Kualitas Air Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara

(1)

KUALITAS AIR SUNGAI BELAWAN KECAMATAN PANCUR BATU

KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA

USULAN PENELITIAN

UZI ZEFANYA GULO

110302030

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

KUALITAS AIR SUNGAI BELAWAN KECAMATAN PANCUR BATU

KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA

USULAN PENELITIAN

UZI ZEFANYA GULO 110302030

Skripsi sebagai satu diantara beberapa syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Kualitas Air Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara Nama Mahasiswa : Uzi Zefanya Gulo

NIM : 110302030

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc Ani Suryanti, S.Pi, M.Si Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan


(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Uzi Zefanya Gulo

Nim : 110302030

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Kualitas Air Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, Agustus 2015

Uzi Zefanya Gulo NIM. 110302030


(5)

ABSTRAK

UZI ZEFANYA GULO. Kualitas Air Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Di bawah bimbingan TERNALA ALEXANDER BARUS dan ANI SURYANTI.

Perairan Sungai Belawan merupakan perairan yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas masyarakat. Keberadaan aktivitas masyarakat dapat mempengaruhi kualitas air Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air berdasarkan parameter fisika dan kimia akibat aktivitas masyarakat di Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Parameter fisika dan kimia air dianalisis dengan metode Storet. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai April 2015. Metode penelitian yang digunakan adalah Purposive Random Sampling. Stasiun yang digunakan terdiri atas stasiun I (Kontrol), stasiun II (Pengerukan Pasir), dan stasiun III (Rekreasi dan MCK). Nilai parameter fisika dan kimia air antara lain suhu 25,00 − 27,00 oC, kekeruhan (TSS) 22,68 – 28,86 mg/l, TDS 156,6 – 187,2 mg/l, DO 4,80 – 6,00 mg/l, pH 7,20 – 8,10, BOD 1,20 – 2,20 mg/l, nitrat 0,812 – 1,123 mg/l, fosfat 0,112 − 0,153 mg/l, kadar organik substrat 0,372 – 0,705 %. Berdasarkan parameter fisika dan kimia air, stasiun I dan II memenuhi baku mutu air Kelas II (tercemar ringan), sedangkan pada stasiun III memenuhi baku mutu air Kelas II (tidak sedang).


(6)

ABSTRACT

UZI ZEFANYA GULO. The Belawan River Water Quality in District Pancur Batu Deli Serdang regency of North Sumatera. Under academic supervision of TERNALA ALEXANDER BARUS and ANI SURYANTI.

Belawan River waters are widely used for a variety of community activities. The existence of community activities into the waters of the rivers affecting water quality in Belawan River Pancur Batu subdistrict. This study aims to determine the water quality based on physical and chemical parameters as a result of community activities in Belawan River Pancur Belawan Subdistrict of Deli Serdang Regency. Physical and chemical parameters of water were analyzed with method Storet. The study was conducted in March and April 2015. The method used is purposive random sampling. Stations used consisted of station I (Control), station II (dredging sand), and the station III (Recreation and MCK). The value of physical and chemical parameters of water include temperature from 25.00 to 27.00 ° C, turbidity (TSS) from 22.68 to 28.86 mg / l, TDS 156.6 to 187.2 mg / l, DO 4.80 - 6.00 mg / l, pH 7.20 to 8.10, BOD 1.20 to 2.20 mg / l, nitrate 0.812 to 1.123 mg / l, phosphate from 0.112 to 0.153 mg / l, the organic content of the substrate from 0.372 to 0.705 %. Based on the physical and chemical parameters of water, the station I and II meet the water quality standard Class II (lightly polluted), whereas the third station meet Class II water quality standard (not being).


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kisaran pada tanggal 14 Juni 1993, sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan bapak Daniel Gulo dan Ibu Malem Ukur Tarigan. Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis adalah dimulai pada tahun 1999 di Sekolah Dasar (SD) Swasta Sultan Hasanuddin Aek Kanopan dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Swasta Sultan Hasanuddin Aek Kanopan dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri-1 Kualuh Hulu. Pada tahun yang sama, penulis diterima di program studi Manajemen Sumber Daya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (MSP FP USU) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis mengikuti Praktik Kerja Lapangan (PKL) di UPT-BBI Tuntungan pada tahun 2014 dari bulan Juli sampai Agustus.

Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan organisasasi, diantaranya sebagai Anggota Kelompok Kecil Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Pertanian (AKK UKM KMK USU UP FP) dari tahun 2011 sampai sekarang, Anggota Bidang Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumber Daya Perairan (HIMMASPERA) periode 2013-2014. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Fisiologi Hewan Air pada semester genap tahun ajaran 2013-2014 dan 2014-2015.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Usulan Penelitian dengan judul dari Proposal Usulan penelitian ini adalah “Kualitas Air Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara”.

Usulan penelitian ini dibuat sebagai satu diantara berbagai syarat untuk melakukan penelitian. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Ani Suryanti, S.Pi, M.Si. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan dan dorongan serta semangat selama penulis menyusun usulan penelitian sampai selesainya penyusunan usulan penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si dan Bapak Pindi Patana, S.Hut, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada orangtua penulis Bapak Pdt. Daniel Gulo dan Ibu Malem Ukur Br. Tarigan yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis sampai saat ini bahkan juga yang telah memberikan dukungan materi dan moril kepada penulis dalam menyelesaikan usulan penelitian ini.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh dosen pengajar di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas


(9)

Sumatera Utara kepada Bapak Ahmad Muhtadi Rangkuti, S.Pi. M.Si, Rusdi Leidonald, SP, M.Sc, Indra Lesmana, S.Pi, M.Si, Zulham Apandy Harahap, S.Kel, M.Si serta ibu Desrita, S.Pi, M.Si dan kepada Ibu Febrina Arli, S.Pi, MEP dan juga kepada Kakak Nur Asiah, A.Md selaku staf tata usaha di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

Penulis menyadari penyusunan usulan penelitian ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat menyempurnakan pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan.

Medan, Agustus 2015 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Permasalahan ... 3

Kerangka Pemikiran ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Sungai ... 6

Pencemaran Perairan ... 7

Limbah ... 9

Parameter Fisika Perairan ... 11

Parameter Kimia Perairan ... 14

Baku Mutu Kualitas Air ... 21

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 23

Alat dan Bahan ... 24

Prosedur Penelitian ... 24

Deskripsi Area Penelitian ... 24

Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan ... 26

Parameter Kualitas Air ... 27

Metode Storet ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil... 29


(11)

Parameter Fisika dan Kimia Perairan ... 29

Pembahasan ... 37

Parameter Fisika dan Kimia Perairan ... 37

Status Mutu Air ... 45

Rekomendasi Pengelolaan ... 47

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 49

Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50


(12)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Status Kualitas Air Berdasarkan Nilai TSS 14

2. Status Kualitas Air Berdasarkan Kadar Oksigen Terlarut ... 17

3. Status Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD5 ... 18

4. Status Kualitas Air Berdasarkan Kandungan Nitrat ... 19

5. Hubungan antara Ortofosfat dengan Kesuburan Perairan ... 20

6. Parameter Fisika dan Kimia Perairan yang Diukur ... 26

7. Kriteria Mutu Air Berdasarkan PP No. 82/2001 ... 27

8. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air ... 28

9. Nilai Parameter Fisika dan Kimia Perairan Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu ... 29

10. Kualitas Fisika dan Kimia Perairan Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu ... 37


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian 4

2. Lokasi Penelitian di Sungai Belawan ... 23

3. Stasiun 1 (Kontrol) ... 24

4. Stasiun 2 (Aktivitas Pengerukan Pasir) ... 25

5. Stasiun 3 (Aktivitas Rekreasi dan MCK)... 25

6. Grafik Suhu ... 30

7. Grafik Kekeruhan (TSS) ... 31

8. Grafik TDS (Padatan Terlarut Total) ... 31

9. Grafik Kelarutan Oksigen (DO) ... 32

10. Grafik pH ... 33

11. Grafik Biochemical Oksigen Demand (BOD) ... 33

12. Grafik Nitrat (NO3-N) ... 34

13. Grafik Fosfat (PO43--P) ... 35


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Alat Penelitian ... 54

2. Dokumentasi Kegiatan di Lokasi Penelitian ... 56

3. Langkah-langkah Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia... 57

4. Data Parameter Fisika dan Kimia Air ... 62

5. Penilaian Skor Parameter Fisika dan Kimia Air ... 66


(15)

ABSTRAK

UZI ZEFANYA GULO. Kualitas Air Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Di bawah bimbingan TERNALA ALEXANDER BARUS dan ANI SURYANTI.

Perairan Sungai Belawan merupakan perairan yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas masyarakat. Keberadaan aktivitas masyarakat dapat mempengaruhi kualitas air Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air berdasarkan parameter fisika dan kimia akibat aktivitas masyarakat di Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Parameter fisika dan kimia air dianalisis dengan metode Storet. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai April 2015. Metode penelitian yang digunakan adalah Purposive Random Sampling. Stasiun yang digunakan terdiri atas stasiun I (Kontrol), stasiun II (Pengerukan Pasir), dan stasiun III (Rekreasi dan MCK). Nilai parameter fisika dan kimia air antara lain suhu 25,00 − 27,00 oC, kekeruhan (TSS) 22,68 – 28,86 mg/l, TDS 156,6 – 187,2 mg/l, DO 4,80 – 6,00 mg/l, pH 7,20 – 8,10, BOD 1,20 – 2,20 mg/l, nitrat 0,812 – 1,123 mg/l, fosfat 0,112 − 0,153 mg/l, kadar organik substrat 0,372 – 0,705 %. Berdasarkan parameter fisika dan kimia air, stasiun I dan II memenuhi baku mutu air Kelas II (tercemar ringan), sedangkan pada stasiun III memenuhi baku mutu air Kelas II (tidak sedang).


