LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

Paraf Asisten

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK
Judul

: Rekristalisasi

Tujuan Percobaan

: Mempelajari teknik rekristalisasi untuk pemurnian senyawa organik

Pendahuluan
Campuran (mixture) adalah materi yang terdiri atas dua macam zat atau lebih dan masih
memiliki sifat-sifat zat asalnya. Campuran terbagi atas 2 yakni campuran heterogen dan
campuran homogen. Campuran dapat dipisahkan dengan teknik pemisahan tertentu. Teknik
pemisahan ini digunakan sesuai sifat dari masing masing bahan atau campuran yang akan
dipisahkan. Adapun beberapa metode yang sering digunakan dalam pemisahan campuran antara
lain filtrasi, destilasi, sublimasi, dekantasi, kristalisasi dan rekristalisasi (Chang, 2010).
Kristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk kristal dari suatu larutan atau suatu
lelehan. Kristalisasi juga sering digunakan untuk memurnikan bahan padat yang sudah berbentuk
kristal. Proses pemurnian ini disebut kristalisasi ulang atau rekristalisasi. Metode dalam

rekristalisasi ada 7 antara lain : memilih pelarut, melarutkan zat terlarut, menghilangkan warna
larutan, memindahkan zat padat, mengkristalkan larutan, mengumpul dan mencuci kristal,
mengeringkan produknya (Willbraham, 1992).
Pemurnian senyawa organik padat dapat dilakukan dengan rekristalisasi dengan pelarut
yang didasarkan pada prinsip kelarutan. Zat-zat yang direkristalisasi dilarutkan dalam pelarut
pada suhu tinggi, dihilangkan pengotornya, disaring untuk menghilangkan residu yang tak larut
dan didinginkan. Kristal yang terbentuk kemudian disaring pada tekanan rendah, dicuci dan
dikeringkan (McKee, 1997).
Pemilihan pelarut merupakan hal yang penting dalam rekristalisasi. Kriteria pelarut yang
baik untuk rekristalisasi adalah mudah melarutkan senyawa yang dimurnikan pada suhu tinggi
dan sulit melarutkan pada suhu rendah, menghasilkan kristal dengan baik dari senyawa yang
dimurnikan, mudah dipisahkan dari senyawa yang dimurnikan (memiliki titik didih yang relatif
rendah) dan tidak bereaksi dengan senyawa yang dimurnikan (Svehla, 1989).
Pembentukan inti kristal adalah langkah pertama kristalisasi. Inti kristal adalah partikelpartikel kecil kristal yang amat kecil, yang dapat terbentuk secara spontan sebagai akibat dari
keadaan larutan yang lewat jenuh (atau pendinginan super (super cooling) dari lelehan). Inti ini
dihasilkan dengan cara memperkecil kristal-kristal yang ada dalam alat kristalisasi atau dengan

menambahkan benih kristal kedalam larutan lewat jenuh. Hal terakhir ini perlu dilakukan jika
dalam larutan yang lewat jenuh tidak terbentuk inti kristal atau jika kristalisasi dipengaruhi oleh
jumlah serta besar benih kristal yang diberikan (Svehla, 1989).

Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan bergantung pada dua faktor yaitu laju
pembentukan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan kristal. Laju pembentukan inti tinggi maka
akan banyak kristal yang terbentuk, tetapi dalam bentuk endapan yang terdiri dari partikelpartikel kecil. Laju pembentukan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Makin
tinggi derajat lewat jenuh, makin besar kemungkinan untuk membentuk inti baru, jadi makin
besarlah laju pembentukan inti. Laju pertumbuhan kristal merupakan faktor lain yang
mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Jika laju ini
tinggi, kristal-kristal yang besar akan terbentuk yang dipengaruhi oleh derajat lewat jenuh
(Svehla, 1979).
Pembentukan endapan pada proses rekristalisasi juga hampir sama dengan proses
kristalisasi yaitu reaksi pengendapan. Endapan merupakan zat yang memisah dari satu fase padat
dan keluar ke dalam larutannya. Endapan terbentuk jika larutan bersifat terlalu jenuh dengan zat
yang bersangkutan. Kelarutan suatu endapan merupakan konsentrasi molal dari larutan jenuhnya.
Kelarutan bergantung dari suhu, tekanan, konsentrasi bahan lain yang terkandung dalam larutan
dan komposisi pelarutnya. Kesimpulannya proses kristalisasi dan rekristalisasi saling
berhubungan satu dengan yang lain (Arsyad, 2001).
Prinsip Kerja
Prinsip pemisahan atau pemurnian dengan teknik kristalisasi didasarkan adanya perbedaan
kelarutan zat-zat padat dalam pelarut tertentu, baik dalam pelarut murni atau dalam pelarut
campuran dan kelarutannya pada pelarut panas, sedangkan prinsip dasar dari proses rekristalisasi
adalah perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan dengan zat pengotornya.

