Pelaksanaan Perjanjian Kredit Modal Kerja pada PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol Medan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu fungsi dari bank adalah memberikan kredit. Kredit dalam kegiatan
perbankan merupakan kegiatan usaha yang paling utama, karena pendapatan terbesar
dari usaha bank berasal dari pendapatan kegiatan usaha kredit yaitu berupa bunga dan
provisi. Ruang lingkup dari kredit sebagai kegiatan perbankan, tidaklah semata-mata
berupa kegiatan peminjaman kepada nasabah melainkan sangatlah kompleks karena
menyangkut ketertarikan unsur-unsur yang cukup banyak diantaranya meliputi:
sumber-sumber dana kredit, alokasi dana, organisasi dan manajemen perkreditan,
kebijakan perkreditan, dokumentasi dan administrasi kredit, pengawasan kredit serta
penyelesaian kredit bermasalah.1
Perjanjian kredit merupakan perjanjian konsensuil antara debitur dengan
kreditur (dalam hal ini Bank) yang melahirkan hubungan hutang piutang, dimana
debitur berkewajiban membayar kembali pinjaman yang diberikan oleh kreditur,
dengan berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disepakati oleh para pihak.
Perjanjian kredit mempunyai peranan yang sangat penting karena merupakan dasar
hukum dalam hal penyaluran, pengelolaan, dan penatalaksanaan kredit perbankan.
Selain itu perjanjian kredit merupakan alat bukti otentik, baik bagi pihak bank sebagai
kreditur ataupun bagi nasabah peminjam dana sebagai debitur dan juga pengaman
1


Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2000), hal.365.

1

Universitas Sumatera Utara

2

yang sangat penting, untuk melindungi resiko kerugian yang mungkin timbul dalam
penyaluran kredit.
Istilah perjanjian kredit tidak dikenal dalam Undang-Undang Perbankan tetapi
pengertian kredit dalam Undang-Undang Perbankan mencantumkan kata- kata
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam. Kata-kata tersebut menegaskan
bahwa hubungan kredit adalah hubungan kontraktual (hubungan yang berdasar pada
perjanjian) yang berbentuk pinjam meminjam. Perjanjian kredit itu sendiri mengacu
pada perjanjian pinjam meminjam. Dalam Pasal 1754 KUHPerdata disebutkan
bahwa: “Perjanjian pinjam meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu
memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang- barang yang

menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.”
Bila dilihat dari sudut pandang hukum perikatan, maka syarat dan ketentuan
dari perjanjian kredit ini termasuk ke dalam perjanjian sepihak. Dikatakan perjanjian
sepihak karena tidak terdapat tawar menawar antara pelaku usaha dan konsumen.
Inilah yang kemudian disebut sebagai perjanjian standar atau perjanjian baku.
Perjanjian baku biasanya berupa formulir yang berisi kesepakatan antara pelaku
usaha dan konsumen. Di dalam formulir tersebut pihak bank sudah mengatur
mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak. Nantinya yang perlu dilengkapi
hanya hal-hal yang bersifat subjektif, seperti waktu dan identitas.
Ketika membahas tentang perjanjian kredit, perlu dibahas tentang hal yang
mendasar, yaitu perjanjian. Pengertian perjanjian dapat dilihat dalam Pasal 1313

Universitas Sumatera Utara

3

KUHPerdata, yang berbunyi: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Dalam suatu perjanjian hukum perdata sebuah perjanjian itu hendaknya

mengikuti ketentuan yang ada dan diatur dalam KUHPerdata khusus mengenai
perikatan ataupun ketentuan-ketentuan lain yang lebih khusus mengatur perjanjian
tersebut. Perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yang
menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak-pihak yang saling terikat didalamnya.
Suatu perjanjian dikatakan sah menurut hukum jika memenuhi syarat sahnya suatu
perjanjian. Untuk membuat suatu perjanjian kreditpun harus memenuhi syarat-syarat
agar perjanjian tersebut dikatakan sah dan mengikat para pihak yang terlibat
didalamnya. Syaratnya sebagaimana yang ditentukan menurut Pasal 1320
KUHPerdata yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.
Maka baik dalam perjanjian baku sekalipun, perjanjian dapat dikatakan sah
apabila telah memenuhi syarat yang tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata di atas.
Dan perikatan itu terjadi apabila telah terjadinya kata sepakat dari kedua belah pihak.
Dalam perjanjian kredit, yang umumnya digunakan sebagai agunan adalah
tanah dan bangunan/rumah. Kedua hal ini adalah yang umumnya digunakan sebagai
jaminan kredit atau sebagai agunan kredit mereka, jaminan terhadap perjanjian antara


