Jumlah Leukosit Pada Pasien Apendisitis Akut di RSUP Haji Adam Malik, Medan Pada 2009.

(1)

JUMLAH LEUKOSIT PADA PASIEN APENDISITIS AKUT DI RSUP HAJI ADAM MALIK, MEDAN PADA 2009

Oleh:

SUHASHANI KRISHNAN 070100269

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

JUMLAH LEUKOSIT PADA PASIEN APENDISITIS AKUT DI RSUP HAJI ADAM MALIK, MEDAN PADA 2009

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

SUHASHANI KRISHNAN 070100269

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Jumlah Leukosit Pada Pasien Apendisitis Akut di RSUP Haji Adam Malik, Medan Pada 2009

Nama : Suhashani Krishnan NIM : 070100269

Pembimbing Penguji

(dr. Zulfikar Lubis, SpPK(K)) (dr. Surjit Singh, Sp.F)

(dr. Tapisari Tambunan, Sp.PK)

Medan, 29 November 2009 Universitas Sumatera Utara

Fakultas kedokteran Dekan

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH) NIP. 19540220 198011 1 001


(4)

HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan Hasil Penelitian dengan Judul :

Jumlah Leukosit Pada Pasien Apendisitis Akut di RSUP Haji Adam Malik, Medan Pada 2009

Yang dipersiapkan oleh: SUHASHANI KRISHNAN

070100269

Laporan Hasil Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke Seminar Hasil

Medan, 26 November 2010 Disetujui,

Dosen Pembimbing


(5)

ABSTRAK

Apendisitis adalah satu proses inflamasi akut usus buntu akibat invasi bakteri. Apendisitis timbul bersamaan sakit periumblikal yang menjalar ke kuadran kanan bawah (QKB). Apendisitis akut sering dikaitan dengan leukositosis sedang (10.000-18.000/mm3

Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan studi retrospektif yang dilakukan di RSUP Haji Adam Malik, Medan propinsi Sumatera Utara. Sampel yang diambil adalah pemeriksaan darah lengkap kesemua pasien apendisitis akut yang tercatat dalam rekam medis periode 1 Januari 2009 hingga 31 Desember 2009.

). Pemeriksaan jumlah leukosit adalah satu jenis pemeriksaan laboratorium yang membantu dalam mendiagnosa apendisitis akut.

Tujuan penelitian ini ialah untuk menentukan jumlah leukosit pada pasien apendisitis akut di RSUPHAM, Medan tahun 2009.

Dari penelitian ini diketahui bahawa jumlah leukosit dengan kadar leukositosis sedang adalah 10.000-18.000/mm3

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, jumlah leukosit pada pasien apendisitis akut berdasarkan kelamin yang ditemui mendukung hasil penelitian lain yang telah dilaksanakan.

dengan 42 orang (73.7%) sampel dari total 57 sampel. Lelaki mencatat 25 orang (59.5%) dan perempuan sebanyak 17 orang (40.5%).


(6)

ABSTRACT

Appendicitis is an acute inflammatory process of appendix resulting from obstruction of lumen with subsequent bacterial invansion. Appendicitis present with preumblicial pain that later migrates to the right lower quadrant (RLQ). It is classically associated with mild leukocytosis (10.000-18.000/mm3

This is a retrospective study done in a descriptive manner. The datas were collected from the complete blood count of acute appendicitis patients recorded in the medical record from 1st of January 2009 until 31st of December 2009.

). Total leukocyte count is one of the helpful examination being evaluated in this study.

The purpose of the study is to determine the Total Leukocyte Count(TLC) of the acute appendicitis patient from RSUP Haji Adam Malik, Medan on the 2009.

From the research it is known that from the total leukocyte count, mild leukocytosis ranged from 10.000-18.000/mm3. The higher recorded data was 42 people (73.7%) out of the total 57samples. Men was more to suffer with 25 persons (59.5%) and women as many as 17 people (

According to the study that was done, it can be concluded that the total leukocyte count of the acute appendicitis patient showed according to sex, and age supports the studies which were done earlier by others.

40.5%).


(7)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya yang telah memelihara dan memampukan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Banyak sekali hambatan dan tantangan yang dialami penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Dengan dorongan, bimbingan, dan arahan dari beberapa pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp. PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.

2. dr. Zulfikar Lubis, SpPK(K). selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada saya selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

3. dr. Juliandi Harahap, MA selaku dosen mata kuliah Community

Research Program yang sudi membantu sewaktu saya mengalami

kesulitan dalam proses penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah ini. 4. Orang tua penulis yang membantu memberikan dukungan moril dan

materi.

5. Kepada teman-teman penulis yang ikut membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak. Demikian dan terima kasih.

Medan, 25 November 2010 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

ABSTRAK... iii

ABSTRACT... iv

KATA PENGHANTAR... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 2

1.3 Tujuan Penelitian... 2

1.4 Manfaat Penelitian... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Leukosit... 3

2.1.1 Pengertian... 3

2.2 Jenis Sel Darah Putih... 4

2.2.1 Granula... 4

2.2.2 Tidak Bergranula... 5

2.3 Reaksi Inflamasi... 6

2.4 Apendisitis Akut... 9

2.4.1 Pengertian... 9

2.4.2 Anantomi dan Hisatologi Apendiks... 9

2.5 Patogenesis... 12

2.5.1 Peranan Lingkungan Diet dan Higiene... 12

2.5.2 Peranan Obstruksi... 12

2.5.3 Peranan Flora Bakterial... 14

2.6 Manifestasi Klinis... 14

2.7 Nilai Leukosit Apendisitis Akut... 15

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian... 16

3.2 Definisi Operasional... 17

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian... 18

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian... 18

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 18


(9)

4.5 Metode Pengolahan dan Analisa Data... 19

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian... 20

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 20

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel... 21

5.1.3. Hasil Analisa Data... 23

5.2 PEMBAHASAN... 28

5.2.1. Jumlah leukosit pada pasien apendisitis akut... 28

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 29

6.2 Saran... 29

DAFTAR PUSTAKA... 30


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

5.1 Distribusi sampel berdasarkan kelompok umur 22

5.2 Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin 22

5.3 Hasil analisis jumlah leuko sit 23

5.4 Distribusi jumlah leukosit pada frekuensi kelompok umur

24

5.5 Distribusi jumlah leukosit pada frekuensi kelamin


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Jenis Sel Darah Putih 6

2.2 Inflamasi Akut 8

2.3 Apendiks 10

2.4 Retrocecal Apendikx 10

3.1 Kerangka Konsep Penelitian 17 5.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok

Umur

21

5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin 22 5.3 Hasil Analisis Jumlah Leukosit 23 5.4 Distribusi Jumlah Leukosit Pada Frekuensi

Kelompok Umur

24

5.5 Distribusi Jumlah Leukosit Pada Frekuensi Jenis Kelamin


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Riwayat Hidup 30

2 Izin Penelitian 31

3 Perpanjangan Penelitian 32

4 Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan

33

5 Data Induk 37

6 Data Tabel Frekuensi 38


(13)

ABSTRAK

Apendisitis adalah satu proses inflamasi akut usus buntu akibat invasi bakteri. Apendisitis timbul bersamaan sakit periumblikal yang menjalar ke kuadran kanan bawah (QKB). Apendisitis akut sering dikaitan dengan leukositosis sedang (10.000-18.000/mm3

Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan studi retrospektif yang dilakukan di RSUP Haji Adam Malik, Medan propinsi Sumatera Utara. Sampel yang diambil adalah pemeriksaan darah lengkap kesemua pasien apendisitis akut yang tercatat dalam rekam medis periode 1 Januari 2009 hingga 31 Desember 2009.

