MAKALAH KIMIA FISIKA PROBLEM BASED LEARN

MAKALAH KIMIA FISIKA PROBLEM BASED LEARNING - 4

KELOMPOK 2

Disusun oleh:

Jervis Sinto 1406531681 Maulina Cahya Indah S

1406531845 Merisa Aulia

1406531731 Muhammad Irfan Raharjo 1406604531 Stella Faustine L

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat, karunia, dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktunya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah mendukung dalam proses penyusunan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Eny Kusrini dan Ibu Rita Arbianti sebagai dosen pembimbing kelas Kimia Fisika. Makalah ini disusun dalam rangka untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Kimia Fisika mengenai Kesetimbangan Kimia.

Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis susun ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan agar dapat membuat makalah yang lebih baik dari sebelumnya di masa mendatang. Penulis mengucapkan terima kasih yang telah membantu proses pembuatan makalah ini. Akhir kata, penulis mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca sehingga dapat meningkatkan pengetahuan mengenai materi-materi yang terdapat dalam makalah ini.

Depok, Desember 2015

Penulis

BAB I DASAR TEORI

Bagian A: Koloid

1. Definisi dan Jenis-Jenis Koloid Sistem koloid (koloid) merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1 - 100 nm), sehingga menyebabkan efek Tyndall. Bersifat homogen, artinya partikel terdispersi tidak terpengaruh oleh gaya gravitasi atau gaya lain yang dikenakan kepadanya; sehingga tidak terjadi pengendapan.

Sifat homogen ini juga dimiliki oleh larutan, namun tidak dimiliki oleh campuran biasa (suspensi). Koloid mudah dijumpai dimana-mana. Susu, agar- agar, tinta, sampo, serta awan merupakan contoh-contoh koloid yang dapat dijumpai sehari-hari. Sitoplasma dalam sel juga merupakan sistem koloid. Koloid menjadi kajian tersendiri dalam kimia industri karena kepentingannya. Di dalam larutan koloid secara umum, terdapat 2 zat sebagai berikut:

1. Zat terdispersi, yakni zat yang terlarut di dalam larutan koloid.

2. Zat pendispersi, yakni zat pelarut di dalam larutan koloid. Jenis-jenis koloid:

Yang termasuk sifat-sifat koloid diantaranya yaitu Efek Tyndall, Gerak Brown, Adsorbsi Koloid, Muatan Koloid, Elektroforesis, Koagulasi Koloid, Koloid Liofil, Koloid Liofob, Emulsi, dan Kestabilan Koloid.

2. Pembuatan Koloid

Dalam proses pembuatannya, koloid mampu dibuat baik secara manual maupun alami yang terdiri dari berbagai macam cara, seperti:

a. Kondensasi Pembuatan sistem koloid dengan cara kondensasi dilakukan dengan cara

menggumpalkan partikel yang sangat kecil. Penggumpalan partikel ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Reaksi Pengendapan Pembuatan sistem koloid dengan cara ini dilakukan dengan mencampurkan

larutan elektrolit sehingga menghasilkan endapan. Contoh: AgNO 3 (aq) + NaCl (aq) —> AgCl (s) + NaNO 3 (aq)

2) Reaksi Hidrolisis Reaksi hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air. Sistem koloid dapat

dibuat dengan mereaksikan suatu zat dengan air. Contoh: AlCl 3 (aq) + H 2 O (l) —> Al(OH) 3 (s) + HCl (aq)

3) Reaksi Redoks Pembuatan koloid dapat terbentuk dari hasil reaksi redoks.

Contoh: Pemurnian emas

Reaksi: AuCl 3 + HCOH —> Au + HCl + HCOOH

4) Reaksi Pergeseran Contoh: Pembuatan sol As 2 S 3 dengan cara mengalirkan gas H 2 S kedalam

larutan H 3 AsO 3 encer pada suhu tertentu.

Reaksi: 2 H 3 AsO 3 +3H 2 S —> 6 H 2 O + As 2 S 3

5) Reaksi Pergantian Pelarut Contoh: Pembuatan gel kalsium asetat dengan cara menambahkan alkohol

96% ke dalam larutan kalsium asetat jenuh.

b. Dispersi Pembuatan sistem koloid dengan cara dispersi dilakukan dengan

memperkecil partikel suspensi yang terlalu besar menjadi partikel koloid, pemecahan partikel-partikel kasar menjadi koloid.

Ada 3 cara dalam pembuatan koloid dengan dispersi, yaitu secara mekanik, peptisasi, dan Busur Bredig.

3. Penjernihan Air Penjernihan air adalah proses pengolahan air kotor menjadi bersih dan sehat.

Proses penjernihan/penyediaan air bersih merupakan proses perubahan sifat fisik, kimia dan biologi air agar memenuhi syarat untuk digunakan sebagai air minum.

Tujuan dari kegiatan pengolahan air minum adalah sebagai berikut:

1. Menurunkan kekeruhan.

2. Mengurangi bau, rasa dan warna.

3. Menurunkan dan mematikan mikroorganisme.

4. Mengurangi kadar bahan-bahan yang terlarut dalam air.

5. Menurunkan kesadahan.

6. Memperbaiki derajat keasaman (pH). Syarat-syarat kualitas air yang harus dipenuhi diantaranya:

a. Syarat fisik, antara lain:  Air harus bersih dan tidak keruh.

 Tidak bewarna.  Tidak berasa.  Tidak berbau.

0  Suhu antara 10 0 -25

C (sejuk).

b. Syarat kimia, antara lain :  Tidak mengandung bahan kimia yang mengandung racun.  Tidak mengandung zat-zat kimia yang berlebihan.  pH air antara 6,5 – 9,2.

Prinsip penjernihan air dibedakan menjadi 2 yaitu:

1. Prinsip penjernihan air secara fisika Saringan kain katun

Saringan kapas Saringan Pasir Lambat (SPL) Saringan Pasir Cepat (SPC) Gravity-Fed Filtering System Saringan Arang Saringan Air Sederhana Pengendepan (sedimentasi)

2. Prinsip penjernihan air secara kimia Aerasi Metode koagulasi

Bagian B: Emulsi

1. Definisi Emulsi

Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat pengemulsi atau emulsifier untuk menstabilkannya sehingga antara zat yang terdispersi dengan pendispersinnya tidak pecah atau keduanya tidak terpisah. Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi merupakan campuran cairan polar dan cairan non-polar. Salah satu emulsi yang kita kenal sehari-hari adalah susu, di mana lemak terdispersi dalam air. Dalam susu terkandung kasein suatu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi. Beberapa contoh emulsi yang lain adalah pembuatan es krim, sabun, deterjen, yang menggunakan pengemulsi gelatin.

2. Komponen Emulsi

A. Komponen Dasar

Fase dispersi/fase internal/fase diskontinyu yaitu zat cair terbagi-bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain.

