Studi Organologi Hasapi Batak Toba oleh Bapak Guntur Sitohang

(1)

1

STUDI ORGANOLOGI HASAPI BATAK TOBA BUATAN GUNTUR SITOHANG Di DESA TURPUK LIMBONG KECAMATAN HARIAN BOHO KABUPATEN SAMOSIR

Skripsi Sarjana Dikerjakan

O L E H

Gideon Simaremare NIM: 100707016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(2)

2

STUDI ORGANOLOGI HASAPI BATAK TOBA BUATAN BAPAK GUNTUR SITOHANG Di DESA TURPUK LIMBONG KECAMATAN HARIAN BOHO KABUPATEN SAMOSIR

Skripsi Sarjana Dikerjakan O

L E H

GIDEON SIMAREMARE NIM: 100707016

Disetujui Oleh:

Pembimbing I Pembibing II

Drs. Torang Naiborhu,M.Hum Drs. Irwansyah,M.A NIP 196308141990031004 NIP196212211997031001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(3)

3 ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Studi Organologi Hasapi Batak Toba Oleh Bapak Guntur Sitohang”

Hasapi merupakan salah satu alat musik tradisional Batak Toba yang termasuk ke dalam klasifikasi kordofon yaitu yang menghasilkan bunyi melalui senar/dawai yang dipetik ataupun digesek. Hasapi memiliki 2 (dua) senar yang menggunakan senar gitar?. Alat musik ini memiliki peran sebagai pembawa melodi, bahannya terbuat dari kayu jior (kayu juhar) atau kayu jenis lainnya spt, nangka, ingul, dan lain-lain.

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui secara terperinci proses dan teknik pembuatan hasapi, cara memainkan serta fungsinya. Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah berupa penelitian ke lapangan serta terlibat langsung dalam proses pembuatan hasapi dan melakukan wawancara kepada narasumber serta melakukan perekaman yang dianggap penting untuk mempermudah dalam mengingat hasil wawancara.

Dengan menggunakan teori organologi, etnomusikologi dan antropologi maka hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hasapi adalah alat musik petik yang bersifat melodis dan ritmis.


(4)

4

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan berkatNya yang tidak pernah berhenti sampai saat ini kepada seluruh umat manusia. Penulis sangat berterimakasih kepada Tuhan atas perlindungan, berkat, pertolongan, kesehatan, kekuatan yang masih diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih karena Engkau telah memberikan hikmat dan kebijaksaan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Studi Organologi Hasapi Batak Toba oleh Bapak Guntur Sitohang”. Tujuan diajukannya skripsi ini adalah sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari banyak hambatan yang penulis rasakan. Kejenuhan yang menimbulkan rasa bosan sempat menghinggapi penulis, namun berkat orang-orang terdekat penulis yang selalu memberi semangat kepada penulis sehingga penulis tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis mempersembahkan skripsi ini dan mengucapkan banyak terimakasih kepada kedua orang tua saya yang sangat saya sayangi, Ayahanda Larham Simaremare dan Ibunda Hotlan Pakpahan. Saya mengucapkan banyak terimakasih buat cinta dan kasih sayang yang tidak pernah putus-putusnya yang telah kalian berikan kepada saya hingga sampai saat ini.


(5)

5

Saya tidak akan pernah ada sampai saat ini tanpa kasih sayang kalian.Terimakasih buat semangat, nasihat, serta motivasi yang selalu kalian berikan kepada saya. Bahkan doa yang selalu kalian panjatkan kepada Tuhan yang dapat menguatkan saya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Dukungan daya dan dana yang telah kalian berikan hingga saya dapat menyelesaikan kuliah dan skripsi saya ini. Sungguh besar pengorbanan kalian kepada saya sampai saat ini yang belum bisa saya balas semuanya. Semoga Tuhan selalu memberkati dan memberikan kesehatan serta umur yang panjang kepada kalian.

Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada yang terhormat Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D, sebagai Ketua Jurusan Etnomusikologi. Kepada yang terhormat Ibu Drs. Heristina Dewi, M.Pd selaku sekretaris Jurusan Etnomusikologi.

Kepada yang terhormat Bapak Drs. Torang Naiborhu,M.Hum dosen pembimbing I saya yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk nasehat-nasehat, ilmu serta pengalaman yang telah bapak berikan selama saya berkuliah. Kiranya Tuhan selalu membalas semua kebaikan yang bapak berikan.

Kepada yang terhormat Bapak Drs. Irwansyah,M. dosen pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimkasih untuk perhatian, ilmu dan semua kebaikan yang bapak berikan. Kiranya Tuhan membalas semua kebaikan bapak.


(6)

6

Kepada yang terhormat Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik penulis selama perkuliahan, terimakasih atas bimbingan dan motivasi yang bapak berikan.

Kepada seluruh dosen di departemen Entomusikologi, Bapak Prof. Mauly Purba, M.A.,Ph.D, Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A., Ibu Drs. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Ibu Arifni Netrosa, SST,M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si, Bapak Drs. Prikuten Tarigan, M.Si., Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si, terimakasih yang sebesar-besarnya kepada bapak-ibu sekalian yang telah membagikan ilmu dan pengalaman hidup bapak-ibu sekalian. Sungguh ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan karena telah belajar dari orang-orang hebat seperti bapak-ibu sekalian. Biarlah kiranya ilmu yang saya dapatkan dari bapak-ibu sekalian bisa saya aplikasikan dalam kehidupan dan pendidikan selanjutnya. Biarlah Tuhan membalaskan semua jasa-jasa bapak-ibu sekalian.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Guntur Sitohang dan keluarga yang banyak memberikan informasi dalam tulisan skripsi ini serta bersedia menjadi informan kunci, sehingga data yang diperoleh mendukung penulisan skripsi ini, dan kepada Bapak Tumbur Simbolon yang telah memberikan banyak informasi dan saran yang membangun selama penulis melakukan penelitian.

Terimakasih juga penulis sampaikan teman-teman sata gereja saya yang selalu memberikan nasihat-nasihat baik kepada penulis sehingga membuat penulis


(7)

7

semakin semangat dalam pengerjaan tulisan skripsi ini, serta menjadi teman dalam suka maupun duka.

Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Angel Hutapea yang selalu memberi saya semangat dan yang membantu dalam penulisan skripsi ini sehingga membuat penulis semakin termotivasi dalam mengerjakan skripsi ini.

Kepada teman-teman seangkatan penulis yakni Etno ‘010, Dani Pardede, Yoseni Turnip, Luhut Simarmata, Roman Hutagalung dan teman-teman yang lain yang tak bisa penulis jabarkan satu-satu, terimakasih telah menjadi bagian hidup penulis, kebersamaan yang kita jalin selama ini menjadi memori indah yang tak terlupakan bagi penulis. Terimakasih teman-teman.

Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan dalam bidang Etnomusikologi.


(8)

8 DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Pokok Permasalahan ... 7

1.3Tujuan dan Manfaat ... 7

1.3.1 Tujuan ... 7

1.3.2 Manfaat ... 7

1.4Konsep dan Teori yang digunakan ... 8

1.4.1 Konsep yang digunakan ... 8

1.4.2 Teori yang digunakan ... 10

1.5Metode Penelitian ... 12

1.5.1 Studi Kepustakaan ... 13

1.5.2 Kerja Lapangan (Field Work) ... 13

1.5.3 Wawancara ... 14

1.5.4 Kerja Laboratorium ... 14

1.5.5 Lokasi Penelitian ... 15

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT GUNTUR SITOHANG... 2.1Asal Usul Orang Batak ... 16

2.1.1 Konsep Kepercayaan Masa Pra Kristen : Hasipelebeguon. ... 17

2.1.2 Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba ... 19

2.2 Sejarah Singkat dan Letak Geografis desa Turpuk Limbong ... 21

2.3 Pengertian Biografi ... 22

2.4 Biografi Singkat Guntur Sitohang ... 24

2.4.1 Masa kecil ... 24

...16


(9)

9

2.4.2 Pendidikan ... 24

2.4.3 Keluarga belakang keluarga ... 25

2.4.4 Latar belakang kemampuan membuat alat musik Batak iiiiiiiiiiiToba... 2.4.5 Alat musik Batak Toba yang dikuasai ... 28

BAB III Kajian Organologi Hasapi ... 30

3.1Klasifikasi Haapi ... 44

3.2Sejarah Singkat Hasapi ... 46

3.3Konstruksi Hasapi ... 48

3.4 Ukuran Bagian – bagian Hasapi ... 49

3.4.1 Bagian Kepala ... 50

3.4.2 Bagian Leher ... 51

3.4.3 Bagian Perut ... 51

3.4.4 Bagian Ekor ... 52

3.4.5 Jarak Senar ... 52

3.5 Teknik Pembuatan Hasapi ... 53

3.5.1 Teknik Pembuatan Hasapi... 53

3.5.1.1 Bahan Pembuat Badan Hasapi ... 53

3.5.1.2 Bahan Pembuat Tutup Hasapi ... 54

3.5.1.3 Bahan Pembuat Setelan ... 56

3.5.1.4 Bahan Pembuat Senar ... 56

3.5.1.5 Bahan Pembuat Pick ... 57

3.5.2 Bahan Tambahan ... 57

3.5.2.1 Lem Kayu ... 57

3.5.2.2 Melamin dan Thiner ... 58

3.5.2.3 Cat Pilox ... 58

3.6 Peralatan yang Digunakan ... 59

3.6.1 Senso Atau Gergaji Mesin ... 59

3.6.2 Pahat ... 59

3.6.3 Gergaji ... 60

...27


(10)

10

3.6.4 Ketam ... 60

3.6.5 Amplas ... 61

3.6.6 Palu Kayu ... 61

3.6.7 Penggaris Dan Meteran ... 62

3.6.8 Gerinda Listrik ... 62

3.6.9 Bor Listrik ... 63

3.6.10 Gergaji Besi ... 63

3.6.11 Kampak ... 64

3.6.12 Pisau Dan Spidol ... 64

3.6.13 Mal/Maltras ... 65

3.6 14 Kuas ... 65

3.7 Proses Pembuatan ... 66

3.7.1 Tahap I ... 67

3.7.1.1 Pemilihan Pohon ... 67

3.7.1.2 Pembentukan Pola Dasar ... 69

3.7.1.3 Proses Pemotongan Pola ... 70

3.7.2 Tahap II ... 71

3.7.2.1 Proses Pembentukan Dasar ... 71

3.7.2.2 Proses Pembuatan Lubang Resonator ... 74

3.7.2.3 Proses Merapikan Lubang ... 75

3.7.2.4 Proses Pengikisan ... 77

3.7.2.5 Membuat Bahan Penutup ... 78

3.7.3 Tahap III ... 80

3.7.3.1 Proses Pembuatan Lubang pada bagian kepala dan ekor ... 80

3.7.3.2 Memasang Penutup Bagian Perut, Leher, Dan Kepala ... 81

3.7.3.3 Proses Penghalusan/Pengamplasan ... 83

3.7.4 Tahap IV ... 85

3.7.4.1 Proses Pendempulan ... 85

3.7.4.2 Proses Pengecatan ... 86

3.7.4.3 ProsesPembuatan Lubang Suara ... 87


(11)

11

3.7.4.4 Tahap Akhir ... 88

BAB IV Kajian Fungsional Hasapi ... 91

4.1Proses Belajar ... 91

4.2Posisi Tubuh Dalam Memainkan Hasapi ... 95

4.3Teknik Memainkan Hasapi ... 97

4.4Penyajian Gambus Yang Baik ... 97

4.5Perawatan Hasapi ... 97

4.6Nada Yang Dihasilkan Hasapi ... 98

4.7Wilayah Nada ... 98

4.8Ekstensi Alat Musik Hasapi di Samosir ... 101

4.9Fungsi Musik Hasapi ... 105

4.9.1 Fungsi Pengungkapan Emosional... !06

4.9.2 Fungsi Hiburan ... 107

4.9.3 Fungsi Per lambangan ... 107

4.9.4 Fungsi Kesinambungan Budaya ... 107

4.9.5 Fungsi Reaksi Jasmani ... 108

4.9.6 Fungsi Penghayatan Estetis ... 108

4.10 Nilai Ekonomi Pada Alat musik Hasapi... 108

BAB V PENUTUP ... 110

5.1Kesimpulan ... 110

5.2Saran ... 111


(12)

3 ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Studi Organologi Hasapi Batak Toba Oleh Bapak Guntur Sitohang”

Hasapi merupakan salah satu alat musik tradisional Batak Toba yang termasuk ke dalam klasifikasi kordofon yaitu yang menghasilkan bunyi melalui senar/dawai yang dipetik ataupun digesek. Hasapi memiliki 2 (dua) senar yang menggunakan senar gitar?. Alat musik ini memiliki peran sebagai pembawa melodi, bahannya terbuat dari kayu jior (kayu juhar) atau kayu jenis lainnya spt, nangka, ingul, dan lain-lain.

Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui secara terperinci proses dan teknik pembuatan hasapi, cara memainkan serta fungsinya. Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah berupa penelitian ke lapangan serta terlibat langsung dalam proses pembuatan hasapi dan melakukan wawancara kepada narasumber serta melakukan perekaman yang dianggap penting untuk mempermudah dalam mengingat hasil wawancara.

Dengan menggunakan teori organologi, etnomusikologi dan antropologi maka hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa hasapi adalah alat musik petik yang bersifat melodis dan ritmis.


(13)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Batak Toba merupakan salah satu etnik (suku) besar di Indonesia. Suku Batak Toba yang sebagian besar berdomisili di pulau Sumatera tepatnya di Sumatera Utara sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Menurut cerita, suku Batak Toba berasal dari daerah yang dinamakan sianjur mula-mula yang berada disekitar daerah Pangururan Kabupaten Samosir. Konon cerita nenek moyang terdahulu dari sanalah asal muasal suku Batak Toba menyebar ke pulau lain, seperti pulau Jawa, pulau Kalimantan, pulau Sulawesi bahkan hampir ke seluruh pelosok Indonesia.1

Dalam kebudayaan Batak Toba dikenal dua jenis ensambel musik yang sering digunakan dalam upacara adat maupun dalam pertunjukkan yaitu: gondang

sabangunan dan gondang hasapi. Didalam ensambel gondang sabangunan terdiri

dari beberapa instrumen musik diantaranya: sarune bolon, taganing, gordang, ogung, dan hesek. Gondang sabangunan biasanya dimainkan di halaman atau di luar rumah. Sedangkan Gondang Hasapi terdiri dari beberapa instrumen musik, yaitu: hasapi ende, hasapi doal, garantung, sulim, sarune etek, dan hesek. Biasanya Gondang Hasapi dimainkan di dalam rumah.

Dalam suatu kebudayaan pastilah ditemui unsur kesenian, yang didukung oleh musik dan tari, yang fungsinya adalah sebagai media pendukung terbentuknya suatu kebudayaan. Pada prinsipnya, musik terdiri dari wujud

1


(14)

2

gagasan, seperti konsep tentang ruang: tangga nada, wilayah nada, nada dasar, interval, frekuensi nada, sebaran nada-nada, kontur, formula melodi, dan lain-lainnya. Dimensi ruang dalam musik ini merupakan organisasi suara. Sementara di sisi lain, musik juga dibangun oleh dimensi waktu, yang terdiri dari : metrum atau birama, nilai not (panjang pendeknya durasi not), kecepatan (seperti lambat, sedang, cepat, sangat cepat). Kedua dimensi pendukung musik ini, kadang juga berhubungan dengan seni tari yang diiringinya.

Di dalam ensambel musik Gondang Hasapi ada terdapat instrumen musik yang bernama hasapi yang termasuk dalam klasifikasi alat musik kordofon2

Secara fungsional, hasapi memiliki peran yang penting dalam ensambel

gondang hasapi yaitu sebagai pembawa melodi dan ritem (pembawa ritem

konstan). Berikutnya, tulisan ini akan berfokus pada organologis hasapi Batak Toba.

.

Hasapi bersama dengan instrumen lainnya sering sekali dipergunakan pada

upacara ritual, upacara adat maupun pertunjukan kesenian musik Batak Toba Dalam ensambel gondang hasapi, terdapat dua jenis hasapi yaitu hasapi ende dan

hasapi doal. Hasapi ende berfungsi sebagai pembawa melodi sedangkan hasapi

doal berfungsi sebagai pembawa ritem.

Secara fisik hasapi terdiri dari kepala (ulu), kupingan (pinggol), leher (rungkung), perut (butuha/boltok), pusat (pusok), dan ekor (ihur). Hasapi terbuat dari bahan kayu, seperti; jior (juhat), pinasa (nangka), atau ingul. Dalam tulisan ini bahan yang dipakai untuk hasapi adalah kayu jior. Jrnis kayu ini banyak

2

Kordofon merupakan klasifikasi alat musik yang menghasilkan suara melalui senar atau dawai yang dipetik maupun digesek.


(15)

3

tumbuh didaerah Samosir. Dahulu kayu jior digunakan sebagai bahan dasar untuk membuat rumah adat Batak Toba. Kayu ini memiliki kualitas yang bagus karena walaupun direndam dalam air dalam jangka waktu yang lama, kayu ini tidak akan mudah busuk. Namun bahan untuk pembuatan tutup perut bagian depan hasapi harus berbeda dengan badan hasapi agar suara lebih bagus dan nyaring. Sedangkan untuk membuat kupingan menggunakan kayu nangka.

Dalam proses pembuatannya, pertama sekali yang dilakukann adalah memilih kayu, kemudian kayu tersebut dipotong berbentuk persegi panjang. Kemudian membentuk bentuk baku yaitu bagian leher dan perut. Dilanjutkan dengan melobangi perut depan dan belakang. Selanjutnya membuat ukiran kepala serta melobangi bagian leher untuk tempat kaca (dibagian gred). Proses berikutnya melobangi bagian kepala untuk tempat kupingan dan membuat penutup perut bagian depan. Setelah semua selesai dilanjutkan dengan pemasangan senar dan diakhiri dengan mengolesi seluruh bagian hasapi dengan minyak makan.

Hasapi memiliki dua kupingan (steam) di bagian kepala yang berfungsi untuk mengencangkan dan mengendorkan senar sesuai nada yang diinginkan. Memiliki dua buah senar yaitu tali gitar (tali satu). Namun dahulu hasapi belum menggunakan tali gitar melainkan tali riman3

3

Tali riman merupakan ijuk dari pohon aren.

. Karena sering putus, kemudian diganti menggunakan kawat tipis dan sekarang hasapi sudah menggunakan tali gitar. Hasapi juga memiliki satu lobang resonator suara yang berada dibagian


(16)

4

perut belakang. Dibagian kepala terdapat juga ukiran patung kepala manusia atau kepala ayam.

Hingga saat ini alat musik tersebut masih mempunyai peranan penting dalam kebudayaan Batak Toba. Walaupun di masa sekarang penggunaan ensambel gondang sabangunan dan gondang hasapi pada upacara adat Batak Toba sudah mulai jarang ditemui dikarenakan masuknya keyboard, namun alat musik tersebut masih tetap memiliki peranan penting didalam masyarakat Batak Toba. Sejauh pengetahuan penulis, pembuat hasapi ada di beberapa tempat di Kabupaten Samosir, diantarnya di Tomok, Ambarita, Harian Boho dan Nainggolan. Namun dari sekian tempat pembuat hasapi, penulis lebih tertarik untuk meneliti pembuatan hasapi di daerah Harian Boho oleh Bapak Guntur Sitohang. Selain karena beliau adalah salah satu seniman Batok Toba yang masih eksis hingga saat ini, beliau juga merupakam guru kesenian untuk kabupaten Tapanuli Utara dan kabupaten Samosir.

Akhirnya pada tanggal 6 oktober 2014 penulis berkunjung kerumah Bapak Guntur Sitohang yang berada di Desa Turpuk Limbong Kecamatan Harian Kabupaten Samosir yang kebetulan beliau sedang sibuk membuat taganing. Setelah berbincang-bincang dan mengatakan kepada beliau maksud kedatangan penulis adalah untuk mengkaji organologis hasapi buatan beliau dalam keperluan penyusunan skripsi, beliau menyambut niat baik penulis dan bersedia menjadi narasumber serta mempraktekkan secara langsung proses pembuatan hasapi.

Dari hasil wawancara saya dengan Bapak Guntur Sitohang, proses pembuatan hasapi dikerjakan dengan cara manual, melalui keuletan tangan serta


(17)

5

peralatan yang sederhana seperti: pisau, parang, pahat, martil, kertas pasir, paku serta chinshaw (gergaji mesin) untuk mempermudah dalam memotong dan membelah kayu.

Satu hal yang membuat penulis tertarik untuk meneliti pembuatan hasapi buatan Bapak Guntur Sitohang adalah kualitas yang bagus serta ketelitian dalam proses pengerjaannya. Mulai dari pemilihan kayu sampai tekhnik pembuatannya sangat diperhatikan. Itulah sebabnya hasapi buatan beliau banyak diminati oleh para pemain musik tradisional Batak Toba.4

Hingga saat ini Bapak Guntur Sitohang sudah membuat ratusan instrumen musik Batak Toba, diantaranya: Hasapi, Taganing, Garantung, Sarune, Sordam, Saga-saga, Suling,Tulila. Walaupun di usianya yang hampir memasuki 78 tahun, beliau tetap melakoni pekerjaannya dalam membuat alat musik tradisional Batak Tidak hanya membuat hasapi saja, beliau juga salah satu pembuat uning-uningan Batak Toba yang masih aktif sampai saat ini. Bahkan dalam pembuatan instrumen musik lainnya, beliau sangat memperhatikan kualitas bahan baku sampai proses pembuatannya. Sudah banyak instrumen musik buatan beliau dibeli oleh orang-orang dari luar pulau Sumatera bahkan sampai ke Belanda, Jerman, dan Amerika. Sampai saat ini beliau memiliki beberapa alat musik tradisional buatannya sendiri yang sudah berusia sekitar 30 tahun dan semuanya masih dalam keadaan bagus. (sumber: hasil wawancara dengan Guntur Sitohang dan melihat langsung hasapi yang sudah berumur 30 tahun).

4

Hasil wawancara dengan Tongam Sirait dan beberapa pargoci di Tomok pada tanggal 12 nopember 2014


(18)

6

Toba. Hal ini dilakukannya bukan semata-mata untuk mendapatkan uang tapi hal ini dilakukannya agar alat musik tradisional Batak Toba ini tidak punah.

Dari latar belakang tersebut di atas maka penulis tertarik untuk meneliti, mengkaji serta menuliskannya dalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul: Studi Organologi Hasapi Batak Toba oleh Bapak Guntut Sitohang.

