Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Bab 2 Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

2.1. KONSEP PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PROGRAM BIDANG CIPTA KARYA

  Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan dan amanat perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota perlu memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan pembiayaan pembangunan Bidang Cipta Karya.

Gambar 2.1 memaparkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta

  Karya, yang membagi amanat pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dalam 4 (empat) bagian, yaitu amanat penataan ruang/spasial, amanat pembangunan nasional dan direktif presiden, amanat pembangunan Bidang Pekerjaan Umum, serta amanat internasional.

Gambar 2.1 Bagan Konsep Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan Bidang

  Cipta Karya

2.2 AMANAT PEMBANGUNAN NASIONAL

2.2.1 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL

  Pengertian Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional yang merupakan jabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan nasional untuk masa 20 tahun ke depan yang mencakupi kurun waktu mulai dari tahun 2005 hingga tahun 2025. Maksud dan tujuan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025, selanjutnya disebut RPJP Nasional, adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional periode 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025, ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis, koordinatif. Untuk melaksanakan dan mencapai satu tujuan dan satu cita-cita tersebut diperlukan suatu rencana yang dapat merumuskan secara lebih konkrit mengenai pencapaian dari tujuan bernegara tersebut. Tujuan dari bernegara sebagaimana diatur dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejateraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Program Pembangunan Nasional periode 2005 – 2025 dilaksanakan sesuai dengan RPJP Nasional. RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonsesia Tahun 1945, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial dalam bentuk rumusan visi, misi dan arah Pembangunan Nasional.

  RPJP Nasional sebagaimana tercantum dalam Lampiran UU merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang tersebut. RPJP Nasional sebagaimana dimaksud dalam UU No. 17 tahun 2007 menjadi pedoman dalam penyusunan RPJM Nasional yang memuat Visi, Misi dan Program Presiden.

  Dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan dan untuk menghindarkan kekosongan rencana pembangunan nasional, Presiden yang sedang memerintah pada tahun terakhir pemerintahannya diwajibkan menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP)untuk tahun pertama periode Pemerintahan Presiden berikutnya. RKP sebagaimana yang dimaksud digunakan sebagai pedoman untuk menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun pertama periode Pemerintahan Presiden berikutnya. RPJP Nasional menjadi acuan dalam penyusunan RPJP Daerah yang memuat visi, misi, dan arah Pembangunan Jangka Panjang Daerah. RPJP Daerah menjadi pedoman dalam penyusunan RPJM Daerah yang memuat Visi, Misi dan Program Kepala Daerah. RPJM Daerah disusun dengan memerhatikan RPJM Nasional. Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 merupakan kelanjutan dari pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk itu, dalam 20 tahun mendatang, sangat penting dan mendesak bagi bangsa Indonesia untuk melakukan penataan kembali berbagai langkah-langkah, antara lain di bidang pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, lingkungan hidup dan kelembagaannya sehingga bangsa Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dan mempunyai posisi yang sejajar serta daya saing yang kuat di dalam pergaulan masyarakat internasional.

  Oleh karenanya rencana pembangunan jangka panjang nasional yang dituangkan dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan nasional adalah produk dari semua elemen bangsa, masyarakat, pemerintah, lembaga- lembaga negara, organisasi kemasyarakatan dan organisasi politik. RPJP Daerah harus disusun dengan mengacu pada RPJP Nasional sesuai karakteristik dan potensi daerah. Selanjutnya RPJP Daerah dijabarkan lebih lanjut dalam RPJM Daerah. Arah, tahapan, dan prioritas Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005–2025. Tujuan pembangunan jangka panjang tahun 2005–2025 adalah mewujudkan bangsa yang maju, mandiri, dan adil sebagai landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai ukuran tercapainya Indonesia yang maju, mandiri, dan adil, pembangunan nasional dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran-sasaran pokok.

2.2.2 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL

  Terdapat 5 (lima) tujuan pelaksanaan sistem perencanaan pembangunan nasional (sesuai Perpres nomor 05 tahun 2010), yaitu untuk mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan; menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi antardaerah, antarruang, antarwaktu, dan antarfungsi pemerintah, maupun antar pusat dan daerah; menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.

