Penyakit Paru Restriktif

Penyakit paru restriktif

PENYAKIT PARU RESTRIKTIF
Ermanta N. Keliat, Fiblia
Divisi Pulmonologi – Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FK-USU/ RSUP H. Adam Malik Medan

Pendahuluan
Penyakit paru muncul akibat gangguan ventilasi yang dapat diklasifikasikan menjadi
dua tipe yaitu tipe restriktif dan obstruktif. Penyakit paru restriktif merupakan penyakit paru
yang insidennya lebih jarang dan hanya dalam jumlah terbatas yang bersifat reversibel.
Penyakit paru restriktif juga dapat diterjadi secara bersama - sama dengan penyakit paru
obstruktif. Penyakit paru restriktif ditandai dengan gangguan pada parenkim, pleura, dinding
thorax atau neuromuskular dan menyebabkan menurunnya Total Lung Capacity (TLC).
Sedangkan pada penyakit paru obstruktif contohnya asma dan COPD (Chronic Obstructif
Pulmonary Disease), terjadi peningkatan TLC. Penyakit paru restriktif yang disebabkan oleh

karena parenkim paru yaitu berkurangnya transfer oksigen, yang ditandai dengan terjadinya
desaturasi setelah latihan.1,2
Etiologi
Etiologi penyakit paru restriktif secara anatomi terbai dua yaitu terdiri dari : penyakit

paru intrinsik dan penyakit paru ekstrinsik.
Penyakit paru intrinsik yaitu penyakit yang melibatkan parenkim paru dapat berupa
inflamasi/interstisial lung disease atau pneumonitis. Beberapa etiologi penyakit paru intrinsik
yaitu :
a. Penyakit Fibrosis Idiopatik meliputi peneumonia interstisial akut, pneumonitis
interstisial limfositik dan pneumonitis interstisial desquamatif.
b. Penyakit kolagen vaskular yaitu : skleroderma, polimiositis, dermatomiositis, SLE,
RA dan ankilosing spondilitis
c. Obat-obatan : nitrofurantoin, amiodarone, preparat emas, phenitoin,

bleomisin,

siklopospamid, metotrexat, radiasi, dll
d. Penyakit lain berupa : sarkoidosis, pulmonary langerhans cell histiocytosis.
Pulmonary vasculitis, pneumonia eosinofilia, alveolar proteinosis.

1
Universitas Sumatera Utara

Penyakit paru restriktif


e. Paparan debu anorganik : silikosis, asbestosis, pneumoconiosis, beryliosis, metal
fibrosis.
f. Paparan debu organik : farmers lung, bird fanciers lung, bagassosis, hipersensitivitas
pneumonitis.
Gangguan ekstrinsik adalah:
a. Penyakit nonmuskular dinding thorax baik primer atau sekunder seperti kiposis, polio,
muskular distropi, fibrothorax, efusi pleura masif, obesitas, ankilosing spondilitis dll.
b. Gangguan

neuromuskular

seperti

miasteniagrapis,

miopati

atau


miositis,

quadraplegia,dll.
c. Gangguan pleura meliputi efusi, asbestosis dll. 1,2,3

Epidemiologi
Di Amerika Serikat, gangguan paru intrinsik dengan prevalensi 3-6 kasus per 100.000
penduduk. Prevalensi idiopathic pulmonary fibrosis (IPF) 27-29 kasus per 100.000 orang,
denga usia antara 35-44 tahun. Prevalensi pada usia > 75 tahun meningkat yaitu 175 kasus
per 100.000 orang. Faktor risiko pada gangguan ini adalah terpapar debu, metal, larutan
organik dan pekerja agrikultural. Mortalitas dan morbiditas dari penyakit paru restriktif
tergantung pada penyebab utama. Survival rate penyakit IPF sekitar 3 tahun. Faktor prediksi
mortalitas yaitu : usia tua, laki-laki, fungsi paru yang buruk, derajat keparahan fibrosis,
respon yang lemah terhadap terapi, terdapatnya gambaran fibroplasia pada histopatologi.
Berdasarkan ras dilaporkan bahwa ras kulit putih penderita sarkoidosis di US memiliki risiko
10-17 kali dibandingkan ras kulit hitam.1,4,5
Gejala dan Tanda
Evaluasi awal berupa riwayat pekerjaan, paparan, kebiasaan dan faktor risiko HIV
pada pasien ditanyakan kepada pasien untuk mengidentifikasi etiologi penyakit. Berdasarkan
onset terjadinya penyakit dapat dibagi 3 yaitu :

