan Peck (1984) dalam Wibowo (2011)

  Stiff 30-60 4,0 Very stiff 60-120 6,0

  Soft 5-10 3,5 Firm 10-35 4,0

  ) Very soft <5 3,5

  2

  ) (kg/cm

  Dimana :

  2 A pi = Luas penampang piston (cm )

  2 A s = Luas selimut geser (cm )

  C w = Pembacaan manometer untuk nilai perlawanan konus (kPa) T w = Pembacaan manometer (kPa) w - C w K w = Selisih T (kPa)

Gambar 2.1 Klasifikasi tanah berdasarkan uji sondir

  (Sumber : Hardiyatmo, 2002)

  Tabel 2.3

  Nilai untuk tanah keadaan asli di lapangan Sumber : Hardiyatmo (2002)

  Tabel. 2.4 Berat jenis tanah (gravity spesific)

  Sumber : Hardiyatmo (2002) 3)

  Menghitung berat volume tanah (γ) Dengan asumsi bahwa muka air tanah berada sama dengan dasar pondasi, maka berat volume tanah menurut Hardiyatmo (2002) adalah : γ’ = γ sat – γ w

  (3) (G +e) s γw sat =

  (4)

  γ

  1+e

  Dimana :

  

3

  3 w = Berat volume air = 1 t/m atau 9,81 kN/m

  γ

  3

  γ sat = Berat volume tanah jenuh (kN/m )

  s

  G = Berat jenis tanah

  e = Angka pori

  3

  γ’ = Berat volume tanah effektif (kN/m ) 4) Menghitung tekanan Overburden (p o )

  Tekanan overburden (p o ) menururt Hardiyatmo (2002) adalah : p o

  (5)

  = Df . γ’ apabila diatas tanah terdapat beban terbagi rata, maka : p o = Df . γ’ + q

  o

  Dimana : p o = Tekanan overburden (kN/m

  2

  ) Df = Kedalaman pondasi (m)

  5) Menghitung sudut gesek dalam puncak (φ) Untuk mengetahui sudut gesek dalam puncak (φ) berdasarkan tekanan overburden (p o ) bisa dilihat pada grafik seperti dibawah ini :

Gambar 2.2 Hubungan sud ut gesek dalam puncak (φ) dan q c

  (Sumber : Hardiyatmo, 2002) 6) Menghitung kohesi tanah (c)

  Menurut Sunggono (1984) dalam Bahtia (2016), mencari kohesi tanah dari uji sondir bisa dihitung menggunakan rumus berikut : c =

  q c

  20 (6)

  Dimana : c = Kohesi tanah (kPa)

  Atau menurut Bowles (1988) untuk mendapatkan nilai kohesi tanah dari q u dimana analisis kapasitas dukung (q u ) ini menggunakan data sondir. Berikut rumus yang digunakan adalah :

  q u

  c =

  (7)

2 Dimana :

  c = Kohesi tanah (kPa) 7) Menghitung kuat geser tanah (s atau τ)

  Menurut Couloumb (1776) dalam Hardiyatmo (2002) adalah :

  (8)

  τ = c + (σ – u) tan φ σ = γ sat . z

  u w . z

  = γ Dimana : s/τ = Kekuatan geser tanah (kN)

  = Sudut geser internal (º) φ

  2

  σ = Tegangan total (kN/m )

  

2

u = Tekanan air pori (kN/m )

  z = Kedalaman yang ditinjau (m)

a. Daya Dukung Tanah Pada Tanah Granuler

  1) Daya Dukung Tanah Pada Tanah Granuler Untuk Pondasi Tiang Berdasarkan perhitungan kapasitas dukung tanah menggunakan tahanan ujung dan tahanan gesek tiangnya Hardiyatmo (2002) kemudian digabungkan

  dengan rumus dari Meyerhoff (1976) untuk tanah granuler

  nilai c = 0 sehingga : Q u = Q b + Q s

  (9)

  Menurut Sihotang (2009) untuk mencari faktor gesek tahanan kulit adalah sebagai berikut : f s = q c .

  ) Q a = Kapasitas dukung ijin (kg) N q = Faktor kapasitas dukung P a = Tekanan atmosfer = 100 kN/m

  2

  ) f = Faktor empirik untuk tiang pancang beton pratekan 3,50 α = untuk pasir adalah 1,4% A s = Luas selimut tiang (m

  2

  ) f s = Faktor gesek satuan antara tanah dan dinding tiang (kg/m

  

2

  ) A b = Luas penampang tiang(cm

  2

  Dimana : Q u = Kapasitas dukung aksial ultimit tiang pancang (kN) q u = Kapasitas dukung ultimite tanah (kg/m

  α f (10)

  F

  = (q u × A

  Q u

  Q a =

  s ]

  × A

  b ] + [f s

  ) × A

  N q P a

  = [(0,5 Tan φ

  s )

  × A

  b ) + (f s

  2 F = Safety factor

Gambar 2.3 Faktor nilai N c N q N

  γ

  (Sumber : Terzaghi (1943) dalam DPU, (2005)) 2) Daya Dukung Tanah Pada Tanah Granuler Untuk Pondasi Telapak

  Jenis tanah granuler tidak mempunyai kohesi (c), sehingga daya dukung menurut Terzaghi (1943) dalam Sitohang (2014) untuk pondasi berbentuk bujur sangkar adalah : Q u = po . Nq + 0,4 b .

