Cara Aplikasi Trichoderma spp. untuk Menekan Infeksi Busuk Pangkal Batang (Athelia rolfsii (Curzi)) pada Beberapa Varietas Kedelai di Rumah Kassa
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Steenis et al., (2003) tanaman kedelai diklasifiaksikan sebagai
berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Class
: Dicotyledoneae
Ordo
: Fabales
Family
: Leguminoceae
Genus
: Glycine
Species
: Glycine max (L) Merrill
Struktur akar tanaman kedelai terdiri atas akar lembaga, akar tunggang dan
akar cabang berupa akar rambut. Perakaran kedelai dapat menembus tanah pada
kedalaman ± 150 cm, terutama pada tanah yang subur. Perakaran tanaman kedelai
mempunyai kemampuan membentuk bintil (nodula-nodula) akar yang merupakan
koloni dari bakteri Rhizobium japonicum. Bakteri Rhizobium bersimbiosis
dengan akar tanaman kedelai untuk menambat nitrogen bebas dari udara
(Rukmana dan Yuniarsih, 1996).
Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe
terbatas (determinate) dan tidak terbatas (indeterminate). Perbedaan sistem
pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang.
Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak
tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang
Universitas Sumatera Utara
tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun,
walaupun tanaman sudah mulai berbunga (Irwan, 2006).
Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga helai anak
daun dan pada umumnya berwarna hijau muda atau hijau kekuning-kuningan.
Bentuk daun ada yang oval, juga ada yang segitiga. Warna dan bentuk daun
kedelai ini tergantung pada varietas masing-masing. Pada saat tanaman kedelai
sudah tua, maka daun-daunnya mulai rontok (Andrianto dan Indarto, 2004).
Periode berbunga pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3 - 5 minggu
untuk daerah subtropik dan 2 - 3 minggu di daerah tropik. Jumlah bunga pada tipe
batang
determinate
umumnya
lebih
sedikit
dibandingkan
dengan
tipe
indeterminate. Warna bunga yang umum pada berbagai varietas kedelai hanya
dua, yaitu putih dan ungu (Irwan, 2006).
Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya
bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk
pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap
kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50 bahkan
ratusan. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode
pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau
menjadi kuning kecoklatan pada saat masak (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
Bobot biji tiap kedelai berbeda-beda, bobot biji berkisar 50-500 gram per 100
butir biji. Warna biji pun berbeda-beda. Perbedaan warna biji dapat dilihat pada
belahan biji ataupun pada selaput biji, biasanya kuning atau hijau transparan (tembus
cahaya). Disamping itu ada pula biji yang bewarna gelap kecoklat-coklatan sampai
hitam, atau berbintik-bintik (Andrianto dan Indarto, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Syarat Tumbuh
Iklim
Pertumbuhan kedelai optimum pada suhu 20-25 ºC. Suhu 12-20 ºC adalah
suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat
menunda
serta
proses
pembungaan
perkecambahan
dan
benih
pertumbuhan
dan
biji.
pemunculan
Pada
suhu
kecambah,
yang
lebih
tinggi dari 30 ºC, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosíntesis
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Pada saat perkecambahan, faktor air menjadi sangat penting karena akan
berpengaruh pada proses pertumbuhan. Kebutuhan air semakin bertambah seiring
dengan bertambahnya umur tanaman. Kebutuhan air paling tinggi terjadi pada saat
masa berbunga dan pengisian polong. Selama masa stadia pemasakan biji,
tanaman kedelai memerlukan kondisi lingkungan yang kering agar diperoleh
kualitas biji yang baik. Kondisi lingkungan yang kering akan mendorong proses
pemasakan biji lebih cepat dan bentuk biji yang seragam (Irwan, 2006).
Tanah
Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu
basah,tetapi air tetap tersedia. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus
sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan
agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan
menyebabkan busuknya akar. Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah,
asal drainase dan aerasi tanah cukup baik (Saleh dan Hardaningsih, 2007).
Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan pertanaman kedelai yaitu
kedalaman olah tanah yang merupakan media pendukung pertumbuhan akar.
