T POR 1402597 Chapter1

(1)

Budiman, 2016

PENGARUH OUTDOOR EDUCATION TERHADAP EMPATI SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keterampilan sosial merupakan salah satu bentuk kecakapan hidup yang wajib dimiliki setiap orang sebagai makhluk sosial. Keterampilan ini selayaknya dimiliki oleh setiap manusia agar dapat bertahan hidup dan bergaul dengan lingkungannya. Pada dasarnya keterampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk berkomunikasi efektif dengan orang lain. Komunikasi tersebut dapat secara verbal maupun non verbal sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Dengan adanya keterampilan sosial, manusia akan mampu berlaku sesuai dengan apa yang diharapkan oleh sosial.

Dalam dunia pendidikan, baik guru maupun siswa, semuanya tergolong makhluk sosial. Sebagai pendidik, guru perlu memperhatikan proses pendidikan yang dialami siswa berkenaan dengan pembekalan keterampilan sosial. Sebagai peserta didik, siswa perlu untuk dibekali berbagai kecakapan hidup termasuk keterampilan sosial agar siswa dipersiapkan menjadi manusia masa depan seutuhnya yang berkualitas unggul menghadapi perubahan kehidupan yang semakin cepat dan kompleks.

Ciri siswa yang memiliki keterampilan sosial biasanya akan lebih berani berbicara, mengungkapakan perasan atau permasalahan yang dihadapi dan sekaligus menemukan penyelesaian masalah yang adaptif. Dalam menghadapi masalah, siswa dengan keterampilan sosial yang dimiliki, cenderung tidak mencari pelarian ke hal-hal yang justru dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Selain itu, keterampilan sosial akan membawa siswa memiliki sikap yang baik yang diharapakan, seperti sikap ramah tamah, tolong menolong, kerja sama dan juga empati.

Namun dalam era modern ini, sebagai kaum pelajar di Indonesia, para siswa lebih cenderung sibuk dengan kegiatan yang sifatnya individualistis. Perkembangan teknologi mendorong siswa memanfaatkan perkembangan teknologi melalui gadget seperti handphone, playstation, televisi, dll, untuk kesenangan diri sendiri. Hal ini mulai mendidik siswa untuk menciptakan


(2)

Budiman, 2016

PENGARUH OUTDOOR EDUCATION TERHADAP EMPATI SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dunianya sendiri dengan mengabaikan lingkungan sosialnya serta melemahkan keterampilan sosial yang seharusnya dimiliki siswa.

Selain hal tersebut, terdapat hal lain yang memengaruhi siswa dalam keterampilan sosialnya yakni, adanya tekanan dari dalam keluarganya yang memengaruhi diri siswa itu sendiri. Salah satu tekanan datang dari orang tua siswa dengan mengarahkan anaknya untuk mendapatkan nilai raport yang tinggi dan memuaskan. Hal ini mendorong orang tua memaksakan keinginannya dengan menjejali anak dengan rutinitas belajar tambahan seusai jam sekolah sehingga waktu bersosialisasi serta waktu bermain anak dengan teman di lingkungan tempat tinggalnya serta keluarganya menjadi berkurang.

Keadaan-keadaan tersebut tentunya membawa pengaruh terhadap keterampilan sosial siswa yakni, tergerusnya kebiasaan menerapkan keterampilan sosial yang dimiliki siswa. Hal ini mendorong terjadinya krisis keterampilan sosial siswa. Salah satu hal yang akan terkikis nilainya ketika krisis keterampilan sosial ini dibiarkan membesar yaitu, menurunnya kemampuan empati siswa.

Hal tersebut terlihat dari hasil pengamatan dan pengalaman peneliti di sekolah. Terdapat beberapa hal yang mengindikasikan kurangnya empati siswa. Hal tersebut terlihat dari kurangnya kepedulian dan rasa ingin menolong siswa terhadap temannya. Beberapa contoh kasus yang peneliti amati yaitu, ketika siswa enggan memberikan bantuan atau pertolongan terhadap siswa lain yang lupa membawa alat tulis menulis. Dalam proses pembelajaran penjas, siswa menunjukkan keegoisannya dengan selalu ingin mengusai bola sendiri, tidak mau mengoper bola, kurang suka bekerja sama dalam team ketika sedang bermain dan ingin menang sendiri. Contoh kasus lainnya, siswa enggan menolong atau memberi bantuan ketika ada temannya terjatuh di lingkungan sekolah. Bahkan lebih ironis lagi, mereka hanya menonton dan menertawakan temannya yang terjatuh, tanpa memberikan pertolongan.

