Perbandingan Dosis Dan Kualitas Gambar Radiografi Panoramik Konvensional Dengan Radiografi Panoramik Digital

(1)

PERBANDINGAN DOSIS DAN KUALITAS GAMBAR

RADIOGRAFI PANORAMIK KONVENSIONAL DENGAN

RADIOGRAFI PANORAMIK DIGITAL

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi

Oleh :

NOFI ASTARI NIM: 040600121

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

Departemen Radiologi Dental Tahun 2010

Nofi Astari

Perbandingan dosis dan kualitas gambar radiografi panoramik konvensional dengan radiografi panoramik digital

viii + 35 halaman

Perubahan dari radiografi konvensional menuju digital menjadi pilihan dokter gigi saat ini. Radiografi panoramik konvensional memiliki banyak kekurangan yang dapat dilengkapi oleh radiografi panoramik digital. Kelebihan radiografi panoramik digital dibandingkan konvensional adalah tidak memerlukan proses kimiawi, hasil foto ditampilkan dalam beberapa detik, kemudahan penyimpanan dokumen, dan dapat dikirim kemanapun dengan jaringan internet.

Hasil foto panoramik yang dihasilkan oleh film konvensional dan hasil foto yang dihasilkan oleh panoramik digital adalah sebanding. Walaupun terdapat perbedaan resolusi film konvensional dan panoramik digital, tetapi hasil foto tetap dapat diinterpretasikan dengan baik untuk membantu penegakan diagnosa.

Panoramik digital juga mempunyai kelebihan dalam hal dosis radiasi bila dibandingkan dengan film konvensional. Penurunan dosis ini bahkan mencapai 40-70 % tanpa merusak kualitas foto yang dapat mengganggu hasil diagnosa. Penurunan dosis ini akhirnya akan mengurangi dampak paparan radiasi terhadap pasien maupun terhadap operator.


(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, Agustus 2010

Pembimbing : Tanda tangan

Hj. Trelia Boel, drg., M. Kes., Sp.RKG NIP : 19650214 199203 2 004


(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 06 Agustus 2010

TIM PENGUJI SKRIPSI

KETUA : Hj. Trelia Boel, drg., M. Kes., Sp.RKG ANGGOTA : 1. H. Amrin Thahir, drg


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini saya dedikasikan untuk kedua orang tua saya, ayahanda Amrianto, drg dan ibunda Armainah, SE sebagai tanda hormat dan terimakasih yang tiada terhingga atas cinta, kasih sayang, perhatian, dukungan dan doa yang tiada hentinya kepada saya selama ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Eddy Dahar, drg., M. Kes selaku Pembantu Dekan I yang telah begitu banyak memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis.

2. Hj. Trelia Boel, drg., M kes., SpRKG selaku Ketua Departemen Radiologi Dental Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembimbing serta koordinator skripsi yang telah begitu banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik, membimbing, dan membantu penulis selama menuntut ilmu selama masa pendidikan.


(6)

dukungan, semangat, serta doa yang selama ini tak henti-hentinya diberikan kepada penulis.

5. Teman-teman yang selalu memberikan bantuan dan semangat penulis selama ini terutama Citrara, Kak Puri, Khalil, Yahya, Arizka, Vonny, Bang Sukri, Arin, Taufiqi serta semua teman-teman stambuk 2004 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala kebersamaan yang telah kita lewati.

Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki menjadikan skripsi ini kurang sempurna, tetapi penulis mengharapkan skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi khususnya bidang Radiologi Dental.

Medan, 6 Agustus 2010 Penulis,

(NOFI ASTARI NIM.: 040600121


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

BAB 2 RADIOGRAFI PANORAMIK ... 3

2.1. Defenisi... 3

2.2. Indikasi... 4

2.3. Teknik dan Posisi Pengambilan Gambar Panoramik... 5

BAB 3 RADIOGRAFI PANORAMIK KONVENSIONAL DAN RADIOGRAFI PANORAMIK DIGITAL... 8

3.1. Radiografi Panoramik Konvensional... 8

3.1.1. Prinsip Kerja Radiografi Panoramik Konvensional... 8

3.1.2. Prosesing Film... 9

3.2. Radiografi Panoramik Digital... 11

3.2.1. Prinsip Kerja Radiografi Panoramik Digital... 12

3.2.2. Cara Kerja Radiografi Panoramik Digital... 13


(8)

DENGAN RADIOGRAFI PANORAMIK DIGITAL... 19

4.1. Perbandingan Dosis X-Ray... 23

4.1.1. Dosis X-Ray Yang Diterima Pasien... 23

4.1.2. Dosis X-Ray Yang Diterima Operator... 25

4.2. Perbandingan Kualitas Gambar... 26

4.3. Kelebihan dan Kekurangan Radiografi Panoramik Konvensional Dan Radiografi Panoramik Digital... 29

BAB 5 KESIMPULAN ... 31


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 : Gambar contoh foto panoramik...….. 4

Gambar 2 : Gambar proses kimia film konvensional... 10

Gambar 3 : Gambar contoh alat panoramik digital... 11

Gambar 4 : Gambar scanner laser Scan X... 15

Gambar 5 : Gambar monitor dan printer... 17

Gambar 6 : Gambaran hasil foto panoramik digital dengan standar eksposur (66 kV/ 16 mA)...…….... 20

Gambar 7 : Gambaran hasil foto panoramik digital dengan standar eksposur (66 kV/ 8 mA)...…….... 20

Gambar 8 : Gambaran perbandingan potongan gambar kista periapikal pada panoramik digital (a: 73 kV/15mA dan b: 73 kV/ 8 mA).... 21

Gambar 9 : Gambaran perbandingan potongan gambar kalkulus kel. Ludah pada panoramik digital (a: 66 kV/16mA dan b: 66 kV/ 5 mA).. 21

Gambar 10 : Gambaran perbandingan potongan gambar kista periapikal pada panoramik digital (a: 71 kV/15mA dan b: 71 kV/ 3 mA)... 22

Gambar 11 : Phantom...………. 23

Gambar 12 : Gambaran perbandingan foto panoramik digital ( a: reguler dan b: medium intensifying screen)... 27


(10)

( a: reguler intensifying screen dan b: radiografi digital)... 28 Gambar 14 : Gambaran perbandingan foto panoramik


(11)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Radiologi Dental Tahun 2010

Nofi Astari

Perbandingan dosis dan kualitas gambar radiografi panoramik konvensional dengan radiografi panoramik digital

viii + 35 halaman

Perubahan dari radiografi konvensional menuju digital menjadi pilihan dokter gigi saat ini. Radiografi panoramik konvensional memiliki banyak kekurangan yang dapat dilengkapi oleh radiografi panoramik digital. Kelebihan radiografi panoramik digital dibandingkan konvensional adalah tidak memerlukan proses kimiawi, hasil foto ditampilkan dalam beberapa detik, kemudahan penyimpanan dokumen, dan dapat dikirim kemanapun dengan jaringan internet.