-

Onset akut : beberapa hari- minggu, contoh interstisial pneumonitis, pneumonia
eosinofilia, difuse alveolar hemorage

-

Onset subakut : beberapa minggu – bulan, contoh sarkoidosis, connective tissue
diseases, alveolar hemorrage, drug induced interstisial lung diseases

-

Onset kronik : IPF, sarkoidosis, pulmonary langerhans cell histiocytosis

Gejala meliputi gejala intrinsik dan ekstrinsik pada penyakit paru restriktif. Gejala
intrinsik penyakit paru intrinsik yaitu :
-

Sesak nafas
2

Universitas Sumatera Utara

Penyakit paru restriktif

-

Batuk kering. Batuk produktif merupakan gangguan parenkim paru difus

-

Hemoptisis pada pasien sindroma alveolar difus hemorage dan vaskulitis

-

Wheezing merupakan manifestasi yang jarang, tetapi dapat timbul pada pasien

dengan limpangitic carcinomatosis, pneumonia eosinopili kronik dan bronkiolitis respiratori
-

Nyeri dada merupakan gejala yang sangat jarang, tetapi dapat terjadi oleh karena nyeri

pleuritik karena reumatoid artritis, sistemik Lupus Eritematosus, drug-induced
disorder

Sedangkan gejala ekstrinsik berupa :
-

Penyakit nonmuskular pada dinding thorax yaitu kiposkoliosis. Pasien dengan usia <
35 tahun biasanya bersifat asimtomatik, sedangkan usia dewasa menengah biasanya
mengalami dispneu, menurunnya toleransi latihan dan infeksi pada sistem respirasi.

-

Penyebab gagal nafas biasanya bersifat multifaktorial dan merupakan penyebab kedua
dari deformitas spinal, kelemahan otot, gangguan kontrol ventilasi,

gangguan

bernafas dan penyakit saluran nafas.
-


Gangguan neuromuskular muncul sesuai dengan progresifitas kelemahan otot bantu
nafas. Pasien mengalami sesak nafas saat latihan, diikuti dispneu saat istirahat dan
kondisi ini berpotensi untuk terjadinya gagal nafas.

-

Pasien dengan gangguan neuromuskular menimbulkan kelemahan otot nafas dan
menyebabkan kelelahan, dispneu, gangguan kontrol sekresi dan serangan infeksi
saluran nafas berulang.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :

Gangguan intrinsik :
-

Velcro crackles merupakan tanda yang sering pada penyakit paru interstisial.

-

Ronkhi inspiratoar pada bronkiolitis


-

Sianosis saat istirahat jarang ditemukan pada penyakit paru interistial. Hal ini
merupakan manifestasi pada kondisi berat

-

Clubbing finger sering ditemukan pada idiopatik pulmonary fibrosis dan jarang pada

kondisi lain seperti sarkoidosis atau pneumonitis hipersensitivitas
-

Extrapulmonary berupa eritema nodosum sebagai salah satu tanda sarkoidosis.
Makulopapular rash merupakan tanda conective tissue disease, atau drug induced.