). Pemeriksaan jumlah leukosit adalah satu jenis pemeriksaan laboratorium yang membantu dalam mendiagnosa apendisitis akut.

Tujuan penelitian ini ialah untuk menentukan jumlah leukosit pada pasien apendisitis akut di RSUPHAM, Medan tahun 2009.

Dari penelitian ini diketahui bahawa jumlah leukosit dengan kadar leukositosis sedang adalah 10.000-18.000/mm3

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, jumlah leukosit pada pasien apendisitis akut berdasarkan kelamin yang ditemui mendukung hasil penelitian lain yang telah dilaksanakan.

dengan 42 orang (73.7%) sampel dari total 57 sampel. Lelaki mencatat 25 orang (59.5%) dan perempuan sebanyak 17 orang (40.5%).


(14)

ABSTRACT

Appendicitis is an acute inflammatory process of appendix resulting from obstruction of lumen with subsequent bacterial invansion. Appendicitis present with preumblicial pain that later migrates to the right lower quadrant (RLQ). It is classically associated with mild leukocytosis (10.000-18.000/mm3

This is a retrospective study done in a descriptive manner. The datas were collected from the complete blood count of acute appendicitis patients recorded in the medical record from 1st of January 2009 until 31st of December 2009.

). Total leukocyte count is one of the helpful examination being evaluated in this study.

The purpose of the study is to determine the Total Leukocyte Count(TLC) of the acute appendicitis patient from RSUP Haji Adam Malik, Medan on the 2009.

From the research it is known that from the total leukocyte count, mild leukocytosis ranged from 10.000-18.000/mm3. The higher recorded data was 42 people (73.7%) out of the total 57samples. Men was more to suffer with 25 persons (59.5%) and women as many as 17 people (

According to the study that was done, it can be concluded that the total leukocyte count of the acute appendicitis patient showed according to sex, and age supports the studies which were done earlier by others.

40.5%).


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendisitis akut merupakan salah satu faktor utama terjadinya nyeri abdominal yang persistan dan progresif pada semua golongan umur. (Malik A.A., Wani N.A., 1998)

Ketepatan dalam mendiagnosa nyeri akut pada fossa iliaka kanan masih persistan sebagai satu masalah klinis karena diagnosa banding yang tidak menjurus/memfokus ke keluhan pasien. (Gulzar. S. & et al, 2005)

Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam menegakkan diagnosa, dimana diperiksa jumlah darah lengkap pasien. Rata-rata jumlah leukosit sebanyak 10,000-18,000/mm3

Jumlah leukosit darah merupakan satu pemeriksaan yang tersedia rata-rata di semua rumah sakit dan ianya lebih murah dan cepat. (Thomas.C & et al, 1992)

merupakan leukositosis sedang dan selalunya terdapat pada pasien dengan apendisitis akut tanpa komplikasi. (Ho.H.S., 2002)

Ketepatan diagnosa jumlah leukosit darah meningkat jika dikombinasikan dengan “C-reactive protein test”, menghitung jumlah neutrofil dengan pergeseran ke kiri, jumlah leukosit, dan rasio neutrofil : limfosit. (Goodman D, Goodman C & Monk J, 1995)

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menghitung jumlah leukosit dalam mendiagnosa apendisitis akut.


(16)

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat leukositosis pada semua penderita apendisitis akut di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUPHAM) Medan berbanding normal?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui apakah ada kenaikan jumlah leuko sit pada pasien apendisitis akut di RSUPHAM Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui jumlah kenaikan leukosit pada pasien apendisitis akut di RSUPHAM Medan berdasarkan jenis kelamin.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Memberi informasi pada dokter dan perawat tentang manfaat pemeriksaan penunjang laboratorium untuk meningkatkan akurasi diagnostik apendisitis akut.

2. Bagi peneliti, dapat mengembangkan kemampuan di bidang peneliti serta mengasah kemampuan analisis peneliti sekaligus menambah ilmu peneliti tentang topik penelitian.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Leukosit 2.1.1. Pengertian

Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Rata-rata jumlah leukosit dalam darah manusia normal adalah 5000-9000/mm3, bila jumlahnya lebih dari 10.000/mm3, keadaan ini disebut leukositosis, bila kurang dari 5000/mm3

Leukosit terdiri dari dua golongan utama, yaitu agranular dan granular. Leukosit agranular mempunyai sitoplasma yang tampak homogen, dan intinya berbentuk bulat atau berbentuk ginjal. Leukosit granular mengandung granula

spesifik (yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair) dalam sitoplasmanya dan mempunyai inti yang memperlihatkan banyak variasi

dalam bentuknya. Terdapat 2 jenis leukosit agranular yaitu; limfosit yang terdiri

dari sel-sel kecil dengan sitoplasma sedikit, dan monosit yang terdiri dari sel-sel yang agak besar dan mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat 3 jenis leukosit granular yaitu neutrofil, basofil, dan asidofil (eosinofil).

(Effendi, Z., 2003)

disebut leukopenia. (Effendi, Z., 2003)

Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis leukosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung. (Effendi, Z., 2003)

Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 5000-9000/mm3, waktu lahir 15000-25000/mm3, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. (Effendi, Z., 2003)


(18)

2.2. Jenis Sel Darah Putih 2.2.1 Granula

a. Neutrofil

Neutrofil (Polimorf), sel ini berdiameter 12–15 µm memilliki inti yang khas padat terdiri atas sitoplasma pucat di antara 2 hingga 5 lobus dengan rangka tidak teratur dan mengandung banyak granula merah jambu (azuropilik) atau merah lembayung. Granula terbagi menjadi granula primer yang muncul pada stadium promielosit, dan sekunder yang muncul pada stadium mielosit dan terbanyak pada neutrofil matang. Kedua granula berasal dari lisosom, yang primer mengandung mieloperoksidase, fosfatase asam dan hidrolase asam lain, yang sekunder mengandung fosfatase lindi dan lisosom. (Hoffbrand, A.V & Pettit, J.E, 1996)

b. Eosinofil

Sel ini serupa dengan neutrofil kecuali granula sitoplasmanya lebih kasar dan berwarna lebih merah gelap (karena mengandung protein basa) dan jarang terdapat lebih dari tiga lobus inti. Mielosit eosinofil dapat dikenali tetapi stadium sebelumnya tidak dapat dibedakan dari prekursor neutrofil. Waktu perjalanan dalam darah untuk eosinofil lebih lama daripada untuk neutropil. Eosinofil memasuki eksudat peradangan dan nyata memainkan peranan istimewa pada respon alergi, pada pertahanan melawan parasit dan dalam pengeluaran fibrin yang terbentuk selama peradangan. (Hoffbrand, A.V & Pettit, J.E, 1996)

c. Basofil

Basofil hanya terlihat kadang-kadang dalam darah tepi normal. Diameter basofil lebih kecil dari neutrofil yaitu sekitar 9-10 µ m. Jumlahnya 1% dari total sel darah putih. Basofil memiliki banyak granula sitoplasma yang menutupi inti dan mengandung heparin dan histamin. Dalam jaringan, basofil menjadi “mast cells”. Basofil memiliki tempat-tempat perlekatan IgG dan degranulasinya


