MEKANISME PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS) PADA BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) TUMANG - Test Repository

  

MEKANISME PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS

SYARIAH (DPS) PADA BAITUL MAAL WAT TAMWIL

(BMT) TUMANG

TUGAS AKHIR

  

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN

Salatiga untuk memenuhi salah satu syarat Guna Memperoleh

Gelar Ahli Madya Jurusan D III Perbankan Syariah

  

Oleh:

ABDUL LATIF

NIM: 201-14-006

  

JURUSAN D III PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

  

MEKANISME PENGAWASAN DEWAN PENGAWAS

SYARIAH (DPS) PADA BAITUL MAAL WAT TAMWIL

(BMT) TUMANG

TUGAS AKHIR

  

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN

Salatiga untuk memenuhi salah satu syarat Guna Memperoleh

Gelar Ahli Madya Jurusan D III Perbankan Syariah

  

Oleh:

ABDUL LATIF

NIM: 201-14-006

  

JURUSAN D III PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

  

MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTO “Man Jadda Wa Jada” “Proses tidak akan menghianati hasil” “Yakin bahwa setiap Usaha pasti Sampai pada hasil” “Selalu bersyukur, belajar adalah upaya kita dalam bersyukur” PERSEMBAHAN

  “Sebagai Ungkapan Rasa Syukurku dan tanda Bakti Kepada Kedua Orang Tuaku” Tugas Akhir ini saya persembahkan kepada: 1.

  Kedua orang tua, Ibu “Siti Nurhayati” dan Bapak “Mudakir” yang telah membimbing, mendidik, mencurahkan segala usaha dan doa‟anya serta kasih sayang tanpa lelah dan bosan kepada penulis.

  2. Untuk kakakku “Mujib Mubarok” yang telah memberikan dorongan, dan motivasi baik moral ataupun material hingga penulis bisa menyelesaikan program DIII.

  3. Untuk adik tercinta “Umayah Lailatul Khasanah” yang telah memberikan dorongan, dan motivasi agar penulis bisa menjadi kakak yang baik.

  4. Untuk sahabat-sahabat D-III Perbankan Syariah, khususnya D-III Perbankan Syariah kelas A angkatan 2014 yang telah berjuang bersama, dan memberikan masukan dan motivasi.

  5. Untuk teman-teman satu Orgnisasi, teman-teman dari KSEI IAIN Salatiga, teman-teman dari HMJ D-III Perbankan Syariah, teman-teman dari HMI Cabang Salatiga yang telah memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis.

  6. Untuk Almamaterku Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam jurusan D-III Perbankan Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

  

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

  Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul

  “Analisis Peran dan Kinerja Dewan Pengawas Syariah pada Kepatuhan Syariah Produk BMT di Salatiga ” yang diajukan sebagai penelitian kompetitif mahasiswa yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah.

  Tanpa adanya bantuan serta dorongan dari berbagai pihak baik secara langsung atau tidak langsung dimungkinkan penelitian ini belum dapat terselesaikan.

  Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan menghaturkan ucapan terima kasih kepada: 1.

  Bapak Dr. Rahmad Hariyadi, M. Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga 2. Bapak Dr. Anton Bawono, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

  Bisnis Islam IAIN Salatiga 3. Bapak H. Alfred L. M.Si. selaku Ketua Jurusan D-III Perbankan Syariah

  Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Salatiga 4. Ibu Dr. Hikmah Endraswati, M. Si. selaku dosen pembimbing Tugas Akhir

  Perbankan Syariah IAIN Salatiga yang selalu memberikan motivasi belajar bagi penulis, yang telah bersedia meluangkan waktu disela kesibukan, serta telah sabar memberikan bimbingan, arahan, dan dukungan kepada penulis selama proses penelitian ini.

  5. Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan Akademik IAIN Salatiga terlebih kepada dosen-dosen di jurusan Perbankan Syariah IAIN Salatiga yang banyak berjasa kepada penulis.

  6. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan dorongan moral, do‟a, spiritual, materi dan kasih sayang kepada penulis, serta kakak dan adik penulis yang telah membantu kelancaran penelitian ini.

  7. Para responden Dewan Pengawas Syariah dan pihak lain yang bersangkutan yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menjawab pertanyaan yang penulis ajukan, dan memberikan berkas yang penulis butuhkan..

  8. Seluruh Karyawan BMT Tumang Salatiga, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian hingga akhir.

  9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan penelitian Tugas Akhir ini dengan memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu..

  Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi penulisan yang lebih baik di masa

  Pada akhirnya semua usaha dan upaya penulis atas karunia dari Allah SWT. Tugas Akhir ini tidak mungkin terselesaikan dengan baik dan hanya kepada Allah-lah semua urusan dikembalikan. Oleh karena itu penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang bersangkutan.

  Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

  Salatiga, Juni 2017 Penulis, Abdul Latif NIM. 201-14-006

  

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mekanisme pengawasan Dewan Pengawas Syariah pada BMT. Penelitian ini dilakukan di BMT Tumang. Penelitian ini menggunakan sistem wawancara langsung dengan obyek penelitian. Teknik pengumpulan data dengan wawancara dan dokumentasi, adapun teknik analisis datanya dengan analisis deskriptif. Dari hasil penelitian ini ditemukan

  mekanisme pengawasan Dewan Pengawas Syariah (DPS) di BMT Tumang

  bahwa

  

melakukan pengawasan setiap bulannya, yakni tiga kali dalam satu bulan. Proses

mekanisme pengawasan DPS atas penerapan prinsip syariah di BMT Tumang dilakukan

secara on the spot, tiba-tiba DPS datang untuk melihat dan meminta data. Aktivitas

  utama DPS ada tiga yaitu: murni pengawasan, menjadi bagian untuk sosialisasi SOM dan SOP, fleksibel.

  Kata kunci: Peran, kinerja, dan Dewan Pengawas Syariah

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................. iv PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ................................................................ v MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii ABSTRAK .......................................................................................................... x DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 8 D. Metode Penelitian................................................................................. 9 E. Sistematika Penulisan .......................................................................... 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka ...................................................................................... 13 B. Kajian Teoritik ..................................................................................... 19 1. Agensi Teori ................................................................................... 19 2. Dewan Pengawas Syariah .............................................................. 23

  3. Sharia Supervisory Board (SSB) ................................................... 29

  BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Sejarah pendirian BMT Tumang .......................................................... 33 B. Kelengkapan Organisasi....................................................................... 35 C. Visi dan Misi BMT Tumang ................................................................ 35 1. Visi ................................................................................................. 35 2. Misi ................................................................................................ 36 D. Struktur Organissasi BMT Tumang ..................................................... 37 E. Tugas dan Wewenang dalam Struktur Organisasi ............................... 37 1. Rapat Anggota ................................................................................ 37 2. Badan Pengurus .............................................................................. 38 3. Dewan Pengawas Syariah .............................................................. 38 4. Pengawas manajemen .................................................................... 38 5. Manajer Utama ............................................................................... 39 6. Manajer Umum .............................................................................. 39 7. Manajer Administrasi ..................................................................... 40 8. Manajer Operasional ...................................................................... 40 9. Devisi Maal .................................................................................... 41 10. Manajer Cabang ............................................................................. 42 11. Marketing ....................................................................................... 42 12. Kasir/Teller .................................................................................... 43 F. Dewan Pengawas Syariah (DPS) BMT Tumang ................................. 44

  BAB IV ANALISIS DATA A. Mekanisme Pengawasan Dewan Pengawas Syariah ............................ 45 1. Kedudukan DPS di BMT Tumang ................................................. 45 2. Peran, Hubungan Audit Internal dengan DPS................................ 49 3. Mekanisme Pengawasan Dewan Pengawas Syariah ...................... 52 B. Aktifitas Dewan Pengawas Syariah ..................................................... 54 1. Aktifitas Dewan Pengawas Syariah ............................................... 54 2. Pengamatan Penulis ....................................................................... 55 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................... 57 B. Saran ..................................................................................................... 58 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 59 LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga keuangan syariah secara esensial berbeda dengan

  lembaga keuangan konvensional baik dalam tujuan, mekanisme, kekuasaan, ruang lingkup maupun tanggung jawabnya. Setiap institusi dalam lembaga keuangan syariah menjadi bagian integral dari sistem syariah. Dalam hal ini Lembaga Keuangan Syariah (LKS) bertujuan membantu mencapai tujuan sosial ekonomi masyarakat Islam (Lasmiatun, 2015: 7-8).

  Lembaga Keuangan Syari‟ah (LKS) di Indonesia telah menunjukkan perkembangan pesat selama dekade terakhir ini (Prasetyoningrum: 2009). Hal tersebut terjadi karena semakin bertambahnya kesadaran masyarakat untuk menjauhi riba yang dianggap ada dalam sistem bunga pada lembaga keuangan konvensional. Sistem bunga dianggap belum bisa mengatasi permasalahan ekonomi secara adil dan bijaksana, karena dianggap masih memberatkan dan merugikan salah satu pihak. Untuk itu dibutuhkan suatu lembaga keuangan yang bisa memberikan maslahah kepada semua pihak yang bersangkutan. Lembaga Keuangan Syari‟ah (LKS) hadir untuk mengatasi masalah tersebut. Selain bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, Lembaga Keuangan Syariah juga bertujuan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

  Lembaga Keuangan Syari‟ah beroperasi berdasarkan prinsip- prinsip syariah, yaitu dengan menghilangkan prinsip bunga (riba), maysir (judi), gharar (ketidak jelasan), dan prinsip lainnya yang dilarang dalam syariah.