Tindakan yang ditunjukkan siswa seperti yang tergambar di atas, bertentangan dengan tindakan yang seharusnya tergambar dari seseorang yang memiliki empati. Menurut Singer, dkk, (2004), “Our ability to have an experience

of another’s pain is characteristic of empathy.” Pendapat tersebut diperkuat oleh pendapat Hoedaya (2009, hlm. 63) yang menjelaskan bahwa, “Orang yang


(3)

Budiman, 2016

PENGARUH OUTDOOR EDUCATION TERHADAP EMPATI SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

memiliki rasa empati tinggi adalah orang yang dapat mengerti dan memahami keadaan orang lain, selalu bersedia membantu mengatasi situasi dan permasalahan

orang lain.” Orang yang memiliki rasa empati cenderung memiliki rasa kepedulian dan akan selalu bersedia membantu orang lain. Semakin orang berempati semakin orang itu mampu memandang orang lain dari sisi yang positif dan akan bersedia memberi bantuan dalam segala situasi.

Tindakan lain yang mengindikasikan rendahnya empati siswa terlihat dari tindakan kekerasan yang semakin marak dilakukan dikalangan siswa. Tindakan tersebut terbaca dari berita yang diberitakan (Sindonews.com 2015) yaitu:

Polres Purwakarta mengamankan sembilan orang pelajar laki-laki yang rata-rata berusia di bawah umur, terkait kasus dugaan pemerkosaan. Dari sembilan pelajar ini tiga orang di antaranya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sementara, enam lainnya pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Mereka ditangkap karena diduga sebagai pelaku pemerkosaan tiga orang pelajar perempuan yang masih duduk di bangku SMP dan SD di Kabupaten Purwakarta.

Berita lainnya (Sindonews.com 2015) memberitakan, “Rivo tewas setelah sebelumnya diduga dipukul teman sekelasnya (MA). Rivo dituduh mencuri pulpen pelaku (MA). Rivo sempat mendapat perawatan di rumah sakit sebelum

meninggal dunia.” Berita lainnya, (Liputan6, 2015) memberitakan, “Dua kelompok pelajar SMP terlibat tawuran di Jalan Pluit Raya Selatan, Penjaringan, Jakarta Utara. Satu pelajar berhasil ditangkap warga yang resah dengan ulah

pelajar tersebut.” Selain itu, ada lagi kekerasan verbal dan psikis melalui tindakan

bullying, yang kerap dilakukan oleh siswa, sehingga berdampak pada psikis siswa

yang menerima pelakuan. (Merdeka.com, 2015) “Seorang siswi kelas V di SDN Bintara 2, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi, menjadi korban bully oleh teman-temannya. Akibatnya, siswi berusia 11 tahun berinisial CA itu enggan bersekolah lagi.

Beberapa isu di atas mengindikasikan rendahnya kemampuan seseorang untuk memahami perasaan, pikiran dan kondisi orang lain. Seandainya, seseorang mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, dalam arti bahwa jika

seseorang (pelaku seperti contoh di atas) memiliki rasa empati, maka pelaku akan berpikir ulang saat akan melakukan tindakan tersebut. Alasannya, orang yang


(4)

Budiman, 2016

PENGARUH OUTDOOR EDUCATION TERHADAP EMPATI SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

orang lain bahkan sampai tega melakukan tindakan yang merugikan orang lain. Orang yang mempunyai empati mampu memahami dan merasakan apa yang dirasakan orang lain dengan cara menempatkan dirinya dalam kondisi orang lain. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Pink (2005, hlm. 159), yang

mengungkapkan bahwa, “Empati merupakan kemampuan untuk berdiri pada

posisi orang lain, untuk melihat dengan mata mereka, dan untuk merasakan dengan hati mereka.”