Universitas Sumatera Utara

4

debitur dengan bank. Agunan merupakan jaminan tambahan yang diperlukan dalam
hal pemberian fasilitas kredit.2
Salah satu pembagian dari kredit adalah Kredit Modal Kerja, yaitu kredit
yang diberikan baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja
yang habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu maksimal 1 (satu) tahun dan
dapat diperpanjang sesuai kesepakatan antara para pihak yang bersangkutan. Dapat
juga dikatakan bahwa kredit ini diberikan untuk membiayai modal kerja, dan modal
kerja adalah jenis pembiayaan yang diperlukan oleh perusahaan untuk operasi
perusahaan sehari-hari.3
Secara umum biasanya perjanjian Kredit Modal Kerja berisi definisi-definisi,
jumlah kredit (pinjaman), besarnya bunga dan denda, jangka waktu, angsuran dan
cara pembayaran, agunan, wanprestasi, timbul dan berakhirnya hak dan kewajiban,
serta hukum yang berlaku bagi perjanjian tersebut. Kredit modal kerja termasuk
kepada penggolongan kredit jangka pendek, yakni kredit yang jangka waktunya tidak
melebihi 1 tahun.4 Namun jika debitur masih membutuhkan kredit modal kerja
tersebut, debitur dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu kepada pihak

kreditur, yang dalam hal ini perpanjangan kredit modal kerja tersebut harus
didasarkan adanya adendum perjanjian kredit. Jadi, jangka waktu kredit tidak secara
otomatis diperpanjang.

2

Ibid, hal. 396
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 60.
4
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2001), hal. 238.
3

Universitas Sumatera Utara

5

Prosedur pemberian kredit dan penilaian kredit oleh dunia perbankan secara
umum sama, antara satu bank dengan bank lainnya memiliki prosedur yang tidak jauh
berbeda. Dengan kata lain prosedur pemberian kredit antara satu bank dengan bank

lain tidak terlalu kontras perbedaannya. Hal yang menjadi perbedaan mungkin
terletak pada bagaimana tujuan bank tersebut serta persyaratan yang ditetapkan
dengan pertimbangan-pertimbangan masing- masing.5 Tujuan utama dari prosedur ini
yaitu untuk mempermudah bank menilai kelayakan suatu permohonan kredit,
sehingga dapat mencegah terjadinya kredit bermasalah.
Dalam praktiknya, terdapat permasalahan karena debitur tidak mengajukan
permohonan hanya karena lalai, padahal debitur masih memerlukan kredit modal
kerja tersebut.6 Dan setiap bank memiliki upaya yang berbeda-beda untuk mencegah
terjadinya hal itu. Kredit yang diberikan oleh bank tentu saja mengandung resiko
(risk). Kredit bermasalah (non performing loan) merupakan resiko yang terkandung
dalam setiap pemberian kredit oleh bank. Resiko tersebut berupa keadaan di mana
kredit tidak dapat kembali tepat pada waktunya. Apabila debitur yang tidak dapat
membayar lunas hutang setelah jangka waktunya habis disebut wanprestasi. Menurut
Subekti, bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu:7
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya;
5

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998),


hal. 94.
6

Try Widiono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia.
(Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), hal. 289.
7
R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Pembimbing Masa, 1970)

Universitas Sumatera Utara

6

3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang
sehat. Untuk mengurangi resiko (risk) tersebut jaminan pemberian kredit dalam arti
keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi kewajibannya
sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan
oleh bank.8
Berdasarkan penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perbankan antara lain dinyatakan bahwa untuk memperoleh keyakinan
tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang saksama
terhadap watak, kemampuan, modal agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur.9
Kesepakatan yang dibuat oleh para pihak harus memiliki keseimbangan hak dan
kewajiban dengan berdasar pada asas keseimbangan. Asas keseimbangan menurut
Harlien Budiono adalah asas yang dimaksudkan untuk menyelaraskan pranatapranata hukum dan asas-asas pokok hukum perjanjian yang dikenal dalam
KUHPerdata dengan mendasarkan pada pemikiran dan latar belakang individualisme
pada suatu pihak dan dilain pihak pada cara berpikir bangsa Indonesia.
Keseimbangan dalam membuat perjanjian sangat penting agar terjadi keseimbangan

8

Hermansyah, Op. Cit, hal. 68
Try Widiyono, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2009), hal. 26.
9

Universitas Sumatera Utara

7


hak dan kewajiban diantara para pihak yang membuat perjjanjian tersebut. Dengan
demikian terjadi keselarasan pada perjanjian tersebut.10
Asas keseimbangan ini menghendaki kedua pihak untuk memenuhi dan
melaksanakan perjanjian itu, asas ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan,
kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan
debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu
dengan itikad baik, dapat dilihat disini bahwa kedudukan kreditur yang kuat
diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga
kedudukan kreditur dan debitur seimbang.11
Salah satu bank milik negara yang secara luas telah menyediakan pendanaan
bagi masyarakat perorangan atau badan usaha untuk mengembangkan dan
meningkatkan kegiatan usahanya baik berskala besar, kecil dan menengah adalah
Bank Mandiri. Bank Mandiri dalam penggolongannya termasuk ke dalam Bank
Umum, yang pengertiannya disebut dalam pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 10
Tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Penelitian berjudul pelaksanaan perjanjian kredit modal kerja pada Bank
Mandiri cab. Imam Bonjol di Medan. Penelitian ini penting diteliti dalam bentuk tesis

dengan pertimbangan sebagai berikut:
10

Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang
Kenotariatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010) hal. 29.
11
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: Alumni, 1994), hal. 42

Universitas Sumatera Utara

8

1. Dunia perbankan memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional,
yang dengan terpenuhinya suatu kebutuhan modal akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di masyarakat. Kegiatan usaha yang memiliki pendapatan
terbesar dalam dunia perbankan adalah pemberian kredit, yaitu melalui pemberian
bunga dan provisi. Sehingga, kegiatan pelaksanaan pemberian kredit menjadi
menarik untuk diteliti.
2. Masyarakat awam banyak yang kurang memahami mengenai perjanjian kredit
modal kerja.

