Karakteristik Penderita Kanker Prostat yang Dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah DR. Pirngadi Medan Tahun 2011-2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Kanker Prostat
Kanker prostat merupakan suatu penyakit kanker yang menyerang kelenjar
prostat dengan sel-sel prostat, tumbuh secara abnormal dan tidak terkendali,
sehingga mendesak dan merusak jaringan sekitarnya yang merupakan keganasan
terbanyak diantara sistem urogenitalia pada pria. Kanker ini sering menyerang
pria yang berumur di atas 50 tahun, diantaranya 30% menyerang pria berusia 7080 tahun dan 75% pada usia lebih dari 80 tahun. Kanker ini jarang menyerang pria
berusia di bawah 45 tahun (Purnomo, 2011). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Kanker Prostat

7
Universitas Sumatera Utara

8

2.2 Anatomi Prostat

Gambar 2.2. Anatomi Kelenjar Prostat

Kelenjar Prostat merupakan salah satu kelenjar organ genetalian pria yang
berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul fibromuskuler, yang terletak
disebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra
pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum (Drake et.al. 2007).
Bentuknya sebesar buah kemiri yang dan beratnya 20 gram, tebal ± 2cm ,
panjangnya ± 3cm dan lebar ± 4 cm pada bagian depan prostat disokong oleh
ligamentum prostatik dan di bagian belakang oleh diafragma urogenital
(Purnomo, 2011).
Menurut Sloane (2003), secara histologi prostat terdiri atas kumpulan 30-50
kelenjar tubulo alveolar mengeluarkan sekret kedalam 15-25 saluran keluar yang
terpisah. Saluran ini bermuara ke uretra pada kedua sisi kokikulus seminalis.
Kelenjar ini terbenam dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang
dipisahkan oleh jaringan ikat kolagen dan serat elastik. Otot membentuk masa
padat dan dibungkus oleh kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada

Universitas Sumatera Utara

9

stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk

ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai
lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis
epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus
rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma
mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Kelenjar
Prostat menghasilakn cairan yang merupakan salah satu komponen yang disimpan
di bagian dalam untuk dikeluarkan selama ejakulasi. Cairan ini dialirkan melalui
duktus sekretoris dan bermuara di utera posterior untuk dikeluarkan bersama
cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat berkisar ±25%
dari seluruh volume ejakulat (Purnomo, 2011).
Kelenjar prostat dipengaruhi oleh hormon androgen, termasuk testosteron
yang diproduksi oleh testis yaitu dehidroepiandrosteron. Fungsi kelenjar prostat
mensekresi cairan encer, seperti susu yang mengandung ion sitrat, kalsium, ion
fosfat, enzim pembeku, dan profibrinolisin. Selama pengisian, simpai kelenjar
prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi ductus defferens sehingga cairan
encer seperti susu yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat (saat ejakulasi)
menambah lebih banyak lagi jumlah semen (Guyton dan Hall, 1997).
Menurut Daniel dan Widjaya (2007), apex prostatae merupakan bagian
paling bawah yang terletak diatas diaphragm urogenitalis dan terletak satu
setengah sentimeter di belakang bagian bawah symphysis pubica. Basis prostat

berhubungan dengan vesica urinaria pada suatu bidang horizontal yang melalui
bagian tengah symphysis pubica. Prostat mempunyai otot polos yang melanjutkan

Universitas Sumatera Utara

10

ke vesica urinaria. Ostium urethrae terletak pada bagian tengah dari basis prostat.
Pada penelitian terhadap prostat pada fetus atau neonatus pembagian prostat
menjadi empat lobus, yaitu :
1.

Lobus Anterior atau Istmus yang terletak di depan urethra dan
menghubungkan lobus dexter dan lobus sinister. Bagian ini tidak
mengandung kelenjar dan hanya berisi otot polos.

2.

Lobus Medius yang terletak diantara uretra dan ductus ejaculaytoris.
Banyak mengandung kelenjar dan merupakan bagian yang menyebabkan

terbentuknya uvula vesicae yang menonjol ke dalam vesica urinaria bila
lobus medius ini membesar akibatnya dapat terjadi bendungan aliran urin
pada waktu buang air kecil.

3.

