Perbandingan Canting Dentoalveolar Pada Maloklusi Klas I, II Dan III dengan Menggunakan Radiografi Panoramik Chapter III VI

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1.

Jenis Penelitian
Desain penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan retrospective

cross-sectional karena pengukuran variabel dilakukan pada satu saat atau setiap
subyek hanya diobservasi pada saat pemeriksaan.

3.2.

Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1. Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Klinik Ortodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Pendidikan (RSGMP) FKG USU.

3.2.2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan oktober sampai November 2016.


3.3.

Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi penelitian
Populasi diambil dari pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSGMP FKG
USU. Rentang usia sampel 17-35 tahun, mengingat tahap tumbuh kembang telah
selesai dan rentang usia dewasa muda.

40

Universitas Sumatera Utara

41

3.3.2. Sampel penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah pasien Klinik Spesialis Ortodonti RSGMP
FKG USU.


3.3.3. Kriteria sampel
Sampel yang dipilih pada penelitian ini ditentukan oleh kriteria di bawah ini.
1. Kriteria Inklusi pada kelompok canting dentoalveolar:


Maloklusi skeletal Klas I, Klas II, dan Klas III.



Relasi bukolingual gigi RA dan RB baik.



Gigi insisivus sentral dan lateral serta molar pertama maksila dan mandibula
masih lengkap.



Foto panoramik dalam keadaan baik dan dilakukan pada tempat yang sama
dengan alat yang sama.




Tidak pernah dilakukan perawatan ortodonti.



Semua gigi permanen lengkap tanpa memperhitungkan ada tidaknya molar
tiga.



Tidak ada gigi tiruan cekat.



Tidak ada riwayat trauma rongga mulut.




Tidak ada kelainan patologis.



Tidak ada karies pada insisivus sentral dan lateral serta gigi molar pertama
pada maksila dan mandibular



Tidak ada canting skeletal

Universitas Sumatera Utara

42

2. Kriteria Eksklusi :
Kehilangan pada gigi insisif sentral dan lateral serta molar pertama maksila dan
mandibula.

3.3.4. Besar sampel

Perkiraan besar sampel dilakukan dengan rumus:

Keterangan:
n = Besar sampel
Z1-α /2 = Deviat baku alpha. Untuk α = 0,05, maka Z1-α /2 = 1,96
Z1-β= Deviat baku betha. Untuk β= 0,10, maka Z1-β= 1,282
P1 = Proporsi canting = 0,27
P2 = Proporsi noncanting = 0,73
n ≈ 18
Berdasarkan perhitungan besar sampel maka sampel yang diperlukan untuk
masing-masing kelompok canting dan kontrol minimal 18 sampel dan dibulatkan
menjadi 20 setiap kelompok. Jadi keluruhan sampel sebanyak 60 sampel.

3.4.

Variabel Penelitian

3.4.1. Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah maloklusi skeletal Klas I, II, dan III.


Universitas Sumatera Utara

43

3.4.2.

Variabel tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah canting dentoalveolar pada

maloklusi skeletal Klas I, II, dan III.

3.4.3. Variabel terkendali
Variabel terkendali pada penelitian ini adalah usia, jumlah gigi, operator yang
sama, foto panoramik yang dilakukan di laboratorium Pramita, dan posisi kepala saat
pengambilan foto.

3.4.4. Variabel tidak terkendali
Variabel tidak terkendali pada penelitian ini adalah jenis kelamin, ras, waktu
pengambilan foto, relasi molar dan penyebab canting dentoalveolar.


3.5.

Definisi Operasional
Definisi operasional, cara dan alat ukur, kategori, dan skala ukur dari masing-

masing variabel penelitian dijelaskan pada tabel 3.1.

Universitas Sumatera Utara

44

Tabel 3. Definisi Operasional, Alat Ukur, Kategori, serta Skala Ukur dari Variabel Bebas, Tergantung, Terkendali dan
Tidak Terkendali dari Penelitian
No.

