Kajian Organologis Saga-saga Batak Toba Buatan Bapak Guntur Sitohang Di Desa Turpuk Limbong Kecamatan Harian Boho, Kabupaten Samosir

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA, LOKASI PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT GUNTUR SITOHANG

2.1 Asal Usul Masyarakat Batak Toba

Suku Batak sendiri terdiri dari enam sub-suku yaitu, Toba, Simalungun, Karo, Pak-pak, Angkola dan Mandailing. Suku Batak bermukin di daerah pegunungan dan pedalaman provinsi Sumatera Utara, sebagian besar dari ke enam sub-suku ini berdiam di sekeliling Danau Toba, kecuali Angkola dan Mandailing yang hidup di perbatasan Sumatera Barat.

Beberapa peneliti atau penulis mengungkapkan asal usul dari suku Batak, salah satunya Parlindungan, beliau mengatakan bahwa orang Batak tergolong Proto Melayu, hal tersebut dikatakan oleh karena karakteristik yang dimiliki oleh orang-orang Proto Melayu yang gemar untuk tinggal atau menetap di daerah-daerah pedalaman serta pegunungan dan menghindari daerah-daerah tepi pantai, sehingga saat mereka tiba di kepulauan nusantara nenek moyang bangsa Batak langsung masuk jauh ke pedalaman hutan dan menjauhi pesisir pantai yang diperkirakan mendiami daerah sekitar Danau Toba.

2.2 Kepercayaan Awal Masyarakat Batak Toba

Sebelum suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam


(2)

Debata Natolu. Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak mengenal tiga konsep, yaitu:

1. Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.

2. Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.

3. Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.

Disamping aliran kepercayaan (agama suku) tersebut, terdapat juga dua agama besar yang berpengaruh dan dianut oleh masyarakat Batak khususnya Batak Toba, yaitu Kristen Protestan dan Islam. Kepercayaan pada masyarakat Toba sebelum memeluk agama Kristen dan Islam dan masih ada pengikutnya sampai saat ini adalah Parmalim, Parbaringin, dan Parhudam-hudam. Kepercayaan ini sering pula disebut agama Si Raja Batak, karena kepercayaan ini diyakini oleh sebagian besar orang Batak Toba, dianut oleh Sisingamangaraja XII. Mengikut Batara Sangti didirikanya kepercayaan-kepercayaan tersebut adalah sengaja diperintahkan oleh Sisingamangaraja XII, sebagai gerakan keagamaan dan politik, yaitu parmalin dan parhudam-hudam sebagai bentuk gerakan ekstrimis


(3)

kepercayaan Sisingamangaraja XII yang bernama guru Somalaing Pardede ditugaskan memperkuat pertahanan diwilayah Habinsaran, terutama untuk membendung pengaruh agama Kristen dan membentuk sebuah agama baru yang disebut parmalin (Batara Sangti 1977:79). Menurut Horsting, Parmalim adalah ajaran agama yamg didalamnya terdapat unsur-unsur agama kristen dan islam dan tidak meninggalkan kepercayaan Batak Toba Tua.

Masuknya agama Islam ke tanah Batak adalah sebagai berikut, dalam kunjungannya pada tahun 1292, Marco Polo melaporkan bahwa masyarakat Batak sebagai orang-orang "liar yang musyrik" dan tidak pernah terpengaruh oleh agama-agama dari luar. Meskipun Ibn Battuta, mengunjungi Sumatera Utara pada tahun 1345 dan mengislamkan Sultan Al-Malik Al-Dhahir, masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh pedagang Minangkabau. Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang melakukan perkawinan dengan perempuan Batak. Hal ini secara perlahan telah meningkatakan pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak. Pada masa Perang Paderi di awal abad ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola. Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada akhirnya mereka menganut agama Protestan. Kerajaan Aceh di utara, juga banyak berperan dalam mengislamkan masyarakat Karo, Pakpak, dan Dairi. Jadi dapat disimpulkan pengaruh Islam tidak begitu besar bagi masyarakat Batak Toba, karena agama ini hanya berpengaruh kuat di daerah Madailing, Karo, Pak-pak dan Dairi. Sedangkan masuknya agama Kristen Protestan di tanah Batak terjadi sekitar tahun 1824. Dimulai oleh


(4)

misionaris Baptis asal Inggris, Richard Burton dan Nathaniel Ward Kedua pendeta ini mencoba memperkenalkan Injil dikawasan Silindung (Tarutung). Namun kehadiran mereka tidak diterima oleh masyarakat Batak Toba di kawasan Silindung pada saat itu.

Kemudian tahun 1834 Kongsi Zending Boston Amerika Serikat mengirimkan dua orang pendeta yaitu Munson dan Lymann. Kedua missionaris ini dibunuh oleh penduduk dibawah pimpinan Raja Panggalemei di lobu pining pada bulan juli 1834. 15 tahun kemudian pada tahun 1849 kongsi bible Nederland mengirim ahli bahasa Dr. H.N. Van Der Tuuk untuk menyelidiki budaya batak. Ia menyusun kamus Batak Belanda, dan menyalin sebagian isi Alkitab ke bahasa Batak. Tujuan utamanya adalah merintis penginjilan ke tanah batak melalui budaya. Tahun 1959, jemaat Ermelo Belanda dipimpin oleh Ds. Witeveen mengirim pendeta muda G.Van Asselt ke tapanuli selatan. Ia tinggal di Sipirok sambil bekerja di perkebunan Belanda. Kemudian disusul oleh pendeta Rheinische Mission Gesellscahft (RMG), pada masa sekarang menjadi Verenigte Evangelische Mission (VEM) dipimpin oleh Dr. Fabri. Namun penginjilan berjalan sangat lambat.

Hingga akhirnya seorang pemuda Jerman yang baru menyelesaikan sekolahnya dan ditahbiskan sebagai pendeta tahun 1861 berniat untuk datang ke tanah Batak setelah mendengar cerita tentang bangsa Batak. Ia lalu pergi ke Belanda untuk mempelajari tentang bangsa Batak dan kemudian berangkat dari Amsterdam ke Sumatera dengan kapal pertinar. Tahun 1862, 14 Mei Setelah mengalami banyak cobaan di lautan, Ingwer Ludwig Nommensen mendarat di


(5)

Lembah Silindung. Dia berdoa di Bukit Siatas Barita, di sekitar Salib Kasih yang sekarang. “Tuhan, hidup atau mati saya akan bersama bangsa ini untuk memberitakan FirmanMu dan KerajaanMu, Amin!”.