Fase kontinyu/ fase eksternal yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung).

Emulgator adalah zat yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.

B. Komponen Tambahan

Orodis

Colouris Antioksidant: Asam askorbat, asam sitrat dll. Preservatif: Asam benzoat, fenol, kresol, klorobutanol.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Emulsi

Kestabilan emulsi dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya:  Rendahnya tegangan antarmuka

Tidak bercampurnya dua fase cairan dikarenakan tingginya tegangan antarmuka antar kedua fase yang dalam keadaan normal tidak bercampur. Oleh karena itu, diperlukan emulsifier untuk menstabilkan emulsi yang akan terbentuk. Cara emulsifier menstabilkan emulsi yaitu dengan menurunkan tegangan antarmuka antara dua fase yang dalam keadaan normal tidak bercampur. Turunnya tegangan antarmuka pada salah satu fase akan membuat fase terdispersi dapat menyebar dan menjadi fase kontinyu.

 Tolakan lapisan rangkap listrik (Electric double layer repulsion) Terjadinya emulsi karena adanya susunan listrik yang menyelubungi

partikel sehingga terjadi tolak-menolak antara partikel sejenis. Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari cara berikut:

a. Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel.

b. Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan sekitarnya.

c. Terjadinya gesekan partikel dengan cairan sekitarnya. Adanya tolakan lapisan rangkap listrik mengurangi laju agregasi dan

coalescence. Semakin besar tolakan lapisan rangkap listrik, semakin stabil emulsi.  Kecilnya perbedaan densitas antara dua fase Semakin besar perbedaan densitas antara kedua fase, maka kedua fase akan

semakin sulit bercampur dan salah satu fasenya semakin sulit terdispersi. Kecilnya perbedaan densitas antara dua fase dapat menurunkan laju creaming dan agregasi. Semakin kecil perbedaan densitas dua fase, semakin stabil emulsi.

 Kecilnya ukuran droplet dan volume fase terdispersi Ukuran droplet dan volume fase terdispersi berpengaruh terhadap kestabilan

emulsi. Semakin besar ukuran droplet dan semakin banyaknya volume fase terdispersi, maka akan semakin besar juga peluang terbentuknya agregat. Oleh karena itu, semakin kecil ukuran droplet dan volume fase terdispersi maka semakin berkurang laju agregasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecilnya ukuran droplet dan volume fase terdispersi, maka semakin stabil emulsi.

 Viskositas fase pendispersi Tingginya viskositas fase pendispersi dapat mengurangi laju creaming dan

agregasi. Hal ini dikarenakan tingginya viskositas fase pendispersi akan membuat fase yang terdispersi dalam campuran semakin sulit bergerak. Gerak yang dimaksud adalah gerak partikel fase terdispersi yang cenderung berkumpul dengan partikel cairan sejenis dan membuat emulsi tidak stabil. Jadi, semakin tinggi viskositas fase pendispersi, maka semakin stabil emulsi.

 Gaya tarik-menarik fase terdispersi Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, salah satu gaya yang menentukan

kestabilan emulsi adalah gaya tarik-menarik antar fase terdispersi (gaya Van Der Waals). Semakin besar gaya tarik-menarik antar partikel fase terdispersi, maka akan semakin membuat emulsi tidak stabil. Hal ini dikarenakan gaya tarik-menarik antar partikel fase terdispersi akan meningkatkan laju agregasi dan coalescence.

4. Tipe-Tipe Emulsi

Pada umumnya dikenal dua tipe emulsi yaitu:

1. Tipe water in oil atau w/o (water/oil) Emulsi ini mengandung air yang merupakan fase internalnya (diskontinyu)

dan minyak merupakan fase eksternalnya (kontinyu). Emulsi tipe w/o umumnya mengandung kadar air yang kurang dari 10 –25% dan mengandung sebagian besar fase minyak. Emulsi jenis ini dapat diencerkan atau bercampur dengan minyak, akan tetapi sangat sulit bercampur/dicuci dengan air.

2. Tipe oil in water atau o/w (oil/water) Merupakan suatu jenis emulsi yang fase terdispersinya berupa minyak yang

terdistribusi dalam bentuk butiran-butiran kecil didalam fase kontinyu yang berupa air. Emulsi tipe ini umumnya mengandung kadar air yang lebih dari 31 – 41% sehingga emulsi o/w dapat diencerkan atau bercampur dengan air dan sangat mudah dicuci.

 Metode untuk membedakan emulsi o/w dan w/o:

a. Metode penampakan visual.

b. Metode pengenceran tetesan.

c. Metode kelarutan pewarna.

d. Metode penyerapan.

e. Metode konduktivitas elektrik.

f. Metode fluorosensi.

5. Metode Destabilisasi Emulsi

Sistem emulsi dapat didestabilisasi melalui beberapa metode, yaitu:

a. Creaming Creaming menunjukkan adanya kecenderungan dua fase dalam emulsi

untuk memisah karena adanya perbedaan densitas. Dalam creaming, ada kecenderungan fase yang densitasnya lebih kecil untuk terkonsentrasi di atas sistem emulsi. Creaming hanya terjadi pada emulsi yang encer dan kedua fasenya mempunyai densitas yang berbeda, serta medium pendispersinya adalah cairan yang mudah mengalir.

b. Flocculation Flocculation diartikan sebagai proses dimana dua atau lebih droplet saling

menempel tanpa kehilangan identitas. Pada flocculation tidak terjadi penggabungan butiran-butiran kecil menjadi butiran-butiran yang lebih besar.

c. Coalescence Coalescence adalah proses ketika dua atau lebih droplet bergabung dan

membentuk droplet yang lebih besar.

d. Ostwald Ripening Ostwald ripening terjadi pada emulsi dimana droplet bertabrakan dengan

yang lain membentuk droplet yang lebih besar dan lebih kecil. Droplet yang berukuran kecil cenderung menjadi semakin kecil.

Bagian C: Emulsifier

1. Proses Pembuatan Emulsifier Food Grade

Emulsifier food grade adalah emulsifier yang biasa digunakan dalam industri makanan atau minuman. Salah satu contoh dari emulsifier ini adalah golongan cake emulsifier yang umumnya mempunyai komposisi kimia dari monogliserida dan digliserida.

Monogliserida dapat dibuat melalui reaksi gliserolisis. Pada reaksi ini, trigliserida direaksikan dengan gliserol membentuk monogliserida dan digliserida. Reaksinya adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Reaksi Pembentukan Monogliserida

2. Cara Memperoleh Kondisi Emulsi yang Stabil

Kondisi emulsi yang stabil dapat diperoleh dengan cara:

a. Menggunakan kondisi homogenisasi yang optimum untuk memperoleh ukuran partikel terkecil. Proses homogenisasi dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut homogenizer. Prinsip alat homogenizer adalah memaksa suatu zat untuk melewati celah yang sempit sehingga ukuran molekul menjadi kecil.