(16)

ABSTRACT

UZI ZEFANYA GULO. The Belawan River Water Quality in District Pancur Batu Deli Serdang regency of North Sumatera. Under academic supervision of TERNALA ALEXANDER BARUS and ANI SURYANTI.

Belawan River waters are widely used for a variety of community activities. The existence of community activities into the waters of the rivers affecting water quality in Belawan River Pancur Batu subdistrict. This study aims to determine the water quality based on physical and chemical parameters as a result of community activities in Belawan River Pancur Belawan Subdistrict of Deli Serdang Regency. Physical and chemical parameters of water were analyzed with method Storet. The study was conducted in March and April 2015. The method used is purposive random sampling. Stations used consisted of station I (Control), station II (dredging sand), and the station III (Recreation and MCK). The value of physical and chemical parameters of water include temperature from 25.00 to 27.00 ° C, turbidity (TSS) from 22.68 to 28.86 mg / l, TDS 156.6 to 187.2 mg / l, DO 4.80 - 6.00 mg / l, pH 7.20 to 8.10, BOD 1.20 to 2.20 mg / l, nitrate 0.812 to 1.123 mg / l, phosphate from 0.112 to 0.153 mg / l, the organic content of the substrate from 0.372 to 0.705 %. Based on the physical and chemical parameters of water, the station I and II meet the water quality standard Class II (lightly polluted), whereas the third station meet Class II water quality standard (not being).


(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sungai merupakan sumber air bagi masyarakat yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dan kegiatan, seperti kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri, sumber mineral, dan pemanfaatan lainnya. Menurut Yulistiyanto (2013) sungai berperan penting bagi sumberdaya air baik secara ekologi, hidrologi dan ekonomi. Baik sebagai habitat berbagai organisme air, sumber air minum bagi masyarakat sekitar, tempat penangkapan ikan, kegiatan transportasi.

Kegiatan tersebut bila tidak dikelola dengan baik akan berdampak negatif terhadap sumberdaya air, diantaranya adalah menurunnya kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi mahkluk hidup yang bergantung pada sumberdaya air. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan lingkungan hidup menjadi buruk. Penurunan kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumberdaya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumberdaya alam (Wijaya, 2009).

Menurut Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2011 sungai adalah alur atau wadah alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Sungai merupakan perairan umum dengan pergerakan air satu arah yang terus menerus. Ekosistem sungai merupakan habitat bagi biota air yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya (Salmah, 2010).

Menurut Effendi (2003), salah satu badan air yang merupakan kekayaan sumberdaya air adalah sungai. Fungsi sungai adalah sebagai penampung,


(18)

penyimpan air dan bahan baku air minum bagi sejumlah kota disepanjang alirannya. Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatic yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya.

Sungai Belawan merupakan sebuah sungai yang terletak di Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Indonesia. Sungai ini dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas masyarakat seperti MCK (mandi, cuci, kakus), kegiatan rekreasi (permandian) dan aktivitas pengerukan pasir. Kegiatan yang terjadi disekitar sungai menghasilkan limbah yang secara langsung akan manambah beban pencemar pada perairan sungai Belawan. Menurut Salmah (2010), limbah yang dibuang ke sungai mempengaruhi kualitas air serta fungsi dan struktur ekosistem sungai.

Aktivitas yang dilakukan masyarakat disekitar sungai Belawan berpotensi meningkatkan pembuangan limbah, baik padat maupun cair. Dengan adanya pembuangan limbah yang mengandung berbagai jenis bahan pencemar ke perairan sungai Belawan, baik yang dapat terurai maupun yang tidak dapat terurai akan menyebabkan meningkatnya beban yang diterima oleh sungai Belawan. Jika beban yang diterima oleh sungai melampaui ambang batas yang ditetapkan berdasarkan baku mutu, maka sungai tersebut dikatakan tercemar, baik secara fisik, kimia, maupun biologi. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian tentang Kualitas Air Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.


(19)

Rumusan Permasalahan

Sungai Belawan di Kabupaten Deli Serdang digunakan masyarakat untuk kegiatan sehari-hari seperti, MCK, kegiatan rekreasi (permandian), dan aktivitas pengerukan pasir. Adanya aktivitas masyarakat dan aktivitas wisata tersebut akan mempengaruhi kualitas air Sungai Belawan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah parameter fisika dan kimia perairan Sungai Belawan memenuhi baku mutu kualitas air dalam PP No. 82 Tahun 2001?

2. Berdasarkan parameter fisika dan kimia bagaimana kualitas air Sungai Belawan?

Kerangka Pemikiran

Berbagai aktivitas yang terdapat di perairan Sungai Belawan seperti aktivitas masyarakat dan aktivitas wisata secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas air Sungai Belawan. Berdasarkan parameter fisika kimia dilakukan pengukuran parameter untuk mengetahui dampak dari aktivitas masyarakat dan aktivitas wisata yang mengacu kepada Baku Mutu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2011. Pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat atau energi atau komponen lain kelingkungan oleh kegiatan manusia sehingga melampaui Baku Mutu Lingkungan Hidup yang telah ditetapkan. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.


(20)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis nilai kualitas air berdasarkan parameter fisika dan kimia di Sungai Belawan, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang.

2. Membandingkan nilai kualitas air (parameter fisika dan kimia) tersebut dengan baku mutu kualitas air menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 sehingga diketahui kategori peruntukan dan rekomendasi pengelolaannya.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai kualitas air (parameter fisika dan kimia) Sungai Belawan di Kecamatan Pancur Batu bagi pihak yang membutuhkan baik dalam bidang pendidikan, masyarakat maupun instansi-instansi tertentu yang mengelola sungai.

Sungai Belawan

Aktivitas Masyarakat

Aktivitas Wisata

Menurunkan Kualitas Air

Baku Mutu Kualitas Air

Rekomendasi Pengelolaan


(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Sungai

Sungai merupakan suatu sistem yang dinamis dengan segala aktivitas yang berlangsung antar komponen-komponen lingkungan yang terdapat di dalamnya. Adanya dinamika tersebut akan menyebabkan suatu sungai berada dalam keseimbangan ekologis sejauh sungai itu tidak menerima bahan-bahan asing dari luar. Pengaruh bahan asing pada batas-batas tertentu masih dapat ditolerir dan kondisi keseimbangan masih tetap dapat dipertahankan. Apabila suatu sungai menerima limbah dalam jumlah sedikit atau masih dalam batas toleransinya, maka limbah tersebut akan dapat dinetralisir oleh adanya dinamika ekologis tersebut (Barus, 2004).

Sungai bagian hulu dicirikan dengan badan sungai yang dangkal dan sempit, tebing curam dan tinggi, berair jernih dan mengalir cepat serta mempunyai populasi atau jenis maupun jumlah biota air sedikit. Sungai bagian hilir umumnya lebih lebar, tebingnya curam atau landai, badan air dalam, keruh, aliran air lambat, dan populasi biota air di dalamnya termasuk banyak, tetapi jenis kurang bervariasi (Kordi dan Andi, 2007).

Ekosistem sungai dibagi menjadi beberapa zona dimulai dengan zona krenal (mata air) yang umumnya terdapat di daerah hulu. Zona krenal dibagi menjadi rheokrenal, yaitu mata air yang berbentuk air terjun biasanya terdapat pada tebing-tebing yang curam, limnokrenal, yaitu mata air yang berbentuk genangan air yang selanjutnya membentuk aliran sungai yang kecil dan helokrenal, yaitu mata air yang membentuk rawa-rawa. Selanjutnya aliran dari


(22)

beberapa mata air akan membentuk aliran sungai di daerah pegunungan yang disebut zona rithral, ditandai dengan relief aliran sungai yang terjal (Barus, 2004).

Pencemaran Perairan

Pencemaran perairan adalah masuknya bahan yang tidak diinginkan ke dalam air (oleh kegiatan manusia dan atau secara alami) yang mengakibatkan turunnya kualitas air tersebut sehingga tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran perairan tidak hanya menimbulkan dampak negatif terhadap makhluk hidup, tetapi juga mengakibatkan gangguan secara estetika. Bahan pencemar yang masuk ke suatu perairan biasanya merupakan limbah suatu aktivitas (Manik, 2009).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yang dimaksud dengan pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Menurut (Azwir, 2006) yang dimaksud dengan tingkat tertentu tersebut diatas adalah baku mutu air yang ditetapkan. Dan berfungsi sebagai tolok ukur untuk menentukan telah terjadinya pencemaran air. Penetapan baku mutu air selain didasarkan pada peruntukan, juga didasarkan pada kondisi nyata kualitas air yang mungkin berada antara satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karena itu penetapan baku mutu air dengan pendekatan golongan peruntukan perlu disesuaikan dengan menerapkan pendekatan klasifikasi kualitas air (kelas air).


(23)

Berdasarkan defenisi pencemaran air, penyebab terjadinya pencemaran dapat berupa masukan makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain yang berupa gas, bahan-bahan terlarut dan partikulat ke dalam air yang menyebabkan kualitas air tercemar sehingga mengganggu fungsi air. Masukan tersebut sering disebut dengan istilah unsur pencemar (polutan) (Yuliastuti, 2011).

Bahan pencemar (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu perutukan ekosistem tersebut. Berdasarkan cara masuknya kelingkungan, polutan dikelompokkan menjadi dua, yaitu polutan alamiah dan polutan antropogenik. Polutan alamiah adalah polutan yang memasuki suatu lingkungan (badan air) secara alami, misalnya akibat letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan fenomena alam yang lain. Polutan yang memasuki suatu ekosistem secara alamiah sukar dikendalikan. Polutan antropogenik adalah polutan yang masuk ke badan air akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik (rumah tangga), kegiatan urban (perkotaan) maupun kegiatan industri. Intensitas polutan antropogenik dapat dikendalikan dengan cara mengontrol aktivitas yang menyebabkan timbulnya polutan tersebut (Effendi, 2003).

Berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya, polutan air dapat dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) kelompok yaitu : (1) padatan; (2) bahan buangan yang membutuhkan oksigen; (3) mikroorganisme; (4) komponen organik sintetik; (5) nutrient tanaman; (6) minyak; (7) senyawa anorganik dan mineral; (8) bahan radioaktif dan (9) panas (Yuliastuti, 2011).


(24)

Perairan yang mengalami pencemaran ditandai dengan menurunnya aktivitas ikan antara lain berupa gangguan pada pola berenang dan respirasi. Terganggunya proses-proses perkembangan ikan akan mengakibatkan hubungan antara panjang tubuh dan berat badan ikan tidak lagi mempunyai rasio yang terletak pada kisaran yang menunjukkan kondisi ikan yang sehat. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan nilai nutrisi ikan-ikan tersebut. Dengan demikian koefisien nilai nutrisi ikan dapat memberikan gambaran kasar mengenai kualitas air dengan tingkat ketersediaan nutrien bagi ikan atau tingkat daya dukung lingkungan perairan terhadap kehidupan ikan ditinjau dari sudut ketersediaan nutrien atau tingkat daya dukung lingkungan perairan terhadap fungsi normal organ sensorik ikan yang berfungsi deteksi (Pratiwi, 2010).

Menurut Azwir (2006), penentuan kualitas air pada dasarnya dapat dilakukan dengan pengujian untuk membuktikan apakah air itu layak dikonsumsi. Penetapan standar sebagai batas mutu minimal yang harus dipenuhi telah ditentukan oleh standar Internasional, standar Nasional, maupun standar perusahaan.

Limbah

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Limbah yang dihasilkan berupa sampah, air kakus (black water) dan air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water) (Purba, 2013). Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan limbah didefenisikan sebagai sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.


(25)

Sumber pencemar air berdasarkan karakteristik limbah yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi sumber limbah domestik dan sumber limbah non domestik. Sumber limbah domestik umumnya berasal dari daerah pemukiman penduduk dan sumber limbah non domestik berasal dari kegiatan seperti industri, pertanian dan peternakan, perikanan, pertambahan atau kegiatan yang bukan berasal dari wilayah pemukiman (Yuliastuti, 2011).

Limbah cair adalah gabungan atau campuran dari air dan bahan pencemar yang terbawa oleh air, baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi, yang terbuang dari sumber domestik (perkantoran, perumahan, dan perdagangan), dan sumber industri. Salah satu limbah cair yang dikenal oleh kalangan masyarakat luas adalah deterjen yang sering digunakan sebagai bahan pembersih sintesis. Dalam deterjen terkandung komponen utamanya, yaitu surfaktan, baik bersifat kationik, anionik maupun non-ionik. Semakin banyaknya pemakaian surfaktan di kalangan masyarakat sebagai bahan utama pembersih maka risiko bagi kesehatan dan lingkungan pun makin rentan. Pembuangan air limbah ke badan sungai tidak selalu terus menerus sepanjang hari. Limbah yang dibuang baik kuantitas, kualitas maupun waktu pembuangannya berkaitan erat dengan kegiatan yang dilakukan baik oleh rumah tangga secara individu, tempat-tempat pelayanan dan fasilitas umum maupun oleh pabrik yang menghasilkan limbah tersebut (Purba, 2013).

Menurut Mudarisin (2004), berdasarkan sumbernya jenis limbah cair yang dapat mencemari perairan dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu:

1. Limbah cair domestik, yaitu limbah yang berasal dari pemukiman, tempat-tempat komersial (perdagangan, perkantoran dan industri) dan tempat-tempat-tempat-tempat


(26)

rekreasi. Air limbah domestik yang dihasilkan dari pemukiman umumnya berupa buangan limbah cair dari kamar mandi, dapur, cucian mengandung 99,9 % air dan 0,1 % padatan. Zat padat tersebut terbagi atas 70 % zat organik (protein, karbohidrat, dan lemak) dan sisanya berupa zat anorganik sebanyak 30 % pasir, air limbah, garam-garam dan logam.

2. Limbah cair industri, yaitu limbah cair yang dikeluarkan oleh industri sebagai akibat dari proses produksi. Limbah cair ini dapat berasal dari air bekas pencuci, bahan pelarut ataupun air dari industri-industri tersebut. Pada umumnya limbah cair industri lebih sulit dalam pengelolaannya, hal ini disebabkan karena zat-zat yang terkandung didalamnya yang berupa bahan atau zat pelarut, mineral, logam berat, zat-zat organik, lemak, garam-garam, zat warna, nitrogen, sulfida, amoniak, dan lain-lain yang bersifat toksik. 3. Limbah pertanian, yaitu limbah yang bersumber dari kegiatan pertanian

seperti penggunaan pestisida, herbisida, fungisida dan pupuk kimia yang berlebihan.

4. Infiltrasi, yaitu limbah yang berasal dari perembesan air yang masuk kedalam dan luapan dari sistem pembuangan air kotor.

Parameter Fisika Perairan 1. Suhu Air

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses metabolisme organisme diperairan. Perubahan suhu yang mendadak atau kejadian suhu yang ekstrim akan menggangu kehidupan organisme bahkan dapat menyebabkan kematian. Suhu perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat


(27)

terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air. Suhu air mempunyai peranan dalam mengatur kehidupan biota perairan, terutama dalam proses metabolisme. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, namun di lain pihak juga menyebabkan turunnya kelarutan oksigen di dalam air. Oleh karena itu, maka pada kondisi tersebut organisme akuatik sering kali tidak mampu memenuhi kadar oksigen terlarut untuk keperluan proses metabolisme dan respirasi (Silalahi, 2009).

Nilai suhu air pada sungai Diwak berada pada kisaran 25-27°C. Jika dilihat dari suhu air limbah yang masuk ke badan air adalah antara 28-29°C, maka suhu air limbah industri tidak banyak berpengaruh terhadap suhu air sungai. Kondisi ini sesuai dengan kondisi optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan yaitu antara 20-30°C. Suhu optimum untuk aktivitas bakteri pada proses dekomposisi adalah antara 25-35°C (Rahmawati, 2011).

2. TSS (Padatan Tersuspensi Total)

Padatan tersuspensi total (total suspended solid) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1 m) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 m. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2003).

Tipe substrat akan sangat mempengaruhi morfologi fungsional dan tingkah laku hewan bentik. Levinton menyatakan bahwa tipe substrat adalah faktor utama yang mengendalikan distribusi benthos. Adaptasi terhadap substrat akan

menentukan morfologi, cara makan dan adaptasi fisiologi organisme benthos


(28)

yang sangat menentukan penyebaran makrozoobenthos adalah substrat dasar perairan seperti lumpur, pasir, liat, berkerikil, dimana masing-masing tipe menentukan komposisi makrozoobenthos. Penilaian tercemar atau tidaknya suatu ekosistem tidak mudah terdeteksi dari hubungan antara keanekaragaman dan kestabilan komunitasnya. Sistem yang stabil, dalam pengertian tahan terhadap gangguan atau bahan pencemar bisa saja memiliki keanekaragaman yang rendah atau tinggi, hal ini tergantung dari fungsi aliran energi yang terdapat pada perairan tersebut (Setiawan, 2009).

TSS merupakan sifat fisik suatu perairan yang berkaitan dengan kekeruhan. Kandungan zat padat tersuspensi bervariasi pada keempat stasiun pengamatan. Konsentrasi TSS tertinggi terjadi pada musim penghujan yaitu 70 mg/L. Angka ini melebihi baku mutu kriteria air Kelas III sebesar 50 mg/L. Hal ini kemungkinan sebagai akibat dan kontribusi bahan pencemar dari air limbah oleh industri A sebesar 55 mg/L, serta akibat lain seperti erosi tanah di Sempadan Sungai. TSS terdiri dari lumpur, pasir halus serta jasat renik yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah yang terbawa ke badan air. Pada saat musim penghujan mudah terjadi erosi tanah dan memebentuk lumpur sehingga meningkatkan konsentrasi TSS pada air sungai (Sukadi, 1999).

Penetuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna


(29)

perairan (Marganof, 2007). Kesesuaian perairan untuk kepentingan perikanan berdasarkan nilai TSS disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kesesuaian perairan untuk kepentingan perikanan berdasarkan TSS

Nilai TSS (mg/L) Pengaruh Terhadap Kepentingan Perikanan

<25 Tidak ada pengaruh 25-80 Sedikit berpengaruh

81-400 Kurang baik untuk kepentingan perikanan >400 Tidak baik untuk kepentingan perikanan Sumber: Alabaster dan Lloyd 1982 diacu oleh Effendi 2003

3. TDS (Padatan Terlarut Total)

TDS mempengaruhi ketransparanan dan warna air. Sifat transparan air ada hubungannya dengan produktifitas. Transparan yang rendah menunjukkan produktivitas tinggi. Cahaya tidak dapat tembus banyak jika konsentrasi bahan tersuspensi tinggi. Padatan terlarut total mencerminkan jumlah kepekatan padatan dalam suatu contoh air. Penentuan padatan terlarut total dapat cepat menentukan kualitas air, caranya dengan mengukur derajat konduktifitas air. Derajat konduktivitas air sebanding dengan padatan terlarut total dalam air tersebut. Pada umumnya suatu danau menjadi eutrofikasi bila padatan terlarut total melebihi 100 bpj (bagian per juta) (Sastrawijaya, 2000).

Parameter Kimia Perairan 1. pH

Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH=7 adalah netral,


(30)

pH<7 dikarakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH>7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa. Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion Hidrogen dalam suatu larutan. Dalam air yang bersih jumah konsentrasi ion H+ dan OH- berada dalam keseimbangan sehingga air yang bersih akan bereaksi netral. Organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah dan basa lemah. pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik umumnya berkisar antara 7-8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik (Sihaloho, 2009).

