BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis - Tita Meti Masitoh BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori Medis

  1. Definisi Ikterus adalah suatu keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih.ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dl2 (IDAI, 2010, h.147).

  Ikterus patologi adalah suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin didalam jaringan ekstravaskular, sehingga konjungtiva, kulit, dan mukosa akan berwarna kuning.Keadaan tersebut juga berpotensi besar terjadi ikterus, yaitu kerusakan otak akibat perlekatan bilirubin indirek pada otak (Hidayat, 2011, h. 3).

  Ikterus patologi adalah Ikterus yang biasanya tampak dalam 24 jam setelah lahir, dan ditandai dengan peningkatan cepat bilirubin serum. (fraser dan cooper, 2009, h. 844).

  Ikterus patologi adalah suatu kondisi yang terlihat dalam 24 jam, ketika kadar bilirubin meningkat sebanyak 5 mg/dL dalam 24 jam, ketika bilirubin > 15 mg/dL, ketika peningkatan kadarnya berlangsung lebih dari 1 minggu pada bayi cukup bulan dan lebih dari 2 minggu pada bayi prematur, atau ketika bayi menjadi letargis dan kemampuan menyusu buruk (Sinclair dkk, 2010, h. 360).

  Ikterus patologi jika ditemukan adanya kuning pada hari kedua setelah lahir, atau ditemukan pada hari ke 14 atau juga ditemukan pada bayi kurang bulan, feses berwarna pucat serta daerah lutut dan siku juga tampak sekali berwarna kekuningan (Hidayat, 2009, h. 75).

  10 Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ikterus patologis adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar bilirubinnya meningkat,ditemukan dengan adanya tanda secara fisik, kuning pada konjungtiva, kulit dan mukosa disetai feses berwarna kuning dan pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan kadar bilirubin yang sangat cepat sehingga berakibat terjadi kerusakan pada otak.

  2. Etiologi

  a. Ikterus Ada beberapa penyebab ikterus diantaranya sebagai berikut:

  1) Turunnya intake kalori 2) Terdapat inhibitor konjugasi bilirubin dalam ASI 3) Meningkatnya sirkulasi bilirubin melalui enterohepatik (Manuaba, 2007, hal. 349).

  b. Ikterus patologis Faktor-faktor yang menyebabkan ikterus patologis

  1) Meningkatnya produksi bilirubin dan sirkulasi entero-hepatik yang menyebabkan menurunnya bilirubin didalam hati.

  2) Asal etnik, mereka yang berasal dari korea, cina serta jepang dan indian Amerika memiliki kadar bilirubin yang lebih tinggi 3) Bayi dari ibu diabetes melitus (IDM) 4) Peningkatan destruksi sel darah merah (SDM)

  (a) Isoimunisasi inkompatibilitas ABO atau Rh (b) Defek metabolisme sel darah merah (SDM) : defek enzim sel darah merah (SDM) menganggu fungsi eritrosit dan memperpendek rentang hidup sel merah (SDM).

  (c) Hemoglobinopati : sekelompok penyakit yang mengenai eritrosit akibat adanya satu atau lebih molekul hemoglobin yang berbentuk abnormal (misal anemia sel sabit, talasemia) (haws, 2009, h. 202- 203).

  5) Pertama kali diberi susu >12 jam setelah bayi lahir, dan pemberian susu <8x dalam 24 jam. Sehingga bayi mengalami dehidrasi yang akan meningkatkan risiko ikterus karena fungsi hati bayi yang terganggu akibat hipoperfusi dan kurangnya volume ASI yang masuk ke usus dan merangsang defekasi

  6) Prematuritas : karena hati bayi masih imatur sehingga kurang mampu untuk membuang kelebihan bilirubin 7) Saudara kandung mengalami ikterus lebih cenderung mengalami peningkatan kadar bilirubin.

  8) Polisitemia, darah mengandung terlalu banyak sel darah merah seperti transfusi maternofetal 9) Sepsis, dapat menyebabkan peningkatan pemecahan hemoglobin 10) Obat-obatan (vitamin K, novobioson, sulfa) : obat bersaing dengan bilirubin memperebutkan tempat mengikat albumin.

  11) Induksi oksitosin : obat ini akan diangkut ke hati dengan cara berikatan dengan albumin, artinya hanya sedikit molekul albumin untuk berikatan dengan bilirubin dan akibatnya hanya sedikit bilirubin yang diproses.

  12) Berat badan lahir rendah, pada bayi BBLR lebih sering mendapat ikterus dibandingkan dengan bayi yang berat badannya sesuai dengan masa kehamilannya. Hal ini mungkin disebabkan gangguan pertumbuhan hati, hati pada bayi dismatur beratnya kurang dibandingkan dengan bayi biasa.

  13) Jenis kelamin laki-laki, kadar bilirubin indirek lebih tinggi pada bayi laki-laki, 14) Pengeluaran tinja terlambat, pada bayi mekonium kaya akan bilirubin, sehingga jika tidak dikeluarkan resirkulasi enterohepatik akan terus berlangsung, (Sinclair, 2010, h. 359 - 360). 15) Hipotermi, asidosis, atau hipoksia dapat mengganggu kemampuan mengikat-albumin 16) Dehidrasi, kelaparan, hidoksia, dan sepsi (oksigen dan glukosa diperlukan untuk konjugasi). (Cooper, 2009, h. 844).

  3. Faktor predisposisi Faktor predisposisi dari ikterus patologis antara lain adalah :

  a. Ikterus prahepatik Ikterus yang terjadi akibat produksi bilirubin yang meningkat, yang terjadi pada hemolisis sel darah merah (ikterus hemolitik). Kapasitas sel hati untuk mengadakan konjugasi terbatas apalagi bila disertai oleh adanya disfungsi sel hati. Akibatnya bilirubin indirek akan meningkat dan akan segera diekskresikan ke dalam saluran pencernaan, sehingga akan didapatkan peninggian kadar urobilinogen di dalam tinja.

  Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh: 1) Kelainan pada sel darah merah 2) Infeksi seperti malaria, sepsis dan lain-lain 3) Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti obat-obatan, maupun yang berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi tranfusi dan eritroblastosis fetalis (FKUI, 2007, h. 521). b. Ikterus pascahepatik (Obstruktif) Ikterus yang diakibatkan karena bendungan dalam saluran empedu yang akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang larut dalam air. Sebagai akibat bendungan, bilirubin ini akan mengalami regurgitasi kembali ke dalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah. Selanjutnya akan masuk ke ginjal dan diekresikan oleh ginjal sehingga kita akan menemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan, maka pengeluaran bilirubin ke dalam saluran pencernaan akan berkurang, sehingga akibatnya tinja akan berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin. Urobilinogen dalam tinja dan dalam air kemih akan menurun. Akibat penimbunan bilirubin direk, maka kulit dan sklera akan berwarna kuning kehijauan. Kulit akan terasa gatal. Penyumbatan empedu (kolestasis) dibagi dua, yaitu intrahepatik bila penyumbatan terjadi antara sel hati dan duktus koledokus dan ekstrahepatik bila sumbatan terjadi di dalam duktus koledukus (FKUI, 2007, h. 521).

  c. Ikterus hepatoseluler (hepatik) Ikterus terjadi karena kerusakan sel hati yang akan menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu, sehingga bilirubin direk akan meningkat.

  Kerusakan sel hati juga akan menyebabkan bendungan didalam hati sehingga bilirubin dalam darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian akan menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Bilirubin direk ini larut didalam air sehingga mudah diekskresikan oleh ginjal ke dalam air kemih. Adanya sumbatan intrahepatik akan menyebabkan penurunan ekskresi bilirubin dalam saluran pencernaan yang kemudian akan menyebabkan tinja berwarna pucat, karena sterkonilinogen menurun.

  Kerusakan hati terjadi pada keadaan: 1) Hepatitis oleh virus, bakteri, parasit 2) Sirosis Hepatitis 3) Tumor 4) Bahan kimia seperti fosfor, arsen

  Faktor predisposisi lain dari ikterus

  a. Faktor ibu 1) Hipertensi

  Preeklamsi dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Sehingga menimbulkan dampak pada janin yaitu

  fetal distress, intrauterine growth restriction (IUGR) dan

  oligohidramnion, solusio plasenta, perdarahan intraventrikular, dan sepsis. Dampak tersebut dapat memicu terjadinya ikterus pada bayi (Saifuddin, 2008, h. 541-558). 2) Diabetes maternal

  Kadar glukosa yang meningkat pada ibu hamil sering menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap janin. Bayi baru lahir dari ibu dengan Diabetes Melitus (DM) biasanya lebih besar, dan bisa juga terjadi pembesaran dari organ-organnya (hepar, kelenjar adrenal, dan jantung). Ibu hamil dengan penyakit Diabetes Melitus (DM) yang tidak terkontrol dengan baik dapat meningkatkan resiko terjadinya keguguran atau bayi lahir mati. Jika sudah terdiagnosa sebelum hamil namun tidak terkontrol dengan baik dapat beresiko terjadinya kelainan kongenital. Salah satu komplikasi dari diabetes melitus pada kehamilan yaitu dapat memicu terjadinya ikterus patologis. (Saifuddin, 2008, h. 851-852).

  b. Faktor bayi 1) Prematuritas

  Prematuritas merupakan faktor pemicu ikterus karena fungsi hati yang belum matang (Saifuddin, 2008, h. 376-377).

  2) Sefalhematom Perdarahan subperiosteal akibat kerusakan jaringan periosteum karena tarikan atau tekanan jalan lahir, dan tidak pernah melampaui batas sutura garis tengah. Kelainan ini akan menghilang dalam waktu (1-3 bulan). Pada gangguan yang luas dapat menimbulkan anemia dan hiperbilirubinemia. Perlu pemantauan hemoglobin, hemotokrit, dan bilirubin (Saifuddin, 2008, h. 400).

  Jenis kelamin Jenis kelamin laki-laki merupakan faktor predisposisi dari hiperbilirubinemia indirek (Sinclair, 2010, h. 360).

  4. Patofisiologi Bilirubin merupakan salah satu hasil pemecahan hemoglobin yang disebabkan oleh kerusakan sel darah merah (SDM). Ketika sel darah merah

  (SDM) dihancurkan, hasil pemecahannya terlepas ke sirkulasi, tempat hemoglobin terpecah menjadi dua fase fraksi: heme dan globin. Bagian globin (protein) digunakan lagi oleh tubuh, dan bagian heme diubah menjadi bilirubin tidak terkonjugasi, suatu zat tidak larut yang terikat pada albumin. Rata-rata, bayi baru lahir memproduksi dua kali lebih banyak bilirubin dibandingkan orang dewasa karena lebih tingginya kadar eritrosit yang beredar dan lebih pendeknya lama hidup sel darah merah (SDM) (hanya 70 sampai 90 hari, dibandingkan 120 hari pada anak yang lebih tua dan orang dewasa) (wong, 2008, h. 322).

  Dihati bilirubin dilepas dari moleku albumin dan, dengan adanya enzim glukuronil transferase, dikonjugasikan dengan asam glukoronat menghasilkan larutan dengan kelarutan tinggi,

  bilirubin glukuronat

terkonjugasi,yang kemudian di ekskresi dalam empedu. Di usus, kerja bakteri

  mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi urobilinogen, pigmen yang memberi warna khas pada tinja, sebagian besar bilirubin terreduksi diekskresikan ke feses; sebagian kecil dieliminasi ke urine (Wong, 2008, h. 322).

  Akan tetapi, usus bayi yang steril dan kuramg motil pada awalnya kurang efektif dalam mengekresikan urobilinogen. Pada usus bayi baru lahir , enzim

  β-glucuronidase mampu mengonversi bilirubin terkonjugasi, yang

  kemudian diserap oleh mukosa usus dan ditranfor ke hati. Proses ini dikenal sebagai sirkulasi atau pirau enterohepatik (Wong, 2008, h. 322).

  Bagan. 2.1 patofisiologi Bilirubin sampai terjadi Ikterus

  Diagram Metabolisme Bilirubin

  5. Tanda dan gejala Ikterus patologi memiliki tanda dan gejala sebagai berikut: 1) Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam 2) Setiap peningkatan kadar bilirubin serum memerlukan fototerapi.