(19)

dikaitan dengan pelepasan histamin. Fungsinya berperan dalam respon alergi. (Hoffbrand, A.V & Pettit, J.E, 1996)

2.2.2 Tidak Bergranula a. Monosit

Rupa monosit bermacam-macam, dimana ia biasanya lebih besar daripada leukosit darah tepi yaitu diameter 16-20 µm dan memiliki inti besar di tengah oval atau berlekuk dengan kromatin mengelompok. Sitoplasma yang melimpah berwarna biru pucat dan mengandung banyak vakuola halus sehingga memberi rupa seperti kaca. Granula sitoplasma juga sering ada. Prekursor monosit dalam sumsum tulang (monoblas dan promonosit) sukar dibedakan dari mieloblas dan monosit. (Hoffbrand, A.V & Pettit, J.E, 1996)

b. Limfosit

Sebagian besar limfosit yang terdapat dalam darah tepi merupakan sel kecil yang berdiameter kecil dari 10µm. Intinya yang gelap berbentuk bundar atau agak berlekuk dengan kelompok kromatin kasar dan tidak berbatas tegas. Nukleoli normal terlihat. Sitoplasmanya berwarna biru-langit dan dalam kebanyakan sel, terlihat seperti bingkai halus sekitar inti. Kira-kira 10% limfosit yang beredar merupakan sel yang lebih besar dengan diameter 12-16µm dengan sitoplasma yang banyak yang mengandung sedikit granula azuropilik. Bentuk yang lebih besar ini dipercaya telah dirangsang oleh antigen, misalnya virus atau protein asing. (Hoffbrand, A.V & Pettit, J.E, 1996)


(20)

Gambar 2.1 Jenis sel darah putih (Dikutip dari White Blood Cell Function, Kempert P.H., University of California at Los Angeles, Mattel Children's

Hospital and UCLA Medical Center

2.3 Reaksi Inflamasi

Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap masuknya benda asing, invasi mikroorganisma atau kerusakan jaringan. Dalam usaha pertama untuk menghancurkan benda asing dan mikroorganisma serta membersihkan jaringan yang rusak, maka tubuh akan mengerahkan elemen-elemen sistem imun ke tempat masuknya benda asing dan mikroorganisma atau jaringan yang rusak. (Baratawidjaja K.G., 1998)

Fagositosis merupakan komponen penting pada inflamasi. Dalam proses inflamasi ada 3 hal yang terjadi sebagai berikut:

i) Peningkatan peredaran darah ke tempat benda asing, mikroorganisma atau jaringan yang rusak.

ii) Peninggian permeabilitas kapiler yang ditimbulkan oleh pengerutan sel endotel. Hal tersebut memungkinkan molekul yang lebih besar seperti antibodi dan fagosit bergerak ke luar pembuluh darah dan sampai di tempat benda asing, mikroorganisme atau jaringan rusak.

iii) Peningkatan leukosit terjadi terutama apabila fagosit polimorfonuklear dan makrofag dikerahkan dari sirkulasi dan bergerak ke tempat benda asing, mikroorganisma atau jaringan


(21)

yang rusak. Hal tersebut dipermudah dengan pelepasan C3a dan C5a pada aktivasi komplemen yang bersifat kemotaksis.

Dalam proses tersebut banyak leukosit dihancurkan. Kemudian makrofag lain yang memasuki daerah tersebut akan mengakhiri inflamasi. (Baratawidjaja K.G., 1998)

Ketiga kejadian di atas disebut inflamasi. C3a dan C5a merupakan nafilatoksin yang dapat melepaskan histamin melalui degranulasi mastosit dan basofil yang juga mempunyai sifat biologik. Selain C3a dan C5a pada aktivasi komplemen dilepas bahan-bahan lain yang berperanan pada inflamasi. (Baratawidjaja K.G., 1998)

Fagosit akhirnya memakan benda asing, mikroorganisma atau jaringan yang rusak. Selama proses tersebut enzim lisosom dilepaskan oleh makrofag ke luar sel, sehingga hal itu dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan sekitarnya. Jelas bahawa sistem imun nonspesifik dan sistem imun spesifik bekerja sama dalam usaha untuk mengembalikan keseimbangan badan dan bahawa dalam usaha tersebut, hal-hal yang tidak menyenangkan untuk tubuh seperti panas, bengkak, sakit dan kerusakan jaringan dapat terjadi. Sel polimorfonuklear lebih sering ditemukan pada inflamasi akut, sedangkan proliferasi monosit ditemukan pada inflamasi kronik. (Baratawidjaja K.G., 1998)


(22)

Gambar 2.2 Inflamasi Akut (Dikutip dari Color Atlas of Pathophysiology, Silbernagl. S.& Lang. F., 2000)


(23)

2.4 Apendisitis Akut 2.4.1 Pengertian

Apendisitis akut umumnya akibat dari inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen. Infeksi terjadi di umbai cacing dan kebanyakan kasus memerlukan apendektomi sebagai perawatan. Di Amerika lebih dari 250.000 apendektomi dilaksanankan setiap tahun dan merupakan satu keadaan gawat darurat. Apendisitis akut direkodkan tinggi pada dekad kedua hidup pasien. Walaubagaimanapun perforasi sering terjadi dikalangan bayi (infant) dan dikalangan lanjut usia, dimana kadar mortaliti golongan ini tinggi. Insidensi lelaki dan wanita yang menderita apendisitis akut sama kecuali lelaki lebih pridominan pada waktu pubertas dan sekitar umur 25 tahun dengan rasio 3:2. Kadar mortaliti di Amerika menurun sebanyak lapan kali ganda terutama pada tahun 1941 dan 1970-an. Sejak itu, jumlahnya kekal sebanyak < 1 kasus setiap 100.000 kasus. Insidensi apendisitis ternyata lebih rendah dikalangan penduduk Negara sedang berkembang dan yang rendah sosioekonominya. (Gearhart S.L. & Silen W., 2008)

2.4.2 Anatomi dan Histologi Apendiks

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya bervariasi berkisar antara 2-22 cm. Letak basis apendiks berada pada posteromedial sekum pada pertemuan ketiga taenia koli, kira-kira 1-2 cm di bawah ileum. Dari ketiga taenia tersebut terutama taenia anterior yang digunakan sebagai penanda untuk mencari basis apendiks. Basis apendiks terletak di fossa iliaka kanan, bila diproyeksikan ke dinding abdomen terletak di kuadran kanan bawah yang disebut dengan titik Mc Burney. Apendiks mempunyai lumen yang sempit, bentuknya seperti cacing, dan apeksnya menempel pada sekum. (Sandy Craig, 2010)


(24)

Gambar 2.3 Apendiks (dikutip dari MedicineNet)

Gambar 2.4 Retrocecal appendix (Dikutip dari: Atlas of Human Anatomy, Fourth Edition, Frank H.Netter)


(25)