Variabel

Definisi

1.


Dataran oklusal

Bidang oklusal adalah garis khayal
yang ditarik sampai menyentuh tepi
insisal dari gigi anterior maksila dan
tonjol gigi posterior maksila.
(okeson)

2.

Titik is dan ii

3.

Titik ms dan mi

insisif sentral: bagian yang paling menonjol
dari insisif sentral; insisif mandibula :
bagian paling menonjol dari insisif sentral

mandibular
Molar superior, tonjol mesial pada molar
maksila;
Molar inferior, tonjol mesial pada molar
mandibular

Cara dan alat
ukur
Pemeriksaan
klinis, Panoramik

Kategori

Skala
ukur
nominal

Foto panoramik

Foto panoramik


Universitas Sumatera Utara

45

No.

Variabel

4.

Garis is-a dan ii-a

5.

Garis ms-a dan mi-a

6.

Canting dataran oklusal


7.

Garis NL dan ML

Definisi
akar dari insisif dari superior, akar yang
paling menonjol pada insisif sentral
maksila;
akar insisif inferior, akar gigi paling
menonjol dari insisif sentral mandibular.
Akar molar superior,akar mesial dari molar
pertama maksila;
Akar molar inferior,akar mesial dari molar
pertama mandibular
Selisih dari jarak kiri dan kanan dataran
frontozigomatik ke dataran oklusal yang
menyinggung permukaan paling bukal gigi
molar pertama atas (menurut Ricketts)20,21

Garis nasal, garis melalui Sp dan Pm, garis
mandibular, garis melalui Gn dan Tgc

Cara dan alat
ukur
Foto panoramik

Kategori

Foto panoramik

Foto panoramik

Foto panoramik

Skala
ukur
Nominal

Nominal

1.Noncanting dataran oklusal adalah
keadaan bila selisih jarak kiri dan
kanan dataran frontozigomatik ke
dataran oklusal yang menyinggung
permukaan paling bukal gigi molar
pertama atas tidak berbeda signifikan
dengan kelompok kontrol
2.Canting dataran oklusal adalah
keadaan bila selisih jarak kiri dan
kanan dataran frontozigomatik ke
dataran oklusal yang menyinggung
permukaan paling bukal gigi molar
pertama atas
berbeda signifikan
dengan kelompok kontrol

Nominal

Nominal

Universitas Sumatera Utara

46

No.
9.

Variabel
titik al-ms dan al-mi

10.

MLa (PR)

11.

Jarak
is-NL,
ms-NL,
isa-NL, msa-NL
(mm)

12.

Jarak
ii-MLa,
iia-MLa
(mm)

Definisi
Limbus alveolar molar superior. Titik
tertinggi dari tulang alveolar diantara molar
pertam dan kedua maksila, Limbus alveolar
molar superior. Titik tertinggi dari tulang
alveolar diantara molar pertam dan kedua
mandibular
Garis mandibular anterior ; garis melewati
Gn pada setiap sisi
Jarak dari ujung insisal bagian paling
menonjol dari insisif maksila ke garis NL,
jarak dari ujung tonjol mesial dari molar
pertama maksila rahang atas ke garis NL,
jarak dari akar gigi insisif sentral maksila
yang paling menonjol ke NL
jarak dari akar gigi mesial dari molar
pertama permanen kea rah NL

PR: jarak dari puncak insisal dari insisif
sentral mandibular yang paling menonjol ke
MLa
PR: jarak dari akar apeks dari insisif sentral
mandibular yang paling menonjol ke MLa

Cara dan alat
ukur
Foto panoramik

Kategori

Foto panoramik
Foto panoramik

Skala
ukur

Nominal

Range normal
is-NL = 29.3± 2.8 mm
isa -NL = 0.8 ± 1.4 mm
Ms-NL = 25.5 ± 2.7 mm

Nominal

Msa-NL = 2.7 ± 2.4 mm
Diambil dari Nasila Nohadani

Foto panoramik

Nominal

Universitas Sumatera Utara

47

3.6.

Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah (Gambar 3.1):

1. Pensil 4H, penggaris dan penghapus.
2. Tracing box.
3. Kertas tracing (tebal 0,003”, 8x10”) merek Ortho Organizer.
4. Foto panoramik.

A
B

Gambar 3.1.

C

Alat dan bahan penelitian antara lain: A. Pensil 4H, penggaris dan penghapus; B.
Tracing box; C. Kertas tracing (tebal 0,003”, 8x10”) merek Ortho Organizer; ; E. Foto
panoramik.

Universitas Sumatera Utara

48

3.7.

Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah sebagai berikut:

1. Identifikasi jumlah gigi yang terlibat untuk dilakukan pengukuran canting yaitu
gigi insisivus sentral dan lateral serta molar pertama maksila dan mandibula yang
akan dimasukkan dalam sampel.2,4
2. Foto panoramik diambil dengan menggunakan alat Asahi Roentgen, Auto Zero,
Jepang di laboratorium Pramita untuk semua sampel dalam keadaan standar
(Gambar 3.2). sampel yang digunakan dalam keadaan normal tidak ada canting
skeletal karena itu pengukuran akan dilakukan terlebih dahulu dengan mengukur
titik Ptm-Sp antara region kiri dan kanan maksila serta mengukur titik Tgc-Gn
antara region kiri dan kanan maksila.2
3.

Tracing foto panoramik pada kertas asetat dengan pensil 0,5 mm oleh satu
operator

untuk

menghindari

terjadinya

distorsi

atau

perbedaan

perhitungan ketika dilakukan tracing. Kemudian identifikasi titik dan
ukuran jarak is-NL, ms-NL, isa-NL, msa-NL, ii-ML, mi-ML, iia-ML,
mia-ML, ii-MLa, iia-MLa. (Gambar 3.3). 4

Universitas Sumatera Utara

49

Gambar 3.2. (Kiri) Alat radiografi panoramik merk Asahi Roentgen, Auto Zero, Jepang. (Kanan)
Posisi kepala pasien selama paparan.2

Gambar 3.3.

Identifikasi titik is, ms, isa, msa, ii, mi, iia, mia, ii, iia, NL, ML, dan MLa pada foto
panoramik. 4

4. Pengukuran canting dataran oklusal pada setiap sampel yaitu selisih jarak kiri dan
kanan yang diukur dari titik is, ms, isa, msa, ii, mi, iia, mia, ii, iia ke dataran NL,
ML, dan MLa. Perbedaan nilai kiri dan kanan yang tidak berbeda signifikan
dengan kelompok kontrol menunjukkan non-canting dataran oklusal, sedangkan
bila berbeda signifikan dengan kelompok kontrol menunjukkan adanya canting
dataran oklusal.

Universitas Sumatera Utara

50

5. Tracing panoramik pada kertas asetat dengan pensil 0,5 mm. Kemudian
identifikasi NL, ML, dan MLa. 2,5,8,35,36

Gambar 3.4 titik penentuan dalam pengukuran ketingian vertikal

6. Perbedaan nilai dimensi vertikal yang lebih kecil atau sama dengan 3%
menunjukkan simetri vertikal mandibula, sedangkan lebih besar dari 3%
menunjukkan adanya asimetri vertikal mandibula.
7. Perhitungan dilakukan satu kali masing-masing terhadap 5 sampel per harinya
terhadap total sampel.
8. Selanjutnya penilaian hubungan canting dataran oklusal maksila dan mandibula
antara regio kiri dan kanan.

3.8.

Metode Analisis Data
Seluruh data disajikan dalam bentuk rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ±

SD). Dilakukan uji normalitas dan hoogenitas data menggunakan saphiro-wilk test.
Data akan dianalisis dengan menggunakan program SPSS dengan metode uji anova
satu arah. Kemudian data numerik disajikan dalam bentuk rata-rata, simpangan baku.

Universitas Sumatera Utara

51

3.9.