  γ . Nγ

  (11)

  Diaman : B = Lebar pondasi telapak (m) Berdasarkan hasil pengujian sondir (CPT) menurut Schmertmann (1978), dari persamaan Terzaghi dalam Hardiyatmo (2002) diperoleh persamaan : Q u = 48 - 0,009 . (300 - q

  c

  )

  1,5 (12)

  (15)

  N q

  σ b = 0,75 × f c

  concrete ) mempunyai kekuatan sebagai berikut :

  Tegangan beton untuk sumuran dengan menggunakan bahan beton siklop (cyclop

  b (14)

  × A

  b

  = σ

  ) Q a = Kapasitas dukung ijin (kg) Sedangkan kekuatan ijin berdasarkan bahannya dapat dihitung dengan menggunakan rumus PBI (1971) dalam Hardiyatmo (2002) sebagai berikut : Q a bahan

  2

  A b = Luas penampang kaison (cm

  γ) L’ dibatasi sampai 15B (B = Lebar atau diameter sumuran)

  N

  γ

  Dimana : Q u = Kapasitas dukung ultimit (kg) q u = Karena pada tanah granuler, menurut Bowles (1988) maka nilai q u diganti = (L’ γ

  3) Daya Dukung Tanah Pada Tanah Granuler Untuk Pondasi Sumuran Karena pada pondasi sumuran pengerjaan dilakukan dengan cara menggali tanah terlebih dahulu pada kedalaman dan ukuran yang sesuai dengan pondasi sumuran rencana, maka tahanan dari kulit sumuran dianggap = 0. Sehingga kapasitas dukung hanya berasal dari tahan ujungnya saja, menurut Bowles (1988) persamaan yang bisa dipakai adalah sebagai berikut :

  F

  Q u

  Q a tanah =

  b ]

  γ) × A

  . N

  γ

  N q + 0,4 . b .

  = [(L’ γ

  b )

  = (q u × A

  (13)

  Q u = Q a

  • + 0,4 B

Dimana : Q sumuran = Kekuatan pikul tiang yang diijinkan (kg) f c = Mutu beton yang digunakan (MPa)

  2 b = Tegangan tekan tiang yang diijinkan (kg/cm )

  σ

  2 A b = Luas penampang kaison (cm ) b.

   Daya Dukung Tanah Pada Tanah Kohesif

  1) Daya Dukung Tanah Pada Tanah Kohesif Untuk Pondasi Tiang Kapasitas dukung pondasi tiang untuk tanah kohesif menurut Meyerhoff

  (1976)

  adalah sebagai berikut : Q u = Q b + Q s

  (16)

  = (q u b ) + (f s s ) × A × A

  = [(c N c + q N q ) b ] + [f s s ] × A × A

  q

  Pada tanah kohesif, nilai φ = 0, sehingga q N = 0. Sedangkan menurut Poulos dan Davis (1980) dalam Sumiyanto (2007) Rekayasa Pondasi II memberikan nilai N c = 9.

  Q u

  Q a =

  F

  Dimana : Q u = Kapasitas dukung aksial ultimit tiang pancang (kg)

  2

  q u = Kapasitas dukung ultimite tanah (kg/m )

  2 A b = Luas penampang tiang (cm )

  2

  f s = Faktor gesek satuan antara tanah dan dinding tiang (kg/m )

  2 A s = Luas selimut tiang (m ) Q a = Kapasitas dukung ijin (kg) q = Tegangan vertikal (tekanan beban tambahan) c = Nilai kohesi tanah N c = Faktor kapasitas dukung F = Safety factor

  2) Daya Dukung Tanah Pada Tanah Kohesif Untuk Pondasi Telapak Menurut Skempton (1951) dalam Sitohang (2014), daya dukung tanah untuk pondasi telapak pada tanah kohesif dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

  Q u = c . N c + Df . γ

  (17)

  Dimana : c = Kohesi tanah (kN/m

  2

  ) Nilai N c tergantung dari bentuk pondasi, dengan melihat grafik dibawah ini :

Gambar 2.4 Faktor kapasitas dukung N c

  (Sumber : Skempton (1951) dalam Sitohang (2014)) Berdasarkan hasil pengujian sondir (CPT) menurut Schmertmann (1978) dalam Hardiyatmo (2002) dari persamaan Terzaghi diperoleh persamaan : 0,8

  ≈ 0,8 N ≈ q N

  q γ c

  Taksiran ini dapat diterapkan untuk ≤ 1,5. Untuk tanah kohesif pada pondasi bukur sangkar sebagai berikut : Q u = 5 + 0,34

  (18)

  q

  c

  3) Daya Dukung Tanah Pada Tanah Kohesif Untuk Pondasi Sumuran Menurut Hardiyatmo (2002) adalah sebagai berikut : Q u = Q b

  (19)

  = (q u b ) × A

  Q u

  Q a tanah =

  F

  Dimana : Q u = Kapasitas dukung ultimit (kg)

  u

  q = Karena pada tanah kohesif, berdasarkan Bowles (1988) maka nilai q u diganti = (9 . c)

  2 A b = Luas penampang kaison (cm )

  Q a = Kapasitas dukung ijin (kg) Sedangkan kekuatan ijin berdasarkan bahannya dapat dihitung dengan menggunakan rumus PBI (1971) dalam Hardiyatmo (2002) sebagai berikut :

  a bahan b b (20)

  Q = σ × A

  Tegangan beton untuk sumuran dengan menggunakan bahan beton siklop (cyclop

  concrete ) adalah :

  σ b = c

  (21)

  0,25 × f Dimana :

  Q sumuran = Kekuatan pikul tiang yang diijinkan (kg)

  c

  f = Mutu beton yang digunakan (MPa)

  2 b = Tegangan tekan tiang yang diijinkan (kg/cm )

  σ

  2 A b = Luas penampang kaison (cm )

2. Pembebanan Pondasi

  Perencanaan pembebanan harus sesuai dengan aturan pembebanan yang mencakup tipe-tipe beban yang bekerja termasuk beban yang sesuai dengan letak strukturnya. Tipe beban yang umum bekerja pada struktur pondasi berdasarkan SNI-1727-2013 adalah sebagai berikut :

  1) Beban Vertikal

  a) Beban Mati (q d ) Beban mati yaitu berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang terpasang seperti dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap, klading gedung, komponen struktural dan arsitektural serta peralatan layan terpasang lain termasuk keran.

  b) Beban Hidup (q l ) Beban hidup yaitu beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi dan beban lingkungan seperti beban angin, beban hujan, beban Gempa, beban banjir, atau beban mati.