Gambar 2. Homogenizer tipe Valve

b. Menggunakan kombinasi hidrokoloid (stabilizer) yang sesuai untuk memodifikasi viskositas emulsi. Hidrokoloid dapat menstabilkan emulsi dengan membentuk lapisan yang rigid/kaku, bersifat viskoelastik pada permukaan minyak-air. Terbentuknya lapisan ini akan menaikkan viskostas emulsi. Yang termasuk hidrokoloid contohnya adalah gom arab, agar-agar, alginate, caragen, metilselulosa, gelatin, polimer sintetik, protein, dll.

3. Definisi dan Jenis-Jenis Emulsifier

Emulsifier atau zat pengemulsi didefinisikan sebagai senyawa yang mempunyai aktivitas permukaan (surface active agent) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan (surface tension) antara udara-cairan dan cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem makanan. Kemampuannya menurunkan tegangan Emulsifier atau zat pengemulsi didefinisikan sebagai senyawa yang mempunyai aktivitas permukaan (surface active agent) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan (surface tension) antara udara-cairan dan cairan-cairan yang terdapat dalam suatu sistem makanan. Kemampuannya menurunkan tegangan

Daya kerja emulsifier mampu menurunkan tegangan permukaan yang dicirikan oleh bagian lipofilik (non-polar) dan hidrofilik (polar) yang terdapat pada struktur kimianya. Ukuran relatif bagian hidrofilik dan lipofilik zat pengemulsi menjadi faktor utama yang menentukan perilakunya dalam pengemulsian.

Emulsifier apabila lebih terikat pada air atau lebih larut dalam air (polar) maka dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak dalam air sehingga terjadilah emulsi minyak dalam air (o/w), misalnya pada susu. Emulsifier yang lebih larut dalam minyak (non-polar) menyebabkan terjadinya emulsi air dalam minyak (w/o), contohnya pada mentega dan margarin.

Secara umum emulsifier dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu emulsifier alami dan emulsifier buatan.

1. Emulsifier Alami

Pengemulsi alami dibuat dari bahan-bahan yang berasal dari alam.

a. Telur Telur mengandung lipoprotein dan fosfolipid seperti lesitin yang dikenal

sebagai misel. Struktur misel pada lesitin tersebut adalah bagian yang membuat emulsifier tersebut bekerja dengan baik.

b. Kuning dan putih telur Gelatin dan albumin pada putih telur adalah protein yang bersifat sebagai

emulsifier dengan kekuatan biasa dan kuning telur merupakan emulsifier yang paling kuat. Paling sedikit sepertiga kuning telur merupakan lemak, tetapi yang menyebabkan daya emulsifier kuat adalah kandungan lesitin dalam bentuk kompleks sebagai lesitin protein.

c. Gelatin Gelatin adalah suatu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen

kulit, tulang atau ligamen (jaringan ikat) hewan yang bernilai gizi tinggi, terutama tinggi akan kadar protein (khususnya asam amino) dan rendahnya kadar lemak. Gelatin kering mengandung kira-kira 84 – 86 % protein, 8 – 12 % air dan 2 – 4 % mineral. Dari 10 asam amino essensial yang dibutuhkan tubuh, gelatin mengandung

9 asam amino essensial, satu asam amino essensial yang hampir tidak terkandung dalam gelatin yaitu triptofan. Penggunaan gelatin sangatlah luas dikarenakan gelatin bersifat serba bisa, yaitu bisa berfungsi sebagai bahan pengisi, pengemulsi (emulsifier), pengikat, pengendap, pemerkaya gizi, sifatnya juga luwes yaitu dapat membentuk lapisan tipis yang elastis, membentuk film yang transparan dan kuat, kemudian sifat penting lainnya yaitu daya cernanya yang tinggi.

d. Kedelai Kedelai sebagai bahan makanan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Di

antara jenis kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral dan serat yang paling baik. Di dalam biji kedelai terdapat minyak yang cukup tinggi, di samping air. Keduanya dihubungkan oleh suatu zat yang disebut lecithin. Bahan inilah yang kemudian diambil atau diekstrak menjadi bahan pengemulsi yang bisa digunakan dalam produk-produk olahan.

e. Lesitin Lesitin (Fosfatidil Kolina) ialah suatu fospolipid yang menjadi komponen

utama fraksi fospatida pada ekstrak kuning tel atau kacang kedelai yang diisolasi secara mekanik, maupun kimiawi dengan menggunakan heksana. Lesitin merupakan bahan penyusun alami pada hewan maupun tanaman. Lesitin paling banyak diperoleh dari kedelai. Penggunaan lesitin yang paling awal adalah pada tahun 1890-an sebagai pengemulsi pada margarin, berupa kuning telur (mengandung lesitin tinggi), dan fosfatida lainnya. Lesitin merupakan bagian integral membran sel, dan bisa sepenuhnya dicerna, sehingga dapat dipastikan aman bagi manusia. Lesitin digunakan secara komersil untuk keperluan pengemulsi dan/atau pelumas, dari farmasi hingga bahan pengemas. Sebagai contoh, lesitin merupakan pengemulsi yang menjaga cokelat dan margarin pada permen tetap menyatu.

f. Tepung Kanji Tepung kanji, tapioka, tepung singkong, atau aci adalah tepung yang diperoleh dari umbi akar ketela pohon. Tepung kanji merupakan salah satu emulsifier yang bagus untuk makanan. Tepung ini memiliki sifat-sifat fisik yang hampir sama dengan tepung sagu sehingga penggunaan keduanya dapat f. Tepung Kanji Tepung kanji, tapioka, tepung singkong, atau aci adalah tepung yang diperoleh dari umbi akar ketela pohon. Tepung kanji merupakan salah satu emulsifier yang bagus untuk makanan. Tepung ini memiliki sifat-sifat fisik yang hampir sama dengan tepung sagu sehingga penggunaan keduanya dapat

g. Susu Bubuk Susu bubuk adalah bubuk yang dibuat dari susu kering yang solid. Susu

bubuk mempunyai daya tahan yang lebih lama dari pada susu cair dan tidak perlu disimpan di lemari es karena kandungan uap airnya sangat rendah. Susu bubuk selain sebagai pelengkap gizi, dapat pula berperan sebagai emulsifier dalam proses emulsi suatu bahan pangan yang sangat bagus. Susu bubuk merupakan emulsifier yang baik dari segi tekstur, kemantapan emulsi, ukuran dispersi, maupun rasa. Hal ini dikarenakan susu bubuk merupakan emulsifier yang lebih terikat pada air atau lebih larut dalam air (polar) sehingga dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak dalam air dan menyebabkan terjadinya emulsi minyak dalam air. Bahan pangan yang dalam pembuatannya ditambahkan susu sebagai emulsifier akan menghasilkan tekstur, aroma, dan rasa yang lebih bagus dibandingkan dengan bahan pangan yang sama yang tidak ditambahkan emulsifier susu. Emulsifier susu bubuk dapat membuat tekstur zat terdispersi menjadi lunak, butiran zat terdispersi menjadi halus, dan meningkatkan kemantapan emulsi.

