Profil ibu Hamil dengan HIV dan AIDS yang Bersalin di RSUP H. Adam Malik Medan pada Periode Tahun 2012-2014

6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Persalinan

2.1.1. Defenisi Persalinan
Serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup
bulan atau hampir cukup bulan (37-42 minggu diukur dari hari pertama haid terakhir
pada siklus 28 hari), disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh
ibu.13,14
2.1.2. Jenis-jenis Persalinan
1. Persalinan Spontan

Bila persalinan ini berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir.
2. Persalinan Buatan
Bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya ekstraksi dengan forceps atau
dilakukan operasi Sectio Caesaria
3. Persalinan Anjuran

Pada umumnya persalinan terjadi bila bayi sudah cukup besar untuk berada diluar, tetapi
tidak sedemikian besarnya sehingga menimbulkan kesulitan dalam persalinan. Kadangkadang persalinan tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru berlangsung setelah
pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau prostaglandin.13,14

2.1.3. Tahapan persalinan
1. Kala I

Pada kala 1 pembukaan his belum begitu kuat, datangnya setiap 10-15 menit dan
tidak seberapa mengganggu ibu sehingga ia sering masih dapat berjalan. Lambat laun
his akan menjadi kuat dimana interval menjadi lebih pendek, kontraksi lebih kuat dan
lebih lama. Lamanya kala I untuk primigravida adalah 12 jam dan untuk multigravida
adalah 8 jam.
Kala I dapat dibagi menjadi 2:
- Fase laten: pembukaan serviks 1 hingga 3 cm, sekitar 8 jam.

Universitas Sumatera Utara

7

- Fase aktif: pembukaan serviks 4 hingga lengkap (10 cm), sekitar 6 jam. Untuk

mengetahui apakah persalinan dalam kala I maju sebagaimana mestinya sebagai
pegangan kita ambil:Kemajuan pembukaan 1 cm dalam 1 jam bagi primigravida dan
2 cm dalam 1 jam bagi multigravida.13,15
Tabel 2.1. Penilaian dan intervensi selama kala I 15
Parameter
Tekanan darah
Suhu Tiap 4 jam
Nadi
Denyut jantung janin
Kontraksi Tiap 1 jam
Pembukaan serviks
Penurunan kepala
Warna cairan amnion

Frekuensi pada kala I
laten
Tiap 4 jam

Frekuensi pada kala I
aktif

Tiap 4 jam

Tiap 2 jam
Tiap 30-60 menit

Tiap 30-60 menit

Tiap 1 jam

Tiap 30 menit

Tiap 30 menit
Tiap 4 jam*
Tiap 4 jam*
Tiap 4 jam*

Tiap 4 jam*
Tiap 4 jam*
Tiap 4 jam*


*Dinilai pada setiap pemeriksaan dalam
2. Kala II
Pembukaan lengkap sampai bayi lahir, 1 jam pada primigravida, 2 jam pada multigravida.
13,14,15

Gejala-gejala kala II ialah:
- His menjadi lebih kuat, kontraksinya selama 50-100 detik, datangnya tiap 2-3 menit.
Ketuban biasanya pecah dalam kala ini dan ditandai dengan keluarnya cairan yang kekuningkuningan secara sekonyong-konyong dan banyak. Ada kalanya ketuban pecah dalam kala I
dan malahan selaput janin dapat robek sebelum persalinan dimulai.

Universitas Sumatera Utara

8

- Pasien mulai mengejan
- Pada akhir kala II sebagai tanda bahwa kepala sudah sampai di dasar panggul perineum
menonjol , vulva menganga dan rektum terbuka.
- Di puncak his, bagian kecil dari kepala nampak dalam vulva, tetapi hilang lagi waktu his
terhenti
- Pada his berikutnya bagian kepala yang nampak lebih besar lagi, tetapi surut kembali kala

his berhenti. Kejadian ini disebut : *kepala membuka pintu*

Maju dan surutnya kepala berlangsung terus, sampai lingkaran terbesar dari
kepala terpegang oleh vulva sehingga tak dapat mundur lagi.Pada saat ini tonjolan
tulang ubun-ubun telah lahir dan subocciput ada dibawah simfisis.Pada saat ini pada
primigravida, perineum biasanya tak dapat menahan regangan yang kuat ini sehingga
robek pada pinggir depannya. Setelah kepala lahir, ia jatuh kebawah dan kemudian
terjadi putaran paksi luar, sehingga kepala melintang.
Sekarang vulva menekan pada leher dan dada tertekan oleh jalan lahir sehingga
dari hidung anak keluar lendir dan cairan. Pada his berikutnya bahu lahir, bahu
belakang dulu kemudian bahu depan, disusul oleh seluruh badan anak dengan fleksi
lateral, sesuai dengan paksi jalan lahir. Sesudah anak lahir, sering keluar sisa air
ketuban, yang tidak keluar waktu ketuban pecah, kadang-kadang bercampur darah.
Lamanya kala II pada primigravida ± 50 menit pada multigravida ± 20 menit. 13-15
3. Kala III

Setelah anak lahir his berhenti sebentar, tetapi setelah beberapa menit timbul
lagi.His ini dinamakan his pelepasan uri yang melepaskan uri sehingga terletak pada
segmen bawah rahim atau bagian atas dari vagina. Setelahanak lahir uterus teraba
sebagai tumor yang keras, segmen atas lebar karena mengandung plasenta, fundus

uteri teraba sedikit diatas pusat.Kalau plasenta telah lepas bentuknya menjadi bundar
dan tetap bundar sehingga perubahan bentuk ini dapat diambil sebagai tanda
pelepasan plasenta.