Sikap empati yang dimiliki seseorang haruslah dikembangkan dan ditanamkan sejak dini, agar sikap empati itu menjadi karakter yang melekat pada setiap individu. Hurlock (1981, hlm. 232) berpendapat bahwa, “Since social or unsocial patterns of behavior are established during the formative childhood years, early social experiences largely determine what sort of adults children will

become.” Pernyataan tersebut menegaskan bahwa, pengalaman-pengalaman awal

yang sifatnya sosial dan anti sosial dalam hidup bermasyarakat mulai bentuk pada anak sejak dini, pengalaman awal tersebut sangat menentukan akan seperti apa anak tersebut dimasa depan. Erikson (dalam Weiten, 1989, hlm. 396) berpendapat

bahwa, “Aneka pengalaman semasa kanak-kanak meninggalkan bekas yang

permanen dalam kepribadian seorang anak setelah beranjak dewasa.” Dari

pendapat tersebut, penanaman nilai sosial yang positif sejak dini menjadi hal yang penting karena akan tersimpan secara permanen dan menentukan kepribadian seseorang di masa dewasanya. Salah satu yang penting untuk ditanamkan yakni, empati.

Dari pendapat di atas, sudah selayaknya keterampilan sosial ditanamkan sejak dini dari masa kanak-kanak. Ditanamkannya nilai sosial seperti empati dipandang baik untuk membentuk manusia masa depan yang berempati. Namun, jika empati tidak ditanamkan sejak usia dini, maka dikhawatirkan seseorang akan terbiasa untuk tidak peduli dengan orang lain. Apabila tetap dibiarkan dan diabaikan, lambat laun manusia tidak lagi peduli dengan sesamanya.

Berdasarkan pemaparan di atas, empati merupakan unsur penting dalam kemampuan sosial siswa. Oleh karena itu, empati perlu ditanamkan dalam diri setiap orang termasuk siswa. Hal tersebut dipandang penting karena siswa masih dalam proses pendidikan. Dalam proses pendidikan, terdapat program pendidikan


(5)

Budiman, 2016

PENGARUH OUTDOOR EDUCATION TERHADAP EMPATI SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang secara umum dipercaya dapat membawa perubahan khusunya dalam hal

behavioral responses (Bogner, 2002). Ini berarti bahwa masih ada kesempatan

dan harapan termasuk untuk menanamkan sikap empati.

Dalam upaya meningkatkan empati siswa, diperlukan suatu pembelajaran yang diyakini dapat meningkatkan empati. Salah satu solusi yang dapat menjadi pilihan dan diterapkan untuk meningkatkan empati siswa yaitu, lewat pendidikan di sekolah, khususnya melalui pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani untuk meningkatkan empati dapat diterapkan dengan melalui satu kegiatan yaitu, kegiatan di alam bebas atau outdoor education. Dimana menurut penelitian Nicol (2002a, 2002b, 2003) “Outdoor education dapat berkontribusi untuk keberlanjutan pendidikan, hidup berkelanjutan dan lingkungan pendidikan.” Selain itu, kegiatan outdoor education juga dipercaya memiliki potensi untuk menolong dalam peningkatan environmentally sympathetic attitudes and behavior (Martin & Thomas, 2000)

Pendidikan alam bebas atau outdoor education merupakan bagian dari pendidikan jasmani. Bucher (1979, hlm. 416) memperkenalkan konsep pendidikan jasmani di alam bebas sebagai program pendidikan yang menjanjikan dimasa depan, dengan penekanan bahwa:

(1) Outdoor education experiences are becoming available to greater number of individuals. (2) A diversity of environments is being utilized. (3)The community is becoming increasingly involved in outdoor education (4)Outdoor education as an integral part of the curriculum. (5) Outdoor education seeks an equalization among the cognitive, affective, and psychomotor objectives. (6) Outdoor education contributes positively to an understanding of environmental problems.

Arti dari pendapat tersebut yaitu: (1) Pengalaman yang diambil dari

outdoor education dapat mengembangkan nilai masing-masing individu. (2)

Memanfaatkan keragaman lingkungan. (3) Masyarakat akan semakin terlibat dalam outdoor education. (4) Outdoor education sebagai bagian integral dari kurikulum. (5) Outdoor education mencari persamaan tujuan antara kognitif, afektif, dan psikomotor. (6) Outdoor education memberikan dampak positif terhadap pemahaman masalah lingkungan.