Mei 1864, Ingwer Ludwig Nommensen diijinkan memulai misinya ke Silindung, sebuah lembah yang indah dan banyak penduduknya. Juli tahun 1864, Ingwer Ludwig Nommensen membangun rumahnya yang sangat sederhana di Saitnihuta setelah mengalami perjuangan yang sangat berat. Tahun 1864, 30 Juli Ingwer Ludwig Nommensen menjumpai Raja Panggalamei ke Pintubosi, Lobupining. 25 September 1864, Ingwer Ludwig Nommensen mau dipersembahkan ke Sombaon Siatas Barita Dionan Sitahuru. Ribuan orang datang. Ingwer Ludwig Nommensen akan dibunuh menjadi kurban persembahan. Ingwer Ludwig Nommensen tegar menghadapi tantangan, dia berdoa, angin puting beliung dan hujan deras membubarkan pesta besar tersebut. Ingwer Ludwig Nommensen selamat, sejak itu terbuka jalan akan Firman Tuhan di negeri yang sangat kejam dan buas. Ingwer Ludwig Nommensen pantas dijuluki “Apostel di Tanah Batak”

2.3 Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba

Sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba sangat erat kaitannya dengan istilah “marga” yang merupakan nama nenek moyang yang selalu diturunkan

kepada keturunan dengan garis keturunan patriakal. Kekerabatan adalah suatu tata cara yang mengatur hubungan sosial kemasyarakatan. Sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba berlandaskan dalihan na tolu.


(6)

Dalihan na tolu merupakan sebuah hubungan sosial yang berlandaskan pada tiga pilar kemasyarakatan, yakni hula-hula, dongan tubu (dongan sabutuha) dan boru. Dalihan na tolu diciptakan Mulajadi Nabolon dengan menurunkan kepada tiga dewa yaitu, Batara Guru sebagai simbol dari hula-hula, Debata Soriada simbol dari dongan sabutuha dan dewa Mangala Bulan simbol dari boru (Sinaga 1981:71-76).

Hula-hula merupakan kedudukan tertinggi dalamsistem kekerabatan masyarakat Batak Toba. Hal ini dapat kita lihat dalam posisi suatu acara dan penghormatan yang diberikan. Hula-hula merupakan sebuah marga pemberi istri dari marga lain. Sedangkan status boru merupakan pihak marga yang mengambil istri dari pihak hula-hula. Istilah dongan sabutuha untuk menunjukan sistem kekerabatan yang sederajat.

Dalihan na tolu pun diuraikan dengan pepatah “somba marhula-hula, mangat mardongan tubu, elek marboru”. Pengertian dari pepatah ini secara harafiah “patuh dan berikanlah sembah pada hula-hula, menjaga hubungan dengan

dongan tubu, kelemah lumbutan dengan boru. Pepatah ini bukan hanya sekedar ungkapan tetapi dapat kita lihat dalam suatu acara pesta.

Ketiga kelompok memiliki peranan yang penting dan saling melengkapi dalam adat. Ketika dalam suatu pesta, hula-hula tidak begitu repot karena dianggap sebagai posisi yang paling dihormati menjadi pemberi berkat dan restu. Dongan tubu berperan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam acara, dongan tubu menjadi tempat berdiskusi serta menjalankan acara. Biasanya istilah untuk dongan tubu dalam suatu acara adat disebut dengan dongan saulaon. Tidak


(7)

kalah pentingnya juga peranan boru dalam suatu perayaan acara adat istiadat pada masyarakat Batak Toba. Dalam setiap upacara adat pihak boru bertanggung jawab dalam setiap hal yang sifatnya teknis pada upacara tersebut. Menyiapkan tempat, menyebarkan undangan, menyediakan kebutuhan acara, dan menyediakan konsumsi selama jalannya acara (marhobas).

Dapat disimpulkan bahwa dalam dalihan na tolu, hula-hula dianggap sebagai pihak yang kedudukannya paling tinggi, dongan tubu sebagai pihak yang sederajat dan boru merupakan pihak yang kedudukannya paling rendah. Istimewanya, setiap orang dalam sistem kemasyarakatan Batak Toba akan berada dalam ketiga kedudukan tersebut, artinya seseorang itu akan pernah sebagai hula-hula, dongan tubu dan sebagai boru. Sehingga tidak akan pernah timbul perbedaan martabat dalam sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba.

2.4 Gambaran Umum Kecamatan Harian

Kecamatan Harian merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Samosir, terletak diantara 2o‘30” – 2o ‘45” Lintang Utara dan diantara 98o‘30” – 98o ‘49” Bujur Timur dengan luas wilayah daratan sebesar 560,45 km2.

Batas-batas wilayahnya adalah Kecamatan Sianjur mulamula dan Kabupaten Dairi di sebelah uatara, Kecamatan Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Hasunduttan di sebelah selatan, Kecamatan Dolok sanggul dan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasunduttan di sebelah barat, serta kecamatan


(8)

Pangururan dan Palipi di sebelah timur. Luas wilayah Harian hanya sebesar 38,81 persen dari total luas wilayah Samosir.

Topografi wilayahnya pada umumnya berbukit-bukit dan bergelombang hingga pegunungan dengan ketinggian antara 800- 1.847,5 m di atas permukaan laut. Sturktur tanahnya labil dan berada pada jalur gempa tektonik dan vulkanik. Sebanyak sebelas desa berada di lereng pegunungan dan 8 desa berada di hamparan. Jarak antara kantor camat Harian dan kantor Bupati Samosir adalah 16 km, transportasi yang digunakan di kecamatan ini paling banyak adalah berjalan kaki dan menggunakan sepeda motor. Seluruh wilayahnya berada di wilayah pulau Sumatera, Kecamatan Harian terletak pada kemiringan yang cukup landai yaitu <15 derajat dan terdapat 10 desa yang terletak di daerah landai serta ada 3 desa pada kemirirngan antara 15-25 derajat.

Sebagian besar penduduk di Kecamatan Harian bekerja di sektor pertanian, hal ini ditunjukan dengan produksi padi yang cukup besar sehingga menjadikan Kecamatan ini sebagai salah satu lumbung padi di Kabupaten Samosir. Dengan kata lain sebagian besar angkatan kerja di kecamatan ini diserap di lapangan usaha pertanian, selain itu di kecamatan ini juga terdapat 20 usaha kilang padi yang tersebar di hampir semua, kilang padi ini digunakan untuk mengolah padi dari petani sehingga mempunyai nilai lebih tinggi untuk dijual.

Tabel 1 : Statistik Daerah Kecamatan Harian

NO DESA Luas (km2) Penduduk

(Jiwa)

Kepadatan Penduduk ( Jiwa / km2)


(9)

1 Partungko Naginjang 174.15 836 4.80

2 Siparmahan 15.00 886 59.07

3 Dolok Raja 7.25 501 69.10

4 Sampur Toba 6.25 829 132.64

5 Hariara Pohan 9.60 616 64.17

6 Janji Martahan 9.63 384 39.88

7 Turpuk Sihotang 7.50 417 55.60

8 Sosor Dolok 4.38 566 129.22

9 Turpuk Sagala 1.00 292 292.00

10 Turpuk Malau 3.50 193 55.14

11 Turpuk Limbong 8.57 326 37.26

12 Huta Galung 153.68 797 5.19

13 Hariara Pintu 159.76 1.345 8.42

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Samosir

2.4.1 Masyarakat Batak Toba di Desa Turpuk Limbong

Salah satu keistimewaan desa Turpuk Limbong, desa ini merupakan salah satu desa tertua di Kecamatan Harian. Pada awalnya wilayah desa Turpuk Limbong dibangun pada sekitar 1700 oleh seorang marga Limbong yang berasal dari desa Limbong Sagala yang berjarak sekitar 8-9 km dari desa Turpuk Limbong. Lahan yang subur dan masih kosong membuat si Limbong tertarik untuk membuka lahan perladangan sekaligus ingin membuka wilayah perkampungan baru. Namun karena masih sendiri di wilayah itu Limbong


(10)

mengundang beberapa orang dari sekitar pulau Samosir dan orang-orang sekitar desa Limbong Sagala, dan yang bersedia menerima undangan tersebut ada marga Malau, marga Sihotang serta marga Sagala.