Alat
Tabung reaksi, mortar, pipet mohr 5 mL, pipet tetes, penangas air, erlenmeyer, pipet pasteur,
corong Buchner, timbangan, alat pennetu titik leleh.
Bahan
Etanol 95%, etil asetat, aseton, toluena, n-heksana, aquades, norit, kapas.
Prosedur Kerja
A. Pemilihan Pelarut
Masukkan masing-masing 0,05 g sampel yang telah dihaluskan kedalam 6 tabung reaksi.

Tambahkan 1 mL aquades, etanol 95%, etil asetat, aseton, toluen, dan heksan pada masingmasing tabung reaksi tadi dan beri nomor 1-6 secara berurutan. Goyang tabung dan diamati
apakah sampel larut dalam pelarut tersebut pada suhu kamar. Amati dan dicatat pengamatannya.
Panaskan tabung berisi sampel yang tak larut, lalu digoyang tabungnya dan dicatat bilamana
sampel tersebut larut dalam pelarut panas. Amati dan catat pengamatannya. Biarkan larutan
menjadi dingin dan amati pembentukan kristalnya. Catat masing-masing pelarut dan tunjukkan
pelarut yang manakah yang terbaik diantara keenam pelarut tersebut dan cocok untuk proses
rekristalisasi sampel. Lakukan prosedur yang sama dengan diatas untuk sampel unknown dan
ditentukan pelarut yang sesuai untuk rekristalisasinya.
B. Rekristalisasi Sampel Unknown
Masukkan 0,05 g sampel unknown kedalam erlenmeyer. Ditambahkan 2 mL pelarut yang
sesuai (hasil dari prosedur A.6). Panaskan campuran perlahan sambil goyang larutan hingga

semua padatan larut. Jika padatan tidak larut sempurna, ditambahkan sedikit pelarut (kira-kira
0,5 mL) dan lanjutkan pemanasan. Amati setiap penambahan pelarut apakah lebih banyak
padatan yang terlarut atau tidak. Jika tidak banyak padatan yang larut, kemungkinan karena
adanya pengotor. Saring larutan panas tersebut melewati pipet Pasteur penyaring untuk
menghilangkan pengotor yang tak larut atau dapat menggunakan karbon aktif. Langkah ini bisa
diloncati langsung menuju langkah B.7 jika tidak terdapat partikel yang tak larut atau semua
padatan telah dapat larut sempurna. Pipet Pasteur penyaring disiapkan dengan cara memasukkan
sedikit kapas pada pipet lalu ditekan menggunakan kawat atau lidi sehingga kapas berada pada
bagian bawah (posisi menyumbat tip). Panaskan pipet penyaring dengan cara melewatkan pelarut
panas beberapa kali kedalam pipet dan tampung pelarut panas yang telah melewati pipet kedalam
wadah penampung atau erlenmeyer. Bilamana larutan memenuhi pipet, dorong larutan dengan
bantuan karet penghisap. Sebelum larutan sampel dilewatkan dalam pipet penyaring, encerkan
dulu untuk mencegah terjadinya kristalisasi selama proses penyaringan. Cuci pipet Pasteur
penyaring dengan sejumlah pelarut panas untuk recovery solute yang kemungkinan terkristalisasi
didalam pipet dan kapas. Tutup wadah penampung atau erlenmeyer dan dibiarkan filtrat atau
larutan menjadi dingin. Setelah larutan berada dalam suhu kamar, siapkan ice bath untuk
menyempurnakan proses kristalisasi. Lalu masukkan wadah larutan kedalam ice bath dan amati
pembentukan kristalnya. Saring kristal dan dicuci dengan sejumlah pelarut dingin menggunakan
penyaring Buchner. Lalu lanjutkan penyaringan hingga kering. Timbang kristal dan hitung persen
recovery-nya. Tentukan titik leleh kristal dan catat.

