Penurunan Tren Batu Akik di Kota Medan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Kehidupan manusia berkembang seiring dengan perubahan waktu.

Perubahan ini meliputi juga perubahan yang ada di dalam kehidupan sosial
masyarakat. Perkembangan jaman yang semakin tidak terduga sering kali
membuat kita terjebak menikmati perubahan itu sehingga menyebabkan tingkat
komsumsi yang berlebihan. Perubahan itu acap kali tidak hanya pada lingkup
sektor daerah maupun tingkatan nasional bahkan telah mencapai tingkatan global.
Namun, terdapat suatu fenomena perkembangan yang dulu pernah ada dan
sekarang muncul kembali. Seperti halnya siklus roda, yang selalu berputar tanpa
kita sadari telah berganti posisi sebelum posisinya semula.
Di Indonesia terdapat berbagai macam kekayaan alam, baik itu logam
mulia maupun jenis batu-batuan. Semua itu dikonsumsi oleh semua lapisan
masyarakat, tidak terlepas kelas atas maupun bawah. Seperti terakhir belakangan
yang menghebohkan seluruh masyarakat, yakni Batu Akik. Jika kita mendengar
kata itu, bukanlah hal yang baru di negara kita, tetapi mengapa belakangan

terakhir

semakin

hingar-bingar

sampai

seluruh

pelosok

kota

sampai

perkampungan terdapat pedagang batu akik. Bukan hanya pada tingkatan
produsen, tetapi pada konsumen juga telah terjadi pergeseran, yang dahulu hanya
orangtua yang menjadi penikmat batu akik tetapi sekarang sampai anak muda.
Seolah kembali ke “zaman batu”, kalimat ini mungkin kalimat yang pas

untuk mengungkapkan fenomena yang terjadi saat itu. Bahkan, dimedia
1

Universitas Sumatera Utara

elektronik maupun media cetak, bahasan tentang batu dapat menaikkan rating
maupun jualan ekslemplar koran tiap harinya. Isu nasional maupun isu regional
yang ada tergantikan oleh celoteh tentang batu.
Tak bisa dipungkiri bahwa batu akik memiliki daya tarik tersendiri yang
menjadikan orang terus saja memburunya. Di balik sebuah batu ada prestise, ada
simbol juga strata sosial yang diperjual belikan, semakin indah dan semakin sulit
batu ditemukan maka harga yang ditawarkan semakin tinggi yang menjadikan
orang yang memakainya secara tidak langsung akan menyimbolkan kediriannya.
Di dalam era post modern, ada berbagai perkembangan utama di dalam
dunia sosial yang mempengaruhi relasi diantara kelompok-kelompok gaya hidup,
dan bagaimana relasi ini diaktualisasikan melalui dunia objek, citra dan tandatanda.
Tren batu akik di era globalisasi seperti ini tentu saja menghebohkan,
apalagi akses media yang sangat mudah ditambah kekayaan alam Indonesia yang
berlimpah. Tetapi kebanyakan masyarakat hanya memaknai batu akik sebagai
gaya hidup atau style maupun sekedar ikut-ikutan, bukanlah lagi sebagai simbol

kultural masyarakat indonesia atau pun lebih kepada simbol spiritual seperti pada
era dahulu.
Pada awalnya pemakaian batu akik di era modern lebih kepada tanda
mistik diluar dari terdapat kalangan atau kelompok-kelompok peminat batu akik.
Tetapi semua terbantahkan pada satu tahun terakhir ini, dari kalangan bawah
sampai atas, tidak terlepas pada status sosial. Semua orang berlomba-lomba
membeli, bahkan mencari batu yang masih dalam bentuk “bongkahan” yang

2

Universitas Sumatera Utara

selanjutnya ia rela membentuknya sendiri menjadi batu cincin ataupun kalung
yang siap untuk dipakai.
Kita tahu belakangan terakhir ini semakin berkurang atau bisa dikatakan
seolah terseleksi alam, dimana peminat ataupun penjual batu akik yang semakin
berkurang bahkan hampir habis, meskipun ditempat-tempat tertentu masih ada
pedagang pedagang baik dipinggir jalan ataupun pusat perbelanjaan modern.
Dalam penelitian terdahulu oleh Boty, M. (2016) yang berjudul Analisis
Fenomena Sosial Batu Akik (Studi Pada Masyarakat (Penjual-Pembeli) Di Pusat