Kemudian sesuai dengan kesepakatan, mereka mebagi batas-batas wilayah yang disebut turpuk sehingga menculah istilah Turpuk Limbong, Turpuk Malau, Turpuk Sagala, Turpuk Sihotang. Untuk desa Turpuk Limbong dikarenakan jumlah penduduk semakin meningkat, penduduk menganggap perlu dibentuk suatu badan yang mengurus jalannya pemerintahan desa, maka berdasarkan kesepakatan para pendiri desa pada saat itu memutuskan untuk membentuk suatu badan yang disebut dengan Bius Si Opat Tali di Turpuk Limbong.

Sesudah Indonesia merdeka sekitar tahun 1950-an penduduk Turpuk Limbong makin bertambah dimana marga-marga lain pum berdatangan untuk tinggal di Turpuk Limbong. Sesuai dengan sistem tata pemerintahan Republik Indonesia, Turpuk Limbong ini disahkan menjadi desa Turpuk Limbong pada tahun 1970-an. Sampai sekarang ini desa Turpuk Limbong mengalami perkembangan dan kemajuan salah satunya infrastruktur jalan yang sudah beraspal dan listrik memadai di desa ini.

2.4.2 Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat di desa Turpuk Limbong di dominasi sektor pertanian sekitar 80% dari keseluruhan jumlah penduduk. Pada umumnya masyarakat desa Turpuk Limbong menanam padi, bawang, cabai merah, dan kopi


(11)

ateng. Selain bertani masyarakat desa Turpuk Limbong beternak, walaupun sektor peternakan bukan menjadi penghasilan utama, namun tetap memiliki nilai ekonomi yang cukup baik sebagai penghasilan tambahan.

Sebagian kecil penduduk desa Turpuk Limbong memiliki mata pencaharian nelayan dan ada juga yang memelihara ikan di Danau Toba (keramba). Para nelayan biasanya menangkap ikan dengan menggunakan sampan dan jaring di sekitaran Danau Toba. Beberapa masyarakat ada yang menjadi pegawai negeri dan membuka usaha seperti warung.

Di Kecamatan ini juga terdapat beberapa bidang usaha lainnya yang mampu menyerap tenaga kerja antara lain jasa pertukangan, bengkel dan tukang jahit serta jasa kemasyarakatan lainnya. Jumlah bengkel yang ada di Kecamatan ini sebanyak 7 usaha yang terbagi menjadi 1 usaha bengkel mobil dan 6 usaha bengkel sepeda motor, jumlah penjahit ada sebanyak 8 orang dari satu orang penjahit pria dan tujuh orang penjahit wanita.

2.5 Sistem Kesenian

Menurut Koentjaraningrat (1982:395-397), “kesenian merupakan ekspresi manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif”. Masyarakat Batak Toba memiliki berbagai macam bentuk kesenian, yaitu seni suara, seni tari, seni rupa dan seni sastra.

Seni suara merupakan suatu bentuk karya seni yang dapat dinikmati manusia melalui pendengaran, seperti seni vokal, seni instrumental, dan seni


(12)

sastra. Seni vokal yang berkembang pada masyarakat Batak Toba, yaitu berupa ende mandideng yaitu musik vokal yang berfungsi untuk menidurkan anak, sedangkan seni suara melalui instrument ada berupa bunyi atau repertoar musik tradisional yang dimainkan dengan sulim, hasapi, sarune etek, sarune bolon, saga -saga, saga -saga, mengmung, balobat, taganing, ogung dan lain-lain.

Seni sastra terutama sastra lisan, yaitu berupa umpasa dan umpama yang paling banyak dikuasai oleh masyarakat Batak Toba.

Seni rupa adalah suatu bentuk kesenian yang dapat dinikmati melalui penglihatan (mata). Pada masyarakat Batak Toba, ini dapat dilihat dari ukiran-ukiran pada rumah Batak (Jabu Bolon) yang menghiasi tiang-tiang dan dinding. Seni tari dan gerak merupakan gabungan antara seni musik dan gerak yang dapat dinikmati oleh manusia melalui mata maupun telinga. Seni tari yang berkembang pada masyarakat Batak Toba, yaitu berupa tor-tor, monsak, dan lain-lain.

2.5.1 Seni Musik

Musik pada masyarakat Batak Toba tercakup dalam dua bagian besar, yaitu musik vokal dan musik instrumental, berikut penjelasannya :

2.5.1.1 Musik Vokal

Musik vokal tradisional pembagiannya ditentukan oleh kegunaan dan tujuan lagu tersebut yang dapat dilihat dari liriknya. Ben Pasaribu (1986 : 27-28)


(13)

membuat pembagian terhadap musik vokal tradisional Batak Toba dalam delapan bagian, yaitu :

1. Ende mandideng, adalah musik vokal yang berfungsi untuk menidurkan anak (lullaby)

2. Ende sipaingot, adalah musik vokal yang berisi pesan kepada putrinya yang akan menikah. Dinyanyikan pada saat senggang pada hari menjelang pernikahan tersebut.

3. Ende pargaulan, adalah musik vokal yang secara umum merupakan “solo-chorus”, dan dinyanyikan oleh kaum muda-mudi dalam waktu

senggang, biasanya malam hari.

4. Ende tumba, adalah musik vokal yang khusus dinyanyikan saat pengiring tarian hiburan (tumba). Penyanyinya sekaligus menari dengan melompat-lompat dan berpegangan tangan sambil bergerak melingkar. Biasanya ende tumba ini dilakukan oleh remaja di alaman (halaman kampung) pada malam terang bulan.

5. Ende sibaran, adalah musik vokal sebagai cetusan penderitaan yang berkepanjangan. Penyanyinya adalah orang yang menderita tersebut, yang menyanyi di tempat yang sepi.

6. Ende pasu-pasuan, adalah musik vokal yang berkenaan dengan pemberkatan. Berisi lirik-lirik tentang kekuasaan yang abadi dari yang maha kuasa. Biasanya dinyanyikan oleh orang-orang tua kepada keturunannya.

