Representasi Pemberitaan Wanita Pelaku Kejahatan di Media Massa (Analisis Karikatur dan Konten Berita Malinda Dee di Majalah TEMPO)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah
Kalau kita melihat bagaimana gambaran pemberitaan wanita di media
massa, maka ada suatu keprihatinan yang menyangkut posisi wanita dalam
lingkungan sosial. Kita akui bahwa wanita menjadi sasaran media dengan tujuan
agar kaum wanita sendiri menjadi pemirsa setia media. Kemasan berita disajikan
begitu menarik, walaupun tak jarang menampilkan pengungkapan masalah paling
pribadi. Istilah „bad news is a good news‟ untuk mewarnai berita dengan bumbu
tambahan yang bersifat privasi menjadi hal yang lumrah bagi media. Belum lagi
kalau kita mengkritisi permasalahan perempuan di televisi apakah sudah sensitif
gender, seperti isu gender yang merebak dekade ini. Isu-isu tersebut diantaranya
adalah pelecehan seksual perempuan, eksploitasi perempuan, diskriminasi
perempuan, sampai kepada stigma sosial terhadap perempuan (Daulay, 2007:51).
Pemberitaan seputar wanita dengan menghadirkan wanita sebagai korban,
apakah itu korban kekerasan, pelecehan, trafficking dan lain-lain, seolah-olah
membiasakan media untuk menampilkan berita yang bias gender. Bias merupakan
kecenderungan pada berita yang menyimpang dari representasi „realitas‟ yang
akurat, netral, seimbang, dan berimbang menurut kriteria. Berita yang disajikan
media terkadang lebih terfokus pada apa yang menjadi aib maupun kelemahan

dari objek pemberitaan. Namun jika situasi berbalik, ketika wanita yang
diberitakan, diduga sebagai pelaku kejahatan, kendati kasus yang terjadi bukanlah
kejahatan jalanan melainkan kejahatan intelektual, tetap saja apapun status dan
posisinya wanita masih menjadi komoditas pemberitaan bias gender oleh media.
Pemberitaan bias gender sering mengangkat hal-hal remeh yang seakan menjadi
kodrat wanita. Misalnya seputar penampilan, pakaian, rahasia kelembutan dan
keluwesan.
Malinda Dee adalah salah satu pelaku kejahatan intelektual yang pada
masa itu sedang kencang diberitakan oleh media. Kasus penggelapan dana uang
nasabah Bank Citibank ini sedang hangat-hangatnya bergulir di berbagai media
yakni sekitar Maret-April 2011. Beberapa media dan salah satunya seperti media

Universitas Sumatera Utara

online detik.com, men-share berita Malinda Dee di akun twitter (@detik.com)
dengan teks: “Gara-gara DADA BESAR, Polri Tak Temukan Baju yang Pas Buat
Malinda”. Tidak berbeda jauh dengan detik.com, pemberitaan Malinda Dee di
televisi yakni di Metro TV pada 30 Maret 2011, ditayangkan dengan subtitle
bertuliskan: “Penipuan Perbankan Ala Wanita Seksi Malinda Dee”. Selain
detik.com dan Metro TV, majalah Tempo melalui karikatur dalam sampulnya juga

ikut menampilkan gaya pemberitaan yang sama dengan desain yang bergaya
sensualitas menyoroti fisik Malinda Dee. Hal ini menunjukkan bahwa media
bahkan jurnalis yang menulis sendiri berita tersebut sudah jauh melampaui batas
etika jurnalistik berperspektif gender.
Inong Malinda atau Malinda Dee atau Malinda Danuardja merupakan
seorang mantan Senior Relationship Manager Citibank. Dia menjadi fenomenal
akibat kasus pembobolan dana Citibank. Wanita berusia 50 tahun (saat ini)
ditahan pada tanggal 24 Maret 2011 karena membobol dana nasabah private bank
Citibank. Sebelumnya ibu tiga anak itu pernah menjadi account officer (AO) di
Citibank cabang Landmark dan para nasabahnya adalah pejabat dan para
pengusaha. Malinda Dee menangani 236 nasabah Citigold, produk Citibank untuk
private banking. Nasabah Citigold memiliki rekening dengan nominal minimal Rp
500 juta. Malinda melakukan penggelapan dana nasabahnya dengan cara
memberikan formulir kosong kepada nasabahnya untuk dibubuhi tanda tangan. Ia
kemudian mengisi sendiri data dalam formulir seperti nominal uang yang dikirim,
dan nomor rekening penerima. Tanpa sepengetahuan nasabahnya, formulir
tersebut dia berikan pada teller untuk ditransfer ke rekening yang telah dia
tentukan.
Proses itu dilakukannya sejak Februari 2007 hingga Februari 2011.
Dengan total ada 117 kali transaksi transfer. Sosok Malinda makin dikenal dan

menjadi buah bibir masyarakat karena penampilannya yang glamor dan paras
cantiknya yang tidak sebanding dengan kelakuannya. Dia memiliki bentuk tubuh
yang seksi. Selain itu, Malinda juga merupakan sosialita yang mempunyai
kehidupan glamor. Wanita yang sudah 22 tahun bekerja di Citibank ini
mempunyai sejumlah aset miliyaran. Aset tersebut berupa mobil serta properti.
Hal yang membuat sosoknya semakin fenomenal adalah Malinda telah menikah