  Untuk menjaga supaya Lembaga Keuangan Syari‟ah (LKS) pada tataran implementasinya tidak menyimpang dari prinsip- prinsip sya‟riah, maka dalam menjalankan aktivitasnya selalu berada di bawah pengawasan

  Dewan Pengawas Syari‟ah (DPS). Sementara, posisi DPS itu sendiri secara organisatoris berada pada setiap struktur kepengurusan/organisasi LKS, sehingga model struktur organisatoris inilah yang membuat LKS mempunyai ciri khas atau sebagai pembeda dari lembaga keuangan konvesional. Dewan Pengawas Syari‟ah bertugas memastikan semua produk dan kegiatan lembaga keuangan syari‟ah telah memenuhi prinsip syari‟ah. DPS dipercaya untuk memastikan agar Lembaga Keuangan Syari‟ah patuh pada aturan dan prinsip Islam (Huda dan Nasution, 2009: 208).

  Dewan Pengawas Syari‟ah adalah suatu badan yang dibentuk sebagai perwakilan dari Dewan Syariah Nasional (Keputusan Dewan Syari‟ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 02/2000 Tentang Pedoman Rumah Tangga De wan Syari‟ah Nasional Majelis Ulama Indonesia Pasal 3 Tata Tertib Kerja No. 6), yang bertugas untuk senantiasa mengikuti aturan dan prinsip- prinsip syari‟ah. Menurut Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 16/Per/M.KUKM/IX/2015 Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang dipilih oleh koperasi yang bersangkutan berdasarkan keputusan rapat anggota dan beranggotakan alim ulama yang ahli dalam syariah yang menjalankan fungsi dan tugas sebagai pengawas syariah pada koperasi yang bersangkutan dan berwenang memberikan tanggapan atau penafsiran terhadap fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN). Bagi Unit Jasa Keuangan Syariah, DPS melakukan pengawasan tentang transaksi pembiayaan serta akad yang dipakai oleh pengelola UJKS kepada anggota/masyarakat. Sedangkan bagi Unit Sektor Riil, DPS lebih menekankan pada kehalalan produk yang dihasilkan dan dijual baik jenis barangnya maupun timbangan atau takarannya. Dengan demikian, maka Dewan Pengawas Syari‟ah adalah sebuah kunci suatu Lembaga Keuangan Syari‟ah dalam menjaga aktivitas dan operasionalnya agar sesuai dengan prinsip syariah.

  Lembaga Keuangan dibagi menjadi dua kategori, yaitu bank dan bukan bank. Baitul Maal wat Tamwil (BMT) merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan bukan bank yang bersifat informal. BMT mempunyai peran bisnis yang lebih mengembangkan usahanya di sektor keuangan, yakni simpan pinjam. Usaha ini seperti usaha perbankan yakni menghimpun dana anggota dan calon anggota (nasabah) serta Perbedaannya dengan bank terletak pada obyek dana, jika bank dapat menarik dana dari masyarakat tanpa syarat, maka BMT hanya boleh menarik dana dari masyarakat dengan syarat menjadi anggota atau calon anggota (Hasanah dan Yusuf (2013) dalam Lasmiatun, 2015: 68).

  Baitul Maal wat Tamwil (BMT) terdiri atas dua istilah, yaitu baitul

maal dan bai at-tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha

  pengumpulan dan penyaluran dana non-profit, seperti zakat, infaq, dan

  

shadaqoh , sedangkan baitut tamwil sebagai usaha pengumpulan dan

  penyaluran dana komersial. Usaha-usaha tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil di atas prinsip syariah (Lasmiatun, 2015: 67). Baitul

  Maal wat Tamwil

  (BMT) adalah suatu Lembaga Keuangan Syari‟ah yang menghimpun dana langsung dari masyarakat dan menyalurkan dana dalam bentuk pembiayaan pada usaha berskala kecil dan menengah. Pada awalnya BMT adalah suatu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan pada perkembangannya sebagian besar memilih untuk Berbadan Hukum Koperasi (Muniarti, 2012: 2).

  Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) adalah satu Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang dapat membantu permodalan UMKM. UMKM memegang peranan penting dalam perkembangan perekonomian di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM (KUKM) mengatakan, terdapat lebih dari 57,9 juta unit usaha mulai dari usaha tahunan lebih dari 50 miliyar di Indonesia. Hal ini dapat menjadi bukti bahwa perekonomian di Indonesia dapat didorong menuju anak tangga yang lebih tinggi melalui UMKM ). Tahun 2016 adalah tahun dimana kebijakan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diberlakukan di negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia. Itu artinya, baik para pekerja atau produk-produk asal negara-negara Asia Tenggara dapat bebas keluar masuk Indonesia, begitupun sebaliknya. Oleh karena itu, sudah sepantasnya UMKM mendapat perhatian dan pengembangan lebih jauh agar semakin berdaya di Indonesia maupun di era MEA sekarang ini. Keadaan ini juga dapat dimanfaatkan sebagai langkah untuk membumikan keuangan mikro syariah dari Indonesia menuju negara- negara Asia Tenggara. Dengan mengedepankan keadilan, maka lembaga keuangan mikro syariah diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang damai dan bermartabat.