Berkembangnya konsep outdoor education salah satunya karena proses belajar mengajar di dalam kelas yang makin lama makin terasa kaku dan formal.


(6)

Budiman, 2016

PENGARUH OUTDOOR EDUCATION TERHADAP EMPATI SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pada akhirnya, siswa merasa jenuh dengan rutinitas belajarnya di sekolah. Oleh karena itu, pembelajaran di alam bebas dipandang dapat menjadi salah satu alternatif untuk menghilangkan rasa jenuh terhadap rutinitas pembelajaran di dalam kelas. Hal tersebut diperkuat oleh Hidayat, dkk (2011, hlm. 1) yang

mengungkapkan bahwa, “Kejenuhan pengembangan di dalam ruang turut

memberikan dorongan berkembangnya konsep pendidikan di luar kelas. Pendidikan dalam ruang yang bersifat kaku dan formalitas dapat menimbulkan

kebosanan, termasuk kejenuhan terhadap rutinitas di sekolah.” Sejalan dengan itu

Pastalozzi (dalam Kardjono, 2014) mengungkapkan bahwa,

Emphasized the use of direct, firsthand experiences and real objects, also. Pestalozzi, a follower of Rousseau, urged teachers to take their pupils out of the classroom: Lead your child out into nature, teach him on the hilltops and in the valleys. There he will listen better, and the sense of freedom will given him more strength to overcome difficulties. But in these hours of freedom let him be taught by nature rather than by you. Let him fully realize that she is the real teacher and that you, with your art, do nothing more than walk quietly at her side.

Pendapat di atas mengandung arti bahwa, pengalaman langsung dengan objek nyata merupakan pelajaran permulaan bagi anak. Para guru harus membawa mereka keluar dari ruangan kelas, ke perbukitan dan lembah-lembah. Para guru haruslah membiarkan alam yang mendidik mereka lebih daripada kata-katanya. Pengalaman yang penting ini, merupakan persiapan mental mereka untuk menghadapi kesulitan dikemudian hari.

Pendidikan alam bebas atau outdoor education adalah pengalaman kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan di alam bebas atau ruang terbuka, seperti di pegunungan, bukit, sawah, sungai, dan pantai. Dalam kegiatan outdoor

education, peserta dilibatkan dengan berbagai aktivitas jasmani diantaranya

seperti, jalan kaki (hiking), panjat tebing (Climbing), arung jeram (Rafting) dan berkemah (Camping). Kegiatan- kegiatan tersebut diharapkan mampu membawa perkembangan secara menyeluruh bagi siswa baik aspek fisik, mental maupun sosial.

Harun & Salamuddin, (2014, hlm. 71) mengartikan bahwa, “Outdoor education is a holistic form of education which aids in overall well being of adolescence, including academic, physical, emotional, social and psychology well


(7)

Budiman, 2016

PENGARUH OUTDOOR EDUCATION TERHADAP EMPATI SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

being.” Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa outdoor education adalah

pendidikan yang menyeluruh, dimana outdoor education secara keseluruhan sangat menolong para remaja, termasuk akademiknya, jasmaninya, emosi, sosial dan psikologinya. Sejalan dengan itu Bucher (1979, hlm. 68) menjelaskan,

Outdoor education merupakan aktivitas jasmani yang mampu memberikan

rangsangan bagi perkembangan yang bersifat menyeluruh, dan karena itu efektif

untuk mengembangkan aspek fisikal, emosional, mental dan sosial.”

Dari pemaparan di atas, bentuk aktivitas yang diberikan dalam pembelajaran outdoor education memberi banyak kesempatan kepada siswa seluas-luasnya untuk memperoleh pengalaman langsung di alam bebas. Hal tersebut tentunya akan memberikan manfaat dalam perkembangan siswa secara menyeluruh seperti kemampuan fisik, emosional, dan sosial. Hal ini diperkuat oleh pendapat Kardjono (2014, hlm. 144) bahwa, “Pendidikan alam bebas sebagai pendidikan yang ditekankan pada pengalaman belajar melalui kehidupan secara alami, yang diarahkan selain untuk mengembangkan kemampuan fisik, juga mampu, mengembangkan kemampuan emosional, mental, dan sosial yang sangat

penting bagi masa depan.”

