Pengaruh Obesitas, Aktifitas Fisik, Merokok, Riwayat Keluarga Terhadap Kejadian Pradiabetes Pada Usia 45 Tahun di Kota Lhokseumawe

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Pradiabetes merupakan kendala yang terjadi jika kadar glukosa darah
seseorang lebih tinggi dari normal tetapi tidak cukup tinggi untuk didiagnosis
diabetes. Orang dengan pradiabetes cenderung dapat berkembang menjadi diabetes
melitus (DM) dan memiliki risiko 1,5 kali mengalami penyakit kardiovaskular
dibandingkan dengan orang normal. Perjalanan penyakit DM didahului oleh
pradiabetes. Hampir semua penderita DM tipe 2 sebelumnya mengalami pradiabetes
yaitu kadar glukosa darah lebih tinggi dari normal. Berdasarkan pengamatan terhadap
orang dengan pradiabetes dalam perkembangannya mempunyai tiga kemungkinan
yaitu 1/3 akan berkembang menjadi DM tipe 2, 1/3 berikutnya akan tetap menjadi
pradiabetes, sedangkan 1/3 sisanya akan menjadi normoglikemi (American Diabetes
Association (ADA, 2012)). Menurut National Institut of Health (NIH) (2008) bahwa
mereka yang mengalami pradiabetes lebih berpotensi mengalami diabetes
dibandingkan orang yang memiliki gula darah normal.
Berbeda dengan keadaan DM yang bersifat irreversible, keadaan pradiabetes
merupakan suatu titik yang dapat bergerak dua arah, yaitu kearah normal atau ke arah
DM (Power, 2008).Diantara penyakit degeneratif, DM merupakan penyakit yang
sangat potensial untuk dapat dicegah (Waspadji, 2011). Proses perubahan pradiabetes

menjadi DM tipe 2 dapat diperlambat atau bahkan dapat dicegah melalui

1

2

penanggulangan pradiabetes sehingga dapat mengembalikan kadar glukosa darah
menjadi normal. Orang dengan pradiabetes dapat mencegah atau menunda
perkembangan diabetes tipe 2 melalui perubahan gaya hidup, penurunan berat badan,
meningkatkan aktifitas fisik dan olah raga secara teratur serta menghentikan
penggunaan rokok. (ADA, 2009). Perubahan gaya hidup yang dilakukan penderita
pradiabetes menurunkan risiko penyakit jantung dan diabetes, meningkatkan aktifitas
fisik dan menurunkan berat badan membantu tubuh merespon insulin secara lebih
baik sehingga dapat menghindari berkembangnya pradiabetes menjadi diabetes (NIH,
2008). Pada beberapa negara yang penduduknya mengalami perubahan gaya hidup
yang sangat berbeda dengan cara hidup sebelumnya, kekerapan diabetes mencapai
35% (Suyono, 2010).
Faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian pradiabetes sama dengan
faktor risiko DM tipe 2 yaitu obesitas, usia 45 tahun, hipertensi, riwayat keluarga
diabetes, pernah mengalami diabetes gestasional atau pernah melahirkan


bayai

dengan berat badan 4,1 kg atau lebih (ADA, 2009). Menurut Canadian Diabetes
Assosiation (CDA) 2008, usia yang semakin tua akan meningkatkan risiko diabetes,
sehingga direkomendasikan untuk melakukan periksa gula darah puasa. Kelebihan
berat badan merupakan faktor risiko utama pradiabetes, faktor pendukung lainnya
adalah kurangnya aktifitas fisik. Semakin sedikit aktifitas fisik yang dilakukan maka
akan semakin besar risiko untuk terjadinya pradiabetes, aktifitas fisik membantu
seseorang untuk mengendalikan berat badan (NIH, 2008). Menurut Yang

(2010)

prevalensi diabetes meningkat dengan bertambahnya umur dan berat badan,

3

prevalensi diabetes lebih tinggi pada laki-laki (10,6%) begitu pula pradiabetes lebih
tinggi pada laki-laki (16,1%), prevalensi diabetes lebih tinggi pada penduduk
perkotaan (11,4%) dari pada penduduk pedesaan (8,2%).