Hasil foto panoramik yang dihasilkan oleh film konvensional dan hasil foto yang dihasilkan oleh panoramik digital adalah sebanding. Walaupun terdapat perbedaan resolusi film konvensional dan panoramik digital, tetapi hasil foto tetap dapat diinterpretasikan dengan baik untuk membantu penegakan diagnosa.

Panoramik digital juga mempunyai kelebihan dalam hal dosis radiasi bila dibandingkan dengan film konvensional. Penurunan dosis ini bahkan mencapai 40-70 % tanpa merusak kualitas foto yang dapat mengganggu hasil diagnosa. Penurunan dosis ini akhirnya akan mengurangi dampak paparan radiasi terhadap pasien maupun terhadap operator.


(12)

PENDAHULUAN

Penggunaan sinar rontgen telah lama di kenal sebagai suatu alat dalam bidang kedokteran umum dan kedokteran gigi yang sangat membantu dalam menegakkan diagnosa dan menentukan rencana perawatan.1 Gambaran yang dihasilkan oleh radiografi panoramik meliputi seluruh gigi dan struktur anatomi sekitarnya dengan relatif cepat dan mudah, sehingga radiografi panoramik digunakan secara luas untuk membantu menegakkan diagnosa.2

Pada tahun 1895, dua minggu setelah sinar X ditemukan, radiografi dental pertama dibuat oleh seorang dokter gigi dari Jerman yaitu Otto Walkoff. Ia menempatkan lempengan kaca fotografi yang dibungkus rubber dam kedalam mulutnya sendiri dan disinari selama 25 menit.3 Akhirnya, baru pada pertengahan 1980an radiografi digital pertama diperkenalkan di kedokteran gigi oleh Francis Mouyen dalam tulisannya yang menjelaskan mengenai RadioVisioGraphy (RVG) pada 1989.3,4

Radiografi digital yang pertama sekali diperkenalkan di kedokteran gigi adalah sensor digital intra-oral.5,6,7 Pada saat itu, banyak dokter gigi yang masih enggan mengadopsi teknologi baru ini, karena tidak mencakup gambaran panoramik dan sefalometri sehingga tidak memungkinkan dokter gigi untuk meninggalkan proses film dan mengadopsi teknologi digital.6,8

Walaupun dosis radiasi pada kedokteran gigi relatif kecil, tetapi paparan radiasi tersebut tetap harus diupayakan minimal. Dokter gigi harus


(13)

mempertimbangkan kelebihan alat radiografi untuk menurunkan paparan radiasi terhadap pasien. Karena efek radiasi tersebut akan terus terakumulasi sepanjang hidup pasien.1 Sekarang ini telah tersedia radiografi panoramik digital yang menunjukkan adanya kemungkinan pengurangan dosis tanpa merusak kualitas gambar.5

Penelitian Hassfeld menyatakan bahwa penurunan dosis pada radiografi digital hampir 40 % dibandingkan dengan film konvensional.5 Kelebihan teknik radiografi digital lainnya dibandingkan dengan film konvensional adalah kecepatan prosesing gambar, diperlukan sedikit tempat untuk penyimpanan gambar dan kecilnya kontaminasi terhadap lingkungan.7,9,10 Diperkirakan 10-20% dari praktisi kedokteran gigi telah menggunakan teknologi radiografi digital dalam prakteknya. Angka ini akan terus meningkat selama 5-10 tahun kedepan dimana dokter gigi secara berkesinambungan akan pindah dari penggunaan film konvensional ke radiografi digital.4

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui perbandingan dosis dan kualitas gambar antara radiografi panoramik konvensional dengan radiografi panoramik digital sehingga dokter gigi dapat memilih yang terbaik untuk membantu menegakkan diagnosa dan meningkatkan keberhasilan perawatan.

Dalam skripsi ini penulis akan membahas tentang radiografi panoramik meliputi definisi dan indikasi, prinsip kerja panoramik konvensional dan panoramik digital serta perbandingan dosis dan kualitas gambar radiografi panoramik konvensional dengan panoramik digital.


(14)

RADIOGRAFI PANORAMIK

Panoramik merupakan salah satu foto rontgen ekstraoral yang telah digunakan secara umum di kedokteran gigi untuk mendapatkan gambaran utuh dari keseluruhan maksilofasial.5,7,10,11 Foto panoramik pertama dikembangkan oleh tentara Amerika Serikat sebagai cara untuk mempercepat mendapatkan gambaran seluruh gigi untuk mengetahui kesehatan mulut tentaranya.12 Foto panoramik juga disarankan kepada pasien pediatrik, pasien cacat jasmani atau pasien dengan gag refleks.13 Salah satu kelebihan panoramik adalah dosis radiasi yang relatif kecil dimana dosis radiasi yang diterima pasien untuk satu kali foto panoramik hampir sama dengan dosis empat kali foto intra oral. 14

2.1 Definisi

Gambaran panoramik adalah sebuah teknik untuk menghasilkan sebuah gambaran tomografi yang memperlihatkan struktur fasial mencakup rahang maksila dan mandibula beserta struktur pendukungnya dengan distorsi dan overlap minimal dari detail anatomi pada sisi kontralateral.14,15 Radiografi panoramik adalah sebuah teknik dimana gambaran seluruh jaringan gigi ditemukan dalam satu film.16

Foto panoramik dikenal juga dengan panorex atau orthopantomogram dan menjadi sangat popular di kedokteran gigi karena teknik yang simple, gambaran mencakup seluruh gigi dan rahang dengan dosis radiasi yang rendah.12,17 Foto


(15)

panoramik dapat menunjukkan hasil yang buruk dikarenakan kesalahan posisi pasien yang dapat menyebabkan distorsi.13,15

Gamba r 1. Contoh foto panoramik18

2.2 Indikasi

Adapun seleksi kasus yang memerlukaan gambaran panoramik dalam

penegakan diagnosa diantaranya seperti:

1. Adanya lesi tulang atau ukuran dari posisi gigi terpendam yang menghalangi gambaran pada intra-oral.

2. Melihat tulang alveolar dimana terjadi poket lebih dari 6 mm.

3. Untuk melihat kondisi gigi sebelum dilakukan rencana pembedahan. Foto rutin untuk melihat perkembangan erupsi gigi molar tiga tidak disarankan.


(16)

keadaan gigi atau benih gigi.

5. Mengetahui ada atau tidaknya fraktur pada seluruh bagian mandibula. 6. Rencana perawatan implan gigi untuk mencari vertical height.17

2.3 Teknik dan Posisi pengambilan gambar panoramik

Teknik dan posisi yang tepat adalah bervariasi pada satu alat dengan alat lainnya. Tetapi, ada beberapa pedoman umum yang sama yang dimiliki semua alat dan dapat dirangkum meliputi:

Persiapan Alat :

1. Siapkan kaset yang telah diisi film atau sensor digital telah dimasukkan kedalam tempatnya.

2. Collimation harus diatur sesuai ukuran yang diinginkan. 3. Besarnya tembakan sinar antara 70-100 kV dan 4-12 mA.

4. Hidupkan alat untuk melihat bahwa alat dapat bekerja, naik atau turunkan tempat kepala dan sesuaikan posisi kepala sehingga pasien dapat diposisikan.