  Sinergi antar bidang pembangunan sangat penting untuk kelancaran pelaksanaan dan tercapainya berbagai sasaran dalam RPJMN 2010-2014. Pada dasarnya pembangunan di setiap bidang untuk mencapai keberhasilan, tidak dapat berdiri sendiri, tetapi saling terkait dengan pembangunan di bidang lainnya. Dengan pembiayaan yang terbatas, untuk mencapai efektifitas, efisiensi dan hasil yang maksimal dalam mencapai sasaran pembangunan, harus dilakukan sinkronisasi pembangunan di setiap bidang sehingga kegiatan di setiap bidang saling terpadu, mendukung dan saling memperkuat. Setiap kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian yang melaksanakan pembangunan di setiap bidang harus memiliki komitmen yang kuat untuk mencapai sinergi tersebut melalui proses komunikasi, konsultasi, koordinasi serta monitoring, dan evaluasi dengan pemangku kepentingan terkait di pusat dan daerah dan mengedepankan keberhasilan bersama dalam pencapaian sasaran pembangunan. Selanjutnya, di dalam melaksanakan pembangunan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah ini terdapat prinsip pengarusutamaan yang menjadi landasan operasional bagi seluruh pelaksanan pembangunan. Prinsip-prinsip pengarusutamaan ini diarahkan untuk dapat tercermin di dalam keluaran pada kebijakan pembangunan. Prinsip- prinsip pengarusutamaan ini akan menjadi jiwa dan semangat yang mewarnai berbagai kebijakan pembangunan di setiap bidang pembangunan. Diharapkan dengan dijiwainya prinsip-prinsip pengarustamaan itu, pembangunan jangka menengah ini akan memperkuat upaya mengatasi berbagai permasalahan yang ada.

  Pengarusutamaan dilakukan dengan cara yang terstruktur dengan kriteria sebagai berikut:

  • pengarusutamaan bukanlah merupakan upaya yang terpisah dari kegiatan pembangunan sektoral
  • pengarusutamaan tidak mengimplikasikan adanya tambahan pendanaan (investasi) yang signifikan
  • pengarusutamaan dilakukan pada semua sektor terkait namun diprioritaskan pada sektor penting yang terkait langsung dengan isu-isu pengarustamaan.

  Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014 ini juga diarahkan untuk menjadi sebuah rencana kerja jangka menengah yang bersifat menyeluruh. Persoalan yang bersifat lintas bidang harus ditangani secara holistik dan tidak terfragmentasi sehingga dapat menyelesaikan persoalan yang sebenarnya. Pencapaian kinerja pembangunan tersebut menjadi komitmen semua pihak khususnya instansi pemerintah untuk dapat merealisasikannya secara sungguh-sungguh demi kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, disusun pula rencana kerja yang bersifat lintas bidang. Kebijakan lintas bidang ini akan menjadi sebuah rangkaian kebijakan antar bidang yang terpadu meliputi prioritas, fokus prioritas serta kegiatan prioritas lintas bidang untuk menyelesaikan permasalahan pembangunan yang semakin kompleks.

2.2.3 MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI)

  Selaras dengan visi pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005–2025, maka visi Percepatan danPerluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia adalah “Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur”. Melalui langkah MP3EI, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per kapita yang berkisar antara USD 14.250 USD 15.500 dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0–4,5 triliun.

  Untuk mewujudkannya diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4–7,5 persen pada periode 2011–2014, dan sekitar 8,0–9,0 persen pada periode 2015–2025. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode 2011–2014 menjadi 3,0 persen pada 2025. Kombinasi pertumbuhan dan inflasi seperti itu mencerminkan karakteristik negara maju.

  Visi 2025 tersebut diwujudkan melalui 3 (tiga) misi yang menjadi fokus utamanya, yaitu:

  1. Peningkatan nilai tambah dan perluasan rantai nilai proses produksi serta distribusi dari pengelolaan aset dan akses (potensi) SDA, geografis wilayah, dan SDM, melalui penciptaan kegiatan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis di dalam maupun antar- kawasan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.

  2. Mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran serta integrasi pasar domestik dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan perekonomian nasional.

  3. Mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses, maupun pemasaran untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan, menuju innovation-driven

  economy .