7. Ende hata, adalah musik vokal yang berupa lirik yang diimbuhi ritem yang disajikan secara monoton, seperti metric speech. Liriknya berupa


(14)

rangkaian pantun dengan bentuk aabb yang memiliki jumlah suku kata yang sama. Biasanya dimainkan oleh kumpulan kanak-kanak yang dipimpin oleh seorang yang lebih dewasa atau orang tua.

8. Ende andung, adalah musik vokal yang bercerita tentang riwayat hidup seseorang yang telah meninggal dunia, yang disajikan pada saat atau setelah disemayamkan. Dalam ende andung melodinya datang secara spontan sehingga penyanyinya haruslah penyanyi yang cepat tanggap dan trampil dalam sastra serta menguasai beberapa motif-motif lagu yang penting untuk jenis nyanyian ini.

Demikian juga Hutasoit yang dikutip oleh Rhitaony (1988 : 13) membagi kategori musik vokal menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Ende namarhadohoan, yaitu musik vokal yang dinyanyikan untuk acara-acara namarhadohoan (resmi).

2. Ende siriakon, yaitu musik vokal yang dinyanyikan oleh masyarakat Batak Toba dalam kegiatan sehari-hari.

3. Ende sibaran, yaitu musik vokal yang dinyanyikan dalam kaitannya dengan berbagai peristiwa kesedihan atau dukacita.

Dari beberapa jenis musik vokal tersebut yang sering terdapat di kota Medan adalah jenis ende andung dan ende sibaran, dimana saat terjadi peristiwa dukacita, maka akan ada ada beberapa pihak dari keluarga yang meninggal dunia tersebut yang mengandungi jenazah orang yang meninggal dunia tersebut sebelum dimakamkan.


(15)

Dalam musik instrumental ada beberapa instrument yang lazim digunakan dalam ansambel maupun disajikan dalam permainan tunggal, baik dalam kaitannya dalam upacara adat, religi maupun sebagai hiburan.

Pada masyarakat Batak Toba terdapat dua ansambel musik tradisional, yaitu: ansambel gondang hasapi dan gondang sabangunan. Selain itu ada juga instrument musik tradisional yang digunakan secara tunggal.

2.5.1.2.1 Ansambel Gondang Hasapi

Beberapa instrument yang terdapat dalam ansambel gondang hasapi adalah sebagai berikut:

1. Hasapi ende (plucked lute dua senar ) jenis chordophone yang berfungsi sebagai pembawa melodi, dimainkan dengan cara mamiltik (dipetik). 2. Hasapi doal (plucked lute dua senar ), sama denga hasapi ende, namun

hasapi doal berfungsi sebagai pembawa ritem konstan, dan berukuran lebih besar dari hasapi ende.

3. Sarune etek (shawm), kelompok aerophone yang memiliki reed tunggal (single reed) dimainkan dengan mangombus marsiulak hosa (meniup dengan terus menerus).

4. Saga-saga, kelompok xylophone, pembawa melodi juga sebagai pembawa ritem variabel pada lagu-lagu tertentu. Dimainkan dengan cara dipalu.


(16)

2.5.1.2.2 Ansambel Gondang Sabangunan

Beberapa instrument yang terdapat dalam ansambel gondang sabangunan adalah sebagai berikut:

1. Taganing, kelompok membranophone, dari segi teknis, instrument taganing memiliki tanggung jawab dalam penguasaan repertoar dan memainkan melodi bersama-sama dengan sarune bolon. Walaupun tidak seluruh repetoar berfungsi sebagai pembawa melodi, namun pada setiap penyajian gondang, taganing berfungsi sebagai “pengaba” atau “dirigen” (pemain group gondang) dengan isyarat- isyarat ritme yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota ensambel dan pemberi semangat kepada pemain lainnya.

2. Gordang (single headed drum) ini berfungsi sebagai instrument ritme variabel, yaitu memainkan iringan musik lagu yang bervariasi.

3. Sarune (shawm) kelompok aerophone yang doble reed berfungsi sebagai alat untuk memainkan melodi lagu yang dibawakan oleh taganing. 4. Ogung Oloan (pemimpin atau yang harus dituruti) ogung Oloan

mempunyai fungsi sebagai instrument ritme konstan, yaitu memainkan iringan irama lagu dengan model yang tetap. Fungsi ogung oloan ini umumnya sama dengan fungsi ogung ihutan, ogung panggora dan ogung doal dan sedikit sekali perbedaannya. Ogung doal memperdengarkan bunyinya tepat di tengah-tengah dari dua pukulan hesek dan menimbulkan suatu efek synkop. nampaknya merupakan suatu ciri khas dari gondang sabangunan. Fungsi dari ogung panggora ditujukan pada dua bagian. Di satu bagian, ia berbunyi bersamaan


(17)

dengan tiap pukulan yang kedua, sedang di bagian lain sekali berbunyi bersamaan dengan ogung ihutan dan sekali lagi bersamaan dengan ogung oloan. Oleh karena musik dari gondang sabangunan ini pada umumnya dimainkan dalam tempo yang cepat, maka para penari maupun pendengar hanya berpegang pada bunyi ogung oloan dan ihutan saja. Berdasarkan hal ini, maka ogung oloan yang berbunyi lebih rendah itu berarti “pemimpin” atau “Yang harus di turuti” , sedang ogung ihutan

yang berbunyi lebih tinggi, itu “Yang menjawab” atau “Yang menuruti”. Maka dapat disimpulkan bahwa peranan dan fungsi yang berlangsung antara ogung oloan dan ogung ihutan dianggap oleh orang Batak Toba sebagai suatu permainan “tanya jawab”.

Ogung Ihutan atau Ogung pangalusi (Yang menjawab atau yang

menuruti).

Ogung panggora atau Ogung Panonggahi (Yang berseru atau yang

membuat orang terkejut).

Ogung Doal

5. Hesek ini berfungsi menuntun instrument lain secara bersama-sama dimainkan. Tanpa hesek, permainan musik instrument akan terasa kurang lengkap. Walaupun bentuk instrument dan suaranya sederhana saja, namun peranannya penting dan menentukan sebagai pembawa tempo.

2.5.1.2.3 Instrument Tunggal


(18)

terlepas dari ansambel gondang hasapi dan gondang sabangunan. instrument yang termasuk instrument tunggal dalam masyarakat Batak Toba antara lain:

1. Sulim (transverse flute), kelompok aerophone. Dimainkan dengan meniup dari samping (side blown flute), berfungsi membawa melodi. 2. Saga-saga (jew’s harp) klasifikasi idiophone. Dimainkan dengan

menggetarkan lidah dan instrumenttersebut di rongga mulut sebagai resonatornya.

3. Jenggong (jew’s harp) mempunyai konsep yang sama dengan saga-saga, namun materinya berbeda karena terbuat dari logam.

4. Talatoit (transverse flute), sering juga disebut salohat atau tulila. Dimainkan dengan meniup dari samping. Kelompok aerophone.