Appendiks mendapatkan darah dari cabang arteri ileokolika berupa appendiksularis yang merupakan satu-satunya feeding arteri untuk appendiks. Arteri apendikuler adalah cabang terminal dari arteri ileokolika dan berjalan pada ujung bebas mesoapendiks. Vena appendiks bermuara di vena ileokalika yang melanjutkan diri ke vena mesenterika superior. Sedangkan sistim limfatiknya mengalir ke limfonodi ileosekal. Syaraf apendiks berasal dari syaraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesenterika superior. Serabut syaraf aferen yang menghantarkan rasa nyeri visceral dari apendiks berjalan bersama syaraf simpatis dan masuk ke medulla spinalis setinggi segmen torakal X karena itu nyeri visceral pada apendiks bermula disekitar umbilikus. (H.F.Netter, S.Elsevier, 2006)

Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar submukosa dan mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan pembuluh darah dan kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Lapisan epitel lumen apendiks sama seperti pada epitel kolon tetapi kelenjar intestinalnya lebih kecil daripada kolon. Apendiks mempunyai lapisan muskulus dua lapis. Lapisan dalam berbentuk sirkuler yang merupakan kelanjutan dari lapisan muskulus sekum, sedangkan lapisan luar berbentuk muskulus longitudinal yang dibentuk oleh fusi dari 3 tenia koli diperbatasan antara sekum dan apendiks. (J. D. Wilson, J. B. Martin, A. S. Fauci, D. L. Kasper, 2007)


(26)

2.5 Pathogenesis Apendisitis Akut

2.5.1 Peranan Lingkungan Diet dan Higiene Penelitian epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah

serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang mengakibatkan sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Semuanya ini memudahkan timbulnya apendisitis. Diet memainkan peranan utama pada pembentukan sifat feses, yang mana penting pada pembentukan fekalit. Kejadian apendisitis jarang di negara yang sedang berkembang, dimana diet tinggi serat menghasilkan konsistensi feses lebih lembek. Kolitis, divertikulitis dan karsinoma kolon adalah penyakit yang sering terjadi di daerah dengan diet rendah serat dan menghasilkan feses dengan konsistensi keras. (Gearhart.S.L & Silen.W, 2008)

2.5.2. Peranan Obstruksi Obstruksi lumen merupakan faktor penyebab dominan dalam apendisitis

akut. Fekalit merupakan penyebab terjadinya obstruksi lumen apendiks pada 20% anak-anak dengan apendisitis, terjadinya fekalit berhubungan dengan diet rendah serat Frekuensi obstruksi meningkat sesuai dengan derajat proses inflamasi. Fekalit ditemukan 40% pada kasus apendisitis sederhana (simpel), sedangkan pada apendisitis akut dengan gangren tanpa ruptur terdapat 65% dan apendisitis akut dengan gangren disertai ruptur terdapat 90%. (Gearhart.S.L & Silen.W, 2008)

Jaringan limfoid yang terdapat di submukosa apendiks akan mengalami edema dan hipertrofi sebagai respon terhadap infeksi virus di sistem gastrointestinal atau sistem respiratorius, yang akan menyebabkan obstruksi lumen apendiks. (Gearhart.S.L & Silen.W, 2008)

Megakolon kongenital terjadi obstruksi pada kolon bagian distal yang diteruskan ke dalam lumen apendiks dan hal ini merupakan salah satu alasan terjadinya apendisitis pada neonatus. (Gearhart.S.L & Silen.W, 2008)


(27)

Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti Entamuba histolitica dan benda asing mungkin tersangkut di apendiks untuk jangka waktu yang lama tanpa menimbulkan gejala, namun cukup untuk menimbulkan risiko terjadinya perforasi. (Gearhart.S.L & Silen.W, 2008)

Secara patogenesis faktor terpenting terjadinya apendisitis adalah adanya obstruksi lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Sekresi mukosa yang terkumpul selama adanya obstruksi lumen apendiks menyebabkan distensi lumen akut sehingga akan terjadi kenaikkan tekanan intraluminer dan sebagai akibatnya terjadi obstruksi arterial serta iskemia. Akibat dari keadaan tersebut akan terjadi ulserasi mukosa sampai kerusakan seluruh lapisan dinding apendiks , lebih lanjut akan terjadi perpindahan kuman dari lumen masuk kedalam submukosa. Dengan adanya kuman dalam submukosa maka tubuh akan bereaksi berupa peradangan supurativa yang menghasilkan pus, keluarnya pus dari dinding yang masuk ke dalam lumen apendiks akan mengakibatkan tekanan intraluminer akan semakin meningkat, sehingga desakan pada dinding apendiks akan bertambah besar menyebabkan gangguan pada sistem vasa dinding apendiks. Mula-mula akan terjadi penekanan pada vasa limfatika, kemudian vena dan terakhir adalah arteri, akibatnya akan terjadi edema dan iskemia dari apendiks, infark seterusnya melanjut menjadi gangren. Keadaan ini akan terus berlanjut dimana dinding apendiks akan mengalami perforasi, sehingga pus akan tercurah kedalam rongga peritoneum dengan akibat terjadinya peradangan pada peritoneum parietale. Hasil akhir dari proses peradangan tersebut sangat tergantung dari kemampuan organ dan omentum untuk mengatasi infeksi tersebut, jika infeksi tersebut tidak bisa diatasi akan terjadi peritonitis umum. Pada anak-anak omentum belum berkembang dengan sempurna, sehingga kurang efektif untuk mengatasi infeksi, hal ini akan mengakibatkan apendiks cepat mengalami komplikasi. (Gearhart S.L. & Silen W.,2008)


(28)

2.5.3 Peranan Flora Bakterial

Flora bakteri pada apendiks sama dengan di kolon, dengan ditemukannya beragam bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang terlibat dalam apendisitis sama dengan penyakit kolon lainnya. Penemuan kultur dari cairan peritoneal biasanya negatif pada tahap apendisitis sederhana. Pada tahap apendisitis supurativa, bakteri aerobik terutama Escherichia coli banyak ditemukan, ketika gejala memberat banyak organisme termasuk Proteus, Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas dapat ditemukan. Bakteri aerobik yang paling banyak dijumpai adalah E.coli. Sebagian besar penderita apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforasi banyak ditemukan bakteri anaerobik terutama Bacteroides fragilis. (Gearhart S.L. & Silen W., 2008)

2.6 Manifestasi Klinis

Merupakan kasus akut abdomen yang dimulai dengan ketidak nyamanan perut dibagian atas, diikuti dengan mual dan penurunan nafsu makan. Nyeri menetap dan terus menerus, tapi tidak begitu berat dan diikuti dengan kejang ringan di daerah epigastrium, kadang diikuti pula dengan muntah, kemudian beberapa saat nyeri pindah ke abdomen kanan bawah.

Nyeri menjadi terlokalisir, yang menyebabkan ketidak enakan waktu bergerak, jalan atau batuk. Penderita kadang juga mengalami konstipasi. Sebaliknya karena ada gangguan fungsi usus bisa mengakibatkan diare, dan hal ini sering dikacaukan dengan gastroenteritis akut. Penderita apendisitis akut biasanya ditemu berbaring di tempat tidur serta memberikan penampilan kesakitan(somatic pain).