2. Emulsifier Buatan Di samping emulsifier alami, terdapat juga emulsifier buatan yang terdiri

dari monogliserida, misalnya gliseril monostearat. Radikal asam stearate merupakan gugus non-polar, sedangkan bagian sisa dari molekul, terutama dua gugus hidroksil dan gliserol, merupakan gugus yang polar. Sabun juga merupakan emulsifier yang terdiri dari garam natrium dengan asam lemak. Sabun dapat menurunkan tegangan permukaan air dan meningkatkan daya pembersih air dengan cara mengemulsi lemak yang ada.

Contoh lain dari emulsifier buatan yaitu ester dari asam lemak sorbitan yang dikenal sebagai SPANS yang dapat membentuk emulsi air dalam minyak, dan ester dari polioksietilena sorbitan dengaan asam lemak yang di kenal sebagai TWEEN yang dapat membentuk emulsi minyak dari air. Pada kue-kue, penggunaan SPANS membentuk serta memperbaiki tekstur dan volume, sedang TWEEN membantu mengurangi atau mencegah kekeringan, sehingga kue tetap lunak. Jenis emulsifier lain seperti gliseril laktopalmitat, merupakan emulsifier yang banyak di gunakan dalam pembuatan cakes mixes.

4. Hukum Stokes

Hukum Stokes berbunyi sebagai berikut: “Jika sebuah bola bergerak dalam suatu fluida yang diam maka terhadap bola itu akan bekerja gaya geser dalam bentuk gaya gesekan yang arahnya berlawanan dengan arah gerak bola tersebut. Jika sebuah benda padat berbentuk bola dilepas pada permukaan zat cair, bola tersebut akan mendapatkan percepatan. ”

Dengan bertambah besarnya kecepatan bola, maka gaya Stokes yang bekerja pada bola juga bertambah besar sehingga akhirnya bola akan bergerak dengan kecepatan tetap, yaitu setelah terjadi keseimbangan antara gaya-gaya berat, Archimedes, dan Stokes pada bola tersebut.

Syarat-syarat yang diperlukan agar Hukum Stokes dapat berlaku adalah:

1. Ruang tempat fluida terbatas.

2. Tidak ada turbulensi di dalam fluida.

3. Kecepatan v tidak besar sehingga aliran masih linier. Berikut ini adalah penurunan Hukum Stokes.

dimana v adalah kecepatan terminal dari bola.

BAB II

PEMBAHASAN

Bagian A

Air bersih adalah kebutuhan penting dalam kehidupan manusia. Penyediaan kebutuhan air bersih bagi masyarakat merupakan tugas dari PDAM, yang merupakan perusahaan milik daerah yang bergerak di bidang pengolahan dan pendistribusian air bersih. Proses pengolahan air bersih di PDAM dilakukan secara fisika dan kimia. Koagulasi, flokulasi dan sedimentasi merupakan beberapa proses yang terjadi di unit aselator, yang dilakukan untuk mendapatkan air bersih dengan memanfaatkan prinsip sifat-sifat koloid. Bahan-bahan yang biasa digunakan adalah

tawas (Al 2 (SO 4 ) 3 ), karbon aktif, klorin/kaporit, kapur tohor dan pasir. Pertanyaan :

1. Jelaskan apa yang Anda ketahui tentang koloid, dan jelaskan juga jenis-jenis dari dispersi koloid, serta berikan contoh nya. Tuliskan rujukan anda berdasarkan buku Kimia Fisika yang anda gunakan. Jawab:

Klasifikasi Koloid

a. Koloid Sol

 Sol padat (padat dalam padat) Zat fase padat terdispersi dalam zat fase padat.

Contoh: Logam paduan, kaca berwama, intan hitam, dan baja. Sifat-sifat:

1) Kekerasan dapat ditingkatkan dari kekerasan logam asalnya.

2) Kekuatan tarik dapat diperbesar.

3) Daya pemuaian dapat dikurangkan.

4) Titik lebur dapat diturunkan atau dinaikkan dibanding logam-logam asalnya.

 Sol cair (padat dalam cair) Zat fase padat terdispersi dalam zat fase cair. Berarti, Hal ini berarti zat

terdispersi fase padat dan medium fase cair. Contoh: Cat, tinta, dan kanji.  Sol gas (padat dalam gas)

Zat fase padat terdispersi dalam zat fase gas. Hal ini berarti zat terdispersi fase padat dan medium fase gas. Contoh: Asap dan debu.

b. Koloid Emulsi

Koloid emulsi terbagi menjadi tiga jenis, yakni sebagai berikut:  Emulsi padat (cair dalam padat)

Emulsi padat (gel) ialah koloid dengan zat fase cair terdispersi dalam zat fase padat. Hal ini berarti zat terdispersi fase cair dan medium fase padat. Contoh: mentega, keju, jeli/agar-agar, dan mutiara.

 Emulsi cair (cair dalam cair) Emulsi cair (emulsi) ialah koloid dengan zat fase cair terdispersi dalam zat fase cair. Hal ini berarti zat terdispersi fase cair dan medium fase cair. Contoh: susu, minyak ikan, dan santan kelapa.

 Emulsi gas (cair dalam gas) Emulsi gas (aerosol cair) ialah koloid dengan zat fase cair terdispersi dalam

zat fase gas. Hal ini berarti zat terdispersi fase cair dan medium fase gas. Contoh: obat-obat insektisida (semprot), kabut, dan hair spray.

c. Koloid Buih

Kolodi buih terdiri atas dua jenis, yaitu sebagai berikut:  Buih padat (gas dalam padat)

Buih padat ialah koloid dengan zat fase gas terdispersi dalam zat fase padat. Hal ini berarti zat terdispersi fase gas dan medium fase padat. Contoh: busa jok dan batu apung.

 Buih cair (gas dalam cair) Buih cair (buih) ialah koloid dengan zat fase gas terdispersi dalam zat fase

cair. Berarti, zat terdispersi fase gas dan medium fase cair. Contoh: buih sabun, buih soda, dan krim kocok.