Lobus Posterior yang terletak di belakang urethra dan dibawah ductus
ejaculatorius.

4.

Lobus Lateralis yang terletak disisi kiri dan kanan urethra.
Menurut Mansjoer Arif dkk (2000), konsep terbaru kelenjar prostat

merupakan suatu organ campuran terdiri atas berbagai unsur glandular dan non
glandular. Telah ditemukan lima daerah atau zona tertentu yang berbeda secara
histologi maupun biologi, yaitu : untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
2.2.
1.


Zona Anterior atau Ventral
Sesuai dengan lobus anterior, tidak mempunyai kelenjar, terdiri atas
stroma, fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.

Universitas Sumatera Utara

11

2.

Zona Sentralis
Zona ini mempunyai epitel bertingkat dan mempunyai 25% dari volume
kelenjar. Lokasinya terletak antara kedua duktus ejakulatoris, zona ini
resistensi terhadap inflamasi.

3.

Zona Perifer
Bagian sub-kapsular dari aspek posterior kelenjar prostat yang mengitari
uretra distal dan meliputi hingga 70% kelenjar prostat normal pada lelaki

muda. Dari bagian kelenjar inilah lebih dari 70% penyakit kanker prostat
berasal.

4.

Zona Transisional
Zona ini bertanggung jawab terhadap 5% volume prostat dan sangat jarang
terkait dengan karsinoma. Zona Transisi mengitari uretra proksimal dan
merupakan wilayah kelenjar prostat yang bertumbuh sepanjang hidup
anda. Zona ini terlibat dalam pembesaran prostat jinak.

5.

Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar

abortif tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.
2.3 Patofisiologi
Menurut Mansjoer Arif dkk (2000), sebagian besar kanker prostat adalah
adenokarsinoma yang berasal dari sel asinar prostat dan bermula dari volume yang

kecil kemudian membesar hingga menyebar. Karsinoma prostat paling sering
ditemukan pada zona perifer sekitar 75%, pada zona sentral atau zona transisi
sekitar 15-20%, sedangkan menurut Presti (2004), dan Purnomo (2011), sekitar

Universitas Sumatera Utara

12

60-70% terdapat pada zona perifer, 10-20% pada zona transisional, dan 5-10%
pada zona sentral.
Munculnya kanker prostat secara laten pada usia tua banyak terjadi.
Sepuluh persen pria usia enam puluh tahun mempunyai kanker prostat’diam’dan
tidak bergejala. Persentasi ini bertambah usia. Pada tiga puluh persen kematian
pria yang sebelumnya mempunyai keluhan atau gejala kanker prostat ternyata
pada pemeriksaan ditemukan adanya tumor ganas ini. Pertumbuhan dari kanker
prostat asimtomatis yang kebemukan pada umumnya lambat sekali. Sembilan
puluh persen tumor tersebut merupakan adenokarsinoma. Umumnya, penyakitnya
multifocal keganasan sering terjadi terletak di pinggir kelenjar. Prognosisnya
langsung bergantung pada derajat keganasan sel-sel dan kadar infiltrasi ke dalam
pembuluh darah limfe dan pembuluh balik (Jong dan Sjamsuhidayat, 2004)

Menurut Mc. NEAL (1988),

mengemukakan konsep tantang zona

anatomi dari prostat. Komponen kelenjar dari prostat sebagian besar terletak atau
membentuk zona perifer. Zona perifer ini ditambah dengan zona sentral yang
terkecil merupakan 95% dari komponen kelenjar. Komponen kelenjar yang lain
(5%) membentuk zona transisi. Zona transisi ini terletak tepat di luar uretra di
daerah verumontanum. Proses hiperplasia dimulai di zona transisi. Sebagian besar
proses keganasan (60-70%) bermula di zona perifer, sebagian juga dapat tumbuh
di zona transisi dan zona sentra Karsinoma prostat berupa lesi multi sentrik.
Kanker prostat menyebar ke kelenjar limfe di panggul kemudian ke
kelenjar limfe retroperitoneal atas. Penyebaran hematogen terjadi melalui V,
vertebralis ke tulang panggul, femur proksimal, ruas tulang lumbal, dan tulang

Universitas Sumatera Utara

13

iga. Metastasis tulang sering bersifat osteoklastik. Kanker ini jarang menyebar ke

sumsum tulang dan visera, khususnya hati dan paru (jong dan Sjamsuhidajat,
2010).
2.4 Gejala Kanker Prostat
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan diluar saluran kemih.
2.4.1

Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran

kemih sebelah bawah atau lower urinary tract

symptom (LUTS) terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritasi (Mansjoer Arif
dkk, 2000).
a.