  Pemahaman tersebut harus direfleksikan dalam kebijakan Pemerintah. Regulasi yang ada seharusnya dapat mendorong partisipasi dunia usaha secara maksimal untuk membangun berbagai macam industri dan infrastruktur yang diperlukan. Karena itu percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia memerlukan evaluasi terhadap seluruh kerangka regulasi yang ada, dan kemudian langkah-langkah strategis diambil untuk merevisi dan merubah regulasi sehingga mendorong partisipasi maksimal yang sehat dari dunia usaha. Semangat Not Business As Usual juga harus terefleksi dalam elemen penting pembangunan, terutama penyediaan infrastruktur. Pola pikir masa lalu mengatakan bahwa infrastruktur harus dibangun menggunakan anggaran Pemerintah. Akibat anggaran Pemerintah yang terbatas, pola pikir tersebut berujung pada kesulitan memenuhi kebutuhan infrastruktur yang memadai bagi perekonomian yang berkembang pesat. Saat ini telah didorong pola pikir yang lebih maju dalam penyediaan infrastruktur melalui model kerjasama pemerintah dan swasta atau Public-

  Private Partnership (PPP).

  Namun demikian, untuk mempercepat implementasi MP3EI, perlu juga dikembangkan metode pembangunaninfrastruktur sepenuhnya oleh dunia usaha yang dikaitkan dengan kegiatan produksi. Peran Pemerintah adalahmenyediakan perangkat aturan dan regulasi yang memberi insentif bagi dunia usaha untuk membangunkegiatan produksi dan infrastruktur tersebut secara paripurna. Insentif tersebut dapat berupa kebijakan (sistem maupun tarif) pajak, bea masuk, aturan ketenagakerjaan, perizinan, pertanahan, dan lainnya, sesuai kesepakatan dengan dunia usaha. Perlakuan khusus diberikan agar dunia usaha memiliki perspektif jangka panjang dalam pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi baru. Selanjutnya, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus membangun linkage semaksimal mungkin untuk mendorong pembangunan daerah sekitar pusat pertumbuhan ekonomi.

2.2.4 MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PENGURANGAN KEMISKINAN DI INDONESIA (MP3KI)

  Dalam upaya menekan angka kemiskinan, pemerintah sejak 2009 mendesain program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan di Indonesia

  (MP3KI) . Program ini langsung menyasar masyarakat bawah yang mengalami kemiskinan

  ekstrim di Indonesia. Sebagai program andalan, MP3KI ini juga bertujuan untuk mengimbangi rencana besar pembangunan ekonomi yang terintegrasi dalam Masterplan

  Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

  Sebagaimana diketahui, MP3EI digulirkan guna menjaga stabilitas makro-ekonomi, mendorong percepatan pertumbuhan sektor riil, memperbaiki iklim investasi, mempercepat dan memperluas pembangunan infrastruktur, menguatkan skema kerja sama pembiayaan investasi dengan swasta, ketahanan energi, ketahanan pangan, reformasi birokrasi dan tata kelola, meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dan inovasi teknologi. Sementara, fokus kerja MP3KI tertuang dalam sejumlah program, pertama, penanggulangan kemiskinan eksisting Klaster I, berupa bantuan dan jaminan/perlindungan sosial. Lalu di Klaster II adalah pemberdayaan masyarakat, Klaster III tentang Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KUMKM), dan Klaster IV adalah program prorakyat. Kedua, transformasi perlindungan dan bantuan sosial. Ketiga, pengembangan livelihood, pemberdayaan, akses berusaha & kredit, dan pengembangan kawasan berbasis potensi lokal. Sejak diluncurkan pada Tahun 2012 lalu, MP3KI diarahkan untuk menyasar 40% kelompok masyarakat paling bawah secara ekonomi. Menurut perkiraan jumlah kelompok ini mencapai 29 juta orang miskin dan 70 juta orang rentan miskin. Kenapa kelompok rentan miskin jauh lebih besar dengan yang miskin? Hal ini disebabkan oleh program pemerintah yang tumpang tindih. Untuk mendukung MP3KI, program-program yang selama ini ada di tiap kementerian, fokus pada satu kementerian saja. Dalam pandangan Hatta, dengan fokus di satu kementerian, mengontrolnya akan lebih muda dan realisasinya juga lebih bisa mencapai sasaran.

  Hatta berjanji akan memasukkan kelompok masyarakat rentan miskin ke program pengentasan kemiskinan yang terintegrasi dalam MP3KI. Keberadaan Komite Ekonomi Nasional (KEN) bisa dioptimalkan untuk realisasi MP3KI dengan cara melakukan pengawasan langsung ke lapangan. Misalnya, memastikan bahwa program perlindungan sosial, raskin dan sebagainya tidak hanya diperuntukkan kelompok miskin. Karena apa? Kalau hanya untuk kelompok miskin, maka yang masuk kategori rentan akan masuk dalam jurang kemiskinan lagi.