Pendidikan alam bebas yang bersifat menyeluruh akan memungkinkan kontribusi positif terhadap kemampuan sosial siswa terutama dalam meningkatkan empati. Hal tersebut sesuai dengan salah satu tujuan outdoor education yang di ungkapkan Neill (2001, hlm. 1) “The general aim of these OE programs is the

enhancement of participants personal skills and social development. Artinya,

tujuan umum dari outdoor education adalah meningkatkan kemampuan masing-masing dan mengembangkan nilai sosial para pesertanya. Penelitian menunjukkan bahwa different environmental education programs (field trips, hiking, camps, adventure activities) aim to develop pupils' affective relationship to the natural environment, their environmental sensitivity, and outdoor behavior, as well as

their social relationships, through personal experiences (Palmberg & Kuru,

2000).

Selanjutnya Rahman (2009) menemukan bahwa, terdapat hubungan signifikan dalam penerapan outdoor education dengan kompetensi social


(8)

Budiman, 2016

PENGARUH OUTDOOR EDUCATION TERHADAP EMPATI SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(2006) menunjukkan bahwa outbond memiliki dampak positif pada keterampilan sosial, keterampilan interpersonal, kepemimpinan, dan self-esstem.

Dari hasil-hasil penelitian yang dipaparkan di atas, telah jelas dan meyakinkan bahwa outdoor education memiliki pengaruh yang positif terhadap perilaku sosial siswa. Namun, dari beberapa hasil tersebut, masih sangat kurang penelitian tentang pengaruh ataupun hubungan antara outdoor education dan empati. Berdasarkan keadaan tersebut, peneliti tertarik untuk melihat dan mengetahui pengaruh outdoor education terhadap empati siswa.

1.2Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka pertanyaan penelitian yang diajukan yaitu, apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari outdoor education terhadap empati siswa?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang diajukan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah, untuk mengetahui dan menguji pengaruh

outdoor education terhadap empati siswa.

1.4Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini, peneliti berharap manfaat dari penenlitian ini nantinya akan memberikan kontribusi terhadap perkembangan dunia pendidikan khususnya pendidikan jasmani, kesehatan dan olahraga. Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya konsep-konsep, teori-teori pendidikan alam bebas atau outdoor education terhadap empati.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil peneltian ini secara praktis diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran terhadap masalah yang berkaitan dengan masalah pengembangan nilai-nilai moral. Selanjutnya hasil penelitian ini diharapakan menjadi acuan bagi


(9)

Budiman, 2016

PENGARUH OUTDOOR EDUCATION TERHADAP EMPATI SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penyusun program pemecahan masalah untuk anak ataupun siswa yang kurang memiliki empati.

1.5Struktur Organisasi

Sistematika dalam penulisan tesis ini mengacu pada pedoman penulisan karya ilmiah yang dikeluarkan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) pada tahun 2015.

Bab I berupa pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat atau signifikansi penelitian. Dan struktur organisasi tesis.

Bab II berisikan kajian pustaka/landasan teoris, penelitian yang relevan, kerangka berfikir, dan hipotesis penelitian. Bab ini menguraikan tentang kajian pustaka yang berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yaitu tinjauan mengenai otdoor education terhadap empati. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan secara teoritik terhadap permasalahan yang disajikan.

Bab III memaparkan tentang bagaimana penelitian dilakukan yang meliputi Desain penelitian, partisispan, populasi dan sampel, instrumen penelitian, prosedur peneltian, analisi data.

Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan. Dalam bab ini dipaparkan pembahasan terhadap temuan-temuan penelitian yang diperoleh dari penerapan

outdoor education terhadap empati siswa.


(1)

Budiman, 2016

PENGARUH OUTDOOR EDUCATION TERHADAP EMPATI SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

orang lain bahkan sampai tega melakukan tindakan yang merugikan orang lain. Orang yang mempunyai empati mampu memahami dan merasakan apa yang dirasakan orang lain dengan cara menempatkan dirinya dalam kondisi orang lain. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Pink (2005, hlm. 159), yang mengungkapkan bahwa, “Empati merupakan kemampuan untuk berdiri pada posisi orang lain, untuk melihat dengan mata mereka, dan untuk merasakan dengan hati mereka.”