  2) Beban Horisontal

  a) Beban Gempa (E) Beban Gempa merupakan beban yang timbul akibat pergerakan tanah dimana struktur tersebut berdiri.

  b) Beban Angin (w) Beban angin (w) adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara.

  c) Beban Gempa Beban Gempa merupakan beban yang timbul akibat pergerakan tanah dimana struktur tersebut berdiri.

a. Pembebanan Pondasi Tiang

  1) Pembebanan Pondasi Tiang Pada Tanah Granuler Dengan menganggap beban yang terjadi pada pondasi tiang adalah beban titik terpusat, maka tidak perlu diperhitungkan adanya eksentrisitas beban yaitu e x dan e y . Sehingga Q a pada tanah granuler merupakan kapasitas dukung ijin tiang tunggal.

  Rumus pembebanan menurut Sumiyanto (2007) dalam buku Rekayasa Pondasi II adalah sebagai berikut : Q a .

  (22)

  n ≥ P Dimana : n = Jumlah tiang

  P = Beban yang diterima pondasi (kg) Kapasitas dukung kelompok tiang pada tanah granuler sebagai berikut : P u = n . Q a

  (23) Menentukan faktor effisiensi ikut menentukan, sehingga : P u = n . Q a . E g

  (24)

  Dimana : Q g = Beban maksimum kelompok tiang (kg) n = Jumlah tiang dalam kelompok (buah) Q a = Kapasitas dukung ijin tiang (kg) E g = Effisiensi kelompok tiang

  Menurut ASCE Committee on Deep Foundation (1984) dalam Irifin (2008) menganjurkan bahwa untuk jarak tiang antara 2D-3D tidak memerlukan perhitungan effisiensi kelompok tiang (E g ). 2) Pembebanan Pondasi Tiang Pada Tanah Kohesif

  Pada hasil perhitungan Q a untuk tanah kohesif merupakan kapasitas dukung ijin tiang tunggal. Rumus pembebanan menurut Sumiyanto (2007) dalam Rekayasa Pondasi II adalah sebagai berikut :

  Q a . n ≥ P

  (25)

  Dimana : n = Jumlah tiang P = Beban yang diterima pondasi (kg)

  Kapasitas dukung kelompok tiang pada tanah kohesif adalah : ΣP u = n . Q a

  (26)

  = n . (Q p + Q s )

b. Pembebanan Pondasi Telapak

  Pembebanan pada pondasi telapak dianggap beban vertikal sentris maupun eksentris. Menurut Bowles (1988) jika beban eksentris pada arah lebarnya, lebar effektif pondasi dinyatakan oleh :

  B’ = B - 2e x , dengan L’ = L Jika beban eksentris pada arah memanjangnya, panjang effektif pondasi dinyatakan oleh :

  y

  L’ = B - 2e , dengan B’ = B Jika eksentrisitas beban dua arah, yaitu e x dan e y , maka lebar effektif pondasi (B’) ditentukan sedemikian rupa sehingga resultan beban terletak di pusat berat area effektif

  A’. Menurut Meyerhoff (1953) dalam Bowles (1988) bahwa tekanan dukung tanah (Q a ) akan mengalami reduksi (Re) sehingga dipakai persamaan : P u = (Q u . A) + w

  (27)

  Q u = R e . Q a

  (28)

  w = beton Volume . γ

  Dimana :

  u

  P = Beban total ultimit (kN)

  2

  ) A’ = Luas (m h’ = b y = Sisi terpanjang (m)

  x = Lebar (m)

  b’ = b w = Berat beton (kN)

  

3

beton

  γ = Berat jenis beton (kN/m )

  1) Pembebanan Pondasi Telapak Pada Tanah Granuler Faktor reduksi untuk tanah granuler Menurut Meyerhoff (1953) dalam buku

  Bowles (1988) adalah sebagai berikut : R e = 1

  0,5 (29)

  • – ( )

  Dimana : 0 < < 0,3 e = Jarak antara beban titik terhadap pusat pondasi (m) Berikut adalah grafik yang dapat dipakai untuk menghitung reduksi.

Gambar 2.5 Pengaruh eksentrisitas dengan beban vertikal

  (Sumber : Hardiyatmo, 2002) 2) Pembebanan Pondasi Telapak Pada Tanah Kohesif

  Faktor reduksi untuk tanah kohesif Menurut Meyerhoff (1953) dalam Bowles (1988) adalah sebagai berikut :

  R

  e

  = 1 – 2

  (30)

c. Pembebanan Pondasi Sumuran

  1) Pembebanan Pondasi Sumuran Pada Tanah Granuler Untuk menghitung P u pada tanah granuler, Menurut Bowles (1988) digunakan rumus sebagai berikut : P u = [0,80 φ (0,85 f c ’ A c + f y A s )] + w (31) w beton

  = Volume . γ Dimana :

  u

  P = Beban aksial (kN) = Sudut gesek dalam

  φ w = Berat beton (kN)

  3 beton = Berat jenis beton siklop (kN/m )

  γ Karena rencana bahan menggunakan beton siklop dengan mutu fc 20 mPa, maka f y . A s = 0.

  2) Pembebanan Pondasi Sumuran Pada Tanah Kohesif Menurut Bowles (1988) beban aksial terfaktor (P u ) pada sumuran bertulang adalah sebagai berikut: P u = (f c ’ A c + f y A s ) + w ≥ P (32)

  Dimana : P u = Beban aksial (kN)

  ’ P = Beban yang diterima pondasi (kN) f c

  ’ = Mutu beton untuk bahan beton siklop (mPa)

  2 A c = Luas penampang beton (cm )

2 A s = Luas tulangan (m )

  Karena rencana bahan hanya menggunakan beton siklop dengan mutu fc 20 mPa, maka f y . A s = 0 dan sudut gesek pada tanah kohesif = 0.