3. Tidak semua pengusaha atau pelaku bisnis memiliki modal yang memadai dan
tidak semua pengusaha pula memiliki pengetahuan dalam pelaksanaan perjanjian
kredit modal kerja.
4. Pelaksanaan perjanjian kredit membutuhkan seorang notaris, sehingga setiap
notaris harus mengetahui ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat pada bank
yang memberikan kredit tersebut.
5. Setiap bank memiliki aturan yang berbeda dalam proses pelaksanaan dan
pemberian kredit modal kerja pada nasabah, demikian pula dengan Bank Mandiri
yang memiliki tatanan aturan yang berbeda pula dengan bank lain. Penulis
melakukan penelitian pada PT. Bank Mandiri karena menurut majalah Investor
Bank Mandiri merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
memiliki asset terbesar di Indonesia, sehingga bagaimana bentuk pemberian
kreditnya adalah salah satu yang terbaik dibanding dengan Bank BUMN yang

Universitas Sumatera Utara

9

lain. Apakah salah satu bank dengan asset terbesar tersebut sudah sesuai dengan
ketentuan hukum dalam pemberian kreditnya.
Dalam pelaksanaan pemberian kredit tentu saja mengandung resiko yang tidak
luput dari tindakan ingkar atau disebut wanprestasi, yang setiap Bank memiliki solusi
dan tindakan yang berbeda dalam menghadapi permasalahan itu.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perlu suatu penelitian lebih lanjut
mengenai perjanjian kredit modal kerja yang akan dituangkan ke dalam judul tesis
“Pelaksanaan Perjanjian Kredit Modal Kerja Pada PT. Bank Mandiri Cabang Imam
Bonjol Medan.”
B. Permasalahan
Adapun permasalahan pokok yang akan diteliti lebih lanjut dalam tesis ini
adalah:
a. Bagaimana kesesuaian prosedur pemberian kredit modal kerja pada PT. Bank
Mandiri Cabang Imam Bonjol Medan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku?
b. Bagaimana upaya yang dilakukan PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol Medan
untuk mencegah terjadinya kelalaian debitur dalam perpanjangan kredit modal
kerja?
c. Bagaimana penyelesaian masalah wanprestasi dalam pelaksanaan pemberian
kredit modal kerja pada PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol Medan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

Universitas Sumatera Utara

10

1. Untuk mengetahui dan menganalisis kesesuaian prosedur pemberian kredit modal
kerja pada PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol Medan dengan ketentuan
yang berlaku.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya yang dilakukan PT. Bank Mandiri
Cabang Imam Bonjol Medan untuk mencegah terjadinya kelalaian debitur dalam
perpanjangan kredit modal kerja.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis penyelesaian masalah wanprestasi dalam
pelaksanaan pemberian kredit modal kerja pada PT. Bank Mandiri Cabang Imam
Bonjol Medan.
D. Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang
hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah bahan pustaka/literatur
mengenai pelaksanaan perjanjian kredit modal kerja, selain itu penelitian ini
diharapkan juga dapat menjadi dasar bagi penelitian pada bidang yang sama.
2. Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi pihak-pihak yang terkait dengan masalah mengenai pelaksanaan
perjanjian kredit modal kerja.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh penulis dilingkungan
Universitas Sumatera Utara, khususnya dalam ruang lingkup Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, diketahui bahwa penelitian tentang “Pelaksanaan
Perjanjian Kredit Modal Kerja Pada PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol di

Universitas Sumatera Utara

11

Medan” belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang
sama. Dengan demikian, penelitian ini asli baik dari segi substansi maupun dari segi
permasalahan sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah oleh penulis.
Akan tetapi ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan
perjanjian kredit modal kerja yang pernah ditulis sebelumnya, antara lain:
1. Penelitian dengan judul, “ Wanprestasi Pada Pelaksanaan Kredit Modal Kerja
Pada PT. Bank Aceh Cabang Kota Banda Aceh”, oleh Nurmahlinda, NIM:
097011122, Mahasiswa Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara.
2. Penelitian dengan judul, “Analisa Mengenai Pemberian Fasilitas Kredit Modal
Kerja Oleh Bank Melalui Mekanisme ‘Take Over’ (Kajian Mengenai Prosedur
Dan Jaminan Pada Beberapa Bank Swasta Di Medan)”, oleh Mariana, NIM:
117011141, Mahasiswa Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara.
Berdasarkan hasil penelusuran judul tesis di atas dapat disimpulkan bahwa
judul dan permasalahan dalam penelitian ini tidak memiliki kesamaan dengan judul
dan permasalahan yang telah ada sebelumnya
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis,
teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu
terjadi.12
Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam
membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.
12

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1986), hal. 122.