Semakin dalam olah tanahnya maka akan tersedia ruang untuk pertumbuhan akar
Universitas Sumatera Utara
yang lebih bebas sehingga akar tunggang yang terbentuk semakin kokoh dan
dalam. Pada jenis tanah yang bertekstur remah dengan kedalaman olah lebih dari
50 cm, akar tanaman kedelai dapat tumbuh mencapai kedalaman 5 m. Sementara
pada jenis tanah dengan kadar liat yang tinggi, pertumbuhan akar hanya mencapai
kedalaman sekitar 3 m (Irwan, 2006).
Biologi Athelia rolfsii (Curzi)
A. rolfsii (Curzi) merupakan bentuk teleomorf Sclerotium rolfsii Sacc yang
telah memiliki bentuk basidiokarp terbalik dan memiliki hifa yang muncul
dari badan sklerotia sehingga terjadi revisi taksonomi dengan ditransfernya
Sclerotium rolfsii menjadi Athelia rolfsii (Tu and Kimbrought, 1978). Menurut Tu
dan Kimbrough (1978) jamur A. rolfsii dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisio
: Basidiomycota
Class
: Basidiomycetes
Ordo
: Atheliales
Famili
: Atheliaceae
Genus
: Athelia
Species
: Athelia rolfsii (Curzi)
A
B
a
Gambar 1. (A) Biakan murni (B) Mikroskopis A.rolfsii (a) septa
Universitas Sumatera Utara
Jamur mempunyai miselium yang terdiri dari benang, berwarna putih
tersusun seperti bulu atau kipas. Jamur membentuk sklerotium yang semula
berwarna putih, kelak menjadi coklat, dengan garis tengah ± 1 mm. Butiran ini
mudah sekali lepas dan terangkut oleh air (Semangun, 1993).
Ukuran sklerotia mempunyai banyak bentuk yang dihasilkan oleh
miselium, bulat dan putih ketika muda kemudian menjadi coklat gelap sampai
hitam. Fichtner (2006) menyebutkan bahwa sklerotia mempunyai ukuran diameter
(0,5 mm-2,0 mm) yang mulai berkembang setelah 4-7 hari dari pertumbuhan
miselium (Ferreira dan Boley, 1992).
Menurut Hartati et al., (2008), Athelia sp dapat hidup pada kondisi
lingkungan yang bervariasi. Hal ini disebabkan oleh jamur tersebut mampu
tumbuh pada kisaran suhu antara 28 – 35 ºC, kelembapan 55- 100%, kisaran pH
antara 4- 8.
Gejala Serangan
A
B
Gambar 2. (A) Gejala serangan S.rolfsii (B) Miselium pada pangkal
batang tanaman
Tanaman yang sakit layu dan menguning perlahan-lahan. Pada pangkal
batang dan permukaan tanah di dekatnya terdapat benang-benang jamur berwarna
putih seperti bulu. Benang-benang ini kemudian membentuk sklerotium atau
Universitas Sumatera Utara
gumpalan benang yang berwarna putih akhirnya menjadi cokelat seperti biji sawi
dengan garis tengah 1-1,5 mm. Karena mempunyai dinding yang keras, sclerotia
dapat dipakai untuk mempertahankan diri terhadap kekeringan, suhu tinggi dan
lain-lain yang merugikan (Semangun, 1993).
A. rolfsii pertama sekali menyerang batang, meskipun mungkin
menginfeksi beberapa bagian tanaman dibawah kondisi lingkungan yang sesuai
termasuk akar, buah, petiole, daun dan bunga. Tanda pertama infeksi, meskipun
biasanya tidak terdeteksi, adalah coklat gelap pada batang atau di bawah tanah.
Gejala pertama yang mungkin adalah proses penguningan dan kelayuan pada
daun. Gejala berikutnya terlihat jamur lapisan putih atau benang miselium pada
jaringan yang terinfeksi dalam tanah. Ukuran sklerotia mempunyai banyak bentuk
yang dihasilkan oleh miselium, bulat dan putih ketika muda kemudian menjadi
coklat gelap sampai hitam (Ferreira dan Boley, 2006).