Diagram Alur Penelitian
ALUR PENELITIAN

Pengumpulan sampel radiografi panoramik dari Departemen Ortodontik FKG USU.

Dibedakan pasien dengan skeletal kelas I, II, dan III berdasarkan klasifikasi ANB.

Pengukuran dan pemilihan serta tracing dilakukan satu operator dan rontgen
panoramik dari alat yang sama untuk menghindari terjadinya bias.

Melakukan tracing pada foto panoramik untuk menentukan titik-titik yang
diperlukan.

Penentuan garis Nasal Line (NL) dan Mandibular Line (ML) dan titik
pada gigi insisivus sentral dan molar pertama.

Pengukuran ke dalam tabel ketinggian vertikal gigi insisivus dan molar kiri dan
kanan.

Menentukan canting terbesar pada pasien kelas I, II, dan III.

Data dalam bentuk tabel.
Uji statistik untuk menentukan tingkat signifikansi dari hasil pengukuran.

Hasil.

Kesimpulan

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL PENELITIAN

Subjek penelitian ini adalah 60 orang dewasa yang dibagi menjadi 3
kelompok, yaitu 20 orang kelompok skeletal Klas I, 20 orang kelompok skeletal Klas
II, dan 20 orang kelompok skeletal Klas III., seperti terlihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Tabel besarnya sampel data yang digunakan dalam penelitian.

Skeletal
I
II
III

Sampel Penelitian
20
20
20

Pada penelitian ini kelompok skeletal Klas I, II, dan III digunakan untuk
menentukan kelompok dengan canting skeletal paling besar dan menentukan apakah
canting dental lebih banyak terdapat pada region sebelah kiri atau kanan. Seluruh data
dianalisa dengan menggunakan program SPSS. Data numerik disajikan dalam bentuk
rata-rata±simpangan baku.
Canting pada pasien skeletal Klas I, II, dan III akan ditentukan dengan
menggunakan titik dari identifikasi jarak is-NL, ms-NL, isa-NL, msa-NL, ii-ML,
mi-ML, iia-ML, mia-ML, ii-MLa, iia-MLa. Pengukuran canting dataran oklusal pada
setiap sampel yaitu selisih jarak kiri dan kanan yang diukur dari titik is, ms, isa, msa,
ii, mi, iia, mia, ii, iia ke dataran NL, ML, dan MLa.

52

Universitas Sumatera Utara

53

Tabel 4.2 Perhitungan Is-NL pada pasien skeletal Klas I, II, dan III serta
perbandingan antara regio kiri dan kanan
skeletal

is-NL= ±2,1
kanan
kiri
n %
n %

jumlah
n

%

Class I
Class II

10 52,6% 9 47,4% 19 100%
7 41,2% 10 58,8% 17 100%

Class III
jumlah

8 61,5% 5 38,5% 13 100%
25 51%
24 49%
49 100%

Tabel 4.2 merupakan tabel nilai rerata dari titik is-NL pada region sebelah kiri
dan kanan pada pasien dengan maloklusi skeletal Klas I, II, dan III. Pada penelitian
ini didapat hasil pada pasien skeletal Klas I didapat hasil yang hampir sama,
sedangkan pada kelas II didapat hasil sebelah kiri lebih ekstrusi dan pada pasien
skeletal Klas II di dapat hasil sebelah kanan jauh lebih ekstrusi dibandingkan region
sebelah kiri. Hasil signifikan terlihat pada pasien dengan maloklusi Klas III dengan
titik is terhadap garis NL.
Tabel 4.3 Perhitungan Isa-NL pada pasien skeletal Klas I,II, dan III serta
perbandingan antara regio kiri dan kanan
skeletal

isa-NL= ±2,1
kanan
kiri
n %
n %
6 35,3% 11 64,7%
Class I
Class II 8 53,3% 7 46,7%
3 25%
Class III 9 75%
23 52,3% 21 47,7%
jumlah

jumlah
n
17
15
12
44

%
100%
100%
100%
100%

Tabel 4.3 merupakan tabel nilai rerata dari titik isa-NL pada region sebelah
kiri dan kanan pada pasien dengan maloklusi skeletal Klas I, II, dan III. Pada
penelitian ini didapat hasil pada pasien skeletal Klas II didapat hasil yang hampir