Universitas Sumatera Utara

9

Jika keadaan dibiarkan, maka setelah plasenta lepas fundus uteri naik sedikit
hingga setinggi pusat atau lebih dan bagian tali pusat diluar vulva menjadi lebih
panjang. Naiknya fundus uteri disebabkan karena plasenta jatuh dalam segmen bawah
rahim atau bagian atas vagina dan dengan demikian mengangkat uterus yang
berkontraksi; dengan sendirinya dengan lepasnya plasenta bagian tali pusat yang lahir
menjadi lebih panjang. Lama kala uri ± 8,5 menit, dan pelepasan plasenta hanya
memakan waktu 2-3 menit.13,14,15
4.

Lamanya persalinan

Lamanya persalinan tentu berlainan bagi primigravida dan multigravida.

Tabel 2.2. Tahapan persalinan primigravida dan multigravida
Tahapan Persalinan
Kala I
Kala II
Kala III
Persalinan
2.2.

Primigravida
12,5 jam
80 menit
10 menit
14 jam

Multigravida
7 jam 20 menit
30 menit
10 menit
8 jam


HIVdan AIDS

2.2.1. Dasar Virologi HIV( Struktur Genomik)
Acquaired immune deficiency syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human
Immunodeficiency
diidentifikasikan

Virus
oleh

Luc

(HIV).HIV-1
Montainer

adalah
di

virus


Institut

HIVyang

Pasteur,

Paris,

pertama
tahun

1983.Karakteristik virus sepenuhnya diketahui oleh Robert Gallo di Washington dan
Jay levy di San Francisco, tahun 1984.HIV-2 berhasil diisolasi dari pasien di Afrika
Barat pada tahun 1986.5Secara struktural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas
sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar.Pada
pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIVmempunyai 3 gen yang merupakan
komponen fungsional dan struktural. Tiga gen tersebut yaitu gag, pol dan env.Grup
antigen (gag), polymerase (pol) dan envelope (env). Gen gag mengkode protein inti.
Gen pol mengkode enzim reverse transcriptase, protease dan integrase. Gen env
mengkode komponen struktural HIVyang dikenal dengan glikoprotein. Gen lain yang


Universitas Sumatera Utara

10

ada dan juga penting dalam replikasi virus adalah rev, nef, vpu, vpr. 2Pemeriksaan
dengan mikroskop elektron memperlihatkan bahwa HIVmemiliki banyak tonjolan
eksternal yang dibentuk oleh dua protein utama envelope virus, gp120 di sebelah luar
dan gp41 yang terletak di transmembran.gp120 memiliki afinitas tinggi terutama
region V3 terhadap reseptor CD4 sehingga bertanggung jawab pada awal interaksi
dengan sel target. Sedangkan gp41 bertanggung jawab dalam proses internalisasi atau
adsorbsi.HIVadalah kasus virus sitopatik diklasifikasikan dalam family Retroviridae,
subfamily Lentivirinae, genus lentivirus. Berdasarkan strukturnya HIVtermasuk
famili retrovirus, termasuk virus RNA dengan berat molekul 9,7 kb. RNA diliputi oleh
kapsul berbentuk kerucut terdiri atas sekitar 2000 kopi p24 proteinvirus.Dikelilingi
oleh kapsid selubung virus (envelope).Selubung virus terdiri atas dua lapis membrane
lipid.Masing-masing subunit selubung virus terdiri atas dua non-kovalen rangkaian
protein membran glycoprotein 120 (gp 120), protein membran luar, dan glycoprotein
41 (gp41).5


Gambar 2.1. Struktur HIV 18

Universitas Sumatera Utara

11

2.2.2 Siklus Hidup HIV
Didalam siklus hidup HIV, rangkaian asam nukleat berperan pada fungsi
intrinsik.Asam nukleat merupakan zat kimia yang bertanggung jawab atas
penyimpanan danpenyampaian semua informasi genetik yang yang diperlukan guna
perencanaan pembentukan fungsi sel. Asam nukleat terbentuk dari nitrogen yang
mengandung basa (purin dan pirimidin), gula (deoksiribosa), dan asam fosfat.Asam
nukleat yang mengandung deoksiribosa disebut asam deoksiribonukleat atau
DNA.Yang mengandung ribose disebut asam ribonukleat atau RNA.DNA berperan
membawa informasi genetik untuk sintesis protein.RNA, termasuk mRNA (messenger
RNA), tRNA (transfer RNA), dan rRNA (ribosomal RNA) yang bertugas
melaksanakan instruksi yang dibawa DNA.5
Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIVmemiliki waktu hidup sangat pendek; hal
ini berarti HIVsecara terus-menerus menggunakan sel pejamu baru untuk mereplikasi
diri. Sebanyak 10 miliar virus dihasilkan setiap harinya. Serangan pertama HIVakan
tertangkap oleh sel dendrit pada membran mukosa dan kulit pada 24 jam pertama
setelah paparan. Sel yang terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan
kadang-kadang ke pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah paparan,dimana
replikasi virus menjadi semakin cepat. Siklus hidup HIVdapat dibagi menjadi 5 fase,
yaitu:
- Masuk dan mengikat.
- Reverse transcriptase
- Replikasi
- Budding.
- Maturasi.2
2.2.3 Tipe HIV
Ada 2 Tipe HIVyang dapat menyebabkan AIDS. HIV-1 dan HIV-2.HIV-1
bermutasi lebih cepat karena replikasi lebih cepat.Berbagai macam subtipe dari HIV-1
telah ditemukan dalam area geografis yang spesifik dan kelompok spesifik resiko