5. Sordam (long flute) terbuat dari bambu, kelompok aerophone, dimainkan dengan ditiup dari ujung (end blown flute).

6. Tanggeteng, alat musik yang senarnya terbuat dari rotan dan peti kayu sebagai resonatornya.

2.5.2 Seni Tari

Tarian yang paling terkenal dari masyarakat Batak Toba adalah tari tor, tor memiliki beberapa jenis dari yang menggunakan properti seperti tor-tor sawan, dan yang tanpa properti seperti tor-tor-tor-tor embas-embas, tor-tor-tor-tor juga memiliki pemaknaan tersendiri dalam menarikannya, contohnya dalam pelaksanaan upacara adat, jika akan menghadap pihak hula-hula, maka gerakan yang dilakukan adalah dengan menundukkan kepala sambil menyatukan telapak tangan layaknya menyembah dan menghadap kepada hula-hula, demikian juga


(19)

pihak hula-hula akan membuka lebar kedua tangannya dan menyentuh kepala pihak yang menghadapnya layaknya seseorang yang memberikan berkat.

2.5.3 Seni Teater dan Drama

Salah satu jenis seni teater atau drama yang terdapat pada masyarakat Batak Toba adalah Opera Batak yang pendirinya adalah Tilhang Oberlin Gultom (pendiri Opera Batak akhir tahun 1920-an).

Opera Batak merupakan pertunjukan drama musikal dimana cerita-ceritanya biasanya diangkat dari kisah-kisah orang Batak yang terdahulu, seperti asal mula Danau Toba, dan lain-lain.

2.5.4 Seni Sastra

Seni sastra pada masyarakat Batak Toba ada beberapa jenis, dua diantaranya adalah : umpasa dan umpama.

Umpama adalah berupa rangkaian kalimat yang berupa perumpamaan yang biasanya berisikan petuah, contohnya:

Sada ma hamu songon daion aek Unang dua songon daion tuak

Yang berarti : Kita harus bersatu seperti rasa air, jangan terpecah seperti rasa tuak Sedangkan umpasa adalah berupa pantun yang biasanya berisikan nasehat, harapan dan hiburan, contohnya :

Sahat-sahatni solu ma sai sahat ma tu bontean Sai leleng ma hita mangolu


(20)

sai sahat ma tu panggabean

yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia berarti : Seperti sampan yang sampai ketepian kiranya kita tetap panjang umur dan Sampai meraih kesuksesan.

Seni sastra ini masih sering juga ditemui pada masyarakat Batak Toba di kota Medan, dimana saat pelaksanaan upacara adat, umpama maupun umpasa masih dapat kita saksikan dan kita dengarkan.

2.5.5 Seni Rupa

Seni rupa yang terdapat pada masyarakat Batak Toba adalah gorga, gorga adalah sebuah motif yang diukir atau dilukiskan pada dinding atau tiang pada rumah adat Batak. Penggunaan gorga tidak terbatas hanya di situ saja, gorga juga sering digunakan sebagai hiasan dalam instrument musik tradisional seperti taganing dan saga-saga.

2.6 Pengertian Biografi

Dalam disiplin ilmu sejarah, biografi dapat didefenisikan sebagai sebuah riwayat hidup seseorang. Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku. Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta kehidupan seseorang dan peranan pentingnya dalam masyarakat. Sedangkan biografi yang lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi-informasi


(21)

penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan yang baik dan jelas.

Sebuah biografi biasanya menganalisa dan menerangkan kejadian-kejadian pada hidup seorang tokoh yang menjadi objek pembahasannya, sehingga dengan membaca biografi, pembaca akan menemukan hubungan keterangan dari tindakan yang dilakukan dalam kehidupan seseorang tersebut, juga mengenai cerita-cerita atau pengalaman-pengalaman selama hidupnya.

Suatu karya biografi biasanya becerita tentang kehidupan orang terkenal dan orang tidak terkenal, dan biasanya biografi tentang orang yang tidak terkenal akan menjadikan orang tersebut dikenal secara luas, jika di dalam biografinya terdapat sesuatu yang menarik untuk disimak oleh pembacanya, namun demikian biasanya biografi hanya berfokus pada orang-orang atau tokoh-tokoh terkenal saja.

Tulisan biografi biasanya bercerita mengenai seorang tokoh yang sudah meninggal dunia, namun tidak jarang juga mengenai orang atau tokoh yang masih hidup. Banyak biografi yang ditulis secara kronologis atau memiliki suatu alur tertentu, misalnya memulai dengan menceritakan masa anak-anak sampai masa dewasa seseorang, namun ada juga beberapa biografi yang lebih berfokus pada suatu topik-topik pencapaian tertentu.

Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping koran. Sedangkan bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku referensi atau sejarah yang memparkan peranan subjek biografi tersebut.


(22)

Beberapa aspek yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi antara lain : (a) Pilih seseorang yang menarik perhatian anda; (b) Temukan fakta -fakta utama mengenai kehidupan orang tersebut; (c) Mulailah dengan ensiklopedia dan catatan waktu; (d) Pikirkan, hal apa lagi yang perlu anda ketahui mengenai orang tersebut, bagian mana dari cerita tentang beliau yang ingin lebih banyak anda uraikan dan tuliskan.

Sebelum menuliskan sebuah biografi seseorang, ada beberapa pertanyaan yang dapat dijadikan pertimbangan, misalnya: (a) Apa yang membuat orang tersebut istimewa atau menarik untuk dibahas; (b) Dampak apa yang telah beliau lakukan bagi dunia atau dalam suatu bidang tertentu juga bagi orang lain; (c) Sifat apa yang akan sering penulis gunakan untuk menggambarkan orang tersebut; (d) Contoh apa yang dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat tersebut; (e) Kejadian apa yang membentuk atau mengubah kehidupan orang tersebut; (f) Apakah beliau memiliki banyak jalan keluar untuk mengatasi masalah dalam hidupnya; (g) Apakah beliau mengatasi masalahnya dengan mengambil resiko, atau karena keberuntungan; (h) Apakah dunia atau suatu hal yang terkait dengan beliau akan menjadi lebih buruk atau lebih baik jika orang tersebut hidup ataupun tidak hidup, bagaimana, dan mengapa demikian.

Lakukan juga penelitian lebih lanjut dengan bahan-bahan dari studi perpustakaan atau internet untuk membantu penulis dalam menjawab serta menulis biografi orang tersebut dan supaya tulisan si peneliti dapat dipertanggungjawabkan, lengkap dan menarik. Terjemahan Ary (2007) dari situs (www.infoplease.com/homework/wsbiography.html)


(23)

2.7 Biografi Singkat Guntur Sitohang

Proses perjalanan hidup Guntur Sitohang tentu turut mempengaruhinya dalam membuat alat musik tradisional Batak Toba serta bermain musik. Penjelasan singkat mengenai kehidupan seorang Guntur Sitohang sebagai pembuat alat musik dan sebagai pemain musik tradisional Batak Toba dianggap sangat penting bagi penulis.