Raynoud phenomenon merupakan tanda connective tissue disease dan teleangiectase
merupakan tanda skleroderma. Tanda dari sarkoidosis sistemik berupa limpadenopati
perifer, pembesaran kelenjar liur, hepatosplenomegali. Uveitis dapat muncul pada
sarkoidosis dan ankilosing spondilitis.
3

Universitas Sumatera Utara

Penyakit paru restriktif

-

Cor pulmonale Chronicum muncul pada fibrosis paru tahap lanjut atau kiposkoliosis

tahap lanjut. Hipertensi pulmonal dan cor pulmonale ditandai dengan adanya
pergeseran jantung ke kanan, gallop.
Gangguan extrinsik yaitu berupa :
-

Gangguan pleura berupa menurunnya strem fremitus, sonor memendek dan hilangnya
suara pernafasan.

-

Pada penyakit neuromuskular, dijumpai penggunaan otot bantu nafas, pernafasan
cepat dan dangkal dan gejala sistemik lainnya. 1,5,6


Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
- Anemia dapat ditemukan pada vaskulitis, polisitemia merupakan tanda hipoksemia yang
dapat terjadi pada kasus berat, leukositosis merupakan tanda pneumonitas hipersensitivitas
akut.
- Antinuclear antibodi dan Rheumatoid faktor untuk menilai penyakit kolagen vaskular,
creatinin kinase untuk poliomiositis, anti neutropilic cytoplasmic antibodi untuk vaskulitis
dan antiglomerular basement membran antibody untuk goodpasture syndrome.
- Terdapat antibodi terhadap antigen pada pneumonitis hipersensitivitas. Serum angiotensinconverting enzim pada sarkoidosis.1,6
b. Foto torax
- Diagnosa dari penyakit paru interstisial biasanya melalui foto thorax abnormal. Hanya
sekitar 10% foto thorax normal.1,6
-

Gambaran foto thorax berupa : reticulonodular, ground glass appearance.

c. High Resolution Computed Tomography (HRCT)
-


CT scan torax dengan resolusi tinggi dapat menegakkan penyakit paru restriktif. IPF
dapat ditegakkan secara klinis dan dengan CT scan tanpa memerlukan biopsi. Zona paru
perifer bibasiler merupakan zona yang dapat terlibat pada IPF, asbestosis, connectivetissue disease, pneuminia eosinopilia.

-

Gangguan sepanjang bronkovaskuler merupakan sarkoidosis atau lymphangitic
carcinoma.

-

Kelaiann pada zona atas paru sering ditemukan pada sarkoidosis, granuloma eosinopilia,
pneumonitis hipersensitive kronik sedangkan pada zona bawah merupakan kelainan IPF,
asbestosis dan rheumatoid artritis.

-

Zona bawah dan infiltrasi perifer sering ditemukan pada IPF atau asbestosis.
4
Universitas Sumatera Utara

Penyakit paru restriktif

-

Kista bilateral dan nodul merupakan salah satu diagnosa Langerhans cell histiocytosis.1,6

Kelainan radiologi ditasa dapat dilihat pada gambar berikut :1,6

IPF dengan ekstensif bilateral retikulonodula pacity

Sarkoidosis tanpa limpadenopati mediastinal

Kiposkoliosis berat

5
Universitas Sumatera Utara

Penyakit paru restriktif
Mediastinal limpadenopati pada sarkoidosis

Honeycomb perifer dan groundglass appereance

Pulmonary fibrosis, extensif honeycomb dan bronciectasis

d.

Tes Fungsi Paru
Pada penyakit restriktif paru diperoleh penurunan Total Lung Capcity (TLC),

Functional Residual Capacity (FRC) dan Residual Volume (RV). Penurunan Forced
Expiratory Volume in one second (FEV1) dan Forced Vital capacity (FVC) dengan nilai

normal atau peningkatan rasio FEV1 terhadap FVC menunjukkan suatu kondisi restriktif.
Diagnosa penyakit restriktif didasrakan atas penurunan TLC. Penilaian derajat keparahan
restriksi didasarkan atas TLC. Penyakit obstruktif dapat ditemukan pada sarkoidosis, LAM,
pneumonitis hipersensitif, fibrosis paru dan COPD. 1,6,8
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada gangguan paru ekstrinsik yaitu :
-

Pada gangguan nonmuskular pada dinding thorax, kiposkoliosis berat menyebabkan
restriktif. TLC akan menurun dengan preservation relatif dari RV. Vital capacity
menurun dan rasio RV terhadap TLC meningkat. Komponen dinding thorax berkurang
dan kelemahan otot ispirasi yang berperan pada restriktif. Tekanan maksimal inspirasi
dan ekspirasi menurun pada gangguan ini.