  Mengingat pentingnya program ini, tidak ada alasan untuk tidak merealisasikannya. Menko Perekonomian menegaskan bahwasannya untuk soal anggaran tidak dikhawatirkan karena alokasinya sudah di-plot jauh-jauh hari. Akhirnya dengan dijalankannya MP3KI, diharapkan sebagian besar masyarakat miskin memiliki akses terhadap sumber daya ekonomi dan lapangan kerja untuk meningkatkan taraf hidupnya di masa depan.

2.2.5 KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK)

  Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 lahir sebagai bagian dari diberlakukannya Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Ketentuan pasal 31 ayat (3) dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, menjelaskan bahwa ketentuan mengenai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) diatur dengan Undang-Undang tersendiri. Sehingga dapat dianggap bahwa lahirnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus adalah untuk memenuhi kebutuhan regulasi tentang penanaman modal, khususnya untuk mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis, bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah dalam kesatuan ekonomi nasional Tapi benarkah implementasi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus menawarkan/membawa kesejahteraan, atau justru tidak berarti bagi kemajuan perekonomian dan daya saing nasional, serta berimplikasi buruk terhadap kehidupan masyarakat. Banyak anggapan dan dugaan sebagian orang, bahwa lahirnya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 lebih bernuansa pada kepentingan kapitalistik, dibandingkan upaya membangun kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan tersebut. Undang- Undang ini dianggap sebagai keberpihakan Negara terhadap para pemilik modal besar (kaum kapitalis), yang di bangun diatas argumentasi untuk menarik modal (investasi), peningkatan penanaman modal, sehingga diperlukan penyiapan kawasan-kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategic, dan sebagai konsekuensi dari Undang_undang No

  25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Agar tidak terjebak pada perdebatan tersebut, kita coba melihat bagaimana implementasinya di lapangan.

  Pada Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang 39 Tahun 2009 tentang KEK; “pembentukan KEK diusulkan kepada Dewan Nasional oleh Badan Usaha, pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah provinsi. Dari pemahaman pasal itu, dapat dipahami bahwa keberadaan badan usaha (swasta) diperbolehkan membentuk KEK, artinya hanya pemilik-pemilik modal besar yang mendapatkan kesempatan dalam pembentukan KEK. Kondisi ini tentu hanya menguntungkan pemodal besar baik dari dalam maupun luar negeri. Terlebih lagi KEK ini memang sengaja dibangun bertujuan untuk menarik investasi asing dengan berbagai fasilitas infrastruktur yang lengkap dan modern, serta insentif fiskal yang menarik.

  Meskipun dalam ayat 2, dalam pasal 5 UU tersebut menjelaskan bahwa usulan dari Badan Usaha dalam membentuk KEK setelah memperoleh persetujuan pemerintah Kabupaten/kota, dan usulan tersebut melalui pemerintah provinsi, tetapi tetap saja peluang itu hanya terbuka bagi para pemilik modal besar baik dalam dan luar negeri, karena untuk membangun infra dan supra struktur KEK dibutuhkan modal yang cukup besar, dan peluang ini hanya terbuka bagi para pemilik modal.

  Dalam pasal 3 UU no 39 tahun 2009 tentang KEK, Undang-Undang ini memberi ruang pada usaha-usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) dan koperasi, baik sebagai pelaku usaha maupun sebagai pendukung kegiatan perusahaan yang berada di dalam KEK, namun pada kenyataannya usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi juga berada di bawah coorperate anak-anak usaha dari para investor tadi. Dalam pasal 4 UU ini, harus terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau berdekatan dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau pada wilayah potensi sumber daya unggulan.