Klasifikasi di atas dapat pula disusun dalam delapan pola penggolongan, yakni seperti dalam tabel berikut:

2. Flokulasi merupakan proses reversibel, sedangkan koagulasi adalah ireversibel. Dapatkah Anda menjelaskan tentang proses koagulasi dan flokulasi pada pengolahan air bersih? Jawab:

a. Koagulasi Partikel-partikel koloid dapat bersifat stabil karena memiliki muatan listrik

sejenis. Apabila muatan listrik itu hilang, maka partikel koloid tersebut akan bergabung membentuk gumpalan. Proses penggumpalan partikel koloid dan pengendapannya disebut koagulasi.

b. Flokulasi Flokulasi adalah proses penggumpalan bahan terlarut, bersifat koloid, dan

yang tidak dapat mengendap dalam air. Flokulasi merupakan proses pembentukan flok yang pada dasarnya menggunakan pengelompokkan aglomerasi antara partikel dengan koagulan (menggunakan proses pengadukkan lambat atau slow mixing). Pada flokulasi terjadi proses penggabungan beberapa partikel menjadi flok yang berukuran besar. Partikel yang ukurannya besar akan lebih mudah diendapkan daripada yang kecil.

3. Proses pembuatan koloid dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara kondensasi dan cara dispersi. Jelaskan perbedaan antara kedua cara tersebut. Akan lebih baik jika Anda dapat memberikan penjelasan secara visual. Jawab:

 Dispersi Dispersi adalah suatu cara pembuatan larutan koloid dengan mengubah

partikel-partikel kasar menjadi partikel koloid yang lebih kecil. Cara dispersi ini dapat dilakukan dengan cara kimia atau cara mekanik:

a. Cara Mekanik Materi yang besar dihaluskan dengan cara menggunakan penggilingan

koloid. Karbon kasar dijadikan halus lalu didispersikan ke dalam air.

b. Cara Peptisasi Dengan penambahan elektrolit (zat kimia) maka endapan yang terjadi dapat

diubah menjadi partikel koloid. Endapan Al(OH) 3 , terjadi apabila reaksi diubah menjadi partikel koloid. Endapan Al(OH) 3 , terjadi apabila reaksi

 Kondensasi Kondensasi adalah cara pembuatan koloid dari partikel kecil (larutan)

menjadi partikel koloid. Proses kondensasi ini didasarkan atas reaksi kimia; yaitu melalui reaksi redoks, reaksi hidrolisis, dekomposisi rangkap, dan pergantian pelarut.

a. Reaksi Redoks Reaksi redoks adalah reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi.

Contoh: Pembuatan sol belerang dari reaksi antara hidrogen sulfida (H 2 S) dengan belerang dioksida (SO 2 ), yaitu dengan mengalirkan gas H 2 S ke dalam larutan SO 2 .

H 2 S(g) + SO 2 (aq) ⎯⎯→ 2 H 2 O(l) + 3 S (koloid)

b. Hidrolisis Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air.

Contoh: Pembuatan sol Fe(OH) 3 dari hidrolisis FeCl 3 . Apabila ke dalam air mendidih ditambahkan larutan FeCl3, maka akan terbentuk sol Fe(OH) 3 . FeCl 3 (aq)+ 3 H 2 O(l) ⎯⎯→ Fe(OH) 3 (koloid) + 3 HCl (aq)

c. Dekomposisi Rangkap Contoh:

Sol As 2 S 3 dapat dibuat dari reaksi antara larutan H 3 AsO 3 dengan larutan

H 2 S. 2H 3 AsO 3 (aq) + 3 H 2 S(aq) ⎯⎯→ As 2 S 3 (koloid) + 6 H 2 O(l)

d. Penggantian Pelarut Selain dengan cara-cara kimia seperti di atas, koloid juga dapat terjadi

dengan penggantian pelarut.

Contoh: Apabila larutan jenuh kalsium asetat dicampur dengan alkohol, maka akan terbentuk suatu koloid berupa gel.

4. Partikel koloid dapat bermuatan listrik yang disebabkan oleh sifat-sifat partikel koloid seperti adsorpsi, elektroforesis dan koagulasi. Dapatkah Anda menjelaskan sifat-sifat koloid tersebut, dan sifat koloid lainnya? Berikan contoh untuk setiap sifat yang Anda jelaskan.

Jawab:  Efek Tyndall :

Proses penghamburan cahaya pada partikel koloid. Dalam kehidupan sehari-hari, contoh efek Tyndall diterapkan pada:

a. Penggunaan lampu sorot mobil pada kondisi cuaca berkabut. Lampu mobil akan lebih terang pada kondisi berkabut daripada kondisi cuaca cerah;

b. Sorot lampu mercusuar yang terlihat lebih terang pada kondisi malam yang berkabut dibandingkan pada malam yang cerah; dan

c. Pada saat ada orang yang merokok di dalam bioskop, sorot lampu proyektor akan terlihat jelas, sedangkan gambar film yang ada di layar tidak terlihat jelas.  Koagulasi

Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid dengan menambahkan bahan elektrolit yang berbeda muatan. Dalam kehidupan sehari-hari, contoh penerapan koagulasi dapat ditemukan pada proses-proses berikut.

a. Proses penjernihan air Pada proses penjernihan air, kita dapat menambahkan tawas KAl(SO ) ke

dalam air. Tawas akan membentuk koloid Al(OH) yang akan menggumpalkan kotoran-kotoran di air, lalu mengendapkannya sehingga kotoran-kotoran tersebut terpisah dari air.

b. Pengolahan karet Karet diperoleh dari lateks (karet mentah). Proses pemisahan karet dari

lateks dapat dilakukan dengan menambahkan asam asetat atau asam formiat ke dalam lateks. Penambahan asam asetat dan asam formiat ini berfungsi untuk menggumpalkan karet sehingga karet terpisah dari lateks.

c. Proses pembuatan tahu Tahu dibuat dengan menghaluskan kacang kedelai yang bercampur dengan

air, kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat susu kedelai. Susu kedelai ditambahkan zat elekrolit CaSO .2H O yang dikenal di kehidupan sehari-hari sebagai batu tahu. Penambahan batu tahu berfungsi untuk menggumpalkan protein yang ada pada susu kedelai sehingga menjadi tahu.

 Adsorpsi Permukaan koloid memiliki kemampuan menyerap ion. Hal ini yang

menyebabkan partikel koloid memiliki muatan. Proses penyerapan ion pada permukaan koloid disebut adsorpsi. Dalam kehidupan sehari-hari, sifat adsorpsi dapat dimanfaatkan untuk hal-hal berikut.

a. Pemutihan gula pasir Gula pasir atau gula tebu yang masih mengandung partikel pengotor akan

berwarna cokelat atau berwarna kuning. Gula pasir dapat diputihkan dengan melarutkannya dengan air panas, kemudian dialirkan melalui tanah diatom yang berasal dari rangka tumbuhan air. Gula pasir juga dapat diputihkan dengan menambahkan karbon. Karbon adalah adsorben yang dapat mengikat partikel- partikel zat pengotor gula.

b. Obat sakit perut (norit) Norit mengandung serbuk karbon yang berasal dari arang kayu tertentu.