Guntur Sitohang lahir 1936 di desa Urat Kabupaten Samosir dari pasangan B.Sitohang dan S.Simbolon. beliau merupakan anak bungsu dari tujuh orang bersaudara di antara lima orang anak perempuan dan dua orang anak laki-laki. Orang tua dari Guntur Sitohang bekerja atau berprofesi sebagai petani serta mengajar di sekolah dasar negeri yang berada di komplek perumahan tempat beliau berdomisili, dan untuk menambah penghasilan dalam memenuhi kebutuhan keluarga, ayahnya juga mencari ikan di pesisir Danau Toba tepatnya di pantai desa urat.

2.7.1 Latar Belakang Pendidikan

Pada tahun 1948 Sekolah Dasar (SD) masih bernama Sekolah Rakyat (SR) dan di tahun itu untuk pertama kalinya beliau mendaftarkan diri memulai sekolah di sekolah rakyat 6 Harian Boho sementara usianya pada saat itu sudah memasuki sebelas tahun. Setelah duduk dibangku kelas dua nama sekolah rakyat berganti nama menjadi sekolah dasar. Bermain bersama teman, bermain musik, ikut


(24)

bertani dan mencari ikan di danau menjadi alasan beliau atas keterlambatannyya masuk sekolah pada masa itu.

Enam tahun menyelesaikan pendidikan di sekolah dasar, Guntu Sitohang melanjutkan pendidikannya di Sekolah Guru Biasa yang disingkat dengan SBG di kecamatan Harian Boho. Sekolah Guru Biasa merupakan sekolah kejuuruan yang berada satu tingkat di atas sekolah dasar dimana pada masa itu lulusan SBG dapat menjadi tenaga pengajar di Sekolah Dasar.

2.7.2 Latar Belakang Keluarga

Guntur Sitohang menikah pada tahun 1964 dengan mempersunting Tiamsah Habeahan yang merupakan teman sekolahnya sejak Sekolah Guru Biasa. Guntur Sitohang dan Tiamsah Habeahan memiliki sebelas anak enam orang perempuan dan lima orang laki-laki, ditambah satu orang anak perempuan yang merupakan anak angkat. Anak pertama dari Guntur Sitohang adalah seorang wanita yang diberi nama Megawati Sitohang yang lahir pada tahun 1964, beliau merupakan ibu rumah tangga dan memiliki seorang anak perempuan buah perkawinannya dengan R.Simbolon. Kemudian anak kedua Guntur Sitohang adalah Baktiar Sitohang, lahir pada tahun 1966 sejak umur lima tahun beliau mengalami suatu penyakit sehingga mengalami kelumpuhan sampai pada akhirnya beliau meninggal dunia pada usia 42 tahun tepatnya ditahun 2008.

Anak ketiga beliau adalah seorang wanita yang bernama Lasnur maya Sitohang, lahir pada tahun 1968, kemudian menikah dengan marga Hutabarat


(25)

berdomisili di Jakarta dan memiliki dua orang putri serta satu orang putra. Anak ke empat beliau lahir pada tahun 1970 yang diberi nama Martogi Sitohang, berdomisili di Jakarta dan menjadi seorang musisi tradisional Batak Toba yang terkenal. Anak ke lima Guntur Sitohang adalah seorang laki-laki yang bernama Junihar Sitohang lahir pada tahun 1972, Junihar Sitohang mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang pembuat alat musik tradisional Batak Toba sekaligus menjadi pemusik tradisional yang berdomisili di Medan. Kemudian adalah Hardoni Sitohang yang lahir pada tahun 1978 anak ke enam dari Guntur Sitohang merupakan seorang staff pengajar (Dosen) pada salah satu Universitas swasta di Medan sekaligus beliau berprofesi sebagai musisi. Selanjutnya adalah Naldy Sitohang yang merupakan anak kedelapan yang lahir pada tahun 1980. Anak ke sembilan dari pasangan Guntur Sitohang dan T. Habeahan adalah Senida Sitohang yang lahir pada tahun 1982, senida menikah dengan seorang pria bermarga Silalahi.

Kemudian anak ke sepuluh bernama Martahan Sitohang yang lahir pada tahun 1984 yang menyelesaikan study nya dari Universitas Sumatera Utara departemen Etnomusikologi, dan saat ini berdomisili di Jakarta menggeluti dunia musik. Anak bungsu dari pasangan Guntur Sitohang bernama Elfrida Sitohang yang lahir pada tahun 1987 menikah dengan seorang pria yang bernama Romual Simarmata. Pasangan Guntur Sitohang dan Tiamsah Habeahan memiliki anak angkat yang bernama Julia berkewarganegaraan Amerika yang diberi marga Sitohang mengikuti marga ayah angkatnya Guntur Sitohang.


(26)

2.7.3 Awal Perkenalan Guntur Sitohang Dengan Musik Batak Toba

Awal perkenalan Guntur Sitohang dengan musik tradisional Batak Toba adalah dimulai dari sejak masa kanak-kanak. Keluarga Guntur Sitohang merupakan keluarga petani, namun salah seorang bapatua (abang bapak) dari Guntur Sitohang yaitu Mangumbang Sitohang, merupakan salah seorang pemain musik Opera Batak. Ketika berusia 4 tahun Guntur kecil sering mencuri kesempatan untuk belajar memainkan alat musik berdasarkan apa yang dilihatnya, kesempatan tersebut sering ia peroleh ketika bapatua dari Guntur Sitohang yang berprofesi sebagai pemusik Opera Batak kerap tinggal dirumah beliau. Alat musik yang pertama sekali dimainkan oleh Guntur kecil adalah saga-saga. Alasan nya adalah karena alat musik saga-saga tergolong mudah untuk dimainkan dimana hanya dengan memukul bilahan kayu menggunakan sepasang stick maka bilahan tersebut akan mengeluarkan bunyi.

Melihat bakat dan kemauan belajar yang tinggi dari Guntur kecil, bapatua nya menghadiahkan alat musik saga-saga asal-asalan yang nadanya belum beraturan. Dukungan dari bapatua nya dimanfaatkan dengan sangat baik oleh Guntur kecil untuk belajar lebih giat lagi. Seiring dengan berjalannya waktu walaupun hanya belajar secara otodidak, Guntur semakin dalam memainkan alat musiknya, bukan hanya saga-saga melainkan alat musik lainnya seperti sulim, hasapi, sarune etek bahkan saga-saga.

Masa remaja Guntur mulai disibukkan dengan bermain musik pada grup Opera Batak yang dipimpin Mardairi Naibaho dan Mangumbang Sitohang. Status Guntur Sitohang pada grup Opera Batak tersebut merupakan anggota tidak tetap,


(27)

hal ini dikarenakan pada saat itu Guntur masih mengenyam pendidikan di SPG (Sekolah Pendidikan Guru) sehingga Guntur tidak dapat memberikan waktunya secara penuh di grup Opera Batak tersebut.