  3) Peningkatan kadar bilirubin total serum>0,5 mg/dl/jam (IDAI, 2010, h.

  148) 4) Ikterus yang disertai berat lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah (Surasmi, 2003,

  h. 57)

  5) Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil. 6) Persistensi ikterus klinis selama 7-10 hari pada bayi aterm atau 2 minggu pada bayi prematur (Cooper, 2009, h. 844).

  Penilaian Menilai kira-kira kadar bilirubin

  Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sulit apalagi dalam cahaya buatan. Paling baik pengamatan ikterus dilakukan dalam cahaya matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk menghilangkan warna pengaruh sirkulasi darah.

  Ada beberapa cara untuk menentukan derajat ikterus yang merupakan resiko terjadinya kern-icterus, misalnya kadar bilirubin bebas; kadar bilirubin 1 dan 2, atau secara klinis (Kramer) dilakukan di bawah sinar biasa (day-light).

  Sebaiknya penilaian ikterus dilakukan secara laboratoris, apabila fasilitas memungkinkan dapat dilakukan secara klinis (Prawirohardjo, 2008, h.

  382) Tabel. 2.1 Rumus Kramer

Daerah / Kramer Luas Ikterus Kadar bilirubin (mg%)

  5

  1 Kepala dan leher

  9 Sumber : Prawirohardjo, 2008, h. 382. Gambar. 2.1 Pembagian derajat ikterus menurut Kramer (Sumber: Asrining

  3 Daerah 1,2 (+) badan bagian bawah dan tungkai

  11

  4 Daerah 1,2,3 (+) lengan dan kaki dibawah lutut

  12

  5 Daerah 1,2,3,4 (+) tangan dan kaki

  16

  2 Daerah 1 (+) badan bagian atas

  Surasmi,

Perawatan bayi Risiko Tinggi, EGC, 2003, hlm.60)

  Gejala klinis pada permulaanya tidak jelas tetapi dapat disebutkan diantaranya seperti : a. Mata berputar

  b. Letargis

  c. Kejang

  d. Tak mau menghisap

  e. Leher kaku (FKUI,2007; h.1102)

  f. Tangisan lemah dan melengking

  g. Leher dan punggung melengkung

  h. Hipertonia/ hitonia (Tonus otot jelas meningkat atau menurun). (Davies, Mc Donald; 2011, h.315)

  6. Pemeriksaan Penunjang Untuk menetapkan atau memperjelas diagnosa ikterus pada bayi baru lahir tidak mudah dan memerlukan beberapa pemeriksaan laboratorium yang membutuhkan tenaga ahli dan biyaya yang tidak sedikit. Beberapa pemeriksaan yang perlu dilakukan, baik pada bayi maupun pada ibu.

  Bayi

  a. Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada saat lahir.

  b. Bila ibu memiliki golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah tali pusat pada setiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan.

  c. Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam pertama kelahiran. (Depkes RI, 2005, h. 5-16) d. Uji Coombs direk untuk mendeteksi adanya antibodi maternal pada sel darah merah (SDM) janin e. Uji Cooms indirek untuk mendeteksi adanya antibodi maternal dalam serum f. Menghitung retikulosit-meningkat akibat hemolisis saat sel darah merah

  (SDM) baru diproduksi

  g. Golongan darah ABO dan tipe rhesus negative (Rh) terhadap kemungkinan inkompatibilitas h. Taksiran hemoglobin/ hematokrit untuk mengkaji anemia i. Menghitung sel darah putih untuk mendeteksi infeksi j. Sampel serum untuk imunoglobulin spesifik guna melihat adanya infeksi

  TORCH k. Assay glukosa-6 fosfat dehidrogenase (G6PD) l. Zat dalam urine, misalnya galaktosa (Cooper, 2009, h. 851-852)

  Untuk menilai Ikterus agar kadar bilirubin transkutan dapat di ketahui dapat dilakukan penilaian menggunakan alat spektometri reflektans dan bekerja tanpa dipengaruhi oleh beragam jenis pigmentasi kulit bayi.

  Spektrometri reflektans memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan pemeriksaan serum, yaitu: a. Tidak terlalu invasif

  b. Mengurangi jumlah pengambilan sampel darah

  c. Tidak menimbulkannyeri fisik pada bayi

  d. Lebih tidak mencemaskan bagi orang tua

  e. Bayi tidak terpajan resiko insisi tumit berulang, yang mencakup atrofi jaringan, pembentukan kista dan osteomielitis f. Akurat dalam menentukan kadar bilirubin serum bayi cukup bulan atau bayi hampir cukup bulan. (Davies, Mc Donald, 2011, h. 316)

  Pengkajian fisik dapat meliputi pengamatan sebagai berikut:

  a. Ketidakstabilan suhu

  b. Letargis atau tidak mau menyusu, dehidrasi, kelaparan, hipotermia, asidosis, atau hipoksia c. Brakikardia atau takikardia, dan adanya apnea

  d. Pengeluaran urine dan feses serta adanya muntah

  e. Tanda-tanda sistem saraf pusat yang memerlukan pemeriksaan neurodevelopmental lengkap. (Cooper, 2009, h. 855)

  7. Penatalaksanaan medis Pengkajian fisik, pengkajian ini meliputi pengamatan terhadap :

  a. Luasnya perubahan kulit dan warna sklera

  b. Progesi ikterus di sefalo-kaudal c. Tanda-tanda klinis lain, seperti letargi dan penurunan keinginan untuk menyusu (makan) d. Urine gelap atau feses pucat

  e. Adanya dehidrasi, kelaparan, hipotermia, asidosis, atau hipoksia f. Muntah, iritabilitas atau menangis dengan nada tinggi (Cooper, 2009, h.

  851).

  Penanganan ikterus patologi yang dapat dilakukan oleh bidan atas Advice dokter Specialis anak adalah sebagai berikut:

  Strategi fototerapi yang dilakukan untuk mengatasi ikterus patologi:

  a. Fototerapi Merupakan tindakan dengan memberikan terapi melalui sinar yang menggunakan lampu, dan lampu yang digunakan sebaikanya tidak lebih dari 500 jam untuk menghindari turunnya energi yang dihasilkan oleh lampu. (Hidayat, 2005; h. 95). Tujuan dari pemberian fototerapi adalah untuk mencegah konsentrasi bilirubin tak-terkonjugasi dalam darah sehingga mencapai kadar yang menyebabkan terjadinya neurotoksisitas.

