Perbandingan Canting Dentoalveolar Pada Maloklusi Klas I, II Dan III dengan Menggunakan Radiografi Panoramik

6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Canting Dataran Oklusal
Menurut Karad, dataran oklusal adalah garis imajiner sebagai dataran

referensi utama untuk mendapatkan keseimbangan fungsional. Menurut Simoes
menyatakan dataran oklusal adalah dataran oklusal dalam arah anteroposterior selama
fungsional dan pertumbuhan, serta pada keadaan abnormal. Sedangkan menurut
Downs, dataran oklusal adalah garis yang ditarik dari perpotongan tonjol gigi molar
pertama dan insisal overbite. Ricketts menyatakan bahwa dataran oklusal adalah garis
yang ditarik menyinggung titik tonjol gigi molar dan premolar.5
Dataran oklusal merupakan faktor penting dalam penempatan dan adaptasi
mandibular, Selama proses pertumbuhan akan menginduksi adaptasi mandibula ke
depan dengan cara rotasi ke anterior, yang diikuti dengan transformasi aktif dari sendi
temporomandibula.5
Petrovic dan Stutzman menyatakan canting dataran oklusal merupakan faktor

penting yang mempengaruhi posisi vertikal dari dentoalveolar. Penelitian Inui dan
Fushima melaporkan bahwa canting dataran oklusal frontal pada maloklusi dengan
pergeseran mandibula ke lateral (Mandibular Lateral Displacement/MLD) akan
miring ke superior ke arah shifting mandibula dan sering dibarengi dengan timbulnya
gejala pada sendi temporomandibula. Dengan kata lain, posisi vertikal dan transversal
mandibula berhubungan dengan tinggi vertikal gigi posterior. Bertambah atau
berkurangnya tinggi vertikal gigi pada satu sisi karena berbagai faktor (seperti
6

Universitas Sumatera Utara

7

kebiasaan mengunyah satu sisi, perbedaan waktu erupsi gigi maupun perbedaan
tinggi material restorasi) mempengaruhi inklinasi dataran oklusal dan berpotensi
menyebabkan MLD pada sisi dimensi vertikal yang lebih rendah. Analisis sefalogram
anteroposterior pada pasien dengan MLD menunjukkan korelasi yang tinggi antara
inklinasi dataran oklusal dengan MLD, dimana inklinasi ke superior diikuti oleh
MLD pada arah yang sama dan sisi dengan tinggi vertikal yang lebih rendah akan
menginduksi adaptasi lateral mandibula pada sisi tersebut.6

Perbedaan dimensi vertikal antara sisi kiri dan kanan akan menyebabkan
MLD yang diikuti dengan asimetri fungsional. Kondilus akan bergeser ke sisi yang
berlawanan. Rotasi mandibula akan menyebabkan kompensasi yang kuat pada sisi
dimana kondilus bergeser, dan akhirnya menyebabkan kerusakan internal pada sendi
temporomandibula dan osteoarthritis.6
Penelitian Ishizaki dkk. tentang pengukuran occlusal guidance menunjukkan
bahwa inklinasi occlusal guidance pada segmen bukal lebih curam pada sisi yang
nonshifted. Hal ini mungkin alasan terjadinya MLD karena inklinasi yang terlalu
curam pada pada satu sisi gigi bukal akan mengganggu adaptasi mandibula ke sisi
tersebut dan menginduksi pengunyahan sebelah sisi pada sisi yang berlawanan.7
Beberapa penelitian melaporkan bahwa deviasi oklusal berhubungan dengan
pertumbuhan wajah pada pasien dengan asimetri mandibula yang ditandai dengan
inklinasi tranversal dataran oklusal dan aktifitas otot yang berbeda pada kedua sisi.
Hal ini sesuai dengan Dawson yang menyatakan posisi mandibula dipengaruhi oleh
hubungan vertikal gigi pada segmen bukal, dan hubungan antara canting dataran

Universitas Sumatera Utara

8


oklusal gigi atas dengan inklinasi sagital kondilus dan kecembungan lingual gigi
insisivus atas.7
Pembagian canting dibedakan atas:
1. Canting sudut dataran oklusal (Occlusal Plane Angle/OPA canting)
Canting OPA adalah sudut yang dibentuk dari persinggungan dataran oklusal
(OP) dengan dataran Frankfort (FHP) (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Canting sudut dataran oklusal (panah biru).21

Sudut ini ditemukan oleh Downs dan digunakan sebagai salah satu penentu
kesulitan koreksi ortodonti karena maloklusi dikoreksi sepanjang garis oklusal.
Hal ini didukung oleh penelitian pada 150 maloklusi Klas II yang menemukan
bahwa maloklusi Klas II dengan OPA yang besar terbukti paling sulit dikoreksi.
Nilai normal OPA adalah 1,5-14° ± 9,3° pada laki-laki dan perempuan. Nilai di
atas dan

di bawah rentang normal mengindikasikan tingkat kesulitan dalam

perawatan. Peningkatan kecuraman OPA selama perawatan mengindikasikan
kehilangan kontrol vertikal dan kecenderungan untuk memperoleh hasil