3. Perancangan Pondasi

  Pondasi adalah bagian dari struktur yang berfungsi untuk menyalurkan beban struktur ke tanah di bawahnya Hardiyatmo (2002). Apabila beban struktur tidak terlalu besar dan letak kedalaman tanah kerasnya cukup dangkal dapat menggunakan pondasi telapak. Sedangkan apabila beban struktur cukup besar dan letak tanah keras cukup dalam dapat menggunakan pondasi tiang. Setiap pondasi memiliki kedalaman pondasi (Df) yakni jarak vertikal muka tanah dengan ujung pondasi.

  Secara garis besar, pondasi terbagi menjadi 2 (dua) kelompok besar antara lain sebagai berikut : 1) Pondasi dangkal (Shallow Foundation)

  Pondasi dangkal didefenisikan sebagai pondasi yang mendukung bebannya secara langsung, seperti pondasi telapak, pondasi memanjang dan pondasi rakit, panjangnya berkisar 1 m

  • – 2 m atau Df/B < 1. Pondasi ini digunakan apabila kedalaman tanah baik tidak begitu dalam (antara 0,6 sampai 2,0 meter ), serta

  2 kapasitas dukung tanah relatif baik (> 120 kg/cm ).

  2) Pondasi dalam (Deep Foundation) Pondasi dalam didefenisikan sebagai pondasi yang meneruskan beban bangunan ketanah keras atau batu yang terletak relative jauh dari permukaan, contohnya pondasi sumuran dan pondasi tiang, panjangnya berkisar 6 m – 10 m atau Df/B > 4. Pondasi ini digunakan jika lapisan tanah keras atau lapisan tanah dengan daya dukung yang memadai berada pada kedalaman tanah yang cukup dalam dari permukaan dan pada lapisan tanah atas berupa tanah lunak (humus/peat/organik). Kondisi ini mengharuskan pondasi ditanam sehingga mencapai lapisan tanah keras tersebut.

a. Perancangan Pondasi Tiang

  1) Tahanan Aksial Tiang Pancang (P n )

  a) Berdasarkan Jenis Tanah Menurut Sumiyanto (2007) dalam Rekayasa Pondasi II tahanan aksial tiang pancang (P n ) merupakan kekuatan tahan ujung (Q b ) ditambah dengan kekuatan tahanan gesek selimut tiang pancangnya (Q s ) atau disebut juga kapasitas dukung ultimit (Q a ), sehingga :

  P = Q a

  (33)

  Q a = Q b + Q s P n =

  P F

  Dimana : P = Tahanan aksial (kN)

  b) Berdasarkan Kekuatan Bahan Menurut Ilham (2010), kekuatan tiang berdasarkan bahannya bisa dihitung dengan rumus sebagai berikut : W p = W . L P = 0,30 . f c ' . A - 1,2 . W p (34) P n =

  P F Dimana : W p = Berat tiang pancang (kN) W = Berat tiang per meter (kN) L = Panjang tiang rencana (m) P = Kapasitas dukung nominal tiang (kN)

  2 A = Luas permukaan tiang (m )

  P n = Tahanan aksial tiang (kN) F = Faktor aman

  c) Berdasarkan Hasil Uji Sondir Menurut Tomlinson (1986) dalam Irifin (2008), untuk menentukan daya dukung ijin tekan adalah sebagai berikut : P n = P a - P ta

  (35)

  P a = [(q c . A) / F

  1 ] + [(T f . A st ) / F 2 ]

  P ta = [(T f . A st . 0,75) / F

  

2 ] + W

  Dimana : P a = Daya dukung ijin tekan (kN) F

  1 = Faktor aman 1

  Diambil 2 T f = Total friksi (kN/m) A st = Keliling penampang tiang (m) F

  2 = Faktor aman 2

  Diambil 5 dan 3

  2) Jumlah Tiang Pancang (n) Menentukan jumlah tiang menurut Irifin (2008) : n = P / P n

  (36)

  Dengan ketentuan n . P n > P Dimana :

  P = Beban aksial kolom (kN) 3) Tahanan Lateral Tiang Pancang (H n )

  a) Berdasarkan Defleksi Tiang Maksimum Berdasarkan defleksi tiang maksimum menurut Broms (1964) dalam

  Ilham (2010), tahanan lateral (H n ) dapat dihitung dengan persamaan :

  D

  H n = y 0 . K h

  (37) [2 .β . (e β+1)] 0,25

  K . D h

  β =

  [ ] 4 .E . I c c

  Dengan ketentuan β . L > 2,5

  1

4 I c = . s

  12

  3 E c = 4700. )

  (√fc’ . 10 Diamana :

  D = Diameter pondasi (cm) H n = Tahanan lateral tiang pancang (kN) L = Panjang pondasi (m)

  2 E c = Modulus elastisitas tiang (kN/m )

  2 K h = Modulus subgrade horisontal (kN/m )

  3 Diambil 26.720 kN/m

  4 I c = Momen inersia penampang (m )

  e = Jarak beban lateral terhadap muka tanah (m) y = Defleksi tiang maksimum (m) Diambil defleksi maksimal yaitu 6 mm

  β = Koefisien defleksi tiang

  b) Berdasarkan Momen Maksimum Menentukan gaya lateral menurut Brinch-Hansen (1961) dalam Ilham

  (2010) adalah sebagai berikut : M y = f b . W

  (38)

  3

  f b = 0,40 . f c ' . 10 W = I c / (D/2)

  Diperoleh persamaan sebagai berikut : (39) Persamaan 1 = H n / [ 9 . c u . D ] Persamaan 2 = L - ( f + 1,5 . D ) Persamaan 3 = H n . ( e + 1,5 . D + 0,5 . f )

  2 Persamaan 4 = 9 / 4 . D . c u . g

  Dimana :

  2

  f b = Kuat lentur beton tiang pancang (kN/m )

  3 W = Tahanan momen (m )

  M y = Momen maksimum (kNm) e = Jarak beban lateral terhadap muka tanah (m)