Universitas Sumatera Utara

12

tinggi.Individu dapat terinfeksi oleh subtipe yang berbeda. Berikut adalah subtipe
HIV-1 dan distribusi geografisnya:
Subtipe A: Afrika Tengah
Subtipe B : Amerika Selatan, Brazil, USA, dan Thailand
Subtipe C : Brazil, India dan Afrika Selatan
Subtipe D : Afrika Tengah
Subtipe E : Thailand, Afrika Tengah
Subtipe F : Brazil, Rumania, Zaire
Subtipe G : Zaire, Gabon, Thailand
Subtipe H : Zaire, Gabon
Subtipe C sekarang ini terhitung lebih dari separuh dari semua infeksi HIVbaru
diseluruh dunia.
2.2.4 Perjalanan Penyakit HIV
Perjalanan klinis pasien dari tahap terinfeksi HIVsampai tahapAIDS, sejalan
dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama imunitas seluler dan
menunjukkan gambaran penyakit yang kronis.Penurunan imunitas biasanya diikuti
dengan peningkatan resiko dan derajat keparahan infeksi oportunistik serta penyakit
keganasan. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang menjadi
AIDS pada tiga tahun pertama, 50% menjadi AIDS sesudah sepuluh tahun, dan
hampir 100% pasien HIVmenunjukkan gejala AIDS sesudah 13 tahun. Perjalanan
klinis HIVdan AIDS digambarkan sebagai berikut :
Dalam tubuh ODHA, partikel virus akan bergabung dengan DNA sel pasien,
sehingga orang yang terinfeksi HIVseusia hidup akan tetap terinfeksi. Sebagian
pasien memperlihatkan gejala tidak khas infeksi seperti demam, nyeri menelan,
pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk pada 3-6 minggu
setelah infeksi.Kondisi ini dikenal dengan infeksi primer.
Infeksi primer berkaitan dengan periode waktu dimana HIVpertama kali masuk ke
dalam tubuh. Pada fase awal proses infeksi (imunokompeten) akan terjadi respon

Universitas Sumatera Utara

13

imun berupa peningkatan aktivasi imun, yaitu pada tingkat seluler (HLA-DR; sel T;
IL-2R); serum atau humoral (beta-2 mikroglobulin,neopterin,CD8, IL-R) dan
antibodi upregulation (gp 120, anti p24; IgA). Induksi sel T helper dan sel-sel lain
diperlukan untuk mempertahankan fungsi sel-sel faktor sistem imun agar tetap
berfungsi dengan baik. Infeksi HIVakan menghancurkan sel-sel T, sehingga T-helper
tidak dapat memberikan induksi kepada sel-sel efektor sistem imun. Dengan tidak
adanya T-helper, sel-sel efektor sistem imun seperti T8 sitotoksik, sel NK, monosit
dan sel B tidak dapat berfungsi dengan baik.Daya tahan tubuh menurun sehingga
pasien jatuh ke dalam stadium lebih lanjut. Saat ini darah pasien menunjukkan jumlah
virus yang sangat tinggi, yang berarti banyak virus lain dalam darah. Sejumlah virus
dalam darah atau plasma per millimeter mencapai 1 juta.Orang dewasa yang baru
terinfeksi sering menunjukkan sindrom retroviral akut. Tanda dan gejala dari sindrom
retroviral akut ini meliputi: panas, nyeri otot, sakit kepala, mual, muntah, diare,
berkeringat di malam hari, kehilangan berat badan dan timbul ruam. Tanda dan gejala
tersebut biasanya terjadi 2-4 minggu setelah infeksi, kemudian hilang atau menurun
setelah beberapa hari dan sering salah terdeteksi sebagai influenza atau infeksi
mononukleosis.
Selama infeksi primer jumlah limfosit CD4+ dalam darah menurun dengan
cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4+ pada nodus limfa dan thymus selama
waktu tersebut, yang membuat individu yang terinfeksi HIVakan mungkin terkena
infeksi oportunistik dan membatasi kemampuan thymus untuk memproduksi limfosit
T. Tes antibodi HIVmenggunakan enzym linked imunoabsorbent assay (ELISA) yang
akan

menunjukkan

hasil

positif.Setelah

infeksi

akut,

dimulailah

infeksi

HIVasimptomatik (tanpa gejala).Masa tanpa gejala ini bisa berlangsung selama 8-10
tahun.Tetapi ada sekelompok orang yang perjalanan penyakitnya sangat cepat, hanya
sekitar 2 tahun, dan ada pula yg perjalanannyasangatlambat.Seiring dengan
memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai menampakkan gejala akibat infeksi
oportunistik (penurunan berat badan, demam lama, pembesaran kelenjar getah
bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

14

Pada fase ini disebut dengan imunodefisiensi, dalam serum pasien yang
terinfeksi HIVditemukan adanya faktor supresif berupa antibodi terhadap poliferasi
sel

T.

Adanya

supresif

pada

proliferasi

sel

T

tersebut

dapatmenekansintesisdansekresilimfokin.Perjalanan penyakit lebih progresif pada
pengguna narkoba.Lamanya penggunaan jarum suntik berbanding lurus dengan
infeksi pneumonia dan tuberkulosis. Infeksi oleh kuman lain akan membuat HIV
membelah lebih cepat. Selain itu dapat mengakibatkan reaktivasi virus di dalam
limfosit T sehingga perjalanan penyakit bisa lebih progresif.
1.

