Hubungan Kualitas Air dengan Struktur Komunitas Ikan di Sungai Buaya Kabupaten Sergai dan Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekosistem Sungai
Sungai berperan sebagai jalur transport terhadap aliran permukaan, yang mampu
mengangkut berbagai jenis bahan dan zat bila dipandang dari sudut hidrologis.
Bagi ilmu limnologi sungai merupakan habitat bagi berbagai jenis organisme air
yang memberikan gambaran kualitas dan kuantitas dari hubungan ekologis yang
terdapat di dalamnya, termasuk terhadap perubahan-perubahan yang diakibatkan
oleh aktivitas manusia. Sungai merupakan suatu sistem yang dinamis dengan
segala aktivitas yang berlangsung antara komponen-komponen lingkungan yang
terdapat di dalamnya. Adanya dinamika tersebut akan menyebabkan suatu sungai
berada dalam keseimbangan ekologis sejauh sungai itu tidak menerima bahanbahan asing dari luar. Pada batas-batas kisaran tertentu pengaruh bahan asing ini
masih dapat ditolerir dan kondisi keseimbangan masih tetap dapat dipertahankan
(Barus, 2004).
Penurunan yang terjadi di suatu sungai akan mempengaruhi biota yang
hidup di dalamnya. Pengaruh yang biasanya sering kali digambarkan oleh
perubahan komunitas biota perairan (Hafshah et al., 2012). Kelangsungan hidup
organisme dalam suatu ekosistem pada prinsipnya dipengaruhi oleh berbagai

faktor lingkungan. Secara genetis setiap jenis organisme sudah mempunyai
kisaran toleransi tertentu terhadap perubahan yang terjadi dalam faktor-faktor
lingkungan tersebut. Apabila perubahan suatu faktor lingkungan lebih besar
daripada kisaran toleransi yang dapat diterima oleh suatu organisme, maka
organisme tersebut tidak dapat bertahan hidup. Kisaran toleransi dari setiap jenis
organisma, baik hewan maupun tumbuhan, terhadap berbagai perubahan yang
terjadi pada faktor-faktor lingkungan tidak sama yang artinya suatu jenis tertentu
dapat bertahan hidup meskipun terjadi perubahan yang sangat besar, sementara
jenis lain mungkin hanya dapat mentolerir perubahan yang kecil saja
(Barus, 2004).

4
Universitas Sumatera Utara

5

2.2. Ikan
Ikan merupakan biota akuatik yang bersifat mobil atau nekton yang hidup di
perairan baik sungai, danau, ataupun lautan. Hewan ini sudah lama menjadi salah
satu sumber daya pangan yang dimanfaatkan oleh manusia karena mempunyai

nilai ekonomis yang besar. Sifat ikan yang mobil, menyebabkan ikan dalam batas
tertentu dapat memilih bagian perairan yang layak bagi kehidupannya. Ikan-ikan
tertentu akan menghindarkan diri dari kondisi perairan yang mengalami
perubahan lingkungan yang mengganggu kehidupannya, misalnya terjadi
pencemaran asam atau sulfida, tetapi tidak menghindar pada perairan yang
mengandung amonia atau tembaga. Akan tetapi, ikan mempunyai kemampuan
terbatas untuk memilih daerah yang aman bagi kehidupannya, karena hal tersebut
tergantung dari sifat dan kadar pencemar atau ketoksikan suatu perairan
(Fachrul, 2007).
Kondisi perairan sangat menentukan kelimpahan dan penyebaran
organisme di dalamnya, akan tetapi setiap organisme memiliki kebutuhan dan
preferensi lingkungan yang berbeda untuk hidup yang terkait dengan karakteristik
lingkungannya (Anwar, 2008). Nikolsky (1983) dalam Anwar (2008) menyatakan
bahwa setidaknya ada tiga alasan utama bagi ikan untuk memilih tempat hidup
yaitu 1) sesuai dengan kondisi tubuhnya, 2) sumber makanan yang banyak, 3)
cocok untuk perkembangbiakan dan pemijahan.

2.2.1 Pengambilan Sampel Ikan
Pencuplikan ikan dan hewan yang aktif lainnya dapat dilakukan dengan
menggunakan alat penangkap ikan yang biasa digunakan oleh nelayan. Alat yang

dapat digunakan adalah jala tebar, jaring insang dengan berbagai ukuran, bubu,
dan dengan shock fishing dengan listrik (Suin, 2002).
Pengambilan sampel nekton atau ikan yang hidup di perairan laut,
biasanya dilakukan dengan menggunakan alat penangkapan ikan yang biasa
digunakan oleh nelayan. Selain itu, pengambilan sampel juga dapat dilakukan
dengan mendatangi alat tangkap bagan, yakni alat tangkap ikan yang
menggunakan lampu untuk menarik ikan yang letak alatnya tetap (bagan tancap)

5
Universitas Sumatera Utara

6

atau dapat dipindahkan (bagan apung). Selanjutnya untuk pengambilan ikan di
perairan sungai, dapat dilakukan secara transek horizontal, yakni menyilang arah
aliran sungai dan transek vertikal yakni ke arah dasar sungai dengan
menggunakan alat penangkap ikan. Pada transek horizontal pengambilan sampel
dilakukan di tepi kiri, kanan, dan bagian tengah dari sungai (Fachrul, 2007).