Universitas Sumatera Utara

9

perawatan yang kurang stabil karena OPA menentukan keseimbangan otot,
terutama otot-otot mastikasi.8
2. Canting sudut dataran oklusal frontal (Frontal Occlusal Plane Angle/FrOPA
canting)
Canting FrOPA adalah sudut yang dibentuk dari dataran oklusal dengan garis
tegak lurus dataran midsagital (MSP) terhadap titik perpotongan dataran oklusal
dengan dataran midsagital (Gambar 2.2). Padwa dkk. melaporkan 4° sebagai
ambang batas untuk menentukan canting dataran oklusal.8

Gambar 2.2. Canting sudut dataran oklusal frontal.8

3. Canting dataran oklusal (Occlusal Plane/OP canting)
Menurut Ricketts, occlusal plane canting adalah selisih jarak kiri dan kanan yang
diukur dari dataran oklusal ke dataran frontozigomatik (ZP) (Gambar 2.3). Nilai
normalnya adalah 0 ± 2 mm.8


Universitas Sumatera Utara

10

Gambar 2.3.

Canting dataran oklusal. ZL dan ZR, Titik pada aspek medial sutura
frontozigomatik kiri dan kanan.8

4. Canting maksila
Canting maksila adalah selisih jarak kiri dan kanan yang diukur dari dataran fasial
superior (SFP) ke titik jugal (J) (Gambar 2.4). Perbedaan tinggi vertikal antara
kiri dan kanan adalah 0 mm. Nilai normalnya adalah 65 ± 3 mm untuk laki-laki
dan 61 ± 3 mm untuk perempuan.8

Gambar 2.4. Canting maksila.8

Universitas Sumatera Utara


11

5. Canting mandibula
Canting mandibula adalah selisih jarak kiri dan kanan yang diukur dari dataran
fasial superior (SFP) ke titik gonial (Go) (Gambar 2.5). Dikatakan normal bila
jarak antara kiri dan kanan 0 mm. Nilai normalnya 91 ± 7 mm untuk laki-laki dan
82 ± 7 mm untuk perempuan.8

Gambar 2.5 Canting mandibular.8

6. Canting dataran oklusal fungsional (Functional Occlusal Plane/FuOP
canting)
Pada waktu paparan X-rays, letakkan Australian wire 0,014” (0,356 cm) pada
regio mediooklusal gigi molar pertama atas untuk memudahkan penentuan
dataran oklusal fungsional. Kemudian ukur jarak dari garis singgung permukaan
paling bukal gigi molar pertama atas ke garis tegak lurus titik jugal ke dataran
midsagital. Perbedaan jarak antara sisi kiri dan kanan disebut dengan canting
FuOP (Gambar 2.6).8

Universitas Sumatera Utara


12

Gambar 2.6. Canting dataran oklusal fungsional.8

7. Canting dagu
Canting dagu adalah selisih jarak dagu (Ch) kiri dan kanan terhadap garis tegak
lurus dataran fasial superior dengan dataran midsagital (Gambar 2.7). Dikatakan
normal tanpa canting bila perbedaan kiri dan kanan adalah 0 mm.9

Gambar 2.7. Canting dagu.9

Universitas Sumatera Utara

13

2.2.

Etiologi Canting Dataran Oklusal
Canting dataran oklusal secara umum dibedakan menjadi canting dataran


oklusal dental, canting dataran oklusal dental (gambar 2.8) dan canting dataran
oklusal kombinasi. Pasien dengan canting dataran oklusal dental dapat disebabkan
gigi ekstrusi/intrusi. Canting oklusal dental dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor
lokal seperti kehilangan gigi desidui, kehilangan gigi secara kongenital, dan
kebiasaan buruk seperti menghisap jari, dan kebiasaan mengunyah sebelah sisi. Akan
tetapi faktor genetik berupa kelainan anatomis gigi juga dapat menyebabkan canting
dental dimana bentuk anatomis gigi yang berbeda antara gigi disebelah kiri dan kanan
.9

Gambar 2.8. gambar a. Canting dataran oklusal dental terlihat dari penampakan intraoral dari arah
frontal dan gambar b. foto model studi.1

Beberapa penelitian menyebutkan banyak kemungkinan terjadinya canting
dataran oklusal skeletal (gambar 2.9) dapat disebabkan oleh trauma atau penyakit
sistemik.9
Canting dataran oklusal skeletal akibat trauma bisa akibat dari: drifting and
tipping of teeth (gigi yang bergeser atau miring pada saat gigi bercampur); Canting
dataran oklusal skeletal akibat penyakit sistemik bisa akibat dari hemifacial