Sikap empati yang dimiliki seseorang haruslah dikembangkan dan ditanamkan sejak dini, agar sikap empati itu menjadi karakter yang melekat pada setiap individu. Hurlock (1981, hlm. 232) berpendapat bahwa, “Since social or unsocial patterns of behavior are established during the formative childhood years, early social experiences largely determine what sort of adults children will become.” Pernyataan tersebut menegaskan bahwa, pengalaman-pengalaman awal yang sifatnya sosial dan anti sosial dalam hidup bermasyarakat mulai bentuk pada anak sejak dini, pengalaman awal tersebut sangat menentukan akan seperti apa anak tersebut dimasa depan. Erikson (dalam Weiten, 1989, hlm. 396) berpendapat

bahwa, “Aneka pengalaman semasa kanak-kanak meninggalkan bekas yang

permanen dalam kepribadian seorang anak setelah beranjak dewasa.” Dari pendapat tersebut, penanaman nilai sosial yang positif sejak dini menjadi hal yang penting karena akan tersimpan secara permanen dan menentukan kepribadian seseorang di masa dewasanya. Salah satu yang penting untuk ditanamkan yakni, empati.

Dari pendapat di atas, sudah selayaknya keterampilan sosial ditanamkan sejak dini dari masa kanak-kanak. Ditanamkannya nilai sosial seperti empati dipandang baik untuk membentuk manusia masa depan yang berempati. Namun, jika empati tidak ditanamkan sejak usia dini, maka dikhawatirkan seseorang akan terbiasa untuk tidak peduli dengan orang lain. Apabila tetap dibiarkan dan diabaikan, lambat laun manusia tidak lagi peduli dengan sesamanya.

Berdasarkan pemaparan di atas, empati merupakan unsur penting dalam kemampuan sosial siswa. Oleh karena itu, empati perlu ditanamkan dalam diri setiap orang termasuk siswa. Hal tersebut dipandang penting karena siswa masih dalam proses pendidikan. Dalam proses pendidikan, terdapat program pendidikan


(2)

Budiman, 2016

PENGARUH OUTDOOR EDUCATION TERHADAP EMPATI SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

yang secara umum dipercaya dapat membawa perubahan khusunya dalam hal

behavioral responses (Bogner, 2002). Ini berarti bahwa masih ada kesempatan dan harapan termasuk untuk menanamkan sikap empati.

Dalam upaya meningkatkan empati siswa, diperlukan suatu pembelajaran yang diyakini dapat meningkatkan empati. Salah satu solusi yang dapat menjadi pilihan dan diterapkan untuk meningkatkan empati siswa yaitu, lewat pendidikan di sekolah, khususnya melalui pendidikan jasmani. Pendidikan jasmani untuk meningkatkan empati dapat diterapkan dengan melalui satu kegiatan yaitu, kegiatan di alam bebas atau outdoor education. Dimana menurut penelitian Nicol (2002a, 2002b, 2003) “Outdoor education dapat berkontribusi untuk keberlanjutan pendidikan, hidup berkelanjutan dan lingkungan pendidikan.” Selain itu, kegiatan outdoor education juga dipercaya memiliki potensi untuk menolong dalam peningkatan environmentally sympathetic attitudes and behavior

(Martin & Thomas, 2000)

Pendidikan alam bebas atau outdoor education merupakan bagian dari pendidikan jasmani. Bucher (1979, hlm. 416) memperkenalkan konsep pendidikan jasmani di alam bebas sebagai program pendidikan yang menjanjikan dimasa depan, dengan penekanan bahwa:

(1) Outdoor education experiences are becoming available to greater number of individuals. (2) A diversity of environments is being utilized. (3)The community is becoming increasingly involved in outdoor education (4)Outdoor education as an integral part of the curriculum. (5) Outdoor education seeks an equalization among the cognitive, affective, and psychomotor objectives. (6) Outdoor education contributes positively to an understanding of environmental problems.