Universitas Sumatera Utara

54

sama, sedangkan pada kelas I didapat hasil sebelah kiri lebih ekstrusi dan pada pasien
skeletal Klas III di dapat hasil sebelah kanan jauh lebih ekstrusi dibandingkan region
sebelah kiri.
Tabel 4.4 Perhitungan ii-ML pada pasien skeletal Klas I, II, dan III serta
perbandingan antara regio kiri dan kanan
skeletal

ii-ML= ±2,1
kanan
kiri
n %
n %
0
0%
20 100%
Class I
Class II 11 61,1% 7 38,9%
Class III 13 76,5% 4 23,5%
24 43,6% 31 56,4%
jumlah

jumlah
n
20
18
17
55

%
100%
100%
100%
100%

Tabel 4.4 merupakan tabel nilai rerata dari titik iia-ML pada region sebelah
kiri dan kanan pada pasien dengan maloklusi skeletal Klas I, II, dan III. Pada
penelitian ini didapat hasil pasien skeletal Klas I didapat hasil sebelah kiri jauh lebih
ekstrusi dan pada pasien skeletal Klas II dan III di dapat hasil sebelah kanan jauh
lebih ekstrusi dibandingkan region sebelah kiri.
Tabel 4.5 Perhitungan iia-ML pada pasien skeletal Klas I, II, dan III serta
perbandingan antara regio kiri dan kanan
skeletal

iia-ML= ±2,1
kanan
kiri
n %
n %
8 44,4% 10 55,6%
Class I
Class II 7 43,8% 9 56,3%
6 40%
Class III 9 60%
24 49%
25 51%
jumlah

jumlah
n
18
16
15
49

%
100%
100%
100%
100%

Tabel 4.5 merupakan tabel nilai rerata dari titik ii-ML pada region sebelah kiri
dan kanan pada pasien dengan maloklusi skeletal Klas I, II, dan III. Pada penelitian

Universitas Sumatera Utara

55

ini didapat hasil pada pasien skeletal Klas I dan II didapat hasil yang hampir sama,
sedangkan hasil pasien skeletal Klas III didapat hasil sebelah kanan jauh lebih
ekstrusi dibandingkan region sebelah kiri.
Tabel 4.6 Perhitungan ms-NL pada pasien skeletal Klas I, II, dan III serta
perbandingan antara regio kiri dan kanan
skeletal

ms-NL= ±2,1
kanan
kiri
n %
n %
10
58,8%
7 41,2%
Class I
6 30%
Class II 14 70%
5 25%
Class III 15 75%
39 68,4% 18 31,6%
jumlah

jumlah
n
17
20
20
57

%
100%
100%
100%
100%

Tabel 4.6 merupakan tabel nilai rerata dari titik ms-ML pada region sebelah
kiri dan kanan pada pasien dengan maloklusi skeletal Klas I, II, dan III. Pada
penelitian ini didapat hasil pasien skeletal Klas I didapat hasil hampir sama antara
region kiri dan kanan dan pada pasien skeletal Klas II dan III di dapat hasil sebelah
kanan jauh lebih ekstrusi dibandingkan region sebelah kiri.
Tabel 4.7 Perhitungan msa-NL pada pasien skeletal Klas I, II, dan III serta
perbandingan antara regio kiri dan kanan
skeletal
msa-NL= ±2,1
jumlah
kanan
kiri
n %
n %
n %
8 44,4% 10 55,6% 18 100%
Class I
Class II 14 77,8% 4 22,2% 18 100%
5 25%
20 100%
Class III 15 75%
37 66,1% 19 33,9% 56 100%
jumlah
Tabel 4.7 merupakan tabel nilai rerata dari titik msa-ML pada region sebelah
kiri dan kanan pada pasien dengan maloklusi skeletal Klas I, II, dan III. Pada