Pemeriksaan pada abdomen kanan bawah, menghasilkan nyeri terutama bila penderita disuruh batuk. Pada palpasi dengan satu jari di regio kanan bawah ini, akan teraba defans musculer ringan . Tujuan palpasi adalah untuk menentukan apakah penderita sudah mengalami iritasi peritoneum atau belum. Pada pemeriksaan auskultasi, peristaltik usus masih dalam batas normal, atau kadang


(29)

sedikit menurun. Suhu tubuh sedikit naik, kira-kira 7,8 oC, pada kasus appendix yang belum mengalami komplikasi. Nyeri di epigastrium kadang merupakan awal dari appendicitis yang letaknya retrocaecal/ retroileal. Untuk appendix yang terletak retrocaecal tersebut, kadang lokasi nyeri sulit ditentukan bahkan tidak ada nyeri di abdomen kanan bawah. Karena letak appendix yang dekat dengan uretra pada lokasi retrocaecal ini, sehingga menyebabkan frekuensi urinasi bertambah dan bahkan hematuria. Sedangkan pada appendix yang letaknya pelvical, kadang menimbulkan gejala seperti gastroenteritis akut.

2.7 Nilai Leukosit pada Apendisitis Akut

Pemeriksaan laboratorium merupakan alat bantu diagnosis yang masih merupakan bagian penting untuk menilai awal keluhan nyeri kwadran kanan bawah dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada pasien dengan apendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai leukosit akan meningkat, walaupun hal ini bukan hasil yang karakteristik. Penyakit infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan memberikan gambaran laborotorium yang terkadang sulit dibedakan dengan apendisitis akut. (Brian K.S., 2009)

Pada pasien dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik apendisitis akut, akan ditemukan pada pemeriksaan darah adanya lekositosis 10.000-18.000/mm3. Menurut Raffensperger (1990), jika jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis. (Brian K.S., 2009)


(30)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian adalah jumlah leukosit pada apendisitis akut:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Jumlah Leukosit

- Kelompok Umur - Jenis Kelamin


(31)

3.2 Definisi Operasional

Insidensi didefinisikan sebagai bilangan kasus baru yang berlaku dalam waktu tertentu, yaitu bagi penelitian ini diambil data jumlah pasien apendisitis akut dari ruangan rekam medis RSUPHAM Medan. Dalam penelitian ini data yang diambil adalah jumlah leukosit pasien apendisitis akut yang dirawat pada tahun 2009.

Apendisitis akut adalah peradangan pada jaringan apendiks. Pada dasarnya terjadi akibat obstruksi lumen yang selanjutnya diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.

Pemeriksaan leukosit didefinisikan sebagai proses menghitung jumlah leukosit per milimeterkubik atau mikroliter darah. Jumlah leukosit pasien apendisitis akut diambil dari rekam medis dan hasilnya dinilai. Dimana dalam darah manusia normal, didapati jumlah leukosit rata-rata 5000-9000/mm3, bila jumlahnya lebih dari 10.000/mm3, keadaan ini disebut leukositosis, bila kurang dari 5000/mm3 disebut leukopenia. Pada pasien dengan keluhan dan pemeriksaan fisik memfokus kearah apendisitis akut, akan ditemukan keadaan leukositosis 10.000-18.000/mm3 pada pemeriksaan darah lengkap. Menurut Raffensperger (1990), jika jumlah leukosit lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis.


(32)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui jumlah leukosit pada pasien-pasien yang menderita apendisitis akut. (Alatas.H., 2008)

Rancangan penelitian ini adalah retrospektif dimana dilakukan pengumpulan data rekam medis dari Instalasi Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUPHAM).

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di RSUPHAM dan dilakukan dari bulan Agustus hingga Oktober 2010.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah pasien apendisitis akut yang dirawat inap di Departmen/SMF Ilmu Bedah RSUPHAM. Jumlah populasi tersebut diambil dari rekam medis yang terdapat di RSUPHAM.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian adalah “total sampling” dimana keseluruhan populasi adalah sampel karena perlu diperolehi jumlah total penderita apendisitis akut yang telah dirawat sepanjang tahun 2009. Kriteria inklusi adalah pasien yang menderita apendisitis akut dan ditegakkan sepanjang tahun 2009. Kriteria eksklusi adalah diagnosa apendisitis akut yang mengalami komplikasi.


(33)

4.4 Metode Penggumpulan Data

Data-data diperoleh dari rekam medis dari RSUPHAM dimana data yang diperlukan adalah diagnosa apendisitis akut. Hasil ukur yang diambil adalah data jumlah leukosit pasien apendisitis akut dari hasil pemeriksaan darah lengkap. Skala ukur yang digunakan adalah skala numerik kontinu.

4.5 Metode Pengolahan dan Analisa Data

Data yang diperoleh dari rekam medis disusun dalam tabel distribusi frekuensi berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin dengan bantuan perangkat SPSS for Windows 17,0.


(34)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Proses pengambilan data untuk penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 6 Oktober 2010 dan pada 11 Oktober 2010 di ruangan rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan. Total sampel sebanyak 57 orang diambil untuk mengetahui jumlah leukosit pada pasien apendisitis akut di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2009. Berdasarkan jumlah leukosit yang dikumpul maka dapat disimpulkan hasil penelitian dalam paparan di bawah ini.

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan Rumah Sakit Umum Kelas A di Medan yang didirikan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 335/Menkes/SK/VII/ 1990. Namun, nama rumah sakit ini mengalami perubahan yang pada mulanya bernama Rumah Sakit Umum Kelas A di Medan menjadi Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik. Perubahan nama rumah sakit ini berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 775/MENKES/SK/IX/1992.

RSUP Haji Adam Malik ini beralamat di Jalan Bunga Lau no.17, Medan, terletak di kelurahan Kemenangan, kecamatan Medan Tuntungan. Letak RSUP Haji Adam Malik ini agak berada di daerah pinggiran Kota Medan yaitu berjarak ±1 km dari jalan Letjen Djamin Ginting yang merupakan jalan raya menuju ke arah Brastagi. Pada penelitian ini data diambil dari bagian Rekam Medik RSUP Haji Adam Malik Medan. Sebanyak 57 data pemeriksaan darah lengkap pasien apendisitis akut yang menjalani rawat inap di RSUP Haji Adam Malik, Medan pada tahun 2009.


(35)

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Tabel 5.1. Distribusi sampel berdasarkan kelompok umur Kelompok

Umur

(tahun) Frekuensi Persentase (%)

1-5 1 1.8

6-10 2 3.5

11-15 9 15.8

16-20 8 14.0

21-25 9 15.8

26-30 7 12.3

31-35 6 10.5

36-40 7 12.3

41-45 5 8.8

46-50 1 1.8

61-65 2 3.5

Total 57 100.0

Gambar 5.1. Distribusi sampel berdasarkan kelompok umur

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahawa sebaran sampel mengikut kelompok umur terbanyak 21-25 tahun berjumlah 9 sampel (15,8%), sedangkan distribusi sampel menurut kelompok umur terkecil 1-5 tahun dan 46-50 tahun masing-masing sebanyak 1 sampel (1,8%).


(36)

Tabel 5.2. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Perempuan 22 38.6

Lelaki 35 61.4

Jumlah 57 100.0

Gambar 5.2. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin

Karakteristik sampel pada penelitian ini dilihat pada tabel 5.2. Sebagian besar sampel adalah lelaki yaitu sebanyak 35 orang (61,4%) dan yang selebihnya adalah perempuan yaitu sebanyak 22 orang (38,6%).