Penjualan Batu Akik Palembang), ia mengatakan bahwa kepesonaan batu akik
memang luar biasa. Bahkan keindahannya dapat memikat siapa saja yang
melihatnya. Namun terlepas dari nilai estetika dan keindahan yang dimilikinya,
sebagian masyarakat mempercayai jika batu akik memiliki kekuatan magis yang
mempengaruhi bagi siapa pun pemakainya. Ada orang yang percaya jika
menggunakan batu akik tertentu, maka ia akan merasakan sebuah energi yang
positif dalam dirinya.
Secara historis jika kita melihat makna simbolik, batu akik merupakan
simbol supranatural atau metafisika yang memiliki kekuatan, dipakai oleh
seseorang atau suatu kelompok yang diyakini memiliki kekuatan mistis seperti
dukun ataupun tabit sejak dulu.
Kembali kepada tren batu akik yang dapat dikatakan tren yang sesaaat.
Jika kita kembali ke beberapa tahun terakhir, meledaknya batu akik di Indonesia,
dimulai terlebih dahulu setelah “Presiden SBY menerima pemberian batu akik
jenis Bacan Maluku dari Mantan Gubernur Maluku Utara Ir.H. Thaib Armansyah

3

Universitas Sumatera Utara


M.Si” Kemudian dilanjutkan “Pemberian Cinderamata oleh Presiden SBY kepada
Presiden Amerika Serikat Barack Obama saat kunjungannya ke Indonesia”
Meskipun demikian fenomena batu akik ini tidaklah dapat kita katakan
hanya tren sesaat layaknya “ikan louhan,tanaman anthurium, bunga euphorbia”
beberapa tahun terakhir, dikarenakan masyarakat yang awalnya hanya sebagai
“konsumen sesaat” yang dimana individu ataupun kelompok ini hanyalah orangorang yang mengikuti arus fenomena “main stream” terseleksi alam, baik
meninggalkan batu akik ataupun semakin menguatkan tingkat konsumsinya ke
jenjang yang lebih tinggi, seperti adanya kelompok-kelompok ataupun komunitas
pencinta batu akik yang bertahan atau semakin terlegitimasi oleh tingkat prestise
batu akik.
Masyarakat awam bersikap wajar dalam menyikapi ledakan batu akik.
Sebab, hingga kini batu akik belum memiliki standar harga di pasaran (belum ada
nilai investasinya) layaknya emas dan berlian. Selain itu juga belum memiliki
lembaga sertifikasi yang tetap, yang bisa menjaga harga dan keasliannya. Kondisi
itu bisa memicu perubahan yang tidak bisa diprediksi, yakni bisa terus melonjak
ataupun jatuh tiba-tiba.
Terhusus di Kota Medan sudah ada kawasan-kawasan atau toko yang
dikhusukan untuk penjualan batu akik seperti: Plaza Palladium, Plaza Medan
Fair,dan di sekitar Kantor Pos Stasiun Kereta Api, Selain juga dipinggiran jalan
sekitar kota Medan.

Banyak orang bilang bahwa 2015 dan 2016 adalah tahun penurunan
demam batu akik, yang sempat melanda bumi Indonesia selama setahun mulai
dari 2013 - 2014. Bila dilihat secara seksama, mungkin faktanya memang
4

Universitas Sumatera Utara

demikian. Hal ini disebabkan bukan karena menurunnya jumlah kolektor batu
yang setia, namun memang peta penggemar batu akik yang berubah. Orang yang
sekedar mengikuti tren batu akik akan segera berakhir kecintaannya pada berbagai
jenis batu yang hadir dari segala penjuru bumi nusantara. Dengan kata lain,
mereka yang hanya ikut-ikutan tren bukanlah seorang kolektor sejati. Bagi
mereka, satu atau dua batu sudah cukup. Sementara bagi kolektor, batu akik
bukan hanya sekedar tren sesaat. Lebih dari itu, batu akik adalah bukti kecintaan
para kolektor.
Jika dibedakan dari segi kualitas dan harga batu akik belakangan ini di
kota medan, tidaklah memiliki perbedaan yang terlalu signifikan antara pedagang
batu akik di pasar modern ataupun tradisional apalagi ditengah penurunan tren
batu akik pada beberapa saat terakhir ini dan juga naik turunnya harga batu akik di
tengah menurunnya konsumsi masyarakat terhadap batu akik.