Daur Hidup Penyakit
A. rolfsii mampu menginfeksi tanaman jika jumlah miselia yang tumbuh
cukup banyak. Untuk mendukung pertumbuhan miselia secara optimal diperlukan
nutrisi yang berasal dari bahan organik sebab di alam sklerotia atau hifa
berdinding tebal biasanya berasosiasi dengan sisa tanaman atau bertahan hidup
sebagai saprofit pada bahan organik (Ferreira dan Boley, 2006).
A. rolfsii adalah cendawan yang kosmopolit, dapat menyerang bermacammacam tumbuhan, terutama yang masih muda. Cendawan itu mempunyai
miselium yang terdiri dari benang- benang berwarna putih, tersusun seperti bulu
atau kipas. Cendawan membentuk sejumlah sklerotium yang semula berwarna
putih kelak menjadi coklat dengan garis tengah kurang lebih 1 mm. Butir-butir ini
Universitas Sumatera Utara
mudah sekali terlepas dan terangkut oleh air. Sklerotium mempunyai kulit yang
kuat sehingga tahan terhadap suhu tinggi dan kekeringan. Di dalam tanah sklerotia
dapat bertahan sampai 6–7 tahun. Dalam cuaca yang kering sklerotium akan
mengeriput, tetapi justru ini akan berkecambah dengan cepat jika kembali berada
dalam lingkungan yang lembab (Semangun 1993).
Pengendalian Penyakit
A. rolfsii selama ini dikendalikan hanya secara mekanis dengan mencabut
dan membuang tanaman yang sakit. Cara pengendalian tersebut kurang efektif
karena patogen masih mampu bertahan lama di dalam tanah, dengan membentuk
organ pembiakan, yaitu sklerotia. Sklerotia merupakan pemampatan dari
himpunan miselia jamur, warnanya kecoklatan, berbentuk butiran kecil dengan
diameter 1 mm, berkulit keras, dan mampu bertahan lama (dorman) di tanah dan
residu tanaman. A. rolfsii dapat dikendalikan melalui beberapa cara seperti
aplikasi
fungisida,
solarisasi
tanah,
rotasi
tanaman,
dan
penggunaan
mikroorganisme antagonis dalam upaya pengendalian penyakit secara hayati
(Rahayu, 2008).
Pengendalian dapat dilakukan dengan penggunaan varietas tahan. Hal ini
merupakan cara pengendalian yang praktis dan aman bagi lingkungan, namun
ketersediaan varietas tahan sangat terbatas. Hasil penelitian menunjukkan terdapat
perbedaan tingkat ketahanan varietas dan genotipe kedelai terhadap A. rolfsii
dengan 31 varietas yang diuji, tidak satupun yang tahan terhadap penyakit Athelia
dua varietas agak tahan yaitu Malabar dan Petek, lima varietas agak rentan, tujuh
varietas rentan, dan 17 sangat rentan. Selanjutnya dari 81 genotipe koleksi plasma
nutfah yang diuji ketahanannya, beberapa di antaranya tahan terhadap jamur
Universitas Sumatera Utara
A. rolfsii yaitu genotipe MLG 0002, MLG 0070, MLG 0072, MLG 0086, dan
MLG 0115 (Saleh et al., 2011).
Agen Antagonis
Biologi Hidup Trichoderma spp.
Menurut Pelczar et al., (1983) klasifikasi Trichoderma spp. adalah sebagai
berikut :
Divisio
: Eumycota
Sub Divisio
: Deuteromycota
Kelas
: Hyphomycetes
Ordo
: Hyphomycetales
Famili
: Moniliaceae
Genus
: Trichoderma
Spesies
: Trichoderma spp.
a
b
Gambar 3. Mikroskopis Trichoderma spp. (a) konidia; (b) konidiofor
Pertumbuhan
koloni
Trichoderma
mula-mula
berbentuk
anyaman
miselium dengan permukaan yang putih mulus berair dan kemudian berambut
banyak karena terjadinya pembentukan hifa-hifa baru. Selanjutnya koloni
Universitas Sumatera Utara
Trichoderma spp akan berubah warna dan kelihatan hijau pekat sedangkan bagian
bawahnya tetap tidak berwarna. Miselium Trichoderma spp terdiri dari hifa-hifa
yang transparan, berdinding mulus, bersepta dan bercabang banyak. Hifa ini
sering membentuk klamidiospor yang timbul dalam posisi interseluler. Konidiofor
akan muncul pada daerah percabangan pada miselia. Konidia dapat dihasilkan dari
ujung phialides (Hasibuan, 2005).