Stadium pertama: HIV

Infeksi dimulai dengan masuknya HIVdan diikuti terjadinya perubahan serologis
kita antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi positif.Rentang
waktu sejak HIVmasuk ke dalam tubuh sampai tes antibodi terhadap HIVmenjadi
positif disebut window period.Lama window period antara satu sampai tiga bulan,
bahkan ada yang dapat berlangsung sampai enam bulan.
2.

Stadium kedua: Asimptomatik (tanpa gejala)

Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIVtetapi tubuh tidak
menunjukkan gejala-gejala.Keadaan ini dapat berlangsung rerata selama 5-10 tahun.
Cairan tubuh pasien HIV/AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan
HIVkepada orang lain.
3.

Stadium ketiga : pembesaran kelenjar getah bening secara menetap dan merata

(Persistent Generalized Lymphadenopathy), tidak hanya muncul pada satu tempat saja, dan
berlangsung lebih dari satu bulan.
4.

Stadium keempat : AIDS

Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit, antara lain penyakit
konstitusional, penyakit saraf dan penyakit infeksi sekunder.2

Universitas Sumatera Utara

15

2.2.5 Diagnostik Infeksi HIV&AIDS
Algoritma standar (tahapan prosedur) dalam pemeriksaan HIV mencakup:
1. Skrining awal menggunakan enzyme immunoabsorbent assay (EIA) berlisensi
FDA yang sensitif, dilanjutkan dengan
2. Konfirmasi dengan uji Western blot berlisensi FDA yang spesifik.

Pemeriksaan awal untuk skrining status antibodiHIVpada orang dewasa
adalah EIA.EIA mendeteksi antibodi yang diproduksi sebagai respons
terhadap HIV.Infeksi HIVmenimbulkan reaksi dalam EIA; oleh sebab itu,
hasil positif disebut reaktif.EIA sensitif karena mendeteksi hampir semua
darah yang mengandung antibodiHIV(uji positif sejati), namun EIA tidak
spesifik.EIA terkadang memberikan hasil positif-palsu.
Hasil positif palsu pada EIA dapat disebabkan oleh kondisi berikut:
 Kontaminasi dalam laboratorium
 Kehamilan kembar

 Reaktivitas silang dengan retrovirus lain
 Riwayat penggunaan obat suntik
 Hemofilia

 Alkoholisme disertai hepatitis
 Hemodialisis

Hasil negatif palsu jarang dihasilkan oleh EIA.Hasil negatif palsu dapat terjadi
pada fase awal infeksi HIVatau pada fase akhir infeksi HIV.Pada fase awal, terdapat
interval ketika pemeriksaan dapat menjadi negatif karena pasien belum memproduksi
antibodimelawan HIV.Walaupun EIA awal mungkin reaktif, hasil ini tidak boleh
dianggap sebagai uji positif sampai EIA lain diulang pada sampel darah yang sama.
Jika dua kali pemeriksaan adalah reaktif, pemeriksaan dilaporkan sebagai reaktif
berulang dan hasil ditegaskan dengan menggunakan pemeriksaan antibodi kedua
yang lebih spesifik disebut Western blot.Western blot tidak digunakan sebagai
pemeriksaan skrining awal karena mahal dan lama.Western blot adalah prosedur

Universitas Sumatera Utara

16

imunoelektroforesis yang mengidentifikasikan antibodi hingga sembilan protein virus
yang spesifik. Hasil uji Western blot dilaporkan sebagai positif sejati atau samar.


Hasil positif sejati menunjukkan bahwa serum antibodiHIVpositif bereaksi dengan



sembilan antigen virus. Hal ini berarti bahwa pasien terinfeksi HIV.



untuk dapat dideteksi. Pemeriksaan sebaiknya diulang dalam 1 bulan.

Hasil samar menunjukkan bahwa antibodi yang melawan antigen virus tidak cukup

Jika hasil pemeriksaan samar, dapat berarti bahwa pemeriksaan terlalu cepat
dilakukan untuk dapat mendeteksi antibodiHIVatau darah telah memproduksi sesuatu



yang menimbulkan reaksi terhadap pemeriksaan.
Apabila hasil pemeriksaan tetap samar selama 6 bulan atau lebih, kondisi ini disebut
samar yang stabil. Jika hasil tetap samar yang stabil selama 6 bulan atau lebih, pasien
dianggap tidak terinfeksi kecuali kondisi klinis HIV muncul.



Pemeriksaan tambahan lain yang tidak lazim digunakan meliputi :



P24 antigen assay HIV-1



Kultur virus



Viral load assay

Polymerase chain reaction (PCR)

Infeksi HIVselama kehamilan biasanya dapat didiagnosis menggunakan algoritma
standar yang terdiri atas EIA dan Western blot.Karena beberapa keluhan dan masalah
umum yang terkait kehamilan serupa dengan keluhan dan masalah umum yang
timbul pada fase awal infeksi HIV, diagnosis banding yang akurat mungkin sulit
untuk didapatkan sehingga, diagnosis HIVtertunda.8
2.2.6. Penularan HIVSecara Vertikal
Penularan HIVsecara vertikal terjadi saat virus yang berasal dari ibu
ditularkan ke bayinya selama periode perinatal.Penularan dapat terjadi selama periode
antepartum, intrapartum, atau pascapartum. HIVtelah diisolasi dari berbagai sumber
(embrio pada awal kehamilan, darah, air susu ibu, cairan amnion, darah tali pusat, dan
plasenta), yang mengindikasikan beragam rute penularan ke janin atau bayi baru lahir
yang potensial. Virus diisolasi didalam tubuh janin berusia 13 sampai 20 minggu,