Bila kita melihat berdasarkan data diatas maka dapat kita simpulkan
penurunan tren batu akik tentulah tidak sejalan dengan nilai aatau harganya yang
mengikut turun, karena dari data diatas harga setiap batu mengalami kenaikan
pada tahun 2016 meskipun ada beberapa yang mengalami penurunan di tahun
2015. Dari data diatas kita dapat mengatakan bahwa tingkat konsumsi yang
menurut tidak ikut serta dalam penurunan nilai atau harga suatu barang yang
dikonsumsi.
Karl Marx pernah menulis tentang bagaimana seorang individu dalam
masyarakat kapitalis modern mempercayai bahwa suatu barang hasil produksi
memiliki kekuatan otonom untuk menentukan relasi sosialnya (Lewis dan Morris,
1977). Hal ini berarti dalam diri individu tersebut timbul keyakinan bahwa nilai5

Universitas Sumatera Utara

nilai eksistensi dirinya dalam ruang sosial bisa tersimbolisasikan dalam barangbarang produksi tersebut. Pada indvidu ini, yang terjadi ialah ia membeli barang
hanya untuk mendapatkan ‘nilai yang

melekat pada barang itu’, bukan karena

membutuhkan nilai gunanya. Pemikiran Marx tersebut relevan dengan kondisi

masyarakat modern saat ini yang identik dengan suatu paradigma bahwa barang
produksi dapat mendefinisikan status sosial mereka.
Tren batu akik yang sempat meninggi membuat kuatnya daya beli
masyarakat pada batu akik ini salah satunya dipengaruhi oleh tingkat penggunaan
media yang juga tinggi. Produsen batu jenis apa pun dapat mengiklankan berbagai
macam produknya melalui segala media. Pesan-pesan yang disampaikan melalui
berbagai media membentuk konstruksi sosial mengenai gambaran masyarakat
ideal yang didefinisikan dengan segala macam kepemilikan barang.
Semuanya seolah tergeser pada pandangan awal bahwa adanya sekat kelas
sosial di era modern yang sulit untuk disatukan, merevitalisasi pandangan
Marxisme dengan cara membangun sintesis antara wacana posmodernisme dan
Marxisme. tetapi terbantahkan pada fenomena batu akik di era post modern ini.
Fredric Jameson melihat masih ada kontinyuitas antara modernitas dengan
postmodernitas. Ada persambungan antara keduanya. Dunia kapitalisme saat ini
memasuki masa akhirnya, meskipun memang telah menumbuhkan logika kultural
baru, yakni postmodernisme. Meskipun kulturalnya berubah namun struktur
ekonomi yang terjadi masih dengan basis pola yang lama. Ia melihat sekaligus sisi
positif dan negatif dari postmodernitas.
Dikaitkan dengan judul penelitian, peneliti melihat adanya logika yang
terbalik, dimana komoditas modern yang seharusnya seperti emas dan berlian

6

Universitas Sumatera Utara

seolah olah bergeser ke komoditas yang dilihat harga jualnya dibawah dari
komoditas yang biasa dan ditambah lagi belum ada sertifikasi yang jelas
mengenai harga ekonominyan yang pasti secara global, tetapi yang menarik tetap
sama pada konsep kapitalisme pasar. Dan juga dikaji pada penurunan tingkat
konsumsi produk ataupun tren akan mengkonsumsi produk tersebut tidaklah
berdampak yang sama terhadap harga jualnya.
Ia menemukan ada tiga tahapan dalam kapitalisme yang dimulai dengan
kapitalisme pasar, diikuti dengan lahirnya jaringan kapitalis global, dan akhirnya
kapitalisme akhir dengan semakin bebasnya pergerakan modal di seluruh dunia.
Perubahan dalam struktur ekonomi ini memperngaruhi pula pada bentuk-bentuk
kultural. Satu ciri kultural baru adalah elemen yang lebih heterogen. Tidak terjadi
dominansi satu kultur tertentu, namun ada banyak kekuatan yang saling hadir
secara bersamaan.
Menurut Turner (1998), postmodern menggunakan dua tema, yakni
sosiologi kritik sebagai sebuah ilmu, dan robohnya modernitas sebagai simbol
kultural yang merubah organisasi sosial dan relasi individu dengan dunia sosial. Ia

juga berpendapat bahwa postmodernisme dapat dipilah menjadi dua, yakni yang
lebih melihat dari akibat perubahan berbagai aspek ekonomi dan satu lagi dari sisi
kultural.
Postmodern menyerang keyakinan modernitas terhadap ilmu. Kritiknya
berkenaan dengan pengetahuan manusia berkenaan dengan tiga hal, yaitu:
1) masalah

representasi,

apakah

bahasa

mampu

membantu

pemahaman kita tentang realitas,

7


Universitas Sumatera Utara

2) masalah kekuasaaan dan vested interest, karena terbukti ilmu tak
berkembang secara netral dan karena itu ilmu mesti dipahami
dalam konteks kulturalnya, dan
3) masalah

kontinyuitas,

karena

ada

diskontinyuitas

dalam

pengetahuan.