1.2. Pokok Permasalahan

Dari latar belakang yang penulis kemukakan di atas maka permasalahan dalam penulisan ini adalah sebahai berikut :

1. Bagaimana proses dan teknik pembuatan hasapi buatan Bapak Guntur Sitohang.

2. Bagaimana fungsi alat musik hasapi dalam ensambel gondang hasapi dan dalam masyarakat Batak Toba

1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian hasapi adalah :

1. Untuk mengkaji proses dan teknik pembuatan hasapi oleh Bapak Guntur Sitohang di desa Turpuk Limbong Kecamatan Harian Kabupaten Samosir 2. Untuk mengkaji fungsi alat musik hasapi

1.3.2 Manfaat penelitian


(19)

7

1. Sebagai bahan dokumentasi untuk menambah refrensi tentanghasapi Batak Toba di Departemen Etnomusikologi

2. Sebagai bahan refrensi dan perbandingan untuk penelitian yang relevan berikutnya

3. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang dipelajari dan diperoleh penulis selama masa bangku perkuliahan.

4. Bahan motivasi bagi setiap pembaca terutama generasi muda masyarakat Batak Toba untuk tetap menjaga dan melestarikan musik tradisional.

5. Untuk memenuhi syarat dalam mencapai gelar sarjana di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya USU

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Konsep adalah penggambaran atas image sebelumnya dengan meletakkan perbedaannya (Schopenhauer 1992)., Konsep dapat diartikan sebagai sebuah gambaran tentang sesuatu yang akan dilakukan ataupun dikerjakan. Dalam penulisan skripsi ini juga harus menggunakan konsep agar semua isi tulisan sesuai dengan yang diharapkan.

Konsep yang digunakan adalah studi organologi sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh Mantle Hood (1982:124) bahwa organologi yang digunakan berhubungan dengan alat musik. Dalam hal ini observasi dan pengamatan mengenai organologi dimana organologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari tentang instrumen musik (alat musik) yang seharusnya tidak hanya berbicara tentang sejarah dan instrumen musik itu sendiri tetapi juga harus


(20)

8

mencakup hal yang tidak kalah pentingnya seperti teknik memainkan, fungsi secara musik, hiasan (yang dibedakan dari kontruksi) dan berbagai pendekatan tentang sosial budaya yang bisa disebut juga “ilmu pengetahuan” musik itu sendiri (Hood, 1982:124).

Dari konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa studi organologi hasapi oleh Bapak Guntur Sitohang di desa Turpuk Limbong merupakan penelitian secara mendalam mengenai proses pembuatan instrumen hasapi, cara memainkan dan fungsi dari hasapi tersebut.

Hasapi merupakan sebuah alat musik individu maupun ensambel. Dikatakan sebagai alat musik individu karena dapat digunakan sendiri sebagai sarana untuk menghibur diri. Dikatakan juga sebagai ensambel karena merupakan pembawa melodi dalam ensambel uning-uningan. Hasapi terbuat dari kayu jior, kayu nangka yang sudah tua dan kemudian dibentuk menyerupai gitar, bagian belakang hasapi dikerok tapi tidak sampai tembus kebagian depan kemudian ditutup dengan menggunakan papan tipis sehingga berfungsi sebagai kotak resonansi suara. Pada bagian ujung dibuat dua lubang sebagai tempat kupingan (penyetelan senar) dan dibagian perut dibuat bantalan sebagai ganjalan untuk senar. Dulunya senar hasapi dibuat dari ijuk riman, namun belakangan ini sudah mulai menggunakan kawat baja ataupun tali gitar. Pada bagian kepala diukir patung menyerupai kepala manusia (laki-laki) atau kepala ayam jago. Hasapi memiliki dua senar yang diregang dari kepala hingga ekor melewati leher dan perut (long neck lute). Hasapi dimainkan dengar cara dipetik seperti gitar dan termasuk dalam klasifikasi alat musik kordofon yaitu yang menghasilkan suara


(21)

9

melalui senar yang dipetik ataupun digesek. Untuk menentukan tinggi rendahnya nada, senar dapat dikencangkan dan dikendorkan dengan alat putar (kupingan) yang ada dikepala hasapi tersebut.

1.4.2 Teori

Teori dianggap sebagai sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala sosial yang ingin diteliti dan juga merupakan alat dari ilmu (tool of science). Tanpa teori, penemuan tersebut akan menjadi keterangan-keterangan empiris yang berpencar (Moh. Nazir, 1983:22-25).

Di lain pihak, teori juga merupakan alat penolong, yang mempunyai peranan sebagai: (a) orientasi utama dari ilmu, (b) konseptualisasi dan klasifikasi, (c) meringkas fakta, (d) memprediksi faktafakta, dan (e) memperjelas celah kosong.5

Dalam skripsi ini, penulis akan membahas tentang organologi alat musik hasapi Batak Toba yang mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Susumu Khasima di dalam APTA (Asia Performing Traditional Art, 1978:74), yaitu dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk membahas alat musik, yakni teori

struktural dan fungsional. Secara struktural yaitu aspek fisik instrumen musik,

pengamatan, mengukur, merekam, serta menggambar bentuk instrumen, ukurannya, konstruksinya, dan bahan yang dipakai.

Di sisi lain, secara fungsional, yaitu : fungsi instrumen sebagai alat untuk memproduksi suara, meneliti, melakukan pengukuran dan mencatat metode,

5


(22)

10

memainkan instrumen, penggunaan bunyi yang diproduksi, (dalam kaitannya dengan komposisi musik) dan kekuatan suara.

Mengenai klasifikasi alat musik hasapi dalam tulisan ini penulis mengacu pada teori yang di kemukakan oleh Curt Sachs dan Hornbostel (1961) yaitu: ”Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu: idiofon, penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri, aerofon, penggetar utama bunyinya adalah udara, membranofon, penggetar utama bunyinya adalah kulit atau membran, kordofon, penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai.

Kajian organologi atau kebudayaan material musik dalam etnomusikologi telah dikemukakan oleh Merriam (1964) sebagai berikut. Wilayah ini meliputi kajian terhadap alat musik yang disusun oleh peneliti dengan klasifikasi yang biasa digunakan, yaitu: idiofon, membranofon, aerofon, dan kordofon. Selain itu pula, setiap alat musik harus diukur, dideskripsikan, dan digambar dengan skala atau difoto; prinsip-prinsip pembuatan, bahan yang digunakan, motif dekorasi, metode dan teknik pertunjukan, menentukan nada-nada yang dihasilkan, dan masalah teoretis perlu pula dicatat.

Merriam mengatakan salah satu perhatian etnomusikologi adalah studi tentang peralatan musik yang dipakai sebagai media ekspresi dari sebuah kebudayaan (musikal). Hal ini dipertegas lagi dengan pendapat bahwa kajian etnomusikologi bukan hanya dari aspek yang berhubungan dengan bunyi musikal, aspek sosial, konteks budaya psikologis dan estetika melainkan juga paling sedikit


(23)

11

ada enam aspek yang menjadi perhatiannya. Salah satu diantaranya adalah materi kebudayaan musikal (1964:45).

Bagian ini merupakan lahan dalam penelitian ilmu organologi yang merupakan bagian dari Etnomusikologi itu sendiri. Pembahasan bidang ilmu ini meliputi semua aspek yang berkaitan dengan alat musik, seperti bentuk dan ukuran fisiknya, bahan dan metode pembuatan, cara memainkannya, nada dan wilayah nada yang dihasilkan serta aspek sosial budaya yang berkaitan. Karena organologi tidak hanya membahas teknik memainkan, fungsi musikal, dekorasi fisik melainkan termasuk di dalamnya sejarah dan deskripsi alat musik tersebut. (Hood 1982;124).

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah mengemukakakan secara teknis tentang strategi yang digunakan dalam penelitian kebudayaan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif untuk memahami permasalahan yang terdapat dalam pembuatan alat musik hasapi buatan Bapak Guntur Sitohang

Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan sistem wawancara

(interview). Untuk melengkapi pengumpulan data dengan daftar pertanyaan

maupun wawancara tersebut dapat pula digunakan pengamatan (observation) dan penggunaan catatan harian (Djarwanto, 1984:25). Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan tiga tahap yaitu : (1) studi kepustakaan; (2) kerja lapangan; dan (3) kerja laboratorium.


(24)

12 1.5.1 Studi kepustakaan

Sebelum mengadakan penelitian lapangan, terlebih dahulu dilakukan studi kepustakaan yaitu dengan membaca bahan yang relevan, baik itu tulisan-tulisan ilmiah, literatur, majalah, situs internet dan catatan-catatan yang berkaitan dengan objek penelitian. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data relevan untuk mendukung penulisan skripsi ini. Adapun tulisan yang mendukung dalam penulisan ini adalah skripsi tentang studi organologi kulcapi (karo) oleh Beri Pana Sitepu, skripsi analisis gaya permainan hasapi Sarikawan Sitohang oleh Daniel Limbong.

1.5.2 Kerja lapangan

Dalam hal ini, penulis langsung terjun ke lapangan yaitu ke kediaman Bapak Guntur Sitohang yang berada di desa Turpuk Limbong, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir. Di lokasi penelitian penulis melakukan tiga hal yang telah diketahui sebelumnya, yaitu: observasi, wawancara serta pemotretan (pengambilan gambar). Penulis juga melakukan wawancara bebas serta wawancara secara mendalam kepada informan sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Walaupun dalam wawancara terdapat hal-hal baru yang menjadi bahan pertanyaan yang dianggap penting dalam pengumpulan data. Hal itu dilakukan agar memperoleh keterangan dan data yang lengkap dan akurat untuk mendukung proses penelitian ini.


(25)

13 1.5.3 Wawancara

Proses wawancara yang dilakukan penulis beracuan pada metode wawancara yang dikemukakan oleh Koenjaraningrat (1985:139), yaitu wawancara berfokus (focused interview), wawancara bebas (free interview), dan wawancara sambil lalu (casual interview).

Dalam hal ini penulis terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan saat wawancara, pertanyaan yang penulis ajukan bisa beralih dari satu topik ke topik lain secara bebas. Sedangkan data yang terkumpul dalam suatu wawancara bebas sangat beraneka ragam, tetapi tetap materinya berkaitan dengan topik penelitian. Menurut Harja W. Bachtiar (1985:155), wawancara adalah untuk mencatat keterangan-keterangan yang dibutuhkan dengan maksud agar data atau keterangan tidak ada yang hilang. Untuk pemotretan dan perekaman wawancara penulis menggunakan kamera dan handphone bermerk blackberry sebagai alat rekam, sedangkan untuk pengambilan gambar (foto) digunakan kamera digital merk Canon, di samping tulisan atas setiap keterangan yang diberikan oleh informan.

1.5.4 Kerja laboratorium

Keseluruhan data yang telah terkumpul dari lapangan, selanjutnya diproses dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat analisis disusun dengan sistematika penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya.


(26)

14

Semua hasil pengolahan data tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian berbentuk skripsi (Meriam, 1995:85).

1.5.5 Lokasi penelitian

Adapun lokasi yang penulis pilih adalah di tempat tinggal Bapak Guntur Sitohang yang berada di Desa Turpuk Limbong, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir pada tanggal 5 – 8 Nopember 2014. Daerah ini terdapat di dekat Pangururan dan masih berada dalam Kawasan Tele. Daerah ini juga berada persis di pinggiran Danau Toba. Alasan dipilihnya tempat penelitian ini karena ketelitian dalam proses pembuatan hasapi yang berbeda dari tempat lain. Karena di tempat lain ada beberapa pembuat hasapi yang tidak terlalu memikirkan kualitas dari bahan baku serta proses pembuatannya yang tergolong kurang rapi.


(27)

15

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN

BIOGRAFI SINGKAT GUNTUR SITOHANG

Pada bab II ini penulis akan membahas gambaran umum lokasi penelitian dan biografi singkat Guntur Sitohang. Namun sebelum membahas topik tersebut, akan diuraikan lebih dahulu gambaran masyarakat Batak Toba misalnya asal usul orang Batak, sistem kepercayaan dan sistem kekerabatan.