Arti dari pendapat tersebut yaitu: (1) Pengalaman yang diambil dari

outdoor education dapat mengembangkan nilai masing-masing individu. (2) Memanfaatkan keragaman lingkungan. (3) Masyarakat akan semakin terlibat dalam outdoor education. (4) Outdoor education sebagai bagian integral dari kurikulum. (5) Outdoor education mencari persamaan tujuan antara kognitif, afektif, dan psikomotor. (6) Outdoor education memberikan dampak positif terhadap pemahaman masalah lingkungan.

Berkembangnya konsep outdoor education salah satunya karena proses belajar mengajar di dalam kelas yang makin lama makin terasa kaku dan formal.


(3)

Budiman, 2016

PENGARUH OUTDOOR EDUCATION TERHADAP EMPATI SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pada akhirnya, siswa merasa jenuh dengan rutinitas belajarnya di sekolah. Oleh karena itu, pembelajaran di alam bebas dipandang dapat menjadi salah satu alternatif untuk menghilangkan rasa jenuh terhadap rutinitas pembelajaran di dalam kelas. Hal tersebut diperkuat oleh Hidayat, dkk (2011, hlm. 1) yang mengungkapkan bahwa, “Kejenuhan pengembangan di dalam ruang turut memberikan dorongan berkembangnya konsep pendidikan di luar kelas. Pendidikan dalam ruang yang bersifat kaku dan formalitas dapat menimbulkan kebosanan, termasuk kejenuhan terhadap rutinitas di sekolah.” Sejalan dengan itu Pastalozzi (dalam Kardjono, 2014) mengungkapkan bahwa,

Emphasized the use of direct, firsthand experiences and real objects, also. Pestalozzi, a follower of Rousseau, urged teachers to take their pupils out of the classroom: Lead your child out into nature, teach him on the hilltops and in the valleys. There he will listen better, and the sense of freedom will given him more strength to overcome difficulties. But in these hours of freedom let him be taught by nature rather than by you. Let him fully realize that she is the real teacher and that you, with your art, do nothing more than walk quietly at her side.

Pendapat di atas mengandung arti bahwa, pengalaman langsung dengan objek nyata merupakan pelajaran permulaan bagi anak. Para guru harus membawa mereka keluar dari ruangan kelas, ke perbukitan dan lembah-lembah. Para guru haruslah membiarkan alam yang mendidik mereka lebih daripada kata-katanya. Pengalaman yang penting ini, merupakan persiapan mental mereka untuk menghadapi kesulitan dikemudian hari.

Pendidikan alam bebas atau outdoor education adalah pengalaman kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan di alam bebas atau ruang terbuka, seperti di pegunungan, bukit, sawah, sungai, dan pantai. Dalam kegiatan outdoor education, peserta dilibatkan dengan berbagai aktivitas jasmani diantaranya seperti, jalan kaki (hiking), panjat tebing (Climbing), arung jeram (Rafting) dan berkemah (Camping). Kegiatan- kegiatan tersebut diharapkan mampu membawa perkembangan secara menyeluruh bagi siswa baik aspek fisik, mental maupun sosial.

Harun & Salamuddin, (2014, hlm. 71) mengartikan bahwa, “Outdoor education is a holistic form of education which aids in overall well being of adolescence, including academic, physical, emotional, social and psychology well


(4)

Budiman, 2016

PENGARUH OUTDOOR EDUCATION TERHADAP EMPATI SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

being.” Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa outdoor education adalah pendidikan yang menyeluruh, dimana outdoor education secara keseluruhan sangat menolong para remaja, termasuk akademiknya, jasmaninya, emosi, sosial dan psikologinya. Sejalan dengan itu Bucher (1979, hlm. 68) menjelaskan, “Outdoor education merupakan aktivitas jasmani yang mampu memberikan rangsangan bagi perkembangan yang bersifat menyeluruh, dan karena itu efektif untuk mengembangkan aspek fisikal, emosional, mental dan sosial.”