Trichoderma spp. mempunyai konidia yang berdinding halus koloni mulamula berwarna hialin, lalu menjadi putih kehijauan, dan selanjutnya hijau tua
terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat konidia. Konidiofor
dapat bercabang menyerupai piramida yaitu pada bagian bawah cabang lateral
yang
berulang-ulang,
sedangkan
semakin
ke
ujung
percabangan
menjadi bertambah pendek. Phialid tampak langsing dan panjang terutama pada
apeks dari cabang. konidia berbentuk semi bulat hingga oval pendek
(Purwantisari dan Hastuti, 2009).
Manfaat Trichoderma spp.
Beberapa spesies Trichoderma spp. telah dilaporkan sebagai agensia
hayati seperti T. harzianum, T. viridae, dan T. konigii yang berspektrum luas pada
berbagai tanaman pertanian. Jika biakan jamur Trichoderma spp. diberikan ke
areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer, jamur ini mendekomposisi
limbah organik menjadi kompos yang bermutu. Jamur Trichoderma spp. juga
dapat berlaku sebagai biofungisida, yang berperan mengendalikan organisme
patogen penyebab penyakit tanaman. Trichoderma spp. dapat menghambat
pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman antara lain
Rigidiporus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Athelia rolfsii dan
Universitas Sumatera Utara
Pythium spp. Disamping kemampuan sebagai pengendali hayati, Trichoderma spp
memberikan pengaruh positif terhadap perakaran tanaman, pertumbuhan tanaman,
dan hasil produksi tanaman. Sifat ini menandakan Trichoderma spp. juga
berperan sebagai peningkat pertumbuhan tanaman (Plant Growth Enhancher)
(Herlina dan Dewi, 2010).
Trichoderma spp. mampu memanfaatkan nutrisi, ruang dan tempat
tumbuh, serta mampu menghasilkan senyawa antibiosis yang menyebabkan
terhambatnya perkembangan patogen A. rolfsii. Trichoderma spp bertindak
sebagai mikoparasit bagi jamur lain dengan tumbuh mengelilingi miselium
patogen dan menghasilkan enzim dari dinding miselia atau disebut dengan
senyawa antibiosis yang dapat menghambat bahkan membunuh patogen.
Trichoderma spp. menghasilkan zat antibiotik lain seperti trichotoxin yang dapat
menyebabkan hifa patogen mengalami lisis (Supriati et al., 2008).
Mekanisme pengendalian Trichoderma spp. yang bersifat spesifik target,
membentuk koloni dengan cepat dan melindungi akar dari serangan jamur patogen,
mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman,
menjadi keunggulan lain sebagai agen pengendali hayati. Beberapa keunggulan
Trichoderma spp. yang lain adalah mudah dimonitor dan dapat berkembang biak,
sehingga keberadaannya di lingkungan dapat bertahan lama serta aman bagi
lingkungan (Siregar, 2011).
Cara Aplikasi Trichoderma spp.
Mekanisme pengendalian jamur yang bersifat spesifik target, mengoloni
rhizosfer dengan cepat dan melindungi akar dari serangan jamur patogen,
mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman,
menjadi keunggulan lain sebagai agen pengendali hayati. Aplikasi dapat
Universitas Sumatera Utara
dilakukan melalui tanah secara langsung, pencelupan ataupun penyemprotan.
Selain itu Trichoderma spp. sebagai jasad antagonis mudah dibiakkan secara
massal dan mudah disimpan dalam waktu lama (Hasanuddin, 2003).