2.8 Guntur Sitohang Sebagai Pembuat Alat Musik

Selain banyak berkarir sebagai seorang pemain musik yang cukup handal dan diakui, Guntur Sitohang juga memiliki keahlian sebagai pembuat alat musik. Berdasarkan pengalaman yang telah didapatkan beliau selama bermain musik, Guntur Sitohang tidak lagi mengalami banyak kesuliatan dalam memulai membuat alat-alat musik Batak Toba. Sekitar tahun 1976 Guntur Sitohang sudah mulai membuat alat musik Batak Toba. Instrument pertama yang dibuatnya adalah sarune etek, dikarenakan pada awalnya setiap pertunjukan Guntur lebih sering memainkan alat musik sarune etek dibandingkan dengan alat musik Batak Toba lainnya. Dalam proses belajar membuat alat musik Guntur Sitohang juga tidak memiliki guru sebagai tempat belajar seperti halnya dalam belajar bermain musik. Dengan cara memperhatikan alat musik yang ada, beliau mencoba membuat alat musik sendiri.

Selanjutnya Guntur Sitohang mulai membuat instrument lain seperti sulim, hasapi, saga-saga, taganing dan juga saga-saga. Pada awalnya alat musik yang beliau hasilkan hanya digunakan oleh orang-orang dekat ataupun grup opera dimana Guntur Sitohang juga sebagai anggota di dalamnya, namun tanpa disadari ternyata alat musik yang dihasilkan memiliki kualitas yang tergolong baik dan tahan lama. Oleh karena hal tersebut maka permintaan untuk hasil karyanya mulai


(28)

berdatangan dari beberapa group musik Batak Toba di beberapa daerah di luar Samosir, diantaranya group opera atau group musik tradisi daerah Silindung, Toba, serta Humbang. Para pemesan alat musik tersebut umumnya mendapat informasi dari mulut kemulut tentang kualitas baik dari alat musik yang dihasilkan oleh Guntur Sitohang.

Kira-kira tahun 1978 alat musik yang dihasilkan oleh Guntur Sitohang sudah semakin banyak mendapat pesanan untuk dipakai para pemusik. Dengan banyaknya pesanan tersebut beliau semakin sulit untuk memenuhi permintaan yang ada berhubung karena dari awal proses pembuatannya hanya dilakukan seorang diri tanpa pernah memiliki anggota atau karyawan. Menjaga kualitas alat musik yang dihasilkan menjadi alasannya sehingga tidak pernah berniat merekrut anggota dalam membuat alat musik tersebut, walaupun untuk dapat menghasilkan alat musik Guntur Sitohang memerlukan waktu yang relatif lebih bila dibandingkan dengan pembuatan alat musik oleh orang lain, dikarenakan ketelitian dalam pemilihan bahan baku alat musik hingga tahap penyempurnaan terakhirnya.

Seiring dengan kualitas yang dimiliki oleh alat musik yang dihasilkan beliau, diketahui bahwa hasil karyanya juga digunakan di luar daerah Samosir seperti di daerah Siantar maupun Medan bahkan di Jakarta. Terkadang pesanan juga datang dari orang-orang yang kultur budayanya tidak memiliki kaitan dengan budaya Batak Toba seperti Padang dan Manado dan biasanya alat musik yang mereka pesan hanya untuk koleksi. Lebih jauh lagi alat musik karya Guntur Sitohang juga telah merambah ke beberapa negara seperti Amerika, Prancis,


(29)

dapat sampai ke luar negeri dengan cara pada saat adanya tim kesenian yang berangkat dari Indonesia ke luar negeri khususnya dari Sumatera Utara yang membawa kesenian tradisi Batak Toba dan menggunakan alat musik buatan Guntur Sitohang, kemudian pada saat pertunjukan berlangsung ada yang tertarik dan berminat untuk membeli.

Dikalangan masyarakat Batak Toba yang berdomisili di luar negeri nama Guntur Sitohang juga cukup dikenal oleh karena karya-karyanya dalam bentuk alat musik yang telah sampai ke luar negeri. Sungguh suatu prestasi yang cukup membanggakan dimana karya-karya Guntur Sitohang dalam bentuk alat musik telah sampai ke mancanegara, secara tidak langsung beliau telah membantu mengangkat dan memperkenalkan kebudayaan Batak Toba ke kancah Internasional.

Hingga saat ini Guntur Sitohang masih terus aktif dalam berkarya membuat alat-alat musik Batak Toba, hanya saja tidak seaktif seperti ketika beliau berumur 50-an. Usianya yang sudah lanjut dan sekarang beliau berusia 78 tahun jalan ke 79 tahun sangat mempengaruhi produktifitasnya dalam membuat alat musik. Pada saat berumur 50-an beliau dapat menghasilkan lima set taganing dalam waktu satu bulan dan sekarang beliau hanya bisa menghasilkan satu sampai dua set taganing dalam satu bulan.


(30)

Gambar 1 : Bapak Guntur Sitohang sedang membuat alat musik Taganing (Dokumentasi Denata Rajagukguk, 2014)


(1)

39

berdomisili di Jakarta dan memiliki dua orang putri serta satu orang putra. Anak ke empat beliau lahir pada tahun 1970 yang diberi nama Martogi Sitohang, berdomisili di Jakarta dan menjadi seorang musisi tradisional Batak Toba yang terkenal. Anak ke lima Guntur Sitohang adalah seorang laki-laki yang bernama Junihar Sitohang lahir pada tahun 1972, Junihar Sitohang mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang pembuat alat musik tradisional Batak Toba sekaligus menjadi pemusik tradisional yang berdomisili di Medan. Kemudian adalah Hardoni Sitohang yang lahir pada tahun 1978 anak ke enam dari Guntur Sitohang merupakan seorang staff pengajar (Dosen) pada salah satu Universitas swasta di Medan sekaligus beliau berprofesi sebagai musisi. Selanjutnya adalah Naldy Sitohang yang merupakan anak kedelapan yang lahir pada tahun 1980. Anak ke sembilan dari pasangan Guntur Sitohang dan T. Habeahan adalah Senida Sitohang yang lahir pada tahun 1982, senida menikah dengan seorang pria bermarga Silalahi.

Kemudian anak ke sepuluh bernama Martahan Sitohang yang lahir pada tahun 1984 yang menyelesaikan study nya dari Universitas Sumatera Utara departemen Etnomusikologi, dan saat ini berdomisili di Jakarta menggeluti dunia musik. Anak bungsu dari pasangan Guntur Sitohang bernama Elfrida Sitohang yang lahir pada tahun 1987 menikah dengan seorang pria yang bernama Romual Simarmata. Pasangan Guntur Sitohang dan Tiamsah Habeahan memiliki anak angkat yang bernama Julia berkewarganegaraan Amerika yang diberi marga Sitohang mengikuti marga ayah angkatnya Guntur Sitohang.