Derajat Keasaman air Sungai Diwak Semarang di 4 stasiun pengamatan pada musim penghujan berkisar antara 7,6-8,2 sedangkan musim kemarau antara 6,5-7. Sedangkan air limbah dari kegiatan industri yang masuk ke dalam badan air sungai memiliki pH antara 7,5-7,8 yang berarti masih dalam rentang baku mutu pH air limbah yang diijinkan yaitu antara 6-9. Hal ini menunjukan bahwa masuknya air limbah industri ke dalam aliran Sungai Diwak tidak banyak berpengaruh terhadap perubahan pH air sungai baik pada musim kemarau maupun penghujan. Derajat keasaman air Sungai Diwak ternyata masih memenuhi baku mutu kriteria kualitas air untuk semua kelas yang berada pada rentang nilai 6-9 (Rahmawati, 2011).

2. DO (Dissolved Oxygen)

Oksigen terlarut (DO) merupakan parameter penting untuk mengukur pencemaran air. Oksigen terlarut di dalam air berasal dari udara dan dari proses fotosintesa tumbuhan air. Kelarutan oksigen dalam air tergantung pada suhu. Pada


(31)

suhu tinggi kelarutan oksigen berkurang karena aktivitas bakteri meningkat. Kandungan oksigen dalam air diperlukan bagi kelangsungan kehidupan akuatik, tetapi ketesediannya akan terganggu oleh berlangsungnya pengurai bahan-bahan organik yang berasal dari air buangan (Sukadi, 1999).

Nilai oksigen terlarut di Sungai Tondano Manado berkisar antara 6,3-7,5 mg/L. Mengacu pada Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001, Baku Mutu Air Kelas II, maka hasil pengukuran yang diperoleh masih dalam kondisi yang baik dimana nilai baku mutu untuk DO adalah 7,2. Oksigen diperlukan oleh ikan-ikan untuk menghasilkan energi yang sangat penting bagi pencernaan, asimilasi makanan dan pemeliharaan keseimbangan osmotik. Jika persediaan oksigen di perairan sedikit maka perairan tersebut tidak baik bagi ikan dan organisme akuatik lainnya (Lensun dan Sipriana, 2013).

Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air atau fitoplankton. Pengaruh oksigen terhadap fisiologis organisme air terutama adalah dalam proses respirasi. Konsentrasi oksigen terlarut hanya berpengaruh secara nyata terhadap organisme air yang memang mutlak membutuhkan oksigen terlarut untuk respirasinya. Konsumsi oksigen bagi organisme air berfluktuasi mengikuti proses-proses hidup yang dilaluinya. Pada umumnya konsumsi oksigen bagi organisme air ini akan mencapai maksimum pada masa-masa reproduksi berlangsung. Konsumsi oksigen juga dipengaruhi oleh konsentrasi okesigen terlarut itu sendiri


(32)

(Barus, 2004). Status kualitas air berdasarkan kadar oksigen terlarut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Status Kualitas Air Berdasarkan Kadar Oksigen Terlarut

No. Kadar Oksigen Terlarut (mg/L)

Status Kualitas Air

1. >6,5 Tidak tercemar sampai tercemar ringan

2. 4,5-6,5 Tercemar ringan

3. 2,0-4,4 Tercemar sedang

4. <2,0 Tercemar berat

Sumber: Jeffries dan Mills (1996) diacu oleh Effendi (2003)

3. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)

Kebutuhan oksigen biologi sutau badan air adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh organisme yang terdapat di dalamnya untuk bernafas selama lima hari. Untuk itu maka perlu diukur kadar oksigen terlarut pada saat pengambilan contoh ait (DO0 hari) dan kadar oksigen terlarut dalam contoh air

yang telah disimpan selama lima hari (DO5 hari). Selama dalam penyimpanan itu

harus tidak ada penambahan oksigen melalui proses fotosintesis, dan selama lima hari itu semua organisme yang berada dalam contoh air itu bernafas menggunakan oksigen yang ada dalam contoh air tersebut (Silalahi, 2009).

Pada perairan Sungai Tondano Manado kisaran nilai BOD adalah 15,5-44 mg/L. Nilai ini menunjukkan kondisi status cemar berat ditinjau dari baku mutu Kelas II PP No. 82 Tahun 2001 yang ditentukan yaitu 3 mg/L. Parameter BOD secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Aktivitas masyarakat dalam bentuk buangan limbah domestik,


(33)

pakan ikan dan industri di lokasi penelitian dan sekitarnya mempengaruhi BOD perairan (Lensun dan Sipriana, 2013).

Barus (2004) menyatakan, pengukuran BOD didasarkan pada kemampuan mikroorganisma untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya terdapat senyawa yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang umunya terdapat dalam limbah rumah tangga. Untuk produk-produk kimiawi seperti senyawa minyak dan buangan kimia lainnya akan sangat sulit atau bahkan tidak bisa diuraikan oleh mikroorganisme. Oleh karena itu disamping mengukur nilai BOD perlu dilakukan pengukuran terhadap jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dikenal sebagai COD (Chemical Oxygen Demand) yang dinyatakan dalam mgO2/l. Status Kualitas Air Berdasarkan Nilai

BOD5 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 3. Status Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD5 No. Nilai BOD5 (ppm) Status Kualitas Air

1. ≤ 2,9 Tidak Tercemar

2. 3,0-5,0 Tercemar Ringan

3. 5,1-14,9 Tercemar Sedang

4. ≥ 15 Tercemar Berat

Sumber : Lee dkk., (1978)

4. Nitrat (NO3)

Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air. Keberdaan nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang dapat berasal dari industri, bahan peledak, piritehnik dan pemupukan. Secara alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat


(34)

menjadi tinggi sekali dalam air tanah di daerah yang diberi pupuk nitrat/nitrogen. Keberadaan senyawa nitrogen diperairan dengan kadar yang berlebihan dapat menimbulkan permasalahan pencemaran. Kandungan nitrogen yang tinggi disuatu perairan dapat disebabkan olah limbah yang berasal dari limbah domestik, pertanian, peternakan dan industri. Hal ini berpengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton. Kadar nitrogen yang tinggi dalam perairan dapat merangsang pertumbuhan algae secara tidak terkendali (blooming). Konsentrasi nitrit yang tinggi dapat menyebabkan perairan menjadi tercemar. Tingkat kesuburan perairan berdasarkan kandungan nitrat dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Tingkat Kesuburan Perairan Berdasarkan Kandungan Nitrat

No. Kadar Nitrat (mg/l) Tingkat Kesuburan

1. 0-1 Perairan Oligotrofik 2. 1-5 Perairan Mesotrofik 3. 5-50 Perairan Eutrofik Sumber: Volenweider (1969) diacu oleh Effendi (2003)

5. Fosfor (P)

Seperti halnya nitrogen, fosfor merupakan unsur penting dalam suatu ekosistem air. Zat-zat organik terutama protein mengandung gugus fosfor, misalnya ATP, yang terdapat di dalam sel makhluk hidup dan berperan penting dalam penyediaan energi. Dalam ekosistem fosfor terdapar dalam tiga bentuk senyawa fosfor anorganik seperti ortofosfat, senyawa organik dalam protoplasma dan sebagai senyawa organik terlarut yang terbentuk dari proses penguraian tubuh organisme (Barus, 2004).

Unsur fosfor merupakan salah satu parameter kualitas air karena keberdaannya yang berlebihan akan menurunkan kualitas suatu perairan. Selain


(35)

unsur nitrogen, fosfor juga merupakan penyebab utama pertumbuhan ganggang dalam air. Pertumbuhan ganggang yang pesat membutuhkan oksigen yang lebih banyak sehingga keperluan oksigen untuk biota perairan menjadi berkurang. Di samping itu, biomas ganggang yang telah mati akan menyebabkan penurunan kualitas iar. Fosfor dalam suatu perairan bersumber dari limbah industri, limbah domestik dan pertanian, hancuran bahan organik, dan mineral-mineral fosfat. Di dalam air, fosfor dalam bentuk padat maupun terlarut. Fosfor dalam bentuk padat berupa suspensi garam-garam yang tidak larut atau teradsorpsi pada bahan padat. Fosfor terlarut terdapat dalam bentuk senyawa organik terlarut. Peningkatan konsentrasi fosfat dalam suatu perairan akan menunjukkan adanya bahan pencemar berupa senyawa-senyawa fosfat dalam bentuk organofosfat atau polifosfat (Manik, 2009).

Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur lain yang merupakan penyusun biosfer karena unsur ini tidak terdapat di atmosfer. Pada kerak bumi, keberadaan fosfor relatif sedikit dan mudah mengendap. Fosfor juga merupakan unsur esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan algae, sehingga unsur ini merupakan faktor pembatas bagi tumbuhan dan algae akuatik serta sangat mempengaruhi produktivitas perairan. Di perairan, bentuk unsur fosfor terus berubah secara terus-menerus akibat proses dekomposisi dan sintetis antar bentuk organik dan anorganik yang dilakukan oleh mikroba. Semua polifosfat mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat. Pada suhu yang mendekati titik didih, perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung cepat (Effendi, 2003). Hubungan antara ortofosfat dengan kesuburan perairan dapat dilihat pada Tabel 5.


(36)

Tabel 5. Hubungan Antara Ortofosfat Dengan Kesuburan Perairan

No. Ortofosfat (mg/l) Kriteria

1. 0,003-0,01 Perairan Oligotrofik 2. 0,011-0,03 Perairan Mesotrofik 3. 0,031-0,1 Perairan Eutrofik Sumber: Wetzwl (1979) diacu oleh Effendi (2003)

6. Kadar Organik Substrat

Semua bahan organik mengandung karbon (C) berkombinasi dengan satu atau lebih elemen lainnya. Bahan organik berasal dari tiga sumber utama yaitu alam, sintesis dan fermentasi (Effendi, 2003). Kandungan C (karbon) organik pada substrat menunjukkan banyaknya kandungan bahan organik hasil dekomposisi maupun bahan organik yang terbawa oleh arus air dan mengendap ke dasar perairan. Umumnya dasar perairan yang berlumpur mengandung C-organik yang lebih banyak dibandingkan dengan tipe sedimen yang tidak berlumpur (Agnitasari, 2006).