2.2.6 DIREKTIF PRESIDEN

  Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing- masing, dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan yang berkeadilan sebagaimana termuat dalam Lampiran Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pedoman Pembangunan yang Berkeadilan, yang meliputi program :

  1. Pro rakyat

  a. Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga

  b. Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat;

  c. Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro dan kecil;

  2. Keadilan untuk semua

  a. Program keadilan bagi anak

  b. Program keadilan bagi perempuan

  c. Program keadilan di bidang ketenagakerjaan

  d. Program keadilan di bidang bantuan hukum

  e. Program keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan

  f. Program keadilan bagi kelompok miskin dan tertinggi 3. Pencapaian Tujuan Pembangunan Milineum (MDG’s).

  a. Program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan

  b. Program pencapaian pendidikan dasar untuk semua

  c. Program pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan

  d. Program penurunan angka kematian anak

  e. Program kesehatan ibu

  f. Program pengendalian HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya

  g. Program penjaminan kelestarian lingkungan hidup h. Program pendukung percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium.

2.3 PERATURAN PERUNDANGAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

  Penyusunan Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM) Bidang Cipta Karya Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2015 - 2019 didasarkan pada perundangan dan peraturan maupun kebijakan sebagai berikut:

  A. Peraturan Perundangan :

  1. Undang-undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional;

  2. Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

  3. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

  4. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;

  5. Undang-undang No. 1 Tahun 2004 tentang Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 66, tambahan Lembaran Negara RI nomor 44000);

  6. Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Daerah (Lembaran Negara RI.Tahun 2003 No. 47, tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4286);

  7. Undang-undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

  8. Undang-undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan;

  9. Undang-undang No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman;

  10. Undang-undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air;

  11. Undang-undang No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun; 12. Peraturan dan Perundangan lainnya yang terkait.

  B. Kebijakan dan Strategi :

  1. Peraturan Pemerintah RI No. 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum;

  2. Keputusan Presiden RI No. 7 tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004 – 2009;

  3. Peraturan Menteri PU No. 494/PRT/M/2005 tentang Kebijakan Nasional Strategi Pengembangan (KNSP) Perumahan dan Permukiman;

  4. Peraturan Menteri PU No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan Nasional Strategi Pengembangan (KNSP) Sistem Penyediaan Air Minum;

  5. Peraturan Menteri PU No. 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan Nasional Strategi Pengembangan (KNSP) Sistem Pengelolaan Persampahan;

  6. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM);

  7. Peraturan Presiden RI No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2005 – 2009;

  8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;

  9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 51/PRT/M.005 tanggal 7 Maret 2005 tentang Renstra Departemen PU;

  10. Surat Direktur Jendral Cipta Karya No. Pr.02.03-Dc/496 tanggal 9 Desember 2005 perihal Penyusunan Program Investasi Jangka Menengah Pembangunan PU Bidang Cipta Karya (Infrastruktur Permukiman) Kabupaten/Kota.

2.4. AMANAT INTERNASIONAL

2.4.1 AGENDA HABITAT

  Kementerian Pekerjaan Umum bersama Sekretariat Nasional Habitat Indonesia akan menyusun kerangka acuan kerja untuk menghadapi Konferensi Habitat 2016. Upaya ini menjawab hasil pertemuan Committee of Permanent Representative (CPR) Working Group UN-Habitat yang mendorong negara-negara anggota untuk menyiapkan laporan nasional (Country Report) menghadapi pertemuan persiapan (Prepatory Process) Habitat III.

  Direktur Jenderal Cipta Karya, Imam S. Ernawi, saat memimpin Diskusi Terbatas Persiapan Konferensi Habitat III, di Jakarta (22/8), menegaskan bahwa perlu disiapkan kerangka acuan kerja sampai 2016 yang tidak hanya untuk menghadapi konferensi Habitat III, namun untuk kepentingan Indonesia sendiri dalam menghadapi Agenda Urbanisasi Abad 21. Kerangka kerja tidak hanya bagaimana menyusun national report Indonesia dalam Agenda Habitat, namun juga harus dapat menjabarkan 11 indikator perkotaan national report dalam waktu satu hingga dua tahun ke depan.

  Programme Manager UN Habitat Indonesia menjelaskan, laporan nasional berisikan capaian

  dari implementasi Habitat Agenda II di Istanbul 1996, target dan tujuan dari kesepakatan internasional, serta tantangan, pembelajaran, dan tantangan ke depan terkait permukiman yang berkelanjutan. Penyusunan draft Guidelines on Habitat III Country Report yang berisi 26 isu dan 11 indikator perkotaan yang akan digunakan sebagai data dasar bagi penyusunan laporan nasional dan global.