Universitas Sumatera Utara

17

namun penularan umumnya diyakini paling sering terjadi pada akhir kehamilan. Pada
populasi yang tidak menyusui, penularan antepartum menyebabkan infeksi sebanyak
25% sampai 40%, dan penularan intrapartum menyebabkan infeksi HIVsebanyak
60% hingga 75%. Pada populasi dengan pemberian ASI, penularan antepartum
menyebabkan

infeksi

sebanyak

20

sampai

25%,

penularan

intrapartum

mengakibatkan infeksi sebanyak 60% hingga 70%, dan penularan pascapartum
menyebabkan infeksi sebanyak 10% hingga 15%.
Penularan antepartum kemungkinan besar terjadi melalui penularan HIV
transplasenta.Salah satu contoh adalah ketika HIVditularkan setelah timbul gangguan
pada plasenta, seperti pada abrupsio plasenta atau selama amniosintesis.Penularan
intrapartum dapat terjadi melalui transfusi darah ibu-janin selama persalinan dan
melalui kontak bayi dengan darah yang terinfeksi atau sekresi maternal lain selama
pelahiran. Penularan pascapartum dapat terjadi melalui inokulasi jika bayi disuntik
sebelum sekresi maternal dikeluarkan dari tubuhnya, atau melalui proses menyusui
karena pemajanan mulut dan saluran cerna bayi dalam waktu lama terhadap ASI yang
terinfeksi.8
2.2.7. Faktor Resiko Penularan HIVdari Ibu ke Bayi
1.



Selama Kehamilan
Tingginya muatan virus (viral load) ibu
Muatan virus yang tinggi merupakan faktor utama yang mempengaruhi resiko
penularan HIVdari ibu ke bayi.Namun meskipun diketahui selama kehamilan, bayi
mungkin tertular HIVdari ibunya yang memiliki viral load yang tinggi.Selain itu, ibu
juga memilki masa jendela (window period) selama 6 bulan setelah ibu terinfeksi
HIV.Pada masa ini HIV telah ada dalam tubuhnya, tetapi tubuh belum membentuk



antibodi tehadap HIV sehingga hasilnya adalah negatif palsu.
Infeksi plasenta (virus,bakteri,parasit)
Tidak semua bayi yang dikandung oleh ibu yang positif terinfeksi HIVakan terinfeksi
HIVjuga seperti ibunya. Karena ada plasenta yang melindungi janin dari infeksi HIV.
Plasenta akan memisahkan sirkulasi darah janin dan ibu melalui beberapa lapisan

Universitas Sumatera Utara

18

selnya. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan dapat menembus plasenta,
namun HIVbiasanya tidak dapat menembusnya.Kekuatan plasenta dalam melindungi
janin terhadap infeksi HIVmengalami gangguan bila ada infeksi serta daya tahan
tubuh ibu yang sangat rendah. Hal ini akan menyebabkan virus HIV dapat menembus
plasenta, sehingga terjadi resiko penularan terhadap bayi. Infeksi parasit seperti
malaria juga dapat merusak plasenta sehingga memudahkan virus HIVmenembus


plasenta untuk menginfeksi bayi.
Ibu memiliki infeksi menular seksual
Bila menderita infeksi pada saluran reproduksinya maka kadar HIVibu akan



meningkat sehingga resiko penularan HIVke bayi akan meningkat.
Ibu menderita kekurangan gizi
Bila ibu memiliki berat badan rendah selama kehamilan serta kekurangan
mikronutrisi (vitamin, mineral, zat logam), maka resiko terkena penyakit infeksi juga
meningkat.

2.



Selama Persalinan
Tingginya muatan virus (viral load) ibu
Jumlah virus dalam tubuh ibu yang sangat tinggi akan meningkatkan resiko



penularan HIVpada bayi selama persalinan.
Ibu mengalami pecah ketuban dini
Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan akan meningkatkan resiko
penularan sampai 2 kali lipat bila dibandingkan bila ketuban pecah kurang dari 4 jam
sebelum persalinan. Hal ini disebabkan karena proses persalinan yang berlangsung



lama, dapat meningkatkan kontak antara bayi dengan darah dan lendir ibu.
Persalinan yang invasif
Persalinan yang menggunakan tindakan medis secara invasif seperti penggunaan
elektroda pada kepala janin, penggunaan vakum atau forceps dan episiotomy dapat



meningkatkan resiko penularan HIVdari ibu ke bayi selama proses persalinan.
Khorioamnionitis
Ibu yang memiliki khorioamnionitis yang disebabkan karena penyakit Infeksi
Menular Seksual, yang tidak diobati atau infeksi lainnya, juga meningkatkan resiko
penularan HIVdari ibu ke bayi.

Universitas Sumatera Utara

19

3.



Selama Menyusui ASI



Ibu yang baru terinfeksi HIVmudah menularkan HIVke bayinya.