Universitas Sumatera Utara

12

Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,
tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.13
Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya
mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis
yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. Teori yang digunakan
sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori prudential banking atau
kehati-hatian dalam perbankan.
Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan Demokrasi
Ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian, sesuai ketentuan Pasal 2
Undang-undang nomor 10 Tahun 1998. Prinsip kehati-hatian (Prudent Banking
Principle) adalah suatu asas atau prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam
menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati (Prudent) dalam
rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. 14
Istilah prudent sangat terkait dengan pengawasan dan manajemen bank. Kata
prudent itu sendiri secarara harafiah dalam bahasa Indonesia berarti bijaksana, namun
dalam dunia perbankan istilah itu digunakan untuk asas kehati – hatian. 15
Dalam rangka penyaluran kredit kepada perusahaan-perusahaan dan
masyarakat untuk kepentingan pembiayaan, maka setiap bank diwajibkan untuk
melaksanakan

prinsip

kehati-hatian

(Prudential Banking

Principles) dalam

13

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (, Bandung: Mandar Maju,1994), hal. 80
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2001) hlm. 18.
15
Permadi Gandapradja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2004, hal.21
14

Universitas Sumatera Utara

13

menyalurkan kredit-kreditnya. Hal ini didasarkan karena resiko yang sangat tinggi
dalam melakukan pemberian kredit sebagai usaha utama bank. Selain itu kegagalan di
bidang kredit dapat berakibat pada terpengaruhnya kesehatan dan kelangsungan usaha
bank itu sendiri. Penerapan prinsip kehati-hatian (Prudential Banking Principles)
dalam seluruh kegiatan perbankan merupakan salah satu cara untuk menciptakan
perbankan yang sehat, yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap
perekonomian secara makro. 16
Dalam penjelasan Pasal 25 ayat 1 Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia tersebut dijelaskan bahwa ketentuan – ketentuan perbankan
yang memuat prinsip kehati–hatian bertujuan untuk memberikan rambu–rambu bagi
penyelenggaraan kegiatan usaha perbankan guna mewujudkan sistem perbankan yang
sehat. Undang – Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia pasal 25 ayat
1 mengatur mengenai wewenang Bank Indonesia untuk mengatur mengenai prinsip
kehati-hatian bagi usaha bank dengan menyatakan bahwa ”Dalam rangka
melaksanakan tugas mengatur bank, Bank Indonesia berwenang menetapkan
ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian.”
Mengingat pentingnya tujuan tersebut maka peraturan-peraturan mengenai
prinsip kehati-hatian yang ditetapkan Bank Indonesia harus disesuaikan dengan
standar internasional dan harus didukung dengan sanksi-sanksi yang adil.

16

Pengertian Prinsip Kehati-hatian dalam Pemberian Kredit Dalam Perbankan dan
Pengaturannya di Indonesia dalam http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-prinsip- kehatihatian-dalam.html (diakses tanggal 22 Februari 2017)

Universitas Sumatera Utara

14

Berdasarkan ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,
maka tidak ada alasan apapun juga bagi pihak bank untuk tidak menerapkan prinsip
kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan usahanya dan wajib menjunjung tinggi
prinsip kehati-hatian. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
yaitu:
1. ayat (2) :
“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas,
solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati – hatian.”
2. ayat (3) :
“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan
melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara – cara yang
tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang memercayakan dananya
kepada bank.”
3. ayat (4) :
“Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai
kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah
yang dilakukan melalui bank.”
Segala perbuatan dan kebijaksanaan yang dibuat oleh bank dalam rangka
melakukan kegiatan usahanya harus senantiasa berdasarkan kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum, termasuk prinsip kehati-hatian dalam perbankan.
Prinsip kehati-hatian juga terlaksana dalam pemberian kredit, yang kemudian
tercantum dalam perjanjian kredit, kesepakatan dalam kredit menimbulkan kekuatan

Universitas Sumatera Utara

15

mengikat perjanjian sebagaimana layaknya undang-undang, dimana para pihak yang
terkait, harus memenuhi dan mematuhi hak dan kewajiban yang terdapat dalam isi
dari perjanjian kredit.
Suatu perjanjian yang lahir sebagai hasil kesepakatan dan merupakan suatu
pertemuan antara kemauan para pihak, tidak akan dapat tercapai kemauan para pihak
apabila di dalam pelaksanannya tidak di landasi oleh adanya itikad baik dari para
pihak untuk melaksanakan perjanjian sebagaimana yang dituju. Aktualisasi
pelaksanaan asas itikad baik dari suatu janji antara lain dapat diilustrasikan sebagai
berikut:
a. Para pihak harus melaksanakan ketentuan perjanjian sesuai dengan isi, jiwa,
maksud, dam tujuan perjanjian itu sendiri;
b. Menghormati hak-hak dan kewajiban- kewajiban dari masing-masing pihak
maupun pihak ketiga yang mungkin diberikan hak dan/atau dibebani kewajiban
(kalau ada);
c. Tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat menghambat usaha-usaha
mencapai maksud dan tujuan perjanjian itu sendiri, baik sebelum perjanjian itu
mulai berlaku maupun setelah perjanjian itu mulai berlaku.17
Jika salah satu pihak melanggar kesepakatan serta tidak beritikad baik, maka
timbullah wanprestasi. Perbuatan wanprestasi jika dilakukan menimbulkan sanksi
atau konsekuensi hukum. Sanksi hukum dalam permasalahan ini berbentuk ganti rugi.

17

Wayan Partiana, Hukum Perjanjian Internasional Bagian 2, (Bandung: Mandar Maju,
2005), hal. 263.

Universitas Sumatera Utara

16

Yang dasar hukumnya terdapat dalam pasal 1365 KUHPerdata, yang berisi: “Tiap
perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk
menggantikan kerugian tersebut.”
Untuk menyelesaikan kredit bermasalah atau wanprestasi ada dua strategi
yang dapat ditempuh oleh bank yaitu :
a. Penyelamatan kredit, adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah
melalui perundingan kembali antara kreditur dan debitur;
b. Penyelesaian kredit, adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui
lembaga hukum, yaitu di antaranya melalui badan peradilan, Arbitrase atau Badan
Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Lelang baik oleh Kantor Lelang maupun
BPPN. 18
Dalam penyelesaian permasalahan wanprestasi, penyelesaiannya berdasarkan
pada teori penyelesaian sengketa. Teori penyelesaian sengketa merupaka teori yang
mengkaji dan menganalisis tentang kategori atau penggolongan sengketa atau
penggolongan sengketa atau pertentangan yang timbul dalam masyarakat, faktor
penyebab terjadinya sengketa dan cara-cara atau strategi yang digunakan untuk
mengakhiri sengketa tersebut.
Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin, serta Laura Nader dan Harry F. Todd Jr
mengemukakan teori tentang strategi penyelesaian konflik. Dean G. Pruitt dan Jeffrey
Z. Rubin mengemukakan 5 strategi dalam penyelesaian sengketa/konflik., yaitu:
a) contending (bertanding), yaitu mencoba menerapkan suatu solusi yang
lebih disukai oleh salah satu pihak atas pihak lainnya;

18

YLBHI, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia: Pedoman Anda Memahami dan
Menyelesaikan Masalah Hukum, (Jakarta: YLBHI, 2007), hal. 154.

Universitas Sumatera Utara

17

b) yielding (mengalah), yaitu menurunkan aspirasi sendiri dan bersedia
menerima kurang dari yang sebetulnya diinginkan;
c) problem solving (pemecahan masalah), yaitu mencari alternatif yang
memuaskan aspirasi kedua belah pihak;
d) withdrawing(menarikdiri),yaitumemilih meninggalkan situasi konflik,
baik secara fisik maupun psikologis; dan
e) inaction(diam),yaitutidakmelakukanapa- apa. apa-apa. 19
Laura Nader dan Harry F. Todd Jr menerangkan 7 (tujuh) cara penyelesaian
sengketa dalam masyarakat, yaitu:
a. Lumpingit (membiarkan saja), oleh pihak yang merasakan perlakuan tidak
adil, gagal dalam mengupayakan tuntutannya. Dia mengambil keputusan
untuk mengabaikan saja masalahnya atau isu-isu yang menimbulkan
tuntutannya dan dia meneruskan hubungan-hubungannya dengan pihak yang
dirasakan merugikannya. Ini dilakukan karena berbagai kemungkinan seperti
kurangnya faktor informasi tentang bagaimana proses mengajukan keluhan ke
peradilan, kurangnya akses ke lembaga peradilan atau sengaja tidak diproses
ke pengadilan karena diperkirakan bahwa kerugiannya lebih besar dari
keuntungannya baik diprediksi dari sisi materi maupun pisikologis.
b. Avoidance (mengelak), yaitu pihak yang merasa dirugikan, memilih untuk
mengurangi hubungan-hubungan dengan pihak yang merugikannya atau untuk
sama sekali menghentikan hubungan tersebut, misalkan dalam hubungan
bisnis hal serupa bisa saja terjadi. Dengan mengelak, maka masalah yang
menimbulkan keluhan dielakkan saja.

19

Dean G Pruitt &Z. Rubin, Konflik Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 4-6.

Universitas Sumatera Utara

18

Berbeda dengan pemecahan pertama (lumping it), dimana hubunganhubungan berlangsung terus, hanya isunya saja yang dianggap selesai.
Sementara dalam hal bentuk kedua (avoidance), yaitu pihak yang merasa
dirugikan mengelakannya. Pada bentuk penyelesaian pertama hubungan pihak
yang besengketa tetap diteruskan, namun pada bentuk kedua hubungan kedua
belak pihak yang bersengketa dapat dihentikan untuk sebagian atau untuk
keseluruhan.
c. Coercion (paksaan), pihak yang satu memaksakan pemecahan kepada pihak
lain, ini bersifat unilateral. Tindakan yang bersifat memaksakan atau ancaman
untuk menggunakan kekerasan, pada umumnya mengurangi kemungkinan
penyelesaiaan secara damai.
d. Negotiation (perundingan), kedua belah pihak yang berhadapan merupakan
para pengambil keputusan. Pemecahan masalah yang dihadapi dilakukan oleh
mereka berdua, mereka sepakat tanpa adanya pihak yang ketiga yang
mencampurinya. Kedua belah pihak berupaya untuk saling menyakinkan, jadi
mereka membuat aturan mereka sendiri dan tidak memecahkannya dengan
bertitik tolak dari aturan-aturan yang ada.
e. Mediation (mediasi), pihak ketiga yang membantu kedua belah pihak yang
berselisih pendapat untuk menemukan kesepakatan. Pihak ketiga ini dapat
ditentukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa, atau ditunjukan oleh
pihak yang berwenang untuk itu. Apakah mediator hasil pilihan kedua belah
pihak, atau karena ditunjuk oleh orang yang mempunyai kekuasaan, kedua