Waktu yang dibutuhkan

No
Deskripsi Kegiatan
1
Persiapan alat
2
Percobaan pemilihan pelarut
3
Rekristalisasi sampel Unknown
Data dan Perhitungan

Waktu
07.00-07.15
07.16-09.00
09.01-12.00

a. Data
-


Pemilihan pelarut
Sampel

A

Pelarut
Aseton



Etanol



Keterangan

Pemananasan

L


L

TL

n-heksana



Tidak ada kristal

Aquades





Tidak ada kristal

toluena




Etil asetat



Aseton



Etanol



Etil asetat



Tidak ada kristal




Aquades



toluena



Aseton



Etanol



Etil asetat


-

Terbentuk kristal





n-heksana
C

TL



n-heksana
B

Pengamatan


Terbentuk kristal







Pelarut hilang



Aquades





Terbentuk kristal

toluena





Terbentuk kristal

Rekristalisasi Sampel Unknow

Sampel

Pelarut

Keterangan

Pemananasan

L

L

TL

Pengamatan

Proses
pendinginan

TL

Aseton





Pelarut hilang

-

Etanol





Pelarut hilang

-

A

n-heksana





Etil asetat





Terbentuk kristal

Aquades





Larut

toluena





Tidak larut



Pelarut hilang

-

b. Perhitungan
Rekristalisasi sampel unknown






Berat sampel awal 0,36
Berat Kertas Saring = 0,7 gram
Berat Kertas Saring + sampel setelah proses rekristalisasi = 0,85 gram
Titik Lebur 154 0C
Rendemen = = 41,6 %

Hasil
a. Pemilihan Pelarut
Sampel A
Sampel

No
1.
2.
3.
4.

Hasil

Asam salisilat

Pelarut
Aquades

Tidak larut saat dicampurkan

Asam salisilat

Etanol

dan dipanaskan
Larut secara sempurna saat

Asam salisilat

Etil Asetat

direaksikan pada suhu kamar
Larut secara sempurna saat

Aseton

direaksikan pada suhu kamar
Larut secara sempurna saat

Toluena

direaksikan pada suhu kamar
Tidak larut saat direaksikan

Asam salisilat
Asam salisilat

pada suhu kamar namun setelah

5.

dipanaskan larut dan
Asam salisilat

n-Heksana

6.

membentuk kristal
Tidak larut saat direaksikan
pada suhu kamar dan saat
dipanaskan

Sampel B
No

Sampel

Pelarut

Hasil

Asam
1.

2.
3.
4.
5.

6.

Aquades

karboksilat

Tidak larut saat direaksikan
pada suhu kamar namun larut
saat dipanaskan dan

Asam

Etanol

membentuk kristal.
Larut saat direaksikan pada

karboksilat
Asam

Etil Asetat

suhu kamar
Larut saat direaksikan pada

karboksilat
Asam

Aseton

suhu kamar
Larut saat direaksikan pada

Toluena

suhu kamar
Larut saat direaksikan pada

n-Heksana

suhu kamar
Tidak larutdalam suhu kamar

karboksilat
Asam
karboksilat
Asam
karboksilat

dan saat dipanaskan pelarutnya
menguap.

Sampel C
No

Sampel
Asetanilida

Aquades

3.
4.

saat dipanaskan dan
Asetanilida

Etanol

membentuk kristal.
Larut secara sempurna saat

Asetanilida

Etil Asetat

direaksikan pada suhu kamar
Larut secara sempurna saat

Aseton

direaksikan pada suhu kamar
Larut secara sempurna saat

Toluena

direaksikan pada suhu kamar
Tidak larut saat direaksikan

Asetanilida
Asetanilida

pada suhu kamar namun larut

5.

saat dipanaskan dan
Asetanilida

6.

Tidak larut saat direaksikan
pada suhu kamar namun larut

1.

2.

Hasil

Pelarut

n-Heksana

membentuk kristal.
Tidak larutdalam suhu kamar
dan saat dipanaskan pelarutnya
menguap.

b. Rekristalisasi sampel Unknown


Pemilihan pelarut untuk bodrexin
No

Sampel
Aspirin

Hasil

Pelarut
Aquades

Tidak larut saat direaksikan
pada suhu kamar namun larut

1.

saat dipanaskan dan
Aspirin

membentuk kristal.
Tidak larutdalam suhu kamar

Etanol

2.

dan saat dipanaskan pelarutnya
Aspirin

Etil Asetat

3.

menguap.
Tidak larut saat direaksikan
pada suhu kamar dan saat

Aspirin

Aseton

4.

pemanasan
Tidak larutdalam suhu kamar
dan saat dipanaskan pelarutnya

Aspirin

Toluena

5.

menguap.
Tidak larutdalam suhu kamar
dan saat dipanaskan pelarutnya

Aspirin

n-Heksana

6.

menguap.
Tidak larutdalam suhu kamar
dan saat dipanaskan pelarutnya
menguap.