5. Sebelum memposisikan pasien, sebaiknya persiapan alat telah dilakukan. 17

Persiapan pasien

1. Pasien diminta untuk melepaskan seluruh perhiasan seperti anting, aksesoris rambut, gigi palsu dan alat orthodonti yang dipakainya.


(17)

2. Prosedur dan pergerakan alat harus dijelaskan untuk menenangkan pasien dan jika perlu lakukan percobaan untuk menunjukkan bahwa alat bergerak.

3. Pakaikan pelindung apron pada pasien, pastikan pada bagian leher tidak ada yang menghalangi pergerakan alat saat mengelilingi kepala.

4. Pasien harus diposisikan dalam unit dengan tegak dan diperintahkan untuk memegang handel agar tetap seimbang.

5. Pasien diminta memposisikan gigi edge to edge dengan dagu mereka bersentuhan pada tempat dagu.

6. Kepala tidak boleh bergerak dibantu dengan penahan kepala.

7. Pasien diinstruksikan untuk menutup bibir mereka dan menekan lidah ke palatum dan jangan bergerak sampai alat berhenti berputar.

8. Jelaskan pada pasien untuk bernafas normal dan tidak bernafas terlalu dalam saat penyinaran.17,18

Persiapan Operator :

1. Operator memakai pakaian pelindung.

2. Operator berdiri di belakang dengan mengambil jarak menjauh dari sumber x-ray ketika waktu penyinaran.

3. Lihat dan perhatikan pasien selama waktu penyinaran untuk memastikan tidak ada pergerakan.

4. Matikan alat setelah selesai digunakan dan kembalikan letak posisi kepala pada tempatnya.


(18)

Persiapan lingkungan terhadap proteksi radiasi

1. Pastikan perangkat sinar x digunakan dengan teknik yang baik dan parameter secara fisika terhadap berkas radiasi ditetapkan dengan benar. 2. Hindari kemungkinan kebocoran dengan menggunakan kepala tabung

harus radiopaque.

3. Filtrasi dari berkas sinar x dengan mengatur ketebalan filter. Ketebalan filter bergantung pada tegangan operasi dari peralatan sinar x. Tegangan mencapai 70 kVp ketebalan filter setara dengan ketebalan alumunium 2,5 mm untuk kekuatan tabung sinar x antara 70-100kVp. 18,19


(19)

BAB 3

RADIOGRAFI PANORAMIK KONVENSIONAL DAN RADIOGRAFI PANORAMIK DIGITAL

3.1. Radiografi Panoramik Konvensional

Radiografi panoramik konvensional menggunakan film panoramik yang merupakan film ekstra oral dimana film disinari diluar mulut pasien.12 Karena film sangat sensitif terhadap cahaya, untuk dapat melihat hasil paparan setelah film terpapar sinar x maka film tersebut harus diproses lebih dahulu baik melalui prosesing (pencucian) manual dikamar gelap maupun melalui prosesing secara otomatis menggunakan automatic machine processor.17 Apabila dilakukan secara manual maka ruang gelap harus memiliki ventilasi yang baik atau menggunakan pendingin udara (AC) dan operator harus menggunakan sarung tangan sesuai prosedur untuk menghindari kontak dengan larutan kimia.1,20

3.1.1 Prinsip Kerja Radiografi Panoramik Konvensional

Prinsip kerja film konvensional dapat dijelaskan seperti gambar analog. Gambar pada film terjadi karena interaksi sinar x dengan elektron dalam emulsi film yang menghasilkan gambar latent dan kemudian diperlukan proses kimiawi yang akan merubah gambar latent kedalam gambar sebenarnya (visible).4,17

Film radiografi konvensional terdiri dari ikatan halida perak didalam matriks gelatin. Ketika film ini terpapar oleh photon dari sinar x, maka kristal halida perak


(20)

sebagai detektor radiasi dan penampil gambar.8,20

Dalam film ekstra oral, secara tidak langsung reseptor digunakan untuk merekam gambar. Film tipe ini sensitif terhadap foton cahaya yang dipancarkan oleh layar penguat (intensifying screen). Film yang tersusun dari kristal halida perak ini memiliki sifat lebih sensitif terhadap cahaya dibandingkan terhadap sinar x. Penggunaan layar penguat adalah untuk mengurangi dosis dan dapat digunakan jika tidak membutuhkan detail yang baik.8 Menggunakan film dengan kecepatan tinggi adalah cara untuk mengurangi dosis radiasi pada pasien sampai 50% tanpa menggangu ketepatan diagnosa.1,4

3.1.2. Prosesing Film

Prosesing film adalah langkah penting untuk menghasilkan film yang baik. Walaupun teknik penempatan film sudah benar, pasien koperatif, mesin sinar x dengan kualitas terbaik dapat diusahakan, namun film dapat rusak selama prosesing.20 Bekerja dengan memahami bahwa proses kimia sangatlah diperlukan, sehingga kesalahan selama prosesing film dapat dihindarkan atau diperbaiki.

Adapun langkah kerja adalah:

1. Development yaitu proses dimana kristal perak halida yang terpapar sinar x dalam emulsi film dikonversikan ke hitam perak metalik untuk menghasilkan warna hitam atau abu-abu pada film.

2. Washing yaitu film dicuci dengan air untuk membersihkan sisa larutan


(21)

3. Fiksasi yaitu proses pembuangan kristal perak halida yang tidak terpapar dalam emulsi film, dengan hanya meninggalkan gelatin yang melekatkan hitam perak metalik ke dalam film.

4. Washing yaitu film dicuci dengan air untuk membersihkan sisa larutan fixer. 5. Drying yaitu film yang telah jadi dikeringkan.17,20,21

Gambar 2. Proses kimia film konvensional18

Prosesing film juga dapat dilakukan secara otomatis dengan menggunakan automatic machine processor sehingga tidak memerlukan kamar gelap. Tetapi perlu dilakukan kontrol infeksi dengan larutan desinfektan seperti hipoklorit 1%, karena saliva dapat mengkontaminasi film. Prosesing film dengan mesin ini memiliki


(22)

dua larutan developer dan fixer.17

3.2. Radiografi Panoramik Digital

Radiografi digital merupakan bentuk dari gambaran sinar x dimana sensor digital digunakan untuk menggantikan film konvensional.12 Alat dan informasi mengenai radiografi digital tersedia dalam banyak sumber termasuk jurnal kedokteran gigi, internet dan promosi.6


(23)

3.2.1. Prinsip Kerja Radiografi Panoramik Digital

Gambar digital disusun oleh pixel atau elemen kecil yang sensitif terhadap cahaya.3,15 Pixel ini dapat berupa suatu rentang gradasi warna abu-abu tergantung kepada paparan dan disusun pada baris dan grid pada sensor, tidak seperti kristal yang terdistribusi secara acak pada film standar. Namun demikian, tidak seperti film, sensor hanyalah berupa detektor radiasi dan gambar ditampilkan pada monitor.8