Universitas Sumatera Utara

19

belah pihak yang bersengketa harus setuju bahwa jasa-jasa seorang mediator
akan digunakan dalam upaya mencari pemecahan. Dalam masyarakat kecil
(paguyuban) bisa saja tokoh-tokoh yang berperan sebagai mediator juga
berperan sebagai arbitrator dan sebagai hakim.
f. Arbitration (Arbitrase), yaitu dua belah pihak yang bersengketa sepakat untuk
meminta perantara kepada pihak ketiga, arbitrator dan sejak semula telah
setuju bahwa mereka akan menerima keputusan dari arbitrator tersebut.
g. Adjudication (peradilan), yaitu pihak ketiga yang mempunyai wewenang
untuk mencampuri pemecahan masalah, lepas dari keinginan para pihak yang
bersengketa. Pihak ketiga itu juga berhak membuat keputusan dan
menegakkan keputusan itu artinya pihak ketiga berupaya bahwa keputusan itu
dilaksanakan. 20
Ketujuh cara ini dapat dibagi menjadi tiga cara penyelesaian sengketa yaitu
tradisonal, alternative disputeresolution (ADR) dan pengadilan. Cara tradisional
adalah lumping it (membiarkan saja), avoidance (mengelak) dan coercion (paksaan).
Ketiga cara tersebut tidak dapat ditemukan dalam perundang- undangan. Yang
termasuk dalam penyelesaian sengketa dengan menggunakan ADR adalah
perundingan (negotiation), mediasi dan arbitrase. Ketiga cara ini terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Pilihan

20

Laura Nader & Harry F. Todd Jr, The Disputing Process Law in Ten Societies, (New
York:Columbia University Press, 1978), hal. 9-11.

Universitas Sumatera Utara

20

Penyelesaian Sengketa, sedangkan penyelesaian sengketa di pengadilan dikenal
dengan hukum acara.21
Dalam penyelesaian sengketa menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 pasal 6 ayat (1), “Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh
para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik
dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.”
Maka berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 penyelesaian
masalah wanprestasi

juga berlandaskan pada asas itikad baik. Cara pertama

penyelesaian kredit bermasalah atau wanprestasi adalah melalui perundingan kembali
oleh kedua belah pihak. Namun jika salah satu pihak tidak memenuhi asas itikad baik
dalam perundingannya, maka cara penyelesaian yang ditempuh adalah melalui
lembaga hukum yang disebut di atas. Jadi, asas itikad baik sangat penting
pelaksanaannya dalam penyelesaian kredit bermasalah. Karena akan mempengaruhi
proses dan cara-cara yang akan ditempuh dalam menyelesaikan masalah wanprestasi
tersebut.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 mengandung teori-teori yang dipakai dalam penelitian ini, sehingga
relevan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini, yaitu prinsip kehatihatian, teori penyelesaian sengketa, dan itikad baik. Dalam Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 mengandung prinsip kehati-hatian dalam perbankan yang termasuk
dalam prinsip pemberian kredit, yaitu prinsip kepercayaan, prinsip kehati-hatian,
21

Ibid, hal. 11-12

Universitas Sumatera Utara

21

prinsip sinkronisasi, prinsip kesamaan valuta, prinsip perbandingan antara pinjaman
dengan modal, prinsip perbandingan antara pinjaman dengan asset. Dalam UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999, diatur mengenai alternative penyelesaian sengketa
yang mana mengandung teori penyelesaian sengketa. Erat pula kaitannya dengan asas
itikad baik pada pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, yang mana
dalam penyelesaian sengketa didasarkan pada itikad baik.
2.

Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi

dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan
kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.22
Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu
fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian,
keadaan, kelompok atau individu tertentu.23
Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, peranan konsepsi
dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan
kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut defenisi operasional.24

22

Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal.31.
Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal. 19
24
Ridwan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999),

23

hal. 22.

Universitas Sumatera Utara

22

Kerangka konsepsi adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu
terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konsepsi
mengungkap beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai
dasar penelitian hukum.25
Untuk membatasi masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini, maka dapat
diuraikan pengertian dari inti yang menjadi topik penelitian diantaranya:
a. Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang
lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari
peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan
perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang
membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang
mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.26
Menurut pendapat yang banyak dianut (communis opoinion cloctortinz)
perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan
suatu akibat hukum. Hal itu sependapat dengan Sudikno, “perjanjian merupakan
hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasar kata sepakat untuk
menimbulkan suatu akibat hukum”.27
b. Perjanjian Kredit

25
26
27

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. Cit., hal. 7.
R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 1987), hal.6.
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1985) hal. 97.