  Disebutkan, enam guidelines dalam Country Report Habitat III antara lain; Urban

  Demography Issues, Land and Planning, Environment and Urbanization, Urban Governance and Legislation, Urban Economy, dan Housing and Basic Services. Dalam rangka menjaring

  masukan terkait isu-isu dan penajaman indikator tersebut. Indonesia fokus pada permasalahan urbanisasi, good governance, dan sustainable urban serta menyesuaikan dengan kondisi lokal Indonesia.

2.4.2 RIO + 20

  Sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2012 tentang Peningkatan Produksi Minyak Bumi Nasional. Sektor industri minyak dan gas bumi hingga saat ini tetap menjadi salah satu sektor andalan, yang menjadi tulang punggung penerimaan negara. Pertanyaannya kemudian adalah, apa yang harus kita lakukan agar kontribusi tersebut tetap terjaga atau bahkan dapat ditingkatkan sehingga memberikan manfaat berkesinambungan bagi generasi di masa yang akan datang.

  Ini merupakan tantangan untuk menjalankan peran masing-masing secara baik, guna memastikan kegiatan industri hulu migas dapat berjalan secara optimal. Pendapatan negara sebesar kurang lebih Rp 300 triliun per tahun, tentu sangat penting untuk dijaga dan dipertahankan. Oleh karena itu, pemerintah berketetapan untuk terus memberikan dukungan, dorongan, dan fasilitasi kepada para pelaku industri di sektor migas, untuk meningkatkan kegiatan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi di seluruh tanah air.

  Bagi pemerintah, para pelaku industri di sektor migas merupakan mitra strategis yang dapat melahirkan gagasan dan langkah inovatif, baik dalam meningkatkan produksi minyak bumi maupun perluasan pemanfaatan gas bumi. Pemerintah sangat menyadari tantangan kegiatan usaha hulu migas semakin berat. Di satu sisi, sumber daya yang ada dan upaya untuk meningkatkan cadangan semakin sulit dan mahal. Di sisi lain, berbagai kendala terus mengemuka, yang perlu disikapi secara bijak, taktis, serta dicarikan solusinya.

  Selain itu, terjadi pula dinamika di sektor hulu migas yang harus ditindaklanjuti dengan langkah strategis, untuk menjamin keberlangsungan kontrak-kontrak kerja sama minyak dan gas bumi melalui terbentuknya SKK Migas.

  Bahwa saat ini energi menjadi isu hangat di seluruh belahan dunia. Beberapa negara di dunia menerapkan kebijakan efisiensi energi, dengan tetap memberikan prioritas pada pemenuhan kebutuhan energi domestik. Di Indonesia, paradigma baru dalam kebijakan energi khususnya pengelolaan gas bumi nasional adalah meningkatkan pemenuhan kebutuhan gas domestik sebagai prioritas utama. Permintaan energi termasuk gas di negara kita terus meningkat dari tahun ke tahun, karena adanya peningkatan konsumsi pada sektor transportasi, listrik, dan industri, sebagai akibat dari pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan masyarakat. Untuk memenuhi peningkatan konsumsi energi, khususnya gas bumi, kita tentu memerlukan proyek-proyek pengembangan gas. Proyek-proyek pengembangan gas, diharapkan dapat menjamin suplai gas, baik untuk kebutuhan domestik, maupun ekspor, dan sekaligus untuk menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas.

  Arti penting sektor minyak dan gas bumi bagi perekonomian nasional. Investasi minyak dan gas bumi merupakan investasi jangka panjang, yang memerlukan kejelasan, konsistensi, dan kepastian hukum. Mempertahankan dan meningkatkan iklim investasi yang kondusif tentu menjadi syarat mutlak dalam mengoptimalkan produksi minyak dan gas bumi nasional. Peraturan perundang-undangan yang ada saat ini juga harus mampu menjawab aspirasi dan kebutuhan investor, untuk menjamin kelangsungan pelaksanaan kontrak kerja sama dalam mendorong kegiatan eksplorasi. Pada saat yang sama, usaha untuk memperluas kemitraan strategis di sektor migas secara terbuka, berkeadilan, dan saling menguntungkan. Sebagai pelaksanaan dari langkah-langkah memperbaiki iklim investasi, melalui Inpres Nomor 2 Tahun 2012 tentang Peningkatan Produksi Minyak Bumi Nasional, kita perbaiki koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi secara menyeluruh, baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah, untuk mendukung peningkatan produksi minyak bumi nasional. Dalam jangka panjang, pembangunan industri migas dipercepat dan dimantapkan, melalui pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Melalui MP3EI, dipercepat pembangunan industri migas dengan membangun proyek-proyek sektor migas berskala besar yang didukung oleh infrastruktur transportasi dan komunikasi yang makin handal dan makin modern. Produktivitas dan daya saing industri migas ditingkatkan dengan melanjutkan harmonisasi peraturan dan regulasi di tingkat pusat dan daerah, meningkatkan kemudahan berinvestasi, memperluas jaminan pengembalian atas aset perusahaan yang ditanamkan di negara Indonesia, serta tentunya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2.4.3 MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS

  Millennium Development Goals (MDGs) atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi

  Tujuan Pembangunan Milenium, adalah sebuah paradigma pembangunan global, dideklarasikan Konperensi Tingkat Tinggi Milenium oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada bulan September 2000. Dasar hukum dikeluarkannya deklarasi MDGs adalah Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa Nomor 55/2 Tangga 18 September 2000. Semua negara yang hadir dalam pertemuan tersebut berkomitmen untuk mengintegrasikan MDGs sebagai bagian dari program pembangunan nasional dalam upaya menangani penyelesaian terkait dengan isu-isu yang sangat mendasar tentang pemenuhan hak asasi dan kebebasan manusia, perdamaian, keamanan, dan pembangunan. Deklarasi ini merupakan kesepakatan anggota PBB mengenai sebuah paket arah pembangunan global yang dirumuskan dalam beberapa tujuan yaitu:

  1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan,

  2. Mencapai Pendidikan Dasar untuk semua,

  3. Mendorong Kesetaraan Gender, dan Pemberdayaan Perempuan,

  4. Menurunkan Angka Kematian Anak,

  5. Meningkatkan Kesehatan Ibu,

  6. Memerangi HIV/AIDs, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya,

  7. Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup, dan 8. Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan.

  Setiap tujuan menetapkan satu atau lebih target serta masing-masing sejumlah indikator yang akan diukur tingkat pencapaiannya atau kemajuannya pada tenggat waktu hingga tahun 2015. Secara global ditetapkan 18 target dan 48 indikator. Meskipun secara glonal ditetapkan 48 indikator namun implementasinya tergantung pada setiap negara disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan dan ketersediaan data yang digunakan untuk mengatur tingkat kemajuannya. Indikator global tersebut bersifat fleksibel bagi setiap negara.

  Deklarasi MDGs merupakan hasil perjuangan dan kesepakatan bersama antara negara-negara berkembang dan maju. Negera-negara berkembang berkewajiban untuk melaksanakannya, termasuk salah satunya Indonesia di mana kegiatan MDGs di Indonesia mencakup pelaksanaan kegiatan monitoring MDGs. Sedangkan negara-negara maju berkewajiban mendukung dan memberikan bantuan terhadap upaya keberhasilan setiap tujuan dan target MDGs.

2.4.4 SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS

  Banyak negara tidak bisa mencapai sasaran yang ditetapkan dalam Tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals (MDGs). Pasca berakhirnya MDGs pada 2015 nanti, kerangka kerja baru yang sementara ini dinamai Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. "SDGs yang hendak kita terbitkan pada 2015 tersebut harus sungguh memahami perkembangan MDGs. Harus ada suatu evaluasi obyektif, mengapa ada target yang melampaui sasaran dan ada yang sasaran yang tidak bisa tercapai,". Evaluasi tersebut bertujuan agar sasaran-sasaran yang ditetapkan dalam SDGs nanti bisa dicapai dengan lebih baik dibandingkan pencapaian MDGs selama 20 tahun.

  Dokumen baru SDGs berisi visi, agenda dan tujuan pembangunan berkelanjutan untuk mengentaskan kemiskinan paska MDGs 2015. Dokumen baru itu, lanjutnya, dihasilkan lewat evalusi kerjasama global terutama terkait capaian MDGs. Selain itu, agenda pembangunan pasca MDGs untuk dilakukan lewat mekanisme kemitraan global. Sebut saja kemitraan dalam

  financing, teknologi sharing , dan perdagangan. Dokumen yang merupakan kesepakatan

  pertemuan dunia itu, nantinya akan diserahkan kepada Sekjen PBB pada panel lanjutan kelima di New York, Amerika Serikat, yang dijadwalkan akhir Bulan Mei tahun ini.