2. Hasil rekristalisasi
Berat Sampel awal
Berat sampel recovery
% Rendemen
Titik leleh

0,3 gram
0.15 gram
50 %
154 °C

Pembahasan
Percobaan yang dilakukan adalah rekristalisasi. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari
teknik rekristalisasi untuk pemurnian senyawa organic. Rekristalisasi merupakan teknik
pemisahan suatu campuran dengan mengggunakan metode pembentukan kristal. Prinsip yang
mendasari metode ini kelarutan suatu zat dalam pelarut tertentu, hal ini yang menjadikan
rekristalisasi sering digunakan dalam pemurnian padatan organik. Pemilihan suatu pelarut dalam

rekristalisasi sangat penting, sebab dengan pelarut yang tepat akan didapat pemisahan yang
sempurna. Umumnya, zat terlarut akan lebih mudah dalam pelarut panas dan akan mengkristal
apabila larutan jenuh didinginkan, dengan demikian zat yang terlarut dalam larutan tersebut
dapat dipisahkan. Syarat pelarut yang digunakan dalam rekristalisasi adalah pelarutnya tidak
bereaksi dengan zat yang dilarutkan, pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan
dan tidak melarutkan zat pencemarnya. Titik didih pelarut harus lebih rendah dari titik leleh zat
yang dimurnikan agar zat tersebut tidak terurai.
Percobaan ini dilakukan dengan menguji kelarutan beberapa sampel terhadap pelarut yang ada.
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini berupa sampel A, sampel B dan sampel C, dan
pelarut yang digunakan antara lain akuades, etanol, etil asetat, aseton, toluena, dan heksana.
Pelarut yang cocok dalam proses rekristalisasi adalah pelarut yang tidak dapat melarutkan sampel
pada kondisi dingin, namun dapat melarutkan sampel dalam keadaan hangat dan sampel yang
dilarutkan tersebut kemudian dapat diendapkan kembali saat pendinginan.
Sampel A tidak larut sempurna dalam n-heksana, akuades, dan toluena namun larut dalam
etil asetat, aseton dan etanol. Hal ini menunjukkan bahwa etil asetat, aseton dan etanol bukan
pelarut yang tidak baik untuk proses rekristalisasisampel A. Sampel yang belum larut sempurna
kemudian dipanaskan dalam air mendidih dan hasilnya adalah sampel A larut dalam toluena
namun tidak larut dalam akuades. Pelarut pada n-heksana menguap sebab titik didih heksana
rendah yakni 69 0C. Sampel A dengan pelarut toluena yang didinginkan dengan es batu
membentuk kristal jarum dengan ukuran kecil atau halus. Berdasarkan informasi yang
diperoleh, sampel A merupakan asam salisilat. Adapun struktur dari asam salisilat adalah
sebagai berikut:
O

OH
OH

Gambar 1. Asam salisilat
Asam salisilat merupakan turunan dari senyawa aldehid. Senyawa ini juga biasa disebut ohidroksibensaldehid, o-formilfenol atau 2-formilfenol. senyawa ini yang memiliki gugus polar
dan nonpolar Gugus polarnya didapat dari gugus –OH dan gugus nonpolarnya diperoleh dari
gugus cincin benzennya. Kedua gugus ini menyebabkan asam salisilat dapat larut dalam
senyawa polar ataupun senyawa non polar. Berdasarkan hasil uji kelarutan yang dilakukan maka
pelarut yang paling baik untuk asam salisilat adalah toluena. Toluena merupakan senyawa

turunan benzena yang salah satu atom hidrogennya tersubstitusi oleh gugus metil (-CH 3).
Toluena memiliki titik didih yang lebih rendah dibandingkan asam salisilah, hal ini akan
memudahkan proses pemisahan asam salisilat dan toluena dalam rekristalisasi dimana toluena
akan menguap saat suhu 1100C dan yang tertinggal hanyalah asam salisilat.
Sampel B tidak larut sempurna dalam n-heksana dan akuades namun dapat larut dalam etil
asetat, toluena, aseton dan etanol. Hal ini menunjukkan bahwa etil asetat, aseton, toluena dan
etanol bukan pelarut yang tidak baik untuk proses rekristalisasi sampel B. Sampel yang belum
larut sempurna kemudian dipanaskan dalam air mendidih dan hasilnya adalah sampel B larut
dalam akuades. Pelarut pada n-heksana menguap saat proses pemanasan sebab titik didih
heksana rendah yakni 69 0C. Sampel B dengan pelarut akuades yang didinginkan dalam ice bath
membentuk kristal jarum. Hal ini menunjukkan bahwa pelarut yang paling baik untuk metode
rekristalisasi sampel B adalah akuades. Berdasarkan informasi yang diperoleh, sampel B
merupakan asam benzoat. Adapun struktur dari asam benzoat adalah sebagai berikut:
O
OH