  (Cooper, 2009; h. 852). Penggunaan fototerapi sesuai anjuran dokter biasanya diberikan pada neonatus dengan kadar bilirubin indirek lebih dari 10%, sebelum transfusi tukar atau setelah transfusi tukar.(Surasmi dkk, 2003, h. 63).

  Fototerapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar

  

blue-green spectrum (panjang gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan

  paling kurang 30 uW/cm² (diperiksa dengan radiometer, atau diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung di bawah sumber sinar dan kulit bayi yang terpajan lebih luas) (IDAI, 2010, h. 164).

  Indikasi untuk fototerapi, pemberian fototerapi didasarkan pada kadar bilirubin serum dan kondisi individu setiap bayi, terutama jika ikterus terjadi dalam 12-24 jam pertama : 1) Untuk bayi prematur <1500 gram

  • – antara 85 dan 140 µmol / L (5 dan 8 mg/dl)

  2) Untuk bayi prematur >1500 gram, bayi sakit dan bayi dengan hemolisis antara 140 dan 165

  µmol / L (8 dan 10 mg/dl)

  3) Untuk bayi aterm sehat yang ikterus setelah 48 jam antara 280 dan 365

  µmol / L (17 dan 22 mg/dl)

  Faktor individu tersebut, kadar bilirubin serum di bawah 215

  µmol /

  L (13 mg/dl), biasanya diterima sebagai tanda perlunya menghentikan fototerapi. Meskipun kadar bilirubin dapat meningkat setelah fototerapi, bayi sehat tidak memerlukan uji lebih lanjut hanya untuk mengidentifikasi efek balik ini (Cooper, 2009, h. 852).

  Teknik melakukan Fototerapi adalah sebagai berikut : 1) Pakaian bayi dibuka agar seluruh bagian tubuh bayi terkena sinar 2) Kedua mata dan gonad ditutup dengan penutup yang memantulkan cahaya 3) Jarak bayi dengan lampu kurang lebih 40 cm 4) Posisi bayi sebaiknya diubah setiap 6 jam sekali 5) Lakukan pengukuran suhu tubuh setiap 4-6 jam sekali 6) Berikan atau sediakan lampu masing masing-masing 20 watt sebanyak 8-10 buah yang disusun secara pararel 7) Berikan air susu ibu yang cukup. Pada saat memberikan ASI, bayi dikeluarkan dari tempat terapi dan dipangku (posisi menyusui), penutup mata dibuka, serta diobservasi ada tidaknya iritasi. (Hidayat, 2005; h.95).

  Kelainan yang mungkin timbul pada terapi sinar antara lain : 1)

  Peningkatan „ insensible water loss‟ pada bayi 2) Frekuensi defekasi yang meningkat 3)

Timbulnya kelainan kulit yang sering disebut „ flea bite rash „ di daerah muka, badan dan ekstremitas

  4) Gangguan retina 5) Gangguan pertumbuhan 6) Kenaikan suhu 7) Beberapa kelainan lain seperti gangguan minum, letargi, iritabilitas kadang-kadang ditemukan pada penderita (FKUI, 2007, h. 1114).

  b. Transfusi tukar Merupakan cara yang dilakukan dengan tujuan mencegah peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Pemberian transfusi tukar dilakukan apabila kadar bilirubin indirek 20 mg%, kenaikan kadar bilirubin yang cepat yaitu 0,3-1 mg/jam, anemia berat dengan gejala gagal jantung dan kadar hemoglobin tali pusat 14 mg, dan uji Coombs direk positif. (Hidayat, 2005, h. 95). Transfusi tukar akan dilakukan akan dilakukan oleh dokter pada neonatus dengan kadar bilirubin indirek sama dengan atau lebih tinggi dari 20 mg% atau secara lebih awal sebelum bilirubin mencapai kadar 20mg%. Pada neonatus dengan kadar bilirubin tali pusat lebih dari 4 mg% dan kadar hemoglobin tali pusat kurang dari 10 mg%, peningkatan kadar bilirubin 1 mg% tiap jam. Darah yang digunakan sebagai darah pengganti (darah donor) ditetapkan berdasarkan penyebab hiperbilirubinemia.

  Sebelum transfusi tukar, label darah harus diperiksa apakah sudah sesuai dengan permintaan dan tujuan transfusi tukar. Darah yang digunakan usianya harus kurang dari 72 jam. Darah yang akan dimasukan harus dihangatkan dulu, dua jam sebelum transfusi tukar bayi dipuasakan, bila perlu dipasang pipa nasogastrik, lalu bayi dibawa ke ruang aseptik untuk menjalani prosedur transfusi tukar.

  Prosedur transfusi tukar 1) Bayi ditidurkan rata di atas meja dengan fiksasi longgar.

  2) Pasang monitor jantung, alarm jantung diatur di luar batas 100-180 kali/ menit.

  3) Masukan kateter ke dalam vena umbilikalis 4) Melalui kateter, darah bayi diisap sebanyak 20 cc lalu dikeluarkan.

  Kemudian darah pengganti sebanyak 20 cc dimasukkan ke dalam tubuh bayi. Setelah menunggu 20 detik, lalu darah bayi diambil lagi sebanyak 20 cc dan dikeluarkan. Kemudian dimasukan darah pengganti dengan jumlah yang sama, demikian siklus penggantian tersebut diulangi sampai selesai. 5) Kecepatan menghisap dan memasukkan darah ke dalam tubuh bayi yang diperkirakan 1,8 cc/kg BB. Jumlah darah yang ditransfusi tukar berkisar 140- 180 cc/kg BB bergantung pada tinggi- rendahnya kadar bilirubin sebelum transfusi tukar (Surasmi dkk, 2003, h. 66)

  Pada bayi yang lebih kecil, sakit atau sangat prematur, bayi dengan hemolisis atau terjadi atau terjadi ikterus dalam 12-24 jam pertama, transfusi tukar dapat dipertimbangkan pada kadar bilirubin serum dengan rentang yang lebih rendah :