(37)

5.1.3. Hasil Analisa Data 5.1.3.1. Jumlah Leukosit

Distribusi jumlah leukosit pasien apendisitis akut di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Hasil analisis jumlah leukosit

Gambar 5.3. Hasil analisis jumlah leukosit

Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat jumlah leukosit yang dikategorikan ke tiga kelompok yaitu <10000/mm3, 10000-18000/mm3 dan >18000/mm3. Kelompok terbanyak 42 (73,7%) sampel dari total 57 sampel. Manakala kelompok terkecil (3,5%) sebanyak 2 orang. Data lengkap distribusi jumlah leukosit pada frekuensi kelompok umur, dan kelamin dapat dilihat pada tabel seterusnya.

Jumlah Leukosit Frekuensi Persentase (%)

<10000/mm3 2 3.5

10000-18000/mm3 42 73.7

>18000/mm3 13 22.8


(38)

Tabel 5.4. Distribusi jumlah leukosit pada frekuensi kelompok umur

JUMLAH LEUKOSIT Total Umur

<10000 /mm3 %

10000-18000 /mm3 %

>18000 /mm3 %

1-5 0 - 1 2.4 0 - 1

6-10 0 - 1 2.4 1 7.7 2

11-15 1 50 5 11.9 3 23 9

16-20 1 50 7 16.7 0 - 8

21-25 0 - 8 19.0 1 7.7 9

26-30 0 - 4 9.5 3 23 7

31-35 0 - 5 11.9 1 7.7 6

36-40 0 - 6 14.3 1 7.7 7

41-45 0 - 4 9.5 1 7.7 5

46-50 0 - 1 2.4 0 - 1

61-65 0 - 0 - 2 15.4 2

Total 2 100 42 100 13 100 57


(39)

Berdasarkan tabel 5.4 distribusi leukosit dikelompokan dalam 3 kelompok yaitu, <10.000/mm3, 10.000-18.000/mm3, dan >18.000/mm3. Pada kelompok leukosit <10.000/mm3 terdapat sebanyak 1 orang masing-masing dari kelompok umur 11-15 tahun dan 16-20 tahun. Pada kelompok kedua (10.000-18.000/mm3) terdiri dari 42 orang dari keseluruhan 57 sampel. Pada kelompok kedua, distribusi sampel terbanyak 8 (19.0%) orang dari kelompok umur 21-25 tahun. Akhirnya pada kelompok distribusi leukosit ketiga >18.000/mm3 terdapat sebanyak 13 orang. Frekuensi yakni 3(23%) orang masing-masing terdiri dari golongan 11-15 dan 26-30 tahun.


(40)

Tabel 5.5. Distribusi jumlah leukosit pada frekuensi kelamin

JUMLAH LEUKOSIT Total Kelamin

<10000 /mm3 %

10000-18000

/mm3 %

>18000 /mm3 %

Lelaki 1 50 25 59.5 9 69.3 35 Perempuan 1 50 17 40.5 4 30.7 22 Total 2 100 42 100 13 100 57

Gambar 5.5. Distribusi jumlah leukosit pada frekuensi kelamin

Tabel 5.5 merupakan distribusi jumlah leukosit pada frekuensi jenis kelamin. Dimana jumlah perempuan pada penelitian ini sebanyak 22 orang dan jumlah lelaki terdiri dari 35 orang serta distribusi leukosit dikelompokan dalam tiga kelompok, yaitu kelompok pertama <10000/mm3, kelompok kedua 10000-18000/mm3, dan akhirnya kelompok ketiga >18000/mm3. Jumlah perempuan terdiri dari 1 orang pada kelompok leukosit pertama, 17 (40.5%) orang pada kelompok leukosit kedua, dan akhirnya sebanyak 4 (30.7%) orang pada kelompok


(41)

leukosit yang terakhir. Jumlah lelaki pada kelompok <10000/mm3 adalah sebanyak 1 orang, 25 (59.5%) orang pada kelompok 10000-18000/mm3 dan 9 (69.3%) orang dari kelompok >18000/mm3.


(42)

5.2 PEMBAHASAN 5.2.1 Jumlah leukosit pada pasien apendisitis akut

Insidensi apendisitis akut di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2009 adalah sebanyak 57 orang. Apendisitis akut dengan jumlah leukosit 10.000– 18.000/mm3 adalah sebanyak 42 sampel dari total 57 sampel. Sampel selebihnya terdiri dari 2 kelompok lain masing-masing dengan jumlah leukosit <10.000/mm3 sebanyak 2 orang dan jumlah leukosit >18.000/mm3 sebanyak 13 orang. Menurut Kamran H. et al (2008) dari penelitinya, nilai leukosit sedang berkisar diantara 10.000-18.000/mm3 dan disimpulkan sebagai satu kejadian leukositosis sedang, sedangkan pada jumlah leukosit >18.000/mm3

Jumlah sampel yang dikumpul adalah 57 orang, dimana 35 lelaki dan 22 perempuan dengan rasio lelaki:perempuan 1,5:1. Angka terjadinya apendisitis akut ternyata lebih banyak pada lelaki berbanding perempuan dan hal ini disesuaikan dengan 2 penelitian lain. Penelitian pertama menurut Ali N, et al (2009) dari total 50 sampel, terdiri dari 40 lelaki dan 10 perempuan dengan rasio lelaki:perempuan 4:1.Menurut penelitian kedua oleh Kamran H. et al (2009), rasio lelaki:perempuan sebanyak 1,38:1. Melalui penelitian dapat disimpulkan, kemungkin jenis kelamin turut memainkan peranan sebagai faktor resiko terjadinya apendisitis akut.

dikaitkan apendisitis akut dengan komplikasi seperti perforasi peritonitis.

Golongan umur yang diambil kira dalam penelitian ini dikelompokkan dalam kelompok umur 1-5 tahun sehingga 66-70 tahun. Dari 42 sampel (10.000-18.000/mm3), frekuensi apendisitis akut lebih sering pada kelompok umur 21-25 tahun dengan jumlah 8 (19%) sampel manakala kelompok umur yang terkecil merupakan 1-5, 6-10, dan 46-50 tahun sebanyak satu (2,4%) orang masing-masing.


(43)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Jumlah pasien apendisitis akut di RSUP Haji Adam Malik, Medan pada tahun 2009 adalah sebanyak 57 orang.

2. Sebanyak 42 sampel mengalami leukositotsis sedang. 3. Secara keseluruhan rasio lelaki:perempuan sebanyak 1,5:1

6.2 Saran

1. Data diambil lebih dari satu rumah sakit dan juga diambil untuk beberapa tahun kebelakangan lagi bagi mendapatkan insidensi dengan lebih tepat. 2. Penelitian yang seterusnya diharap mengambil data berdasarkan kawasan

tinggal penderita bagi mendapatkan perbedaan jumlah leukosit penderita dari kawasan pedalaman dan bandar.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Ali.N. & et al, 2009. Value of Total Leukocyte Count and C-Reactive Proteins in The Diagnosis of Acute Appendicitis: 14(4): 116-119

Alatas.H.,2008. Desain Penelitian. In: Sastroasmoro.S. & Ismael.S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kllinis Edisi ke-3: 92-110

Baratawidjaja K.G., 1998. Imunologi Dasar Edisi ke-3: 35-36

Brian K.S., 2009.Acute Appendicitis. In: Allan B.W & et al. “Harwood-Nuss” Clinical Practice of Emergency Medicine: 5th ed: 586-588

Craig S., 2010. Adjunct Associate Professor, Department of Emergency Medicine, University of North Carolina at Chapel Hill, Carolinas Medical Center.

Available from:

Effendi Z, 2003. Peranan Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik Dalam Tubuh.