Gejala obstruksi
Gejala obstruksi disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars

prostatika karena didesak oleh sel kanker prostat yang membesar dan kegagalan

otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama sehingga
kontraksi terputus-putus.
Gejalanya ialah :
1.

Menunggu pada permulaan miksi (hesitancy)

2.

Pancaran miksi lemah (weak stream)

3.

Miksi terputus (intermittency)

4.

Rasa belum puas sehabis miksi (sensation of incomplete blander emptying)

5.


Menetes setelah miksi (terminal dribbling)

Universitas Sumatera Utara

14

b.

Gejala iritatif
Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang

tidak sempurna saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot
detrusor karena pembesaran sel kanker prostat menyebabkan rangsangan pada
vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh.,
Gejalanya ialah :
1.

Bertambahnya frekuensi miksi (frekuensi)

2.

Nokturia

3.

Miksi sulit ditahan (urgency)

4.

Nyeri pada saat miksi (dysuria) atau saat ejakulasi

5.

Keluarnya darah pada saat miksi atau saat ejakulasi

2.4.2

Keluhan pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat kanker prostat pada nsaluran kemih bagian atas berupa

nyeri atau kekakuan pada punggung bawah, pinggul atau paha atas dan tidak
nyaman di daerah panggul akibat penyebaran di kelenjar getah bening yang
terletak di panggul.
2.5 Penatalaksanaan Medis Kanker Prostat
Tindakan penanganan terhadap kanker prostat yang perlu diperhatikan
faktor – faktor yang berhubungan dengan prognosis kanker prostat yang dibagi
kedalam dua kelompok yaitu faktor – faktor prognostik klinis dan patologis
kanker prostat. Faktor prognostik klinis adalah faktor – faktor yang dapat dinilai
melalui pemeriksaan fisik, tes darah, pemeriksaan radiologi dan biopsi prostat.
Faktor klinis ini sangat penting karena akan menjadi acuan untuk mengidentifikasi

Universitas Sumatera Utara

15

karakteristik kanker sebelum dilakukan pengobatan yang sesuai. Sedangkan faktor
patologis adalah factor – factor yang memerlukan pemeriksaan, pengangkatan dan
evaluasi kesuruhan prostat (Buhmeida et. al. 2006).
Faktor – prognostik antara lain :
1. Usia pasien
2. Volume tumor
3. Grading atau Gleason score
4. Ekstrakapsular ekstensi
5. Invasi ke kelenjar vesikula seminalis
6. Zona asal kanker prostat
7. Faktor biologis seperti serum PSA, IGF, p53 gen penekan tumor dan lain – lain.
Penangangan kanker prostat di tentukan berdasarkan penyakitnya apakah
kanker prostat tersebut terlokalisasi, penyakit kekambuhan atau sudah mengalami
metastase. Selain itu juga perlu diperhatikan faktor – faktor prognostik diatas yang
sangat penting untuk melakukan terapi kanker prostat. Untuk penyakit yang masih
terlokalisasi langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan watchfull waiting
atau memantau perkembangan penyakit. Watchfull waiting merupakan pilihan
yang tepat untuk pria yang memiliki harapan hidup kurang dari 10 tahun atau
memiliki skor Gleason 3 + 3 dengan volume tumor yang kecil yang memiliki
kemungkinan metastase dalam kurun waktu 10 tahun apabila tidak diobati (Choen
dan Douglas, 2008). Sumber lain menuliskan bahwa watchfull waiting dilakukan
bila pasien memiliki skor Gleason 2 – 6 dengan tidak adanya nilai 4 dan 5 pada