Universitas Sumatera Utara

14

microsomia (kelainan pertumbuhan yang terhambat pada setengah wajah bagian
bawah), hemifacial hypertrophy (kelainan pertumbuhan yang terlalu berlebihan pada
setengah wajah bagian bawah), juvenile rheumatoid arthritis (radang pada sendi yang
disebabkan oleh inflamasi pada anak-anak), condylar hyperplasia (pertumbuhan
berlebih pada mandibular dibagian kondilus), cleft lip dan cleft palate (kelainan
pertumbuhan

pada

bagian

langit-langit

mulut

yang


tidak

menutup),

holoprosencephaly (kelainan pertumbuhan pada sefalik), neurofibromatosis (penyakit
kelainan genetic yang menyebabkan pertumbuhan berlebih pada system saraf berupa
tumor), mandibular fractures (fraktur pada mandibular).9

Gambar 2.9. Canting dataran oklusal skeletal terlihat dari penampakan intraoral dari arah frontal dan
foto radiografi Anterior-Posterior .9

2.3.

Klasifikasi Canting dataran oklusal
Canting umumnya terlihat pada hampir setiap pasien tetapi dengan tingkat

canting yang berbeda, beberapa variasi canting yang dapat terjadi pada pasien dengan
canting pada oklusal yaitu canting dental, canting skeletal, atau kombinasi.10


Universitas Sumatera Utara

15

1. Canting dataran oklusal dental yang disebabkan kemiringan dari bidang oklusal
akibat adanya gigi anterior atau posterior yang terlalu intrusi atau ekstrusi
(Gambar1).
2. Canting dataran oklusal skeletal berupa kemiringan dari bidang oklusal yang
disebabkan oleh kelainan dari pertumbuhan atau trauma atau penyakit sistemik
skeletal yang menyebabkan kemiringan bidang oklusal bisa disebabkan oleh
hipertrofi atau hipotrofi skeletal fasial (Gambar 2.9).
3. Canting dataran oklusal dentoskeletal bisa disebabkan kelainan dari skeletal dan
dental yang menyebabkan perawatan terhadap kelainan harus dilakukan secara
dental dan juga skeletal.

2.4.

Asimetri
Pengertian simetri menurut Dorland adalah susunan yang sama dalam bentuk

dan hubungan dari bagian-bagian di sekitar satu aksis yang sama atau pada
masing-masing tubuh. Menurut McCoy, simetri adalah kondisi dimana satu sisi dapat
bercermin pada sisi lainnya. Asimetri berarti ketidakseimbangan ukuran, bentuk serta
susunan pada bidang, titik maupun garis antara satu sisi dengan sisi lainnya.22
Asimetri merupakan suatu kondisi yang dapat ditemui hampir pada semua individu
seperti halnya asimetri fungsi ataupun morfologi yang dapat terlihat dalam aktifitas
hidup sehari-hari.11
Perbedaan antara canting dan simetri menurut Dorland dimana canting
menunjukan perbedaan pada bidang vertikal sedangkan asimteri menunjukan
perbedaan baik pada bidang vertikal, horizontal maupun sagittal.

Universitas Sumatera Utara

16

Schmid dan Mongini menyatakan bahwa asimetri struktur kraniomandibula
dapat bersifat kongenital, herediter infeksi, maupun traumatik. Selama pertumbuhan,
gangguan pembebanan fungsional yang diaplikasikan ke tulang akan menyebabkan
pergeseran mandibula ke posisi interkuspal maksimum dan akhirnya menyebabkan
asimetri yang nyata. Etiologi asimetri bersifat multifaktorial dan berbeda pada setiap
individu, serta melibatkan faktor genetik dan lingkungan. Erupsi gigi yang tidak
normal, gigi desidui yang tanggal terlalu dini, ekstraksi gigi permanen dan kelainan
skeletal yang meliputi maksila dan mandibula dapat menjadi faktor penyebab
terjadinya asimetri. Meskipun sangat beragam, etiologi asimetri dapat dikelompokkan
dalam tiga kategori, yaitu karena gangguan perkembangan, trauma dan patologi.12
Gangguan perkembangan adalah gangguan yang terjadi selama proses
pertumbuhan dan perkembangan seseorang yang menyebabkan kondisi yang
sebelumnya simetri menjadi asimetri. Kebiasaan mengunyah atau tidur dengan posisi
miring pada satu sisi dapat menyebabkan terjadinya perubahan skeletal atau jaringan
lunak yang bersifat ipsilateral/unilateral. Trauma pada sendi temporomandibula dapat
menyebabkan perkembangan mandibula pada sisi yang terkena trauma tidak sesuai
dengan perkembangan yang seharusnya sehingga menyebabkan tampilan asimetri
pada wajah. Penyakit seperti arthritis, infeksi pada sendi temporomandibula dan
paralisis otot-otot ekspresi wajah seperti yang terjadi pada pasien Bell’s Palsy, juga
dapat menyebabkan asimetri pada wajah.12
Klasifikasi asimetri berdasarkan struktur kraniofasial yang terlibat adalah
asimetri dental, asimetri skeletal, asimetri jaringan lunak dan asimetri fungsional.
Keempat jenis asimetri tersebut dapat menimbulkan tampilan asimetri pada wajah.13