Ibu baru terinfeksi HIV

Durasi menyusui yang lama
Ibu yang memberikan ASI dalam periode waktu yang lama dapat menyebabkan bayi
tertular HIVdari ibu.Hal ini disebabkan karena ASI dari ibu yang terinfeksi
HIVterbukti mengandung HIV, meskipun konsentrasinya lebih rendah dari yang



ditemukan di darah.
Pemberian makanan campuran pada tahap lama
Pemberian makanan campuran (mixed feeding) yaitu pemberian ASI yang diberikan
bersamaan susu formula dan makanan padat lainnya berkemungkinan dapat
menyebabkan bayi memiliki resiko terinfeksi HIV lebih tinggi dibandingkan dengan
bayi yang diberikan susu formula saja atau ASI eksklusif. Hal ini diperkirakan karena
air dan makanan padat yang kurang bersih (terkontaminasi) dapat merusak usus bayi
yang mendapatkan makanan campuran pada tahap awal ini, sehingga HIVdari ASI



dapat merusak tubuh bayi.
Ibu mengalami mastitis atau abses pada payudara
Ibu yang memiliki masalah pada payudara, seperti mastitis, abses, infeksi pada
putting susu, luka pada puting susu, maupun puting susu yang retak dapat menambah



resiko penularan HIVdari ibu ke bayi.
Penyakit mulut pada bayi

Bayi yang memiliki luka atau lesi di mulutnya memiliki resiko tertular
HIVlebih besar pada saat diberikan ASI, terutama pada bayi yang berusia
dibawah 6 bulan.19
2.2.8. Pencegahan Penularan HIV Perinatal
Pencegahan penularan HIVdari ibu ke anak dilaksanakan melalui kegiatan
komprehensif yang meliputi empat pilar (4 prong), yaitu:
1. Pencegahan penularan HIVpada perempuan usia reproduksi (15-49 tahun)
2. Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan HIVpositif

Universitas Sumatera Utara

20

3. Pencegahan penularan HIVdari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya
4. Dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kesehatan selanjutnya kepada ibu
yang terinfeksi HIV dan bayi serta keluarganya
A. Prong 1: Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi
Langkah dini yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penularan
HIVpadaanak adalah dengan mencegah penularan HIVpada perempuan usia
reproduksi 15-49 tahun (pencegahan primer). Pencegahan primer bertujuan mencegah
penularan HIVdari ibu ke anak secara dini, yaitu baik sebelum terjadinya perilaku
hubungan seksual berisiko atau bila terjadi perilaku seksual berisiko maka penularan
masih bisa dicegah, termasuk mencegah ibu dan ibu hamil agar tidak tertular oleh
pasangannya yang terinfeksi HIV. Upaya pencegahan ini tentunya harus dilakukan
dengan penyuluhan dan penjelasan yang benar terkait penyakit HIV dan AIDS, dan
penyakit IMS dan didalam koridor kesehatan reproduksi. Isi pesan yang disampaikan
tentunya harus memperhatikan usia, norma, dan adat istiadat setempat, sehingga
proses edukasi termasuk peningkatan pengetahuan komprehensif terkait HIV dan
AIDS dikalangan remaja semakin baik. Untuk menghindari perilaku seksual yang
berisiko upaya mencegah penularan HIVmenggunakan strategi “ABCD”, yaitu:
• A (Abstinence), artinya Absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi
orang yang belum menikah;
• B (Be Faithful), artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak
berganti-ganti pasangan);
• C (Condom), artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan
menggunakan kondom;
• D (Drug No), artinya Dilarang menggunakan narkoba.7,20
B. Prong 2: Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakanpada perempuan dengan
HIV

Universitas Sumatera Utara

21

Perempuan dengan HIVberpotensi menularkan virus kepada bayi yang
dikandungnyajika hamil.Karena itu,ODHAperempuan disarankan untuk mendapatkan
akses layanan yang menyediakan informasi dan sarana kontrasepsi yang aman dan
efektif untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan. Konseling yang
berkualitas,penggunaanalat kontrasepsi yang aman dan efektif serta penggunaan
kondom secara konsisten akan membantu perempuan dengan HIV agar melakukan
hubungan seksual yang aman, serta menghindari terjadinya kehamilan yang tidak
direncanakan. Perlu diingat bahwa infeksi HIVbukan merupakan indikasi aborsi.
• Perempuan dengan HIVyang tidak ingin hamil dapat menggunakan kontrasepsiyang
sesuai

dengan

kondisinya

dan

disertai

penggunaan

kondom

untuk

mencegahpenularan HIVdan IMS.
• Perempuan dengan HIVyang memutuskan untuk tidak mempunyai anak
lagidisarankan

untuk

menggunakan

kontrasepsi

mantap

dan

tetap

menggunakankondom.
Kontrasepsi untuk perempuan yang terinfeksi HIV:
• Menunda kehamilan: kontrasepsi jangka panjang + kondom
• Tidak mau punya anak lagi: kontrasepsi mantap + kondom
Sejalan dengan kemajuan pengobatan HIVdan intervensi PPIA, ibu dengan
HIVdapatmerencanakan kehamilannya dan diupayakan agar bayinya tidak terinfeksi
HIV.Petugaskesehatan harus memberikan informasi yang lengkap tentang berbagai
kemungkinanyang dapat terjadi, terkait kemungkinan terjadinya penularan, peluang
anak untuk tidak terinfeksi HIV. Dalam konseling perlu juga disampaikan bahwa
perempuan dengan HIVyang belum terindikasi untuk terapi ARV bila memutuskan
untuk hamil akan menerima ARV seusia hidupnya. Jika ibu sudah mendapatkan terapi
ARV, jumlah virus HIVdi tubuhnya menjadi sangat rendah (tidak terdeteksi), sehingga
risiko penularan HIVdari ibu ke anak menjadi kecil, artinya, ia mempunyai peluang
besar untuk memiliki anak HIVnegatif. Ibu dengan HIVberhak menentukan