Pemberian Trichoderma spp. dapat langsung diaplikasikan kebenih atau
diberikan pada tanah sebelum benih ditanam. Aplikasi Trichoderma harzianum
melalui perendam benih jagung selama 1 jam dalam larutan metabolik
Trichoderma harzianum sebanyak 100 μl, menjadikan vigor jagung lebih baik
dibanding pemberian 200 μl dan 300 μl ( Akladious dan Salwa, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Botani Tanaman
Menurut Steenis et al., (2003) tanaman kedelai diklasifiaksikan sebagai
berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Class
: Dicotyledoneae
Ordo
: Fabales
Family
: Leguminoceae
Genus
: Glycine
Species
: Glycine max (L) Merrill
Struktur akar tanaman kedelai terdiri atas akar lembaga, akar tunggang dan
akar cabang berupa akar rambut. Perakaran kedelai dapat menembus tanah pada
kedalaman ± 150 cm, terutama pada tanah yang subur. Perakaran tanaman kedelai
mempunyai kemampuan membentuk bintil (nodula-nodula) akar yang merupakan
koloni dari bakteri Rhizobium japonicum. Bakteri Rhizobium bersimbiosis
dengan akar tanaman kedelai untuk menambat nitrogen bebas dari udara
(Rukmana dan Yuniarsih, 1996).
Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe
terbatas (determinate) dan tidak terbatas (indeterminate). Perbedaan sistem
pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang.
Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak
tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang
Universitas Sumatera Utara
tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun,
walaupun tanaman sudah mulai berbunga (Irwan, 2006).
Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga helai anak
daun dan pada umumnya berwarna hijau muda atau hijau kekuning-kuningan.
Bentuk daun ada yang oval, juga ada yang segitiga. Warna dan bentuk daun
kedelai ini tergantung pada varietas masing-masing. Pada saat tanaman kedelai
sudah tua, maka daun-daunnya mulai rontok (Andrianto dan Indarto, 2004).
Periode berbunga pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3 - 5 minggu
untuk daerah subtropik dan 2 - 3 minggu di daerah tropik. Jumlah bunga pada tipe
batang
determinate
umumnya
lebih
sedikit
dibandingkan
dengan
tipe
indeterminate. Warna bunga yang umum pada berbagai varietas kedelai hanya
dua, yaitu putih dan ungu (Irwan, 2006).
Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya
bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk
pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap
kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50 bahkan
ratusan. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode
pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau
menjadi kuning kecoklatan pada saat masak (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
Bobot biji tiap kedelai berbeda-beda, bobot biji berkisar 50-500 gram per 100
butir biji. Warna biji pun berbeda-beda. Perbedaan warna biji dapat dilihat pada
belahan biji ataupun pada selaput biji, biasanya kuning atau hijau transparan (tembus
cahaya). Disamping itu ada pula biji yang bewarna gelap kecoklat-coklatan sampai
hitam, atau berbintik-bintik (Andrianto dan Indarto, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Syarat Tumbuh
Iklim
Pertumbuhan kedelai optimum pada suhu 20-25 ºC. Suhu 12-20 ºC adalah
suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat
menunda
serta
proses
pembungaan
perkecambahan
dan
benih
pertumbuhan
dan
biji.
pemunculan
Pada
suhu
kecambah,
yang
lebih
tinggi dari 30 ºC, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosíntesis
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Pada saat perkecambahan, faktor air menjadi sangat penting karena akan
berpengaruh pada proses pertumbuhan. Kebutuhan air semakin bertambah seiring
dengan bertambahnya umur tanaman. Kebutuhan air paling tinggi terjadi pada saat
masa berbunga dan pengisian polong. Selama masa stadia pemasakan biji,
tanaman kedelai memerlukan kondisi lingkungan yang kering agar diperoleh
kualitas biji yang baik. Kondisi lingkungan yang kering akan mendorong proses
pemasakan biji lebih cepat dan bentuk biji yang seragam (Irwan, 2006).
Tanah
Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu
basah,tetapi air tetap tersedia. Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus
sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan
agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan
menyebabkan busuknya akar. Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah,
asal drainase dan aerasi tanah cukup baik (Saleh dan Hardaningsih, 2007).
Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan pertanaman kedelai yaitu
kedalaman olah tanah yang merupakan media pendukung pertumbuhan akar.