  Pada tahun 2004 Menteri Koperasi dan UKM mengeluarkan Surat Keputusan No.91/KEP/M.KUM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah. SK ini mengatur tentang Dewan Pengawas Syari‟ah sebagai salah satu syarat koperasi jasa keuangan syari‟ah. SK tersebut menjelaskan bahwa setiap BMT diharuskan memiliki

  Dewan Pengawas Syaria‟ah sebagai institusi internal yang independen yang bertugas mengawasi aktivitas dan operasional KJKS/BMT. Hal tersebut menunjukkan dukungan pemerintah dalam meningkatkan pengawasan aktivitas dan operasional KJKS/BMT agar selalu menjag a dan mematuhi sesuai dengan prinsip syari‟ah.

  Peran dan kinerja Dewan Pengawas Syari‟ah (DPS) dalam mengawasi Koperasi Jasa Keuangan Syariah saat ini belum berjalan secara optimal, hal ini dapat dilihat dari adanya praktik-praktik penyimpangan dalam menawarkan produk investasi yang dilakukan oleh beberapa Koperasi Jasa Keuangan Syariah atau dikenal dengan Baitul Maal Wat Tamwil (www.republika.co.id, 2015). Laporan pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM mengatakan bahwa produk penyimpangan yang dilakukan oleh beberapa KJKS seperti pemberian bagi hasil di depan pada produk investasi seperti pemberian motor atau mobil. Padahal dalam aturannya mengenai penyertaan modal konsep bagi hasil harusnya diberikan di belakang. Selain itu beberapa KJKS juga membuat investasi emas seperti menawarkan penghimpunan dana kepada anggota untuk memiliki emas dan kemudian emasnya meraka pegang sendiri untuk sektor riil. Tamim Saifuddin, Asisten Deputi Pembiayaan Kemenkop UKM mengatakan, padahal fungsi Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) adalah bergerak di sektor jasa keuangan dan bukan di sektor riil 2015). Pernyataan tersebut di atas menunjukkan bahwa masalah kinerja Dewan Pengawas Syari‟ah adalah salah satu penyebab belum optimalnya peran Dewan Pengawas Syariah di Koperasi Jasa Keuangan Syariah atau Baitul Maal wat Tamwil (BMT).

  Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap bulan) bahwa bank atau LKS yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syari‟ah. Pernyataan ini dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bank bersangkutan. Tugas lain Dewan Pengwas Syari‟ah adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasi. Dengan demikian, Dewan

  Pengawas Syari‟ah bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (Antonio, 2001: 31).

  Apabila pengawasan yang dilakukan Dewan P engawas Syari‟ah berjalan secara optimal, maka tidak akan dijumpai penyimpangan produk seperti yang dilakukan oleh beberapa KJKS/BMT yang disebutkan di atas.

  Karena sebagai Lembaga Keuangan Syari‟ah, KJKS/BMT seharusnya memiliki produk-produk yang sesuai dengan prinsip syariah.

  Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pengawasan Dewan Pengawas Syari‟ah yang ada di

  Lembaga Keuangan Syariah Non-Bank dengan judul “Mekanisme

  Pengawasan Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) pada Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) ”. B.

  Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana mekanisme pengawasan Dewan Pengawas Syariah pada

  Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) ? 2. Apa aktifitas Dewan Pengawas Syariah dalam melaksanakan fungsi pengawasan di Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) ?

  C.

  Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme pengawasan Dewan Pengawas Syariah pada Baitul Maal Wat Tamwil (BMT).

  2. Untuk mengetahui aktifitas Dewan Pengawas Syariah dalam melaksanakan fungsi pengawasan di Baitul Maal Wat Tamwil (BMT).

  D.

  Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti a.

  Menambah wawasan mengenai Dewan Pengawas Syariah.

  b.

  Sebagai syarat kelulusan program jurusan Diploma Perbankan Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

  2. Bagi IAIN Salatiga a.

  Memperkaya literatur dan menjadikan referensi penelitian tentang b.

  Menambah wawasan bagi mahasiswa Fakultas ekonomi dan Bisnis Islam khususnya jurusan Diploma Perbankan Syariah.

  3. Bagi BMT a.

  Sebagai masukan dan pengetahuan dengan permasalahan yang diteliti.

  b.

  Sebagai bahan pertimbangan dalam proses mekanisme pengawasan Dewan Pengawas Syariah.

  4. Bagi penelitian mendatang a.

  Sebagai bahan pertimbangan dan acuan untuk penelitian mendatang.

  E.

  Metode Penelitian 1.

  Model Penelitian Penelitian ini menggunakan model kualitatif deskriptif, di mana subjek penelitian (informan) tidak harus banyak. Namun, yang lebih penting dalam penelitian kualitatif adalah adanya anggapan bahwa subjek yang dipilih adalah pihak yang paling mengetahui tentang informasi yang diharapkan oleh peneliti (Idrus. 2009: 95).