-

Hipoksemia oleh karena gangguan ventilasi-perfusi disebabkan adanya penyakit dasar
seperti atelektasis dan terbentuknya shunt.
6
Universitas Sumatera Utara

Penyakit paru restriktif

-

Pada gangguan neuromuskular, inspirasi dan ekspirasi maksimal sangat beragam mulai
normal sampai dengan sangat berkurang.

-

Pasien dengan penyakit muskular kronik mengalami penurunan kapasitas vital dan
FRC, tetapi RV

dapat dipertahankan. TLC mengalami penurunan yang sedang.

Pernafasan selama tidur biasanya abnormal. Pasien biasanya mengalami desaturasi saat
tidur malam dan hipoventilasi
-

Diffuse capacity of lung for carbon monoxide (DLCO) menurun pada pasien gangguan

paru intrinsik.
-

Analisa Gas Darah (AGDA) menunjukkkan kondisi hipoksemia.

-

Bronkoalveolar lavage (BAL)

-

Biopsi paru

Beberapa jenis penyakit paru restriktif
Idiopathik Pulmonary Fibrosis

Insiden terjadi hampir 2/3 pada usia > 60 tahun. Predominan pada laiki-laki.
Penyebab tidak diketahui pasti. Biasanya disebabkan 60% kasus oleh karena iodipatik
interstisial pneumonia. Gejala klinis berupa dispneu saat aktivitas, batuk tidak produktif,
gejala konstitusional jarang. Pada pemeriksaan fisik ditemukan ronki kering berupa velcrolike, clubbing finger, tanda gagal jantung kanan seperti peningkatan tekanan vena juularis,

edema dan Right Ventricular Hipertroph).5,6
Pada pemeriksaan penunjang berupa : subpleural, retikular dan infiltrat nodular dan
gambaran honeycomb pada high resolution computed tomography.Gambaran minimal
ground glass infiltrat yang bersifat asimetris, penurunan volume paru pada radiologi thorax,
gambaran honeycomb berhubungan dengan fibrosis pada biopsi. Hasil laboratorium tidak
spesifik. Pada pemeriksaan tes fungsi paru diperoleh penyakit paru restriktif yaitu penurunan
forced vital capacity (FVC), total lung capacity (TLC) dan diffusing capacity for carbon
monoxide (Dlco).5,7

Diagnosa ditegakkan jika gejala klinis dan HRCT ditemukan , dan tidak terdapatnya
penyebab lain dari fibrosis seperti meokok dan penyakit conecctive tissue serta toksisitas
obat. Gold standar adalah biposi paru yang menunjukkan pneumonitis interstisial. Jika hasil
HRCT telah menggambarkan pneumonitis interstisial maka biopsi tidak perlu dilakukan.

7
Universitas Sumatera Utara

Penyakit paru restriktif

Terapi berupa transplantasi paru merupakan hal yang paling efektif. N-acetyl cystein
3x200 mg efektif dalam mencegah progresifitas. Steroid serta sitotoksik lainnya tidak
efektif.5,8

Reticular infiltrates in a patient with idiopathic
pulmonary fibrosis. Note the subpleural, peripheral distribution of
infiltrates.

Lungs of a patient with end-stage idiopathic pulmonary
fibrosis.