Universitas Sumatera Utara

17

2.4.1. Asimetri dental
Asimetri dental merupakan asimetri yang terjadi karena ketidakseimbangan
antara jumlah gigi dengan lengkung gigi, ketidakseimbangan antara jumlah gigi
dengan lengkung gigi maksila dan mandibula pada segmen yang berlawanan, serta
ketidakseimbangan sebagian atau keseluruhan lengkung gigi maksila dan
mandibula.20 Pada individu dengan perkembangan yang simetri ditemukan sedikit
perbedaan antara sisi kiri dan kanan, mungkin karena faktor lingkungan eksternal,
seperti: mengisap ibu jari, pengunyahan unilateral, kehilangan kontak karena gigi
berlubang, kehilangan dini karena ekstraksi atau trauma.14

2.4.2. Asimetri skeletal
Asimetri skeletal adalah asimetri yang terjadi pada tulang pembentuk wajah,
termasuk tulang rahang maksila maupun mandibula. Asimetri skeletal dapat
mencakup satu atau beberapa tulang pendukung wajah. Salah satu bentuk asimetri
yang mencakup beberapa tulang pendukung wajah adalah hemifacial microsomia. 14
1. Asimetri maksila
Asimetri maksila tidak ada yang berdiri sendiri karena deformasi maksila
secara bersamaan menyebabkan gangguan pada mandibula. Asimetri maksila dapat
terjadi karena:15
1. Rotasi di sekitar sumbu sagital, dengan manifestasi canting transversal dataran
oklusal maksila.
2. Rotasi di sekitar sumbu vertikal, dengan manifestasi deviasi midline gigi maksila.

Universitas Sumatera Utara

18

3. Deviasi transversal di sepanjang dataran transversal, dengan manifestasi crossbite
posterior bilateral maupun unilateral.

Gambar 2.10. Hemifacial microsomia.3

2. Asimetri mandibula
Haraguchi dkk. menyatakan bahwa asimetri pada 1/3 wajah bawah lebih besar
dibandingkan pada 1/3 wajah tengah dan atas. Asimetri skeletal lebih sering terjadi
pada mandibula karena pertumbuhan mandibula berlangsung lebih lama dari maksila
sehingga cenderung menunjukkan lebih banyak deviasi. Selain itu, mandibula
merupakan organ yang bebas bergerak dan dapat beradaptasi secara fungsional,
sedangkan maksila terhubung secara kaku ke struktur skeletal yang berdekatan
dengan sutura dan sinkondrosis.15
Asimetri mandibula merupakan masalah yang penting karena berpengaruh
langsung terhadap tampilan wajah. Potensi pertumbuhan mandibula yang paling besar
terletak

pada regio

kartilago

kondilus. Kondilus

mempunyai

kemampuan

pertumbuhan ke segala arah serta mampu beradaptasi sebagai respon selektif terhadap
pergerakan dan rotasi mandibula. Respon selektif mempengaruhi pertumbuhan ke

Universitas Sumatera Utara

19

segala arah sesuai dengan kemampuan pertumbuhan individu yang bervariasi. Cedera
pada regio kondilus selama periode pertumbuhan dapat mengganggu potensi
pertumbuhan mandibula ke depan dan ke bawah, sehingga terjadi pergeseran
mandibula ke arah sisi yang terkena. Besarnya kemampuan adaptasi kondilus akan
mempengaruhi ramus. Ramus adalah bagian penting yang dipengaruhi secara
langsung dalam kompensasi pertumbuhan.15
Etiologi asimetri mandibula sangat luas, kemungkinan kombinasi genetik dan
pengaruh lingkungan. Penyebab umum termasuk trauma, infeksi, kelainan
perkembangan, masalah miogenik seperti: miospasme, pemendekan otot kronis, atau
splinting otot, sindrom Treacher Collins seperti: gangguan oklusal, serta patologi
sendi seperti rheumatoid arthritis. Selain itu, dapat juga merupakan hasil dari
perkembangan asimetri dental, jaringan lunak maupun fungsional yang tidak dirawat
dalam jangka waktu yang lama.15
Beberapa penulis menyatakan bahwa struktur yang paling penting dalam
menentukan asimetri skeletal mandibula adalah kondilus dan ramus. Asimetri ramus
ditentukan

menurut

metode

yang

dikemukakan

Habets

dkk.