2.3. Morfologi Ikan

Pengenalan struktur ikan tidak terlepas dari morfologi ikan yaitu bentuk luar ikan
yang merupakan ciri-ciri yang mudah dilihat dan diingat dalam mempelajarijenisjenis ikan. Morfologi ikan sangat berhubungan dengan habitat ikan tersebut di
perairan. Sebelum kita mengenal bentuk-bentuk tubuh ikan yang bisa
menunjukkan dimana habitat ikan tersebut, ada baiknya kita mengenal bagianbagian tubuh ikan secara keseluruhan beserta ukuran-ukuran yang digunakan
dalam identifikasi. Ukuran tubuh ikan adalah semua ukuran yang digunakan
merupakan pengukuran yang diambil dari satu titik ke titik lain tanpa melalui
lengkungan badan. Panjang total (TL) diukur mulai dari bagian terdepan
moncong/bibir (premaxillae) hingga ujung ekor. Panjang standar (SL) diukur
mulai dari bagian terdepan moncong/bibir (premaxillae) hingga pertengahan
pangkal sirip ekor (pangkal sirip ekor bukan berarti sisik terakhir karena sisiksisik tersebut biasanya memanjang sampai ke sirip ekor). Panjang kepala (HL)
diukur

mulai

dari

bagian

terbelakang operculum atau membran operculum


(Jeffri, 2010).
Penentuan ukuran ikan diperlukan antara lain untuk mengetahui status
kesehatan dan pertumbuhan ikan. Panjang total ikan yaitu ukuran panjang
maksimum ikan dari ujung anterior pada keadaan mulut terkatup dan sirip ekor
terkatup. Ukuran standar yaitu ukuran panjang dari ujung anterior pada keadaan
mulut terkatup hingga pangkal sirip ekor (Irianto, 2005).
Bentuk dasar tubuh eksternal ikan sangat bervariasi: bentuk fusiform,
membulat, panjang, pipih dorso-ventral atau latero-lateral dan dilengkapi dengan
beberapa sirip. Bentuk eksternal ikan merupakan bentuk adaptasi dengan faktor
lingkungan tempat hidupnya. Bagian eksternal tersebut juga merupakan tempat
hidup bagi beragam organisma baik yang bersifat komensal, oportunis maupun

6
Universitas Sumatera Utara

7

obligat parasit atau patogen. Pada keadaan yang tidak menguntungkan, organisma
oportunis dan parasit atau patogen dapat merugikan karena menyebabkan
timbulnya wabah penyakit atau mungkin pula menginduksi abnormalitas lapisan

eksternal tubuh ikan. Menurut Cahill (1990) mikroba yang melekat pada tubuh
luar ikan, saluran pencernaan dan celah insang tidak jauh berbeda dengan mikroba
yang dijumpai di lingkungannya (Irianto, 2005).

2.4. Ekologi Ikan
Menurut Chahaya (2003), dalam ekosistem alami perairan, hampir dapat
dipastikan bahwa kematian sejenis ikan tidak selalu karena sebab faktor tunggal
tetapi karena beberapa faktor.Faktor-faktor yang dimaksud adalah :
1. Fenomena sinergis, yaitu kombinasi dari dua zat atau lebih yang bersifat
memperkuat daya racun.
2. Fenomena antagonis, yaitu kombinasi antara dua zat atau lebih yang saling
menetralisir, sehingga zat-zat yang tadinya beracun berhasil dikurangi atau
dinetralisir daya racunnya sehingga tidak membahayakan
3. Jenis ikan dan sifat polutan, yang tertarik dengan daya tahan ikan serta
adaptasinya terhadap lingkungan, serta sifat polutan itu sendiri.
Lumpur dan partikel-partikel organik atau anorganik akibat buangan
limbah atau banjir dapat merugikan. Lumpur dan partikel-partikel tersebut secara
umum akan menyebabkan beberapa kerugian bagi budidaya perikanan maupun
terhadap ikan-ikan liar karena: 1) secara langsung menyebabkan kematian ikan,
menurunkan laju pertumbuhannya atau menurunkan resistensinya terhadap

penyakit, 2) menghambat perkembangan lanjut telur sehingga dapat menyebabkan
gagal menetas, dan menghambat pertumbuhan larva, 3) memodifikasi gerakan
alami dan migrasi ikan, 4) menurunkan kemelimpahan pakan (terutama pakan
hidup) bagi ikan. Akibat-akibat di atas dapat terjadi seluruhnya maupun sebagian
(Irianto, 2005).