  2. Jenis Data a.

  Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya (Suryana, 2010). Data dengan subjek penelitian (Dewan Pengawas Syari‟ah atau pihak yang bersangkutan di setiap BMT yang diteliti).

  b.

  Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (Suryana, 2010). Data ini bersumber dari buku-buku, penelitian terdahulu, dan internet.

3. Teknik Pengumpulan Data a.

  Wawancara Wawancara adalah suatu cara pengumpulan data melalui proses tanya jawab yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan diajukan dari pihak yang mewawancarai (peneliti) dan jawaban diberikan oleh pihak yang diwawancara (responden). Peneliti juga dapat menyediakan berbagai pertanyaan yang akan diajukan dengan membuat daftar pertanyaan terlebih dahulu (Fathoni, 2011: 105).

  Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara terhadap Dewan Pengawas Syariah atau pihak yang bersangkutan di setiap BMT yang diteliti.

  b.

  Dokumentasi Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, agenda dan sebagainya (Suharsimi, 2006: 231).

  Dalam penelitian ini, metode dokumentasi dilakukan dengan cara mengambil data dokumen pendukung yang berkaitan dengan persoalan penelitian ini.

4. Teknik Analisis Data

  Penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau gejala-gejala lainnya (Soekanto, 1986:10).

  Penelitian deskriptif (descriptive researce) hanya menggambarkan dan meringkaskan berbagai kondisi, situasi atau berbagai variabel.

  Penelitian deskriptif berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep atau gejala, juga menjawab pertanyaan-pertanyaan sehubungan dengan status subyek penelitian pada saat ini, misalnya sikap atau pendapat terhadap individu organisasi dan sebagainya. Data deskriptif pada umumnya dikumpulkan melalui metode pengumpulan data, yaitu wawancara atau metode observasi.

  Penelitian deskriptif terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah, keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya. Sifatnya sekedar mengungkap fakta (fact finding). Hasil penelitian lebih ditekankan pada pemberian gambaran secara obyektif tentang keadaan sebenarnya dari luas, di samping mengungkap fakta, diberikan interpretasi yang cukup kuat (Wiratha, 2005: 154).

  F.

  Sistematika Penulisan Pada Penelitian ini terdiri dari 5 (lima) Bab, setiap bab saling berkaitan satu sama lain. Sestematika penulisan dalam penelitian ini adalah :

  Bab I Pendahuluan dalam bab pendahuluan terdiri dari hal-hal yang berkaitan dan berhubungan dengan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan

  Bab II Pembahasan teori dalam bab ini dimaksudkan sebagai bab untuk mengantarkan pada pembahasan-pembahasan teori dan penelitian sebelumnya yang digunakan dalam Dewan Pengawas Syariah.

  Bab III laporan penelitian yang berisi tentang gambaran umum objek penelitian, dalam hal ini yaitu BMT Tumang dan informasi lainnya yang dianggap perlu.

  Bab IV Analisis data merupakan bagian inti dari penelitian, didalamnya memberikan suatu analisis data dari data-data yang telah diteliti.

  Bab V Penutup yang berisi kesimpulan dan saran terhadap penelitian yang dilakukan.

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka Penelitian yang dilakukan oleh Anwar (2010) dengan judul Mekanisme Pengawasan Dewan Pengawas Syariah dan Bank Indonesia

  terhadap Bank Jateng Syariah di Surakarta menunjukkan bahwa mekanisme pengawasan dewan pengawas syariah meliputi analisis operasional, menilai kegiatan, dan produk bank tersebut. Mekanisme pengawasan Bank Indonesia yaitu pengawasan hal-hal yang bersifat administratif, yang berkaitan dengan eksistensi bank, laporan-laporan, pembukuan, dokumen dan sarana fisik. Aktifitas Dewan Pengawas Syariah melaporkan hasil pengawasannya sekurang-kurangnya enam bulan sekali kepada direksi, komisaris, Dewan Syariah Nasional dan Bank Indonesia.

  Aktifitas Bank Indonesia melakukan pemeriksaan secara berkala untuk melihat data, dokumen, pembukuan dan sarana fisik serta hal-hal lain yang diperlukan kemudian dianalisis yang akhirnya dapat memastikan bahwa Bank Jateng Syariah di Surakarta telah sesuai dengan mekanisme yang diamanatkan oleh pasal 29 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan Pasal 27 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6 Tahun 2004.

  Suhendi (2010) dengan judul Peran dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syari‟ah (DPS) terhadap Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Yogyakarta mengungkapkan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh DPS di BPRS Yogyakarta belum sepenuhnya maksimal.