Gambar 2. Asam Benzoat
Asam Benzoat (benzoic acid) adalah suatu senyawa kimia dengan rumus C6H5COOH. Air
merupakan pelarut yang baik untuk rekristalisasi asam benzoat. Hal ini disebabkan karena
perbedaan titik didih keduanya yang jauh sehingga memudahkan dalam pemisahan asam
benzoat. Asam benzoat memiliki titik didih sebesar 249 0C sedangkan air memiliki titik didih
sebesar 1000C, sehingga apabila larutan asam benzoat dan air dipanaskan maka air akan
menguap terlebih dahulu sesuai titik didihnya yakni 100 0C sedangkan asam benzoat tertinggal
dicawan.
Sampel C larut dalam pelarut aseton, etanol dan etil asetat, sedangkan sampel C dalam
pelarut n-heksana, akuades, dan toluena tidak larut. Hal ini menunjukkan bahwa aseton, etanol
dan etil asetat bukan pelarut yang baik dalam rekristalisasi sampel C. Sampel yang belum larut
kemudian dipanaskan dalam air mendidih dan hasilnya adalah sampel C larut dalam toluena dan
akuades. Hal ini menunjukkan bahwa akuades dan toluena merupakan pelarut yang dapat
digunakan untuk rekristalisasi sampel C. Pelarut pada n-heksana menguap saat dipanaskan
sebab titik didih heksana rendah yakni 69 0C. Sampel C dengan pelarut toluena dan air
kemudian didinginkan dalam ice bath dan membentuk kristal jarum. Berdasarkan informasi
yang diperoleh, sampel C merupakan asetanilida. Adapun struktur dari asetanilida adalah

sebagai berikut:
O
H3C

NH

Gambar 3. Asetanilida
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai
amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil.
Asetanilida memiliki titik didih sebesar 184,4 oC. Pelarut yang dapat digunakan dalam
rekristalisai asetalinida adalah akuades dan toluena. Akuades merupakan pelarut yang lebih baik
dibandingkan toluena, sebab titik didih akuades (100 0C) lebih kecil dibanding toluena yang
memiliki titik didih sekitar 110 0C. Perbedaan titik didih akuades dan asetanilida cukup jauh jika
dibandingkan dengan toluena, sehingga apabila rekristalisasi asetanilida dilakukan dengan
pelarut akuades yang titik didihnya jauh dibawah asetalinida maka akan memperkecil
kemungkinan asetalinida ikut teruapkan.
Percobaan berikutnya adalah rekristalisasi sampel unknown. Sampel yang digunakan adalah
bodrexin sebanyak 0,36 gram. Senyawa yang terkandung dalam sampel adalah aspirin dan
glisin. Proses rekristalisasi ini diawali dengan pemilihan pelarut yang paling baik untuk
rekristalisasi ssampel. Pelarut yang diuji antara lain n-heksana, etanol, aseton akuades, etil asetat
dan toluena. Sampel dengan pelarut tersebut kemudian direaksikan. Hasil pengamatan
menyebutkan bahwa sebagian zat tidak larut dalam air. Semua sampel kemudian dipanaskan.
Pemanasan ini bertujuan untuk mempercepat reaksi. Sampel bodrexin larut dalam akuades,
sedangkan pelarut n-heksanan, etanol, dan aseton menguap sebab titik didih ketiganya rendah.
Pelarut etil asetat dan toluena tidak larut saat dipanaskan. Proses selanjutnya yang dilakukan
adalah proses pendinginan dalam ice bath. Akuades membentuk kristal halus saat pendinginan,
sedangkan etil asetat dan toluena tidak dapat membentuk kristal. Berdasarkan hasil pengamatan
dapat ditentukan bahwa pelarut akuades merupakan pelarut yang paling bagus untuk proses
rekristalisasi.
Hal yang dilakukan selanjutnya adalah proses rekristalisasi dengan menggunakan pelarut
yang telah diuji sebelumnya. Kandungan bodrexin yang dapat diambil dengan menggunakan
akuades adalah senyawa aspirin, sebab akuades merupakan senyawa polar yang hanya dapat larut
dalam senyawa polar. Sampel bodrexin yang digunakan adalah sebanyak 0,36. Sampel yang ada
kemudian dilarutkan dalam akuades hingga larut sebagian, dan dilanjutkan dengan pemanasan.