  1) 255

  µmol / L (15 mg/dl) untuk bayi prematur <1500 gram

  2) 300-400

  µmol / L (17-23 mg/dl) untuk bayi sakit dan prematur >1500

  gram, dan bayi dengan hemolisis 3) 400-500

  

µmol / L (23-29 mg/dl) untuk bayi sehat aterm

  Efek samping transfusi tukar. Komplikasi dapat terjadi akibat prosedur dan produk darah. Bayi dengan masalah medis lain dengan cenderung mengalami komplikasi berat, seperti hipoklasemia, trombositopenia, dan angka kematian menjadi lebih tinggi. Enterokolitis nekrotikans (NEC) juga meningkat dengan transfusi tukar menyimpulkan bahwa, pada bayi sakit, transfusi tukar harus ditunda hingga resiko kernikterus sebesar resiko prosedur (Cooper, 2009, h. 853).

  c. Terapi obat Ada beberapa obat yang mungkin digunakan dan beberapa lebih lazim digunakan dalam terapi Ikterus patologi.

  1) Obat yang menghambat degradasi heme sehingga mengurangi kadar bilirubin antara lain metaloporfirin, D-penisilamin, dan inhibitor peptida 2) Obat yang meningkatkan konjugasi bilirubin antara lain fenobarbital, klofibrat dan ramuan herbal cina 3) Peningkatan asupan oral bayi 4) Pemberian arang atau agar per oral menurunkan resirkulasi entero- hepatik bilirubin 5) Infus albumi memperbanyak lokasi pengikatan, mengurangi risiko bilirubin bebas melintasi sawar darah-otak dan dapat digunakan bila orang tua dapat menolak transfusi darah atau ketika tidak ada produk darah yang cocok .

  Efek samping terapi ikterus patologis bagi bayi terhadap ibu mencakup : 1) Rasa cemas; ibu dapat berpikir bahwa tindakan mereka menyebabkan terjadinya ikterus 2) Rasa cemas akibat pengambilan sampel darah bayi dan nyeri serta reaksi yang diperlihatkan bayi 3) Ketakutan bila kadar bilirubin terus meningkat, bahkan dengan terapi, akan efek jangka panjang yang mungkin timbul 4) Rasa cemas akan dampak pada sang bayi yang diinkubator, disinari cahaya dan menggunakan pelindung mata, serta kemungkinan bahwa pelindung akan bergeser dan mencekik bayi. 5) Ketakutan terhadap kesehatan bayi, bahkan sesudah terapi lam dihentikan 6) Stres karena berada didalam fasilitas medis 7) Kecenderungan mereka untuk memilih merawat bayi di rumah sehingga bayi dapat berkumpul dirumah bersama keluarga, mencegah timbulnya masalah seputar biaya transportasi ke unit dan perawatan anak, dll. (Davies dan Mc Donald, 2011, h. 320)

  8. Asuhan Kebidanan pada bayi baru lahir dengan Ikterus Patologi

  a. Perencanan Penatalaksanaan Asuhan Kebidanan ikterus patologi yaitu : 1) Observasi ikterus 2) Lakukan pemeriksaan dengan bilirubin meter transkutan 3) Pantau hasil pemeriksaan laboratorium

  4) Berikan minum, dengan frekuensi sering, pantau asupan, bila perlu tingkatkan 25% dari kebutuhan normal, pantau pengluaran dan turgor kulit. 5) Pantau suhu tubuh bayi dan suhu inkubator 6) Pantau area bokong dan feses 7) Upayakan kulit selalu bersih dan kering, catat warna dan kondisi kulit tiap 8 jam dan pada saat perawatan 8) Ubah posisi tiap 2 jam 9) Berikan orang tua kesempatan untuk berinteraksi 10) Siapkan bayi untuk transfusi tukar 11) Bantu pemasukan kateter 12) Bantu pengumpulan contoh darah 13) Periksa kembali hasil pemeriksaan tipe darah 14) Hangatkan darah sesuai prosedur (Surasmi, 2003, h. 69)

  b. Pelaksanaan 1) Mengobservasi ikterus dengan Kramer yaitu :

  a) Kramer 1 : kepala sampai leher

  b) Kramer 2 : kepala, badan sampai dengan umbilicus

  c) Kramer 3 : kepala, badan, paha sampai dengan lutut

  d) Kramer4: kepala, badan, ekstremitas sampai dengan pergelangan tangan dan kaki e) Kramer 5 : kepala, badan, semua ekstremitas sampai dengan ujung jari

  2) Melakukan pemeriksaan dengan bilirubin meter transkutan, pemeriksaan ini dilakukan sebelum fototerapi karena dapat mengurangi akurasi instrumen ini.

  3) Memantau hasil pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui Rh dan kadar bilirubin (bayi aterm >12,5 mg/dL, bayi prematur >15 mg/dL).

  4) Memberikan minum, dengan frekuensi sering, pantau asupan, bila perlu tingkatkan 25% dari kebutuhan normal, pantau haluaran dan turgor kulit. 5) Melaksanakan fototerapi sesuai anjuran dokter, biasanya diberikan pada neonatus dengan kadar bilirubin indirek >10 mg% 6) Menidurkan bayi tanpa pakaian 20 cm di bawah lampu 7) Memasang penutup mata, untuk mencegah kerusakan retina. Setiap 4 jam matikan lampu lepaskan penutup mata untuk memantau kondisi mata dan memberi rangsangan visual pada neonatus. Memantau iritasi mata dilakukan tiap 6 jam dengan membuka penutup mata.

  8) Memantau suhu tubuh bayi dan suhu incubator. Suhu tubuh diukur 4- 6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu 9) Memantau area bokong dan feses 10) Mengupayakan kulit selalu bersih dan kering, catat warna dan kondisi kulit tiap 8 jam dan pada saat perawatan 11) Mengubah posisi tiap 2 jam, agar tubuh mendapat penyinaran seluas mungkin.

  12) Memberikan orang tua kesempatan untuk berinteraksi dan melepas pelindung mata untuk memfasilitasi proses pelekatan.

  13) Menyiapkan bayi untuk transfusi tukar, apabila terjadi hiperbilirubinemia berat dan penanganan pilihan untuk hiperbilirubinemia dan hidrops fetalis yang diakibatkan oleh inkompatibilitas Rh.