Universitas Sumatera Utara

22

keputusannya sendiri atau setelah berdiskusi dengan pasangan, suami atau
keluarganya. Perlu selalu diingatkanwalau ibu atau pasangannya sudah mendapatkan
ARV demikian penggunaan kondom harus tetap dilakukan setiap hubungan seksual
untuk pencegahan penularan HIV pada pasangannya.7
C. Prong 3: Pencegahan penularan HIVdari ibu hamil dengan HIVke bayi yang
dikandungnya
Strategi pencegahan penularan HIVpada ibu hamil yang telah terinfeksi HIVini
merupakan inti dari kegiatan Pencegahan Penularan HIVdari Ibu ke Anak. Pelayanan
Kesehatan Ibu dan Anak yang komprehensif mencakup kegiatan sebagai berikut:
1. Layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan tes HIV;
2. Diagnosis HIV
3. Pemberian terapi antiretroviral;
4. Persalinan yang aman;
5. Tatalaksana pemberian makanan bagi bayi dan anak;
6. Menunda dan mengatur kehamilan;
7. Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksazol pada anak;
8. Pemeriksaan diagnostik HIVpada anak.
Semua jenis kegiatan di atas akan mencapai hasil yang efektif jika dijalankan
secara berkesinambungan. Kombinasi kegiatan tersebut merupakan strategi yang
paling efektif untuk mengidentifikasi perempuan yang terinfeksi HIVserta
mengurangi risiko penularan HIVdari ibu ke anak pada periode kehamilan, persalinan
dan pasca kelahiran.Pelayanan KIA yang komprehensif meliputi pelayanan prapersalinan dan pascapersalinan,serta layanan kesehatan anak.Konseling dan tes
HIVdalam PPIA komprehensif dilakukan melalui pendekatanKonseling dan Tes atas
Inisiasi Petugas Kesehatan (KTIP), yang merupakan komponen penting dalam upaya
pencegahan penularan HIVdari ibu ke anak. Tujuan utama kegiatan ini adalah untuk
membuat keputusan klinis danatau menentukan pelayanan medis khusus yang tidak
mungkin dilaksanakan tanpa mengetahui status HIVseseorang,seperti pada saat

Universitas Sumatera Utara

23

pemberian ARV.Apabila seseorang yang datang ke layanan kesehatan dan
menunjukan adanya gejala yang mengarah ke HIV, tanggung jawab dasar dari
petugas kesehatan adalah menawarkan tes dan konseling HIVkepada pasien tersebut
sebagai bagian dari tatalaksana klinis.Berbagai bentuk layanan di klinik KIA, seperti
imunisasi untuk ibu, pemeriksaan IMS terutama sifilis, pemberian suplemen zat besi
dapat meningkatkan status kesehatan semua ibu hamil, termasuk ibu hamil dengan
HIV.Hendaknya klinik KIA juga menjangkau dan melayani suami atau pasangannya,
sehingga timbul keterlibatan aktif para suami atau pasangannya dalam upaya
pencegahan penularan HIVdari ibu ke anak.Upaya pencegahan IMS, termasuk
penggunaan kondom, merupakan bagian pelayanan IMS dan HIVserta diintegrasikan
dalam pelayanan KIA.
1. Layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan tes HIV

Pelayanan tes HIVmerupakan upaya membuka akses bagi ibu hamil untuk
mengetahui status HIV, sehingga dapat melakukan upaya untuk mencegah penularan
HIVke bayinya,memperoleh pengobatan ARV sedini mungkin, dukungan psikologis,
informasi dan pengetahuan tentang HIV dan AIDS.
2. Diagnosis HIV

Pemeriksaan

diagnostik

infeksi

HIVdapat

dilakukan

secara

virologis

(mendeteksiantigen DNA atau RNA) dan serologis (mendeteksi antibodi HIV) pada
specimen darah.Pemeriksaan diagnostik infeksi HIVyang dilakukan di Indonesia
umumnyaadalah pemeriksaan serologis menggunakan tes cepat (Rapid Test HIV) atau
ELISA.Pemeriksaan diagnostik tersebut dilakukan secara serial dengan menggunakan
tiga reagen HIVyang berbeda dalam hal preparasi antigen, prinsip tes, dan jenis
antigen, yang memenuhi kriteria sensitivitas dan spesifitas.7
3. Pemberian Terapi Antiretroviral

Sampai sekarang belum ada obat yang dapat menyembuhkan HIVdan AIDS,
namun dengan terapi antiretroviral, jumlah virus di dalam tubuh dapat ditekan sangat
rendah, sehingga ODHA dapat tetap hidup layaknya orang sehat.

Universitas Sumatera Utara

24

Terapi ARVbertujuan untuk:
• Mengurangi laju penularan HIVdi masyarakat,
• Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan HIV,
• Memperbaiki kualitas hidup ODHA,
• Memulihkan dan memelihara fungsi kekebalan tubuh, dan
• Menekan replikasi virus secara maksimal.
Cara paling efektif untuk menekan replikasi HIVadalah dengan memulai
pengobatan dengan kombinasi ARV yang efektif.Semua obat yang dipakai harus
dimulai pada saatyang bersamaan pada pasien baru. Terapi kombinasi ARV harus
menggunakan dosisdan jadwal yang tepat.Obat ARV harus diminum terus menerus
ODHAsecara teratur untukmenghindari timbulnya resistensi.Diperlukan peran serta
aktif pasien dan pendamping atau keluarga dalam terapi ARV.Di samping ARV,
timbulnya infeksi oportunistik harus mendapat perhatian dan tatalaksana yang
sesuai.Penentuan saat yang tepat untuk memulai terapi obat antiretroviral (ARV)
padadewasa didasarkan pada kondisi klinis pasien (stadium klinis WHO) atau
hasilpemeriksaan CD4.Namun pada ibu hamil, pasien TB dan penderita Hepatitis B
kronikaktif yang terinfeksi HIV, pengobatan ARV dapat dimulai pada stadium klinis
apapunatau tanpa menunggu hasil pemeriksaan CD4.Pemeriksaan CD4 tetap
diperlukanuntuk pemantauan pengobatan.
Pemberian ARV pada ibu hamil dengan HIVselain dapat mengurangi risiko
penularan HIVdari ibu ke anak, adalah untuk mengoptimalkan kondisi kesehatan ibu
dengan cara menurunkan kadar HIV serendah mungkin. Pilihan terapi yang
direkomendasikan untuk ibu hamil dengan HIVadalah terapi menggunakan kombinasi
tiga obat (2 NRTI + 1 NNRTI).Seminimal mungkin hindari triple nuke (3 NRTI).