Pneumonia desquamatie interstisial
Kasus ini jarang ditemukan, hampir 90% riwayat merokok. Biasanya secara histologi
ditemukan infiltrat makrofag terpigmentasi bukan suatu desquamasi sel. Radiologi berupa
linear opacities pada foto torak. HRCT

menunjukkan ground glass (50% predominan

8
Universitas Sumatera Utara

Penyakit paru restriktif

basilar), konsolidasi retikular, gambaran honeycomb jarang ditemukan. Diagnosa histologi
yaitu ditemukan akumulasi makrofag intra alveolar. Terapi dapat dilihat pada tabel berikut :5

Connective Tissue Diseases

a. Sistemik Lupus Eitematosus (SLE)
SLE merupakan penyakit autoimun sistemik yang dapat melibatkan paru dan pleura.
Jarang menyebabkan penyakit paru interstisial. Memiliki manifestasi klinis yang beragam.
Gejala klinis dapat dilihat pada tabel dibawah disertai tambahan gejala klinis berupa :
- alveolar hemorrage yaitu demam akut, dispneu, batu dengan atau tanpa hemoptisis.
Menurunnya hematokrit disertai dengan perdarahan alveolar. Dapat didiagnosa dengan
bronkoskopi, dapat disertai dengan atau tanpa anti posfolipid sindrom. Dapat terjadi disfungsi
diafragma yaitu shrinking lung syndrome (menurunnya volume pau oleh karena kelemahan
diagragma). 1,5
b.

Reumatoid artritis (RA)

RA sering pada wanita namun manifestasi paru sering terjadi pada laki-laki (3:1).
Sekitar 20% kaus RA pada paru. Terdapat berbagai manifestasi paru pada RA. Gejala klinis
lainnya : nodul reumatoid singel atau multipel atau kavitas. Histopatologinya berupa
histiocytic palisades. Terdapatnya caplan syndrome yaitu : nodul reumatoid pada pekerja
tambang batubara. Gejala klinis dapat dilihat pada tabel dibawah.1,5
c.

Skleroderma
Sekitar 60 sampai 100% pasien skleroderma memiliki Interstisial Lung Dieases (ILD)

pada autopsi. Terdapat beberapa manifestasi klinis gangguan paru yaitu hipertensi pulmonal
sekitar 5 sampai 37%. Dapat bersifat primer maupun sekunder. Gejala lain dapat dilihat pada
tabel di bawah.1,5
d.

Polimiositis/ dermatomiositis
Sering pada wanita, berhubngan dengan anti-jo, anti PL-12 atau antibodi lainnya.

Biopsi dapat bersifat UIP atau nonspesifik interstisial pneumonitis. Pasien respon terhadap
9
Universitas Sumatera Utara

Penyakit paru restriktif

steroid. Gejala klinis berupa dispneu pada aktiitas, kelemahan otot proximal, ruam kemerahan
pada kulit berupa heliotrope pada sekitar mata dan mechanics hands. Peningkatan creatinin
kinae dan aldolase tidak diperlukan pada diagnosa.1,5

Tabel. Manifestasi paru pada Conecctive Tissue Diseases.

10
Universitas Sumatera Utara

Penyakit paru restriktif

Anti-Neutrophil Cytoplasmic Antibody (ANCA)-associated vasculities

Tabel perbandingan gangguan paru dan ginjal pada vaskulitis.5

Penyakit Paru Eosinopilia
Gejala klinis meliputi :5,8
a. Pneumonia eosinopilia akut yaitu presentasi akut dengan infiltar dan hipoksemia
dengan atau tanpa eosinopilia perifer. Diagnosa memerlukan eosinopilia pada
bronkoalveolar lavage (BAL) jaringan atau cairan. Terapi sangat respon dengan
steroid
b. Pneumonia eosinopilia kronik dengan gejala konstitusional yaitu batuk, dispneu
dan perifer eosinofilia. Diagnosa memerlukan BAL eosinopilia > 40%. Sangat
respon dengan steroid dan dapat menyebabkan asma berat dan penggunaan steroid
yang lama. Radiologi toraks berupa infiltrat perifer seperti gambar berikut :