  Hanya sebagian kecil yang sudah benar-benar melakukan pengawasan dengan baik. Komunikasi yang dibangun antara BPRS dengan DPS nya sampai sekarang ini masih sangat lemah, kemudian kesadaran bahwa DPS adalah bagian terpenting dan sangat berpengaruh dalam BPRS tersebut masih belum sepenuhnya juga disadari, yang pada akhirnya keikutsertaan DPS dalam kegiatan sehari-hari tidak bisa dilakukan, bahkan kedatangan DPS di BPRS untuk melakukan pengawasan juga sangat jarang dilakukan.

  Hasil penelitian menyimpulkan bahwa peran dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syari‟ah (DPS) pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Yogyakarta belum sepenuhnya maksimal dilakukan.

  Hayyi (2011) dengan judul Efektivitas Pengawasan Bank Syari‟ah

  Studi terhadap Pengawasan Dewan Pengawas Syari‟ah BPR Syari‟ah di Kota Mataram, mengungkapkan bahwa pengawasan Dewan Pengawas Syari‟ah BPR Syari‟ah di Kota Mataram berjalan kurang efektif. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap rendahnya efektivitas pengawasan ini adalah intensitas pengawasan yang masih minim, sehingga DPS BPR Syari‟ah Patuh Beramal tidak melihat secara riil transaksi operasional yang terjadi di bank syariah. Faktor-faktor yang mempengaruhi lemahnya honoranium, produk yang tidak variatif, DPS sebagai sekunder, kurangnya koordinasi antara DPS, DSN dan BI. Sehingga dapat disimpulkan bahwa efektivitas pengawasan Bank Syari‟ah berjalan kurang efektif pada pengawa san Dewan Pengawas Syari‟ah BPR Syari‟ah di Kota Mataram. Penelitian dengan judul Analisa Efektifitas Keputusan DSN-MUI

  NO. 3 Tahun 2000 Berkaitan Tentang Dewan Pengawas Syariah di Baitul

  Hasil Mal Wat Tamwil (BMT) BIMA MAGELANG oleh Sofiyah (2011).

penelitiannya menjelaskan bahwa syarat yang terakhir dari Keputusan DSN-

MUI No. 3 Tahun 2000 belum bisa diberlakukan di BMT Bima Magelang

yaitu syarat tiap anggota BMT minimal memiliki tiga orang anggota DPS

serta syarat untuk memenuhi kelayakan sebagai Dewan Pengawas Syariah

harus memiliki surat/sertifikasi dari DSN, tetapi fungsi DPS pada BMT Bima

Magelang telah mampu dilaksanakan sesuai dengan peraturan DSN-MUI. Hal

disimpulkan bahwa Efektifitas Keputusan DSN-MUI No. 3 Tahun

  itu dapat

  

2000 belum efektif terhadap Dewan Pengawas Syariah di Baitul Mal Wa

Tamwil (BMT) Bima Magelang.

  Penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Silvino (2013) dengan judul Analisis Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) Berdasarkan Surat Keputusan DSN-MUI dan Peraturan Bank Indonesia (Studi Kasus: PT. Bank XYZ) mengungkapkan bahwa Dewan Pengawas Syariah telah menjalankan fungsi, tugas, dan kriteria dengan baik dan sesuai. Salah satu tugas DPS yang terdapat pada Surat Keputusan DSN-MUI No. 02 Tahun 2000 dan PBI No. 11/33/PBI/2009 adalah memberikan nasihat dan saran lembaga keuangan syariah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aspek syariah. DPS Bank XYZ akan menegur pihak direksi dan pimpinan kantor cabang Bank XYZ jika diketahui ada hal-hal yang melanggar aturan syariah. Disamping ada beberapa hal yang belum dipenuhi, seperti terbatasnya SDM dan regulasi yang belum memadai mendorong kualitas implementasi dari peran DPS di Bank XYZ masih kurang . Hasil penelitian menyimpulkan bahwa peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) di Bank XYZ telah sesuai berdasarkan SK DSN-MUI No. 02 Tahun 2000 tentang Pedoman Rumah Tangga DSN-MUI dan Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/PBI/2009.

  Penelitian dengan judul Mekanisme Pengawasan Dewan Pengawas Syariah di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Daerah Istimewa Yogyakarta

  Syari‟ah oleh Qori (2014) mengungkapkan secara umum DPS di Bank Pembangunan Daerah DIY Syari‟ah telah menjalankan tugasnya di bidang pengawasan sesuai dengan pedoman pengawasan yang ada dalam PBI No.11/33/PBI/2009, DPS bertanggung jawab memberikan nasihat dan saran kepada direktur Bank Syariah, serta melakukan pengawasan terhadap penerapan prinsip syariah dalam operasional Bank Syariah. DPS Bank BPD Syariah memberikan nasihat dan saran kepada direksi setiap rapat bulanan direksi Bank BPD DIY Syariah. Namun, DPS tidak dapat menjalankan manajemen kontrol dengan baik, terutama dalam hal perencanaan dan pengawasan. Dengan metode pengawasan yang DPS di BPD DIY Syariah kurang efektif. Terbukti masih adanya penyimpangan akad dari regulasi DSN dalam bank tersebut. Pengawasan perencanaan juga tidak berjalan dengan baik. Pengawasan yang dilakukan oleh DPS masih dilakukan secara sporadic tanpa adanya perencanaan yang matang. Hal ini dapat disimpulkan bahwa mekanisme pengawasan Dewan Pengawas Syariah di Bank Pembangunan Daerah DIY Syariah telah dilakukan sesuai dengan PBI No.11/33/PBI/2009.