  14) Membantu pemasukan kateter ke dalam vena umbilikalis. Melalui kateter, darah bayi diisap sebanyak 20 cc lalu dikeluarkan. Kemudian darah pengganti sebanyak 20 cc dimasukkan ke dalam tubuh bayi. 15) Membantu pengumpulan contoh darah 16) Memeriksa kembali hasil pemeriksaan tipe darah 17) Menghangatkan darah sesuai suhu temperatur ruang. Pemanasan darah dapat merusak eritrosit yang akan menghemolisis dan menghasilkan bilirubin. Pemanasan tidak boleh dilakukan secara langsung dan tidak boleh menggunakan

  microwave. Darah

  dihangatkan dengan koil penghangat yang dirancang untuk tujuan tersebut c. Evaluasi

  1) Tidak terjadi kernikterus pada neonatus 2) Tanda vital dan suhu tubuh bayi stabil dalam batas normal 3) Keseimbangan cairan dan elektrolit bayi terpelihara 4) Integritas kulit baik/utuh bayi menunjukkan partisipasi terhadap rangsangan visual 5) Terjalin interkasi bayi dan orang tua

  d. Data perkembangan I Jam...

Tanggal…

  S : ibu mengatakan bayi BAB berapa kali sehari dan warnanya, BAK berapa kali sehari dan warnanya, bayi menghisapnya lemah/kuat.

  Bayi telah diberikan ASI/PASI. O : pada pemeriksaan fisik, kulit bayi berwarna kuning pada bagian tubuh bayi dan hasil pemeriksaan laboratorium

A : bayi Ny. …umur 0 – 24 jam dengan ikterus patologi

  P : 1. Lakukan observasi keadaan umum dan kesadaran bayi

  2. Lakukan observasi pola eliminasi pada bayi

  3. Lakukan observasi reflek menghisap bayi lemah/kuat

  4. Lakukan observasi aktivitas bayi, tangisannya lemah/keras melengking

  5. Pemberian ASI/PASI secara adekuat

  6. Lakukan observasi derajat ikterus

  9. Komplikasi Komplikasi dari ikterus adalah terjadinya

  cern-icterus. Cern- icterus

  adalah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin indirect lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsi ditemukan bercak bilirubin di otak.

  Cern- icterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf spastis yang terjadi

  secara kronik (Surasmi, 2003, h. 57-58). Gejala klinis pada permulaannya tidak jelas tapi dapat disebutkan ialah mata yang berputar, letargis, kejang, tak mau menghisap,gumoh, tonus otot meninggi, leher kaku dan opistotonus (IKA, 2007, h. 1102).

B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan

  Manjemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, penatalaksanaan, dan evaluasi (PP IBI, 2006, h. 126).

  Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi dan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien yang mempunyai kebutuhkan/masalah dalam kesehatan ibu masa hamil, masa persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana (PP IBI, 2006, h. 126).

  Manajemen asuhan kebidanan menurut varney terdiri dari 7 langkah yaitu sebagai berikut :

Langkah I : Pengumpulan Data Dasar

  Adalah mengumpulkan data dasar yang menyeluruh untuk mengevaluasi ibu dan bayi baru lahir. Data dasar ini meliputi pengkajian riwayat, pemeriksaan fisik dan panggul sesuai idikasi, meninjau kembali proses perkembangan keperawatan saat ini atau catatan rumah sakit terdahulu, dan meninjau kembali data hasil laboratorium dan laporan penelitian terkait secara singkat, data dasar yang diperlukan adalah semua data yang berasal dari sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi bayi baru lahir. Bidan mengumpulkan data dasar awal lengkap, bahkan jika ibu dan bayi baru lahir mengalami komplikasi yang mengharuskan mereka mendapat konsultasi dokter sebagai bagian dari penatalaksanaan kolaborasi (Varney, 2007, h. 27).

Langkah II : Menginterpretasi Data

  Menginterpretasi data untuk kemudian diproses menjadi masalah atau diagnosis serta kebutuhan perawatan kesehatan yang di identifikasi khusus. Kata masalah dan diagnosis sama

  • – sama digunakan karena beberapa masalah tidak dapat didefinisikan sebagai sebuah diagnosis, tetapi tetap perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan rencana perawatan kesehatan yang menyeluruh. Masalah sering kali berkaitan dengan bagaimana ibu menghadapi kenyataan
tentang diagnosisnya dan ini sering kali diidentifikasi berdasarkan pengalaman bidan dalam mengenali masalah seseorang (Varney, 2007, h. 27).

Langkah III : Mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial

  Berdasarkan masalah diagnosis saat ini, langkah ini adalah langkah yang sangat penting dalam memberi perawatan kesehatan yang aman.

  

Langkah IV : Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan segera

untuk melakukan kolaborasi/konsultasi

  Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses penatalaksanaan kebidanan, yang tidak hanya dilakukan selama perawatan primer atau kunjungan prenatal periodik, tetapi juga saat bidan melakukan perawatan berkelanjutan. Beberapa data mengindikasi situasi kedaruratan, yang mengharuskan bidan mengambil tindakan secara cepat untuk mempertahankan nyawa ibu dan bayinya (Varney, 2007, h. 27).

Langkah V : Merencanakan Asuhan yang menyeluruh

  Merencanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan dengan mengacu pada hasil langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan pengembangan masalah atau diagnosis yang diidentifikasi baik saat ini maupun yang dapat di antisipasi serta perawatan kesehatan yang dibutuhkan. Langkah ini dilakukan dengan mengumpulkan setiap informasi tambahan yang hilang atau diperlukan untuk melengkapi data dasar. Rencana perawatan menggambarkan petunjuk antisipasi bagi ibu atau orang tua adalah pihak yang nantinya melaksanakan atau tidak melaksanakan rencana yang telah dibuat bersama. Oleh karena itu, setiap tugas yang dilakukan pada setiap langkah ditetapkan setelah dirumuskan dan didiskusikan bersama orang tua sekaligus sebagai upaya mengonfirmasi persetujuan klien (Varney, 2007, h. 27).