2.1 Asal Usul Orang Batak

Kata “Batak” tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia yang merupakan salah satu suku yang terdapat di Indonesia di bagian Sumatera Utara. Etnis Batak terdiri dari Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Mandailing dan Batak Toba.6

6

Wikipedia.com

Suku Batak sebagian besar secara tradisional bermukim di daerah wilayah darat, pegunungan dan pedalaman di provinsi Sumatera Utara. Secara admistratif, etnis Batak Toba mendiami daerah Tapanuli Utara. Adanya perubahan sistem pemerintahan empat tahun belakangan ini dengan pemekaran kabupaten, wilayah kabupaten Tapanuli Utara dibagi menjadi empat kabupaten yakni Kabupaten Tapanuli Utara dengan ibukota Tarutung, Kabupaten Toba Samosir ibukotanya Balige, Kabupaten Samosir ibukotanya Pangururan dan Kabupaten Humbang Hasundutan ibukotanya Dolok Sanggul. Wilayah kediaman masyarakat Batak Toba yang terbagi dengan empat Kabupaten di kelilingi etnis Batak Lainnya.


(28)

16

2.1.1 Konsep Kepercayaan Masa Pra Kristen : Hasipelebeguon.

Pada masa pra Kristen masyarakat Batak Toba belum menganut kepercayaan polytheisme atau hasipelebeguon. Hasipelebeguon adalah kepercayaan kepada dewa- dewa yang ada dalam mitologi orang Batak Toba seperti, Batara Guru, Ompu Tuan Soripada, Ompu Tuan Mangalabulan, roh nenek moyang dan kekuatan supranatural yang mendiami tempat-tempat sakral (Vergouwen 1986:79). Dalam mitologi yang berkembang pada masyarakat Batak Toba penguasa tertinggi adalah Ompu Mulajadi Nabolon. Hal ini diyakini bahwa manusia dan segala isinya diciptakan oleh Mulajadi Nabolon. Secara fungsional Mulajadi Nabolon terbagi tiga yang disebut tri tunggal sebagai wujud kuasa Mulajadi Nabolon, yaitu :Batara Guru, Ompu Tuan Soripada dan Ompu

Tuan Mangalabulan. Batara Guru merupakan dewa yang memberikan kepintaran,

tempat bertanya dan pemberi talenta. Ompu tuan soripada merupakan sebagai dewa yang memberi mata pencaharian, kekayaan, kejayaan dan kesusahan bagi manusia. Sedangkan Tuan Sori Mangaraja adalah dewa yang memberikan ilmu kedukunan, kesaktian, kekuatan dan ilmu keberanian (Tobing 1956:46-55) Pada masyarakat Batak Toba banua (benua) terbagi atas tiga bagian yaitu : Banua

ginjang (benua atas), sebagai tempat bagi Ompu Mulajadi Nabolon. Banua

tonga (benua tengah), sebagai tempat tinggal manusia. Banua toru (benua bagian

bawah), sebagai tempat para roh-roh jahat maupun yang baik. Selain tempat kediaman Ompu Mulajadi Nabolon, banua ginjang juga menjadi tempat tinggal bagi sahala, debata na tolu, dewa- dewa, suru-suruon parhalado ( Tampubolon


(29)

17

1964:17). Masyarakat Batak juga percaya bahwa roh dan jiwa juga mempunyai kekuatan. Roh dan jiwa pada masyarakat Batak Toba dibagi yakni: tondi, sahala, dan begu. Sesuatu yang sentral dalam praktek hasipelebeguon adalah apa yang dikenal dengan tondi secara (harafiah berarti “roh” atau “jiwa”) yang dimiliki manusia hidup, manusia yang sudah meninggal, tumbuh-tumbuhan dan hewan (Vergouwen 1986:82). Tondi merupakan kekuatan dari penggerak tubuh. Tondi ini didapat dari Mulajadi Nabolon baik yang hidup dan yang sudah mati (Tobing, 1956:97-98). Sahala adalah kekuatan tondi yakni kekuatan untuk mempunyai banyak keturunan, kepintaran, pengetahuan atau talenta (Lumbantobing 1992:21). Sahala pada orang Batak Toba percaya bahwa orang yang hidup dan orang yang sudah mati dapat mengalihkan sahala kepada orang lain (pedersen1970:29-30). Begu adalah arwah atau roh orang meninggal yang mendiami suatu tempat, begu dibagi dua yaitu, begu yang jahat dan begu yang baik.

Praktek hasipelebeguon ini adalah penyembahan berhala boleh saja patung buatan tangan manusia yang dipercayai berhakekat illahi. Berhala itu juga boleh begu, roh orang mati, arwah yang dianggap dapat bertinggal di tempat angker, gunung, lembah, sungai dan rumah. Semua kuasa-kuasa ini dibujuk, disembah, diberi makanan atau persembahan tonggo atau mantra-mantra (Sianipar, 1989). Praktek hasipelebeguan pada masyarakat Batak Toba juga berkaitan dengan tradisi penyajian gondang sabangunan dan tor-tor


(30)

18

Sistem kekerabatan pada masyarakat Batak Toba sangat erat kaitannya dengan istilah “marga” yang merupakan nama dari nenek moyang yang selalu diturunkan kepada keturunan dengan garis keturunan patriakal. Kekerabatan adalah suatu tata cara yang mengatur hubungan sosial kemasyarakatan. Sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba yaitu berlandaskan dalihan na tolu yang secara harafiah dalam bahasa Indonesia disebut sebagai “tungku yang tiga”.

Dalihan na tolu merupakan sebuah sistem hubungan sosial yang

berlandaskan pada tiga pilar kemasyarakatan, yakni hula-hula, dongan tubu

(dongan sabutuha) dan boru. Dalihan natolu diciptakan Mulajadi

Nabolon dengan menurunkan kepada dewa yang tiga yakni: Batara Guru sebagai

simbol dari hula-hula, Debata Soripada simbol dari dongan sabutuha dan Debata

Mangala Bulan simbol dari boru (Sinaga 1981:71-76) Hula-hula merupakan

kedudukan tertinggi dalam sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba. Hal ini dapat kita lihat dalam posisi dalam suatu acara dan penghormatan yang diberikan. Hula-hula merupakan status sebuah marga pemberi istri bagi marga lain. Sedangkan status boru merupakan pihak marga yang mengambil istri dari pihak hula-hula. Istilah dongan sabutuha untuk menunjukkan sistem kekerabatan yang sederajat. Biasanya untuk menyatakan hubungan dalam satu marga yang sama. Dalihan Natolu pun diuraikan dengan pepatah “somba marhula-hula,

manat mardongan tubu, elek marboru”. Pengertian dari pepatah ini secara

harafiah “patuh dan berikanlah sembah pada hula-hula, menjaga hubungan dengan dongan tubu,


(31)

19

kelemah lembutan dengan boru. Pepatah ini bukan hanya sekedar ungkapan tetapi dapat kita lihat dalam suatu acara pesta.

Ketiga kelompok memiliki peranan yang penting dan saling melengkapi dalam adat. Ketika dalam suatu pesta, hula-hula tidak begitu repot karena dianggap sebagai posisi yang paling di hormati menjadi pemberi berkat dan restu. Dongan tubu berperan sebagai pihak yang turut bertanggung jawab dan mensukseskan acara tersebut. Biasanya dongan tubu ini, menjadi tempat berdiskusi, dan menjalankan acara. Biasanya istilah untuk dongan tubu dalam satu acara adat disebut dengan dongan saulaon (teman bekerja). Tidak kalah pentingnya juga peranan boru dalam satu perayaan acara adat istiadat pada masyarakat Batak Toba. Dalam setiap upacara adat pihak boru bertanggung-jawab dalam setiap hal yang sifatnya teknis pada upacara tersebut. Misalnya, mempersiapkan tempat, menyebarkan undangan, menyediakan kebutuhan acara, dan menyediakan konsumsi selama jalannya upacara (marhobas). Dapat disimpulkan bahwa dalam dalihan na tolu, hula-hula dianggap sebagai pihak yang kedudukannya paling tinggi, dongan tubu sebagai pihak yang sederajat dan

boru merupakan pihak yang kedudukannya paling rendah. Namun istimewanya,

setiap orang dalam sistem kekerabatan Batak Toba akan berada dalam ketiga kedudukan tersebut. Artinya seseorang itu akan pernah sebagai hula-hula, dongan

tubu dan sebagai boru. Sehingga tidak akan pernah timbul perbedaan martabat


(32)

20

2.2 Sejarah Singkat dan Letak Geografis desa Turpuk Limbong

Pada awalnya wilayah desa Turpuk Limbong, dibangun pada sekitar tahun 1700, oleh seorang marga Limbong yang berasal dari Desa Limbong Sagala yang berjarak sekitar 8-9 km dari desa tersebut. Lahan yang subur, dan masih kosong membuat si Limbong tertarik untuk membuka lahan perladangan (manombang) sekaligus membuka wilayah perkampungan baru. Namun karena masih sendiri berdiam di wilayah itu Limbong merasa kesepian, sehingga mengundang beberapa orang dari sekitar pulau Samosir dan orang-orang sekitar desa Limbong Sagala. Adapun yang bersedia menerima undangannya adalah marga Malau, marga Sihotang dan marga Sagala. Sesuai dengan kesepakatan, mereka membagi batas-batas wilayah (turpuk), sehingga munculah istilah Turpuk Limbong, Turpuk

Malau, Turpuk Sagala, dan Turpuk Sihotang. Khususnya, untuk desa Turpuk

Limbong.7

Desa Turpuk Limbong termasuk ke dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Samosir. Kecamatan Harian Boho, terdiri dari tujuh dusun (lumban), yaitu Lumban Simanampang, Lumban Gambiri, Lumban Habeahan,

Lumban Simardali-dali, Lumban Sitio-tio, Lumban Pandiangan, dan

Lumban Upagordang, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

Di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Partungkoan. Di sebelah Timur berbatasan dengan Desa Janji Martahan. Di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Limbong Sagala Di sebelah Selatan berbatasan dengan Danau Toba.

7


(33)

21

Luas keseluruhan desa Turpuk Limbong mencapai 8,75 Km. Wilayah ini terdiri dari, 56 ha lahan persawahan, tanah kering 80 ha, pekarangan 8 ha, dan 371 ha lahan bebas. Lahan bebas yang dimaksud yaitu pegunungan yang mengelilingi desa.

Desa Turpuk Limbong ini didiami sekitar 116 kepala keluarga. Dengan perincian, jumlah penduduk Desa Turpuk Limbong, sekitar 658 jiwa. Laki-laki 317 jiwa dan wanita 341 jiwa. Infrastruktur yang dapat ditemukan di daerah ini terdapat satu unit Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), satu unit Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), satu unit Kantor Kepala Desa, satu unit Gereja HKBP, satu unit Gereja Katolik dan satu unit Sekolah Dasar (SD). Salah satu keistimewaan desa Turpuk Limbong, yaitu desa ini merupakan salah satu desa tertua di kecamatan Harian Boho.8

2.3 Pengertian Biografi

Wikipedia.org/Biografi mengatakan, dalam disiplin sejarah, biografi dapat didefinisikan sebagai sebuah riwayat hidup seseorang. Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku. Perbedaannya adalah biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta kehidupan seseorang dan peranan pentingnya dalam masyarakat. Sedangkan biografi yang lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi-informasi penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan yang baik dan jelas.

8


(34)

22

Sebuah biografi biasanya menganalisis dan menerangkan kejadian-kejadian pada hidup seorang tokoh yang menjadi objek pembahasannya. Dengan membaca biografi, pembaca akan menemukan hubungan keterangan dari tindakan yang dilakukan dalam kehidupan seseorang tersebut, juga mengenai cerita-cerita atau pengalaman-pengalaman selama hidupnya.

Suatu karya biografi biasanya bercerita tentang kehidupan orang terkenal dan orang tidak terkenal, dan biasanya biografi tentang orang yang tidak terkenal akan menjadikan orang tersebut dikenal secara luas, jika di dalam biografinya terdapat sesuatu yang menarik untuk disimak oleh pembacanya. Namun demikian biasanya biografi hanya berfokus pada orang-orang atau tokoh-tokoh terkenal saja.

Tulisan biografi biasanya bercerita mengenai seorang tokoh yang sudah meninggal dunia, namun tidak jarang juga mengenai orang atau tokoh yang masih hidup. Banyak biografi yang ditulis secara kronologis atau memiliki suatu alur tertentu, misalnya memulai dengan menceritakan masa anak-anak sampai masa dewasa, namun ada juaga beberapa biografi yang lebih berfokus pada suatu topik-topik pencapaian tertentu.

Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung, bahan utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, kliping atau Koran. Sedangkan bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku, refrensi atau sejarah yang memaparkan peranan subjek biografi tertentu.


(35)

23 2.4 Biografi Singkat Guntur Sitohang

Guntur Sitohang lahir 19 desember 1936 di desa Urat Kabupaten Samosir dari pasangan B. Sitohang dan S. Simbolon. Ia merupakan anak bungsu dari tujuh orang bersaudara diantara lima anak perempuan dan dua anak laki-laki. Seperti pada umumnya masyarakat Batak Toba di Samosir, di masa hidupnya orang tua Guntur Sitohang bekerja sebagai petani dan mengajar di Sekolah Dasar Negeri yang ada di komplek perumahan tempat beliau berdomisili.

2.4.1 Masa kecil

Guntur Sitohang menghabiskan masa kecilnya di desa Urat dan Harian Boho Kabupaten Samosir. Sedikit berbeda dari saudara-saudaranya yang tergolong rajin dalam membantu orang tuanya dalam mencari nafkah, Guntur Sitohang lebih sering menghabiskan waktu dengan bermain. Menurut pengakuannya, hal itu terjadi karena posisisnya sebagai anak bungsu sehingga mendapat lebih kebebasan dari saudara-saudaranya yang lain. Keadaan tersebut membuatnya lebih leluasa bermain musik dengan teman-temannya.

2.4.2 Pendidikan

Pada tahun 1948 Sekolah Dasar (SD) masih bernama Sekolah Rakyat (SR). Hal ini justru terbilang unik sebab di tahun itu untuk pertama kalinya mendaftarkan diri memulai sekolah di Sekolah Rakyat 6 Harian Boho. Sementara usia nya pada saat itu sudah memasuki sebelas tahun. Di tahun kedua setelah duduk di bangku kelas dua, nama sekolah rakyat berganti menjadi Sekolah Dasar (SD) .


(36)

24

Enam tahun menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar , Guntur Sitohang melanjutkan pendidikannya di Sekolah Guru Biasa (SGB) di kecamatan Harian Boho. Sekolah Guru Biasa merupakan sekolah kejuruan yang berada satu tingkat diatas Sekolah Dasar, dimana pada masa itu lulusan SGB dapat menjadi tenaga pengajar di Sekolah Dasar.

2.4.2 Latar belakang keluarga

Guntur Sitohang menikah pada tahun 1964 dengan Tiamsah Habeahan yang merupakan teman sekolahnya sejak Sekolah Guru Biasa. Pasangan ini memiliki 11 anak yang terdiri dari 5 orang laki-laki dan 6 orang perempuan , ditambah satu orang anak perempuan yang merupakan anak angkat.

Anak pertama adalah seorang wanita yang bernama Megawati Sitohang yang lahir pada tahun 1964 berdomisili, di Jambi pekerjaan ibu rumah tangga. Pendidikan terakhir tamat SMA. Anak ke dua beliau bernama Baktiar Sitohang yang lahir pada tahun 1966. Namun pada usia 42 tahun mengalami sakit dan akhirnya meninggal. Pendidikan terakhir adalah SMA. Anak ke tiga bernama Lasnur Maya Sitohang yang lahir pada tahun 1968, berdomisili di Jakarta. Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dan pendidikan terakhir SMA. Anak ke empat bernama Martogi Sitohang yang lahir pada tahun 1970. berdomisili di Jakarta dan menjadi seorang musisi tradisional Batak Toba yang cukup terkenal. Pendidikan terakhir S-1 dari Universitas Sumatera Utara Departemen Etnomusikologi. Anak ke lima bernama Junihar Sitohang lahir pada tahun 1972, berdomisili di Medan. Anak ini memiliki bakat lengkap yang diwariskan ayahnya sebagai pemusik dan pembuat alat musik. Pendidikan terakhir adalah SMA. Anak


(37)

25

ke enam bernama Rumonang Sitohang yang lahir pada tahun 1976 berdomisili di Medan dan pendidikan terkhirnya adalah tamatan SMA. Yang berikutnya adalah Hardoni Sitohang yang merupakan anak ke tujuh yang lahir pada tahun 1978 berdomisili di Medan, pendidikan terakhir Sarjana Seni dari Universitas Negeri Medan. Hardoni Sitohang juga telah banyak berkarya dengan mengkolaborasikan alat musik tradisional Batak Toba dengan alat musik Barat. Anak ke delapan bernama Naldy Sitohang yang lahir pada tahun 1980 berdomisili di Jakarta, pekerjaan pengusaha cafe, pendidikan terakhir Sarjana Hukum dari Universitas Riau. Anak ke sembilan bernama Senida Sitohang yang lahir pada tahun 1982 berdomisili di Pangururan, pekerjaan ibu rumah tangga. Kemudian anak kesepuluh bernama Martahan Sitohang yang lahir pada tahun 1984 berdomisili di Medan pekerjaan sebagai pemusik tradisional Batak Toba. Pendidikan terakhir S-1 dari Universitas Sumatera Utara Departemen Etnomusikologi. Anak bungsu bernama Elfrida Sitohang yang lahir pada tahun 1987 berdomisili di Desa Turpuk Limbong, pekerjaan ibu rumah tangga dan telah menyelesaikan perkuliahannya di Institut Pertanian Bogor (d3).

Keseluruhan anak beliau mendukung penuh kegiatan orang tua mereka. Mereka sering membantu ayahnya dalam mengerjakan pembuatan alat musik tradisional Batak Toba. Sejak kecil anak-anak dari Guntur Sitohang tidak pernah dimanjakan dan dibiasakan hidup mandiri dan juga diajarkan bermain alat musik tradisional Batak Toba. Sebagai orang Kristen, Guntur Sitohang selalu membawa anak-anaknya ke gereja setiap minggunya.


(38)

26

Sebagai pemusik Batak Toba yang cukup diakui, Guntur Sitohang mempunyai proses belajar yang cukup panjang. Hal ini terjadi karena disamping sebagai pemusik beliau juga dikenal sebagai pembuat alat musik. Pembelajaran tersebut mencakup proses mengenal, melatih diri hingga berkarya tidak hanya dalam bermain alat musik, namun juga membuat alat musik.

Awal mula beliau mengenal alat musik Batak Toba adalah dimulai pada masa kanak-kanak. Salah seorang bapatua (abang bapak) dari Guntur Sitohang yaitu Mangumbang Sitohang adalah salah seorang pemain musik Opera Batak. Dari sinilah awal mula Guntur Sitohang mencuri kesempatan memainkan alat musik berdasarkan yang dilihatnya. Seiring perjalanan Guntur Sitohang dalam bermain alat musik, beliau mulai mencoba membuat alat musik. Dalam hal ini alat musik pertama yang dibuat adalah sarune etek. Hal ini dikarenakan karena pada awalnya setiap pertunjukan beliau lebih sering memainkan alat musik sarune etek ketimbang alat musik Batak Toba lainnya.

Guntur Sitohang tidak memiliki guru yang mengajarnya dalam membuat alat musik melainkan belajar sendiri. Beliau mencoba membuatnya dengan cara memperhatikan alat musik yang sudah ada sebagai pedoman dalam pembuatannya. Setelah proses membuat alat musik sarune etek berhasil, kemudian beliau mencoba membuat alat musik lainnya seperti sulim, hasapi, garantung, taganing. Awalnya alat musik yang dibuatnya hanya dipakai orang dekat ataupun grup Opera Batak dimana beliau juga sebagai anggota didalamnya.

Namun tanpa disadari kualitas dari alat musik yang dibuatnya tergolong baik dan tahan lama. Hingga akhirnya permintaan untuk hasil karyanya mulai


(39)

27

berdatangan dari beberapa grup musik Batak Toba di beberapa daerah di luar Samosir. Pada umumnya para pemusik tersebut mendapat informasi dari mulut ke mulut tentang kualitas yang baik dari hasil karya Guntur Sitohang.

Sampai saat ini Guntur Sitohang masih aktif dalam membuat alat musik namun tidak seaktif dulu. Disamping usianya yang semakin tua, kondisi kesehatan beliau juga menjadi salah satu faktor yang menjadi penghalang dalam membuat alat musik tradisional Batak Toba.

2.4.4 Alat musik Batak Toba yang dikuasai

Pada awal belajar bermain alat musik, Guntur Sitohang belajar bermain

garantung. Beliau belajar bermain garantung dari apa yang dilihatnya karena

belum mempunyai guru yang mengajarinya bermain garantung. Melihat bakat dan kemauan belajar yang tinggi dari Guntur Sitohang, bapatua nya menghadiahkan sebuah garantung asl-asaln yang belum beraturan.

Dukungan inilah yang dimanfaatkan Guntur untuk belajar lebih giat lagi. Walaupun belajar secara otodidak, seiring berjalannya waktu beliau semakin mahir memainkan alat musiknya. Bukan hanya garantung saja, bahkan alat musik lainnya seperti sulim, hasapi dan sarune etek.

Hingga saat ini beliau sudah menguasai seluruh alat musik Batak Toba. Mulai dari garantung, sulim, hasapi, sarune etek, sarune bolon, taganing, sordam, tulila, saga-saga dan lain-lain. Bahkan dalam hampir setiap ada acara kebudayaan Batak Toba yang diadakan pemerintah pusat maupun daerah, beliau selalu diundang untuk bermain alat musik. Hal inilah yang membuat beliau diberi


(40)

28

julukan sebagai guru kesenian, karena selain mahir bermain dan membuat alat musik, beliau juga pandai mengajar koor (paduan suara). Disamping itu beliau juga ditunjuk sebagai penilik kebudayaan yang bertugas untuk melihat dan mengontrol kebudayaan sampai beliau pensiun.

BAB III

KAJIAN ORGANOLOGIS HASAPI


(41)

29

Curt Sachs dan Erich Von Hornbostel adalah dua ahli organologi alat musik (instrumentenkunde) berkebangsaan Jerman, yang telah mengembangkan satu sistem pengklasifikasian atau penggolongan alat- alat musik. Sistem penggolongan alat musik Sahcs dan Hornbostel berdasarkan pada sumber penggetar utama dari bunyi yang dihasilkan oleh sebuah alat musik. Selanjutnya Sahcs-Hornbostel menggolongkan berbagai alat musik atas empat golongan besar, yaitu:

a. Kordofon, di mana penggetar utama penghasil bunyi adalah dawai yang direngangkan. Contoh adalah gitar dan biola.

b. Aerofon, di mana penggetar utama penghasil bunyi adalah udara. Sebagai contoh adalah suling, terompet, atau saksofon.

c. Membranofon, di mana pengetar utama penghasil bunyi adalah membrane atau kulit. Contoh adalah gendang dan drum.

d. Idiofon, di mana penggetar utama bunyi adalah badan atau tubuh dari alat musik itu sendiri. Contoh adalah gong, symbal, atau alat perkusi. Dari sistem pengelompokan yang mereka lakukan, selanjutnya Sahcs dan Hornbostel menggolongkan lagi alat musik kordofon menjadi lebih terperinci berdasarkan karakteristik bentuknya yakni: (1) jenis busur; (2) jenis lira; (3) jenis harpa; (4) jenis lute; dan (5) jenis siter.9

Berdasarkan jenis karakteristik yang terdapat pada hasapi dapat digolongkan kedalam jenis chordophone, maka penulis akan melihat dari fisik alat musik tersebut, sehingga hasapi tersebut diklasifikasikan menjadi:

9


(42)

30

1. Chordophone, one or more strings are stretched between fixed points

Kordopon yang memiliki satu senar atau lebih yang direnggangkan antara dua bidang batas yang sudah ditentukan.

2. Composite chordophone, a string bearer and a resonator are organically

united and can not be separted without destroying the instrument. Kordopon gabungan yang memiliki sebuah tempat senar dan sebuah resonator yang secara organologis disatukan dan tidak dapat dipisahkan tanpa merusak alat musiknya.

3. Lutes, yaitu rancangan senarnya paralel ataupun sejajar dengan kotak

suaranya.

4. Handle lute, yaitu lute yang dipegang. Hasapi ini dimainkan dengan

menggunakan tangan.

5. Long neck lute, yaitu lute yang berleher. Secara fisik hasapi ini memiliki leher panjang, dimana leher sebagai papan jari (finger board) dengan letak senarnya sejajar dengan kotak resonatornya.

6. Plucked instrument, yaitu alat musik yang dimainkan dengan cara dipetik

dan secara teknis dipetik dengan menggunakan jari tangan kanan dan terkadang menggunakan claver.

7. Fretless, yaitu alat musik hasapi ini tidak memiliki batas pemisah pada

papan jari penghasil nadanya (fret).10

3.2 Konstruksi Hasapi

10


(43)

31

Untuk membahas bagian konstruksi ini, penulis mengacu pada Hasapi buatan Guntur Sitohang. Instrumen ini memiliki bagian-bagian yang mempunyai fungsi masing-masing, antara lain sebagai berikut.

1

2

3

4

5

6


(44)

32

Gambar-1. Konstruksi Hasapi (Dokumentasi Penulis, 2015)

Keterangan:

1. Kepala (ulu) Hasapi adalah bagian paling atas tempat kupingan Hasapi. Bentuk kepala biasanya ukiran kepala ayam atau patung.

2. Kupingan (pinggol) Hasapi adalah bagian untuk pengatur nada senar Hasapi yang memiliki 2 senar.

3. Leher (rungkung) Hasapi adalah bagian yang digunakan untuk memainkan nada Hasapi ( finger board ).

4. Perut (butuha) merupakan bagian tempat beradanya lubang resonator. 5. Lubang suara/ resonator berfungsi menghasilkan suara dari petikan hasapi. 6. Pusat (pusok) merupakan penyangga senar bagian bawah.

7. Ekor (ihur) merupakan tempat sanggahan tangan dalam memainkan hasapi.

3.3 Ukuran Bagian-bagian Hasapi

Menurut Guntur Sitohang, hasapi Batak Toba pada umumnya tidak memiliki standar ukuran yang tetap, melainkan tergantung pada pembuatnya. Menurut penjelasan Guntur Sitohang, zaman dahulu ukuran hasapi "distandarkan" dengan ukuran jengkal. Karena tidak adanya kesamaan panjang jengkal pada setiap tukang, maka saat ini kita dapat menemukan hasapi dengan


(45)

33

macam ukuran. Ukuran dan bagian-bagian hasapi yang penulis paparkan berikut ini adalah sesuai dengan ukuran hasapi buatan Guntur Sitohang.

Gambar-2. Ukuran Panjang Hasapi (Dokumentasi Penulis, 2015)

3.4.1 Bagian Kepala

Gambar- 3.

Ukuran Bagian

70 cm

10 cm


(46)

34 Kepala hasapi

(Dokumentasi Penulis, 2015) 3.4.2 Bagian Leher

Gambar-4. Ukuran Bagian Leher (Dokumentasi Penulis, 2015)

3.4.2 Bagian Perut

25 cm

5,5 cm 3 cm

28 cm


(47)

35 Gambar 5: Ukuran Bagian Perut (Dokumentasi Penulis, 2015)


(48)

36 Gambar 6 : Ukuran Bagian Ekor (Dokumentasi Penulis, 2015) 3.4 Teknik Pembuatan Hasapi

Pembuatan hasapi seluruhnya dilakukan dengan buatan tangan (hand made), meskipun seiring perkembangan waktu dan tentunya perkembangan teknologi yang semakin maju saat ini sudah menggunakan beberapa peralatan mesin untuk membantu meringankan dalam proses pembuatannya agar lebih cepat dan efesien dalam waktu pengerjaannya. Berikut ini akan dijelaskan mengenai bahan bahan, peralatan, dan teknik pembuatan hasapi tersebut.

4 cm


(49)

37 3.4.1 Bahan baku yang digunakan 3.4.1.1 Bahan pembuat badan hasapi

Kayu digunakan sebagai bahan baku untuk membuat badan hasapi. Menurut Guntur Sitohang kayu jior menjadi kayu yang menjadi pilihan utama untuk membuat hasapi karena daya tahan maupun suaranya menghasilkan kualitas yang bagus. Kelebihan kayunya menurut beliau kuat dan tidak mudah retak ketika kering dan hasilnya tidak menimbulkan serabut serabut di permukaan (berbulu). Kayu jior diperoleh dengan cara memesan/membeli kepada orang yang biasa menjual kayu. Biasanya kayu yang dipesan sudah mempunyai ukuran untuk membuat hasapi.

Gambar 7 : Batang Kayu jior (Dokumentasi: Penulis, 2015) 3.4.1.2 Bahan pembuat setelan (tuning peg)


(50)

38

Bahan ini terbuat dari kayu nangka dan dibentuk seperti kupingan gitar. Alat ini berfungsi untuk menyetel tinggi rendahnya nada hasapi. Alasan dipilihnya kayu nangka yang berbeda dengan kayu badan hasapi karena untuk membuat kupingan tidak boleh sama dengan badan, selain itu kayu nangka juga termasuk kayu yang keras sehingga tidak mudah rusak.

Gambar 8 : Kupingan (Setelan) (Dokumentasi: Penulis, 2015) 3.4.1.3 Bahan Pembuat Senar

Dahulu menggunakan tali riman. Namun karena tali riman terbuat dari ijuk pohon aren dan sangat mudah putus kemudian digantilah dengan menggunakan tali rem sepeda. Tetapi di masa sekarang sudah menggunakan senar gitar yaitu senar satu gitar.


(51)

39 Gambar 9 :

Senar gitar untuk Hasapi (Dokumentasi: Penulis, 2015)

3.4.1.4 Bahan pembuat alat pemetik (pick)

Bahan ini terbuat dari tanduk kerbau yang berfungsi untuk mempermudah memetik senar pada hasapi.

Gambar 10 : Pick

(Dokumentasi: Penulis, 2015) 3.4.1.5 Bahan Pembuat Tutup Perut


(52)

40

Bahan ini terbuat dari kayu ingul. Alasan kenapa harus berbeda dengan kayu badan hasapi adalah agar suara yang dihasilkan lebih nyaring dan bagus.

Gambar 11 : Kayu ingul

(Dokumentasi: Penulis, 2015)

3.4.2. Bahan tambahan 3.4.2.1 Lem

Lem ini berfungsi sebagai alat perekat, yang akan menempelkan bahan penutup pada permukaan bagian depan hasapi. Lem yang banyak dipakai ialah lem setan atau alteco.


(53)

41 Gambar 12 :

Lem

(Dokumentasi: Penulis, 2015) 3.4.2.2 Kaca

Kaca yang digunakan adalah kaca yang biasa. Alasan digunakannya kaca adalah mempermudah dalam permainan hasapi tersebut (biar licin). Ukuran tebal kaca yang digunakan adalah 2 mm.


(54)

42 Gambar 13 :

Kaca

(Dokumentasi: Penulis, 2015)

3.4.2.3 Minyak makan

Minyak makan digunakan pada tahap finishing yang diolesi pada seluruh bagian hasapi agar mendapatkan warna yang bagus. Minyak yang digunakan harus minyak yang baru.

Gambar 14: Minyak makan


(55)

43 3.4.2.4 Karet ban dalam

Karet ini digunakan sebagai pengikat dalam merekatkan tutup perut bagian depan hasapi.

Gambar 15: Karet Ban

(Dokumentasi: Penulis, 2015) 3.4.2.5 Paku

Paku digunakan untuk menyangga senar pada bagian atas dan bawah. Ukuran paku yang digunakan adalah 7 mm.

Gambar 16 paku


(56)

44 3.4.2.6 Kain

Kain ini digunakan untuk mengolesi minyak makan di seluruh permukaan bagian hasapi. Kain tersebut berukuran secukupnya saja.

Gambar 17 Kain

( dokumentasi penulis, 2015 )

3.5 Peralatan Yang Digunakan 3.5.1 Pahat

Pahat adalah alat berupa bilah besi yang tajam pada ujungnya untuk melubangi resonator.


(57)

45 Gambar 18

Pahat

( Dokumentasi Penulis, 2015)

3.5.2 Gergaji

Gergaji ini digunakan untuk memotong bagian bagian hasapi yang akan dibentuk sebagai bentuk dasar. Terdapat dua jenis gergaji yang digunakan yaitu: gergaji besar dan gergaji kecil.

Gambar 19 Gergaji besar


(58)

46 Gambar 20 Gergaji kecil

( Dokumentasi penulis, 2015 ) 3.5. 3 Ketam

Ketam berfungsi untuk membentuk, meratakan, dan menghaluskan permukaan kayu. Dengan menggunakan ketam, proses untuk membentuk, meratakan, dan menghaluskan akan lebih mudah dalam pengerjaannya.

Gambar 21 Ketam


(59)

47 3.5.4 Penggaris dan Meteran

Untuk mengukur bagian bagian hasapi sehingga sesuai dengan kerangkanya, maka digunakan rol meteran. Rol yang digunakan adalah rol yang berukuran 50 cm dan meteran yang digunakan berukuran 5 m, ataupun disesuaikan dengan ukuran hasapi yang akan dibuat.

Gambar 22 Penggaris

( Dokumentasi penulis, 2015 )


(60)

48 meteran

(Dokumentasi Penulis, 2015)

3.5.5 Bor Listrik

Dahulu sebelum ada bor listrik masih menggunakan peralatan sederhana yaitu pisau kecil yang tajam dan runcing. Seiring perkembangan zaman, Guntur Sitohang sudah menggunakan bor listrik yang digunakan untuk membuat lubang pada bagian kepala sebagai tempat kupingan hasapi, dengan menyesuaikan diameter dan ukuran mata bor yang digunakan.

Gambar 24 Bor Listrik

(Dokumentasi Penulis, 2015)

3.5. 6 Beliung

Beliung digunakan untuk tahap awal proses perapian pola dasar dan pengkerokan lubang resonator/perut hasapi. Dalam hal ini beliung yang digunakan haruslah tajam agar mempermudah dalam pengerjaannya sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.


(61)

49 Gambar 25

Beliung

( Dokumentasi Penulis, 2015) 3.5.7 Pisau

Pisau berfungsi untuk memahat bagian kepala dan merapikan bentuk bantalan senar serta ekor hasapi. Pisau ini juga digunakan untuk melobangi lobang resonator dibagian belakang hasapi. Pisau ini dalam bahasa batak dinamakan


(62)

50 Gambar 26

Pisau

(Dokumentasi Penulis, 2015)

3.5.10 Kikir

Alat ini digunakan untuk mengorek bagian-bagian kecil dari hasapi yang sulit dijangkau menggunakan pahat.

Gambar 27 Kikir

( Dokumentasi Penulis, 2015) 3.5.11 Sigirik


(63)

51

Alat ini digunakan untuk melobangi tempat benang pengikat pick yang berada di lobang resonator dibagian belakang.

Gam bar 28 Sigiri

k

( Dokumentasi Penulis, 2015) 3.5.13 Martil kayu/attuk-attuk

Digunakan untuk membantu dalam memahat maupun melobangi bagian hasapi. Dipilihnya martil kayu adalah bahannya yang ringan karena dalam proses memahat ataupun melobangi hasapi tidak diperlukan tenaga yang kuat untuk memukul pahat tersebut. Alat ini terbuat dari kayu jior yang sudah dibentuk sedemikian rupa sehingga lebih mudah dan nyaman digunakan.

Gambar 29 Martil Kayu


(64)

52 3.5.14 Telenan (sangkalan)

Digunakan sebagai tumpuan dalam proses pembuatan hasapi (sebagai alas), karena dibutuhkan alas/tumpuan yang rata agar memudahkan dalam proses pengerjaan hasapi tersebut.

Gambar 30 Telenan

( Dokumentasi Penulis, 2015) 3.5.15 Kampak

Kampak ini digunakan pada awal proses pembentukan pola hasapi yang telah dibuat. Alat digunakan untuk mempermudah dalam pemotongan kayu yang permukaannya masih kasar.


(65)

53 Gambar 31

Kampak

( Dokumentasi penulis, 2015 ) 3.5.16 Kertas pasir

Alat digunakan dalam proses penghalusan permukaan hasapi sehingga mendapatkan hasil yang maksimal. Dalam hal ini kertas pasir yang digunakan adalah yang sedang, tidak halus dan tidak kasar.


(66)

54 Gambar 32 Kertas pasir

( Dokumentasi penulis, 2015 ) 3.5.17 Pensil

Pensil ini digunakan pada awal proses pengerjaan yaitu pembentukan pola dasar untuk mempermudah dalam pemotongan pola.

Gambar 33 Pensil

( Dokumentasi penulis, 2015 ) 3.6 Proses Pembuatan

Dalam pembuatan hasapi tersebut setelah bahan-bahan sudah tersedia semua maka selanjutnya adalah proses pembentukan bahan dan dibentuk sesuai


(67)

55

desain kerangka konstruksi pada hasapi. Penulis memberi informasi berdasarkan bentuk dan ukuran sebuah hasapi yang beliau buat. Biasanya hasapi beliau memiliki ukuran panjang 70 cm. yang terbagi kedalam ukuran, seperti ukuran kepala mempunyai panjang 26 cm, panjang leher 35 cm, panjang badan 29 cm, panjang ekor 9 cm.

Proses pembuatan hasapi dilakukan secara manual dan di bantu dengan menggunakan mesin, dari proses pembentukan kasar pada hasapi, proses pemahatan pada lubang resonator, hingga proses penghalusan.

Tabel-1

Tahapan Pengerjaan Dalam Pembuatan Hasapi

NO TAHAPAN

PENGERJAAN BAGIAN PENGERJAAN 1 2 3 Tahap I Tahap II Tahap III

• Pemilihan kayu

• Perendaman kayu di air

• Penjemuran kayu

• Pembentukan Pola Dasar

• Proses Pembuatan Lubang Resonator

• Proses Merapikan Lubang

• Proses memahat bagian kepala

• Proses pemasangan kaca pada bagian leher

• Proses Membuat Kupingan


(68)

56 4

Tahap IV

• Proses penghalusan

• Proses pemasangan senar

• Proses pengolesan minyak pada seluruh badan hasapi

3.6.1 Tahap pertama 3.6.1.1 Pemilihan kayu

Guntur Sitohang sangat memperhatikan kualitas kayu tersebut. Alasan dipilihnya kayu jior karena ketahanan kayu yang dapat bertahan hingga puluhan tahun walaupun terkena air. Selain itu kayu tersebut tidak mudah dimakan rayap. Beliau sudah memesan beberapa potong kayu kepada tukang penebang kayu sehingga tidak repot lagi dalam menebangnya.

Pohon jior adalah nama jenis pohon penghasil kayu keras yang termasuk suku fabaceae ( leguminosae, polong-polongan). Pohon yang memiliki tinggi 2-20 m dengan batang lurus dan pendek, gemang jarang melebihi 50 cm. Pepagan (kulit batang) berwarna abu-abu kecoklatan pada cabang yang muda, percabangan melebar membentuk tajuk yang padat dan membulat. Pohon jior sering ditanam dalam sistem pertanaman campuran (agroforesti), baik sebagai tanaman setia, tanaman tepi atau penghalang angin. Pohon ini kerap ditanam sebagai penaung di perkebunan teh, kopi atau kakao. Akan tetapi perakarannya yang luas dapat berpotensi sebagai pesaing tanaman utama dalam perolehan unsur hara dan air.


(69)

57

Kayu jior termasuk ke dalam kayu keras dan cukup berat sehingga sering digunakan dalam pembuatan jembatan dan tiang bangunan. Inilah alasan mengapa dipilihnya kayu jior sebagai bahan pembuatan hasapi.

Gambar 34 Pohon Jior (Juhar) ( Dokumentasi penulis, 2015 )


(70)

58 Gambar 35

Kayu jior

( Dokumentasi penulis, 2015)

3.6.1.2 Perendaman kayu di air

Hal ini bertujuan untuk mendapatkan suara yang nyaring pada hasapi. Karena semakin lama kayu direndam dalam air, maka semakin bagus juga suara yang akan dihasilkan. Dalam proses ini kayu direndam di dalam air selama enam hari untuk mendapatkan tingkat kebasahan tertentu dan untuk mempermudah dalam proses pengerjaannya. Karena jika dalam keadaan kering, kayu ini sangat keras dan sulit untuk dibentuk.


(71)

59 Gambar 36

Proses perendaman kayu di air ( Dokumentasi penulis, 2015 )

3.6.1.3 Penjemuran Kayu

Setelah kayu direndam, selanjutnya kayu dijemur setengah kering. Dalam hal ini kayu dijemur selama setengah hari. Alasan kayu dijemur setengah kering agar memudahkan dalam proses pengerjaan. Karena jenis kayu jior sangat keras apabila dalam keadaan kering.


(72)

60 Gambar 37 Penjemuran kayu ( Dokumentasi penulis, 2015 )

3.6.1.4 Pembentukan pola dasar

Setelah dijemur kemudian dibentuk pola dasar hasapi agar memudahkan dalam pembuatan bagian-bagian hasapi. Pembuatan pola dasar dilakukan dengan membuat patron menggunakan pensil dan penggaris sesuai dengan ukuran yang sudah ditetapkan. Setelah itu memotong kayu menggunakan kampak sesuai dengan patron yang telah dibuat.


(73)

61

Gambar 38 Gambar 39

Pemotongan kayu Bentuk pola bagian belakang ( Dokumentasi penulis, 2015 ) ( Dokumentasi penulis, 2015 )

Gambar 40

Bentuk pola bagian depan ( Dokumentasi penulis, 2015 )

3.6.2 Tahap kedua

3.6.2.1 Proses pembuatan lobang resonator

Dalam proses ini, pembuatan lobang resonator dilakukan dalam keadaan kayu setengah kering agar memudahkan dalam prosesnya. Lobang ini terdapat pada bagian depan perut hasapi. Pada proses ini harus teliti dalam menentukan ukuran panjang dan lebar lobang serta kedalaman lobang agar tidak tembus ke bagian belakang hasapi. Dalam pembuatan lobang menggunakan pahat, beliung,


(74)

62

martil kayu. Pembentukan lobang ini berdasarkan ukuran yang sudah ditentukan sebelumnya.

Gambar 41

Proses membuat lobang resonator ( Dokumentasi penulis, 2015 )


(75)

63 Gambar 42

Lobang resonator yang telah terbentuk ( Dokumentasi penulis, 2015 )

3.6.2.2 Proses merapikan lobang

Setelah lobang resonator dibuat proses selanjutnya adalah merapikan lobang resonator tersebut. Ketelitian dalam proses ini sangat diperlukan agar ketebalan sisi kanan dan kiri lobang sama agar mendapatkan hasil yang memuaskan. Proses ini dilakukan beliung, pahat dan martil kayu.


(76)

64 Gambar 43 Proses merapikan lobang ( Dokumentasi penulis, 2015 )

Gambar 44 Lobang yang sudah rapi ( Dokumentasi penulis, 2015 )


(77)

65 3.6.2.3 Proses memahat bagian kepala

Selanjutnya proses yang dilakukan adalah memahat bagian kepala. Pada bagian ini dipilih pahatan kepala ayam (manuk-manuk). Pada proses ini memiliki tingkat kesulitan tersendiri. Pemahatan bagian kepala ini menggunakan pisau yang runcing dan tajam agar serta martil kayu untuk memudahkan pengerjaannya dan dapat membentuk siku yang diinginkan.

Gambar 45

Proses memahat bagian kepala ( Dokumentasi penulis, 2015 )


(78)

66 Gambar 46

Bentuk kepala yang selesai dipahat ( Dokumentasi penulis, 2015 ) 3.6.2.4 Proses pemasangan kaca pada bagian leher

Dalam proses ini terlebih dahulu membuat dudukan/bantalan tempat kaca menggunakan pisau, kikir dan martil kayu. Untuk menentukan panjang, lebar serta kedalaman tempat kaca, harus disesuaikan dengan ukuran kaca yang telah tersedia. Kaca yang tersedia memiliki ukuran dua sisi yang berbeda, yaitu : satu sisi yang ditempatkan dekat kepala hasapi memiliki lebar 1,7 cm, sedangkan di sisi yang satu lagi memiliki lebar 2,5 cm. Sedangkan untuk panjang berukuran 13,5 cm serta memiliki tebal 2 mm.

Dahulu bahan yang digunakan dalam membuat freed hasapi adalah tanduk kerbau yang bertujuan agar mempermudah dalam memainkan hasapi (biar licin). Namun, karena sulitnya mendapatkan tanduk kerbau dan mahalnya biaya untuk


(79)

67

medapatkannya maka digantilah dengan menggunakan kaca. Selain mudah mendapatkan bahan ini, harganya juga relatif murah. Dalam proses ini digunakan lem setan untuk merekatkan kaca pada dudukannya.

Gambar 47 Tempat dudukan kaca ( Dokumentasi penulis, 2015 )

Gambar 48

Proses merekatkan menggunakan lem ( Dokumentasi penulis, 2015 )


(80)

68 Gambar 50 Kaca sudah terpasang ( Dokumentasi penulis, 2015 )

3.6.3 Tahap Ketiga

3.6.3.1 Proses membuat kupingan

Bahan yang digunakan dalam membuat kupingan tidak boleh sama dengan bahan badan hasapi. Bahan yang digunakan adalah kayu nangka. Bentuk kupingan ini mirip dengan kupingan gitar yang berfungsi dalam menyetel tinggi rendahnya nada hasapi. Untuk membuat lobang kupingan digunakan bor listrik. Namun untuk membuat kupingan digunakan beliung, pisau dan sigirik. Bahan untuk membuat kupingan adalah kayu nangka.