11
Universitas Sumatera Utara

Penyakit paru restriktif

Pneumonia eosinopilia kronik berupa bilateral alveolar
opacities pada upper lobes ( berbeda dengan edema paru)

c. Sindroma hypereosinopilia
d. Alergic bronchopulmonary aspergillosis (ABPA)
e. Alergic Angitis dan granulomatosis (Chrug Strauss Syndrome)
f. Granuloma eosinopilia (Pulmonary langerhans cell hystiocytosis, pulmonary
hystiocytosis)
Bronchiolitis obliterans with organizing pneumonia/cryptogenic organizing pneumonia

Keadaan ini yaitu terdapatnya fibroblas dan sel inflamasi yang mengisi bronkiolus,
duktus alveolar dan alveoli. Hal ini merupakan reaksi histologi non spesifik. Gejala klinis
biasanya subakut dengan gejala batuk, dipsneu, demam, ronki pada 75% pasien. Terapi
denan steroid (prednison0,75-1,5 mg/kgbb/hari). Relaps biasanya terjadi setelah 6 bulan.
5,9

Asbestosis

Biasanya terjadi akibat paparan kronik, tahunan dari industri konstruksi, semen,
pertambangan dll. Gejala klinis sesak progresif setelah 10 tahun paparan industri. Terjadi
fibrosis interstisial pada lobus bawah mirip dengan IPF. Kelainan pleura akibat asbestosis
yaitu efusi pleura benign, plag pleura dan penebalan pleura. Mesotelioma juga bisa terjadi.
Tumor paru juga bisa terjadi akibat paparan asbes. 5

12
Universitas Sumatera Utara

Penyakit paru restriktif

Sarkoidoiosiss

Sarkoidosis merupakan penyakit sistemik tanpa sebab yang diketahui. Tanda patologi
yaitu

terdapatnya granuloma non caseosa. Biasanya pada usia 20-50 tahun. 30-60%

simtomatik. Gejala klinis berupa gejala konstitusional yaitu penurunan berat badan, lemah,
demam dan malaise. Keterlibatan paru pada 90% kasus. Batuk, dyspneu, sputum dan
hemoptisis. Penyakit endobrohial menyebabkan gejala obstruktif. Pada mata dapat berupa
uveitis, keratokonjungtiitis, sicca syndrome, uveoparatiroid fever. Pada jantung gejala berupa
inflamasi granuloma miocard, takiaritmia, kardiomiopati dan sudden death. Cor Pulmonale
dapat muncul pada penyakit paru berat. Kelainan neurologi terlibat sekitar 5% yaitu sistem
saraf pusat dan perifer. Keterlibatan nervus kranialis yaitu II,VII,VIII,IX,X,meningen dan
kelenjar pituitari. Pada kulit terdapat gambaran eritema nodosum. Terapi pada kulit yaitu
klorokuin atau pentoxipilin dan steroid. Pada hati yaitu terdapatnya granuloma hati 75%
dengan peningkatan fungsi hati hanya sekitar 35%. Alakaline posfatase merupakan prediktor
yang baik. 5,9
Diagnosa melalui foto thorax dan terdapatnya granuloma non caseosa pada histologi,
peningkatan Angiotensin- converting enzim. Terapi yaitu tergantung simtom dan keterlibatan
organ. Steroid dosis rendah sampai sedang merupakan terapi utama dan metotrexat serta
azatioprin merupakan terapi alternatif. 5

13
Universitas Sumatera Utara

Penyakit paru restriktif

Diagnosa Banding
-

Akut Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

-

Asbestosis

-

Bronchitis

-

Chronic Obstruktive Pulmonory Disease (COPD)