Norit digunakan sebagai obat sakit perut. Norit di dalam perut akan bercampur dengan cairan yang ada di usus membentuk koloid. Koloid yang terbentuk akan menyerap zat racun atau bakteri patogen yang berada di dalam usus.

c. Deodorant Deodorant dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk menghilangkan

bau badan. Bahan aktif yang terkandung di dalam deodorant adalah senyawa kimia aluminium klorohidrat Al (OH) Cl.2H O. Ion aluminium klorohidrat memiliki fungsi memperkecil pori-pori kelenjar keringat dengan menggumpalkan cairan di dalam keringat sehingga jumlah keringat yang dihasilkan tidak berlebihan.

 Koloid Pelindung Koloid pelindung adalah koloid yang memiliki kemampuan untuk

menstabilkan koloid yang lain. Penerapannya dalam kehidupan sehari-hari diantaranya sebagai berikut.

a. Gelatin digunakan dalam pembuatan es krim. Gelatin berfungsi mencegah terjadinya pengkristalan pada es krim agar diperoleh es krim yang lembut.

b. Kasein adalah koloid pelindung yang secara alami terdapat pada susu.  Dialisis Dialisis adalah proses pemisahan koloid dengan larutan sejati melalui

selaput membran semipermiabel. Prinsip dialisis dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk membantu pasien yang mengalami masalah dengan ginjal (gagal ginjal). Pada penderita gagal ginjal, fungsi ginjalnya tidak sempurna. Ginjal berfungsi untuk menyaring darah yang mengandung urea sisa metabolisme tubuh. Seharusnya jika ginjal masih baik, darah yang keluar dari ginjal sudah bersih tidak mengandung urea. Pasien gagal ginjal harus menjalani proses cuci darah dengan menggunakan dialisator sebagai pengganti ginjal.

 Elektroforesis Elektroforesis adalah peristiwa terjadinya pergerakan partikel koloid

bermuatan yang dipengaruhi oleh medan listrik. Jenis muatan partikel koloid dapat ditentukan dengan elektroforesis. Penerapan elektroforesis dalam kehidupan sehari- hari adalah untuk mengurangi pencemaran udara. Asap pabrik hasil buangan industri dapat dibersihkan dengan menggunakan alat yang bernama Cottrell. Alat ini menggunakan prinsip elektroforesis. Asap pabrik adalah jenis koloid aerosol padat. Cerobong asap yang dilengkapi plat kawat listrik dialiri asap pabrik. Partikel padat (zat pengotor) yang terdapat dalam asap memiliki muatan. Ketika dialirkan ke dalam cerobong, partikel ini akan tertarik oleh plat kawat listrik yang berbeda muatan dengan zat pengotor. Kemudian zat pengotor ini akan menggumpal, selanjutnya mengendap ke bawah sehingga asap yang keluar dari cerobong tidak mengandung partikel pengotor lagi.

5. Air mengandung partikel-partikel koloid tanah liat yang bermuatan negatif. Untuk keperluan air minum, partikel-partikel koloid ini harus dipisahkan, 5. Air mengandung partikel-partikel koloid tanah liat yang bermuatan negatif. Untuk keperluan air minum, partikel-partikel koloid ini harus dipisahkan,

Syarat fisika, antara lain:

 Air harus bersih dan tidak keruh.  Tidak bewarna.  Tidak berasa.  Tidak berbau.

0  Suhu anta 10 0 -25

C (sejuk).

Proses Penjernihan Air dibedakan menjadi 2 yaitu:

1. Penjernihan air secara fisika (metode penyaringan)

a. Saringan Kain Katun Merupakan teknik penyaringan air yang paling sederhana. Air keruh disaring dengan menggunakan kain katun yang bersih, bertujuan untuk membersihkan air dari kotoran dan organisme kecil yang ada dalam air keruh.

b. Saringan Kapas Air disaring dengan kapas yang diletakkan di dasar wadah yang diberi lubang. Bertujuan untuk membersihkan air dari kotoran dan organisme kecil yang ada dalam air keruh.

c. Saringan Pasir Lambat (SPL) Saringan pasir lambat merupakan saringan air yang dibuat dengan menggunakan lapisan pasir pada bagian atas dan kerikil pada bagian bawah. Air bersih didapatkan dengan cara menyaring air baku melewati lapisan pasir terlebih dahulu, kemudian melewati lapisan kerikil.

d. Saringan Pasir Cepat (SPC) Saringan pasir cepat seperti halnya dengan saringan pasir lambat, terdiri atas lapisan pasir pada bagian atas dan kerikil pada bagian bawah. Tetapi arah penyaringan air terbalik bila dibandingkan dengan saringan pasir lambat, yakni dari bawah ke atas (up flow). Air bersih didapatkan dengan jalan menyaring air baku melewati lapisan kerikil terlebih dahulu baru kemudian melewati lapisan pasir.

e. Grafity-Fed Filtering System Grafity-Fed Filtering System merupakan gabungan dari SPC dan SPL. Air bersih dihasilkan melalui dua tahap. Pertama-tama air disaring menggunakan SPC. Air hasil penyaringan tersebut kemudian disaring kembali hasilnya dengan menggunakan SPL. Dengan dua tahap penyaringan tersebut diharapkan kualitas air bersih yang dihasilkan tersebut dapat lebih baik.

f. Saringan Arang Saringan arang dapat dikatakan sebagai saringan pasir arang dengan tambahan satu buah lapisan arang. Lapisan arang ini sangat efektif dalam menghilangkan bau dan rasa yang ada pada air baku. Arang yang digunakan dapat berupa arang aktif atau karbon aktif.

g. Saringan Air Sederhana / Tradisional Saringan Air Sederhana / Tradisional merupakan modifikasi dari saringan arang dengan saringan pasir lambat. Pada saringan tradisional ini selain menggunakan pasir, kerikil, batu dan arang juga ditambahkan satu buah lapisan injik/ijuk yang berasal dari sabut kelapa.

h. Pengendepan (sedimentasi) Sedimentasi merupakan proses pengendapan bahan padat dari air olahan. Proses sedimentasi bisa terjadi bila air limbah mempunyai berat jenis lebih besar daripada air sehingga mudah tenggelam. Proses pengendapan ada yang bisa terjadi langsung, tetapi adapula yang memerlukan proses pendahuluan, seperti koagulasi atau reaksi kimia. Prinsip sedimentasi adalah pemisahan bagian padat dengan memanfaatkan gaya gravitasi sehingga bagian yang padat berada di dasar kolam pengendapan, sedangkan air dibagian atas.