Langkah VI : Melaksanakan rencana perawatan secara menyeluruh

  Langkah ini dapat dapat dilakukan secara keseluruhan oleh bidan atau dilakukan sebagian oleh orang tua, bidan, atau anggota tim kesehatan lain. pada keadaan melakukan kolaborasi dengan dokter dan memberi kontribusi terhadap penatalaksanaan perawatan klien dan dengan komplikasi, bidan dapat mengambil tanggung jawab mengimplementasi rencana perawatan kolaborasi yang menyeluruh. Implementasi yang efisien akan meminimalkan waktu dan biaya serta meningkatkan kualitas perawatan kesehatan. Suatu komponen implementasi yang sangat penting adalah pendokumentasian secara berkala, akurat, dan menyeluruh (Varney, 2007, h. 27).

Langkah VII : Evaluasi

  Langkah terakhir ini merupakan tindakan untuk memeriksa apakah rencana perawatan yang dilakukan benar-benar telah mencapai tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan ibu, seperti yang diidentifikasi pada langkah kedua tentang masalah, diagnosis, maupun kebutuhan perawatan kesehatan. Rencana tersebut menjadi efektif bila bidan mengimplementasi semua tindakan dalam rencana dan menjadi tidak efektif bila tidak diimplementasi (Varney, 2007, h. 28).

  Metode Pendokumentasian secara SOAP meliputi : S : Subyektif : Pernyataan yang diungkapkan oleh ibu atau keluarganya O : Obyektif : Pernyataan yang dilihat, didengar, dan dirasakan oleh bidan sewaktu melakukan pemeriksaan A : Asesment : Kesimpulan dari data-data subyektif dan obyektif yang didapat P : Planning : Rencana yang akan dilakukan berdasarkan hasil evaluasi data diatas. I. PENGKAJIAN Merupakan pengumpulan data tentang status data klien yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, data tersebut diperoleh dengan cara wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang.

  A. Data Subyektif

  1. Identitas Pasien Nama : Identitas dimulai dengan nama pasien, yang harus jelas dan lengkap, nama depan, nama tengah (bila ada), nama keluarga, dan nama panggilan akrab supaya tidak ada kesalahan dalam pemberian asuhan kebidanan (Matondang, 2009, h. 5). Umur : Umur harus jelas dan dilengkapi tanggal lahir, usia anak juga diperlukan untuk menginterpretasikan apakah data pemeriksaan klinis anak tersebut normal sesuai dengan umurnya (Matondang, 2009, h. 5), ikterus patologis timbul pada umur 24 jam sedangkan pada bayi prematur menetap sampai umur 2 minggu (Sinclair, 2010, h. 360). Identitas penanggung jawab: Nama : Nama ayah, ibu atau wali pasien harus dituliskan dengan jelas agar tidak salah dalam memanggil nama dengan orang lain, mengingat banyak sekali nama yang sama. Bila ada, titel yang bersangkutan harus disertakan (Matondang, 2009, h. 6).

  Suku : Suku perlu di kaji untuk menilai perilaku tentang kesehatan dan penyakit yang berhubungan dengan kebiasaan dan tradisi yang dapat menunjang atau menghambat perilaku sehat (Muttaqin, 2008, h. 430). Suku bangsa harus jelas karena pada beberapa etnik/suku (seperti ,Korea, Cina, jepang, dan indian Amerika) merupakan salah satu faktor resiko terjadinya ikterus (Haws, 2008, h. 202).

  2. Alasan datang :

  3. Keluhan utama: Menanyakan keluhan utama dengan jelas dan lengkap yaitu keluhan yang menyebabkan pasien dibawah ke rumah sakit (Matondang, 2009, h. 6). Bayi mengalami kuning pada bagian konjungtiva, kulit dan mukosa (Hidayat, 2011, h. 3).

  4. Riwayat kesehatan:

  a. Riwayat kesehatan bayi sekarang Orang tua bayi mengatakan bayinya mengalami muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil (Cooper, 2009, h. 844).

  b. Riwayat kesehatan ibu dahulu Keadaan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya penyakit, serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakit tersebut (Matondang, dkk, 2009; h. 5-16). Penyakit pada ibu yang berpengaruh pada peningkatan ikterus misalnya diabetes mellitus (Haws, 2008, h. 202), kadar glukosa yang tinggi pada ibu hamil sering menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap janin. Bayi baru lahir dari ibu dengan sel darah merah (DM) biasanya lebih besar, dan bisa juga terjadi pembesaran dari organ-organnya (hepar, kelenjar adrenal, dan jantung). Salah satu komplikasi dari diabetes pada kehamilan yaitu dapat memicu terjadinya ikterus. (Saifuddin, 2008, h. 851-852)

  c. Riwayat kesehatan keluarga Dengan adanya riwayat penyakit hemolitik (inkompatibilitas rhesus, inkompatibilitas ABO) dalam keluarga atau saudara kandung yang ikterus atau predisposisi etnik atau suku terhadap ikterus atau penyakit keturunan (Cooper, 2009, h. 851)

  5. Riwayat Obstetri (Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu) Hal yang harus ditanyakan kepada ibu pertama kali adalah riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu. (Muttaqin, 2008, h.

  431) Riwayat persalinan ibu meliputi tanggal persalinan, jenis persalinan dan keadaan bayi segera setelah lahir. Jenis persalinan seperti vakum dapat menyebabkan trauma lahir dan keadaan bayi bila terjadi asifiksia, lahir prematur, serta adanya infeksi neonatal. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya ikterus pada bayi (FKUI, 2007, h. 1102)

  6. Pola kebutuhan sehari-hari

  a. Pola intake nutrisi Makanan pokok utama apakah ASI atau PASI pada umur anak tertentu (Muttaqin, 2008, h. 431). Mengetahui nutrisi yang didapatkan oleh bayi. Pemberian ASI yang adekuat akan mengurangi terjadinya ikterus. Pada bayi yang diberi susu formula cenderung mengeluarkan bilirubin yang lebih banyak dibandingkan dengan yang diberi ASI (IDAI, 2010, h. 153). Bayi dengan ikterus patologi menyusu buruk, sehingga pola nutrisi bayi terganggu (Davies dan McDonald, 2011, h. 315).

  b. Pola eliminasi 1) BAK

  Pada bayi yang mengalami ikterus patologi air kemih berwarna kuning gelap seperti air teh (Matondang, 2009, h. 13- 14). Hal ini disebabkan karena usus bayi yang steril dan kurang motil sehingga gagal dalam mengubah bilirubin menjadi urobilin, sehingga tidak dapat mengekresikan urobilinogen dalam urine (Davies dan McDonald, 2011, h. 310).