Universitas Sumatera Utara

23

Perjanjian kredit merupakan perjanjian konsensuil antara Debitur dengan
Kreditur (dalam hal ini Bank) yang melahirkan hubungan hutang piutang, dimana
Debitur berkewajiban membayar kembali pinjaman yang diberikan oleh Kreditur,
dengan berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disepakati oleh para pihak.
Perjanjian kredit disebut juga perjanjian pinjam uang menurut Bab XIII Buku
III KUHPerdata yang mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata dalam
Pasal 1754 KUHPerdata yang berbunyi: “Perjanjian pinjam mengganti adalah
persetujuan dengan nama pihak kesatu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah
tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak
yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan
keadaan yang sama pula”.28
Bahwa perjanjian pinjam uang bersifat riil, tersimpul dari kalimat “pihak
kesatu menyerahkan uang ittu kepada pihak lain” dan bukan mengikatkan diri untuk
menyerahkan uang.29 Marhainis Abdul Hay mengemukakan perjanjian kredit identik
dengan perjanjian pinjam mengganti Bab XIII Buku III KUHPerdata. Sebagai
konsekuensi logis dari pendirian ini, harus dikatakan bahwa perjanjian kredit bersifat
riil.30
c. Kredit

28

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Alumni, 1978), hal. 23.
R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu,
(Bandung: Sumur, 1974), hal. 138.
30
Marhainis Abdul Hay, Hukum Perbankan Di Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1975),
hal. 67.
29

Universitas Sumatera Utara

24

Pengertian Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian
atau mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji, pembayaran akan dilaksanakan
pada jangka waktu yang telah disepakati.31
Undang-Undang Perbankan yang diubah menggunakan dua istilah yang
berbeda, namun mengandung makna yang sama untuk pengertian kredit. Kedua
istilah pembiayaan berdasarkan pada prinsip syariah. Penggunaan istilah tersebut
tergantung pada kegiatan usaha yang dijalankan oleh bank, apakah bank dalam
menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.
Bank yang menjalankan kegiaan usahanya secara konvensional menggunakan istilah
kredit,

sedangkan

bank

yang

menjalankan

usahanya

berdasarkan

syariah

menggunakan istilah pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.32
Dalam Pasal 1 butir 11 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 dirumuskan
bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga.33
d. Kredit Modal Kerja
Kredit modal kerja, yaitu kredit modal kerja yang diberikan baik dalam rupiah
maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu siklus
usaha dengan jangka waktu maksimal 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai
31

Astiko, Manajemen Perkreditan, (Yogyakarta: Andi Offset, 1996 ), hal. 5.
Rachmadi Usman, Op. Cit., hal. 236.
33
Hermansyah, Op. Cit., hal. 57.

32

Universitas Sumatera Utara

25

kesepakatan antara para pihak yang bersangkutan. Dapat juga dikatakan bahwa kredit
ini diberikan untuk membiayai modal kerja, dan modal kerja adalah jenis pembiayaan
yang diperlukan oleh perusahaan untuk operasi perusahaan sehari-hari.34
e. Wanprestasi
Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa wanprestasi adalah ketiadaan suatu
prestasi didalam hukum perjanjian, berarti suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai
isi dari suatu perjanjian. Barangkali daslam bahasa Indonesia dapat dipakai istilah
“pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaannya janji untuk
wanprestasi”. 35
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, Pengertian Wanprestasi adalah suatu
perikatan dimana pihak debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang
diperjanjikan. Untuk menentukan apakah seseorang (debitur) itu bersalah karena telah
melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seseorang itu
dikatakan atau tidak memenuhi prestasi.
Mariam

Darus

Badrulzaman

mengatakan

bahwa

apabila

debitur

“karena

kesalahannya” tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, maka debitur itu
wanprestasi atau cidera janji. Kata karena salahnya sangat penting, oleh karena
dabitur tidak melaksanakan prestasi yang diperjanjikan sama sekali bukan karena
salahnya.36

34

Ibid., hal. 60.
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Sumur), hal. 17
36
Ibid, hal. 59
35

Universitas Sumatera Utara

26

Dari uraian tersebut di atas kita dapat mengetahui maksud dari wanprestasi
itu, yaitu pengertian yang mengatakan bahwa seorang diakatakan melakukan
wanprestasi yaitu ketika, tidak memberikan prestasi sama sekali, telamabat
memberikan prestasi, melakukan prestsi tidak menurut ketentuan yang telah
ditetapkan dalam pejanjian.
f. Penyelesaian Sengketa
Alternatif Penyelesaian Sengketa atau Alternative Dispute Resolution adalah
sebuah istilah asing yang memiliki berbagai arti dalam Bahasa Indonesia seperti
Pilihan Penyelesaian Sengketa (PPS), Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa
(MAPS), pilihan penyelesaian sengketa diluar pengadilan, dan mekanisme
penyelesaian sengketa secara kooperatif.37
Menurut Philip D. Bostwick yang menyatakan bahwa ADR merupakan
serangkaian praktek dan teknik-teknik hukum yang ditujukan untuk:
a. Memungkinkan sengketa-sengketa hukum diselesaikan diluar pengadilan untuk
kebaikan dan kepentingan para pihak yang bersengketa.
b. Mengurangi biaya atau keterlambatan kalau sengketa tersebut diselesaikan
melalui litigasi konvensional.
c. Mencegah agar sengketa-sengketa hukum tidak dibawa ke pengadilan.
Menurut Gary Goodpaster dalam tinjauan terhadap penyelesaian sengketa
dalam buku Arbitrase di Indonesia, setiap masyarakat memiliki berbagai macam cara

37

Suyud Margono, ADR (Alternative Dispute Resolution) & Arbitrase, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2004), hal. 36-37

Universitas Sumatera Utara

27

untuk memperoleh kesempatan dalam proses perkara atau menyelesaikan sengketa
dan konflik.
G. Metode Penelitian
1.