Universitas Sumatera Utara

secara siri dengan pesinetron Andhika Gumilang yang usianya terpaut jauh lebih
muda. (http://m.merdeka.com/profil/indonesia/i/inong-malinda/)
Gambar 1.1
Gambar Sampul Majalah Tempo
Edisi 05/40

Edisi 06/40

Seperti yang ditampilkan pada gambar tersebut, karakter Malinda Dee
menggambarkan predikat wanita seksi yang memamerkan bagian tubuhnya. Pada
edisi 05/40, karikatur Malinda Dee berpose dengan kedua tangan terlipat ke depan

agak ke kiri, wajah tersenyum lebar, dan dengan pakaian berleher cukup rendah
sehingga memunculkan belahan dadanya serta bertuliskan headline “Mandi Duit
Malinda: Dengan rayuan dan blangko kosong, pegawai Citibank ini menggangsir
dana puluhan miliar rupiah”. Begitu juga dengan edisi 06/40 karikatur Malinda
Dee dengan masih memperlihatkan belahan dadanya dan kali ini tampak lebih
sensual, sedang dikelilingi beberapa pria menggunakan jas yang terlihat seperti
menjadi batu, tangan kiri Malinda Dee sedang memegang dasi salah satu pria, dan
tampak sebuah tangan sedang berusaha meraih ke arah dada Malinda dengan
headline yang bertuliskan “Nasabah Kakap Malinda: Korbannya mulai dari
jenderal polisi, pengacara kondang, pengusaha, sampai mantan pejabat.”

Universitas Sumatera Utara

Hal ini menjadi perhatian peneliti walaupun sebenarnya fenomena ini
sudah terlalu lama untuk dibahas kembali, karena kasusnya telah terjadi sekitar
empat tahun silam. Namun, peneliti menaruh perhatian terhadap pemberitaan bias
gender Malinda Dee yang memunculkan ketimpangan terhadap wanita. Kasus
Malinda Dee sendiri bukanlah satu-satunya kasus kejahatan wanita intelektual
yang menjadi bulan-bulanan media saat itu. Sebelumnya ada kasus penipuan
ratusan juta rupiah yang dilakukan oleh Selly Yustiawaty dan juga yang lebih dulu

menyeret caddy golf bernama Rani Yuliani pada kasus pembunuhan Nasrudin
Zulkarnain.
Bahasan tentang pemberitaan ketiga media massa tersebut tidak menutup
kemungkinan bahwa media massa nasional lainnya juga menampilkan
pemberitaan yang sama. Pemberitaan bias gender biasanya sering menyudutkan
wanita sebagai subjek kejahatan tersebut. Tidak peduli apakah wartawan yang
menulis berita adalah laki-laki ataupun perempuan, wanita selalu menjadi
eksploitasi bahkan diskriminasi oleh media. Karena pada dasarnya, masyarakat
sudah mulai selektif melihat mana berita yang mengandung stereotype ataupun
labeling, yang menjatuhkan pihak yang lemah dan mana berita yang murni
realitas. Selain itu, pemberitaan bias gender yang menempatkan wanita pada
posisi yang tersudut, sudah menjadi sorotan dan perhatian masyarakat kaum
intelektual.
Seperti yang telah diketahui oleh banyak kalangan, Tempo adalah salah
satu perusahaan media massa yang awalnya bergerak di bidang cetak, dengan
prestige yang cukup baik di kancah media massa Indonesia. Predikat Tempo
sebagai „quality press‟ atau pers yang berkualitas sudah diakui. Tempo juga
dikenal berani dalam mengulas dan mengemas berita bahkan berita yang
bersinggungan dengan orang-orang berpengaruh pada masa orde baru. Oleh sebab
itu, tidak heran jika Tempo pernah mengalami pembredelan selama dua kali pada

masa Soeharto. Namun, setangguh-tangguhnya sang juara, maka ia juga tetap
mengikuti aturan main. Oleh sebab itu, Tempo juga harus mematuhi regulasi
media yang sudah ada. Sebagai media yang berani, Tempo pernah beberapa kali
mendapat aduan/protes dari pihak yang tidak terima dengan pemberitaannya,