(2)

2.7.3 Awal Perkenalan Guntur Sitohang Dengan Musik Batak Toba

Awal perkenalan Guntur Sitohang dengan musik tradisional Batak Toba adalah dimulai dari sejak masa kanak-kanak. Keluarga Guntur Sitohang merupakan keluarga petani, namun salah seorang bapatua (abang bapak) dari Guntur Sitohang yaitu Mangumbang Sitohang, merupakan salah seorang pemain musik Opera Batak. Ketika berusia 4 tahun Guntur kecil sering mencuri kesempatan untuk belajar memainkan alat musik berdasarkan apa yang dilihatnya, kesempatan tersebut sering ia peroleh ketika bapatua dari Guntur Sitohang yang berprofesi sebagai pemusik Opera Batak kerap tinggal dirumah beliau. Alat musik yang pertama sekali dimainkan oleh Guntur kecil adalah saga-saga. Alasan nya adalah karena alat musik saga-saga tergolong mudah untuk dimainkan dimana hanya dengan memukul bilahan kayu menggunakan sepasang stick maka bilahan tersebut akan mengeluarkan bunyi.

Melihat bakat dan kemauan belajar yang tinggi dari Guntur kecil, bapatua nya menghadiahkan alat musik saga-saga asal-asalan yang nadanya belum beraturan. Dukungan dari bapatua nya dimanfaatkan dengan sangat baik oleh Guntur kecil untuk belajar lebih giat lagi. Seiring dengan berjalannya waktu walaupun hanya belajar secara otodidak, Guntur semakin dalam memainkan alat musiknya, bukan hanya saga-saga melainkan alat musik lainnya seperti sulim, hasapi, sarune etek bahkan saga-saga.

Masa remaja Guntur mulai disibukkan dengan bermain musik pada grup Opera Batak yang dipimpin Mardairi Naibaho dan Mangumbang Sitohang. Status Guntur Sitohang pada grup Opera Batak tersebut merupakan anggota tidak tetap,


(3)

41

hal ini dikarenakan pada saat itu Guntur masih mengenyam pendidikan di SPG (Sekolah Pendidikan Guru) sehingga Guntur tidak dapat memberikan waktunya secara penuh di grup Opera Batak tersebut.

2.8 Guntur Sitohang Sebagai Pembuat Alat Musik

Selain banyak berkarir sebagai seorang pemain musik yang cukup handal dan diakui, Guntur Sitohang juga memiliki keahlian sebagai pembuat alat musik. Berdasarkan pengalaman yang telah didapatkan beliau selama bermain musik, Guntur Sitohang tidak lagi mengalami banyak kesuliatan dalam memulai membuat alat-alat musik Batak Toba. Sekitar tahun 1976 Guntur Sitohang sudah mulai membuat alat musik Batak Toba. Instrument pertama yang dibuatnya adalah sarune etek, dikarenakan pada awalnya setiap pertunjukan Guntur lebih sering memainkan alat musik sarune etek dibandingkan dengan alat musik Batak Toba lainnya. Dalam proses belajar membuat alat musik Guntur Sitohang juga tidak memiliki guru sebagai tempat belajar seperti halnya dalam belajar bermain musik. Dengan cara memperhatikan alat musik yang ada, beliau mencoba membuat alat musik sendiri.

Selanjutnya Guntur Sitohang mulai membuat instrument lain seperti sulim, hasapi, saga-saga, taganing dan juga saga-saga. Pada awalnya alat musik yang beliau hasilkan hanya digunakan oleh orang-orang dekat ataupun grup opera dimana Guntur Sitohang juga sebagai anggota di dalamnya, namun tanpa disadari ternyata alat musik yang dihasilkan memiliki kualitas yang tergolong baik dan tahan lama. Oleh karena hal tersebut maka permintaan untuk hasil karyanya mulai


(4)

berdatangan dari beberapa group musik Batak Toba di beberapa daerah di luar Samosir, diantaranya group opera atau group musik tradisi daerah Silindung, Toba, serta Humbang. Para pemesan alat musik tersebut umumnya mendapat informasi dari mulut kemulut tentang kualitas baik dari alat musik yang dihasilkan oleh Guntur Sitohang.

Kira-kira tahun 1978 alat musik yang dihasilkan oleh Guntur Sitohang sudah semakin banyak mendapat pesanan untuk dipakai para pemusik. Dengan banyaknya pesanan tersebut beliau semakin sulit untuk memenuhi permintaan yang ada berhubung karena dari awal proses pembuatannya hanya dilakukan seorang diri tanpa pernah memiliki anggota atau karyawan. Menjaga kualitas alat musik yang dihasilkan menjadi alasannya sehingga tidak pernah berniat merekrut anggota dalam membuat alat musik tersebut, walaupun untuk dapat menghasilkan alat musik Guntur Sitohang memerlukan waktu yang relatif lebih bila dibandingkan dengan pembuatan alat musik oleh orang lain, dikarenakan ketelitian dalam pemilihan bahan baku alat musik hingga tahap penyempurnaan terakhirnya.

Seiring dengan kualitas yang dimiliki oleh alat musik yang dihasilkan beliau, diketahui bahwa hasil karyanya juga digunakan di luar daerah Samosir seperti di daerah Siantar maupun Medan bahkan di Jakarta. Terkadang pesanan juga datang dari orang-orang yang kultur budayanya tidak memiliki kaitan dengan budaya Batak Toba seperti Padang dan Manado dan biasanya alat musik yang mereka pesan hanya untuk koleksi. Lebih jauh lagi alat musik karya Guntur Sitohang juga telah merambah ke beberapa negara seperti Amerika, Prancis, Jerman, Belanda, Jerusalem dan Australia. Alat musik buatan Guntur Sitohang


(5)

43

dapat sampai ke luar negeri dengan cara pada saat adanya tim kesenian yang berangkat dari Indonesia ke luar negeri khususnya dari Sumatera Utara yang membawa kesenian tradisi Batak Toba dan menggunakan alat musik buatan Guntur Sitohang, kemudian pada saat pertunjukan berlangsung ada yang tertarik dan berminat untuk membeli.

Dikalangan masyarakat Batak Toba yang berdomisili di luar negeri nama Guntur Sitohang juga cukup dikenal oleh karena karya-karyanya dalam bentuk alat musik yang telah sampai ke luar negeri. Sungguh suatu prestasi yang cukup membanggakan dimana karya-karya Guntur Sitohang dalam bentuk alat musik telah sampai ke mancanegara, secara tidak langsung beliau telah membantu mengangkat dan memperkenalkan kebudayaan Batak Toba ke kancah Internasional.

Hingga saat ini Guntur Sitohang masih terus aktif dalam berkarya membuat alat-alat musik Batak Toba, hanya saja tidak seaktif seperti ketika beliau berumur 50-an. Usianya yang sudah lanjut dan sekarang beliau berusia 78 tahun jalan ke 79 tahun sangat mempengaruhi produktifitasnya dalam membuat alat musik. Pada saat berumur 50-an beliau dapat menghasilkan lima set taganing dalam waktu satu bulan dan sekarang beliau hanya bisa menghasilkan satu sampai dua set taganing dalam satu bulan.


(6)

Gambar 1 : Bapak Guntur Sitohang sedang membuat alat musik Taganing (Dokumentasi Denata Rajagukguk, 2014)