  Diskusi yang diadakan HLPEP di Bali membahas kemitraan dan kerjasama yang berfokus pada strategi implementasi dan peluang untuk menghasilkan konsensus global dalam agenda pengembangan baru paska tahun 2015. Diharapkan, pertemuan ini dapat membuka dialog di antara stakeholder penting dari kalangan akademisi dan peneliti global, sektor publik, bisnis, masyarakat sipil, dan generasi muda. Juga untuk memastikan aspirasi komunitas dan warga masyarakat yang berkelanjutan menjadi inti dari musyawarah mengenai kebijakan perencanaan pembangunan setelah tahun 2015.

2.5. PRIORITAS PROGRAM BIDANG CIPTA KARYA

  Desain program pada tahun 2014 direncanakan berdasarkan kawasan dengan prioritas pada dua kelompok wilayah, yakni kabupaten/kota yang termasuk dalam wilayah strategis nasional dan wilayah lainnya yang terindikasi meningkatkan percepatan pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM) di bidang cipta karya. Di samping dua poin kawasan prioritas tersebut, masih ada program inovasi baru dari usulan daerah yang memiliki prestasi.

  2.5.1 Strategis Nasional

  Prioritas Kabupaten/Kota Strategis Nasional :

  • Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat-Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) di dalam KSN dan kabupaten/kota di dalam kawasan metropolitan, serta kawasan strategis lainnya (KEK, MP3EI);
  • Telah memiliki Perda RTRW dan tergabung dalam Program Kota Hijau, Kota Pusaka, dan Perdesaan Lestari;
  • Telah memiliki pedoman rencana dan program yang berkualitas di Bidang Cipta Karya (RPIJM, SPPIP, RPKPP, RTBL, SSK, RISPAM).

  Kabupaten Lampung Selatan masuk ke dalam kategori strategis nasional kluster B.

  2.5.2 Pemenuhan SPM

  Prioritas Kabupaten/Kota pemenuhan SPM :

  • Telah memiliki pedoman rencana dan program yang berkualitas untuk pemenuhan SPM Bidang Cipta Karya di Daerah;
  • Karakteristik daerah: rawan bencana alam, cakupan air minum/sanitasi rendah, permukiman kumuh, daerah kritis (miskin);
  • Memiliki komitmen tinggi dan responsif program.

  2.5.3 Inovasi/Kratifitas Program

  Prioritas Kabupaten/Kota berdasarkan inovasi/kreatifitas program :

  • Di luar dua kategori tersebut di atas, terdapat usulan daerah dan program bersifat inovasi baru untuk dijadikan creative program DJCK;
  • Diusulkan oleh daerah secara kompetitif dan selektif;

  • Ditujukan termasuk untuk memfasilitasi daerah berprestasi.

  Dalam hal ini Kabupaten Lampung Selatan menyusun program yang bersifat inovasi baru dan diusulkan dalam matriks program rencana program investasi infrastruktur jangka menengah.

Dokumen yang terkait

2.1 Konsep Perencanaan Bidang Cipta Karya - DOCRPIJM 6aaa37fca5 BAB IIBAB II Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

0 0 23

BAB II ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA 2.1 Konsep Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya - DOCRPIJM 6bbb1ab41b BAB IIBab 2 Arahan Perencanaan Pembangunan

0 0 14

3.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang - DOCRPIJM 2f6677cdd0 BAB IIIBAB 3 Arahan Kebijakan dan Rencana Strategis

0 0 69

BAB III ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRSTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA 3.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang 3.1.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya - DOCRPIJM 38dcd85e79 BAB III05. BAB III

0 0 23

BAB 2 Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya - DOCRPIJM 44cd451d12 BAB IIBab 2 Arahan Perencanaan Pembangunan Bid. Cipta Karya

0 0 10

BAB II Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya - DOCRPIJM 82d4fdbef9 BAB IIBab II Arahan Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya OKE

0 0 70

3.1. Arahan Kebijakan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang 3.1.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya 3.1.2 Arahan Penataan Ruang B. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) - DOCRPIJM 104ba7184f BAB III3. Bab III DK

0 0 16

Gambar 1.1 Kedudukan RPI2-JM Bidang Cipta Karya Pada Sistem Perencanaan Pembangunan

0 0 11

Gambar 1.1 Kedudukan RPI2-JM Bidang Cipta Karya pada Sistem Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya

0 1 11

Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya - 1

0 0 108