(Gambar 2.9). Perbedaan nilai dimensi vertikal ramus dihitung menggunakan rumus
berikut:15
A = ([TRkanan - TRkiri]/[TRkanan + TRkiri]) x 100%
Keterangan : IA = Indeks Asimetri; TR = Tinggi Ramus

Universitas Sumatera Utara

20

Gambar 2.11. Pengukuran tinggi ramus menurut Habets dkk. (panah merah).5,15,20,30,31,33,34,36

Penegakan diagnosa asimetri mandibula harus menggunakan kombinasi
berbagai alat, yang mencakup pemeriksaan klinis yang menyeluruh diikuti dengan
foto dari berbagai pandangan frontal dan lateral, serta pemeriksaan radiografi.
Radiografi yang dapat digunakan untuk mendiagnosa asimetri mandibula adalah
sefalometri lateral dan anteroposterior, radiografi oblikus mandibula dengan sudut
45°, radiografi submentovertex, serta radiografi panoramik.15

2.4.3. Asimetri jaringan lunak
Asimetri

jaringan

lunak

merupakan

asimetri

yang

terjadi

karena

perkembangan otot yang abnormal maupun penyakit yang mempengaruhi
perkembangan otot di salah satu sisi wajah, seperti cerebral palsy dan hemifacial
atrophy.15

Universitas Sumatera Utara

21

2.4.4. Asimetri fungsional
Asimetri fungsional adalah asimetri yang terjadi karena adanya gangguan
untuk mencapai oklusi sentrik sehingga mandibula beradaptasi dengan bergerak lebih
ke lateral atau anteroposterior ketika oklusi sentrik. Hal yang dapat menghalangi
oklusi sentrik tersebut antara lain terjadinya kontriksi lengkung maksila ataupun
karena adanya gigi yang malposisi. Pada kasus gangguan sendi temporomandibula
pada satu sisi, penentuan asimetri fungsional ditunjukkan dengan adanya pergeseran
midline wajah pada saat pembukaan mulut karena adanya gangguan pergerakan
mandibula pada bagian yang terganggu.15

2.5.

Pemeriksaan Canting dataran oklusal
Alat-alat diagnostik yang sesuai dapat menentukan klasifikasi canting yang

dialami oleh pasien, Metode pemeriksaan pada canting dataran oklusal dilakukan
dengan beberapa cara 16:
1. Analisis klinis
2. Analisis model studi
3. Analisis radiografi
Pemeriksaan klinis dapat menentukan secara umum terjadinya canting dapat
dilihat dari evaluasi midline gigi, evaluasi vertikal, dan evaluasi transversal dan
anteriorposterior.16

Universitas Sumatera Utara

22

3.5.1

Analisa Klinis

1. Evaluasi Midline Gigi
Evaluasi midline gigi dilakukan dengan pemeriksaan: pembukaan mulut
ketika relasi sentrik, kontak awal, dan ketika oklusi sentrik. True canting akan
memperlihatkan diskrepansi midline yang sama (gambar 2.12) ketika relasi sentrik
maupun oklusi sentrik berbeda ketika adanya hambatan oklusal dimana terdapat
perbedaan midline akibat shifting dari mandibular ketika sentrik relasi maupun oklusi
sentrik.16

Gambar 2.12. Adanya hambatan oklusal terjadinya pergeseran midline akibat broadie bite.

2. Evaluasi Oklusi secara Vertikal
Canting oklusal skeletal terjadi akibat perbedaan ketinggian vertikal dari arah
unilateral, baik panjang kondilus maupun panjang ramus. Canting dari bidang oklusal
secara skeletal diobservasi dengan pemeriksaan tongue blade untuk melihat hubungan
dari bidang interpupil .16

Universitas Sumatera Utara

23

Gambar 2.13.

Pemeriksaan menggunakan tongue blade untuk melihat hubungan dari bidang
interpupil.

3. Evaluasi Oklusi Transversal dan Anterior
Evaluasi canting dalam hubungan bukolingual harus didiagnosis untuk
melihat adanya canting dental, skeletal, dan fungsional. Jika ada deviasi mandibular
dari relasi sentrik ke oklusi sentrik, midline dental rahang bawah dan titik dagu
dibandingkan dengan midsagital gigi, skeletal dan jaringan lunak.16
Pada beberapa kasus evaluasi klinis digunakan untuk melihat shifting
fungsional. Ketika shifting terjadi kita harus melakukan pemasangan oklusal splint.
Alat ini digunakan untuk mengatur tekanan otot untuk mengerakkan gigi tanpa ada
hambatan oklusal.16

3.5.2

Analisis Model Studi
Model studi sebagai komponen penting dalam perawatan ortodonti

dibuat dengan beberapa tujuan dan kegunaan, yaitu titik awal dimulainya perawatan,
untuk kepentingan presentasi, dan sebagai data tambahan untuk mendukung hasil