Jumlah penyandang diabetes terutama diabetes tipe 2 makin meningkat di
seluruh dunia terutama di negara-negara berkembang karena perubahan gaya hidup
yang salah menyebabkan obesitas. Cara hidup yang sangat sibuk dengan pekerjaan
dari pagi sampai sore bahkan sampai malam hari duduk dibelakang meja
menyebabkan tidak adanya kesempatan melakukan aktifitas fisik.Pola hidup yang
berisiko seperti ini yang menyebabkan tingginya penyakit, diabetes hipertensi.
Faktor urbanisasi dan meningkatnya pelayanan kesehatan juga merupakan faktor
penting karena usia menjadi lebih panjang (Suyono, 2011).
Identifikasi dini pradiabetes pada seseorang, serta penatalaksanaan secara
tepat sangat potensial mengurangi atau menunda progresivitas penyakit ke arah
diabetes, hal ini penting dilakukan untuk menghindari meningkatnya insidensi
diabetes (Manaf, 2010). Mayoritas Individu dengan pradiabetes yang tidak segera
melakukan perubahan gaya hidup, menurunkan berat badan dan meningkatkan
aktifitas fisik akan menjadi diabetes dalam kurun waktu sepuluh tahun (NIH,
2008). Kecepatan progresivitas tergantung pada tingginya kadar glukosa darah
pada saat terdiagnosis, semakin tinggi leveril kandungan glukosa darah
semakin besar pula risiko progresifitasnya. Beberapa faktor risiko terjadinya
pradiabetes adalah riwayat diabetes dalam keluarga, penyakit kardiovaskuler,
obesitas, gaya hidup yang berisiko, hipertensi (Manaf, 2010). Mengingat DM


4

akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia maka harus
segera

dilakukan

penanggulangan

khususnya

dalam

upaya

pencegahan

(PERKENI, 2011).
Peningkatan kematian akibat diabetes mellitus tentu saja didahului dengan
peningkatan prevalensi diabetes mellitus diseluruh dunia. Pada tahun 2000 sekitar

171 orang menderita DM, dimana 90% diantaranya adalah DM tipe 2. Angka ini
dipredeksi meningkat menjadi 366 juta orang pada tahun 2030, dimana sebagian
besar peningkatan tersebut berasal dari negara-negara berkembang (WHO, 2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Internasional Diabetes Federattion
(IDF) tahun 2003, menyatakan bahwa prevalensi diabetes mellitus di dunia adalah
5,1% atau sekitar 194 juta penduduk menderita diabetes pada kelompok umur
dewasa. Angka ini diperkirakan akan meningkatkan menjadi sekitar 333 juta orang
pada tahun 2025 atau prevalensi sekitar 6,3% populasi dewasa dunia (Goldstein,
Muller, 2008).
Prevalensi DM di Indonesia menurut Riskesdas (2007) berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan sebesar 1,1%. Prevalensi toleransi glukosa terganggu
hampir dua kali lipat prevalensi DM yaitu total DM 5,7%

(TGT)

dan TGT 10,2%.

Prevalensi TGT dan DM pada penduduk perkotaan Indonesia menurut Provinsi,
menunjukkan prevalensi DM dan TGT di Propinsi Aceh yaitu 5,4% dan 8,4%.
Prevalensi TGT dan DM meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Prevalensi

DM dan TGT lebih tinggi pada individu yang mempunyai berat badan lebih dan
obesitas, pada kelompok hipertensi dan pada kelompok yang mempunyai aktifitas

5

fisik kurang (Depkes, 2008). Menurut data Riskesdas Provinsi Aceh (2012)
menunjukkan data penderita Diabetes terdapat di semua Kabupaten/Kota dan
prevalensi diabetes tertinggi di Kota Lhokseumawe sebesar 3,3 % (Depkes, 2008).
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di
Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4%-1,6%, penelitian
yang dilakukan di daerah Depok diperoleh prevalensi DM tipe 2 sebesar 14,7%
demikian pula di Makasar prevalensi diabetes pada akhir tahun 2005 mencapai
12,5%, sementara pada akhir tahun 2006 dari hasil kegiatan surveilans faktor risiko
penyakit tidak menular di Jakarta oleh Departemen Kesehatan ditemukan prevalensi
diabetes 12,1%, diabetes yang terdeteksi 3,8 % dan diabetes tidak terdeteksi sebesar
11,2%, berdasarkan data tersebut diketahui bahwa kejadian diabetes yang belum
terdeteksi adalah sekitar 3 kali lipat dari jumlah kasus diabetes yang sudah terdeteksi
(Suyono, 2010).
Penelitian yang dilakukan Juleka (2005) di Cirebon diketahui pengidap DM
tipe 2 sebagian besar berada pada usia 55 tahun (71,2%) dan penelitian yang