Universitas Sumatera Utara

beberapa karena konten beritanya, dan tidak jarang disebabkan oleh desain
sampul yang kurang etis menurut pihak yang merasa dirugikan tersebut.
Maka, pada edisi Malinda Dee ini peneliti ingin menemukan apakah
Tempo juga sama dengan media nasional maupun lokal lainnya dalam
merepresentasikan wanita yang terjerat kasus kejahatan intelektual. Peneliti
khawatir terhadap komunikasi simbol majalah Tempo dalam sampulnya yang
mungkin saja bermaksud menunjukkan suatu strategi pemasaran yang tepat,
namun hal tersebut justru menimbulkan pengabaian terhadap etika jurnalistik.
Memang tidak ada yang menyebutkan bahwa desain sampul majalah yang
menarik dan unik adalah desain yang melanggar etika jurnalistik, namun
kebanyakan media massa sering melampaui batas dalam memaknai kata
„menarik‟ dan „unik‟.
Awalnya peneliti tidak mengira bahwa media berkualitas seperti Tempo

juga sedikit mengesampingkan etika jurnalistik, dilihat dari visi dan misi Tempo
yang sudah memenuhi kriteria sebagai quality press. Namun, setelah melihat
karikatur Malinda Dee dalam dua sampul majalah Tempo pada edisi yang berbeda
tersebut, peneliti mencoba untuk menggali makna terhadap tanda yang terkandung
dalam konteks pemberitaan Malinda Dee. Selain itu, dari keseluruhan
pemberitaan wanita yang terseret kasus penipuan, penggelapan dana ataupun
sejenisnya di majalah Tempo seperti; Angelina Sondakh, Miranda Gultom, Nunun
Nurbaeti, dan lain-lain, sosok Malinda Dee inilah yang dinilai peneliti paling
menonjolkan pemberitaan bias gender dari segi karikatur yang ditampilkan.
Sebelumnya, ruang lingkup analisis peneliti sebatas gambar sampul depan
Tempo saja yang lebih menuai perspektif bias gender, karena daya tarik pertama
majalah terletak di sampul depan ketika pertama kali terlihat oleh pembacanya.
Namun, untuk lebih menemukan bagaimana representasi secara keseluruhan yang
ditampilkan majalah Tempo terhadap pemberitaan Malinda Dee, maka peneliti
juga melanjutkan untuk menganalisis teks berita yang terkait. Berdasarkan
deskripsi yang diutarakan sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk meneliti apa
makna yang terkandung dalam pemberitaan Malinda Dee melalui karikatur dan isi
berita yang dimuat di majalah Tempo serta bagaimanakah majalah Tempo
memberikan representasi atas Malinda Dee melalui karikatur dan muatan


Universitas Sumatera Utara

beritanya. Oleh sebab itu, ketertarikan peneliti dituangkan dalam judul skripsi
“Representasi Pemberitaan Wanita Pelaku Kejahatan di Media Massa, Analisis
Semiotika Karikatur Sampul dan Konten Berita Malinda Dee di Majalah Tempo”.

1.2 Fokus Masalah
Berdasarkan uraian konteks masalah diatas, maka fokus masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apakah makna dan bagaimanakah
representasi oleh media massa Tempo atas Malinda Dee di majalah Tempo?”

1.3 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah ditujukan agar ruang lingkup penelitian lebih jelas
dan terarah. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah:
1. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif berbasis
analisis semiotika.
2. Penelitian ini menggunakan teknik analisis semiologi Roland Barthes
sebagai dasar pemikiran pemaknaan.
3. Penelitian ini tidak hanya difokuskan pada sampul depan majalah
Tempo yang memuat karikatur Malinda Dee, tetapi pada isi berita

dalam kedua edisi tersebut.

1.4 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui makna di balik pemberitaan Malinda Dee di majalah
Tempo yang menampilkan karikatur dan isi berita tentang Malinda
Dee dalam dua edisi yang berbeda.
2. Mengetahui bagaimana representasi pemberitaan Malinda Dee di
media massa Tempo.

Universitas Sumatera Utara

1.5 Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini ditujukan untuk memperkaya khasanah
keilmuan peneliti dan pembaca tentang bagaimana representasi yang
ditampilkan majalah Tempo yang selama ini dikenal sebagai media
massa berkualitas terhadap wanita pelaku kejahatan intelektual,
Malinda Dee.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi
pembaca ataupun mahasiswa mengenai kajian analisis semiotika dan
semiologi Roland Barthes, serta representasi wanita di media massa

Tempo.
3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan
besar kepada Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU, khususnya
dalam spesialisasi ilmu jurnalistik.

Universitas Sumatera Utara