Proses pemanasan ini dilakukan agar semua aspirin dalam sampel dapat larut sempurna,
sedangkan senyawa senyawa lain tetap tidak larut. Tahap selanjutnya adalah pendinginan hingga
diperoleh kristal, kemudian kristal disaring menggunakan corong buchner. Proses ini bertujuan
untuk memisahkan zat pengotor dengan larutan kristal yang murni. Penyaringan kristal dilakukan
dengan menambahkan aquades dingin. Tujuannya adalah agar kristal yang terbentuk tetap terjaga
bentuk kristalnya, dan kristal terbentuk pada suhu yang rendah karena pengaruh dari derajat
lewat jenuh pada pembentukan kristal tersebut.
Tahapan selanjutnya adalah pengeringan dengan menggunakan oven. Tujuannya adalah
menguapkan sisa dan menghilangkan pelarut dari kristal agar diperoleh kristal yang murni.
Sampel yang sudah dikeringkan ditimbang, dan didapatkan massa recovery yang tersisa sebesar
0,15 gram. Berat sampel ini berkurang sebesar 0,21 gram dari sampel awal 0,36 gram. Hal ini
disebabkan pada proses kristalisasi tidak semua sampel menjadi kristal, masih ada sampel yang
terlarut dalam air. Adanya pengotor dapat menghambat sampel menjadi bentuk padat atau
kristalnya.
Hasil dari proses rekristalisasi dapat menentukan rendemen suatu sampel. Rendemen
bertujuan untuk membandingkan kadar atau prosentase sampel yang didapatkan dengan massa
totalnya, sehingga kita dapat mengetahui kadar maksimum yang dapat diperoleh dalam proses
rekristalisasi. Rendemen yang diperoleh pada percobaan adalah 41,6%. Sampel yang telah
dikeringkan merupakan aspirin dalam bentuk murni, sehingga kita dapat menentukan titik didih
spirin dengan menggunakan alat small lab kid. Penentuan titik didih aspirin dilakukan dengan
memasukkan aspirin yang tersisa dalam kapiler, kemudian dipanaskan dan diamati suhunya
dengan termometer hingga dia leleh. Aspirin meleleh pada suhu 154 oC, hal ini tidak sesuai
dengan titik leleh aspirin yang diperoleh dari referensi yakni sekitar 136oC. Ketidaksesuaian ini
dapat diakibatkan oleh kesalahan praktikan saat pengamatan termometer atau kemungkinan
dikarenakan masih adanya pengotor yang ada dalam sampel.
Kesimpulan
Teknik pemurnian senyawa organik dapat dilakukan dengan metode rekristalisasi. Prinsip
dasar dari proses rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang dimurnikan dengan zat
pengotornya. Penentuan pelarut yang tepat merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan
dalam proses ini. Syarat pelarut yang digunakan dalam rekristalisasi adalah pelarutnya tidak
bereaksi dengan zat yang dilarutkan, pelarut hanya dapat melarutkan zat yang akan dimurnikan
dan tidak melarutkan zat pencemarnya. Rendemen yang diperoleh saat rekristalisasi aspirin
adalah 41,6%.
Referensi

Arsyad, M., Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta: Gramedia.
Chang, R. 2010. Kimia Dasar Jilid 1 Edisi 3. Jakarta : Erlangga.
Koordinator praktikum kimia organik.2014. Petunjuk Praktikum Kimia Organik.
Jember:Universitas Jember.
McKee, J. R., Zanger, M.1997.Essential of Organic Chemistry.Small Scale Laboratory
Experiments, Wm. C. Brown Publishers, Dubuque, USA.
Svehla G. 1989. Vogel I Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semimikro Bagian
I. Jakarta:PT Kalman Media Pusaka.
Wilbraham dan Matta.1992. Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Edwardsville :Southern
lllinois university.
Saran
Adapun saran untuk praktikum ini adalah saat pengukuran titik leleh small lab kid
praktikan hendaknya lebih teliti lagi, sehingga dapat meminimalisir kesalahan saat pengukuran.
Nama Praktikan
Ferlia Suci Ramadhani (121810301007)