Semakin dalam olah tanahnya maka akan tersedia ruang untuk pertumbuhan akar
Universitas Sumatera Utara
yang lebih bebas sehingga akar tunggang yang terbentuk semakin kokoh dan
dalam. Pada jenis tanah yang bertekstur remah dengan kedalaman olah lebih dari
50 cm, akar tanaman kedelai dapat tumbuh mencapai kedalaman 5 m. Sementara
pada jenis tanah dengan kadar liat yang tinggi, pertumbuhan akar hanya mencapai
kedalaman sekitar 3 m (Irwan, 2006).
Biologi Athelia rolfsii (Curzi)
A. rolfsii (Curzi) merupakan bentuk teleomorf Sclerotium rolfsii Sacc yang
telah memiliki bentuk basidiokarp terbalik dan memiliki hifa yang muncul
dari badan sklerotia sehingga terjadi revisi taksonomi dengan ditransfernya
Sclerotium rolfsii menjadi Athelia rolfsii (Tu and Kimbrought, 1978). Menurut Tu
dan Kimbrough (1978) jamur A. rolfsii dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisio
: Basidiomycota
Class
: Basidiomycetes
Ordo
: Atheliales
Famili
: Atheliaceae
Genus
: Athelia
Species
: Athelia rolfsii (Curzi)
A
B
a
Gambar 1. (A) Biakan murni (B) Mikroskopis A.rolfsii (a) septa
Universitas Sumatera Utara
Jamur mempunyai miselium yang terdiri dari benang, berwarna putih
tersusun seperti bulu atau kipas. Jamur membentuk sklerotium yang semula
berwarna putih, kelak menjadi coklat, dengan garis tengah ± 1 mm. Butiran ini
mudah sekali lepas dan terangkut oleh air (Semangun, 1993).
Ukuran sklerotia mempunyai banyak bentuk yang dihasilkan oleh
miselium, bulat dan putih ketika muda kemudian menjadi coklat gelap sampai
hitam. Fichtner (2006) menyebutkan bahwa sklerotia mempunyai ukuran diameter
(0,5 mm-2,0 mm) yang mulai berkembang setelah 4-7 hari dari pertumbuhan
miselium (Ferreira dan Boley, 1992).
Menurut Hartati et al., (2008), Athelia sp dapat hidup pada kondisi
lingkungan yang bervariasi. Hal ini disebabkan oleh jamur tersebut mampu
tumbuh pada kisaran suhu antara 28 – 35 ºC, kelembapan 55- 100%, kisaran pH
antara 4- 8.
Gejala Serangan
A
B
Gambar 2. (A) Gejala serangan S.rolfsii (B) Miselium pada pangkal
batang tanaman
Tanaman yang sakit layu dan menguning perlahan-lahan. Pada pangkal
batang dan permukaan tanah di dekatnya terdapat benang-benang jamur berwarna
putih seperti bulu. Benang-benang ini kemudian membentuk sklerotium atau
Universitas Sumatera Utara
gumpalan benang yang berwarna putih akhirnya menjadi cokelat seperti biji sawi
dengan garis tengah 1-1,5 mm. Karena mempunyai dinding yang keras, sclerotia
dapat dipakai untuk mempertahankan diri terhadap kekeringan, suhu tinggi dan
lain-lain yang merugikan (Semangun, 1993).
A. rolfsii pertama sekali menyerang batang, meskipun mungkin
menginfeksi beberapa bagian tanaman dibawah kondisi lingkungan yang sesuai
termasuk akar, buah, petiole, daun dan bunga. Tanda pertama infeksi, meskipun
biasanya tidak terdeteksi, adalah coklat gelap pada batang atau di bawah tanah.
Gejala pertama yang mungkin adalah proses penguningan dan kelayuan pada
daun. Gejala berikutnya terlihat jamur lapisan putih atau benang miselium pada
jaringan yang terinfeksi dalam tanah. Ukuran sklerotia mempunyai banyak bentuk
yang dihasilkan oleh miselium, bulat dan putih ketika muda kemudian menjadi
coklat gelap sampai hitam (Ferreira dan Boley, 2006).
Daur Hidup Penyakit
A. rolfsii mampu menginfeksi tanaman jika jumlah miselia yang tumbuh
cukup banyak. Untuk mendukung pertumbuhan miselia secara optimal diperlukan
nutrisi yang berasal dari bahan organik sebab di alam sklerotia atau hifa
berdinding tebal biasanya berasosiasi dengan sisa tanaman atau bertahan hidup
sebagai saprofit pada bahan organik (Ferreira dan Boley, 2006).