  4) Susunan Tiang Pancang Menurut Irifin (2008) pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam menentukan jarak antar tiang pancang (S) antara lain : a) U jung tiang tidak mencapai tanah keras maka jarak tiang minimum ≥ 2 kali diameter tiang atau 2 kali diagonal tampang tiang.

  b) U jung tiang mencapai tanah keras, maka jarak tiang minimum ≥ diameter tiang ditambah 30 cm atau panjang diagonal tiang ditambah 30 cm. Persamaan yang bisa dipakai adalah sebagai berikut :

  (40)

2 D ≤ S ≤ 2,5 D

  Diaman : S = Jarak antara pusat ke pusat tiang (cm) D = Diameter Tiang (cm)

  Pertimbangan dalam menentukan jarak tiang ke ujung pilecap (a) : a ≥ 1,25 D

  (41)

  Diaman : a = Jarak antara pusat tiang ke tepi pilecap (cm) D = Diameter Tiang (cm)

  Gambar 2.6

  Model susunan tiang (Sumber : Ilham, 2010)

  5) Gaya Aksial Pada Tiang Pancang Untuk menghitung gaya aksial pada tiang pancang menurut Ilham (2010) adalah sebagai berikut :

  Berat tanah diatas pilecap (W s ) W s = L x . L y . z . w s

  (42)

  Dimana : L x = Lebar pile cap arah x (m) L y = Lebar pile cap arah y (m) z = Tebal tanah diatas pilcap (m) w s = Berat volume tanah diatas pile cap (kN/m

  3

  ) Berat pilecap (W c ) :

  W c = L x . L y . h . w c

  (43)

  Dimana : h = Tebal pilcap (m)

  w c = Berat beton bertulang (kN/m

  3

  ) Diambil 24 kN/m

3 Total gaya aksial terfaktor (P u ) :

  P u = P + 1,2 . W s + 1,2 . W c (44) Dimana :

  P = Beban aksial kolom (kg) P u = Total gaya aksial terfaktor (kg)

  Gaya aksial maksimum dan minimum dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut : P u max =

  • .
  • .

  2

  min

  6) Gaya Lateral Pada Tiang Pancang Berikut perhitungan-perhitungan yang dialakuakan untuk menentukan besarnya gaya lateral pada pondasi tiang menurut Ilham (2010) :

  a Jika P u tidak memenuhi syarat, maka jumlah pondasi ditambah.

  P u max ≤ Q

  = Jarak lengan minimum terhadap pusat di sumbu y dan x n = Jumlah tiang Syarat-syarat yang harus dipenuhi pada gaya aksial tiang pancang :

  min

  dan x

  Dimana : y max dan x max = Jarak lengan maksimum terhadap pusat di sumbu y dan x y

  

  

2

(45)

  ∑

  − .

  ∑

  ∑ Gaya lateral tiang pancang pada arah x (h u x ) : h u x =

  P u min = − .

  2 (44)

  2

  H u x

  Gaya lateral tiang pancang pada arah y (h u y ) : h u y =

  H u y

  Gaya lateral kombinasi dua arah (h u max ) : h u max = √h

  • h

  u x

  2

  u y

  2 (46)

  Syaratnya : h u max ≤ H n 7) Tinjauan Geser Satu Arah

  Menurut Ilham (2010) adalah untuk menentukan tinjauan geser 1 (satu) arah adalah sebagai berikut : a) Tinjauan Geser Arah x

  Gambar 2.7

  Tinjauan geser arah x (Sumber : Ilham, 2010) Tebal effektif pilecap (t’) t’ = t - d'

  Jarak bid. kritis terhadap sisi luar (c x ) c x = ( L x - B x - t' ) / 2 Berat beton (W

  ] . √ f

  Kuat geser pilecap (V c ) V c = v c / F

  (52)

  ' . b . t'

  c

  = 1/3 . √f

  c 3

  v c 2 = [ αs . d / b+2] . √f c ' . b . t'/12 (51) v

  c ' . b . t' /6 (50)

  Lebar bidang geser untuk tinjauan arah y (b) b = L y Rasio sisi panjang thd. sisi pendek kolom (b c ) b c = B x / B y Kuat geser pilecap arah x, diambil nilai terkecil dari v c dari pers.sbb. : v c 1 = [1+2 / b c

  1 )

  1 - W 2 (49)

  Gaya geser arah x (V ux ) V ux = 2 . p umax - W

  2 = c x . L y . z . w s (48)

  W

  2 )

  Berat tanah (W

  1 = c x . L y . t . w c (47)

  W

  Dengan ketentuan V c > V ux Dimana : t = Tebal pilecap (m)

  3

  w c = Berat volume beton (kN/m ) z = Tebal lapisan tanah diatas pilecap (m)

  3

  w s = Berat volume tanah (kN/m ) d’ = Jarak pusat tulangan terhadap sisi luar beton (m) b) Tinjauan Geser Arah y

Gambar 2.8 Tinjauan geser arah y

  (Sumber : Ilham, 2010) Tebal effektif pilecap (t’) t’ = t - d'

  

y

  Jarak bid. kritis terhadap sisi luar (c ) c y = ( L y - B y - t' ) / 2 Berat beton (W

  1 )

  W

  1 = c y . L x . t . w c (53)

  Berat tanah (W

  2 ) 2 y x s (54)

  W = c . L . z . w Gaya geser arah y (V uy ) V uy = 2 . pumax - W1 - W2 (55)

  Lebar bidang geser untuk tinjauan arah x (b) b = Lx Rasio sisi panjang thd. sisi pendek kolom (b c ) b c = Bx / By Kuat geser pilecap arah x, diambil nilai terkecil dari v c dari pers.sbb. : v c 1 =

  [1+2 / bc] . √ f

  c ' . b . t' /6 (56)

  v c 2 = [ αs . d / b+2] . √f

  c ' . b . t'/12 (57)

  v c 3 = 1/3 . √f c ' . b . t'