Universitas Sumatera Utara

56

penelitian ini didapat hasil pasien skeletal Klas I didapat hasil hampir sama antara
region kiri dan kanan dan pada pasien skeletal Klas II dan III di dapat hasil sebelah
kanan jauh lebih ekstrusi dibandingkan region sebelah kiri.
Tabel 4.8 Perhitungan mi-ML pada pasien skeletal Klas I, II, dan III serta
perbandingan antara regio kiri dan kanan
skeletal

mi-ML= ±2,1
kanan
kiri
n %
n %
8
44,4%
10 55,6%
Class I
Class II 10 66,7% 5 33,3%
12 60%
Class III 8 40%
26 49,1% 27 50,9%
jumlah

jumlah
n
18
15
20
53

%
100%
100%
100%
100%

Tabel 4.8 merupakan tabel nilai rerata dari titik msa-ML pada region sebelah
kiri dan kanan pada pasien dengan maloklusi skeletal Klas I, II, dan III. Pada
penelitian ini didapat hasil pasien skeletal Klas I didapat hasil hampir sama antara
region kiri dan kanan dan pada pasien skeletal Klas I di dapat hasil sebelah kanan
jauh lebih ekstrusi dibandingkan region sebelah kiri sedangkan pada pasien skeletal
Klas III di dapat hasil sebelah kiri jauh lebih ekstrusi dibandingkan region sebelah
kanan.
Tabel 4.9 Perhitungan mia-ML pada pasien skeletal Klas I, II, dan III serta
perbandingan antara regio kiri dan kanan
skeletal

mia-ML= ±2,1
kanan
kiri
n %
n %
5 25%
15 75%
Class I
18 90%
Class II 2 10%
Class III 6 33,3% 12 66,7%
13 22,4% 45 77,6%
jumlah

jumlah
n
20
20
18
58

%
100%
100%
100%
100%

Universitas Sumatera Utara

57

Tabel 4.9 merupakan tabel nilai rerata dari titik mia-ML pada region sebelah
kiri dan kanan pada pasien dengan maloklusi skeletal Klas I, II, dan III. Pada
penelitian ini didapat hasil pasien skeletal Klas I, II, dan III di dapat hasil sebelah kiri
jauh lebih ekstrusi dibandingkan region sebelah kanan.
Tabel 4.10 Hubungan antara canting dataran dentoalveolar pada pasien kelas I, II,
dan III
Chi-Square Te sts

Pearson Chi-S quare
Lik elihood Ratio
Linear-by-Linear
As soc iation
N of V alid Cases

Value
25.170a
32.746
22.189

2
2

As ymp. Sig.
(2-sided)
.000
.000

1

.000

df

55

a. 0 c ells (.0% ) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 7.42.

Dari hasil perhitungan Chi-Square test pada table 4.10 didapatkan nilai asimp
sig .000 < 0,05 maka H0 diterima menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan
antara canting pada pasien dengan maloklusi skeletal Klas I, II, dan III. Maka, secara
statistik hasil uji korelasi didapatkan perbedaan yang signifikan antara canting pada
maloklusi Klas I,II, dan III.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan metode retrospective
cross-sectional yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara canting
dentoalveolar pada pasien skeletal Klas I, II, dan III.
Subjek penelitian merupakan pasien klinik RSGM FKG USU dan
mahasiswa/i FKG USU tanpa canting skeletal pada pasien skeletal Klas I,II, dan III.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan membantu klinisi
dalam menegakkan diagnosa terhadap keberadaan canting dentoalveolar pada pasien
skeletal Klas I, II, dan III sehingga dapat mencegah kebutuhan perawatan yang lebih
kompleks di kemudian hari.
Asimetri dental dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara jumlah gigi
dengan lengkung gigi yang tersedia, ketidakseimbangan antara jumlah gigi rahang
atas dan bawah pada segmen yang sama, ketidakseimbangan antara lengkung gigi
rahang atas dan bawah secara keseluruhan atau sebagian. Deviasi garis
tengah merupakan hal yang umum dan sering ditemui oleh ortodontis. Hal ini
terdapat pada seluruh tipe kasus tapi yang paling sering adalah pada maloklusi Klas
II. Pen yebab deviasi garis tengah dapat berupa: gigitan silang
posterior karena pergeseran mandibula, pergerakan gigi anterior atas atau bawah,
pergeseran ke lateral mandibular (tidak terdapat gigitan silang), asimetri lengkung
gigi,