Tabel 3.1 Penelitian Terdahulu

  No Peneliti Tahun Perbedaan

  1 Anwar 2010 -Metode: Non-doktrinal

  • Obyek: Bank Syariah -Yang diteliti: DPS dan BI
  • Fokus: Mekanisme pengawasan DPS sesuai PBI Nomor 6 Tahun 2004

  2 Suhendi 2010 -Metode: Empiris analitik

  • Obyek: BPRS
  • Fokus: Peran dan tanggung jawab DPS sesuai PBI dan Fatwa DSN MUI

  3 Hayyi 2011 -Metode: Kualitatif-normatif

  • Obyek: BPRS

  DPS

  4 Sofiyah 2011 -Fokus: Efektifitas keputusan DSN-MUI No. 3 Tahun 2000 berkaitan DPS

  5 Putri dan Silvino 2013 -Metode: Wawancara

  • Obyek: Bank Syariah -Fokus: Peran DPS sesuai SK DSN-MUI dan PBI

  6 Qori 2014 -Obyek: Bank Syariah

  • Fokus: Mekanisme pengawasan DPS sesuai PBI No.11/33/PBI/2009

  Penelitian ini berbeda dengan penelitian diatas, perbedaan pada penelitian dan diatas dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah:

Tabel 3.2 Perbedaan Penelitian Peneliti dan Penelitian Terdahulu

  No Pembeda

  1 Metode Deskriptif-kualitatif

  2 Obyek BMT/KSPPS

  3 Yang diteliti DPS

  4 Fokus Mekanisme pengawasan DPS

B. Kajian Teoritik 1.

  Teori Agensi Penelitian tentang Dewan Pengawas Syariah (DPS) merupakan bagian dari Good Corporate Governance (GCG), sehingga teori yang digunakan adalah Teori Agensi.

  Teori keagenan merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Hal yang dibahas dalam teori ini adalah hubungan antara pemilik dan pemegang saham (principal) dan manajemen (agent). Jensen and Meckling (1976) dalam Putri (2011) Dalam hal ini hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak antara satu orang atau lebih (principal) yang mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut.

  Teori keagenan mendiskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen.

  Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka pihak manajemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham. Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan principal (Ichsan, 2013).

  Masalah keagenan potensial terjadi apabila bagian kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari seratus persen (Masdupi, 2005) dalam Ichsan (2013). Dengan proporsi kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan membuat manajer cenderung bertindak untuk kepentingan pribadi dan bukan memaksimumkan perusahaan. Inilah yang nantinya akan menyebabkan biaya keagenan (agency cost).

  Jensen dan Meckling (1976) dalam Putri (2011) mendefinisikan

  

agency cost sebagai jumlah dari biaya yang dikeluarkan prinsipal

  untuk melakukan pengawasan terhadap agen. Hampir mustahil bagi perusahaan untuk memiliki zero agency cost dalam rangka menjamin manajer akan mengambil keputusan yang optimal dari pandangan

  

shareholders karena adanya perbedaan kepentingan yang besar

diantara mereka.

  Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh manajerial (insider

  

ownership ) dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang diharapkan manajer merasakan langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan manajemen melalui program mengikat manajemen dalam modal perusahaan.

  Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen salah satunya dapat timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess cash flow). Kelebihan arus kas cenderung diinvestasikan dalam hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan. Ini menyebabkan perbedaan kepentingan karena pemegang saham lebih menyukai investasi yang beresiko tinggi yang juga menghasilkan return tinggi, sementara manajemen lebih memilih investasi dengan risiko yang rendah.

  Menurut Bethala et al, (1994) dalam Ichsan (2013) terdapat beberapa cara yang digunakan untuk mengurangi konflik kepentingan, yaitu :

  a) meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen (insider

  ownership )

  b) meningkatkan rasio deviden terhadap laba bersih (earning after tax)

  c) meningkatkan sumber pendanaan melalui utang d) kepemilikan saham oleh institusi (institutional holding).

  Sedangkan menurut Masdupi (2005) dalam Ichsan (2013) dikemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan dalam mengurangi Perusahaan meningkatkan bagian kepemilikan manajemen untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga berindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan meningkatkan presentase kepemilikan, manajer menjadi termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Kedua, dengan pendekatan pengawasan eksternal yang dilakukan melalui penggunaan hutang. Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan saham sehingga meminimalisasi biaya keagenan ekuitas.