Bahan organik yang mengendap di dasar perairan merupakan sumber makanan bagi hewan bentos. Bahan tersebut berasal dari dekomposisi organisme yang masuk ke sungai. Substrat yang kaya bahan organik dapat melimpahkan hewan bentos yang didominasi oleh deposit feeder. Karakter substrat suatu perairan sangat menentukan keberadaan makrozoobentos di perairan tersebut. Substrat dasar perairan berupa batuan-batuan didominasi oleh makrozoobentos yang mampu menempel dan melekat (Lubis, 2013).


(37)

Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, bahwa baku mutu lingkungan hidup didefenisikan sebagai ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat energi atau komponen yang ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup, sedangkan baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat energi atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air.

Berdasarkam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, dimana baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemaran yang ditenggang keberadaanya di dalam air. Kriteria mutu air dan penetapan kelas sebagai berikut :

1. Kelas Satu : Bahan baku air minum dan peruntukan lain dengan syarat kualitas air sama.

2. Kelas Dua : Prasarana/sarana rekreasi, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, pertanaman, dan peruntukan lain dengan syarat kualitas air yang sama.

3. Kelas Tiga : Pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, pertanaman dan peruntukan lain dengan syarat kualitas air yang sama. 4. Kelas Empat : Mengairi pertanaman dan peruntukan lain dengan syarat


(38)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan April 2015 dengan interval waktu pengambilan sampel 2 minggu. Pengambilan sampel dilakukan di Sungai Belawan, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Pengambilan sampel dilakukan pada 3 stasiun berbeda yaitu stasiun kontrol, stasiun pengerukan pasir dan stasiun MCK. Sampel air diidentifikasi di Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PUSLIT-SDAL) Universitas Sumatera Utara. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian di Sungai Belawan, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara


(39)

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer, GPS (Global Positioning System), pH meter, botol sampel, alat tulis, kamera digital, kertas label, eckman grab, ember 5L, plastik, botol winkler, erlenmayer, jarum suntik, pipet tetes, dan coolbox. Alat penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel air yang diukur parameter fisika kimia, substrat, dan larutan MnSO4, KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3,

amilum.

Prosedur Penelitian

Metode yang digunakan dalam menentukan stasiun penelitian adalah Purpossive Random Sampling yaitu dengan cara memilih 3 stasiun penelitian berdasarkan aktivitas di sekitar sungai. Stasiun 1 kontrol, stasiun 2 terdapat aktivitas pengerukan pasir dan stasiun 3 terdapat aktivitas rekreasi (permandian) dan MCK. Dokumentasi kegiatan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 2.

Deskripsi Area Penelitian

Stasiun I : Merupakan bagian perairan sungai yang tidak terdapat aktivitas dengan koordinat 3º 28.8' 31.01" LU dan 98º 34.8' 8.58" BT. Lokasi stasiun 1 dapat dilihat pada Gambar 3.


(40)

Stasiun II : Merupakan bagian perairan sungai yang terdapat aktivitas

pengerukan pasir. Stasiun ini secara geografis terletak pada 3º 29.4' 34.77" LU dan 98º 35.4' 14.7" BT. Lokasi stasiun 2 dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Lokasi Stasiun II (Aktivitas Pengerukan Pasir)

Stasiun III : Merupakan bagian perairan sungai yang terdapat limbah yang dihasilkan dari aktivitas permandian atau rekreasi dan MCK (mandi, cuci, kakus) dengan koordinat 3º 29.4' 3.67" LU dan 98º 35.4' 11.24" BT. Lokasi stasiun 2 dapat dilihat pada Gambar 5.


(41)

Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Perairan

Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan dilakukan selama tiga periode yang masing-masing tiga kali ulangan per stasiun. Pengambilan sampel pada setiap stasiun dilakukan pada tiga titik. Dengan rentang waktu selama 2 minggu. Sampel dijadikan menjadi sampel komposit. Langkah-langkah pengukuran parameter Fisika dan Kimia dapat dilihat pada Lampiran 3. Alat dan satuan pengukuran parameter fisika dan kimia dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Parameter Fisika dan Kimia Perairan yang Diukur

Parameter Satuan Alat/ Metode Tempat Analisis

Fisika

Suhu oC Thermometer In Situ

Kekeruhan (TSS) mg/l Timbangan Analitik /Gravimetrik

Ex Situ

TDS mg/l Timbangan Analitik

/Gravimetrik

Ex Situ

Kimia

DO mg/l Metode Winkler In Situ

pH - pH meter In Situ

BOD5 mg/l Alat titrasi/Winkler Ex Situ

Nitrat (NO3-N) mg/l Spektrofotometer/ Brucine

Ex Situ

Phosphate (PO4-P) mg/l Spektrofotometer/ Stannous chloride

Ex Situ

Kadar Organik Substrat

% Metode Abu Ex Situ

Analisis Data


(42)

Nilai parameter fisika dan kimia perairan yang diperoleh dibandingkan dengan kriteria mutu air dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kriteria Mutu Air Berdasarkan PP No. 82/2001

Parameter Satuan

Kelas

I II III IV

Fisika

Suhu oC deviasi 3 deviasi 3 deviasi 3 deviasi 5 Kekeruhan (TSS) TDS mg/l mg/l 50 1000 50 1000 400 1000 400 2000 Kimia

DO mg/l ≥6 ≥4 ≥3 ≥0

pH - 6-9 6-9 6-9 5-9

BOD5 mg/l 2 3 6 12

Nitrat (NO3¯-N) mg/l 10 10 20 20

Fosfat (PO4³¯

-P)

mg/l

0.2 0.2 1 5

Metode Storet

Metode Storet merupakan salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Dengan metode Storet dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Secara prinsip, metode Storet adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air. Cara untuk menentukan status mutu air adalah dengan menggunakan


(43)

sistem nilai dari US-EPA (Environmental Protection Agency) dengan mengklasifikasikan sebagai berikut :

1. Skor = 0  memenuhi baku mutu 2. Skor = -1 s/d -10  tercemar ringan 3. Skor = -11 s/d -30  tercemar sedang

4. Skor = ≤ -31  tercemar berat

Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode Storet dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.

1. Lakukan pengumpulan data kualitas air secara periodik sehingga membentuk data dari waktu ke waktu (time series data).

2. Bandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan kelas air.

3. Jika hasil pengukuran memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran ≤ baku mutu) maka diberi skor 0.

4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air (hasil pengukuran > baku mutu) maka diberi skor yang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Penentuan Sistem Nilai untuk Menentukan Status Mutu Air

Jumlah Contoh Nilai Parameter

Fisika Kimia

< 10

Maksimum -1 -2

Minimum -1 -2

Rata-rata -3 -6

≥ 10

Maksimum -2 -4

Minimum -2 -4


(44)

5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai.


(45)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Parameter fisika dan kimia air yang diukur pada saat pengamatan meliputi suhu, kekeruhan (TSS), TDS, DO, pH, BOD5, nitrat, fosfat dan kadar organik

substrat. Dari masing-masing stasiun, yaitu stasiun I yang merupakan kontrol, stasiun II yang terdapat aktivitas pengerukan pasir, dan stasiun III yang terdapat aktivitas rekreasi dan MCK. Hasil penelitian parameter fisika dan kimia perairan memiliki nilai bervariasi yang diperoleh dari hasil pengukuran yang terdapat pada Lampiran 4, tetapi tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu jauh antara masing-masing stasiun. Parameter fisika dan kimia perairan Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Parameter Fisika dan Kimia Perairan Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu

Parameter

Baku Mutu Air Kelas Stasiun

I II III IV I II III

Fisika

Suhu (oC) deviasi 3 deviasi 3 deviasi 3 deviasi

5 25-27 26-27 26-27 Kekeruhan

(TSS)(mg/L) 50 50 400 400

22,68-23,68 28,42-28,86 25,12-26,76 TDS (mg/L) 1000 1000 1000 2000

156,6-168,4 182,6-187,2 170,4-176,8 Kimia

DO (mg/L) ≥6 ≥4 ≥3 ≥0 5,6-6,0 4,8-5,4 5,0-5,2 pH 6-9 6-9 6-9 5-9 7,2-7,6 7,3-7,7 7,5-8,1 BOD (mg/L) 2 3 6 12 1,2-1,4 1,8-2,0 2,0-2,2 Nitrat 10 10 20 20 0,812- 1,012-


(46)

1,106-(mg/L) 0,869 1,025 1,123 Fosfat(mg/L) 0,2 0,2 1 5

0,112-0,126 0,135-0,138 0,147-0,153 Kadar Organik Substrat (%)

- - - -

0,612-0,705 0,438-0,465 0,372-0,408 Keterangan :

Stasiun I : Kontrol (3º 28.8' 31.01" LU dan 98º 34.8' 8.58" BT)

Stasiun II : Pengerukan Pasir (3º 29.4' 34.77" LU dan 98º 35.4' 14.7" BT) Stasiun III : Rekreasi dan MCK (3º 29.4' 3.67" LU dan 98º 35.4' 11.24" BT)

Suhu

Suhu di perairan Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu memiliki perbedaan pada setiap stasiun. Stasiun I memiliki suhu rata-rata 26ºC, stasiun II memiliki suhu rata-rata 26,66 ºC, dan stasiun III memiliki suhu rata-rata 26,66 ºC. Grafik parameter suhu ditampilkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Nilai Rata-Rata Suhu Pada Stasiun I, II dan III di Sungai Belawan

Kekeruhan (TSS)

26

26,66 26,66

25,6 25,8 26 26,2 26,4 26,6 26,8


(47)

Kekeruhan (TSS) di perairan Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu memiliki perbedaan pada setiap stasiun. Stasiun I memiliki kekeruhan (TSS) rata-rata yaitu 23,19 mg/L, stasiun II memiliki kekeruhan (TSS) rata-rata-rata-rata yaitu 28,61 mg/L, dan Stasiun III memiliki kekeruhan (TSS) rata-rata yaitu 26,18 mg/L. Grafik parameter Kekeruhan (TSS) ditampilkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Nilai Rata-Rata Kekeruhan (TSS) Pada Stasiun I, II dan III di Sungai Belawan

TDS (Padatan Terlarut Total)

TDS di perairan Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu memiliki perbedaan pada setiap stasiun. Stasiun I memiliki kekeruhan (TSS) rata-rata yaitu 162,9 mg/L, stasiun II memiliki kekeruhan (TSS) rata-rata yaitu 184,8 mg/L, dan Stasiun III memiliki kekeruhan (TSS) rata-rata yaitu 174,2 mg/L. Grafik parameter Kekeruhan (TSS) ditampilkan pada Gambar 8.