Available from:

Gearhart S.L. & Silen W., 2008. Acute Appendicitis and Peritionitis. In: Wilson J. D. & et al. Principle’s of Internal Medicine Harrison’s 17th edition: 1914 – 1915

Goodman D, Goodman C & Monk J, 1995. Use of Neutrofil: Lymhocyte in the diagnosis of Appendicitis: 61: 257-259

Gulzar. S. & et al, 2005. Acute Appendicitis- Role of Clinical Examination in Making a Confident Diagnosis: 21(2): 125-132


(45)

Hardin D.M., 1999. Acute Appendicitis: Review and Update: Texas A&M

University Health Science Center, Temple, Texas.

Available:

Hoffbrand A.V. & Pettit J.E., 1996. Kapita Selekta: Haematologi (Essential Haematologi) Edisi Ke-2. 102-105

Ho.H.S., 2002. Appendectomy In: Wilmore D.W., Cheung L.Y., Harden A.L. et Acs Surgery, Principle & Practice: 815-823

Malik A.A., Wani N.A., 1998. Continuing Diagnostic Challenge of Acute Appendicitis: Evaluation through Modified Alvarado Score: 504-505

Karman. H. & et al, 2008. Role of Total Leukocyte Count in Diagnosis of Acute Appendicitis: 20(3): 70 – 71

Netter, H.F., and Elsevier, S., 2006. Atlas of Human Anatomy: 4rd ed. 283.

Thomas.C & et al, 1992. Role of Sequented Leukocyte Count and CRP in the diagnosis of Acute Appendicitis: 79: 822-824

Wilson J. D., Martin J. B., Fauci A. S., Kasper D. L. & et al, 2007. Harrison,


(46)

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Suhashani A/P Krishnan

Tempat/ Tanggal Lahir : Penang, Malaysia / 13 Januari 1986

Agama : Hindu

Alamat : Jalan Sei Blutu, No.61, 20131 Medan Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Kebangsaan Seri Tasek

: 2. Sekolah Menengah Kebangsaan Convent Butterworth

: 3. Sekolah Menengah Kebangsaan Dato’Onn Butterworth

: 4. Kolej Sentral Pahang

Riwayat Pelatihan : Persatuan Bulan Sabit Merah Malaysia (PBSMM) Riwayat Organisasa : 1. Ahli Persatuan Kebangsaan Pelajar-pelajar

Malaysia Indonesia Cawangan Medan (PKPMI) 2. Ahli Kelab Kebudayaan India Malaysia (KKIM)


(47)

LAMPIRAN 2 DATA INDUK

BULAN NO.RM NAMA UMUR

(TAHUN)

JENIS KELAMIN JUM LEUKOSIT (5-11/mm3)

JANUARI 37.86.00 YUSNAN 45 LELAKI 16700/mm3

JANUARI 37.77.18 IRA 18 PEREMPUAN 10600/mm3

FEBRUARI 38.06.86 DINGSEN MANULANG 64 LELAKI 21200/mm3

MARET 38.22.33 BAMBANG 11 LELAKI 23000/mm3

MARET 38.50.97 RIA ARMAYA 22 PEREMPUAN 7700/mm3

MARET 38.39.09 ROBINSON 32 LELAKI 16300/mm3

MARET 38.33.30 ALI AMRAN 36 LELAKI 10700/mm3

MARET 38.45.02 FERI TARINGAN 32 LELAKI 14000/mm3

APRIL 38.75.36 EKA DIAN PUTRA 11 PEREMPUAN 6500/mm3


(48)

APRIL 21.21.44 39 LELAKI 11000/mm3

MAY 38.91.74 RONIHOT SIMARMATA 20 LELAKI 12090/mm3

MAY 38.89.82 HARMI 28 PEREMPUAN 20500/mm3

MAY 38.84.79 TIWI RISA 12 PEREMPUAN 17500/mm3

MAY 38.89.75 FEBERLIN MEND 26 PEREMPUAN 6700/mm3

MAY 38.97.05 ANNA MARIA SILALAHI 23 PEREMPUAN 6300/mm3

MAY 38.99.78 ROSNIATI 35 PEREMPUAN 14400/mm3

MAY 39.05.65 EDI RIANO 36 LELAKI 12400/mm3

MAY 39.07.10 WINSON SIANIPAR 36 LELAKI 12100/mm3

MAY 38.98.28 SYRTYANA BR.T 18 PEREMPUAN 15000/mm3

JUN 39.20.26 AFNEZA BATURA 5 LELAKI 7300/mm3

JUN 39.27.18 HALAMAN SIMANJUNTAK 46 LELAKI 15000/mm3

JUN 36.30.30 MASRISDE MANIK 24 PEREMPUAN 10200/mm3

JUN 39.45.53 HERIYAN 29 PEREMPUAN 8000/mm3

JUN 39.48.25 IBHRAHIM 20 LELAKI 13400/mm3

JUN 39.46.95 PAIDI 45 LELAKI 19900/mm3

JULI 39.52.71 RUDINATHA GINTING 24 LELAKI 10500/mm3

JULI 39.58.25 FERI SINULAKI 22 LELAKI 10500/mm3


(49)

JULI 37.41.86 RUSTAMI PURBA 39 PEREMPUAN 12400/mm3

JULI 39.75.80 RUSDI 43 LELAKI 12300/mm3

JULI 39.72.46 LINA 12 PEREMPUAN 6280/mm3

AUGUSTUS 39.95.40 SOFINA BR.MANURUNG 22 PEREMPUAN 20300/mm3

AUGUSTUS 39.97.94 RSA EFELINA SIMANJUNTAK 18 PEREMPUAN 7000/mm3

AUGUSTUS 39.92.82 RIZKI S 8 LELAKI 30600/mm3

AUGUSTUS 39.92.91 ZULPAN 34 LELAKI 21400/mm3

AUGUSTUS 40.01.58 RISKI MINANDO TARINGAN 12 LELAKI 20400/mm3

SEPTEMBER 40.37.77 DIKI SANJAYA 8 LELAKI 12800/mm3

SEPTEMBER 40.49.91 ROSLINA MIT 41 PEREMPUAN 10200/mm3

SEPTEMBER 38.21.72 ANTONI SEMBIRING 20 LELAKI 14800/mm3

SEPTEMBER 40.51.68 DICKY PRANATA TARINGAN 18 LELAKI 10200/mm3

SEPTEMBER 27.73.40 HALIM KURNIAWAN

HUTAHAEN

22 LELAKI 13700/mm3

OKTOBER 40.57.36 JONLY SINAGA 26 LELAKI 11100/mm3

OKTOBER 40.69.84 AMINAH 65 PEREMPUAN 20000/mm3

OKTOBER 40.67.62 RIKO JOHN ALLOY MUNTHE 11 LELAKI 6300/mm3

NOVEMBER 40.91.81 KALAM KARO KARO 44 LELAKI 16700/mm3


(50)