Universitas Sumatera Utara

16

nilai primer dan sekunder karena memiliki resiko yang rendah untuk berkembang
(Presti, 2008).
Pada pasien dianjurkan untuk dilakukan operasi radikal prostatektomi dan
kemudian jaringan prostat dilakukan pemeriksaan patologi anatomi. Radikal
prostatektomi adalah prosedur bedah standar yang mengangkat prostat dan vesika
seminalis. Prognosis pasien yang melakukan radikal prostatektomi tergantung
dengan gambaran patologis spesimen prostat. Indikasi utama pengobatan
prostatektomi radikal adalah penderita dengan tumor terlokalisir (T1-T2) dengan
harapan hidup saat diagnosis > 10 tahun, umumnya usia maksimal 75 tahun,
Sudah tentu sebelum memilih pengobatan ini harus dicari dan dipertimbangkan
adanya komorbiditas yang dapat menyulitkan saat operasi atau memperburuk
keadaan penderita setelah tindakan pembedahan (Bartsch et.al. 2006).
2.6 Derajat Diferensiasi Sel dan Stadium
2.6.1

Derajat Diferensiasi Sel
Derajat diferensiasi sel yang sering digunakan adalah sistem Gleason.

Sistem ini didasarkan atas pola perubahan arsitektur dari kelenjar prostat yang
dilihat secara makroskopik dengan pembesaran rendah (60-100 kali). Dari
pengamatan dibedakan dua jenis pola tumor, yaitu pola ekstensif (primary pattern)
dan pola tidak ekstensif (secondary pattern). Kedua tingkat itu dijumlahkan
sehingga menjadi grading dari Gleason (Purnomo, 2011).
Tabel 2.1. Derajat Diferensiasi Kanker
Prostat Menurut Gleason Grade
2-4
5-7
8-10
Sumber : Purnomo, 2011

Tingkat Histopatologi
Diferensiasi baik
Diferensiasi sedang
Diferensiasi buruk

Universitas Sumatera Utara

17

2.6.2

Stadium Kanker Prostat
Sistem staging yang digunakan untuk Kanker prostat adalah menurut

AJCC (American Joint Committee on Cancer) 2010/ system TNM 2009.
Tabel 2.2. Tingkat penyebaran
Tx

Tumor tidak dapat ditentukan

T0

Tumor tidak ada

T1

Tidak dapat diraba, penemuan histologik kebetulan
T1a tumor ditemukan tidak sengaja pada TUR;≤ 5% merupakan keganasan
T1b tumor ditemukan tidak sengaja pada TUR; > 5% merupakan keganasan
T1c tumor ditemukan pada biopsi jarum karena terdapat peningkatan PSA

T2

Tumor teraba
T2a pada ≤ 1/2 lobus
T2b pada 1/2 – 2 lobus
T3c pada 2 lobus

T3

Menembus simpai dan/atau vesika seminalis
T3a penyebaran ekstrakapsular unilateral
T3b penyebaran ekstrakapsular bilateral
T3c tumor menginfasi vesika seminalis

T4

Tumor terinfeksi atau mengeinvasi struktur sekitarnya lebih dari vesika
seminalis
T4a tumor menginfasi leher blandder dan/atau sfingter ekstema dan/atau
rektum

Nx

metastasis kelenjar limfe regional tidak dapat ditentukan

Universitas Sumatera Utara

18

N0

tidak ada metastasis kelenjar limfe regional

N1

metastasis kelenjar linmfe regional ≤ 2 cm

N2

metastasis kelenjar limfe regional 2-5 cm, atau kelenjar regional multipel,
tidak > 5 cm pada dimensi terbesar

N3

metastasis kelenjar limfe regional > 5 cm pada dimensi terbesar

Mx metastasis jauh tidak dapat ditentukan
M0 tidak ada metastasis jauh
M1 mrtastasis jauh
M1a

meliputi kelenjar limfe nonregional

M1b

meliputi tulang

M1c

meliputi metastasis jauh yang lain

Sumber : Kemenkes RI, 2015
Keterangan : Sistem TNM (Tumor, Node, Metastase), yaitu:
1.

Tumor : besar atau luas tumor asal ( Tis = tumor belum menyebar ke
jaringan sekitar; T1-4 = ukuran tumor)

2.

Node : penyebaran kanker ke kelenjar getah bening (N0 = tidak menyebar
ke kelenjar getah bening; N1-3 = derajat penyebaran)

3.