Dari pemaparan di atas, bentuk aktivitas yang diberikan dalam pembelajaran outdoor education memberi banyak kesempatan kepada siswa seluas-luasnya untuk memperoleh pengalaman langsung di alam bebas. Hal tersebut tentunya akan memberikan manfaat dalam perkembangan siswa secara menyeluruh seperti kemampuan fisik, emosional, dan sosial. Hal ini diperkuat oleh pendapat Kardjono (2014, hlm. 144) bahwa, “Pendidikan alam bebas sebagai pendidikan yang ditekankan pada pengalaman belajar melalui kehidupan secara alami, yang diarahkan selain untuk mengembangkan kemampuan fisik, juga mampu, mengembangkan kemampuan emosional, mental, dan sosial yang sangat penting bagi masa depan.”

Pendidikan alam bebas yang bersifat menyeluruh akan memungkinkan kontribusi positif terhadap kemampuan sosial siswa terutama dalam meningkatkan empati. Hal tersebut sesuai dengan salah satu tujuan outdoor education yang di ungkapkan Neill (2001, hlm. 1) “The general aim of these OE programs is the enhancement of participants personal skills and social development. Artinya, tujuan umum dari outdoor education adalah meningkatkan kemampuan masing-masing dan mengembangkan nilai sosial para pesertanya. Penelitian menunjukkan bahwa different environmental education programs (field trips, hiking, camps, adventure activities) aim to develop pupils' affective relationship to the natural environment, their environmental sensitivity, and outdoor behavior, as well as their social relationships, through personal experiences (Palmberg & Kuru, 2000).

Selanjutnya Rahman (2009) menemukan bahwa, terdapat hubungan signifikan dalam penerapan outdoor education dengan kompetensi social emotional di kelas. Sejalan dengan itu penelitian yang dilakukan Wang & Liu


(5)

Budiman, 2016

PENGARUH OUTDOOR EDUCATION TERHADAP EMPATI SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(2006) menunjukkan bahwa outbond memiliki dampak positif pada keterampilan sosial, keterampilan interpersonal, kepemimpinan, dan self-esstem.

Dari hasil-hasil penelitian yang dipaparkan di atas, telah jelas dan meyakinkan bahwa outdoor education memiliki pengaruh yang positif terhadap perilaku sosial siswa. Namun, dari beberapa hasil tersebut, masih sangat kurang penelitian tentang pengaruh ataupun hubungan antara outdoor education dan empati. Berdasarkan keadaan tersebut, peneliti tertarik untuk melihat dan mengetahui pengaruh outdoor education terhadap empati siswa.

1.2Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka pertanyaan penelitian yang diajukan yaitu, apakah terdapat pengaruh yang signifikan dari outdoor education terhadap empati siswa?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang diajukan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah, untuk mengetahui dan menguji pengaruh

outdoor education terhadap empati siswa.

1.4Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini, peneliti berharap manfaat dari penenlitian ini nantinya akan memberikan kontribusi terhadap perkembangan dunia pendidikan khususnya pendidikan jasmani, kesehatan dan olahraga. Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya konsep-konsep, teori-teori pendidikan alam bebas atau outdoor education terhadap empati.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil peneltian ini secara praktis diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran terhadap masalah yang berkaitan dengan masalah pengembangan nilai-nilai moral. Selanjutnya hasil penelitian ini diharapakan menjadi acuan bagi


(6)

Budiman, 2016

PENGARUH OUTDOOR EDUCATION TERHADAP EMPATI SISWA

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penyusun program pemecahan masalah untuk anak ataupun siswa yang kurang memiliki empati.

1.5Struktur Organisasi

Sistematika dalam penulisan tesis ini mengacu pada pedoman penulisan karya ilmiah yang dikeluarkan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) pada tahun 2015.

Bab I berupa pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat atau signifikansi penelitian. Dan struktur organisasi tesis.

Bab II berisikan kajian pustaka/landasan teoris, penelitian yang relevan, kerangka berfikir, dan hipotesis penelitian. Bab ini menguraikan tentang kajian pustaka yang berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yaitu tinjauan mengenai otdoor education terhadap empati. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan penjelasan secara teoritik terhadap permasalahan yang disajikan.

Bab III memaparkan tentang bagaimana penelitian dilakukan yang meliputi Desain penelitian, partisispan, populasi dan sampel, instrumen penelitian, prosedur peneltian, analisi data.

Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan. Dalam bab ini dipaparkan pembahasan terhadap temuan-temuan penelitian yang diperoleh dari penerapan

outdoor education terhadap empati siswa.