Signal yang dihasilkan oleh sensor merupakan signal analog. Sensor terhubung pada komputer dan signal akan disampling pada interval tertentu. Output dari masing-masing pixel akan dikuantifikasi dan dikonversi menjadi angka oleh

frame gabber pada komputer.8 Rentang angka tersebut normalnya dimulai dari 0

sampai 256, dengan 0 berarti hitam dan 256 berarti putih. Warna lain merupakan gradasi warna abu-abu.3,4,8

Jumlah tingkatan warna abu-abu berhubungan dengan resolusi kontras, dan ukuran pixel berhubungan dengan resolusi spatial. Kedua hal tersebut menentukan resolusi secara keseluruhan dari gambar. Resolusi juga dapat dijabarkan dalam pasangan garis permilimeter. Kebanyakan film E-speed konvensional memiliki resolusi 20 LP/mm sementara dengan radiografi digital rentang resolusi berada antara 7-10 LP/mm. Pengurangan resolusi tersebut tidak berpengaruh terhadap diagnosis klinik. 8

Radiografi digital merupakan hasil interaksi antara sinar X dengan elektron pada pixel sensor elektronik (elemen gambar), konversi data analog menjadi data digital proses komputer, dan gambar yang ditampilkan pada layar komputer.4


(24)

Terdapat dua teknologi terbaru yang dapat menghasilkan gambar digital tanpa menggunakan prekursor analog:

1. Direct digital image dengan menggunakan solid states sensor yang

berdasarkan kepada Charge Couple Device (CCD) atau Complementary Metal Oxide Semiconductor (CMOS).1,3,8,15,22

Direct digital image dengan sensor CCD dapat menunjukkan hasil foto saat itu juga, yang ditampilkan pada layar monitor dalam beberapa detik.22 CCD merupakan salah satu desain chip elektronik yang digunakan untuk menangkap gambar radiografi. Chip ini akan mengubah energi foton sinar x yang mengenai sensor menjadi signal elektronik.

CCD terdiri dari atom silikon yang berikatan dengan photoelectric cells. Pemaparan sinar x akan merusak ikatan tersebut dan photoelectric cells akan terurai menjadi satuan pixel. Untuk meningkatkan efisiensi dari proses pengubahan ini, satu lapisan yang mengeluarkan cahaya diletakkan diatas CCD. Lapisan tersebut akan mengubah sinar x menjadi foton cahaya, yang kemudian akan diabsorbsi oleh chip CCD dan kemudian diubah menjadi sinyal elektrik. Sensor tidak dapat menyimpan informasi dan sinyal ini akan dikirimkan ke komputer dengan menggunakan kabel yang menghubungkan sensor dengan komputer.3,8 Kelebihan direct sensor system adalah waktu karena gambar secara langsung diproyeksikan kedalam layar komputer.8,22


(25)

Teknologi CMOS secara prinsip tidak berbeda dengan CCD. Namun, perbedaannya tedapat pada mikroarsitektur chip. Pada chip ini, komponen elektronik yang mengatur konversi energi foton menjadi sinar elektronik terintegrasi pada chip itu sendiri. Hal ini akan menyederhanakan proses manufaktur dan mengurangi biaya produksi. Namun demikinan kebanyakan radiografi digital yang beredar dipasaran menggunakan sensor CCD.3

2. Semi direct digital image didapat menggunakan Photo Stimulable Phosphor

(PSP).1,3,15,22

Khasima adalah yang pertama sekali menggunakan storage phosphor sebagai reseptor pada radiografi panoramik.23 Sistem PSP terkadang disebut juga storage phospor plate system dengan menggunakan suatu lempengan yang dilapisi kristal posfor. Lapisan posfor ini dapat menyimpan energi foton dari sinar x untuk sementara waktu. Untuk membaca gambar yang ada di lempengan tersebut digunakan scanner. Dimana proses scanning lempengan dilakukan dengan sinar laser dengan pada gelombang mendekati merah.

Energi yang dikeluarkan dari lapisan posfor akan dideteksi oleh suatu penguat gambar seperti europium-doped barium fluorohalide yang bertindak sebagai aktivator. Ketika fluohalide kompleks terstimulasi oleh sinar laser, sinar x akan diserap dan akan diubah menjadi informasi gambar digital. Gambar latent akan tetap berada di lempengan posfor sebelum fase scanning selama beberapa menit sampai beberapa jam tergantung kepada kondisi lingkungan dimana lempengan disimpan. Lempengan tersebut tidak boleh terpapar dengan cahaya yang terang atau panas


(26)

scanner. Setelah lempengan dipindai, lempengan tersebut kemudian dipaparkan dengan cahaya yang terang yang akan menghapus seluruh energi yang tersisa dan lempengan dapat digunakan kembali.3,22

Gambar 4. Scanner laser Scan X 6,15

Pada radiografi digital prosesing gambar dapat dioptimalkan dengan mengatur kontras dan tingkat kecerahan gambar. Ini dapat digunakan pada hasil foto overexposure atau underexposure. Gambar digital juga dapat diperbesar sehingga memudahkan melihat lebih detail tetapi hal ini tergantung pada tingkat resolusi gambar.24


(27)

3.2.3 Komponen Pendukung

1. Sumber Sinar X

Pada kebanyakan kasus, unit sinar x intra oral masih dapat digunakan untuk radiografi digital. Pemaparan sinar pada radiografi digital lebih rendah dibandingkan radiografi konvensional.6 Pada mesin sinar x konvensional dihasilkan 60-80 kV sedangkan pada mesin sinar x digital diperluka n 57-85 kV, maka masih memungkinkan untuk mengatur unit sinar x sesuai parameter yang diinginkan.1,25 Pada radiografi panoramik, penyesuaian unit harus dilakukan dan tergantung dengan sistem reseptor gambar yang dipilih juga desain dari unit panoramik. 6

2. Reseptor Gambar

Pada radiografi digital, film konvensional digantikan dengan reseptor gambar. Dua tipe reseptor gambar yang tersedia adalah: Charge Couple Device (CCD) atau Complementary Metal Oxide Semiconductor (CMOS) dan Storage Phosphor Plate Systems (PSP).

3. Komputer dan Monitor

Komputer dan monitor sangat penting dalam proses dan melihat gambar radiografi digital. Baik laptop atau personal computer, keduanya dapat digunakan sehingga dapat disesuaikan dengan yang telah dimiliki dokter gigi. Penginstalan jaringan pada komputer perlu dilakukan agar hasil foto dapat dikirim dan dilihat di berbagai tempat. Walaupun monitor komputer biasa dapat digunakan, tetapi menggunakan monitor dengan resolusi tinggi akan menghasilkan kualitas gambar yang lebih baik. 6


(28)

Gambar 5. Monitor dan printer15

4. Software

Software pada radiografi digital harus memiliki kemampuan prosesing gambar dan menyediakan penyesuaian dalam penerangan, ketajaman dan koreksi gamma harus sebaik catatan ukuran parameter. Software juga telah dikembangkan dengan kemampuan keamanan sehingga mencegah tergantinya hasil foto asli dengan foto yang diubah pada dokumen elektronik pasien. Sebelum melakukan pembelian unit, sangat penting menyesuaikan software radiografi digital dengan software yang digunakan dokter gigi di prakteknya sehingga mencegah ketidakcocokan masuknya dokumen elektonik pasien dan dapat menyebabkan kerusakan jaringan. 6

5. Aksesoris

Pembelian aksesoris seperti pegangan reseptor gambar akan menjadi diperlukan tetapi disesuaikan dengan tipe dan merek reseptor gambar tertentu yang


(29)

digunakan. Reseptor CCD dari berbagai pabrik memiliki berat dan dimensi alat yang berbeda juga.6 Plastic sleeve juga harus dibeli untuk mencegah infeksi pasien yang dapat ditularkan oleh reseptor CCD.3,6

6. Printer

Salah satu kelebihan menggunakan radiografi digital adalah tidak diperlukannya hasil cetakan. Tetapi dokter gigi tidak dapat mengelak dari pentingnya hasil foto. Alasan utama mencetak hasil foto adalah untuk edukasi pasien, dimana foto tersebut dapat dibawa oleh pasien, atau ketika foto tersebut diperlukan oleh dokter gigi lain sebagai referensi karena dokter tersebut tidak memiliki fasilitas digital radiografi.6


(30)

PERBANDINGAN RADIOGRAFI PANORAMIK KONVENSIONAL DENGAN RADIOGRAFI PANORAMIK DIGITAL

4.1 Perbandingan Dosis X-Ray

Penurunan dosis dengan hasil foto maksimal adalah tujuan radiografi untuk meminimalkan paparan radiasi terhadap pasien. Penurunan dosis didapat dengan manipulasi ukuran tube potential (dalam kV) dan tube current (dalam mA) atau dengan menggunakan intensifying screen. Pengubahan ukuran kV dan ukuran mA juga dapat menghasilkan kualitas foto yang kurang baik.7

Pada radiografi konvensional, penggunaan ukuran kV yang rendah dan mA yang tinggi dalam hubungannya dengan penggunaan regular intensifying screen untuk menurunkan dosis telah dilaporkan.7 Dula menyatakan bahwa penurunan dosis dapat dicapai dengan pengurangan ukuran mikroAmpere (mA) daripada menurunkan ukuran kiloVolt (kV) karena peningkatan absorbsi radiasi pada jaringan terjadi dengan ukuran kV yang rendah. 5,7 Karena alasan tersebut maka penurunan dosis dalam penelitian saat ini dicapai dengan tetap pada ukuran kV standard tetapi menurunkan ukuran mA.5

Hasil penelitian Dannewitz dan Hassfeld yang dilaporkan tahun 2002 menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara hasil foto panoramik digital dengan ukuran standard dan hasil foto panoramik digital dengan ukuran mA yang telah dikurangi. Penelitian ini menggunakan digital panoramik Orthophos DS, hasil foto pertama dengan menggunakan ukuran yang disarankan oleh pabrik yaitu


(31)

66 kV dan 16 mA (gambar 6) dan hasil foto kedua didapat dengan alat yang sama tetapi mengurangi ukuran mA sebesar 50% menjadi 8mA (gambar 7).5

Gambar 6. Hasil foto digital panoramik dengan standard paparan (66kV/16mA)5

Gambar 7. Hasil foto digital panoramik dengan penurunan mA 50% (66kV/8mA)5

Dalam penelitiannya Dannewitz dan Hassfeld juga menganalisa hasil foto struktur anatomi fisiologi dan patologi dengan memotong gambar (crop). Dalam hasil potongan gambar tersebut juga tidak terdapat perbedaan yang nyata antara hasil foto dengan pengurangan mA dan hasil foto dengan ukuran standar panoramik. Penurunan tube current ( ukuran mA) dapat dilakukan sebesar 48 % - 81 % dari aturan standar.5


(32)

( a: 73 kV/15 mA dan b : 73 kV/ 8 mA)

Gambar diatas menunjukkan perbandingan hasil foto kista periapikal yang diambil dengan panoramik digital, dimana gambar 8a menggunakan ukuran standar (73kV/15mA) dan gambar 8b diambil dengan ukuran tube current ( mA) diturunkan sampai 47 % (73 kV/8 mA).

Gambar 9 : Perbandingan potongan gambar kalkulus kel.ludah pada panoramik digital ( a: 66 kV/16 mA dan b : 66 kV/ 5 mA)


(33)

Gambar sebelumnya menunjukkan perbandingan hasil foto kalkulus kelenjar ludah yang diambil dengan panoramik digital, dimana gambar 9a menggunakan ukuran standar ( 66 kV/16 mA ) dan gambar 9b diambil dengan ukuran tube current ( mA) diturunkan sampai 69 % ( 66 kV/5mA).

Gambar 10 : Perbandingan potongan gambar kista periapikal pada panoramik digital

( a: 71 kV/15 mA dan b : 71 kV/ 3 mA)

Gambar 10 menunjukkan perbandingan hasil foto kista periapikal pada apex gigi terpendam yang diambil dengan panoramik digital, dimana gambar 10a menggunakan ukuran standar (71kV/15mA) dan gambar 10b diambil dengan ukuran tube current (mA) diturunkan sampai 80 % (73 kV/3 mA).5 Kesimpulan penelitian ini menyebutkan bahwa panoramik digital dengan menggunakan Orthophos DS dapat menurunkan dosis sampai dengan diatas 50% dengan kualitas hasil foto memuaskan untuk mendiagnosa. Peneltian Farman dkk menunjukkan bahwa digital panoramik dengan merek dagang Digipan dapat diturunkan sampai 70% bila dibandingkan dengan film konvensional tanpa terjadi kerusakan kualitas hasil foto secara subjektif.5


(34)

pada digital panoramik radiografi dibandingkan dengan konvensional panoramik tanpa merusak kualitas gambar.10,26

4.1.1 Dosis X-Ray yang diterima pasien.

Dewasa ini, pertumbuhan radiografi digital lebih pesat dibandingkan dengan radiografi konvensional.2 Kelebihan pada radiografi digital ditandai dengan penurunan dosis radiasi yang diterima pasien.3 Sistem reseptor yang digunakan pada foto digital memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi dan jangkauan yang luas. Karena alasan inilah didapatkan penurunan radiasi yang signifikan dengan radiografi konvensional.18 Salah satu kelebihan foto panoramik adalah penurunan dosis apabila dibandingkan dengan foto full-mouth intraoral dimana dosis efektif terhadap pasien untuk satu kali foto panoramik kira-kira sama dengan empat kali foto intra oral.7,14

Paparan radiasi terhadap pasien dapat diukur dengan menggunakan phantom radiografi. Perkiraan radiasi yang terpapar pada pasien diukur dengan dosimeter area permukaan kulit pada phantom. Kemudahan untuk diukur dan proporsional terhadap paparan pada pasien sebenarnya merupakan alasan mengapa phantom digunakan untuk menetapkan standard dosis.18


(35)

Gambar 11. Phantom 26

Dosis Efektif menunjukkan dosis paparan yang berbeda dari setiap bagian tubuh karena perbedaan sensitivitas, dengan satuan Sievert.

Dihitung dengan menggunakan rumus :

Dosis Efektif (µSv ) = Dosis radiasi terserap (µGy) X Tissue Weighting Factor (Wt)

Keterangan :

• Dosis Radiasi Terserap diukur sebagai jumlah energi yang diserap tubuh dari alat per kilogram jaringan, dengan satuan Joules/Kg atau Gray.


(36)

pemaparan foto panoramik dengan menggunakan lima macam alat digital panoramik berbeda. Empat alat menggunakan reseptor Charge Couple Divice dan satu alat menggunakan Storage Phosphor Plates dan dosis radiasi terserap tertinggi ditemukan pada kelenjar ludah yaitu 109,9 - 410,1 µGy. Dosis efektif radiasi dari beberapa jenis alat panoramik digital berkisar diantara 4,7 µSv dan 14,9 µSv.15 Pada data penelitian sebelumnya ditemukan bahwa paparan dosis per unit panoramik adalah diantara 0.040-0.047µSv mAs untuk unit konvensional dan 0.027-0.076 µSv mAs untuk unit digital.26

4.1.2 Dosis X-Ray yang diterima operator.

Walaupun kebanyakan penelitian berkonsentrasi terhadap terpaparnya pasien selama foto, operator adalah orang yang sangat potensial mendapatkan efek radiasi dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah penelitian epidemiologi di Swedia menunjukkan peningkatan resiko kanker kelenjar tiroid pada dokter gigi dan asistennya, serta laporan kasus karsinoma kulit pada jari operator yang menahan film dalam mulut pasien secara rutin selama bertahun-tahun.2

Dosis radiasi tertinggi yang diperbolehkan pada operator adalah 50 mSv.1,15 Pada penelitian Gijbel didapat bahwa dosis akibat terpaparnya operator dengan jarak satu meter dari unit panoramik bervariasi antara 0,18-0,53 µGy untuk kelenjar tiroid dan 0,04-0,38 µGy untuk gonad, dan tergantung dari tipe unit panoramik.2 Sedangkan dosis efektif bervariasi antara 0,01-0.03 µSv untuk kelenjar tiroid dan 0,01-0.08 µSv untuk gonad. Dengan asumsi terjadi 500 kali foto panoramik per tahun, maka


(37)

operator akan menerima dosis efektif tahunan sebesar 5-15 µSv untuk kelenjar tirod dan 5-40 µSv untuk gonad. Hal ini tergantung dari tipe unit panoramik digital dan jarak operator berdiri sejauh satu meter dari unit, tanpa dinding pelindung atau apron.15. Walaupun dosis terpaparnya operator pada foto panoramik relatif kecil, tetapi ini masih dapat diperkecil dengan menambah jarak ke unit. Walau tanpa pelindung, menjaga jarak 2 meter ke sumber radiasi akan menurunkan radiasi sebesar 75%.2

4.2 Perbandingan Kualitas Gambar

Pengaturan paparan yang benar akan menghasilkan foto yang kontras dan jelas. Pada film konvensional, hasil foto akan terlihat gelap ketika overexposed dan tidak dapat lagi diperbaiki setelah film selesai prosesing. Berbeda dengan digital, foto overexposed dapat menjadi lebih terang dan foto underexposed dapat diperbaiki menjadi lebih gelap.3 Tetapi dalam foto digital terdapat batasan untuk kemampuan memperbaiki hasil foto yang kurang baik. Kita tidak dapat menyimpan foto dengan pixel yang tinggi atau foto terlalu gelap dan juga terdapat batasan seberapa besar kontras yang dapat diberikan.4

Dalam penelitian Peker dilaporkan pada tahun 2009 dimana membandingkan konvensional film yang menggunakan medium dan regular intensifying screen dengan digital panoramik menggunakan sensor CCD, mengatakan bahwa kualitas hasil foto adalah sebanding. Peker yang menggunakan unit panoramik konvensional Trophy OP100 dan unit panoramik digital Orthoralix 9200 DDE mendapatkan secara


(38)

yang dihasilkan medium dan regular intensifying screen dengan hasil foto digital. Tetapi regular intensifying screen dan panoramik digital menghasilkan dosis radiasi yang lebih rendah terhadap pasien dibandingkan medium intensifying screen.10

Gambar 12. Perbandingan foto panoramik (a: regular b: medium intensifying screen)10

Gambar 12 adalah perbandingan hasil foto panoramik konvensional dengan menggunakan medium dan regular intensifyng screen dan secara subjektif dinyatakan bahwa kualitas hasil foto antara medium dan regular intensifying screen telah dievaluasi dan tidak ada perbedaan yang nyata yang ditemukan baik dari struktur anatomi atau patologi.10

Gambar 13. Perbandingan foto panoramik (a: regular intensifying screen b: radiografi digital)10


(39)

Gambar 14. Perbandingan foto panoramik (a: medium intensifying screen b: radiografi digital)10

Pada 1998, Wenzel meninjau keakuratan diagnosa deteksi karies pada foto digital dan disimpulkan bahwa sistem digital menunjukkan keakuratan yang sama dengan film konvensional. Ramesh juga menyatakan bahwa hasil foto panoramik digital sebanding dengan film konvensional dalam mendeteksi karies dan film konvensional lebih akurat dalam diagnosa periodontitis. Tetapi ini tergantung dari pengalaman dokter gigi dalam menganalisa foto digital.18

Dalam penelitian Farman dan Farman, mereka menemukan bahwa hasil foto Temporomandibular Joint (TMJ) dengan film konvensional lebih baik daripada digital baik menggunakan PSP atau CCD. Tetapi pada penelitian Gijbel dengan menggunakan phantom dinyatakan bahwa kualitas hasil foto digital dengan PSP hampir sama dengan film konvensional. Alasan mengapa terlihat struktur anatomi tersebut lebih jelek pada digital panoramik adalah karena perbedaan dalam resolusi.9


(40)

dengan Radiografi Panoramik Digital

Kekurangan Film Konvensional yaitu:

1. Diperlukan biaya pembelian film dan larutan prosesing.

2. Diperlukan biaya untuk peralatan prosesing dan ruangan gelap.

3. Dibutuhkan banyak waktu yang diperlukan untuk prosesing film dan perawatan prosesor.

4. Film yang telah diproses jarang menghasilkan hasil optimal. 5. Penggunaan cairan kimia yang bersifat toksik terhadap lingkungan. 6. Permasalahan dalam penyimpanan dan pengambilan kembali.15

Kelebihan Film konvensional

1. Dibutuhkan biaya awal yang rendah terutama untuk prosesing secara manual. 2. Tidak diperlukan waktu dan tenaga untuk training karena unit panoramik

konvensional telah tersedia.15

3. Film konvensional memiliki resolusi lebih tinggi dibandingkan digital.8

Kelebihan radiografi digital.

1. Tidak diperlukan prosesing kimia dan mengurangi pencemaran lingkungan. 2. Penghematan waktu.

3. Penurunan dosis radiasi pada pasien


(41)

5. Memudahkan penjelasan pada pasien mengenai edukasi dan rencana perawatan

6. Karena foto dalam bentuk elektronik, labeling dan mounting tidak diperlukan. Dan foto dapat dilihat hanya dengan beberapa kali klik.

7. Film dapat dikirim kemanapun dalam dokumen elektronik tanpa membuat duplikatnya.

8. Waktu penyinaran dapat dikurangi bahkan tanpa mengurangi kualitas hasil foto.6,15

Kekurangan Radiografi digital

1. Diperlukan biaya yang besar untuk pembelian satu unit panoramik digital. 2. Diperlukan tambahan monitor komputer, printer dan jaringan internet.

3. Perbedaan cara dan sistem pengoperasian sehingga dibutuhkan waktu dan kemauan belajar digital.6,8


(42)

KESIMPULAN

Radiografi sudah menjadi kebutuhan bagi dokter gigi dalam membantu menegakkan diagnosa baik menggunakan film konvensional atau dengan sistem digital. Panoramik konvensional menggunakan film panoramik ekstra oral dimana film disinari diluar mulut pasien. Setelah film terpapar sinar x, radiografi konvensional memerlukan proses kimiawi didalam ruangan gelap dikarenakan film sangat sensitif terhadap cahaya. Sedangkan radiografi digital merupakan bentuk dari gambaran sinar x dimana sensor digital digunakan untuk menggantikan film konvensional. Adapun sensor digital yaitu: Direct digital image dengan menggunakan solid states sensor yang berdasarkan kepada Charge Couple Device (CCD) atau Complementary Metal Oxide Semiconductor (CMOS) dan Semi direct digital image didapat menggunakan Photo Stimulable Phosphor (PSP). Direct digital image yang menggunakan CCD atau CMOS dapat menampilkan hasil foto pada layar monitor dalam beberapa detik. Sedangkan semi direct digital image yg menggunakan PSP memerlukan waktu untuk proses scanning.

Kelebihan teknik radiografi digital dibandingkan dengan film konvensional adalah kecepatan prosesing gambar, hanya diperlukan sedikit tempat untuk penyimpanan gambar dan kecilnya kontaminasi terhadap lingkungan. Radiografi digital juga memerlukan dosis yang lebih rendah daripada film konvensional. Dalam beberapa penelitian dilaporkan hampir 40-70% terjadi penurunan dosis pada


(43)

penggunaan digital panoramik radiografi dibandingkan dengan film konvensional panoramik tanpa merusak kualitas gambar. Penelitian Peker pada tahun 2009 yang membandingkan konvensional film menggunakan medium dan regular intensifying screen dengan digital panoramik mengatakan bahwa kualitas hasil foto adalah sebanding.


(44)

1 American Dental Association. The Use Of Dental Radiograph : Update And Recommendation. 2006:137:1304-1312.

2 Gijbels F, Jacobs R, Bogaerts R et al. Dosimetry Of Digital Panoramic Imaging. Part II: Occupational Exposure. Dentomaxillofacial Radiology. 2005: 34: 150-153.

3 Paul F. Filmless Imaging: The Uses Of Digital Radiography In Dental Practice. JADA. 2005:136:1379-1387.

4 Parks ET, Williamson GF. Digital Radiography: An Overview. J Contemp Dent Pract. 2002: 3 (4): 023-039.

5 Dannewitz B, Hassfeld S, Eickholz P et al. Effect Of Dose Reduction In Dental Panoramic Radiography On Image Quality. Dentomaxillofacial Radiology. 2002: 31: 50-55.

6 Petrikowski GC. Introducing Digital Radiography In The Dental Office: An Overview. J Can Dent Assoc. 2005: 71 (9): 651-653.

7 Alkurt MT, Usalan G. Clinical Evaluation Of Dose Reduction On Image Quality Of Panoramic Radiographs. The Journal Of Contemporary Dental Practice. 2008:9:1-10.

8 Brennan J. An Introduction To Digital Radiography In Dentistry. Journal Of Orthodontics. 2002: 29: 66-69.

9 Molander B, Grondahl HG, Ekestubbe A. Quality Of Film Based And Digital Panoramic Radiography. Dentomaxillofacial Radiology. 2004: 33: 32-36.


(45)

10 Peker I, Alkurt TM, Usalan G et al. The Comparison Of Subjective Image Quality In Conventional And Digital Panoramic Radiography. Indian J Dent Res. 2009: 20 (1): 21-25.

11 Schule R, Krummenauer F, Schalldach F et al. Precision And Accuracy Of Measurement In Digital Panoramic Radiography. Dentomaxillofacial Radiology. 2000: 29: 52-56.

12 Anonimous,

13 Ramesh A, Tyndall DA, Ludlow JB. Evaluation Of a New Digital Panoramic System: a Comparison With Film. Dentomaxillofacial Radiology. 2001: 30: 98-100.

14 Kim YH, Lee JS. Reference Dose Level For Dental panoramic In Anyang City. Korean Journal Of Oral And Maxillofacial Radiology.2009: 39:199-203.

15 Farman AG. Panoramic Radiology: Seminars On Maxillofacial Imaging And Interpretation. New york:Springer, 2007: 28-32, 115, 165-168.

16 Lecomber AR, Downes SL, Mokhtari M et al. Optimisation of pasien dose in programble dental panoramic radiograph. Dentomaxillofacial radiology. 2000:29:107-112.

17 Whaites E. Essensial Of Dental Radiografi Fourth Edition.Philadelpia:Elsevier, 2007: 25-27,188,194 .

18 Pasler FA, Visser H. Pocket Atlas Of Dental Radiology. New York:Thieme, 2007:12-16.

19 Lyre WR, Johnson ON. Essentials of Dental Radiography for Dental Assistants and Hygienists. New Jersey:Prentic-Hall Inc, 1985: 339.


(46)

21 Smith NJD. Dental Radiography. London: Blackwell Scientific Pub, 1988:24. 22 Wakoh M, Kuroyanagi K. Digital Imaging Modalities For Dental Practice. Bull

Tokyo dent coll. 2001:42: 1-14.

23 Farman TT, Farman AG, Kelly MS et al. Charge-Couple Device Panoramic Radiography: Effect Of Beam Energy On Radiation Exposure. Dentomaxillofacial radiology. 1998: 27:36-40.