atau

kombinasi

keempat

faktor

diatas.

2 8

58

Universitas Sumatera Utara

59

Haraguchi dkk menyatakan bahwa canting dentoalveolar lebih sering terjadi pada
mandibula karena pertumbuhan mandibula berlangsung lebih lama dari maksila
sehingga cenderung menunjukkan lebih banyak canting., Selain itu, mandibula
merupakan organ yang bebas bergerak dan dapat beradaptasi secara fungsional,
sedangkan maksila terhubung secara kaku ke struktur skeletal yang berdekatan
dengan sutura dan sinkondrosis.29
Berdasarkan penelitian Kang dkk., pasien baru menyadari adanya canting
dataran oklusal sebagai tampilan yang tidak estetik ketika terdapat diskrepansi
kesejajaran antara garis bibir dan dataran oklusal.3
Menurut Enlow, pertumbuhan masing-masing daerah wajah berkaitan dengan
struktur lainnya. Sebagai konsekuensinya, setiap perubahan dalam beberapa bagian
dari kompleks kraniofasial akan menghasilkan perubahan yang sama pada bagian
lainnya, yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan fungsional. Sedangkan
perbedaan dalam kuantitas atau arah pertumbuhan di antara bagian dan struktur
lainnya akan menghasilkan ketidakseimbangan.30
Kelainan-kelainan tersebut di atas dapat terjadi secara bersamaan, sehingga
kita harus dapat mendiagnosis dengan benar supaya dapat membuat rencana
perawatan yang tepat. Diagnosis adanya canting pada dental dan wajah dapat
dilakukan dengan pemeriksaan klinis, pemeriksaan radiografik atau dapat dengan
menggunakan foto pasien.
Analisis frontal panoramik dalam pelaksanaannya sulit mendapatkan postur
kepala yang tepat, dan terjadinya superimpos juga menyebabkan kesulitan dalam

Universitas Sumatera Utara

60

identifikasi landmark tetapi dapat menjadi acuan awal untuk menentukan besarnya
canting. Pemeriksaan secara klinis sangat penting dalam mendiagnosis canting
karena bisa memeriksa pasien dalam relasi sentrik, oklusi sentrik, dan dapat
dilakukan

penyesuaian

pada

saat

itu

juga

bila

posisi

pasien

tidak benar. Pemeriksaan klinis memerlukan pemeriksaan tambahan seperti foto,
model, facebow transfer, agar lebih akurat.33
Canting wajah dan dental dapat disebabkan karena kelainan pada struktur
dental, skeletal, otot, dan fungsional, serta dapat terjadi secara bersama-sama pada
individu yang sama. Oleh sebab itu dalam mendiagnosis canting dental dan wajah
memerlukan pemeriksaan yang teliti dan hati-hati. Pemeriksaan klinis memegang
peranan yang sangat penting dalam mendiagnosis canting dental dan wajah pada
pasien ortodontik karena posisi pasien dapat diatur dan disesuaikan pada posisi yang
benar. Untuk mendapatkan hasil yang akurat diperlukan juga pemeriksaan lain seperti
posterior –anterior sefalogram, panoramik dan submental vertex radiografik untuk
menganalis kelainan skeletalnya, sedangkan model dan facebow transfer untuk
melihat oklusi di luar mulut pada model.
Dataran oklusal merupakan faktor penting dalam penempatan dan adaptasi
mandibula, sehingga dataran oklusal dalam dimensi sagital selama proses
pertumbuhan akan menginduksi adaptasi mandibula ke depan dan transformasi aktif
dari sendi temporomandibula. Canting dataran oklusal adalah kemiringan hubungan
vertikal gigi sepanjang dataran oklusal dalam dimensi transversal antara satu sisi