A. rolfsii adalah cendawan yang kosmopolit, dapat menyerang bermacammacam tumbuhan, terutama yang masih muda. Cendawan itu mempunyai
miselium yang terdiri dari benang- benang berwarna putih, tersusun seperti bulu
atau kipas. Cendawan membentuk sejumlah sklerotium yang semula berwarna
putih kelak menjadi coklat dengan garis tengah kurang lebih 1 mm. Butir-butir ini
Universitas Sumatera Utara
mudah sekali terlepas dan terangkut oleh air. Sklerotium mempunyai kulit yang
kuat sehingga tahan terhadap suhu tinggi dan kekeringan. Di dalam tanah sklerotia
dapat bertahan sampai 6–7 tahun. Dalam cuaca yang kering sklerotium akan
mengeriput, tetapi justru ini akan berkecambah dengan cepat jika kembali berada
dalam lingkungan yang lembab (Semangun 1993).
Pengendalian Penyakit
A. rolfsii selama ini dikendalikan hanya secara mekanis dengan mencabut
dan membuang tanaman yang sakit. Cara pengendalian tersebut kurang efektif
karena patogen masih mampu bertahan lama di dalam tanah, dengan membentuk
organ pembiakan, yaitu sklerotia. Sklerotia merupakan pemampatan dari
himpunan miselia jamur, warnanya kecoklatan, berbentuk butiran kecil dengan
diameter 1 mm, berkulit keras, dan mampu bertahan lama (dorman) di tanah dan
residu tanaman. A. rolfsii dapat dikendalikan melalui beberapa cara seperti
aplikasi
fungisida,
solarisasi
tanah,
rotasi
tanaman,
dan
penggunaan
mikroorganisme antagonis dalam upaya pengendalian penyakit secara hayati
(Rahayu, 2008).
Pengendalian dapat dilakukan dengan penggunaan varietas tahan. Hal ini
merupakan cara pengendalian yang praktis dan aman bagi lingkungan, namun
ketersediaan varietas tahan sangat terbatas. Hasil penelitian menunjukkan terdapat
perbedaan tingkat ketahanan varietas dan genotipe kedelai terhadap A. rolfsii
dengan 31 varietas yang diuji, tidak satupun yang tahan terhadap penyakit Athelia
dua varietas agak tahan yaitu Malabar dan Petek, lima varietas agak rentan, tujuh
varietas rentan, dan 17 sangat rentan. Selanjutnya dari 81 genotipe koleksi plasma
nutfah yang diuji ketahanannya, beberapa di antaranya tahan terhadap jamur
Universitas Sumatera Utara
A. rolfsii yaitu genotipe MLG 0002, MLG 0070, MLG 0072, MLG 0086, dan
MLG 0115 (Saleh et al., 2011).
Agen Antagonis
Biologi Hidup Trichoderma spp.
Menurut Pelczar et al., (1983) klasifikasi Trichoderma spp. adalah sebagai
berikut :
Divisio
: Eumycota
Sub Divisio
: Deuteromycota
Kelas
: Hyphomycetes
Ordo
: Hyphomycetales
Famili
: Moniliaceae
Genus
: Trichoderma
Spesies
: Trichoderma spp.
a
b
Gambar 3. Mikroskopis Trichoderma spp. (a) konidia; (b) konidiofor
Pertumbuhan
koloni
Trichoderma
mula-mula
berbentuk
anyaman
miselium dengan permukaan yang putih mulus berair dan kemudian berambut
banyak karena terjadinya pembentukan hifa-hifa baru. Selanjutnya koloni
Universitas Sumatera Utara
Trichoderma spp akan berubah warna dan kelihatan hijau pekat sedangkan bagian
bawahnya tetap tidak berwarna. Miselium Trichoderma spp terdiri dari hifa-hifa
yang transparan, berdinding mulus, bersepta dan bercabang banyak. Hifa ini
sering membentuk klamidiospor yang timbul dalam posisi interseluler. Konidiofor
akan muncul pada daerah percabangan pada miselia. Konidia dapat dihasilkan dari
ujung phialides (Hasibuan, 2005).