  (58)

  Kuat geser pilecap (V c ) V c = v c / F

  Dengan ketentuan V c > V uy 8) Tinjauan Geser Dua Arah

  Menentukan tinjauan geser dua arah (Pons) menurut Ilham (2010) adalah :

Gambar 2.9 Tinjauan geser dua arah

  (Sumber : Ilham, 2010) Tebal effektif pilecap (d’) d’ = t – d

  Lebar bidang geser pons arah x x ) (B’

  x = B x + t'

  B’ Lebar bidang geser pons arah y (B’ y )

  y = B y + t'

  B’ Luas bidang geser pons (A p )

  A p = 2 .( B' x + B' y ) . t' Lebar bidang geser pons (b p ) b p = 2 . ( B' x + B' y ) Rasio sisi panjang thd. sisi pendek kolom (b c ) b c = B x / B y Tegangan geser pons, diambil nilai terkecil dari f p yang diperoleh dari pers.sbb. : f p 1 = [ 1 + 2 / b c c ' / 6 (59)

  ] . √ f f p 2 = [ αs . t / bp + 2 ] . √ f c ' / 12 (60) f p 3 c '

  (61)

  = 1 / 3 . √ f Kuat geser pilecap (V np )

  np p p (62)

  V = A . f / F Dengan ketentuan V np > P Dimana :

  P uk = Gaya geser akibat beban terfaktor pada kolom (kN) B x = Lebar kolom arah x (m)

  y

  B = Lebar kolom arah y (m)

  9) Pembesian Pilecap Pembesian pada pilecap menurut Ilham (2010) adalah dapat ditentukan pada tulangan lentur arah x dan y serta tulangan susutnya sebagai berikut : a) Tulangan Lentur Arah x

Gambar 2.10 Tulangan lentur arah x

  (Sumber : Ilham, 2010) Jarak tepi kolom terhadap sisi luar pilecap (c y ) c y = ( L x - B x ) / 2

  y

  Jarak tiang thd. sisi kolom (e ) e y = c x - a Momen yang terjadi pada pilecap (M ux )

  M ux = 2. p umax . e x - W

  

1 . c x /2 - W

2 .c x /2 (63)

  Lebar pilecap yang ditinjau (b)

  y

  b = L Tebal effektif plat (t’) t’ = t - d'

  b 1 . 0,85 .f c / f y . 600 / (600 + f y ) (64)

  ρ = β R max b . f y . [1- b . f y / (0,85. f c )] (65)

  = 0,75. ρ 0,5. 0,75. ρ M n = M ux / F

  6

  2 R n = M n . 10 / ( b .t' ) (66)

  Dengan ketentuan R n < R max Rasio tulangan yang diperlukan (ρ)

  c / f y . [1- n / (0,85.f c )}] (67)

  ρ = 0,85.f √{1–2.R Rasio tulangan minimum (ρ min ) Merupakan rasio tulangan minimal yang digunakan adalah 0,0025 Luas tulangan yang diperlukan (A s )

  A s

  (68)

  = ρ . b . t' Jarak tulangan yang diperlukan (s)

  2

  s = π / 4 .D . b / A s

  (69)

  Jarak tulangan maksimum (s max ) Merupakan jarak tulangan terjauh yang disyaratkan adalah sebesar 200 mm

  Jumlah tulangan terpakai tul ) (∑

  ∑ tul = A s / A tul Dimana : d’ = Jarak pusat tulangan terhadap sisi luar beton (cm)

  Diambil 10 cm

  2 E s = Modulus elastis baja (kN/m )

  3

  2 Diambil 200.000 . 10 kN/m 1 = Faktor distribusi tegangan beton

  β Diambil 0,85

  b) Tulangan Lentur Arah y

Gambar 2.11 Tulangan lentur arah y

  (Sumber : Ilham, 2010) Jarak tepi kolom terhadap sisi luar pilecap (c y ) c y = ( L x - B x ) / 2 Jarak tiang thd. sisi kolom (e y ) e y = c x - a Momen yang terjadi pada pilecap (M ux )

  M ux = 2. p umax . e x - W

  1 . c x /2 - W 2 .c x /2 (70)

  Lebar pilecap yang ditinjau (b) b = L y c) Tulangan Susut Luas tulangan susut arah x (A sx )

  A sx smin . b . t'

  (71)

  = ρ Luas tulangan susut arah y (A sy )

  A sy = ρ smin . b . t'

  (72) tul )

  Jumlah tulangan terpakai arah x dan arah y (∑ ∑ tul = A s / A tul

  Jarak tulangan susut arah x (s x )

  2

  s x . b / A sx (73) = π / 4 . Ø

  Jarak tulangan susut arah y (s y )

  2

  s y . b / A sy (74) = π / 4 . Ø

  Jarak tulangan susut maksimum arah x (s x max ) dan arah y (s y max ) Dipilih jarak maksimal tulangan adalah 200 mm

  Gambar 2.12

  Desain penulangan pilecap (Sumber : Ilham, 2010)

b. Perancangan Pondasi Telapak

  1) Menentukan kedalaman pondasi telapak (D f ) Mentukan kedalaman pondasi Menurut Sumiyanto (2007) dalam buku

  Rekayasa Pondasi II ada beberapa hal yang harus diperhatikan : (a) Pondasi harus diletatakan dibawah dasar dari pada lapisan tanah organik dan tanah jelek lainnya.

  (b) Dasar pondasi harus diletakan pada lapisan yang tidak terpengaruh oleh kembang susut tanah akibat cuaca.

  (c) Walaupun tanah pondasi kuat, dasar pondasi sebaiknya tidak terletak dipermukaan tanah, karena pertimbangan erosi dan penurunan.