Universitas Sumatera Utara

61

lengkung terhadap lengkung lainnya. Pada penelitian ini, ditemukan canting
dentoalveolar pada kelompok skeletal kelas I, II, dan III.34
Melnik dan Liukkonen melaporkan jika terdapat asimetri mandibula, penting
untuk memeriksa keberadaan canting dentoalveolar maksila karena berhubungan
dengan pertumbuhan canting vertikal dentoalveolar dari ramus mandibula. Pada sisi
pertumbuhan yang berlebihan, gigi maksila akan berlanjut erupsinya untuk
mempertahankan kontak oklusal dengan gigi mandibulanya, sehingga terjadi
canting.31
Schudy menyatakan hubungan antara pertumbuhan vertikal kondilus yang
efektif dengan pertumbuhan vertikal gigi molar menentukan apakah mandibula akan
rotasi ke belakang, ke depan, atau tanpa rotasi. Oleh karena itu, dimensi vertikal gigi
posterior mempengaruhi canting dataran oklusal maksila di regio posterior dan posisi
fungsional mandibula, yang akhirnya menyebabkan kondilus beradaptasi ke posisi
pergeseran mandibula yang baru selama pertumbuhan.32
Radiografi panoramik merupakan salah satu bahan diagnosa yang sering
digunakan untuk menggambarkan gigi dan bagian rahang lainnya. Habets dkk
menyatakan bahwa perubahan 1 cm posisi kepala pada saat pengambilan foto
panoramik akan menghasilkan perbedaan nilai dimensi vertikal sebesar 3%, sehingga
perbedaan nilai dimensi vertikal lebih dari 3% menunjukkan adanya canting vertikal.
Radiografi panoramik memiliki kelemahan untuk digunakan sebagai alat bantu
diagnosa, antara lain sedikit saja perubahan pada posisi kepala akan mempengaruhi
dimensi horizontal, sementara perubahan posisi kepala yang besar tidak

Universitas Sumatera Utara

62

mempengaruhi dimensi vertikal. Karena pengukuran terbatas hanya pada dimensi
vertikal mandibula, maka radiografi panoramik berguna pada penelitian komparatif
asimetri dengan hasil yang dapat diterima. Selain itu bersifat non invasif, dari segi
biaya lebih murah dan paparan radiasi yang relatif lebih rendah.33
Metode pengukuran yang dilakukan pada penelitian ini adalah menurut
metode nasila dkk, yang memperkenalkan rumus indeks canting dentoalveolar untuk
menilai titik yang digunakan dalam menentukan ketinggian dari gigi antara region
kiri dan kanan.4 Namun pada penelitian ini, panoramik pasien yang digunakan
diambil dari tempat yang sama. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kualitas
radiografi yang sama sebagai dasar utama dalam penegakan titik yang tepat. Selain
itu film radiografi yang distorsi dan kualitas yang buruk tidak diikutsertakan pada
penelitian ini.
Hasil penelitian ini melaporkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
canting dentoalveolar pada skeletal Klas I, II, dan III, dilihat nilai asimp sig .0001 <
0,05. Oleh karena itu hipotesa yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan canting
dentoalveolar pada skeletal Klas I, II, dan III, diterima.

Universitas Sumatera Utara

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.

Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini berupa:

1. Canting dentoalveolar lebih banyak terjadi pada maloklusi skeletal Klas II dan
III, dengan besarnya canting lebih besar pada gigi molar dibandingkan pada gigi
anterior.
2. Uji korelasi hasil perhitungan Chi-Square test pada table 4.10 didapatkan nilai
asimp sig .000