Metastase : ada atau tidaknya penyebaran ke organ jauh (M0 = tidak ada /
M1 = ada) (Diananda , 2009)
Faktor utama yang berpengaruh pada penyebarannya adalah lokasi kanker.

Kemungkinan menyebar lebih besar bila di apeks atau di basal karna lemahnya
kapsul pada lokasi ini. Metastasis hematogenik yang sering terjadi adalah

Universitas Sumatera Utara

19

penyebaran ke tulang vertebra lumbal, tulang pangggul, tulang femurtroksimal,
tulang iga, tulang sternum, dan tulang kepala (Mansjoer Arif dkk, 2000).
Menurut Diananda (2009), dan Suprianto (2010), kanker prostat
dikelompokkan menjadi 4 stadium:
1) Stadium I :

Benjolan/kanker tidak dapat diraba pada pemeriksaan fisik atau
DRE biasanya ditemukan secara tidak sengaja setelah
pembedahan prostat karena penyakit lain.

2) Stadium II :

Kanker terlokalisasi pada prostat dan biasanya ditemukan pada
pemeriksaan fisik atau tes PSA.

3) Stadium III : Jaringan kanker telah menginvasi sebagian besar prostat, dan
menyebar menembus ke luar dari kapsul prostat, mengenai
vesikula seminalis, leher kandung kemih dan rongga pelvis,
tetapi belum sampai menyebar ke kelenjar getah bening.
4) Stadium IV :

Kanker telah menyebar (metastase) ke kelenjar getah bening
regional maupun bagian tubuh lainnya (misalnya tulang
belakang dan paru-paru).

2.7

Gambaran Epidemiologi

2.7.1 Distribusi dan Frekuensi Kanker Prostat
a. Berdasarkan orang
Kanker prostat menurut data dari Surveillance, Epidemiology and End
Result (SEER) (2007), paling sering ditemukan pada usia rata-rata 67,2 tahun
pada 2004-2005. Hasil penelitian Putriyuni dan Hibertina (2004), di semua

Universitas Sumatera Utara

20

laboratorium Patologi Anatomi Sumatera Barat tahun 2010-2012 dengan
distribusi umur yaitu 61-70 tahun 38,65% dan ≤ 50 tahun 1,84%.
Kanker prostat di Jepang dilaporkan sebanyak 39 penderita per 100.000
orang dan di China 28 penderita per 100.000 orang mengalami penyakit ini
(Pienta, 2000). Kanker prostat dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi
kanker yang paling umum di kalangan pria di sebagian besar masyarakat Barat.
Pada tahun 2003, 7.900 orang di diagnosis dengan kanker prostat di Belanda,
sedangkan 2.350 orang meninggal dengan CFR adalah 29,7 (Mireille dkk, 2008).
Hasil penelitian Junaidi (2012), menemukan usia rata-rata pasien 65,3 tahun
dengan kelompok usia terbanyak adalah 56-60 tahun dari 33 kasus
adenokarsinoma prostat yang diperiksa di RS Adam Malik Medan periode Juli
2010-Juni 2012 dengan distribusi umur yaitu 56-60 tahun 24.2% dan usia 66-67
tahun 24.2%, diikuti usia 71-75 tahun 18.2%, usia 61-65 tahun 18.2%, usia 76-80
tahun dan 81-85 tahun (3,0%).
b. Berdasarkan Tempat dan Waktu
Kanker prostat saat ini merupakan jenis keganasan non-kulit yang
terbanyak di negara barat atau keganasan tersering ke 4 pada pria di seluruh dunia
setelah kanker kulit, paru dan usus besar. Insidensi terendah di Asia (Shanghai)
sebesar 1,9 per 100.000 penduduk dan tertinggi di Amerika Utara dan
Skandinavia, terutama keturunan Afro-Amerika sebesar 272 per 100.000
penduduk. Angka mortalitas juga berbeda pada tiap negara, yang tertinggi di
Swedia (23 per 100.000 penduduk) dan terendah di Asia (