i. Prinsip penjernihan air dengan absorpsi dan adsorpsi Absorpsi merupakan proses penyerapan bahan- bahan tertentu. Dengan penyerapan tersebut air dapat menjadi jernih karena zat-zat di dalamnya diikat oleh absorben. Absorpsi umumnya menggunakan bahan absorben dari karbon aktif. Pemakaiannya, dengan cara membubuhkan karbon aktif bubuk ke dalam air olahan atau dengan cara menyulurkan air melalui saringan yang medianya terbuat dari karbon aktif kasar. Sistem ini efektif i. Prinsip penjernihan air dengan absorpsi dan adsorpsi Absorpsi merupakan proses penyerapan bahan- bahan tertentu. Dengan penyerapan tersebut air dapat menjadi jernih karena zat-zat di dalamnya diikat oleh absorben. Absorpsi umumnya menggunakan bahan absorben dari karbon aktif. Pemakaiannya, dengan cara membubuhkan karbon aktif bubuk ke dalam air olahan atau dengan cara menyulurkan air melalui saringan yang medianya terbuat dari karbon aktif kasar. Sistem ini efektif

Aplikasi absorpsi yaitu dengan mencampurkan absorben dengan serbuk karbon aktif dengan cara menjadikan karbon aktif sebagai media filtrasi. Apabila absorben dicampurkan dengan serbuk karbon aktif, selanjutnya larutan disaring. Namun apabila karbon aktif digunakan sebagai media penyaring, dipilih karbon aktif yang berbentuk granula dan secara berkala harus dicuci atau diganti dengan yang baru. Disamping dapat mengabsorpsi fenol, karbon aktif juga dapat mengabsorpsi racun dan mikroorganisme.

Adsorpsi merupakan penangkapan/ pengikatan ion-ion bebas di dalam air oleh adsorben. Contoh zat yang digunakan untuk proses adsorpsi adalah zeolit dan resin yang merupakan polimerasi dari

polihidrik fenol dengan formaldehid. Contohnya pengikatan ion Ca 2+ dan Na + . Setiap gram resin dapat mengadsorpsi asam 4 – 9 mev. Banyaknya

adsorben yang diperlukan tergantung konsentrasi larutan. Semakin tinggi konsentrasi larutan, semakin besar pula adsorben yang diperlukan untuk menjernihkan air.

2. Penjernihan air secara Kimia

a. Metode Koagulasi Koagulasi merupakan proses penggumpalan melalui reaksi kimia, reaksi koagulasi dapat berjalan dengan membubuhkan zat pereaksi (koagulan) sesuai dengan zat yang terlarut. Koagulan yang banyak digunakan adalah kapur, tawas dan kaporit.

Garam-garam Ca, Fe dan Al bersifat tidak larut dalam air sehingga mampu mengendap bila bertemu dengan sisa-sisa basa. Dari hasil koagulan itu selanjutnya endapan dipisahkan melalui filtrasi maupun sedimentasi. Banyaknya koagulan tergantung pada jenis dan konsentrasi ion-ion yang terlarut dalam air olahan serta konsentrasi yang diharapkan sesuai dengan standar baku. Untuk mempercepat proses koagulasi dalam Garam-garam Ca, Fe dan Al bersifat tidak larut dalam air sehingga mampu mengendap bila bertemu dengan sisa-sisa basa. Dari hasil koagulan itu selanjutnya endapan dipisahkan melalui filtrasi maupun sedimentasi. Banyaknya koagulan tergantung pada jenis dan konsentrasi ion-ion yang terlarut dalam air olahan serta konsentrasi yang diharapkan sesuai dengan standar baku. Untuk mempercepat proses koagulasi dalam

b. Metode Aerasi Aerasi merupakan proses penjernihan air dengan cara mengisikan oksigen ke dalam air. Dengan diisikannya oksigen ke dalam air maka zat-zat seperti karbon dioksida serta hidrogen sulfida dan metana yang mempengaruhi rasa dan bau dari air dapat dikurangi atau dihilangkan. Selain itu, partikel mineral yang terlarut dalam air seperti besi dan mangan akan teroksidasi dan secara cepat akan membentuk lapisan endapan yang nantinya dapat dihilangkan melalui proses sedimentasi atau filtrasi.

Bagian B

Mayonaise, yang dikenal juga dengan mayo, merupakan salah satu contoh koloid. Siapa sih yang tidak tahu dengan mayonais? Makanan yang satu ini sangat bermanfaat membantu para ibu untuk mengistimewakan masakannya. Mayonaise sangat digemari oleh anak-anak sampai orang tua karena mayonaise ini sangat cocok untuk dikonsumsi untuk menemani masakan yang kita masak seperti masakan kentang goreng.

Pertanyaan :

1. Campuran berdasarkan ukuran partikelnya, dibedakan menjadi 3 golongan utama, jelaskan apa saja dan uraikan secara singkat perbedaannya. Jawab: Campuran berdasarkan ukuran partikel, dapat dibedakan menjadi tiga

golongan yaitu larutan, suspensi, dan koloid. Berikut ini masing-masing penjelasannya:

a. Larutan

Pada larutan, ukuran partikel pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute) sebesar molekul tunggal kecil (ion) karena distribusi yang merata (serba sama), maka sifat fisik larutan berbeda dengan pelarutnya, sehingga disebut campuran homogen. Contohnya larutan gula, larutan garam, larutan teh, dan sebagainya.

b. Suspensi

Suspensi adalah campuran heterogen karena masih dapat dibedakan dari zat-zat penyusunnya. Pada suspensi, salah satu komponen partikelnya relatif lebih besar dan terdistribusi dalam partikel lainnya. Contohnya pasir halus dalam air, asap di udara, dan endapan dalam reaksi campuran.

c. Koloid

Koloid juga disebut sistem dispersi, yaitu suatu campuran heterogen yang terbagi rata dan sulit terlihat oleh mata. Koloid dapat diamati dengan menggunakan ultramikroskop untuk membedakan komponen-komponen penyusunnya. Koloid pada umumnya keruh, tetapi tidak dapat memisah. Susu merupakan contoh dari koloid.

2. Mayo merupakan salah satu contoh emulsi cair dalam pendispersi cair. Jelaskan apa maksud dari kalimat tersebut. Jelaskan juga jenis emulsi lain yang Anda ketahui. Bagaimana dua fase cairan yang saling tidak menyukai bisa bercampur selama penyimpanan? Jelaskan faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kestabilan emulsi dan bagaimana faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kestabilan emulsi. Berikan gambaran visual untuk memperjelas keterangan Anda. Jawab: Mayonaise merupakan contoh emulsi cair dalam pendispersi cair.