24 Paul F. Better Imaging: The Advantages Of Digital Radiography. JADA. 2008:139:7s-13s.

25 Supari SF, Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2008 : Kep.Men.Kes NO. 1014/Menkes/SK/XI/2008.

26 Gijbels F, Jacobs R, Bogaerts R et al. Dosimetry Of Digital Panoramic Imaging. Part I: Patient Exposure. Dentomaxillofacial Radiology. 2005: 34: 145-149.


(1)

5. Memudahkan penjelasan pada pasien mengenai edukasi dan rencana perawatan

6. Karena foto dalam bentuk elektronik, labeling dan mounting tidak diperlukan. Dan foto dapat dilihat hanya dengan beberapa kali klik.

7. Film dapat dikirim kemanapun dalam dokumen elektronik tanpa membuat duplikatnya.

8. Waktu penyinaran dapat dikurangi bahkan tanpa mengurangi kualitas hasil foto.6,15

Kekurangan Radiografi digital

1. Diperlukan biaya yang besar untuk pembelian satu unit panoramik digital. 2. Diperlukan tambahan monitor komputer, printer dan jaringan internet.

3. Perbedaan cara dan sistem pengoperasian sehingga dibutuhkan waktu dan kemauan belajar digital.6,8


(2)

BAB 5 KESIMPULAN

Radiografi sudah menjadi kebutuhan bagi dokter gigi dalam membantu menegakkan diagnosa baik menggunakan film konvensional atau dengan sistem digital. Panoramik konvensional menggunakan film panoramik ekstra oral dimana film disinari diluar mulut pasien. Setelah film terpapar sinar x, radiografi konvensional memerlukan proses kimiawi didalam ruangan gelap dikarenakan film sangat sensitif terhadap cahaya. Sedangkan radiografi digital merupakan bentuk dari gambaran sinar x dimana sensor digital digunakan untuk menggantikan film konvensional. Adapun sensor digital yaitu: Direct digital image dengan menggunakan solid states sensor yang berdasarkan kepada Charge Couple Device (CCD) atau Complementary Metal Oxide Semiconductor (CMOS) dan Semi direct

digital image didapat menggunakan Photo Stimulable Phosphor (PSP). Direct digital image yang menggunakan CCD atau CMOS dapat menampilkan hasil foto pada layar

monitor dalam beberapa detik. Sedangkan semi direct digital image yg menggunakan PSP memerlukan waktu untuk proses scanning.

Kelebihan teknik radiografi digital dibandingkan dengan film konvensional adalah kecepatan prosesing gambar, hanya diperlukan sedikit tempat untuk penyimpanan gambar dan kecilnya kontaminasi terhadap lingkungan. Radiografi digital juga memerlukan dosis yang lebih rendah daripada film konvensional. Dalam beberapa penelitian dilaporkan hampir 40-70% terjadi penurunan dosis pada


(3)

penggunaan digital panoramik radiografi dibandingkan dengan film konvensional panoramik tanpa merusak kualitas gambar. Penelitian Peker pada tahun 2009 yang membandingkan konvensional film menggunakan medium dan regular intensifying

screen dengan digital panoramik mengatakan bahwa kualitas hasil foto adalah


(4)

DAFTAR RUJUKAN

1 American Dental Association. The Use Of Dental Radiograph : Update And

Recommendation. 2006:137:1304-1312.

2 Gijbels F, Jacobs R, Bogaerts R et al. Dosimetry Of Digital Panoramic Imaging.

Part II: Occupational Exposure. Dentomaxillofacial Radiology. 2005: 34:

150-153.

3 Paul F. Filmless Imaging: The Uses Of Digital Radiography In Dental Practice. JADA. 2005:136:1379-1387.

4 Parks ET, Williamson GF. Digital Radiography: An Overview. J Contemp Dent Pract. 2002: 3 (4): 023-039.

5 Dannewitz B, Hassfeld S, Eickholz P et al. Effect Of Dose Reduction In Dental

Panoramic Radiography On Image Quality. Dentomaxillofacial Radiology. 2002:

31: 50-55.

6 Petrikowski GC. Introducing Digital Radiography In The Dental Office: An

Overview. J Can Dent Assoc. 2005: 71 (9): 651-653.

7 Alkurt MT, Usalan G. Clinical Evaluation Of Dose Reduction On Image Quality

Of Panoramic Radiographs. The Journal Of Contemporary Dental Practice.

2008:9:1-10.

8 Brennan J. An Introduction To Digital Radiography In Dentistry. Journal Of Orthodontics. 2002: 29: 66-69.

9 Molander B, Grondahl HG, Ekestubbe A. Quality Of Film Based And Digital


(5)

10 Peker I, Alkurt TM, Usalan G et al. The Comparison Of Subjective Image Quality

In Conventional And Digital Panoramic Radiography. Indian J Dent Res. 2009:

20 (1): 21-25.

11 Schule R, Krummenauer F, Schalldach F et al. Precision And Accuracy Of

Measurement In Digital Panoramic Radiography. Dentomaxillofacial Radiology.

2000: 29: 52-56.

12 Anonimous,

13 Ramesh A, Tyndall DA, Ludlow JB. Evaluation Of a New Digital Panoramic

System: a Comparison With Film. Dentomaxillofacial Radiology. 2001: 30:

98-100.

14 Kim YH, Lee JS. Reference Dose Level For Dental panoramic In Anyang City. Korean Journal Of Oral And Maxillofacial Radiology.2009: 39:199-203.

15 Farman AG. Panoramic Radiology: Seminars On Maxillofacial Imaging And

Interpretation. New york:Springer, 2007: 28-32, 115, 165-168.

16 Lecomber AR, Downes SL, Mokhtari M et al. Optimisation of pasien dose in

programble dental panoramic radiograph. Dentomaxillofacial radiology.

2000:29:107-112.

17 Whaites E. Essensial Of Dental Radiografi Fourth Edition.Philadelpia:Elsevier, 2007: 25-27,188,194 .

18 Pasler FA, Visser H. Pocket Atlas Of Dental Radiology. New York:Thieme, 2007:12-16.

19 Lyre WR, Johnson ON. Essentials of Dental Radiography for Dental Assistants and Hygienists. New Jersey:Prentic-Hall Inc, 1985: 339.


(6)

20 Anonimous, http: 21 Smith NJD. Dental Radiography. London: Blackwell Scientific Pub, 1988:24. 22 Wakoh M, Kuroyanagi K. Digital Imaging Modalities For Dental Practice. Bull

Tokyo dent coll. 2001:42: 1-14.

23 Farman TT, Farman AG, Kelly MS et al. Charge-Couple Device Panoramic

Radiography: Effect Of Beam Energy On Radiation Exposure.

Dentomaxillofacial radiology. 1998: 27:36-40.

24 Paul F. Better Imaging: The Advantages Of Digital Radiography. JADA. 2008:139:7s-13s.

25 Supari SF, Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan

Kesehatan. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2008 : Kep.Men.Kes

NO. 1014/Menkes/SK/XI/2008.

26 Gijbels F, Jacobs R, Bogaerts R et al. Dosimetry Of Digital Panoramic Imaging.