  (d) Jarak dan beda elevasi anatara dasar pondasi yang satu dengan yang lainnya harus sedemikian besar sehingga tidak terdapat pengaruh tumPang-tindihnya tekanan. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menentukan kedalaman minimal pondasi telapak menurut Sumiyanto (2007) sebagai berikut : D f > s/2

  (75)

  Diamana : D f = Kedalaman telapak (m) s = Jarak antar pondasi (m)

  Gambar 2.13

  Perbedaan elevasi antara dua pondasi yang berdekatan (Sumber : Hardiyatmo, 2002)

  2) Kontrol Tegangan Tanah Kontrol tegangan tanah menurut Ilham (2010) adalah :

Gambar 2.14 Kontrol tegangan tanah

  (Sumber : Ilham, 2010) Luas dasar footplat (A)

  A = b x . b y Tahanan momen arah x (W x )

  W x = 1/6 . b y . b x

  2 Tahanan momen arah y (W y )

  W

  y

  = 1/6 . b

  x

  . b

  y

  2 Tinggi tanah di atas footplat (z)

  z = D f – h Tekanan akibat berat footplat dan tanah (q) q = h . γ c + z . γ

  (76)

  Eksentrisitas arah x (e x ) e x = M x / P Dengan ketentuan e x > b x / 6 Eksentrisitas arah y (e x ) e x = M y / P Dengan ketentuan e y > b y / 6 Tegangan maksimum yang terjadi pada dasar pondasi (q max ) q max = P/A + M x /W x + M y /W y + q (77) Dengan ketentuan q max < Q a Tegangan minimum yang terjadi pada dasar pondasi (q min ) q min = P/A - M x /W x - M y /W y

  (78)

  • – q

  Dengan ketentuan q min > 0 3) Gaya Geser Pada Footplat

  Menghitung gaya geser pada footplat menurut Ilham (2010) untuk gaya geser 1 (satu) arah maupun 2 (dua) arah adalah sebagai berikut : a) Tinjauan Geser Arah x

  Tebal effektif footplat (d) d = h- d' Jarak bid. kritis terhadap sisi luar footplat (a x ) a x = (b x - B x - d) / 2 Teg. tanah pada bid.g kritis geser arah x (q x ) q x = q min + (b x -a x ) / b x . (q max -q min ) (79) Gaya geser arah x (V ux )

  V ux = [q x + (q max -q x ) / 2 -q ] .a x .b y (80) Lebar bidang geser untuk tinjauan arah x (b) b = b y Rasio sisi panjang thd. sisi pendek kolom (b c ) b c = B x / B y Kuat geser arah x, diambil nilai terkecil v c yang diperoleh dari pers.sbb. :

  3

  v c 1 = [1 + 2/b c c ' . b . d / 6 10 (81) ] . √ f

  3

  v c 2 = [ αs . d / b + 2] . √ f c ' . b . d /12 . 10 (82)

  3

  v c 3 c ' . b . d . 10 (83) = 1/3 . √ f

  Kuat geser footplat (V c ) V c = v c / F

  Dengan ketentuan V c > V ux

  Gambar 2.15

  Tinjauan geser arah x (Sumber : Ilham, 2010) b) Tinjauan Geser Arah y Tebal effektif footplat (d) d = h- d' Jarak bid. kritis terhadap sisi luar footplat (a y ) a y = (b y – B y - d) / 2 Teg. tanah pada bid.g kritis geser arah y (q y ) q y = q min + (b y -a y ) / b y . (q max -q min ) (84) Gaya geser arah y (V uy )

  V uy = [q x + (q max -q x ) / 2 -q ] .a x .b y (85) Lebar bidang geser untuk tinjauan arah x (b) b = b x Rasio sisi panjang thd. sisi pendek kolom (b c ) b c = B x / B y Kuat geser arah y, diambil nilai terkecil v c yang diperoleh dari pers.sbb. : v c 1 = [1 + 2/b c ] . √ f c ' . b . d / 6 10

  3 (86)

  v c 2 = [ αs . d / b + 2] . √ f

  c ' . b . d /12 . 10

  3 (87)

  v c 3 = 1/3 . √ f c ' . b . d . 10

  3 (88)

  Kuat geser footplat (V

  c

  ) V c = v c / F

  Dengan ketentuan V c > V uy Dimana : d’ = Jarak pusat tulangan terhadap sisi luar beton (m)

  Gambar 2.16

  Tinjauan geser arah y (Sumber : Ilham, 2010)

  c) Tinjauan Geser Dua Arah (PONS) Lebar bidang geser pons arah x (c x ) c x = B x + 2 . d Lebar bidang geser pons arah y (c y ) c y = B y + 2 . d Gaya geser pons yang terjadi (V up )

  V up = |(b x . b y - c x . c y ). [(q max + q min )/ 2- q]| (89) Luas bidang geser pons (A p )

  A p = 2 . (c x + c y ) . d Lebar bidang geser pons (b p )

  A p = 2 . (c x + c y ) Rasio sisi panjang thd. sisi pendek kolom (b p ) b p = B x / B y Teg. geser pons, nilai terkecil dari f p yang diperoleh dari pers.sbb. : f p 1 = [1 + 2 / b c ] . √ f c ' / 6 (90) f p 2 = [αs . d / b

  p

  c ' / 12 (91)

  • 2] . √ f

  f p 3 = 1 / 3 . √ f c '

  (92)

  Kuat geser pons (V np ) V np = A p . f p /F

  (93)

  Dengan ketentuan sebagai berikut :

  a. V np > V up

  b. V np > P u

  Gambar 2.17

  Tinjauan geser dua arah (pons) (Sumber : Ilham, 2010)

  4) Pembesian Pondasi Telapak Menghitung penulangan pada footplat menurut Ilham (2010) adalah sebagai berikut untuk arah x dan arah y serta tulangan susut : a) Tulangan Lentur Arah x

  Jarak tepi kolom terhadap sisi luar footplat (a x ) a x = (b x - B x ) / 2 Tegangan tanah pada tepi kolom (q x ) q x = q min + (b x - a x ) / b x . (q max - q min ) (94)