(81)

69

Gambar 51 Gambar 52

Proses melobangi tempat kupingan Lobang kupingan ( Dokumentasi penulis, 2015 ) ( Dokumentasi penulis, 2015 )

Gambar 53

Kupingan sudah terpasang ( Dokumentasi penulis, 2015 )


(82)

70 3.6.3.2 Memasang penutup bagian perut

Awalnya kayu yang akan dijadikan sebagai penutup dipotong dan dibentuk menggunakan beliung dan pisau sesuai dengan lobang resonator yang telah dibuat sebelumnya. Kemudian setelah didapat bentuk yang sesuai, tutup diketam agar mendapat ketebalan yang sesuai dengan yang diperlukan/ harus rata dengan badan hasapi. Dalam proses ini kayu yang digunakan tidak boleh sama dengan badan hasapi. Hal itu dilakukan agar memperoleh suara yang bagus dari hasapi tersebut. Dalam hal ini kayu yang digunakan adalah kayu ingul. Dalam proses ini juga dilakukan pembuatan bantalan senar. Tutup direkatkan ke badan hasapi menggunakan lem dan diikat dengan karet ban sampai benar-benar lengket. Setelah itu kemudian dibentuklah pusat hasapi sebagai bantalan senar hasapi yang dibentuk sedemikian rupa. Setelah pusat terbentuk, maka direkatkanlah paku kecil sebagai ganjalan di bagian pusat hasapi yang bertujuan memperkokoh bantalan senar (agar tidak mengikis bagian kayu). Bagian pusat/bantalan ini haruslah senyawa dengan tutup agar dapat bertahan lama/ tidak gampang lepas. Kemudian dibagian atas (antara kepala dan leher) dibuat juga paku agar kayu tidak terkikis oleh senar hasapi. Dalam proses ini juga dilakukan proses pembuatan pick dan melobangi lobang resonator dibagian belakang yang menggunakan pisau dan martil kayu.


(83)

71 Gambar 54

Proses membentuk tutup lobang resonator ( Dokumentasi penulis, 2015 )

Gambar 55

Bentuk tutup yang sudah jadi dibentuk ( Dokumentasi penulis, 2015 )


(84)

72 Gambar 56

Proses membentuk pusat/ bantalan ( Dokumentasi penulis, 2015 )

Gambar 57

Paku pada bagian pusat/bantalan ( Dokumentasi penulis, 2015 )


(85)

73 Gambar 58

Paku pada bagian atas (antara leher dan kepala) ( Dokumentasi penulis, 2015 )

Gambar 59

Lobang resonator di bagian belakang ( Dokumentasi penulis, 2015 )


(86)

74 Gambar 60 Proses pembuatan pick ( Dokumentasi penulis, 2015 )

Gambar 61 Pick selesai dibentuk ( Dokumentasi penulis, 2015 )


(87)

75 3.6.4 Tahap ke empat

3.6.4.1 Proses penghalusan

Dalam Proses ini dilakukan penghalusan di setiap bagian hasapi dengan mengunakan kertas pasir dengan jenis sedang (tidak halus, tidak kasar). Hal ini dilakukan agar setiap bagian permukaan menjadi halus.

Gambar 62

Proses penghalusan menggunakan kertas pasir ( Dokumentasi penulis, 2015 )

3.6.4.2 Proses pemasangan senar

Hasapi memiliki dua senar. Senar yang digunakan adalah senar gitar. Awalnya senar dimasukkan melalui pusat hasapi yang telah dilobangi. Kemudian senar ditarik ke arah atas tempat kupingan dan dimasukkan ke dalam kupingan yang telah diberi lobang. Kemudian sisa senar dililitkan dibagian kupingan. Proses ini sama dengan proses pemasangan senar pada gitar. Dalam proses ini juga dilakukan penyetelan nada dasar hasapi yaitu senar 1= mi sedangkan senar 2= do. Nada inilah yang menjadi patokan dalam penyetelan hasapi.


(88)

76

Gambar 63

Proses memasang senar di kupingan ( Dokumentasi penulis, 2015 )

Gambar 64

Proses penarikan senar ke kupingan hasapi ( Dokumentasi penulis, 2015 )

3.6.4.3 Proses pengolesan minyak pada seluruh bagian hasapi

Setelah senar dipasang dan distel, maka tahap selanjutnya adalah proses pengolesan minyak pada seluruh permukan luar hasapi. Dari kepala sampai ekor


(89)

77

tidak luput diolesi minyak. Dalam proses pengolesan minyak dilakukan menggunakan kain. Hal ini dilakukan agar warna hasapinya semakin menarik. Selain itu pengolesan minyak bertujuan untuk menghindari dimakan rayap dan membuat kayu menjadi bagus lagi dalam waktu yang lama.

Gamb

ar 65

Gambar 66


(90)

78

( Dokumentasi penulis, 2015 ) ( Dokumentasi penulis, 2015 )

Gambar 67 Gambar 68

Setelah diolesi minyak Hasapi telah selesai ( Dokumentasi penulis, 2015 ) ( Dokumentasi penulis, 2015 )


(1)

90 4.8.5 Fungsi perlambangan

4.8.6 Fungsi reaksi jasmani

Melalui permainan hasapi kita dapat mengajak orang yang mendengarkan untuk ikut dalam suasana lagu yang dimainkan. Misalnya mengajak orang yang mendengarkan untuk berjoget dengan memainkan lagu yang berhubungan dengan berjoget.

4.8.7 Fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial

Menurut Guntur Sitohang, orangtua dulu bisa memberi nasehat kepada anaknya dalam bentuk permainan hasapi. Dengan memainkan lagu yang berisikan

podah/ nasehat. Misalnya si anak maumerantau, orangtua akan memberi nasehat tidak hanya dengan kata-kata melainkan dengan permainan hasapi.

4.8.8 Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan

Dalam kepercayaan parmalim, hasapi dapat digunakan dalam sebuah ritual yang sakral. Misalnya dalam ritual mangokkal holi (memindahkan tulang belulang orang yang sudah meninggal).

4.8.9 Fungsi kesinambungan budaya


(2)

91 4.9 Nilai Ekonomi Pada Hasapi

Menurut penulis hasapi juga memiliki nilai ekonomi bagi setiap pembuat/pengerajinnya. Walau bukan sebagai mata pencaharian utama namun membuat hasapi dapat membantu sedikit banyaknya dalam kebutuhan ekonomi si pembuat hasapi. Disamping untuk tetap melestarikan alat musik tradisional Batak Toba, para pengerajin juga dapat memperoleh keuntungan baik secara materil dan dikenal oleh orang lain bahkan dapat diekspos ke berbagai media. Walaupun pekerjaan ini tidak menjanjikan dari segi materi, namun dapat memberi dampak yang positif yaitu tetap menjaga agar kelestarian dari hasapi tersebut dan menjadikan generasi-generasi yang baru dalam membuat hasapi.


(3)

92 BAB V PENUTUP

Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka diambil beberapa kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang penulis lakukan..

5.1 Kesimpulan

Peranan Etnomusikologi sangat penting mengangkat suatu konsep dalam sistem musikal di setiap etnis di dunia ini. Berdasarkan Curt Sachs dan Hornbostel pengklasifikasian, alat musik hasapi dapat diklasifikasikan kedalam yaitu alat musik yang sumber bunyi utama berasal dari senar atau dawai. Instrumen ini juga disebut sebaga chordophone dan disebut sebagai long neck lute yang terbuat kayu yaitu alat musik yang mempunyai leher yang panjang. Terdapat lubang resonator yang ditutup dengan kayu ingul. Tujuan dari pengklasifikasian alat musik tersebut untuk mempermudah permuseuman dalam pengklasifikasian alat musik tersebut. Hasapi Batak Toba tersebut adalah salah satu alat musik yang menjadi ciri khas masyarakat Batak Toba. Di Sumatera Utara juga banyak terdapat pengerajin hasapi khususnya di daerah Kabupaten Samosir, namun dalam hal ini penulis hanya mengacu pada kajian organologi hasapi buatan Guntur Sitohang di desa Turpuk Limbong kecamatan Harian kabupaten Samosir.

Dalam proses pembuatan hasapi, Guntur Sitohang masih menggunakan tenaga dan kemampuan keahlian yang beliau punya. Mulai dari pemilihan bahan baku utama yaitu kayu jior yang digunakan dalam pembuatan gambus tersebut, beliau sangat telaten dan lebih mementingkan kualitas suara dan ketahanan hasapi


(4)

93

yang beliau kerjakan dengan teliti dan penuh kesabaran. Beliau mempunyai kiat – kiat tersendiri dalam membuat sebuah hasapi.

Dalam proses belajar, seorang peminat yang ingin belajar hasapi dapat bermain dengan memainkan teknik dasar hasapi seperti yang dijelaskan sebelumnya, dan untuk menguasai teknik cepat dalam memainkan melodi, dengan cara memainkan tangga nada secara berulang-ulang. Agar jari-jari yang digunakan cepat dalam mengambil posisi pemindahan misalnya, dari senar satu kesenar berikutnya dan dari tangga nada awal ke tangga nada berikutnya.

5.2 Saran

Penelitian yang penulis lakukan masih dalam tahap kecil namun bermanfaat bagi masyarakat pendukung kebudayaan serta pihak departemen pemerintah yang mengemban tugas menjaga dan melestarikan Budaya Nusantara. Kiranya penelitian ini dapat membuka jalan untuk penelitian berikutnya. Adapun saran yang penulis kemukakan adalah : perlu diadakan pelatihan penelitian hasapi

agar semakin maraknya industry musik tradisional Batak Toba. Pemasaran dan management yang jelas agar hasapi yang dihasilkan bisa terus berkesinambungan khususnya untuk kegiatan ekonomi pengrajin, pertunjukan kesenian tradisonal secara berkesinambungan. Maksudnya ada festival atau karnaval Budaya Pemerintah yang menjadi wadah bagi para seniman-seniman daerah lainnya untuk lebih menyemangati para pelaku seni. Hal ini bermanfaat untuk kontuinitas dan kelestarian budaya kita Indonesia.


(5)

94

DAFTAR PUSTAKA

Bogdan, R. And Taylor,S. J. 1975. Introduction to Qualitative Research Methode.

Newyork : John Willey and Sons

Dewi, Heristina. 2008. Masyarakat Kesenian di Indonesia. Medan : Studi Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

Hood, Mantle, 1982. The Etnomusikologist, New Edition Kent. The Kent State Universitity Press.

Hornbostel, Erich M. Von And curt sach. 1961. Clasifikation of Musical

Instrument. Translate from original German by Antonie Banes and Klaus P. Wachsman.

Khasima, Susumu. Asia Performing Art

Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Koentjaraningrat (ed), 1997. Metode-metode penelitian masyarakat. Jakarta:

Gramedia Pustaka Umum.

Merriam, Alan P. 1964. The Antropology of Music. Illionis : North-western University Press.

Moleong, L.J, 1990. Penelitian Metodologi Kualitatif, Jakarta, Rosda Karya. Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Ethnomusicology. New York : The

Free Press of Glencoe.

Skripsi Martahan S.G. Sitohang O30707002 Medan L Perubahan dan Kontinuitas Ritual Pembuatan Taganing di Desa Turpuk Limbong, kecamtan harian, Kabupaten Samosir


(6)

95

Skripsi Jeperson Valerius Silalahi/ 030707016/ L/ Biografi Guntur Sitohang sebagai Pemusik dan Pembuat Alat Musik Batak Toba/

Skripsi Beri Pana Sitepu 070707012 L/ Kajian Organologi Kulcapi Pada Masyarakat Karo Buatan Bapak Fauzi Ginting

Skripsi Jackry Octora Tobing 100707027 L/ Kajian Organologi Alat Musik Gambus Buatan Bapak Syahrial Felani