Universitas Sumatera Utara

23

2000 mg/hari), sehingga menurunkan regulasi 1,25 dihidroksi vitamin D, vitamin
D aktif yang diduga berperan penting dalam proses karsinogenesis melalui
inhibisi pertumbuhan dan proliferasi sel kanker dan metastasis (Yuyun, 2007).
3. Kimia Kadmium (Cd)
Kadmium merupakan suatu logam putih, mudah dibentuk lunak dengan
warna kebiruan. Titik didih yang relative rendah (767 0C) membuatnya mudah
terbakar, sehingga membentuk asap kadnium oksida. Kadmium juga merupakan
unsur yang terdapat di alam dan karena sebagian aplikasinya menyebabkan
penyebaran luas dalam lingkungan, maka kadmium mudah tertapar dalam
makanan, udara dan air. Paparan dapat juga terjadi dengan merokok dan
mengunyah tembakau, dll. Beberapa studi epidemiologis adanya peningkatan
insidens kanker prostat dan kanker paru ( Suyono dan Wijaya, 1995).
d. Faktor Hormonal
Faktor hormonal Testosteron adalah hormon pada pria yang dihasilkan
oleh sel Leydig pada testis yang akan ditukar menjadi bentuk metabolit, berupa
dihidrotestosteron (DHT) di organ prostat oleh enzim 5 - α reduktase. Beberapa
teori menyimpulkan bahwa kanker prostat terjadi karena adanya peningkatan
kadar testosteron pada pria, tetapi hal ini belum dapat dibuktikan secara ilmiah.
Beberapa penelitian menemukan terjadinya penurunan kadar testosteron pada
penderita kanker prostat. Selain itu, juga ditemukan peningkatan kadar DHT pada
penderita prostat, tanpa diikuti dengan meningkatnya kadar testosteron. (Haas dan
Wael, 1997). Sedangkan Menurut Chan dan Giovannucci (2001), menunjukkan
bahwa ada hubungan diantara faktor hormonal dan kanker prostat, dan ini

Universitas Sumatera Utara

24

dikaitkan dengan adanya riwayat penyakit seperti Diabetes Mellitus, sirosis dan
sebagainya yang mana mengganggu keseimbangan hormon secara tidak langsung.
2.8

Pencegahan
Pencegahan Kanker Prostat merupakan suatu langkah yang dianjurkan

kepada setiap pria yang akan sangat membantu mengurangi gejala-gejala Kanker
Prostat, diantaranya adalah :
2.8.1

Pencegahan Primer
Pencegahan primer yang merupakan pencegahan yang dilakukan pada

orang sehat yang memiliki faktor resiko untuk terkena Kanker Prostat. Menurut
Physicians Commitee for Responsible Medicine (PCRM) 2012, Kanker prostat
tanpak meningkat diseluruh dunia yang disebabkan sebagian oleh kebiasaan
makan Barat. Asupan daging dan susu yang meningkat dan pola makan tinggi
makanan olahan dan rendah serat telah dikaitkan dengan meningkatnya resiko
kanker prostat. Menurut Purnomo (2011), Beberapa hal yang harus dilakukan
untuk mencegah terjadiya kanker prostat adalah sebagai berikut:
1.

Mengkonsumsi makanan yang mengandung Vitamin A, beta karoten,
isoflavom, vitoestrogen yang terdapat kedelai, likofen (anti oksidan
karotenoit yang banyak terdapat pada tomat), selenium ( terdapat ikan laut,
daging, biji-bijian),Vitamin E serta tinggi serat

2.

Menghindari makanan yang berlemak tinggi

3.

Menghindari konsumsi daging yang berlebihan

4.

Membatasi makanan yang diawetkan atau yang mengangung penyedap
rasa

Universitas Sumatera Utara

25

5.

Menghindari paparan bahan kimia kadmium (Cd) yang banyak terdapat
pada alat listrik dan baterai.

2.8.2

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan untuk melakukan deteksi dini, diagnosa