23,19

28,61

26,18

0 5 10 15 20 25 30 35


(48)

Gambar 8. Nilai Rata-Rata TDS Pada Stasiun I, II dan III di Sungai Belawan

Dissolved Oxygen (DO)

Kelarutan Oksigen (DO) pada perairan Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu memiliki kisaran DO berbeda pada setiap stasiun. Stasiun I memiliki DO rata-rata yaitu 5,8 mg/L, stasiun II memiliki DO rata-rata yaitu 5,1 mg/L, dan stasiun III memiliki DO rata-rata yaitu 5,0 mg/L. Grafik parameter kelarutan oksigen (DO) ditampilkan pada Gambar 9.

162,9

184,8

174,2

150 155 160 165 170 175 180 185 190

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

5,8

5,1

5

4,6 4,8 5 5,2 5,4 5,6 5,8 6


(49)

Gambar 9. Nilai Rata-Rata DO Pada Stasiun I, II dan III di Sungai Belawan

pH

Pada perairan Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu diperoleh pH rata-rata yang berbeda pada setiap stasiun. Pada stasiun I memiliki pH rata-rata-rata-rata yaitu 7,4, stasiun II memiliki pH rata yaitu 7,5, dan stasiun III memiliki pH rata-rata yaitu 7,7. Grafik parameter pH ditampilkan pada Gambar 10.

Gambar 10. Nilai Rata-Rata pH Pada Stasiun I, II dan III di Sungai Belawan

Biochemichal Oksigen Demand (BOD)

Nilai BOD pada perairan Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu memiliki nilai BOD yang berbeda pada setiap stasiun. Stasiun I memiliki nilai BOD rata-rata yaitu 1,3 mg/L, stasiun II memiliki BOD rata-rata yaitu 1,8 mg/L, stasiun III memiliki nilai BOD yaitu 2,0 mg/L. Grafik BOD ditampilkan pada Gambar 11.

7,4

7,5

7,7

7,25 7,3 7,35 7,4 7,45 7,5 7,55 7,6 7,65 7,7 7,75


(50)

Gambar 11. Nilai Rata-Rata BOD Pada Stasiun I, II dan III di Sungai Belawan

Nitrat (NO3-N)

Pada perairan Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu nilai nitrat pada masing-masing stasiun memiliki nilai kandungan nitrat yang berbeda. Stasiun I memiliki kandungan nitrat rata-rata yaitu 0,838 mg/L, stasiun II memiliki kandungan nitrat rata-rata yaitu 1,020, dan stasiun III memiliki kandungan nitrat rata-rata yaitu 1,113. Grafik parameter nitrat ditampilkan pada Gambar 12.

Gambar 12. Nilai Rata-Rata Nitrat Pada Stasiun I, II dan III di Sungai Belawan

1,3

1,8

2

0 0,5 1 1,5 2 2,5

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

0,838

1,02

1,113

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2


(51)

Fosfat (PO4³¯ -P)

Kandungan fosfat pada setiap stasiun di Sungai Belawan Kecamatan

Pancur Batu memiliki nilai kandungan fosfat berbeda. Stasiun I memiliki kandungan fosfat yaitu 0,118 mg/L, stasiun II memiliki kandungan fosfat yaitu 0,137 mg/L, dan stasiun III memiliki kandungan fosfat yaitu 0,150 mg/L. Grafik parameter fosfat ditampilkan pada Gambar 13.

Gambar 13. Nilai Rata-Rata Fosfat Pada Stasiun I, II dan III di Sungai Belawan

Kadar Organik Substrat

Kandungan kadar organik substrat pada setiap stasiun di Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu memiliki nilai kandungan kadar organik substrat berbeda. Stasiun I memiliki kandungan kadar organik substrat yaitu 0,666 mg/L, stasiun II memiliki kandungan kadar organik substrat yaitu 0,452 mg/L, dan stasiun III memiliki kandungan kadar organik substrat yaitu 0,391 mg/L. Grafik parameter kadar organik substrat ditampilkan pada Gambar 14.

0,118

0,137

0,15

0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 0,16


(52)

Gambar 14. Nilai Rata-Rata Kadar Organik Substrat Pada Stasiun I, II dan III di Sungai Belawan Status Mutu Air

Kualitas air yang ditentukan dari nilai parameter fisika dan kimia perairan dilakukan dengan menggunakan metode Storet untuk memperoleh total skor yang menunjukkan status mutu air. Pemberian skor setiap parameter per stasiun yang terdapat pada Lampiran 5 dikelompokkan sesuai peruntukan baku mutu air kelas I (bahan baku air minum dan peruntukan lain dengan syarat kualitas air yang sama), II (prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan pertanaman), III (pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan pertanaman), dan IV (pertanaman) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 (Lampiran 6).

Pada stasiun I diperoleh skor -8 pada peruntukan Kelas I dan skor 0 pada peruntukan Kelas II. Stasiun I memenuhi baku mutu air Kelas II sehingga stasiun I dikategorikan Kelas II (tercemar ringan). Pada stasiun II diperoleh skor -10 pada peruntukan Kelas I dan skor 0 pada peruntukan Kelas II. Stasiun II memenuhi baku mutu air Kelas II sehingga stasiun II dikategorikan Kelas II (tercemar ringan). Pada stasiun III diperoleh skor -18 pada peruntukan Kelas I dan skor 0

0,666

0,452

0,391

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7


(53)

pada peruntukan Kelas II. Stasiun III memenuhi baku mutu air Kelas II sehingga stasiun II dikategorikan Kelas II (tercemar sedang). Kualitas air berdasarkan parameter fisika dan kimia air dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Kualitas Fisika dan Kimia Perairan Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu

Kelas

Stasiun I Stasiun II Stasiun III

Skor Kualitas Air Skor Kualitas Air Skor Kualitas Air I -8 Tercemar

ringan -10

Tercemar

ringan -18

Tercemar sedang

II 0 Memenuhi

baku mutu 0

Memenuhi

baku mutu 0

Memenuhi baku mutu

III 0 Memenuhi

baku mutu 0

Memenuhi

baku mutu 0

Memenuhi baku mutu

IV 0 Memenuhi

baku mutu 0

Memenuhi

baku mutu 0

Memenuhi baku mutu

Pembahasan Suhu

Hasil pengukuran suhu di Perairan Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu yang terdapat pada gambar 6 menunjukkan bahwa nilai rata-rata suhu air pada setiap stasiun yaitu 26ºC pada stasiun I (kontrol), 26,66 ºC pada stasiun II (Pengerukan Pasir) dan 26,66 ºC pada stasiun III (Aktivitas Rekreasi dan MCK). Cuaca pada saat pengamatan cenderung kurang stabil. Kondisi cuaca stasiun I pada saat pengamatan cukup panas sedangkan pada stasiun II cuaca mendung dan pada stasiun III hujan. Namun perbedaan cuaca tidak menunjukkan adanya perbedaan yang cukup drastis terhadap suhu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Azwar (2001) bahwa perbedaan suhu pada suatu perairan dipengaruhi oleh 4


(54)

faktor, yakni : (1) variasi jumlah panas yang diserap (2) pengaruh konduksi panas (3) pertukaran tempat massa air secara lateral oleh arus dan (4) pertukaran air secara vertikal.

Hasil pengukuran suhu air selama penelitian memperlihatkan bahwa suhu air pada masing-masing stasiun penelitian tidak menunjukkan variasi yang tinggi, yaitu berkisar antara 26 ºC – 26,66 ºC. Rata-rata suhu air tertinggi pada stasiun II dan III (26,66 ºC) dan rata-rata suhu air terendah pada stasiun I (26 ºC). Tingginya suhu disebabkan oleh aktivitas yang terjadi disekitar sungai. Kondisi rata-rata nilai suhu air pada semua stasiun penelitian, baik stasiun kontrol maupun stasiun dengan aktivitas pengerukan pasir dan MCK masih berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh organisme akuatik dan sesuai bagi organisme untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi (2003) bahwa kisaran suhu yang optimum untuk pertumbuhan organisma pada perairan adalah berkisar 20 ºC–30 ºC. Rahmawati (2011) menyatakan bahwa suhu air pada perairan Sungai Diwak berada pada kisaran 25-27 ºC dan merupakan suhu yang normal pada lingkungan perairan.

Pada baku mutu berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001, pemberian skor untuk parameter fisika seperti suhu menggunakan standard deviasi pada masing-masing peruntukan kelas. Sudut deviasi merupakan fluktuasi suhu harian pada suatu daerah atau wilayah. Nilai suhu bisa diperoleh dari website BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) yang dapat di update setiap waktu. Dengan bantuan deviasi maka pemberian skor pada metode Storet di hitung.