-

Coal Workers Pneumoconiosis

-

Emphysema

Tes Fungsi Paru
Pada penyakit restriktif paru diperoleh penurunan Total Lung Capcity (TLC),
Functional Residual Capacity (FRC) dan Residual Volume (RV). Penurunan Forced
Expiratory Volume in one second (FEV1) dan Forced Vital capacity (FVC) dengan nilai

normal atau peningkatan rasio FEV1 terhadap FVC menunjukkan suatu kondisi restriktif.
Diagnosa penyakit restriktif didasarkan atas penurunan TLC. Penilaian derajat keparahan
restriksi didasarkan atas TLC. Penyakit obstruktif dapat juga ditemukan pada sarkoidosis,
LAM, pneumonitis hipersensitif, fibrosis paru dan COPD. 1,5
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada gangguan paru ekstrinsik yaitu : pada
gangguan nonmuskular pada dinding thorax, kiposkoliosis berat menyebabkan restriktif. TLC
akan menurun dengan preservation relatif dari RV. Vital capacity menurun dan rasio RV
terhadap TLC meningkat. Komponen dinding thorax berkurang dan kelemahan otot ispirasi
yang berperan pada restriktif. Tekanan maksimal inspirasi dan ekspirasi menurun pada
gangguan ini. Hipoksemia oleh karena gangguan ventilasi-perfusi disebabkan adanya
penyakit dasar seperti atelektasis dan terbentuknya shunt. Pada gangguan neuromuskular,
inspirasi dan ekspirasi maksimal sangat beragam mulai normal sampai dengan

sangat

berkurang. Pasien dengan penyakit muskular kronik mengalami penurunan kapasitas vital
dan FRC, tetapi RV

dapat dipertahankan. TLC mengalami penurunan yang sedang.

Pernafasan selama tidur biasanya abnormal. Pasien biasanya mengalami desaturasi saat tidur
malam dan hipoventilasi. Diffuse capacity of lung for carbon monoxide (DLCO) menurun
pada pasien gangguan paru intrinsik.1,5,8
Kesimpulan
Penyakit paru restriktif merupakan penyakit paru yang ditandai dengan gangguan
pada parenkim, pleura, dinding thorax atau neuromuskular dan penurunan Total Lung
14
Universitas Sumatera Utara

Penyakit paru restriktif

Capacity (TLC). Sedangkan pada penyakit paru obstruktif contohnya asma dan COPD

(Chronic Obstructif Pulmonary Disease), terjadi peningkatan TLC. Gangguan yang
menyebabkan reduksi atau restriksi dari volume paru berdasarkan struktur anatomi terbagi
dua yaitu : penyakit paru intrinsik dan penyakit paru ekstrinsik serta IPF. Terapi pada
penyakit paru restriktif sesuai dengan etiologi masing-masing.

15
Universitas Sumatera Utara

Penyakit paru restriktif

DAFTAR PUSTAKA

1. Caronia J.R. Restrictive Lung disease.emedicine.medscape.com (2014)
2. Philip G, Boysen. Evaluation of the patient with pulmonary disease in the specialty of
anesthesiology. Chap 9:2008;135-140.
3. Guzman E.D, Mccarthy K, Siu A, Stoller J: frequency and causes of combined
obstruction and restriction identified in pulmonary function test in adults. Respiratory
care.2010.vol.55
4. Brack T, Jubran A, Tobin M.J. Dyspneu and decreased variability of breathing in
patients with restrictive lung disease.Am j espir crit care med(2002) vol 165,12601264.
5. Maureen, Horton, Robert, Hallowell, Interstisial Lung Diseases in Pulmonary and
Critical Care. The Johns Hopkin Internal Medicine Review.4 edition. chap 20;152155
6. Ward J, Mcdonald C. Interstisial lung disease an approach to diagnosis and
management. Australian Family Physician (2010) vol.39
7. Mccarthy K. Pulmonary function testing.emedicine.medscape.com(2015).
8. Barreiro T.J, Perillo I, An approach to interpreting spirometry. Am Fam Physician
(2004)69;1107-1115
9. Keddissi, K.M, Kinasewitz. Bronchial responsiveness in patients with restrictive
spirometry. Biomed research international(2013).www.ncbi.nlm.nih.gov

16
Universitas Sumatera Utara