dan pengobatan terhadap penderita Kanker Prostat dengan tujuan mengurangi
akibat-akibat yang lebih serius. Karsinoma prostat stadium awal bersifat
asimtomatik pada saat diagnosa, dan lebih dari 80% pasien menderita stadium 3
dan 4 pada saat diagnosa (Isselbacher et.al. 2000). Menurut Purnomo (2011),
untuk membantu menegakakan diagnosis suatu adenokarsinoma prostat dan
mengikuti perkembangan penyakit tumor ini terdapat beberapa penenda tumor,
yaitu (1) PAP (Prostatic Acid Phosphatase ) dihasilkan oleh sel asini prostat, dan
disekresikan ke dalam duktuli prostat dan (2) PSA ( Prostate Specefic Antigen )
yaitu suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh sitoplasma sel prostat, dan berperan
dalam melakukan likuefaksi cairan semen. Menurut Kresno (2001), kadar PSA
dalam serum pria normal maupun penderita kanker prostat adalah 0,1-2,6ng/ml,
kadar PSA meningkat pada hipertrofi prostat hingga rata-rata 3,4ng/ml dan pada
kanker prostat stadium tiga dan empat kadar PSA yaitu masing-masing 10,1 ng/ml
dan 24,2 ng/ml. Dengan demikian maka perlu dilakukan pemeriksaan karsinoma
prostat dengan menggunakan :
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan colok dubur kebanyakan Kanker prostat terletak di zona
perifer prostat dan dapat dideteksi dengan colok dubur jika volumenya sudah >
0.2 ml. Jika terdapat kecurigaan dari colok dubur berupa: nodul keras, asimetrik,

Universitas Sumatera Utara

26

berbenjol-benjol, maka kecurigaan tersebut dapat menjadi indikasi biopsi prostat.
Delapan belas persen dari seluruh penderita Kanker prostat terdeteksi hanya dari
colok dubur saja, dibandingkan dengan kadar PSA. Penderita dengan kecurigaan
pada colok dubur dengan disertai kadar PSA > 2,6 ng/ml mempunyai nilai
prediksi 5-30% ( Kemenkes RI, 2015).
3. USG transrektal (TRUS)
Pada pemeriksaan USG transrektal dapat diketahui adanya area hipo-ekoik
(60%) yang merupakan adalah satu tanda adanya kanker prostat dan sekaligus
mengetahui kemungkinan adanya ekstensi tumor ke ekstrak apsuler. Selain itu
dengan tuntunan USG dapat di ambil contoh jaringan pada area yang dicurigai
keganasan melalui biopsy aspirasi dengan jarum halus (BAJAH) (Purnomo,
2011).
4. Biopsi
Biopsi prostat untuk mendiagnosa dan mengindikasi jika terdapat kelainan
pada perabaan sewaktu dilakukan colok dubur, peningkatan nilai PSA serum
>10ng/ml tetapi penderita KAP kadar PSA 7) atau kadar PSA tinggi. Dibandingkan

Universitas Sumatera Utara

27

dengan USG transrektal, MRI lebih akurat dalam menentukan luas ekstensi tumor
ke ekstrakapsuler atau ke vasikula seminalis (Purnomo, 2011).
Diagnosa kanker prostat dapat dilakukan atas kecurigaan pada saat
pemeriksaan colok dubur. Kecurigaan ini kemudian dikonfirmasi dengan biopsi,
dibantu dengan Trans Rectal Ultrasound Scanning (TRUSS). Ada 50% lebih lesi
yang dicurigai pada saat colok dubur terbukti sebagai kanker prostat. Pada kanker
prostat stadium awal biasanya ditemukan pada saat pemeriksaan colok dubur
berupa nodul keras atau secara kebetulan ditemukan adanya tingkat kadar penanda
tumor PSA (Prostate Specific Antigens) pada saat pemeriksaan laboratorium
(Purnomo, 2011).
Tes Prostate-Specific Antigen digunakan untuk menghitung kadar PSA di
dalam darah pasien. Tes ini digunakan untuk mendiagnosa BPH dan carcinoma
prostat. Direkomendasikan untuk laki-laki diantara 40 - 50 tahun yang punya
risiko tinggi. Stamey, adalah pertama untuk mengaitkan kadar serum PSA dengan
volume jaringan prostate. Dalam penelitian yang dilakukan pada tahun 1980-an
didapatkan kadar serum PSA daripada BPH adalah 0.30 ng/mL per gram jaringan
dan 3.5 ng/mL per cm3 dari jaringan kanker. Vesely, mendapatkan bahawa
volume prostat dan kadar serum serum PSA mempunyai korelasi signifikan dan
meningkat dengan pertambahan usia. Kadar PSA meningkat secara moderate
dalam 30 hingga 50% pasien BPH, tergantung besarnya prostat dan derajat
obstruksi, dan PSA juga meningkat bagi 25 hingga 92% pasien dengan carcinoma
prostat, tergantung volume tumor tersebut (Roehrborn, 2013).