(55)

Dari hasil penelitian yang terdapat pada gambar 7 diperoleh nilai kekeruhan yang berbeda dari masing-masing stasiun. Nilai kekeruhan tertinggi terdapat pada stasiun II (pengerukan pasir) yaitu 28,61 mg/l dan nilai kekeruhan terendah terdapat pada stasiun I (kontrol) yaitu 23,19 mg/l. Tingginya nilai kekeruhan pada stasiun II disebabkan oleh adanya aktivitas pengerukan pasir. Aktivitas pengerukan pasir dilakukan secara terus menerus dan menyebabkan pengadukan tanah atau pasir sehingga dapat memicu terjadinya kekeruhan perairan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Manik (2009) bahwa kekeruhan air disebabkan oleh tanah liat halus, berbagai jenis bahan organik, dan sel-sel mikroorganisme.

Menurut Fisesa., dkk (2014) nilai kekeruhan perairan merupakan gambaran dari banyaknya bahan-bahan yang tersuspensi di perairan diantaranya, liat, debu, plankton dan organisme renik. Kekeruhan dapat menyebabkan terhambatnya penetrasi cahaya matahari yang masuk keperairan. Tingkat kekeruhan yang tinggi dapat mempengaruhi kehidupan organisme akuatik misalnya gangguan penglihatan, pernapasan dan penyaringan makanan. Nilai kekeruhan semakin meningkat semakin ke arah hilir. Peningkatan kekeruhan tersebut disebabkan oleh masukan dari arah hulu serta masukan dari limpasan air dari daratan yang dibawa oleh air hujan. Kondisi yang sama juga ditemukan di Sungai Belawan yang telah mengalami penurunan kualitas perairan akibat adanya masukan bahan organik dan tingginya tingkat kekeruhan terutama pada stasiun 2 (pengerukan pasir). Menurut Effendi (2003), nilai kekeruhan <25 mg/l kehidupan organisme akuatik. Sedangkan nilai kekeruhan 25-80 mg/l sedikit berpengaruh terhadap kehidupan organisme akuatik.


(56)

TDS (Padatan Terlarut Total)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat pada gambar 8 diperoleh nilai TDS yang berbeda pada masing-masing stasiun. Nilai TDS tertinggi terdapat pada stasiun II (Pengerukan Pasir) yaitu 184,8 mg/l dan nilai TDS terendah terdapat pada stasiun I (kontrol) yaitu 162,9 mg/l. Tingginya nilai TDS di stasiun II disebabkan oleh aktivitas pengerukan pasir. Dimana aktivitas tersebut menambah beban masukan limbah keperairan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yazwar (2008) bahwa tingginya padatan terlarut pada suatu perairan dikarenakan area tersebut dekat dengan aktivitas manusia sehingga banyak menghasilkan limbah yang masuk ke badan perairan dan akhirnya menambah jumlah partikel terlarut.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa rendahnya nilai padatan terlarut di stasiun I (kontrol) dikarenakan lokasi stasiun I jauh dari aktivitas manusia dan diasumsikan tidak adanya aktivitas yang dominan sehingga limbah yang masuk keperairan masih dapat ditolerir. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yazwar (2008) bahwa rendahnya nilai TDS pada suatu perairan dikarenakan perairan tersebut jauh dari segala aktivitas manusia dan tidak adanya limbah yang masuk ke perairan.

Dissolved Oxygen (DO)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat pada gambar 9 diperoleh nilai DO terendah terdapat di stasiun III yaitu 5 mg/l dan tertinggi terdapat di stasiun I yaitu 5,8 mg/l. Nilai DO yang rendah berasal dari aktivitas pariwisata dan MCK dimana semua aktivitas masyarakat dilakukan disungai


(57)

tersebut. Hal ini tentu berkaitan dengan buangan limbah detergen dari bekas pencucian yang langsung dilakukan di sungai, dimana kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh faktor suhu. Semakin tinggi suhu maka konsentrasi oksigen menurun dan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Barus (2001) bahwa kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi terutama oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu 0 ºC, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2. Konsentrasi menurun sejalan dengan meningkatnya suhu air.

Peningkatan suhu menyebabkan konsentrasi oksigen menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut.

Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan di Perairan Sungai Belawan menunjukkan bahwa kandungan oksigen terlarut di Sungai Belawan tidak memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 batas oksigen terlarut minimal yang diizinkan agar dapat memenuhi kriteria mutu air Kelas I dan Kelas II adalah 6 mg/l. Tinggi rendahnya kandungan oksigen terlarut pada perairan disebabkan oleh tinggi rendahnya senyawa organik dan anorganik yang berasal dari aktivitas yang terjadi di sekitar aliran sungai sehingga menyebabkan terjadinya proses dekomposisi mikroorganisme yang berlangsung secara aerob.

Dari hasil penelitian yang diperoleh nilai DO dari masing-masing stasiun penelitian menunjukkan bahwa kualitas perairan Sungai Belawan Kecamatan Pancur Batu masih menunjukkan kualitas perairan yang kurang baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Barus (2004) yang menyatakan bahwa nilai DO yang mengindikasikan kualitas air adalah berkisar diantara 6-8 mg/l. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Lensun dan Sipriana (2013), nilai DO di perairan


(58)

Sungai Tondano Manado berkisar antara 6,3-7,5 mg/L dan sesuai dengan Baku Mutu Air. Perbedaan nilai DO pada perairan disebabkan oleh tinggi rendahnya arus yang ada pada perairan tersebut.

pH

Hasil pengukuran pH air yang diperoleh (gambar 10) didapat bahwa nilai pH air pada masing-masing stasiun penelitian tidak memperlihatkan perbedaan yang cukup jauh. Rata-rata pH antar stasiun berkisar 7,4 – 7,7. Rata-rata nilai pH air tertinggi ditemukan pada stasiun III (rekreasi dan MCK) sebesar 7,7, dan rata-rata nilai pH air terendah ditemukan pada stasiun I (kontrol) sebesar 7,4. Tingginya nilai pH pada stasiun III disebabkan oleh pengaruh buangan limbah penduduk yang masuk ke perairan sungai. Limbah atau sampah seperti buangan detergen mengandung senyawa kimia yang dapat meningkatkan nilai pH. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ginting (2011) yaitu perubahan pH bisa dipengaruhi oleh adanya buangan senyawa-senyawa yang masuk kedalam lingkungan perairan. Rahmawati (2011) menyatakan nilai pH pada perairan Sungai Diwak masih berada pada rentang Baku Mutu yaitu 6-9.

Secara umum nilai pH yang didapatkan dari semua stasiun penelitian, baik stasiun I (kontrol), stasiun II (pengerukan pasir), maupun stasiun III (rekreasi dan MCK) masih berada dibawah nilai ambang batas baku mutu air untuk kelas I (Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001), dan mampu mendukung kehidupan setiap biota perairan seperti yang dinyatakan dalam keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP No.51/MNLH/I/2004, bahwa kisaran pH yang dapat menopang kehidupan organisme perairan adalah 6.50 - 8.50.


(59)

Biochemichal Oksigen Demand (BOD)

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari 3 stasiun pengamatan (gambar 11), maka nilai BOD tertinggi berada pada stasiun III yaitu 2 mg/l. Sedangkan nilai BOD terendah berada pada stasiun I dengan nilai 1,3 mg/l. Pada stasiun II nilai BOD yaitu 1,8 mg/l. Tingginya nilai BOD pada stasiun III disebabkan oleh buangan limbah domestik yang mengakibatkan meningkatnya proses dekomposisi oleh organisme pengurai, sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi BOD. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pujiastuti, dkk., (2013) bahwa perairan dengan nilai BOD yang tinggi mengindikasikan bahwa bahan pencemar yang ada dalam perairan tersebut juga tinggi, yang menunjukkan semakin banyaknya dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme yang menggunakan sejumlah oksigen di perairan.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari nilai BOD5 didapat bahwa perairan

sungai Belawan merupakan perairan yang tidak tercemar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fadil (2011) bahwa tingkat pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan kandungan nilai BOD5 dimana kandungan ≤ 2,9 mg/l merupakan

perairan yang tidak tercemar, kandungan 3,0 – 5,0 mg/l merupakan perairan yang tercemar ringan, kandungan 5,1 – 14,9 mg/l merupakan perairan yang tercemar

sedang dan kandungan ≥ 15,0 mg/l merupakan perairan yang tercemar berat. Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Lensun dan Sipriana (2011) pada perairan Sungai Tondano Manado sangat jauh berbeda dengan perairan Sungai Belawan. Nilai BOD pada perairan Sungai Tondano Manado berada pada kisaran 15,5-44 mg/L berasal dari buangan limbah domestik.


(60)

Nilai rata-rata konsentrasi nitrat tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu 1,113 mg/l dan terendah pada stasiun I yaitu 0,838 mg/l (gambar 12). Nilai konsentrasi nitrat tinggi di perairan karena nitrat merupakan hasil oksidasi dari amonium dan amoniak yang berasal dari limbah domestik. Karena stasiun III berada pada lokasi yang dekat dengan aktivitas penduduk maka buangan limbah domestik yang banyak mengandung amoniak jelas akan menyebabkan jumlah nitrat menjadi lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yazwar (2008) bahwa nitrat merupakan hasil oksidasi terakhir dari amonium dan amoniak yang berasal dari limbah domestik. Buangan limbah domestik yang mengandung amoniak menyebabkan meningkatnya kandungan nitrat.

Dari hasil yang telah diperoleh, kandungan nitrat pada perairan Sungai Belawan yang berkisar antara 0,838 – 1,113 mg/l masih sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 dimana baku mutu parameter nitrat (NO3)

untuk peruntukan air kelas I adalah 10 mg/l. Jika dilihat dari kandungan nitratnya, perairan Sungai Belawan tergolong tidak memiliki kesuburan yang tinggi. Menurut Nugroho (2006), klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan kandungan nitrat 1,13 – 11,29 mg/l tergolong perairan dengan kesuburan yang tinggi. Barus (2004) menyatakan nitrat merupakan produk akhir dari proses penguraian protein dan nutrisi yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk dapat tumbuh dan berkembang.

Fosfat (PO4-P)

Nilai rata-rata konsentrasi fosfat tertinggi berada pada stasiun III yaitu 0,15 mg/l dan konsentrasi fosfat terendah berada pada stasiun I yaitu 0,118 mg/l (gambar 13). Nilai konsentrasi fosfat yang tertinggi bersumber dari aktivitas


(61)

domestik karena setiap sisa atau buangan rumah tangga (mandi, cuci, kakus) dan penggunaan detergen yang mengandung fosfat dialirkan melalui tanah dan bergabung dengan buangan lain masuk ke dalam perairan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sasongko (2006) bahwa fosfat dapat bersumber dari air buangan penduduk, penggunaan detergen, dan sisa makanan yang dibuang ke perairan.

Dilihat dari kandungan fosfatnya, yaitu antara 0,118–0,15 mg/l perairan Sungai Belawan tergolong jenis perairan yang memiliki kesuburan cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nugroho (2006) bahwa klasifikasi kesuburan perairan berdasarkan kandungan fosfat 0,10–0,20 mg/l tergolong perairan dengan kesuburan tinggi.

Kadar Organik Substrat

Nilai rata-rata kandungan kadar organik substrat tertinggi berada pada stasiun I yaitu 0,666% dan kandungan kadar organik substrat terendah berada pada stasiun III yaitu 0,391% (gambar 14). Tingginya kandungan kadar organik substrat pada stasiun I dikarenakan stasiun ini merupakan stasiun dimana tidak adanya aktivitas sehingga banyaknya kandungan bahan organik yang terbawa oleh arus air dan mengendap ke dasar perairan. Menurut Agnitasari (2006), kandungan C (karbon) organik pada substrat menunjukkan banyaknya kandungan bahan organik hasil dekomposisi maupun bahan organik yang terbawa oleh arus air dan mengendap ke dasar perairan.

Tinggi rendahnya kandungan kadar organik substrat pada suatu perairan bersumber dari alam, sintesis dan fermentasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi (2003) bahwa bahan organik pada suatu perairan berasal dari tiga sumber utama yaitu alam, sintesis dan fermentasi. Agnitasari (2006) mengatakan


(62)

umumnya dasar perairan yang berlumpur mengandung C-organik yang lebih banyak dibandingkan dengan tipe sedimen yang tidak berlumpur.

Status Mutu Air

Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil pengukuran yaitu pada stasiun I diperoleh skor -8 pada kelas I yang artinya perairan dalam keadaan tercemar ringan. Namun pada stasiun I yaitu pada kelas II, III dan kelas IV memilki skor 0 yang berarti perairan masih dalam keadaan memenuhi baku mutu. Pada stasiun II diperoleh skor -10 pada kelas I yang artinya perairan dalam keadaan tercemar ringan. Namun pada stasiun II yaitu pada kelas II, III dan kelas IV memilki skor 0 yang berarti perairan masih dalam keadaan memenuhi baku mutu. Pada stasiun III diperoleh skor -18 pada kelas I yang artinya perairan dalam keadaan tercemar sedang. Namun pada stasiun III yaitu pada kelas II, III dan kelas IV memilki skor 0 yang berarti perairan masih dalam keadaan memenuhi baku mutu. Pemberian skor pada masing-masing stasiun dilakukan menggunakan metode storet untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan sehingga dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui baku mutu air. Hal ini sesuai dengan KMNLH tahun 2003 bahwa prinsip metode storet adalah membandingkan antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan peruntukannya guna menentukan status mutu air.

Stasiun I (kontrol) dan stasiun II (pengerukan pasir) merupakan stasiun yang tercemar ringan, meskipun pada stasiun I tidak terdapat aktivitas yang dominan jika dibandingkan dengan stasiun II namun tercemarnya perairan pada stasiun I dikarenakan alur sungai yang berasal dari hilir sungai yang membawa sisa-sisa unsur hara. Ada dua sumber pencemar air yaitu sumber dari titik tetap


(1)

TDS mg/L 1000 187,2 182,6 184,8 0 0 0 0 Kimia

DO mg/L ≥4 5,4 4,8 5,1 0 0 0 0

pH - 6-9 7,7 7,3 7,5 0 0 0 0

BOD mg/L 3 2 1,8 1,8 0 0 0 0

Nitrat mg/L 10 1,025 1,012 1,020 0 0 0 0

Fosfat mg/L 0,2 0,138 0,135 0,137 0 0 0 0

Total Skor 0

Peruntukan Kelas III PP No. 82 Tahun 2001

Parameter Satuan Baku Mutu

Hasil Pengukuran

Skor Maks

Skor Min

Skor Rata-rata

Skor Maks Min

Rata-rata Fisika

Suhu oC deviasi 3 27 26 26,66 0 0 0 0

Kekeruhan

(TSS) mg/L 400 28,86 28,42 28,61 0 0 0 0

TDS mg/L 1000 187,2 182,6 184,8 0 0 0 0

Kimia

DO mg/L ≥3 5,4 4,8 5,1 0 0 0 0

pH - 6-9 7,7 7,3 7,5 0 0 0 0

BOD mg/L 6 2 1,8 1,8 0 0 0 0

Nitrat mg/L 20 1,025 1,012 1,020 0 0 0 0

Fosfat mg/L 1 0,138 0,135 0,137 0 0 0 0


(2)

Lampiran 5. Lanjutan

Peruntukan Kelas IV PP No. 82 Tahun 2001

Parameter Satuan Baku Mutu

Hasil Pengukuran

Skor Maks

Skor Min

Skor Rata-rata

Skor Maks Min

Rata-rata Fisika

Suhu oC deviasi 5 27 26 26,66 0 0 0 0

Kekeruhan

(TSS) mg/L 400 28,86 28,42 28,61 0 0 0 0

TDS mg/L 2000 187,2 182,6 184,8 0 0 0 0

Kimia

DO mg/L ≥0 5,4 4,8 5,1 0 0 0 0

pH - 5-9 7,7 7,3 7,5 0 0 0 0

BOD mg/L 12 2 1,8 1,8 0 0 0 0

Nitrat mg/L 20 1,025 1,012 1,020 0 0 0 0

Fosfat mg/L 5 0,138 0,135 0,137 0 0 0 0

Total Skor 0

Stasiun III (Rekreasi dan MCK)

Peruntukan Kelas I PP No. 82 Tahun 2001

Parameter Satuan Baku Mutu

Hasil Pengukuran

Skor Maks

Skor Min

Skor Rata-rata

Skor Maks Min

Rata-rata Fisika


(3)

Suhu oC deviasi 3 27 26 26,66 0 0 0 0 Kekeruhan

(TSS) mg/L 50 26,76 25,12 26,18 0 0 0 0

TDS mg/L 1000 176,8 170,4 174,2 0 0 0 0

Kimia

DO mg/L ≥6 5,2 5 5 -2 -2 -6 -10

pH - 6-9 8,1 7,5 7,7 0 0 0 0

Lampiran 5. Lanjutan

Parameter Satuan Baku Mutu

Hasil Pengukuran

Skor Maks

Skor Min

Skor Rata-rata

Skor Maks Min

Rata-rata

BOD mg/L 2 2,2 2 2,1 -2 0 -6 -8

Nitrat mg/L 10 1,123 1,106 1,113 0 0 0 0

Fosfat mg/L 0,2 0,153 0,147 0,150 0 0 0 0

Total Skor -18

Peruntukan Kelas II PP No. 82 Tahun 2001

Parameter Satuan Baku Mutu

Hasil Pengukuran

Skor Maks

Skor Min

Skor Rata-rata

Skor Maks Min

Rata-rata Fisika

Suhu oC deviasi 3 27 26 26,66 0 0 0 0

Kekeruhan

(TSS) mg/L 50 26,76 25,12 26,18 0 0 0 0


(4)

Kimia

DO mg/L ≥4 5,2 5 5 0 0 0 0

pH - 6-9 8,1 7,5 7,7 0 0 0 0

BOD mg/L 3 2,2 2 2,1 0 0 0 0

Nitrat mg/L 10 1,123 1,106 1,113 0 0 0 0

Fosfat mg/L 0,2 0,153 0,147 0,150 0 0 0 0

Total Skor 0

Peruntukan Kelas III PP No. 82 Tahun 2001

Parameter Satuan Baku Mutu

Hasil Pengukuran

Skor Maks

Skor Min

Skor Rata-rata

Skor Maks Min

Rata-rata Fisika

Suhu oC deviasi 3 27 26 26,66 0 0 0 0

Lampiran 5. Lanjutan

Parameter Satuan Baku Mutu

Hasil Pengukuran

Skor Maks

Skor Min

Skor Rata-rata

Skor Maks Min

Rata-rata Kekeruhan

(TSS) mg/L 400 26,76 25,12 26,18 0 0 0 0

TDS mg/L 1000 176,8 170,4 174,2 0 0 0 0

Kimia

DO mg/L ≥3 5,2 5 5 0 0 0 0


(5)

BOD mg/L 6 2,2 2 2,1 0 0 0 0

Nitrat mg/L 20 1,123 1,106 1,113 0 0 0 0

Fosfat mg/L 1 0,153 0,147 0,150 0 0 0 0

Total Skor 0

Peruntukan Kelas IV PP No. 82 Tahun 2001

Parameter Satuan Baku Mutu

Hasil Pengukuran

Skor Maks

Skor Min

Skor Rata-rata

Skor Maks Min

Rata-rata Fisika

Suhu oC deviasi 5 27 26 26,66 0 0 0 0

Kekeruhan

(TSS) mg/L 400 26,76 25,12 26,18 0 0 0 0

TDS mg/L 2000 176,8 170,4 174,2 0 0 0 0

Kimia

DO mg/L ≥0 5,2 5 5 0 0 0 0

pH - 5-9 8,1 7,5 7,7 0 0 0 0

BOD mg/L 12 2,2 2 2,1 0 0 0 0

Nitrat mg/L 20 1,123 1,106 1,113 0 0 0 0

Fosfat mg/L 5 0,153 0,147 0,150 0 0 0 0


(6)