  2) BAB Pada bayi yang mengalami ikterus patologi feses berwujud padat (Matondang, 2009, h. 13-14). Hal ini disebabkan karena usus bayi yang steril dan kurang motil sehingga gagal dalam mengubah bilirubin menjadi urobilin, sehingga tidak dapat mengekresikan sterkobilinogen dalam feses (Davies dan McDonald, 2011, h. 310).

  3) Aktivitas Tonus otot akan sedikit menurun, iritabilitas atau menangis dengan nada tinggi (Cooper, 2009, h. 851) Keadaan tersebut disebabkan karena dehidrasi dan kelaparan (Cooper, 2010, h. 843)

  4) Pola istirahat Menggambarkan berapa lama bayi beristirahat. Pola istirahat pada bayi ikterus patologi terganggu karena aktivitas tangisannya yang keras dan melengking (Davies dan McDonald, 2009, h. 315).

  B. Data Obyektif

  1. Keadaan umum Bayi baru lahir dapat terlihat dalam keadaan tidur, bangun terdiam atau menangis (Matondang, dkk, 2009; h. 24). Pada bayi dengan ikterus patologis keadaan umumnya cukup (IDAI, 2010, h. 147-148)

  2. Tingkat kesadaran Neonatus dan bayi kecil normal belum dapat memberikan respons terhadap stimulus tertentu, dalam keadaan ini kesadaran disimpulkan dari kemampuan bayi memberi respon terhadap stimulus yang sesuai dengan tingkat perkembangannya (Matondang, dkk, 2009; h. 25). Keadaan bayi ikterus patologi somnolen (bayi mengantuk) (Davies dan McDonald, 2011, h. 315)

  3. Tanda vital

  a. Detak Jantung Mendengarkan bunyi jantung dengan meletakkan stetoskop di ruang antar iga. Bunyi jantung bayi baru lahir normalnya 110-160 kali per menit (Davies dan McDonald, 2011, h. 33). Pada bayi ikterus umumnya bunyi jantung normal selagi tidak disertai komplikasi penyakit lainnya.

  b. Suhu Menggambarkan suhu tubuh bayi. Suhu tubuh bayi diukur pada rektum. Suhu bayi normal adalah di antara 36,5-37,5 derajat

  Celsius (Matondang, dkk, 2009, h. 150). Pada bayi ikterus patologi mengalami ketidakstabilan suhu (Varney, 2008, h. 943).

  c. Respirasi Pemeriksaan harus mencakup laju pernapasan, irama atau keteraturan, kedalaman, dan tipe atau pola pernapasan. Frekuensi napas sebesar 40-60 kali per menit dianggap normal pada bayi baru lahir (Davies dan McDonald, 2011, h. 33-34). Terkadang pada bayi ikterus mengalami hipoksia sehingga adanya apnea, takipnea (Cooper, 2009, h. 855)

  4. Atropometri

  a. Berat badan Pada masa pertumbuhan berat badan bayi usia 0-6 bulan akan mengalami penambahan setiap minggu sekitar 140-200 gram dan berta badannya akan menjadi dua kali berat badan lahir pada akhir bulan ke-6 (Hidayat, 2008, h. 15). Pada bayi ikterus patologi berat badan bayi akan menurun/kehilangan berat badan (IDAI, 2010, h. 153).

  b. LILA Lingkar lengan pada bayi normalnya yaitu 10 - 11 cm. LILA pada bayi ikterus patologi normal selain apabila ada penyakit penyerta lainnya (Matondang, dkk, 2009, h. 33-34) Pada bayi prematur, status gizi kurang, atau BBLR dapat menyebabkan terjadinya ikterus (Fraser dan Cooper, 2009, h. 843)

  5. Pemeriksaan fisik

  a. Kepala Untuk menilai lingkar kepala bayi apakah normal atau tidak, status gizi, benjolan, luka, sutura (Matondang, 2009, h.34).Warna kulit kepala bayi yang ikterus kuning dan terdapat benjolan atau luka akibat trauma lahir (Saifuddin, 2008, h. 385) b. Muka

  Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai apakah ada kelainan atau tidak seperti asimetri wajah (Matondang, 2009, h.

  50). Apabila pada bayi ikterus warna kulit kuning (Saifuddin, 2008, h.385)

  c. Mata Pemeriksaan mata dilakukan untuk melihat adanya kesimetrisan dan warna pada sklera (Hidayat, 2008; h. 68). Pada bayi yang terkena ikterus terlihat warna skelera kuning (IDAI, 2010,

  h. 147)

  d. Telinga Pemeriksaan telinga dilakukan untuk menilai adanya gangguan pendengaran dan melihat kesimetrisan telinga (Hidayat,

  2008, h. 68). Pada bayi dengan ikterus terlihat warna kuning pada telinga (Saifuddin, 2008, h. 385).

  e. Mulut Pemeriksaan mulut dilakukan untuk menilai ada kelainan pada mulut, warna lidah, dan kemampuan reflek menghisap

  (Hidayat, 2008; h. 68). Pada ikterus ada kelaianan tetapi untuk ikterus patologis didapati reflek menghisap kurang (Cooper, 2009,

  h. 843)

  f. Hidung Untuk menilai bentuk hidung, sekret, dan gerakan cuping hidung (Matondang, 2009, h.56) Pada bayi dengan ikterus kurang bulan didapati adanya cuping hidung (IKA, 2007, h. 1053)

  g. Leher Menilai adanya pembesaran kelenjar limfe, kelenjar tyroid, dan bendungan vena jugularis, kaku kuduk, dan kelainan

  (Matondang, 2009, h. 64) Pada bayi dengan ikterus akan didapati warna kuning pada leher yang menandakan batas kramer 1 (Saifuddin, 2008, h.285)

  h. Dada Mengetahui adanya retraksi dinding dada dan kesimetrisan