Universitas Sumatera Utara

24

pemeriksaan klinis. Praktisi menggunakan model studi bukan hanya untuk
melihat keadaan gigi geligi dan mulut pasien sebelum perawatan tetapi juga untuk
menentukan adanya perbedaan ukuran, bentuk, dan kedudukan gigi geligi pada
masing -masing rahang serta hubungan antar gigi geligi rahang atas dengan rahang
bawah. Data yang lengkap memungkinkan untuk dilakukan analisis pada model
studi.16
Analisis model studi adalah penilaian secara tiga dimensi terhadap gigi
geligi pada rahang atas maupun rahang bawah , dan penilaian terhadap hubungan
oklusal. Kedudukan gigi pada rahang maupun hubungannya dengan gigi geligi pada
rahang antagonis dinilai dalam arah sagital, transversal, dan vertikal (gambar 2.13).16
Pemeriksaan dari bidang vertikal dapat juga dilihat dari arah sagital
dibandingkan dengan lengkung dari gigi. Overerupsi gigi anterior dapat berupa
gigitan dalam sedangkan infraerupsi akan menghasilkan gigitan terbuka anterior.17

Gambar 2.14.

Pemeriksaan model studi secara 3 dimensi, peninjauan dari 3 arah dari vertikal,
tranversal dan sagittal.

Universitas Sumatera Utara

25

Canting akibat malposisi gigi dari bidang oklusi secara vertikal:23
1. Supraversi

: overerupsi terhadap bidang oklusi

2. Infraversi

: erupsi tidak mencapai bidang oklusi

2.6.

Analisis Radiografi
Diskrepansi vertikal sering muncul pada pasien dengan canting dataran

oklusal. Canting dapat dievaluasi dari kelainan komponen skeletal atau komponen
dentoalveolar. Pemeriksaan secara radiografi membantu dalam menentukan canting
pada pasien, baik pada canting dental, skeletal atau kombinasi. Radiografi dapat
digunakan untuk mengevaluasi komponen skeletal kondilus dan ramus sebelah kanan
dan kiri yang harus dianalisis untuk melihat apakah terdapat perbedaan ketinggian.
Fossa glenoidalis dilihat dari Anterior Posterior pada maksila dapat menjadi patokan
untuk penentuan posisi canting. 17
Radiografi penting dilakukan untuk diagnosis dan evaluasi dari canting.
Pemeriksaan radiografi yang dilakukan untuk menentukan canting dari oklusal
berupa:17
1. Sefalometri lateral (pemeriksaan canting dataran oklusal dental atau tidak)
2. Radiografi Panoramik (pemeriksaan canting dataran oklusal dental atau tidak)
3. Radiografi posteroanterior (pemeriksaan canting skeletal atau dental)
4. Radiografi submentoverteks (pemeriksaan canting dataran oklusal dental atau
tidak)

Universitas Sumatera Utara

26

Tabel 2.1. Definisi dan titik referensi dan garis referensi yang digunakan pada
analisis dari radiografi sefalometri lateral dan radiografi panoramik.4

Universitas Sumatera Utara

27

Tabel 2.2. Definisi dari titik referensi skeletal (1-6), alveolar (7-10), dan gigi (11-18)
variable yang digunakan pada analisis radiografi sefalometri (LCR) dan
radiografi panoramic (PR).4

Universitas Sumatera Utara

28

1.6.1

Radiografi Sefalometri Lateral
Radiografi Sefalometri Lateral merupakan pemeriksaan radiografi dasar yang

dilakukan sebelum dilakukan perawatan ortodontik (gambar 2.14). Radiografi
sefalometri itu kita dapat menentukan adanya canting dataran oklusal atau tidak
(gambar 2.15). Kekurangan dari sefalometri lateral adalah superimposisi yang
dihasilkan dari foto ini. Beberapa praktisi menggunakan posisi dari external auditory
meatus untuk melihat kesimetrisan. Distorsi selama proses foto sering menyebabkan
ketidaksesuain

dari

penggunan

sefalometri

lateral

sebagai

alat

diagnosis

kesimetrisan.19

Gambar 2.15. Dari foto sefalometri kita dapat melihat adanya ektrusi berlebihan dari gigi posterior
maksila.