  Akan tetapi, perusahaan memiliki kewajiban untuk memgembalikan pinjaman dan membayarkan beban bunga secara periodik. Selain itu penggunaan hutang yang terlalu besar juga akan menimbulkan konflik keagenan antara shareholders dan debtholders sehingga memunculkan biaya keagenan hutang. Ketiga, institutional investor sebagai

  monitoring agent

  . Moh‟d at al, (1998) menyatakan bahwa bentuk distribusi saham dari luar (outside shareholders) yaitu institutional

  

investor dan shareholders dispersion dapat mengurangi biaya

  keagenan ekuitas (agency cost). Hal ini disebabkan karena kepemilikan merupakan sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau menantang keberadaan manajemen, maka konsentrasi atau penyebaran power menjadi suatu hal yang relevan dalam perusahaan.

2. Dewan Pengawas Syariah

  Untuk memastikan bahwa operasional BMT telah memenuhi prinsip-prinsip syariah, maka BMT harus memiliki institusi internal independen yang khusus dalam pengawasan kepatuhan syariah yaitu Dewan Pengawas Syariah (DPS). Dewan Pengawas Syariah merupakan institusi independen dalam BMT yang fungsi utamanya adalah melakukan pengawasan kepatuhan syariah dalam operasional BMT. Tugas dan fungsi serta keberadaan dewan pengawas syariah dalam BMT memiliki landasan hukum baik dari fiqih maupun undang- undang perbankan di Indonesia. Dewan Pengawas Syariah merupakan istilah umum yang digunakan di Indonesia untuk menyebut institusi pengawasan internal syariah di BMT, karena di luar negeri DPS disebut juga sebagai

  shari’a supersory board (SSB) (Prasetyoningrum, 2009).

  Pengertian DPS menurut Arifin (2005) dalam Prasetyoningrum (2009) adalah badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada lembaga keuangan syariah termasuk BMT. Anggota DPS harus terdiri dari para pakar di bidang syariah muamalah yang juga memiliki pengetahuan umum di bidang perbankan. DPS adalah suatu dewan yang sengaja dibentuk untuk mengawasi jalannya perusahaan sehingga senantiasa berjalan sesuai dengan prinsip syariah (Perwataatmadja dan Antonio, 1992: 2).

  06/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dalam pasal 1 ayat 10 menyatakan Dewan Pengawas Syariah merupakan dewan yang melakukan pengawasan terhadap prinsip syariah dalam kegiatan usaha bank.

  Berdasarkan berbagai pengertian mengenai DPS di atas maka DPS merupakan badan independen internal yang berfungsi untuk melakukan pengawasan atas kepatuhan aturan dan prinsip-prinsip syariah dalam keseluruhan aspek operasional Bank Syariah dan BMT.

  DPS merupakan unit yang hanya dimiliki oleh perusahaan/organisasi yang dijalankan sesuai syari‟ah Islam. Laporan DPS untuk meyakinkan bahwa operasional, transaksi, bisnis lembaga keuangan itu dilaksanakan sesuai dengan aturan dan prinsip syari‟ah Islam

  (Harahap, 2002) dalam Prasetyoningrum (2009). Keanggotaan Dewan Pengawas Syari‟ah ini seharusnya terdiri dari ahli syari‟ah, yang menguasai hukum dagang dan cukup terbiasa dengan kontrak-kontrak bisnis (Prabowo, 2000) dalam Prasetyoningrum (2009). Harahap (2002) dalam Prasetyoningrum (2009) memberikan definisi DPS sebagai lembaga Independen atau hakim khusus dalam fikih muamalat (fiqh almuamalat). Namun DPS bisa juga anggota di luar fikih tetapi ahli juga di dalam bidang lembaga keuangan Islam dalam fikih muamalat. DPS merupakan suatu lembaga keuangan yang berkewajiban mengarahkan, mereview dan mengawasi aktivitas dan prinsip syari‟ah Islam, fatwa anggota DPS akan mengikat lembaga keuangan Islam (Prasetyoningrum, 2009).

  Dalam Ketentuan Umum Kepmenkop dan UKM No 16/Per/M.KUKM/IX/2015 Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang dipilih oleh koperasi yang bersangkutan berdasarkan keputusan rapat anggota dan beranggotakan alim ulama yang ahli dalam syariah yang menjalankan fungsi dan tugas sebagai pengawas syariah pada koperasi yang bersangkutan dan berwenang memberikan tanggapan atau penafsiran terhadap fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN).

  Menurut Surat Keputusan DSN MUI No.Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus DSN MUI Masa Bhakti Th. 2000-2005 bahwa DSN memberikan tugas kepada DPS untuk : 1.

  Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah.

  2. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.

  3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang- kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.

  4. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan DSN.

  Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 6 tahun 2004 pasal 27, tugas, wewenang, dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah adalah : a.

  Memastikan dan mengawasi kesesuian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.

  b.