Trichoderma spp. mempunyai konidia yang berdinding halus koloni mulamula berwarna hialin, lalu menjadi putih kehijauan, dan selanjutnya hijau tua
terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat konidia. Konidiofor
dapat bercabang menyerupai piramida yaitu pada bagian bawah cabang lateral
yang
berulang-ulang,
sedangkan
semakin
ke
ujung
percabangan
menjadi bertambah pendek. Phialid tampak langsing dan panjang terutama pada
apeks dari cabang. konidia berbentuk semi bulat hingga oval pendek
(Purwantisari dan Hastuti, 2009).
Manfaat Trichoderma spp.
Beberapa spesies Trichoderma spp. telah dilaporkan sebagai agensia
hayati seperti T. harzianum, T. viridae, dan T. konigii yang berspektrum luas pada
berbagai tanaman pertanian. Jika biakan jamur Trichoderma spp. diberikan ke
areal pertanaman dan berlaku sebagai biodekomposer, jamur ini mendekomposisi
limbah organik menjadi kompos yang bermutu. Jamur Trichoderma spp. juga
dapat berlaku sebagai biofungisida, yang berperan mengendalikan organisme
patogen penyebab penyakit tanaman. Trichoderma spp. dapat menghambat
pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman antara lain
Rigidiporus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Athelia rolfsii dan
Universitas Sumatera Utara
Pythium spp. Disamping kemampuan sebagai pengendali hayati, Trichoderma spp
memberikan pengaruh positif terhadap perakaran tanaman, pertumbuhan tanaman,
dan hasil produksi tanaman. Sifat ini menandakan Trichoderma spp. juga
berperan sebagai peningkat pertumbuhan tanaman (Plant Growth Enhancher)
(Herlina dan Dewi, 2010).
Trichoderma spp. mampu memanfaatkan nutrisi, ruang dan tempat
tumbuh, serta mampu menghasilkan senyawa antibiosis yang menyebabkan
terhambatnya perkembangan patogen A. rolfsii. Trichoderma spp bertindak
sebagai mikoparasit bagi jamur lain dengan tumbuh mengelilingi miselium
patogen dan menghasilkan enzim dari dinding miselia atau disebut dengan
senyawa antibiosis yang dapat menghambat bahkan membunuh patogen.
Trichoderma spp. menghasilkan zat antibiotik lain seperti trichotoxin yang dapat
menyebabkan hifa patogen mengalami lisis (Supriati et al., 2008).
Mekanisme pengendalian Trichoderma spp. yang bersifat spesifik target,
membentuk koloni dengan cepat dan melindungi akar dari serangan jamur patogen,
mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman,
menjadi keunggulan lain sebagai agen pengendali hayati. Beberapa keunggulan
Trichoderma spp. yang lain adalah mudah dimonitor dan dapat berkembang biak,
sehingga keberadaannya di lingkungan dapat bertahan lama serta aman bagi
lingkungan (Siregar, 2011).
Cara Aplikasi Trichoderma spp.
Mekanisme pengendalian jamur yang bersifat spesifik target, mengoloni
rhizosfer dengan cepat dan melindungi akar dari serangan jamur patogen,
mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman,
menjadi keunggulan lain sebagai agen pengendali hayati. Aplikasi dapat
Universitas Sumatera Utara
dilakukan melalui tanah secara langsung, pencelupan ataupun penyemprotan.
Selain itu Trichoderma spp. sebagai jasad antagonis mudah dibiakkan secara
massal dan mudah disimpan dalam waktu lama (Hasanuddin, 2003).
Pemberian Trichoderma spp. dapat langsung diaplikasikan kebenih atau
diberikan pada tanah sebelum benih ditanam. Aplikasi Trichoderma harzianum
melalui perendam benih jagung selama 1 jam dalam larutan metabolik
Trichoderma harzianum sebanyak 100 μl, menjadikan vigor jagung lebih baik
dibanding pemberian 200 μl dan 300 μl ( Akladious dan Salwa, 2012).
Universitas Sumatera Utara