Universitas Sumatera Utara

29

Gambar 2.16. Titik referensi dari radiografi sefalometri untuk penentuan canting.4

Gambar 2.17. Garis referensi dan titik yang dipakai untuk mengukur jarak ke gigi dentoalveolar pada
radiografi sefalometri.4

Universitas Sumatera Utara

30

1.6.2

Radiografi Panoramik
Radiografi panoramik adalah proyeksi yang berguna untuk melihat struktur

dental maupun tulang maksila dan mandibula, menentukan keberadaan kondisi
patologis, mengetahui adanya gigi yang agenesis dan gigi supernumerari, sehingga
sering digunakan sebagai salah satu alat bantu untuk menegakkan diagnosis.
Radiografi ini selain digunakan untuk pengukuran mandibula, seperti panjang gigi
dan tinggi tulang, dapat juga digunakan pada kasus yang lebih rumit, antara lain
evaluasi asimetri mandibula serta untuk mengetahui adanya masalah sendi
temporomandibula. Pengukuran asimetri mandibula dapat dilakukan secara angular
yaitu pengukuran sudut gonial, sudut pogonion dan sudut kondilus, maupun secara
linear yaitu perbedaan tinggi vertikal kondilus serta ramus kiri dan kanan.19
Radiografi panoramik rutin digunakan di klinik sebagai bahan diagnosa
karena hasil radiografinya dapat diterima, tidak invasif, hemat dan subjek terpapar
radiasi yang minimal. Menurut Graber, pembesaran pada radiografi panoramik
merata dan secara material tidak mempengaruhi keputusan diagnostik. Dalam bidang
vertikal, pembesaran tergantung pada faktor proyeksi. Karena jarak titik fokus antara
tabung X-rays dan film selalu sama maka pembesaran subjek di atau dekat palung
fokus adalah linear. Oleh karena itu, beberapa penulis menyatakan bahwa pengukuran
vertikal pada radiografi panoramik relatif dapat dipercaya.20
Kambylafkas dkk. menyatakan bahwa radiografi panoramik dapat digunakan
untuk mengevaluasi asimetri vertikal posterior mandibula.6,8,41 Beberapa penulis
melaporkan bahwa reproduksibilitas pengukuran vertikal dan sudut pada radiografi

Universitas Sumatera Utara

31

panoramik dapat dipercaya jika posisi kepala pasien pada headholder benar dan
menggunakan bite block Habets dkk.20
Radiografi panoramik sangat berguna untuk menentukan canting baik pada
(gambar 2.18) mandibula ataupun maksila jika terdapat kelainan pertumbuhan
maupun adanya canting seperti canting dental akibat supernumerari gigi ataupun
adanya agenesis gigi. Kekurangan dari alat ini adalah distorsi besar serta adanya
perbedaan tingkat ketajaman alat sehingga pengukuran dengan alat berbeda
menghasilkan foto radiografi panoramic yang berbeda. 20

Gambar 2.18. Canting dari foto radiografi panoramik.20

Universitas Sumatera Utara

32

Gambar 2.19. Titik referensi radiografi panoramic untuk penentuan canting. 4

Panoramik (PAN) digunakan untuk evaluasi diskrepansi vertikal (gambar 2.19
– 2.20) tetapi teknik ini memiliki kekurangan dimana posisi kepala dapat
menyebabkan diskrepansi dari foto panoramik yang dihasilkan. 21

Universitas Sumatera Utara

33

Gambar 2.20. Garis referensi dan titik yang dipakai untuk mengukur jarak ke gigi dentoalveolar pada
radiografi panoramik. 4

2.6.3

Radiografi Anteroposterior
Maloklusi dan deformitas dentofasial merupakan kondisi yang bersifat tiga

dimensi. Pemeriksaan sefalometri anteroposterior sangat penting dilakukan pada
kasus asimetri wajah dan dentoalveolar, crossbite dental dan skeletal, serta shifting
fungsional mandibula.21
Radiografi anteroposterior merupakan alat bantu diagnosa yang baik untuk
menentukan perbedaan struktur kompleks dentofasial kiri dan kanan. Struktur

Universitas Sumatera Utara

34

tersebut memiliki jarak yang sama terhadap film dan sumber sinar X-rays sehingga
pembesaran karena distorsi sinar X-rays berkurang. Oleh karena itu, dapat digunakan
untuk menentukan dan mengevaluasi midline dental dan wajah yang tepat, serta
sebagai perbandingan yang akurat untuk menentukan ada atau tidaknya asimetri.22
Asimetri wajah dan crossbite merupakan masalah yang sering berhubungan
dengan disfungsi sistem stomatognasi. Komponen yang penting dari differential
diagnosis adalah penentuan status fungsional dan struktural pasien berdasarkan
riwayat medis, evaluasi fungsional dan klinis, occlusal splints, pemeriksaan sendi
temporomandibula dan laboratorium.22
Dalam literatur, beberapa ahli melakukan analisa sefalometri anteroposterior
pada struktur kraniofasial untuk mengukur lebar dan tinggi, sudut dan perbandingan
volume dalam dimensi vertikal, transversal dan sagital. Perbedaan struktur pada sisi
kanan dan kiri, serta wajah atas dan bawah dapat diperiksa dalam dimensi vertikal,
posisi dan proporsi. Analisis menurut Grummons dan Kappeyne Van de Coppelo
meliputi pemeriksaan kuantitatif dari dimensi dan proporsi vertikal. Asimetri vertikal
dapat dilihat dari sefalogram anteroposterior dengan menghubungkan struktur
bilateral atau landmark, kemudian menggambarkan bidang transversal dan melihat
orientasi relatifnya.23
Indikasi utama penggunaan sefalometri anteroposterior adalah penentuan
asimetri wajah, sehingga analisanya banyak yang berhubungan dengan variabel dan
pengukuran dimensi transversal. Walaupun superimposisi dari berbagai struktur
membuat interpretasi dari sefalogram anteroposterior lebih sulit dibandingkan pada
sefalogram lateral, akan tetapi sefalogram ini tetap berguna dalam memberikan