Universitas Sumatera Utara

28

Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter
anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat.
Pada perabaan melalui colok dubur harus diperhatikan konsistensi prostat (pada
pembesaran prostat jinak konsistensi kenyal), seperti asimetri, nodul pada prostat,
batas atas yang dapat diraba. Pada kanker prostat, prostat teraba lebih keras dari
sekitarnya atau ada prostat asismetri dengan bagian yang lebih keras. Dengan
colok dubur dapat diketahui batu prostat bila teraba krepitasi.
Pemeriksaan laboratorium yang biasanya dilakukan adalah uroflowmetri
dan tes prostate-specific antigen (PSA). Uroflowmetri merupakan teknik
urodinamik untuk menilai uropati obstruktif dengan mengukur pancaran urin pada
waktu miksi. Apabila Flow rate < 15 mL/sec, ini menandakan obstruksi, dan
apabila postvoid residual volume > 100 mL, ini menandakan retensi. Angka
normal laju pancaran urin ialah 12 ml/detik dengan puncak laju pancaran
mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 –
8 ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 – 15 ml/detik. Semakin berat derajat
obstruksi semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan (Roehrborn, 2013).
Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan mengukur pancaran urin pada
waktu buang air kecil yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih
rata-rata 10-12 ml per detik dan pancaran maksimal 20 ml per detik. Pada
obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6-8 ml per detik sedangkan maksimal
pancaran menjadi 25 ml per detik atau kurang. Obstuksi uretra menyebabkan
bendungan saluran kemih sehingga mengganggu faal ginjal karena hidronefrosis
menyebabkan infeksi dan urolitiasis (Jong dan Sjamsuhidajat, 2010). Kanker

Universitas Sumatera Utara

29

Prostat yang sudah mengadakan metastasis ke tulang memberikan gejala nyeri
tulang, fraktur pada tempat metastasis, atau kelainan neurologis jika metastasis
pada tulang vertebra.
Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies) dapat dilihat
dengan pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan
uroflowmetri tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruk7si
atau daya kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal
tersebut dilakukan pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan AbramsGriffiths Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju
pancaran urin dapat diukur (Homma et al. 2011).
Pemeriksaan pada tulang dilakukan dengan Bone scan. Bone scan
dipergunakan untuk mencari metastasi hematogen pada tulang. Pemeriksaan ini
cukup sensitive, tetapi beberapa kelainan tulang hasil positif palsu antara lain
arthritis dengan degenerative pada tulang belakang, penyakit Paget, setelah
sembuh dari cedera patah tulang atau adanya penyakit tulang yang lain.
Pengobatan Kanker prostat ditentukan berdasarkan beberapa factor yaitu
grading tumor, staging, ko-morbiditas, preferensi penderita, usia harapan hidup
saat diagnosis. Dalam menentukkan usia harapan hidup, maka digunakan batasan
usia sebagai salah satu parameter untuk menentukan pilihan terapi (Kemenkes RI,
2015).

Universitas Sumatera Utara

30

Tabel 2.3. Penatalaksanaan kanker terlokalisir atau locally advanced
≤ 70 Tahun
1. Prostatektomi
radikal
2. EBRT atau
Brakhiterapi
permanen
3. Monitoring aktif
4. Terapi
investigasional
1. Prostatektomi
Sedang:
T: 1b, 2a atau
radikal
Gleason: 6, atau 2. EBRT,
3+4 atau
Brakhiterapi
PSA: < 10 atau
permanen atau
Temuan biopsi:
kombinasi
Bilateral, 3. Terapi
investigasional
50% perineural,
Duktal
4. Terapi hormonal
1. EBRT+ terapi
Sangat tinggi:
T: 4 atau
hormonal
Gleason: ≥ 8,
2. Terapi hormonal
atau
3. Prostatektomi
PSA: > 20, atau
radikal
Temuan biopsi:
+ diseksi KGB pelvis
limfovaskuler,
4. Terapi sistemik
neuroendokrin
+terapi hormonal
5. Terapi multimodal
Investigasional
RESIKO
Rendah:
T: 1a atau 1c dan
Gleason:2-5 dan
PSA: