Pelaksanaan Perjanjian Kredit Modal Kerja pada PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol Medan

32

BAB II
PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT MODAL KERJA PADA PT. BANK
MANDIRI CABANG IMAM BONJOL MEDAN
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit Modal Kerja
1.

Pengertian Perjanjian Kredit Modal Kerja
Perjanjian kredit (credit/loan agreement) merupakan salah satu perjanjian

yang dilakukan antara bank dengan nasabahnya. Perjanjian kredit sebenarnya dapat
dipersamakan dengan perjanjian utang-piutang. Perbedaannya, istilah perjanjian
kredit umumnya dipakai oleh bank sebagai kreditur, sedangkan perjanjian utangpiutang umumnya dipakai oleh masyarakat dan tidak terkait dengan bank.46
Pemberian istilah “perjanjian kredit” memang tidak tegas dinyatakan dalam
peraturan

perundang-undangan.

Namun,


berdasarkan

surat

Bank

Indonesia

No.03/1093/UPK/KPD tanggal 29 Desember 1970 yang ditujukan kepada segenap
Bank Devisa saat itu, pemberian kredit diinstruksikan harus dibuat dengan surat
perjanjian kredit sehingga perjanjian pemberian kredit tersebut sampai saat ini disebut
Perjanjian Kredit.47 Dalam praktek, bentuk dan materi perjanjian kredit antara satu
bank dengan bank yang lainnya tidak sama, hal ini disesuaikan dengan ketentuan
yang berlaku disuatu Bank serta kebutuhan masing-masing bank dan disesuaikan
jenis kreditnya. Ada beberapa hal yang biasanya dicantumkan dalam perjanjian

46

Frank Taira Supit, “Aspek-Aspek Hukum Dari “Loan Agreement” dalam Dunia Bisnis
Internasional”, Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perkreditan (Jakarta: Badan Pembinaan

Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1985), hal. 45.
47
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, (Bandung: Alfabeta, 2003), hal. 99.

32

Universitas Sumatera Utara

33

kredit, misalnya berupa definisi istilah-istilah yang akan dipakai dalam perjanjian,
jumlah dan batas waktu pinjaman, serta pembayaran kembali (repayment) pinjaman,
penetapan bunga pinjaman dan denda bila debitur lalai dalam melaksanakan
kewajibannya.
Perjanjian kredit ini perlu mendapatkan perhatian yang khusus baik oleh bank
sebagai kreditur maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit
mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaannya maupun
penatalaksanaan kredit itu sendiri. Adapun fungsi dari perjanjian kredit adalah
sebagai berikut :
a. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit

merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang
mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan
b. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan
kewajiban diantara kreditur dan debitur
c. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit
d. Salah satu jenis kredit menurut tujuan dan kegunaannya adalah kredit modal kerja
atau kredit perdagangan, yaitu kredit yang akan dipakai oleh debitur untuk
menambah modal kerja atau usaha. Kredit modal kerja termasuk kepada
penggolongan kredit jangka pendek; yakni kredit yang jangka waktunya tidak
melebihi 1 tahun.48 Namun dapat dilakukan perpanjangan kembali jika debitur
masih membutuhkannya.
Kredit modal kerja merupakan kredit untuk perorangan atau badan usaha
lainnya sebagai tambahan permodalan untuk pengembangan usaha yang telah
berjalan, minimal 1 tahun, dan memiliki perijinan usaha. Adapun fungsi dari kredit
modal kerja adalah sebagai berikut:
a. Penarikan dapat dilakukan setiap saat sesuai kebutuhan usaha.

48

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 2001), hal. 238.

Universitas Sumatera Utara

34

b. Bagian yang belum ditarik tidak dikenakan bunga.
c. Aktivasi keuangan disalurkan melalui rekening pinjaman.
d. Membantu untuk mengantisipasi pengeluaran musiman atau pengeluaran tak
terduga.
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perjanjian kredit modal kerja
merupakan salah satu perjanjian yang dilakukan antara bank selaku kreditur dengan
nasabahnya selaku debitur, yang jangka waktunya tidak melebihi satu tahun, namun
dapat dilakukan perpanjangan kembali jika sudah habis masa berlakunya dan debitur
masih membutuhkan kredit modal kerja tersebut.
Kredit modal kerja diberikan untuk jangka waktu maksimal 1 tahun dengan
nilai pencairan kredit maksimal 70% (tujuh puluh persen) dari total kebutuhan modal
kerja, 30% (tiga puluh persen) dibiayai sendiri, dengan jaminan usaha itu sendiri,
jaminan tambahan disertakan hanya jika dibutuhkan saja. Namun, kebijakan setiap
lembaga keuangan tentu berbeda-beda.49 Terdapat 2 jenis perjanjian Kredit Modal

Kerja yang dikenal dalam Bank Mandiri, yaitu perjanjian Kredit Modal Kerja
Revolving dan perjanjian Kredit Modal Kerja Non-Revolving.
Perjanjian Kredit Modal Kerja Revolving adalah fasilitas kredit yang
penggunaan atau penarikan dan pelunasannya dapat dilakukan berulang kali selama
jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian kredit. Dalam perjanjian Kredit
Modal Kerja Revoving, debitur diberi suatu plafond/limit kredit tertentu dan plafon
tersebut merupakan jumlah dana maksimum yang dapat ditarik. Kebutuhan dana
49

Loc.cit

Universitas Sumatera Utara

35

dalam perjanjian Kredit Modal Kerja Revolving tergantung dari cash flow atau arus
kas.
Dalam perjanjian Kredit Modal Kerja Non-Revolving, merupakan fasilitas
kredit yang penggunaan atau penarikan dan pelunasannya tidak dapat dilakukan
berulang kali selama jangka waktu fasilitas kredit, namun dilakukan sesuai dengan

yang telah diperjanjikan. Dalam Perjanjian Kredit Modal Kerja Non-Revolving,
debitur tidak dapat menarik dana yang telah dilunasi dengan demikian outstanding
pinjaman akan terus menurun.
2.

Prinsip Perjanjian Kredit Modal Kerja
Terkait dengan pemberian kredit terhadap nasabah maka pihak perbankan

harus menentukan bahwa nasabah (debitur) dapat dipercaya. Untuk mengetahui
bahwa nasabah dapat dipercaya guna memperoleh kredit maka pada umumnya dunia
perbankan menggunakan prinsip-prinsip perkreditan sebagai pisau analisis, prinsipprinsip tersebut adalah sebagai berikut :50
a. Prinsip Kepercayaan: karena kredit berarti kepercayaan, maka dalam hal
pemberian kredit haruslah ada kepercayaan dari kreditur bahwa dana tersebut
akan bermanfaat bagi debitur dan kepercayaan dari kreditur bahwa debitur dapat
mengembalikan dana tersebut.
b. Prinsip Kehati-hatian: Agar kredit atau pembiayaan tidak menjadi macet, maka
dalam memberikan kredit dan pembiayaan, haruslah cukup kehati-hatian dari
pihak kreditur dengan menganalisis dan mempertimbangkan semua faktor yang
relevan. Untuk itu perlu dilakukan pengawasan terhadap suatu pemberian kredit.
c. Prinsip Sinkronisasi : Prinsip sinkronisasi (matching) merupakan suatu prinsip

yang mengharuskan adanya sinkronisasi antara pinjaman dengan assets/income
dari debitur.

50

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 112.

Universitas Sumatera Utara

36

d. Prinsip Kesamaan Valuta : Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah sedapatdapatnya adanya kesamaan antara jenis valuta untuk kredit/ pembiayaan dengan
penggunaan dana tersebut, sehingga risiko fluktuasi mata uang dapat dihindari.
e. Prinsip Perbandingan antara Pinjaman dengan Modal : Dalam hal ini yang
dimaksudkan adalah antara pinjaman dengan modal haruslah dalam suatu rasio
yang wajar.
f. Prinsip Perbandingan antara Pinjaman dengan Aset : Dalam hal ini yang
dimaksudkan adalah antara pinjaman dengan asset haruslah dalam suatu rasio
yang wajar.
Prinsip 5 C, dalam hal ini yang dimaksudkan adalah haruslah yang

diperhatikan dari debitur, yaitu: a) Character (kepribadian), b) Capacity
(kemampuan), c) Capital (modal), d) Condition of economy (kondisi ekonomi), e)
Collateral (agunan).51
a. Character: adalah keadaan watak dari nasabah, baik dalam kehidupan pribadi
maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaian terhadap karakter ini
adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana kemauan nasabah untuk memenuhi
kewajibannya (willingness to pay) sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan.
Sebagai alat untuk memperoleh gambaran tentang karakter dari calon nasabah
tersebut, dapat ditempuh melalui upaya antara lain:
1) Meneliti riwayat hidup calon nasabah;
2) Meneliti reputasi calon nasabah tersebut di lingkungan usahanya;
3) Meminta bank to bank information (Sistem Informasi Debitur);
4) Mencari informasi kepada asosiasi-asosiasi usaha dimana calon nasabah
berada;

51

Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), hal. 101.

Universitas Sumatera Utara


37

5) Mencari informasi apakah calon nasabah suka berjudi;
6) Mencari informasi apakah calon nasabah memiliki hobi berfoya-foya.
b. Capital: adalah jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh calon nasabah.
Semakin besar modal sendiri dalam perusahaan, tentu semakin tinggi
kesungguhan calon nasabah dalam menjalankan usahanya dan bank akan merasa
lebih yakin dalam memberikan kredit. Modal sendiri juga diperlukan bank
sebagai alat kesungguhan dan tangung jawab nasabah dalam menjalankan
usahanya karena ikut menanggung resiko terhadap gagalnya usaha. Dalam
praktik, kemampuan capital ini dimanifestasikan dalam bentuk kewajiban untuk
menyediakan self-financing, yang sebaiknya jumlahnya lebih besar daripada
kredit yang dimintakan kepada bank.
c. Capacity: adalah kemampuan yang dimiliki calon nasabah dalam menjalankan
usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaan dari penilaian ini
adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana calon nasabah mampu untuk
mengembalikan atau melunasi utang-utangnya secara tepat waktu dari usaha yang
diperolehnya. Pengukuran capacity tersebut dapat dilakukan melalui berbagai
pendekatan berikut ini:

1) Pendekatan historis, yaitu menilai past performance, apakah menunjukkan
perkembangan dari waktu ke waktu.
2) Pendekatan finansial, yaitu menilai latar belakang pendidikan para pengurus

Universitas Sumatera Utara

38

3) Pendekatan yuridis, yaitu secara yuridis apakah calon nasabah mempunyai
kapasitas untuk mewakili badan usaha yang diwakilinya untuk mengadakan
perjanjian kredit dengan bank.
4) Pendekatan manajerial, yaitu menilai sejauh mana kemampuan dan
keterampilan

nasabah

melaksanakan

fungsi-fungsi manajemen


dalam

memimpin perusahaan.
5) Pendekatan teknis, yaitu untuk menilai sejauh mana kemampuan calon
nasabah mengelola faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, sumber bahan
baku, peralatan-peralatan, administrasi dan keuangan, industrial relation
sampai pada kemampuan merebut pasar.
d. Collateral: adalah barang-barang yang diserahkan nasabah sebagai agunan
terhadap kredit yang diterimanya. Collateral tersebut harus dinilai oleh bank
untuk mengetahui sejauh mana resiko kewajiban finansial nasabah kepada bank.
Pada hakikatnya bentuk collateral tidak hanya berbentuk kebendaan tetapi juga
collateral yang tidak berwujud seperti jaminan pribadi (borgtocht), letter of
guarantee, letter of comfort, rekomendasi dan avalis.
e. Condition of Economy: yaitu situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya
yang

mempengaruhi

keadaan

perekonomian

pada

suatu

saat

yang

kemungkinannya mempengaruhi kelancaran perusahaan calon debitur. Untuk
mendapat gambaran mengenai hal tersebut, perlu diadakan penelitian mengenai
hal-hal antara lain:
1) Keadaan konjungtur

Universitas Sumatera Utara

39

2) Peraturan-peraturan pemerintah
3) Situasi, politik dan perekonomian dunia
4) Keadaan lain yang memengaruhi pemasaran
3.

Dasar Hukum Perjanjian Kredit Modal Kerja
Menurut Subekti, semua pemberian kredit pada hakekatnya merupakan

perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 KUHPerdata 1769 KUHPerdata. Perjanjian pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian dengan
mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu
barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang
terakhir ini mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula
(Pasal 1754 KUHPerdata).52
Salah satu dasar yang kuat dan jelas bagi bank mengenai keharusan adanya
suatu perjanjian kredit adalah ketentuan dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan, sebagaimana telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 yang rumusannya: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihantagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan.”

52

Subekti, Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia, cet. ke-5,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 3.

Universitas Sumatera Utara

40

Pencantuman kalimat persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam dalam
rumusan pasal diatas, memiliki maksud sebagai berikut:
a. Bahwa pembentuk undang-undang bermaksud untuk menegaskan bahwa
hubungan kredit bank adalah hubungan kontraktual antara bank dengan nasabah
debitor yang berbentuk pinjam-meminjam. Dengan demikian bagi hubungan
kredit bank berlaku Buku Ketiga (tentang Perikatan) pada umumnya dan Bab
Ketiga belas (tentang pinjam-meminjam) KUHPerdata pada khususnya.
b. Bahwa pembentuk undang-undang bermaksud untuk mengharuskan hubungan
kredit bank dibuat berdasarkan perjanjian kredit tertulis.
Dasar hukum yang melandasi suatu perjanjian kredit bank adalah sebagai
berikut:53
a. Perjanjian di antara para pihak
Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Maka
dengan ketentuan pasal itu berlaku sah setiap perjanjian yang dibuat secara sah
bahkan kekuatannya sama dengan kekuatan undang-undang. Demikian pula dalam
bidang perkreditan, khususnya kredit bank yang diawali oleh satu perjanjian yang
sering disebut dengan perjanjian kredit dan umumnya dilakukan dalam bentuk
tertulis.
b. Undang-Undang tentang Perbankan

53

Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1996), hal. 9.

Universitas Sumatera Utara

41

Di Indonesia undang-undang yang khusus mengatur tentang Perbankan adalah
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-Undang No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan.
c. Peraturan pelaksanaan dari undang-undang;
Peraturan perundang-undangan seperti ini cukup banyak. Hal ini diakibatkan
oleh karena suatu karakter yuridis dari bisnis perbankan yakni bidang bisnis yang
sarat dengan pengaturan dan petunjuk pelaksanaan (heavy regulated bussiness). Di
antara peraturan perundangan yang levelnya di bawah undang-undang yang mengatur
juga tentang perkreditan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Peraturan Pemerintah;
2) Peraturan perundang-undangan oleh Menteri Keuangan;
3) Peraturan Perundang-undangan oleh Bank Indonesia;
4) Peraturan perundang-undangan lainnya.
5) Yurisprudensi, di samping peraturan perundang-undangan yang telah disepakati
sebagai dasar hukum untuk kegiatan perkreditan yurisprudensi dapat juga menjadi
dasar hukum.
6) Kebiasaan perbankan;
d. Peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
Dalam Ilmu Hukum diajarkan bahwa kebiasaan dapat juga menjadi suatu
sumber hukum. Demikian juga dalam bidang perkreditan, kebiasaan dan praktik
perbankan dapat juga menjadi suatu dasar hukumnya. Memang banyak hal yang telah
lazim dilaksanakan dalam praktek tetapi belum mendapat pengaturan dalam peraturan

Universitas Sumatera Utara

42

perundang-undangan. Hal seperti ini tentu sah-sah saja untuk dilakukan oleh
perbankan, asal saja tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Indonesia Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, bank bahkan dapat
melakukan kegiatan lain dari yang telah diperincikan oleh Pasal 6 nya, jika hal
tersebut merupakan kelaziman dalam dunia perbankan (vide Pasal 6 huruf n).
Dalam pemberian kredit bank seringkali terkait dengan beberapa peraturan
perundang-undangan, sebagai contoh karena kredit pada hakikatnya merupakan suatu
wujud perjanjian, maka akan terkait Buku Ketiga KUHPerdata tentang Perikatan.
Demikian halnya dengan ketentuan mengenai hipotik atau hak tanggungan yang
diatur dalam UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, HIR tentang eksekusi hipotik,
KUH Acara Perdata dan lain-lain.UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan.
Mariam Darus Badrulzaman mengatakan bahwa landasan perkreditan yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967. Undang-Undang Pokok
Perbankan terdiri dari landasan idiil, landasan konstitusional, dan landasan politis.
Landasan idiil menurutnya adalah pembinaan sistem ekonomi terpimpin yang
berdasarkan pada Pancasila yang menjamin berlangsungnya Demokrasi Ekonomi dan
bertujuan menciptakan masyarakat adil dan dan makmur yang diridhai oleh Tuhan
Yang Maha Esa seperti yang tercantum dalam Pasal 5 Ketetapan MPRS Nomor
XXIII/MPRS/1966. Sedangkan landasan konstitusional Undang-Undang Perbankan

Universitas Sumatera Utara

43

Tahun 1967 ialah Pasal 33 UUD RI Tahun 1945 yang menurutnya mengandung
ajaran Demokrasi Ekonomi.54
Landasan konstitusional tersebut di atas dijabarkan dalam TAP MPRS RI
Nomor XXIII/MPRS/1966 Pasal 6 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan
Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, jo. Bab III B Pasal 14 ayat a TAP MPR RI
Nomor IV/MPR/1978 yang di dalamnya diuraikan tentang ciri-ciri positif Demokrasi
Ekonomi. UU Perbankan 1967 merupakan landasan politis yang seterusnya
dituangkan dalam TAP MPR No.IV/MPR/1973 dan TAP MPR RI No.IV/MPR/1978
tentang GBHN, dan dilanjutkan pula dalam TAP-TAP MPR berikutnya.
Selanjutnya Mariam Darus Badrulzaman, menganalisis landasan hukum
perkreditan berdasar UU Pokok Perbankan 1967 dihubungkan dengan perjanjian
pinjam mengganti yang tercantum dalam Pasal 1754 KUHPerdata. Dengan landasan
yuridis yang telah dipaparkan, beliau menyimpulkan bahwa perkreditan seperti yang
tercantum dalam UU Pokok Perbankan 1967 bukan ketentuan-ketentuan perjanjian
pinjam mengganti menurut KUHPerdata. Sampai saat ini pengaturan perjanjian kredit
di dalam pengaturan hukum masih bersifat sporadis. Inventarisasi aturan perjanjian
kredit yang dilakukan Mariam Darus Badrulzaman, yaitu:
a.

KUH Perdata Bab XIII, mengenai perjanjian pinjam meminjam uang.

b.

UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 (UU Perbankan):
1) Pasal 1 ayat (12) tentang Perjanjian Kredit.

54

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Citra Aditya Bhakti: Bandung,
1992), hal. 56.

Universitas Sumatera Utara

44

2) Perjanjian anjak piutang, yaitu perjanjian pembiayaan dalam bentuk
pembelian atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan-tagihan
jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar
negeri.
3) Perjanjian kartu kredit, yaitu perjanjian dagang dengan mempergunakan kartu
kredit yang kemudian diperhitungkan untuk melakukan pembayaran melalui
penerbit kartu kredit.
4) Perjanjian sewa guna usaha, yaitu perjanjian sewa menyewa barang yang
berakhir dengan opsi untuk meneruskan perjanjian itu atau melakukan jual
beli.
c.

Perjanjian sewa beli, yaitu perjanjian yang pembayarannya dilakukan secara
angsuran dan hak milik atas barang itu beralih kepada pembeli setelah
angsurannya lunas dibayar (Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 34/KP/II/80). 55

B. Pelaksanaan Perjanjian Kredit Modal Kerja pada PT. Bank Mandiri
Cabang Imam Bonjol di Medan
Bentuk pelaksanaan dan prosedur perjanjian Kredit Modal Kerja pada PT.
Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol di Medan melalui beberapa tahap, yaitu:
1. Penetapan Target Market
Target market merupakan identifikasi awal terhadap bidang usaha/(calon)
debitur/ kelompok (calon) debitur yang potensial sekaligus merupakan arah dan
55

Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, (Refika Aditama, 2016), hal.

139-141.

Universitas Sumatera Utara

45

prioritas usaha yang akan dibiayai oleh Bank. Kelompok (calon) debitur adalah
sekelompok (calon) debitur yang menjadi target market pada suatu area tertentu
dengan jenis usaha yang sama atau berbeda.
a. Penentuan Target Market

Pihak Bank Mandiri harus proaktif dalam menentukan bidang usaha / (calon)
debitur/kelompok/cluster sebagai target market.56 Dalam penetapan target market,
maka Bank Mandiri perlu mempertimbangkan dan 
melakukan pengkajian terhadap
hal-hal sebagai berikut :
1) Memilih jenis usaha yang potensial
Dapat dilihat dari debitur memiliki usaha dengan prospek yang baik.

Potensi wilayah setempat memungkinkan berkembangnya jenis usaha tersebut.
Memiliki produk usaha mempunyai nilai tambah dan pasar yang jelas.

Pemerintahpun mendukung pengembangan jenis usaha tersebut. 
Dan past
performance jenis usaha tersebut di Bank cukup baik (NPL rendah). 

2) Membatasi jenis usaha yang memerlukan perhatian khusus :
Debitur dengan jenis usaha yang harga produk/komoditasnya sangat
fluktuatif. Dan peraturan pemerintah tidak menunjang pengembangan jenis
usaha ekonomi tersebut. 

b. Target Market dari pihak Bank Mandiri

56

Hasil wawancara dengan pegawai PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol di Medan :
Rahmat, Portofolio Management Officer, pada tanggal 3 Oktober 2016

Universitas Sumatera Utara

46

1) Debitur eksisting lebih dari 3 (tiga) tahun yang memiliki kolektibilitas lancar
dan 
mempunyai potensi peningkatan limit kredit. 

2) Usaha Kecil Menengah unggulan di wilayah kerja Business Unit yang
memiliki track record/nama baik di Wilayah dengan potensi untuk dibiayai
atau eks debitur unggulan Bank yang telah di take-over bank lain.
3) Koperasi karyawan BUMN dan swasta unggulan.
4) KUD/Koperasi yang bermitra dengan perusahaan inti debitur segmen
Commercial 
dan Corporate.
5) Aliansi dengan debitur segmen Commercial dan Corporate.
c. Risk Acceptance Criteria
Risk Acceptance Criteria (RAC) adalah kriteria untuk menyeleksi kelompok
(calon) debitur untuk menjadi target market/targeted customer (sebagai prescreening). 
Dalam rangka penyaluran kredit kepada kelompok (calon) debitur
ditetapkan RAC :
1) Memiliki pengalaman usaha minimal 3 (tiga) tahun di bidang usaha sejenis.
2) Memiliki legalitas usaha minimal Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
3) Memiliki fixed asset yang marketable dan dapat diagunkan dengan nilai yang
memadai.
4) Kemampuan keuangan calon debitur baik, berdasarkan Saldo rata-rata
tabungan/ giro selama 12 bulan terakhir (di Bank Mandiri maupun bank

Universitas Sumatera Utara

47

lainnya) minimal sebesar 3 kali rencana pembayaran kewajiban kepada
Bank/bulan, atau EBITDA (earnings before interest, taxes, depreciation and
amortization) minimal 2 kali pembayaran kewajiban kepada Bank/tahun.

Catatan : 
Pembiayaan Bank 70% dari kebutuhan debitur dengan toleransi 20
% dari 70 % atau ditetapkan dalam Manual Produk.
5) Berdasarkan IDI–Bank Indonesia, calon debitur/perusahaan/pengurus/ pemilik
tidak memiliki kredit bermasalah dan tidak masuk Daftar Hitam. RAC dapat
disesuaikan untuk masing-masing Kredit Program.
2. Mekanisme Pengumpulan Data dan Credit Checking
a. Data dan Informasi Debitur
Data dan informasi adalah semua data dan informasi yang diperlukan untuk
analisa permohonan kredit yang diajukan oleh (calon) debitur. Data dan informasi
disesuaikan dengan kebutuhan analisa, antara lain meliputi:57
1) Informasi Data.
2) Surat/form aplikasi permohonan kredit dari (calon) debitur yang di dalamnya
memuat tujuan penggunaan kredit.
3) Akta Pendirian (berikut perubahannya) dan data berupa dokumen keputusan
pengesahan/persetujuan/pendaftaran badan usaha.
4) Copy KTP yang masih berlaku (disesuaikan dengan aslinya).

57

Hasil wawancara dengan pegawai PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol di Medan :
Rahmat, Portofolio Management Officer, pada tanggal 3 Oktober 2016.

Universitas Sumatera Utara

48

5) Susunan pengurus dan pemegang saham berikut keterangan mengenai
hubungan dan atau jabatan masing-masing anggota pengurus dengan
perusahaan lain (jika ada).
6) Curriculum Vitae dari para pengurus/pemilik.
7) Jumlah saham (modal) yang dimiliki dan atau jabatan yang dipegang pada
perusahaan, serta bagaimana hubungan perusahaan tersebut dengan Bank (jika
ada).
8) Copy Nomor Pokok Wajib Pajak/NPWP (untuk limit tertentu yang
mensyaratkan NPWP). Catatan:
apabila (calon) debitur belum memiliki
NPWP, maka Bank meminta surat pernyataan dari (calon) debitur bahwa yang
bersangkutan akan mengurus untuk mendapatkan NPWP.
9) Hasil SID Bank Indonesia terbaru (maksimal 2 bulan sebelum tanggal NAK)
dan atau Informasi Antar Bank.
10) Daftar Hitam Bank Indonesia, periode 1 (satu) tahun terakhir.
11) Copy bukti kepemilikan agunan yang akan diserahkan (calon) debitur.
Catatan: 
Status kepemilikan SHPTU (Sertifikat Hak Pemilikan Tempat
Usaha) dapat diterima sebagai agunan, bilamana lokasi/tempat/kios berada
dalam pasar.
12) Laporan hasil inspeksi On the Spot (OTS) ke tempat usaha (calon) debitur.
13) Daftar agunan yang menunjukkan jenis barang, jumlah, ukuran, lokasi, nilai
dan marketability-nya (agunan utama, agunan tambahan), sumber penilaian,

Universitas Sumatera Utara

49

status kepemilikan dan copy bukti kepemilikan yang dilegalisir oleh Bank
Mandiri (disesuaikan dengan aslinya).
14) Data-data yang diperoleh dari sumber lainnya seperti supplier, pelanggan,
distributor, asosiasi terkait, dan pihak lain yang dipandang perlu oleh Bank.
15) Rekomendasi dan atau referensi dari pihak ke-3 (jika diperlukan).
b. Data Perijinan58
1) Perijinan sesuai bidang usaha yang berlaku :
a) Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP). 

b) Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dari Instansi yang berwenang. 
Catatan :
Khusus untuk usaha yang menempati kios di pasar, dapat menggunakan
SIUP yang bersifat kolektif. 

c) Izin Usaha Industri (IUI) dan Tanda Daftar Industri (TDI) dari instansi yang
berwenang. 

d) Ijin Undang-Undang Gangguan sesuai ketentuan pemerintah daerah
setempat (HO/Hinder Ordonantie) untuk industri yang diwajibkan. 

e) AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) untuk rencana
usaha/kegiatan yang diwajibkan atau; Upaya Pengelolaan Lingkungan
(UKL)-Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) atau; Surat Pernyataan
Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (SKPPL) sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
58

Hasil wawancara dengan pegawai PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol di Medan :
Rahmat, Portofolio Management Officer, pada tanggal 3 Oktober 2016.

Universitas Sumatera Utara

50

2) Akta Pendirian (berikut perubahannya) dan data berupa dokumen pengesahan
Perseroan Terbatas (PT) sebagai badan hukum sesuai dengan Undang-undang
Perseroan Terbatas (PT) yang berlaku untuk permohonan (calon) debitur yang
berbentuk Perseroan Terbatas (PT).
c.

Data Keuangan

Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh
mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan
pelaksanaan keuangan dengan baik dan benar. Seperti dengan membuat suatu laporan
keuangan yang telah memenuhi standart dan ketentuan dalam SAK (Standar
Akuntansi Keuangan) atau GAAP (General Aceptep Accounting Priciple), dan
lainnya. 59
Data keuangan yang dilihat pihak PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol di
Medan, yaitu:
1) Neraca dan perhitungan laba/rugi minimal 2 (dua) tahun terakhir termasuk
tahun berjalan, atau Neraca pembukaan bagi usaha/perusahaan yang baru
berdiri, atau informasi/data keuangan yang diperlukan bank.
2) Realisasi aktivitas usaha minimal 6 (enam) bulan terakhir (pembelian,
produksi, dan penjualan dalam kuantum dan nilai).
3) Aktivitas rekening minimal 6 (enam) bulan terakhir di Bank, atau di Bank lain
(jika ada).
4) Rencana biaya dan pendapatan (Proyeksi L/R) minimal selama jangka waktu
kredit yang diminta.
5) Cash budget (cash flow projection) untuk periode selama jangka waktu kredit
yang diminta disertai rencana penarikan dan pelunasan kredit.
d.

Laporan Keuangan Audited :
59

Irham Fahmi, Analisis Kinerja Keuangan, (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 2

Universitas Sumatera Utara

51

Kewajiban penyampaian Laporan Keuangan Audited adalah untuk (calon)
debitur yang memiliki total aktiva dan/atau omzet diatas Rp. 50 Milyar atau limit
kredit di atas Rp. 10 Milyar yang ditetapkan oleh Komite Kredit sesuai limit
kewenangan dengan tetap memperhatikan UU No 40 Tahun 2007. Kredit

kepada

Koperasi dengan pola Channeling atau Inti Plasma dikecualikan dari ketentuan
menyampaikan Laporan Keuangan Audited. 
Dalam hal Bank belum menerima
Laporan Keuangan Audited, Bank dapat menggunakan laporan keuangan Un-Audited
sepanjang data keuangan tersebut akurat berdasarkan:
a) Konfirmasi langsung kepada (calon) debitur dan Laporan Keuangan UnAudited tersebut ditandatangani oleh yang berwenang di perusahaan/usaha
debitur.
b) Pengecekan mutasi dan saldo rata-rata seluruh rekening (calon) debitur di
Bank dan bank lain (jika ada).
c) Hasil informasi dari IDI-BI
d) Disetujui oleh pemegang kewenangan memutus kredit/Komite Kredit sesuai
limit kewenangan.
Laporan keuangan Audited oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) bukan rekanan
Bank dapat diterima, dengan ketentuan :
a) Dalam rangka take-over dari bank lain atau 

b) KAP tersebut memiliki kriteria, sebagai berikut :
(1). KAP tersebut memiliki ijin usaha dari Menteri Keuangan dan
bonafiditasnya cukup terjamin.

Universitas Sumatera Utara

52

(2). KAP telah terdaftar sebagai anggota asosiasi.
(3). Tidak termasuk KAP bermasalah (informasi dimintakan oleh
Business Unit kepada asosiasi).
(4). Hasil audit disampaikan dalam bentuk Laporan Auditor Independen
(LAI) yang harus mencantumkan nomor ijin Akuntan Publik, nama
Akuntan Publik, alamat, dan tandatangan Akuntan Publik.
(5). KAP telah memenuhi Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Kode Etik IAI
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai bidang jasa
yang diberikan.
Apabila laporan keuangan debitur diaudit oleh salah satu KAP rekanan Bank
berulang kali, pegawai PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol di Medan agar
memperhatikan frekuensi penggunaan KAP dimaksud sebagaimana peraturan
Menteri Keuangan yang berlaku untuk menjaga akurasi dan konsistensi laporan
keuangan. Dalam hal debitur diwajibkan menyampaikan Laporan Keuangan Audited,
maka hal tersebut dicantumkan dalam Perjanjian Kredit (PK) antara Bank dengan
debitur. Ketentuan tersebut tidak diberlakukan dalam hal pemberian fasilitas kredit
dengan agunan tunai (termasuk jaminan Pemerintah Indonesia sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku).
e. Metode Memperoleh Informasi
Untuk memperoleh informasi mengenai (calon) debitur, dapat dilakukan
melalui :

Universitas Sumatera Utara

53

1) Solisitasi (Kegiatan Verifikasi Data)
Solisitasi dapat dilakukan dengan interview/pembicaraan secara langsung
dengan (calon) debitur untuk memperoleh keterangan dan mengecek kebenaran data
yang diterima Bank. Pelaksanaan wawancara harus dilaksanakan secara bijaksana dan
sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa aman dan kepercayaan dari (calon)
debitur untuk memberikan penjelasan secara terbuka dan jujur kepada bank.60
2) Kunjungan ke lokasi usaha (On the Spot)
Kunjungan langsung ke tempat usaha (calon) debitur dimaksudkan untuk
mengecek kebenaran data dengan melihat secara fisik tempat usaha dan agunan, serta
menggali aktifitas usaha debitur. 
Kunjungan tersebut dilaksanakan oleh pegawai PT.
Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol di Medan. 
Hasil pemeriksaan wajib dituangkan
dalam laporan kunjungan (Call Report), termasuk komitmen-komitmen dari debitur.
Contoh format dan hal-hal yang perlu digali/dikemukakan atau ditanyakan dalam
wawancara pada saat inspeksi On the Spot. 

3) On Desk
Melakukan hubungan telepon atau website untuk memperoleh informasi
debitur. 

a) Credit Checking
Salah satu cara untuk mengenal debitur dengan lebih baik adalah melalui
credit checking. Credit checking merupakan media verifikasi mengenai
reputasi dan untuk memperoleh keyakinan atas kondisi usaha calon debitur.
Oleh karenanya setiap pemberian kredit harus dilakukan credit checking
secara berkala. 
Credit checking dilakukan melalui Bank Checking.

60

Hasil wawancara dengan pegawai PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol di Medan :
Rahmat, Portofolio Management Officer, pada tanggal 3 Oktober 2016.

Universitas Sumatera Utara

54

Bank Checking dapat dilakukan melalui informasi antar unit kerja,
melakukan klarifikasi pada unit-unit kerja internal Bank untuk mengetahui
informasi rekening, fasilitas kredit yang diperoleh sebelumnya dan
performance kredit sebelumnya (bila ada). Dan Informasi Debitur Individual
(IDI) kepada Bank Indonesia, IDI BI adalah informasi mengenai individu atau
suatu perusahaan dalam berhubungan dengan bank, fasilitas kredit yang
diperoleh, kolektibilitas dan informasi kredit lainnya. Bank dapat secara
langsung menghubungi Bank Indonesia (direct access) untuk meminta IDI BI
melalui Credit Operations Unit.
b) Trade Checking
Trade checking dilakukan kepada sejumlah supplier, pelanggan,
distributor, asosiasi terkait usaha debitur, dan pihak lain yang dipandang perlu
oleh Bank. Di samping itu, checking dapat dilakukan langsung ke
lapangan/market checking (misal ke pasar) untuk mengetahui brand image
dari produk debitur.
Pelaksanaan trade checking dilakukan secara taktis dan strategis, dimana
kepada debitur yang telah lama berhubungan dengan Bank dan atau debitur
yang telah mempunyai nama besar agar dilakukan lebih hati-hati dan seksama
terutama hal-hal yang menyangkut reputasi debitur.61
4) Referensi

61

Hasil wawancara dengan pegawai PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol di Medan :
Rahmat, Portofolio Management Officer, pada tanggal 3 Oktober 2016.

Universitas Sumatera Utara

55

Informasi yang diperoleh secara langsung dari debitur Bank atau dari
Manajemen Bank yang menunjukkan bahwa calon debitur layak untuk diberikan
kredit.
3. Penilaian Agunan
a. Dasar-Dasar Penetapan Nilai Agunan
Menurut Pasal 1 angka 23 UU No. 10 Tahun 1998, dinyatakan, Agunan
adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada bank dalam
rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.
Sehubungan dengan pemberian kredit perbankan jaminan kredit umumnya
dipersyaratkan dalam suatu pemberian kredit maka idealnya jaminan yang diserahkan
kepada bank diharapkan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan memenuhi aspek
yuridis sehingga bila dikemudian hari terjadi masalah maka pihak bank tidak berada
pada posisi yang lemah, karena dari hasil penjualan kembali jaminan dapat menutupi
biaya hutang tidak tertagih.62
Agunan merupakan salah satu unsur dalam analisa kredit, oleh karena itu
benda yang diserahkan debitur kepada Bank sebagai agunan harus dinilai sebelum
kredit diberikan. Hasil penilaian agunan atau nilai pasar yang dapat diterima Bank
harus dicantumkan dalam NAK.
PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol di Medan menilai agunan sesuai
standar penilaian yang ditetapkan PT. Bank Mandiri.
Hal-hal yang diperhatikan
dalam penilaian agunan :
1) Persediaan (inventory)

62

M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbakan Indonesia., (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 102.

Universitas Sumatera Utara

56

Penilaian persediaan memperhatikan sistem perusahaan debitur dalam
menentukan

nilai

persediaan.

Bagi

perusahaan

yang

telah

beroperasi/mempunyai realisasi usaha lebih dari 1 (satu) tahun, jumlah
persediaan yang akan dinilai adalah persediaan rata- rata per bulan minimum
selama

1

tahun

(12

bulan).

Sedangkan

bagi

perusahaan

yang

beroperasi/mempunyai realisasi usaha dibawah 1 (satu) tahun termasuk
perusahaan baru, jumlah persediaan yang akan dinilai adalah jumlah
persediaan yang dipertimbangkan Bank dalam perhitungan kebutuhan modal
kerja debitur.
2) Piutang Dagang
Piutang dagang adalah tagihan-tagihan perusahaan yang timbul karena
adanya penjualan secara kredit dan secara normal dalam jangka pendek yang
dapat diterima Bank sesuai karakteristik bisnis. Dalam penilaian piutang
dagang sebagai agunan agar diperhatikan bahwa piutang tersebut merupakan
piutang dagang lancar, yang dapat dilakukan dengan menggunakan data dari
laporan keuangan atau data dari laporan aging piutang perusahaan.
Penjualan kredit dilaksanakan dengan cara mengirimkan barang sesuai
dengan order yang diterima dari pembeli dan untuk jangka waktu tertentu
perusahaan mempunyai piutang kepada pembeli tersebut. Untuk mencegah tak
tertagihnya piutang, setiap transaksi penjualan kredit pada pembeli selalu
didahului dengan analisis terhadap dapat tidaknya pembeli tersebut diberikan
kredit. 63

63

Mulyadi, Sistem Akuntansi. Edisi ke-3 (Jakarta: Salemba Empat, 2001), hal. 210.

,

Universitas Sumatera Utara

57

Informasi/data mengenai hal tersebut di atas harus dimiliki oleh PT. Bank
Mandiri Cabang Imam Bonjol di Medan guna mengetahui tingkat
kolektibilitas piutang yang akan diterima sebagai agunan. 

3) Tanah
Dalam penilaian agunan berupa tanah agar memperhatikan hak atas tanah
meliputi :
a) Hak Milik,
b) Hak Milik atas Satuan Rumah Susun,
c) Hak Guna Usaha,
d) Hak Guna Bangunan,
e) Hak Pakai atas tanah negara,
f) Hak-Hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas, yang
ditetapkan oleh undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara.
4. Analisa Kredit
a. Nota Analisa Kredit
Nota Analisa Kredit (NAK) adalah media untuk mengusulkan dan
menganalisa permohonan fasilitas kredit (baru, tambahan, perpanjangan) untuk
mendapatkan persetujuan dari pemegang kewenangan memutus kredit/Komite Kredit
sesuai kewenangan. Untuk mempermudah dan mempercepat pemegang kewenangan
memutus kredit/Komite Kredit dalam membaca, memahami dan memutuskan kredit
proposal, maka pengajuan NAK agar disusun secara sistematis, padat dan
informatif.64
Secara umum isi dan susunan NAK meliputi :
a) Informasi debitur dan group. 

b) Fasilitas debitur dan group (baru, tambahan, perpanjangan). 


64

Hasil wawancara dengan pegawai PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol di Medan :
Rapiun Sinaga, Assistant Relationship Manager, pada tanggal 3 Oktober 2016.

Universitas Sumatera Utara

58

c)

Tujuan penggunaan. 


d) Analisa kredit :
(1). Analisa Kualitatif.
(2). Analisa Kuantitatif.
(3). Perhitungan kebutuhan kredit.
(4). Covenant.
e) Payment/track record.
f)

Analisa agunan.

g) Analisa group usaha (apabila ada).
h) Risiko dan mitigasi.
i)
b.

Rekomendasi.

Jenis Nota Analisa Kredit (NAK)
Dalam melakukan analisa kredit dapat menggunakan contoh NAK sebagai

berikut :
1) NAK untuk limit s.d Rp. 2 Miliar.
2) NAK untuk limit di atas Rp. 2 Miliar s.d Rp. 5 Miliar.
3) NAK khusus perpanjangan Kredit Modal Kerja (KMK) untuk limit s.d Rp. 2
Miliar.
4) NAK untuk limit di atas Rp. 5 Miliar s.d Rp. 10 Miliar.
5) NAK dimaksud dilampirkan dokumen pendukung.

Universitas Sumatera Utara

59

Jenis dan format NAK tersebut di atas dapat disesuaikan dan merupakan
kewenangan dari pemegang kewenangan pada PT. Bank Mandiri Cabang Imam
Bonjol di Medan. Perubahan format NAK dilaporkan kepada Unit Pembina Sistem
Kebijakan dan Prosedur.
5. Credit Scoring dan Credit Rating
a. Credit Scoring
SME Scoring System (SMESS) 
SMESS digunakan sebagai scoring tools
dalam proses analisa kredit Business Banking untuk limit s.d Rp. 5 Miliar per
Debitur. Prosedur Scoring
Prosedur dalam melakukan input scoring diatur dalam
ketentuan internal Bank. 
Pegawai PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol di Medan
harus memastikan bahwa data yang di-input dalam scoring system telah sesuai
dengan dokumen yang tersedia.
b. Credit Rating.
Credit Rating merupakan salah satu alat untuk mengukur tingkat risiko gagal
bayar/default (calon) debitur. Credit Rating dilakukan oleh PT. Bank Mandiri Cabang
Imam Bonjol di Medan dengan menggunakan Bank Mandiri Rating System (BMRS).
Credit Rating dilakukan minimal setiap 1 (satu) kali dalam setahun terhadap debitur
baru maupun debitur eksisting. Proses rating harus dilakukan kembali setiap terjadi
perubahan data yang dapat mempengaruhi risiko debitur sebagaimana diatur dalam
Petunjuk Teknis Bank Mandiri Rating System (BMRS).
Laporan keuangan yang
digunakan sebagai dasar perhitungan rating adalah laporan keuangan audited 2 (dua)

Universitas Sumatera Utara

60

periode terakhir dengan masing-masing periode adalah 1 (satu) tahun sesuai tahun
buku debitur.65
Apabila penentuan rating menggunakan laporan keuangan un-audited (inhouse), maka harus dilakukan rating ulang bila laporan keuangan audited telah
tersedia. 
Untuk debitur yang tidak diwajibkan menyerahkan laporan keuangan
audited maka pelaksanaan rating didasarkan pada laporan keuangan un-audited.
Apabila terdapat informasi kualitatif yang berdampak signifikan terhadap
kondisi debitur, Credit Rating segera dilakukan review oleh Business Unit dan Credit
Risk Taking Unit untuk melihat dampaknya terhadap Credit Rating (Customer
Rating). 66

Jenis-jenis rating yang dikenal pada PT. Bank Mandiri adalah:
a) Financial Rating
Financial Rating adalah rating berdasarkan penilaian kondisi keuangan
(neraca & laba rugi) (calon) debitur selama 2 (dua) tahun terakhir (harus tetap
terkoneksi dengan database yang sudah ada).
b) Customer Rating
Customer Rating adalah financial rating yang telah disesuaikan dengan
faktor-faktor kualitatif seperti payment history, industri, kualitas manajemen,
business outlook dan lainnya.

65

Hasil wawancara dengan pegawai PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol di Medan :
Rapiun Sinaga, Assistant Relationship Manager, pada tanggal 3 Oktober 2016.
66
Hasil wawancara dengan pegawai PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol di Medan :
Rapiun Sinaga, Assistant Relationship Manager, pada tanggal 3 Oktober 2016.

Universitas Sumatera Utara

61

c) Facility Rating
Facility rating adalah perkalian parameter risiko, yaitu loss given default,
probability of default (atas dasar Customer Rating) serta exposure at default.
Rating yang digunakan sebagai dasar penetapan limit pemegang kewenangan
adalah Facility Rating.
Untuk (calon) debitur yang hanya mengajukan/memiliki
fasilitas Non Cash Loan (NCL), rating yang digunakan adalah Customer Rating.
Apabila nasabah memiliki beberapa fasilitas dari Bank, maka Facility Rating yang
digunakan adalah Facility Rating terendah dari fasilitas kredit yang diperoleh
nasabah. Kelas rating dapat disesuaikan per jenis rating yang ditetapkan Bank.
Rating untuk Non Cash Loan (NCL) 
Untuk fasilitas NCL, rating yang
digunakan adalah sebagai berikut :
(1). Customer Rating apabila (calon) debitur hanya mengajukan/memiliki
fasilitas NCL.
(2). Facility Rating apabila (calon) debitur telah memiliki fasilitas Cash Loan
(CL).
Prosedur melakukan rating debitur mengacu pada Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Rating. Pemberian Kredit Tanpa Rating
Pemberian fasilitas kredit limit
di atas Rp. 5 Miliar s.d Rp. 10 Miliar tanpa rating 
dapat dilakukan untuk perusahaan
baru yang beroperasi atau berproduksi secara komersial kurang dari 2 (dua) tahun dan
koperasi.
6. Covenant
Covenant merupakan persyaratan kredit yang ditentukan Bank dan disetujui
debitur yang tertuang dalam perjanjian kredit untuk melakukan dan/atau tidak
melakukan tindakan tertentu selama fasilitas kredit berjalan. Tidak dipenuhinya

Universitas Sumatera Utara

62

covenant oleh debitur merupakan suatu kejadian kelalaian debitur (event of default)
dan sekaligus berfungsi sebagai peringatan dini yang memberikan hak kepada Bank
untuk mengambil langkah-langkah pengamanan sesuai perjanjian kredit.
Covenant harus bersifat realistis, yaitu dapat dipenuhi oleh debitur sesuai
dengan kondisi dan sifat 
usaha debitur. 
Ditentukan atas dasar risiko yang mungkin
timbul dari pemberian fasilitas kredit. 
Covenant harus dapat dimonitor, harus akurat,
konsisten dan tidak menimbulkan perbedaan penafsiran diantara masing-masing
covenant dan dengan persyaratan lain dalam perjanjian kredit. 

Suatu covenant yang menentukan tindakan-tindakan yang harus dilakukan
disebut positive atau affirmative covenant, sedangkan covenant yang menentukan
tindakan-tindakan yang tidak boleh dilakukan disebut negative covenant67.
Penentuan affirmative dan negative covenant disesuaikan dengan kondisi
debitur, dengan kewenangan memutus oleh pemegang kewenangan memutus
kredit/Komite Kredit sesuai limit kewenangan. Rincian klausula affirmative covenant
dan negative covenant dapat mengacu pada Syarat-syarat Umum Perjanjian Kredit.
Pemenuhan Covenant
Apabila debitur tidak memenuhi covenant yang telah
ditetapkan dalam perjanjian 
kredit, maka pihak PT. Bank Mandiri Cabang Imam
Bonjol di Medan harus mengingatkan debitur secara tertulis.
Bilamana debitur tidak dapat memenuhi covenant tersebut di atas, maka PT.
Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol di Medan segera mengusulkan alternatif
penyelesaiannya kepada pemegang kewenangan memutus kredit/Komite Kredit
sesuai limit kewenangan.
7. Surat Penawaran Pemberian Kredit (SPPK)
SPPK adalah surat penawaran pemberian kredit kepada (calon) debitur atas
permohonan kredit yang diajukannya, yang mencantumkan ketentuan dan persyaratan
fasilitas kredit yang ditawarkan. SPPK ini dimaksudkan agar (calon) debitur
memahami terlebih dahulu hal-hal yang berkaitan dengan persyaratan pemberian
kredit dan mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan oleh Bank.
Ketentuan SPPK:
67

Sutan Remy Sjahdeini, Kredit Sindikasi, Proses Pembentukan dan Aspek Hukum, (Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti, 1997), hal. 156-157.

Universitas Sumatera Utara

63

1) Pembuatan SPPK harus didasarkan atas NAK yang telah disetujui oleh
pemegang kewenangan memutus kredit/Komite Kredit sesuai limit kewenangan.
2) Dalam SPPK harus mencantumkan :
a) Ketentuan dan persyaratan fasilitas kredit yang ditetapkan oleh pemegang
kewenangan memutus kredit/Komite Kredit, serta batas waktu masa
berlakunya SPPK.
b) Informasi mengenai Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) Rupiah.
3) SPPK dipersiapkan dan ditandatangani oleh pihak yang berwenang (authorized)
pada PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol di Medan.
4) SPPK bersifat tidak mengikat secara legal. Pemberian fasilitas kredit tergantung
dari dipenuhinya ketentuan/kondisi dan dokumentasi yang dipersyaratkan dan
sesuai dengan prosedur persetujuan kredit yang berlaku di Bank.
5) Konfirmasi persetujuan (calon) debitur dengan cara menandatangani SPPK
tersebut menjadi dasar untuk menandatangani perjanjian kredit dan pengikatan
agunan serta pengikatan lainnya yang terkait.
6) Penandatanganan SPPK oleh (calon) debitur harus dilakukan oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan anggaran dasar perusahaan.
7) Untuk fasilitas kredit diatas Rp. 1 Trilyun secara one obligor, penerbitan SPPK
dapat dilakukan sebelum diperoleh hasil konsultasi dengan Dewan Komisaris.
8. Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit (credit/loan agreement) merupakan salah satu perjanjian
yang dilakukan antara bank dengan nasabahnya. Perjanjian kredit sebenarnya dapat

Universitas Sumatera Utara

64

dipersamakan dengan perjanjian utang-piutang. Perbedaannya, istilah perjanjian
kredit umumnya dipakai oleh bank sebagai kreditur, sedangkan perjanjian utangpiutang umumnya dipakai oleh masyarakat dan tidak terkait dengan bank.68
Perjanjian Kredit (PK) merupakan perikatan pinjam meminjam uang secara
tertulis antara Bank (sebagai kreditur) dengan pihak lain (sebagai debitur/ nasabah)
yang mengatur hak dan kewajiban para pihak sebagai akibat adanya pinjam
meminjam uang.
Setiap PK harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh Bank selaku
kreditur (dalam hal ini oleh pejabat-pejabat yang memiliki wewenang) dan nasabah
selaku debitur sebelum pencairan kredit dilaksanakan.
Dengan penandatanganan PK maka diperoleh bukti tertulis bahwa bank telah
memberikan pinjaman sejumlah yang tertera pada PK 
tersebut kepada debitur yang
telah menandatangani akta perjanjian kredit, baik atas 
namanya sendiri ataupun yang
mewakili perusahaan dan ketentuan yang mengikat mengenai hak dan kewajiban
kedua belah pihak. 
PK tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan kesatuan dari :
1) Surat Penawaran Pemberian Kredit (SPPK).
2) Perjanjian Accesoir.
3) PK termasuk addendumnya harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani
oleh Bank selaku 
kreditur dan nasabah sendiri atau sebagai wakil yang

68

Frank Taira Supit, “Aspek-Aspek Hukum Dari “Loan Agreement” dalam Dunia Bisnis
Internasional”, Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perkreditan (Jakarta: Badan Pembinaan
Hukum Nasional Departemen Kehakiman, 1985), hal. 45.

Universitas Sumatera Utara

65

berwenang mewakili perusahaan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran
dasar. PK merupakan perjanjian pokok yang akan diikuti dengan perjanjian
lainnya yang bersifat accesoir (perjanjian ikutan). Perjanjian Accesoir
adalah perjanjian-perjanjian pengikatan jaminan/agunan meliputi antara
lain:
a) Hak Tanggungan
b) Hipotik
c) Fidusia
d) Gadai
e) Penjaminan Hutang (Personal Guarantee/Borgtocht dan Corporate
Guarantee).
a. Jenis Perjanjian Kredit
PK terdiri dari Notariil dan dibawah tangan. Perjanjian kredit dengan limit s.d
Rp.5 Milyar dapat dilakukan dibawah tangan, sedangkan Perjanjian kredit dengan
limit > Rp 5. Miliar harus dibuat secara notariil, kecuali Kredit Agunan Deposito
(KAD) dan kredit Program yang diatur tersendiri. Penetapan jenis PK yang akan
digunakan merupakan kewenangan pemegang kewenangan memutus kredit/Komite
Kredit sesuai limit kewenangan.
Dalam hal performance dan kolektibilitas debitur mengalami penurunan
(menjadi kolektibilitas 3, 4, dan 5), maka dalam rangka memperkuat posisi Bank
dapat digunakan pengikatan secara notariil terhadap seluruh dokumen kredit
(termasuk dokumen agunan)

Universitas Sumatera Utara

66

Dalam hal menggunakan jenis akta Notariil, harus menggunakan Notaris
rekanan Bank. Penggunaan Notaris bukan rekanan Bank dapat diterima, dengan
mempertimbangkan antara lain :
1) Tidak terdapat Notaris rekanan Bank di wilayah setempat.
2) Notaris tersebut memiliki ijin usaha dan pengalaman minimal empat tahun.
3) Notaris telah terdaftar sebagai anggota asosiasi.
4) Tidak termasuk Notaris yang bermasalah (informasi dimintakan oleh PT. Bank
Mandiri Cabang Imam Bonjol di Medan kepada asosiasi).
b. Penyusunan Perjanjian Kredit /Addendum Perjanjian Kredit
Pembuatan PK dibawah tangan