Universitas Sumatera Utara

35

informasi

untuk

melengkapi

diagnostik.

Beberapa

kegunaan

sefalometri

anteroposterior antara lain:24
1. Inspeksi menyeluruh. Sefalogram anteroposterior berguna untuk melihat
morfologi, bentuk dan ukuran dari tengkorak, kepadatan tulang, morfologi sutura
serta sinostosis prematur yang mungkin terjadi sehingga dapat digunakan untuk
mendeteksi patologi jaringan lunak dan keras.
2. Deskripsi dan perbandingan. Deskripsi tengkorak pada sefalogram anteroposterior
dapat dianalisa dengan cara membandingkannya dengan pasien yang lain maupun
dengan nilai normal yang sudah ada.
3. Diagnosis. Informasi dari sefalogram anteroposterior dianalisa untuk mengetahui
kuantifikasi dan mengklasifikasikan masalah yang ada.
4. Rencana perawatan. Beberapa informasi diagnostik dapat diperoleh dari
sefalogram anteroposterior setelah analisis yang tepat, yang kemudian digunakan
untuk membuat rencana perawatan ortodonti, ortopedi ataupun bedah
komprehensif.
5. Prediksi pertumbuhan dan evaluasi hasil perawatan. Prediksi pertumbuhan
dengan menggunakan sefalogram anteroposterior adalah sulit, akan tetapi
mungkin untuk dilakukan. Hal ini berhubungan dengan ketidakstabilan
superimposisi tracing sefalometri dan kesulitan yang berhubungan dengan postur
kepala dan pembesaran tengkorak.

Universitas Sumatera Utara

36

2.6.4. Radiografi Submentoverteks
Submentoverteks (SMV) memperlihatkan tampilan dari anterior posterior
transversal dan menghasilkan gambaran jelas dari relasi mandibular terhadap basis
kranial (gambar 2.21). Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan ada tidaknya kelainan
canting skeletal. 25

Gambar 2.21. Radiografi Submentoverteks untuk memperlihatkan kelainan canting skeletal.

Universitas Sumatera Utara

37

2.7.

Kerangka Teori
Canting Dento Skletal

Canting Dental

Canting Skeletal

Canting Maksila dan Mandibula

Pemeriksaan
Klinis

Pemeriksaan
Model

Pemeriksaan
Radiografi

Evaluasi Midline Gigi

Arah Vertikal

Sefalometri Lateral

Evaluasi Secara Vertikal

Arah Sagital

Radiografi
Submentoverteks

Evaluasi Transversal
Dan Anterior Posterior

Arah Transversal

Radiografi
Posteroanterior
Radiografi Panoramik

Evaluasi Canting
Dentoalveolar

Evaluasi Ketinggian
Variabel Dentoalveolar
Radiografi Panoramik

Andres: Perbandingan Canting Dentoalveolar pada Maloklusi Kelas I, II,
dan III dengan Menggunakan Radiografi Panoramik, 2016.

Kesimpulan

Universitas Sumatera Utara

38

2.8.

Kerangka Konsep
Maloklusi Skeletal

Maloklusi Skeletal
Kelas I

Maloklusi Skeletal
Kelas II

Maloklusi Skeletal
Kelas III

Canting

Radiografi Panoramik

is-NL

Radiografi Sefalometri

mi-ML

ms-NL

iia-ML

isa-NL
ii-ML

mia-ML

msa-NL

Perbedaan Ketinggian Vertikal
Maloklusi Skeletal Klas I, II,III

Analisis Parameter Vertikal
Dentoalveolar

Andres: Perbandingan Canting Dentoalveolar pada Maloklusi Kelas I, II,
dan III dengan Menggunakan Radiografi Panoramik, 2016.

Universitas Sumatera Utara

39

2.9.

Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Ada canting dentoalveolar dataran oklusal pada kelompok maloklusi skeletal
Klas I, Klas II, dan Klas III.
2. Ada hubungan antara besarnya canting pada pasien dengan maloklusi skeletal
Klas I, Klas II, dan Klas III.

Universitas Sumatera Utara