NOVEMBER 40.94.79 ROSITA ANGKAT 35 LELAKI 16900/mm3

NOVEMBER 41.00.59 DIES SONYA 23 PEREMPUAN 12800/mm3

DESEMBER 41.26.11 JRSERIYANI SINGARIMBUN 38 PEREMPUAN 14500/mm3

DESEMBER 41.34.97 RAWI 28 LELAKI 20700/mm3

DESEMBER 41.44.98 GONG MATUAH 23 LELAKI 16000/mm3

DESEMBER 41.35.02 ALEXANDER TARINGAN 31 LELAKI 12900/mm3

DESEMBER 41.46.41 MINA SEMBIRING 37 PEREMPUAN 18700/mm3

DESEMBER 41.48.57 PUTRI 12 PEREMPUAN 17000/mm3

DESEMBER 41.50.41 EDI SURANTA KETAREN 30 LELAKI 20100/mm3

DESEMBER 09.03.57 NOFANOLO SK

TELAUMBANVA


(51)

Frequencies

Statistics

UMUR JNSKEL JUMLEU

N Valid 57 57 57

Missing 0 0 0

Frequency Table

UMUR

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-5 1 1.8 1.8 1.8

6-10 2 3.5 3.5 5.3

11-15 9 15.8 15.8 21.1

16-20 8 14.0 14.0 35.1

21-25 9 15.8 15.8 50.9

26-30 7 12.3 12.3 63.2

31-35 6 10.5 10.5 73.7

36-40 7 12.3 12.3 86.0

41-45 5 8.8 8.8 94.7

46-50 1 1.8 1.8 96.5

61-65 2 3.5 3.5 100.0


(52)

Frequency Table

JNSKEL

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid LELAKI 35 61.4 61.4 61.4

PEREMPUAN 22 38.6 38.6 100.0

Total 57 100.0 100.0

Frequency Table

JUMLEU

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <10000/mm3 2 3.5 3.5 3.5

10000-18000/mm3 42 73.7 73.7 77.2

>18000/mm3 13 22.8 22.8 100.0


(53)

Crosstabs 1) Umur

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

UMUR * JUMLEU 57 100.0% 0 .0% 57 100.0%

UMUR * JUMLEU Crosstabulation Count

JUMLEU

Total <10000/mm3

10000-18000/mm3 >18000/mm3

UMUR 1-5 0 1 0 1

6-10 0 1 1 2

11-15 1 5 3 9

16-20 1 7 0 8

21-25 0 8 1 9

26-30 0 4 3 7

31-35 0 5 1 6

36-40 0 6 1 7

41-45 0 4 1 5

46-50 0 1 0 1

61-65 0 0 2 2


(54)

2) Jenis Kelamin

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

JNSKEL * JUMLEU 57 100.0% 0 .0% 57 100.0%

JNSKEL * JUMLEU Crosstabulation Count

JUMLEU

Total <10000/mm3

10000-18000/mm3 >18000/mm3

JNSKEL LELAKI 1 25 9 35

PEREMPUAN 1 17 4 22


(1)

JULI 37.41.86 RUSTAMI PURBA 39 PEREMPUAN 12400/mm3

JULI 39.75.80 RUSDI 43 LELAKI 12300/mm3

JULI 39.72.46 LINA 12 PEREMPUAN 6280/mm3

AUGUSTUS 39.95.40 SOFINA BR.MANURUNG 22 PEREMPUAN 20300/mm3 AUGUSTUS 39.97.94 RSA EFELINA SIMANJUNTAK 18 PEREMPUAN 7000/mm3

AUGUSTUS 39.92.82 RIZKI S 8 LELAKI 30600/mm3

AUGUSTUS 39.92.91 ZULPAN 34 LELAKI 21400/mm3

AUGUSTUS 40.01.58 RISKI MINANDO TARINGAN 12 LELAKI 20400/mm3

SEPTEMBER 40.37.77 DIKI SANJAYA 8 LELAKI 12800/mm3

SEPTEMBER 40.49.91 ROSLINA MIT 41 PEREMPUAN 10200/mm3 SEPTEMBER 38.21.72 ANTONI SEMBIRING 20 LELAKI 14800/mm3 SEPTEMBER 40.51.68 DICKY PRANATA TARINGAN 18 LELAKI 10200/mm3 SEPTEMBER 27.73.40 HALIM KURNIAWAN

HUTAHAEN

22 LELAKI 13700/mm3

OKTOBER 40.57.36 JONLY SINAGA 26 LELAKI 11100/mm3

OKTOBER 40.69.84 AMINAH 65 PEREMPUAN 20000/mm3

OKTOBER 40.67.62 RIKO JOHN ALLOY MUNTHE 11 LELAKI 6300/mm3 NOVEMBER 40.91.81 KALAM KARO KARO 44 LELAKI 16700/mm3


(2)

NOVEMBER 40.94.79 ROSITA ANGKAT 35 LELAKI 16900/mm3

NOVEMBER 41.00.59 DIES SONYA 23 PEREMPUAN 12800/mm3

DESEMBER 41.26.11 JRSERIYANI SINGARIMBUN 38 PEREMPUAN 14500/mm3

DESEMBER 41.34.97 RAWI 28 LELAKI 20700/mm3

DESEMBER 41.44.98 GONG MATUAH 23 LELAKI 16000/mm3

DESEMBER 41.35.02 ALEXANDER TARINGAN 31 LELAKI 12900/mm3 DESEMBER 41.46.41 MINA SEMBIRING 37 PEREMPUAN 18700/mm3

DESEMBER 41.48.57 PUTRI 12 PEREMPUAN 17000/mm3

DESEMBER 41.50.41 EDI SURANTA KETAREN 30 LELAKI 20100/mm3 DESEMBER 09.03.57 NOFANOLO SK

TELAUMBANVA


(3)

Frequencies

Statistics

UMUR JNSKEL JUMLEU

N Valid 57 57 57

Missing 0 0 0

Frequency Table

UMUR

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 1-5 1 1.8 1.8 1.8

6-10 2 3.5 3.5 5.3

11-15 9 15.8 15.8 21.1

16-20 8 14.0 14.0 35.1

21-25 9 15.8 15.8 50.9

26-30 7 12.3 12.3 63.2

31-35 6 10.5 10.5 73.7

36-40 7 12.3 12.3 86.0

41-45 5 8.8 8.8 94.7

46-50 1 1.8 1.8 96.5

61-65 2 3.5 3.5 100.0


(4)

Frequency Table

JNSKEL

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid LELAKI 35 61.4 61.4 61.4

PEREMPUAN 22 38.6 38.6 100.0

Total 57 100.0 100.0

Frequency Table

JUMLEU

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid <10000/mm3 2 3.5 3.5 3.5

10000-18000/mm3 42 73.7 73.7 77.2

>18000/mm3 13 22.8 22.8 100.0


(5)

Crosstabs 1) Umur

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

UMUR * JUMLEU 57 100.0% 0 .0% 57 100.0%

UMUR * JUMLEU Crosstabulation

Count JUMLEU

Total <10000/mm3

10000-18000/mm3 >18000/mm3

UMUR 1-5 0 1 0 1

6-10 0 1 1 2

11-15 1 5 3 9

16-20 1 7 0 8

21-25 0 8 1 9

26-30 0 4 3 7

31-35 0 5 1 6

36-40 0 6 1 7

41-45 0 4 1 5

46-50 0 1 0 1

61-65 0 0 2 2


(6)

2) Jenis Kelamin

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

JNSKEL * JUMLEU 57 100.0% 0 .0% 57 100.0%

JNSKEL * JUMLEU Crosstabulation

Count

JUMLEU

Total <10000/mm3

10000-18000/mm3 >18000/mm3

JNSKEL LELAKI 1 25 9 35

PEREMPUAN 1 17 4 22