Universitas Sumatera Utara

25

Tabel 2.3. Pedoman Tatalaksana dan Pemberian ARV7
Populasi Target
Pasien naiveHIV+
Pasien naiveHIV+ dengan gejala

Ibu hamil

Pedoman Tatalaksana dan
Pemberian ARV (2011)
CD4≤350 sel/mm3
asimtomatik
Stadium 2 dengan CD4≤350
sel/mm3 atau
Stadium 3 atau 4 tanpa memandang
nilai CD4-nya
- ARV diberikan mulai pada usia
kehamilan ≥14 minggu,berapa
pun stadium klinis dan nilai
CD4-nya
- Jika usia kehamilannya 1.000
kopi/µL.
Tabel 2.4. Persyaratan Persalinan Pervaginam dan Perabdominal
Persalinan pervaginam Syarat:
Pemberian ARV mulai pada < 14 minggu (ART> 6 bulan); atau • VL >1.000 kopi/Μl
Beberapa

hasil

Persalinan perabdominam
Syarat:
Ada indikasi obstetrik; dan
VL 36 minggu

penelitianmenyimpulkan

bahwa

bedah

pada

sesar

akan

mengurangiresiko penularan HIVdari ibu ke bayi hingga sebesar 2%–4%, namun
perludipertimbangkan:

Universitas Sumatera Utara

27

a. Faktor keamanan ibu pasca bedah sesar. Sebuah penelitian menyebutkan
bahwakomplikasi minor dari operasi bedah sesar seperti endometritis, infeksi luka
dan infeksi saluran kemih lebih banyak terjadi pada ODHA dibandingkan nonODHA.
Namun tidak terdapat perbedaan bermakna antara ODHA dan bukan ODHA terhadap
risiko terjadinya komplikasi mayor seperti pneumonia, efusi pleura ataupun sepsis.
b. Fasilitas pelayanan kesehatan dan akses ke pelayanan kesehatan, apakah
memungkinkan untuk dilakukan bedah sesar atau tidak.
c. Biaya bedah sesar yang relatif mahal.7-9
5. Tatalaksana pemberian makanan bagi bayi/anak
Pemilihan makanan bayi harus didahului dengan konseling tentang risiko
penularan HIVmelalui ASI.Konseling diberikan sejak perawatan antenatal atau
sebelum persalinan.Pengambilan keputusan oleh ibu dilakukan setelah mendapat
informasi secara lengkap.Pilihan apapun yang diambil oleh ibu harus didukung.

Ibu

dengan HIV yang sudah dalam terapi ARV memiliki kadar HIVsangat
rendah,sehingga aman untuk menyusui bayinya.World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pemberian ASI eksklusifselama 6 bulan untuk bayi lahir dari ibu
yang HIVdan sudah dalam terapi ARV untuk kelangsungan hidup anak (HIV-free and
child survival). Eksklusif ART-nya hanya diberikan ASI saja, tidak boleh dicampur
dengan susu lain (mixed feeding). Setelah bayi berusia 6 bulan pemberian ASI dapat
diteruskan hingga bayi berusia 12 bulan, disertai dengan pemberian makanan
padat.Bila ibu tidak dapat memberikan ASI eksklusif, maka ASI harus dihentikan dan
digantikan dengan susu formula untuk menghindari mixed feeding.7,17,20
6.Mengatur kehamilan dan Keluarga Berencana
Seperti telah disebutkan pada Prong 2, semua jenis kontrasepsi yang dipilih oleh
ibu dengan HIVharus selalu disertai penggunaan kondom untuk mencegah IMS dan
HIV.Kontrasepsi pada ibu atau perempuan HIVpositif :

Universitas Sumatera Utara

28

• Ibu yang ingin menunda atau mengatur kehamilan, dapat menggunakan kontrasepsi
jangka panjang.
• Ibu yang memutuskan tidak punya anak lagi, dapat memilih kontrasepsi mantap. 7,20
7. Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksazol pada anak
Pemberian profilaksis ARV dimulai hari pertama setelah lahir selama 6
minggu.Obat ARV yang diberikan adalah zidovudine (AZT atau ZDV) 4 mg/kgBB
diberikan 2 kali sehari.Selanjutnya anak dapat diberikan kotrimoksazol profilaksis
mulai usia 6 minggu dengan dosis4-6 mg/kgbb, satu kali sehari, setiap hari sampai
usia 1 tahun atau sampai diagnosis HIVditegakkan.7-9
8. Pemeriksaan diagnostik HIVpada bayi yang lahir dari ibu denganHIV
Penularan HIVpada anak dapat terjadi selama masa kehamilan, saat persalinan, dan
menyusui. Antibodi HIVdari ibu dapat berpindah ke bayi melalui plasenta selama
kehamilan berada pada darah bayi/anak hingga usia 18 bulan. Penentuan status
HIVpada bayi/anak (usia