Jenis dan Sifat Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum dengan metode

pendekatan yuridis normatif, yang disebabkan karena penelitian ini merupakan
penelitian hukum doktriner yang disebut juga penelitian kepustakaan atau studi
dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis
atau bahan hukum yang lain.38 Meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum,
sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis ilmiah
serta dapat menganalisis permasalahan yang dibahas,39 serta menjawab pertanyaan
sesuai permasalahan-permasalahan dalam penulisan tesis ini, yaitu mengenai
pelaksanaan perjanjian kredit modal kerja dalam praktek perbankan.
Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, bersifat deskriptif
analisis maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci
dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan
berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat
untuk menjawab permasalahan.40

38

Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 1996), hal. 13

39

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 13
40
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung:
Alumni, 1994), hal. 101

Universitas Sumatera Utara

28

Penelitian ini termasuk ruang lingkup penelitian yang menggambarkan,
menelaah dan menjelaskan serta menganalisa teori hukum yang bersifat umum dan
peraturan perundang-undangan mengenai pelaksanaan perjanjian kredit modal kerja
dalam praktek perbankan.
2.

Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Untuk menghimpun

data sekunder, maka dibutuhkan bahan pustaka yang merupakan data dasar yang
digolongkan sebagai data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tertier.
a. Bahan hukum primer.41
Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama
yang dipakai dalam rangka penelitian ini di antaranya adalah Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, serta
dokumen-dokumen yang diperoleh dari PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol
Medan, serta peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan pelaksanaan
perjanjian kredit modal kerja.
b. Bahan hukum sekunder.42

41

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1990), hal. 53
42
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

29

Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan
dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti hasilhasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan hukum, serta dokumendokumen lain yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian kredit modal kerja.
c. Bahan hukum tertier.43
Yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.
Selain data sekunder sebagai sumber data utama, dalam penelitian ini juga
digunakan data primer sebagai data pendukung yang diperoleh dari wawancara
dengan pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau narasumber.
3.

Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan, dilakukan melalui beberapa teknik

pengumpulan data antara lain sebagai berikut :
a.

Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Penelitian Kepustakaan merupakan metode pengumpulan data berdasarkan bukubuku yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini dan sumber data tertulis
lainnya yang ada diperusahaan, yang berhubungan dengan pokok bahasan
penelitian ini dan dijadikan sebagai perbandingan antara data yang didapatkan di
lapangan.

b.

Penelitian Lapangan (Field Research)

43

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

30

Penelitian lapangan merupakan penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan
data dan informasi yang diperoleh langsung dari narasumber dan mengamati
secara langsung praktek yang terjadi pada PT. Bank Mandiri Cabang Imam
Bonjol di Medan.
Untuk medapatkan data yang diperlukan, alat pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian antara lain sebagai berikut:
a.

Studi Kepustakaan (Library Research).
Studi Kepustakaan ini dilakukan untuk mendapatkan atau mencari konsepsikonsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian ini.

b. Studi Dokumen
Studi dokumen pada PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol di Medan berupa
Standar Prosedur Kredit (SPK) Business Banking, beserta dokumen lainnya yang
mendukung dalam penulisan penelitian ini.
c.

Wawancara.
Hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai data penunjang dalam
penelitian ini. Data tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang telah ditentukan
sebagai informan atau narasumber yang dianggap mengetahui permasalahan yang
berkaitan pelaksanaan perjanjian kredit modal kerja yaitu yaitu dua orang
pegawai PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol di Medan yang bekerja pada
divisi Business Banking yang menangani masalah Kredit Modal Kerja, tiga orang
nasabah PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol di Medan yang melakukan

Universitas Sumatera Utara

31

perjanjian Kredit Modal Kerja pada bank tersebut dan sesuai rekomendasi dari
pihak bank tersebut, notaris yang melakukan perjanjian kredit modal kerja pada
PT. Bank Mandiri Cabang Imam Bonjol.
Alat yang digunakan dalam wawancara yaitu menggunakan pedoman
wawancara bebas sehingga data yang diperoleh langsung dari sumbernya dan
lebih mendalam sehingga dapat dijadikan bahan guna menjawab permasalahan
dalam tesis ini.
4.

Analisis Data
Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat

dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaedah hukum dan kemudian
konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam kategorikategori atas dasar pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum tersebut.44
Data sekunder dan data primer yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis
dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan data yang
diperoleh berupa data sekunder dan data primer kemudian dilakukan penafsiran dan
kesimpulan. Data yang diperoleh berasal dari peraturan perundang-undaangan di
bidang hukum perbankan yang disusun secara sistematis untuk memperoleh
gambaran proses pelaksanaan perjanjian kredit modal kerja.45

44

Bambang Sunggono, Op. Cit., hal. 370.
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Gahlia
Indonesia, 1998), hal. 57.
45

Universitas Sumatera Utara