dilakukan Ratnaningsih (2009) di Kota Yogyakarta diketahui bahwa responden
dengan usia 40 – 59 adalah responden terbanyak yang ditemui, yaitu sebesar 52,4%
disusul responden dewasa akhir sebesar 43,5%, data yang didapatkan menunjukkan
bahwa diabetes melitus lebih banyak dialami oleh orang yang berusia dewasa tengah
dan dewasa akhir (40 tahun ke atas).

6

Di Indonesia sekitar 75% penderita diabetes tidak mengetahui bahwa dirinya
menderita sehingga tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang cukup. Pada
umumnya penderita diabetes tidak mengetahui bahwa dirinya menderita diabetes.
Indonesia, berdasarkan peta prevalensi diabetes WHO pada tahun 2003
menempati urutan keempat terbesar dalam jumlah penderita DMdi dunia setelah
India, China dan Amerika Serikat. Diprediksikan terjadi peningkatan jumlah
penderita DM dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun
2030. Menurut Diabetes Atlas 2000 Internasional Diabetes Federation diperkirakan
penduduk Indonesia usia 20 tahun keatas sebanyak 125 juta jiwa dengan asumsi
prepalensi DM sebesar 4,6% diperkirakan pada tahun 2000 sebanyak 5,6 juta
penduduk


Indonesia

menderita

diabetes.

Berdasarkan

pola

pertambahan

penduduksaat ini, diperkirakan pada tahun 2020 akan ada 178 juta penduduk berusia
diatas 20 tahun, dengan asumsi prevalensi diabetes mellitus sebesar 4,6% maka
diperkirakan akan ada 8,2 juta penderita diabetes mellitus di Indonesia (WHO, 2010,
Suyono, 2009).
Hasil penelitian epidemiologi di beberapa daerah di Indonesia membuktikan
adanya peningkatan prevalensi diabetes mellitus terutama di daerah kota. Di Jakarta
prevalensi diabetes mellitus tahun 1982 sebesar 1,7%, kemudian menjadi 5,7% di
tahun 1962, disusul Depok pada tahun 2001 menjadi 12,8%. Peningkatan diabetes

mellitus juga terjadi di Ujung Pandang (daerah kota), meningkat dari 1,5% pada
tahun 1981 menjadi 2,9% di tahun 1998 dan 12,5% pada tahun 2005. Sedangkan
didaerah rural yang dilakukan oleh Arifindi suatu kota kecil di Jawa Barat prevalensi

7

DM hanya 1,1 dan di suatu daerah terpencil di Tanah Toraja didapatkan prevalensi
DM 0,8%.Terakhir adalah

hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2007) yang

dilakukan oleh Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Departemen

Kesehatan Republik Indonesia (Balitbangkes Depkes RI) melaporkan bahwa
prevalensi diabetes mellitus didaerah-daerah kota adalah 5,7% (Suyono, 2010).
Meningkatnya prevalensi DM di wilayah Indonesia tentu saja harus dicegah.
Salah salah cara mencegahnya adalah dengan mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya penyakit diabetes mellitus di masyarakat.

Propinsi Aceh menempati urutan ke 8 prevalensi DM dari seluruh propinsi di
Indonesia sebesar 2,6 dan prevalensi nasional sebesar 2,1 % (Depkes, 2013).
Berdasarkan rekap Surveilans Terpadu Penyakit (STP) berbasis Puskesmas
(2013),

prevalensi DM di Aceh adalah 1,6% (Dinas Kesehatan Aceh, 2013)

Sementara di Kota Lhokseumawe prevalensi DM 9,7%. Data 10 penyakit terbanyak
pasien rawat jalan DM menempati urutan kedua setelah hipertensi (Dinkes Kota
Lhokseumawe)
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti bermaksud mengkaji
pengaruhantara obesitas, kurangnya aktifitas fisik, perilaku merokok dan riwayat
DM dalam keluarga terhadap kejadian pradiabetes pada usia