  Momen yang terjadi pada plat fondasi akibat tegangan tanah (M x ) M x = 1/2. a x

  (ρ

  . b / s

  2

  = π / 4. D

  s

  A

  Jarak tulangan maksimum (s max ) Jarak maksimum untuk setiap tulangan adalah 200 mm Luas tulangan terpakai (A s )

  (101)

  . b / A s

  2

  Jarak tulangan yang diperlukan (s) s = π / 4. D

  (100)

  A s = ρ . b . d

  Diambil rasio tulangan minimum adalah 0,0025 Luas tulangan yang diperlukan (A s )

  min )

  Dengan ketentuan R n < R max Rasio tulangan minimum

  2

  Rasio tulangan yang diperlukan (ρ) ρ = 0,85. f c ’/ f y . [1- √{1– 2. R n / (0,85. f c ’)}] (99)

  (98)

  )

  2

  M n = M x / F R n = M n / (b . d

  (97)

  ’)]

  b . f y /(0,85.f c

  0,5. 0,75. ρ

  b .f y .[1-

  R max = 0,75.ρ

  1 . 0,85. f c ’/ f y . 600/ (600 + f y ) (96)

  ρ b = β

  . [q x + 2/3. (q max - q x )- q]. b y (95) Lebar plat fondasi yang ditinjau (b) b = b y Tebal effektif plat (d) d = h - d'

  (102) Jumlah tulangan terpakai (∑

  tul )

  ∑ tul = A s / A tul Dimana : h = Tebal plat fondasi (m) d’ = Jarak pusat tulangan thd. sisi luar beton (m) E s = Modulus elastis baja (kN/m

  2

  ) Diambil 200.000 . 10

  3

  kN/m

  2

  β

  1 = Faktor distribusi teg. Beton

  Diambil 0,85

Gambar 2.18 Tulangan lentur arah x

  (Sumber : Ilham, 2010)

  b) Tulangan Lentur Arah y Jarak tepi kolom terhadap sisi luar footplat (a y ) a y = (b y – B y ) / 2 Tegangan tanah pada tepi kolom (q y ) q y = q min + (b y – a y ) / b y . (q max - q min ) (103) Momen yang terjadi pada plat fondasi akibat tegangan tanah (M y )

  M y = 1/2. A y

  . b / A

  (ρ

  min )

  Diambil rasio tulangan minimum adalah 0,0025 Luas tulangan yang diperlukan (A s )

  A s = ρ . b . d

  (109)

  Jarak tulangan yang diperlukan (s) s = π / 4. D

  2

  s (110)

  (108)

  Jarak tulangan maksimum (s max ) Jarak maksimum untuk setiap tulangan adalah 200 mm Luas tulangan terpakai (A s )

  A s = π / 4. D

  2

  . b / s

  (111)

  Jumlah tulangan terpakai (∑

  tul

  Dengan ketentuan R n < R max Rasio tulangan minimum

  ’)}]

  2

  R max = 0,75.ρ b .f y .[1- 0,5. 0,75. ρ b . f y /(0,85.f c ’)] (106) M n = M y / F R n = M n / (b . d

  . [q y + 2/3. (q max - q y )- q]. B x (104) Lebar plat fondasi yang ditinjau (b) b = b y Tebal effektif plat (d) d = h - d'

  ρ

  b

  = β

  1 . 0,85. f c

  ’/ f

  y . 600/ (600 + f y ) (105)

  2

  n / (0,85. f c

  )

  (107)

  Rasio tulangan yang diperlukan (ρ) ρ = 0,85. f

  c

  ’/ f

  y . [1-

  √{1– 2. R

  ) tul = A s / A tul

  ∑ Dimana : h = Tebal plat fondasi (m) d’ = Jarak pusat tulangan thd. sisi luar beton (m)

  2 E s = Modulus elastis baja (kN/m )

  3

  2 Diambil 200.000 . 10 kN/m

  β

  1 = Faktor distribusi tegangan beton

  Diambil 0,85

  Gambar 2.19

  Tulangan lentur arah y (Sumber : Ilham, 2010)

  c) Tulangan Susut Luas tulangan susut arah x (A sx )

  A sx smin . d . b x

  (112)

  = ρ Luas tulangan susut arah y(A sx )

  A sx smin . d . b y

  (113)

  = ρ

  tul )

  Jumlah tulangan terpakai arah x (∑ ∑ tul = A s / A tul tul )

  Jumlah tulangan terpakai arah y (∑ ∑ tul = A s / A tul

  Jarak tulangan susut arah x (sx)

  2

  sx . b y / A sx (114) = π / 4 . Ø

  Jarak tulangan susut maksimum arah x (s x max ) Jarak tulangan maksimum adalah 200 mm Jarak tulangan susut arah y (s y )

  2

  s y . b x / A sy (115) = π / 4 . Ø

  Jarak tulangan susut maksimum arah y (s y max ) Jarak tulangan maksimum adalah 200 mm Dimana :

  ρ smin = Rasio tulangan susut minimum Diambil 0,0014

  Gambar 2.20

  Desain penulangan pondasi telapak (Sumber : Ilham, 2010)

c. Perancangan Pondasi Sumuran

  Pondasi sumuran yang direncanakan pada pembangunan Gedung 5 (lima) lantai adalah pondasi sumuran dengan bahan beton siklop dengan mutu beton f c

  20 mPa. Pembuatan pondasi sumuran ini bertujuan untuk meningkatkan daya dukung tanah dengan cara mengganti tanah yang kurang kuat dengan beton siklop ini.

  Selain itu juga pondasi sumuran ini berfungsi sebagai penyalur beban dari pondasi telapak ke tanah dasar agar elevasi dasar pondasi telapak tidak terlalu dalam dan tidak membahayakan. 1) Kontrol terhadap daya dukung

  Menurut Puspitasari (2007) dalam analisa pondasi sumuran perlu dilakukan kontrol terhadap guling, geser, eksentrisitas. Berikut beberapa perhitungan yang dilakukan terhadap kontrol pondasi sumuran.