7
Universitas Sumatera Utara

8

2.5. Faktor Fisik-Kimia Perairan
Sifat-sifat kimia-fisika air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk
menentukan tingkat pencemaran air adalah: Nilai pH, keasaman dan alkalinitas,
suhu, oksigen terlarut, karbondioksida, warna dan kekeruhan, jumlah padatan,
kecepatan arus sungai, nitrat, amoniak dan fosfat, daya hantar listrik, dan klorida
(Kristanto, 2002).

2.5.1.Faktor Fisika Perairan Sungai
2.5.1.1. Arus Sungai

Sebuah sungai alami terdiri dari rangkaian kelokan/lengkungan dengan berbagai
panjang jari-jari lengkungan yang berbeda-beda. Tidak teraturnya bentuk
rangkaian meander ini disebabkan kondisi topografi dan geologi pada sepanjang
lembah sungai yang dilewati aliran tidak homogen. Pada lengkungan sungai,
kapasitas alirannya terutama akan terpusat pada bagian sisi luar lengkungan yang
dalam. Pada lengkungan sungai aliran akan dituntun oleh adanya tebing,
sedangkan pada bagian seberang tuntunan terhadap aliran ini akan hilang. Arus
tidak mendapat tempat khusus untuk berpindah ke lengkungan berikutnya yang
arahnya berlawanan. Arus ini akan menyeberang pada bagian yang cukup panjang
sebelum

pengaruh

lengkungan

berikutnya

bekerja

pada


arus

tersebut

(Mulyanto, 2007).
Arus air adalah faktor yang memiliki peranan penting baik pada perairan
lotik maupun perairan lenthik. Hal ini berhubungan dengan penyebaran

organisma, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan
aliran air akan bervariasi secara vertikal. Arus air pada perairan lotik umumnya
bersifat turbulen, yaitu arus air yang bergerak ke segala arah sehingga air akan
terdistribusi ke seluruh bagian dari perairan tersebut (Barus, 2004).
Kecepatan arus air dari suatu badan air ikut menentukan penyebaran
organisme yang hidup di badan air tersebut. Penyebaran plankton, baik
fitoplankton maupun zooplankton, paling ditentukan oleh aliran air. Selain itu,
aliran air juga ikut berpengaruh terhadap kelarutan udara dan garam-garam dalam
air, sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kehidupan
organisme air (Suin, 2002).


8
Universitas Sumatera Utara

9

Ada dua arus yaitu aliran udara yang disebut sebagai kecepatan angin dan
arus aliran air.Kecepatan angin dan air berhubungan erat dengan habitus atau
morfologi organisme. Cara yang termudah untuk mengukur kecepatan air adalah
mengukur benda mengapung pada jarak tertentu, akan tetapi ini adalah kecepatan
arus permukaan. Air memiliki arus permukaan dan arus dasar. Kedua macam arus
ini terutama diperhatikan, bila ada bahan pencemar (Hariyanto et al., 2008).
Kecepatan arus air permukaan tidak sama dengan air bagian bawah.
Semakin ke bawah gerakan air biasanya semakin lambat dibandingkan dengan di
bagian permukaan. Perbedaan kecepatan arus antar kedalaman menyebabkan
bentuk antara organisme air pada kedalaman yang berbeda tidaklah sama.
Kecepatan arus air dapat diukur dengan beberapa cara, mulai dengan cara yang
sederhana sampai dengan alat yang khusus yaitu meteran arus buatan pabrik
(Suin, 2002).
Arus air merupakan ciri utama dari jenis perairan mengalir. Kecepatan
arus dapat bervariasi sangat besar, di tempat yang berbeda dari suatu aliran yang

sama (membujur atau melintang dari poros arah aliran) dan dari waktu ke waktu
dan merupakan faktor berharga yang patut dipertimbangkan untuk dapat diukur,
kecepatan arus di sungai ditentukan oleh kemiringan, kekerasan, kedalaman, dan
kelebaran dasarnya (Odum, 1996). Menurut Darajat (2008) dalam

Gonawi

(2009), jenis batuan dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya Boulder
(bongkahan) >256 mm; Cobble(karakal) 64-256 mm; Pebble (kerikil) 2-64 mm;
Sand (pasir) 1/6-2 mm; Sandstone silt (Lanau) 1/256-1/16 mm; dan Silt batu
lanau clay (lempung)