1.2

Perumusan Masalah
Kota Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia, Kota medan

juga memiliki sebagai kota yang multi kultur dan memiliki banyak keberagaman
dari segi masyarakat dan kekayaan alamnya. Sesuai dengan latar belakang yang
telah dikemukakan penulis diatas, maka penulis merumuskan masalah dalam
penelitian ini, diantaranya :
1. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan tren batu akik di Kota
Medan?
2. Mengapa masih ada masyarakat yang bertahan dengan batu akik di Kota
Medan?

1.3

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas tujuan penulisan penelitian ini adalah :
1. Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan tren batu
akik di Kota Medan.
2. Untuk menjelaskan mengapa masih ada masyarakat yang bertahan dengan
batu akik di Kota Medan.
8

Universitas Sumatera Utara

1.4

Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan kajian ilmiah

dan memperluas cakrawala pengetahuan terkait kajian penurunan tren batu akik di
kota medan dari berbagai kalangan ataupun kelas terutama bagi mahasiswa
sosiologi yang akan melakukan penelitian selanjutnya. Serta dapat memberikan
sumbangsih dan kontribusi bagi ilmu sosial dan masyarakat yang melakukan
penelitian dengan topik yang sama.

2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa agar
lebih bisa menghadapi arus globalisasi serta memberikan pandangan dan
pengetauan terhadap masyarakat ataupun mahasiswa agar lebih menelaah dan
menyelesksi tren-tren yang terjadi dimasyarakat untuk ikut dikonsumsi, terlebih
pada tren batu akik.

1.5

Defenisi Konsep
Penelitian ini mengangkat topik penurunan tren batu akik di kota medan.

Agar penelitian ini tetap pada fokus penelitian dan tidak menimbulkan penafsiran
ganda pada kemudian hari maka penelitian ini perlu dibuat defenisi konsep.
Konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian agar
tidak terlalu melebar dan lari dari sasaran utama, untuk menjelaskan maksud dan

9

Universitas Sumatera Utara

konsep-konsep yang terdapat dalam proposal penelitian. Adapun yang digunakan
sesuai dengan konteks penelitian ini antara lain adalah:
1. Penggemar adalah Individu atau kelompok yang meminati, memuja,
mengagumi sesuatu hal benda ataupun orang.
2. Tren adalah gaya ataupun mode yang sedang populer atau dipakai pada
saat ini.
3. Kolektor adalah individu yang memiliki hasrat untuk mengumpulkan
suatu obyek (benda) untuk dimiliki. Konotasi kepemilikan dalam hal ini
juga berarti memamerkan/memajang benda tersebut dalam ruang publik
untuk dikagumi oleh orang lain.
4. Batu Akik adalah sebutan lain untuk batu cincin atau pun kalung yang
sering dipakai sebagai aksesoris pendamping atau penambah di perhiasan.
Sering kali dipakai oleh orang tua ataupun yang dituakan atau juga
paranormal, dukun atau pun tabib.
5. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari sekelompok manusia di
dalam

masyarakat.

Gaya

hidup

menunjukkan

bagaimana

orang

mengkordinir kehidupan pribadinya, kehidupan masyarakat, perilaku di
depan umum dan upaya membedakan statusnya dari orang lain melalui
lambang-lambang sosial.
6. Fetisisme Komoditas adalah kondisi ketika komoditas menjadi realitas
independen dan menjadi sumber aliensi. Fetisisme komoditas juga dapat
diartikan sebagai cara bagaimana produsen menunjukkan bahwa asas
pertukaran dapat memaksakan kekuatannya secara khusus dalam dunia
benda-benda budaya.
10

Universitas Sumatera Utara

7. Budaya Populer adalah budaya yang banyak disukai orang tetapi hanya
dapat dinikmati kalangan orang tertentu, budaya ini memperoleh
kekuatannya dari media massa yang dimana media massa digunakan
sebagai alat penyebaran pengaruh di masyarakat.
8. Perilaku Sosial adalah tingkah laku yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat, di mana pusat perhatian ada diantara hubungan individu
dengan lingkungannya.

11

Universitas Sumatera Utara