Maksudnya yaitu pada mayonaise bagian yang terdispersi adalah minyak nabati yang berwujud cair, bukan gas atau padatan. Sedangkan bagian yang mendispersi (media Maksudnya yaitu pada mayonaise bagian yang terdispersi adalah minyak nabati yang berwujud cair, bukan gas atau padatan. Sedangkan bagian yang mendispersi (media

Jenis-jenis Emulsi (fase terdispersi cair)

Emulsi dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Emulsi Padat (Gel) Emulsi Padat merupakan koloid dengan fase terdipersi cair dan medium pendispersi padat. Contoh: jelly, keju, mentega, nasi.

2. Emulsi Cair (Emulsi) Emulsi Cair merupakan koloid dengan fase terdispersi cair dan medium pendispersi cair. Contoh: susu, mayones, krim.

3. Emulsi gas (Aerosol Cair) Emulsi Gas merupakan koloid dengan fase terdispersi cair dan medium pendispersi gas. Contoh: awan, kabut, hairspray, obat nyamuk semprot.

Untuk mencampurkan dua fase cair yang tidak saling menyukai (tidak bercampur) itu karena sifat kepolarannya maka digunakanlah emulsifier atau emulgator. Emulgator merupakan zat yang dapat menstabilkan emulsi sehingga dua cairan yang tidak bercampur akan bercampur seteah penambahan adanya emulgator. Contohnya: sabun, kuning telur, gelatin, kasein dan lain-lain. Emulgator ini memiliki gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik. Misalnya antara air dan minyak dimana air bersifat polar sedangkan minyak non-polar, maka keduanya tidak akan pernah bercampur karena berbeda kepolarannya tapi dengan adanya penambahan emulgator maka keduanya akan bercampur menjadi satu karena bagian yang suka air akan terikat pada bagian hidrofilik sedangkan yang bagian suka minyak akan terikat dengan gugus hidrofobik. Emulgator ini juga menurunkan tegangan permukaan cairan sehingga dua fase zat cair yang berbeda jenis akan mudah bercampur.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi:

 Rendahnya tegangan antarmuka Minyak dan air merupakan dua fase yang biasanya tidak bercampur. Hal ini

dikarenakan tingginya tegangan antarmuka antar dua fase yang dalam keadaan dikarenakan tingginya tegangan antarmuka antar dua fase yang dalam keadaan

 Tolakan lapisan rangkap listrik (Electric double layer repulsion) Terjadinya emulsi karena adanya susunan listrik yang menyelubungi

partikel sehingga terjadi tolak-menolak antara partikel sejenis. Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari cara berikut:

a. Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel.

b. Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan sekitarnya.

c. Terjadinya gesekan partikel dengan cairan sekitarnya. Apabila gaya tolak-menolak antar partikel sejenis lebih besar daripada gaya

tarik-menariknya (gaya Van Der Waals), maka emulsi yang terbentuk stabil. Adanya tolakan lapisan rangkap listrik mengurangi laju agregasi dan coalescence. Jadi, semakin besar tolakan lapisan rangkap listrik, semakin stabil emulsi.

 Kecilnya perbedaan densitas antara dua fase Agar terbentuk emulsi yang stabil, densitas antara dua fase tidak boleh

terpaut terlalu jauh. Semakin besar perbedaan densitasnya, maka dua fase akan semakin sulit bercampur dan salah satu fasenya semakin sulit terdispersi. Kecilnya perbedaan densitas antara dua fase dapat menurunkan laju creaming dan agregasi. Jadi, semakin kecil perbedaan densitas dua fase, semakin stabil emulsi.

 Kecilnya ukuran droplet dan volume fase terdispersi Ukuran droplet dan volume fase terdispersi berpengaruh terhadap kestabilan

emulsi. Semakin besar ukuran droplet dan semakin banyaknya volume fase terdispersi, maka akan semakin besar juga peluang terbentuknya agregat. Oleh karena itu, semakin kecil ukuran droplet dan volume fase terdispersi maka semakin berkurang laju agregasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecilnya ukuran droplet dan volume fase terdispersi, maka semakin stabil emulsi.

 Viskositas fase pendispersi Tingginya viskositas fase pendispersi dapat mengurangi laju creaming dan

agregasi. Hal ini dikarenakan tingginya viskositas fase pendispersi akan membuat fase yang terdispersi dalam campuran semakin sulit bergerak. Gerak yang dimaksud adalah gerak partikel fase terdispersi yang cenderung berkumpul dengan partikel cairan sejenis dan membuat emulsi tidak stabil. Jadi, semakin tinggi viskositas fase pendispersi, maka semakin stabil emulsi.

 Gaya tarik-menarik fase terdispersi Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, salah satu gaya yang menentukan

kestabilan emulsi adalah gaya tarik-menarik antar fase terdispersi (gaya Van Der Waals). Semakin besar gaya tarik-menarik antar partikel fase terdispersi, maka akan semakin membuat emulsi tidak stabil. Hal ini dikarenakan gaya tarik-menarik antar partikel fase terdispersi akan meningkatkan laju agregasi dan coalescence.

Sebagai gambaran, perhatikan gambar berikut:

(a) Emulsi Stabil (b) Emulsi Tidak Stabil

Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi yang telah disebutkan di atas akan menentukan kondisi emulsi stabil (a) ataupun tidak stabil (b). Contohnya pengaruh dari tegangan antarmuka, tingginya tegangan antarmuka akan membuat suatu emulsi menjadi tidak stabil (b), terlihat dari bagaimana campuran dua fase terlihat jelas terpisah. Namun, ketika ditambahkan emulsifier yang berfungsi menurunkan tegangan antarmuka maka fase terdispersi suatu emulsi dapat menyebar secara merata dalam fase pendispersi. Meratanya sebaran fase terdispersi (tidak berkumpul lagi seperti gambar b) ini yang mengindikasikan bahwa emulsi telah menjadi stabil (a). Contoh lainnya yaitu pengaruh viskositas fase pendispersi dan gaya antar partikel fase terdispersi yang bekerja dalam emulsi. Viskositas fase pendispersi yang tinggi akan membuat partikel fase terdispersi sulit untuk bergerak dalam emulsi dan sulit untuk berkumpul seperti gambar b. Sehingga dengan adanya viskositas fase pendispersi yang tinggi akan membuat partikel terdispersi stabil menyebar merata seperti yang ditunjukkan pada gambar a. Sementara gaya antar partikel fase terdispersi yang bekerja dalam emulsi dibagi menjadi dua yaitu gaya tolak-menolak dan gaya tarik-menarik (gaya Van Der Waals). Apabila gaya tarik-menarik lebih besar daripada gaya tolak-menolak, hal yang terjadi adalah partikel fase terdispersi cenderung berkumpul dan membentuk emulsi tidak stabil (b). Sementara apabila gaya tolak-menolak lebih besar daripada gaya tarik-menariknya maka patikel fase terdispersi cenderung tidak berkumpul, tetapi menyebar secara merata membentuk emulsi stabil (a).