PENGARUH METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) DAN GENDER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA SISWA

(1)

PROBLEM SOLVING (TAPPS) DAN GENDER

TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

MATEMATIKA SISWA

Disusun Oleh: VINDARINI NOVIANTI

NIM: 107017000771

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2014


(2)

Skripsi berjudul Pengaruh Metode Thinking

Aloud

pair

problem

solving QAPps) dan

ceiaer

Terhadap_ Kemampuan

Berpikir

Kritis

Matematika siswa disusun ot"tt

vioa"rini

i\oviaoti

N"o*or Induk Mahasiswa

107017000771, diajukan kepada

rarlrlas

Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan

uIN

Svarif Hidayatullah Jakarta aan tetarr ainyatakan

lG;"d;"-

ujian lvlunaqasah pada tanggal24 Juri 2.0t4 d!

lgdapan

9.igr";s;t.

k;ena

itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana s1 (s.pa) dalam uia'*g"rliaro-itan

Matematika.

Jakarta, 20 Agustus 2014

Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal

Tancla Tangan Ketua Panitia (Ketua Jurusan/program Studi)

Dr. Kadir, M.pd

NIP. 196708t21994A2

I

001

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/progam Studi)

Abdul Muin S.Si. M. pd

NIP. 19751201200604 1 003 Penguji

I

Khairunnis4 S.pd, M.Si NIP. 19810404 2AOg}t 2 0t3 Penguji

II

Gusni Satriawati, M.pd

NrP. 19780809 20080t 2032

*1"1,''(

t'/r -

lov

4t

l*

6lu

-/:::::

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

NurlenaRifai. MA. ph.D


(3)

skripsi berjudul Pengaruh Metode Thinking Aroud

pair

problem

solving (Tapps)

Dan

Gender Terhadap Kemampuan

Berpikir

Kritis

Matematika siswa disusrm oleh

vindarini

Novian4

NIM.

l07ol7wo77t,

Junrsan Peslidikan lvdatematilca, Fakulas

Ilmu Taftirh

dan Kegunran, Universitas Islam Negeri

Sfrif

Hidayatullah Jalsrta. Telah melalui bimbingan

dan dinyatakan sah sebagai IGrya itmiah yang berhak untuk diujircan pada sidang

mrmaqasah sesuai ketenbtan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jal$rta" Juli 2014

Yang mengesahkan,

Pembimbing tr

I{IP. 196708t2199402

t

001

Firdausi. M. Pd


(4)

Nama

NIM

Junrsan

Alamat

: Vindarini Novianti : lO70l700O77l

: Pendidikan Matematika

: Komplek Graha Permai blok Al0 No. 3 Rt.Ol Rw.09 Ciputat Tangerang Selatan I 543

I

MBI\ryATAKAN DENGAI\T SESTTNGGUHNYA

Dr. Kadir, M. Pd

19670812 t99402

|

00t

Pendidikan Matematika Firdausi, M. Pd

19690629 200501 I 003 Pendidikan Matematika

Bahwa slcripsi yang berjudul Pengaruh Metode Thinking Aroud pair

Problem solving (Tapps) Dan Gender Terhadap Kemampuan Berpikir

Kritis Matematika Siswa adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan

dosen:

l.

NamaPembimbingl NIP

JurusanlPrcgram Studi

2.

Nama Pembimbing tr

NIP

JurusanProgram Studi

Dengan surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap

menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan basil karya sendiri.

Jakarta, Juli 2014

'sfint;


(5)

Vindarini Novianti (107017000771). “Pengaruh Metode Thinking Aloud Pair

Problem Solving (TAPPS) dan Gender Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis

Matematika Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juli 2014.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh metode

Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) terhadap kemampuan berpikir kritis matematika siswa. Penelitian dilakukan di SMP Paramarta Ciputat, Tahun Pelajaran 2013/2014. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan desain factorial. Subyek penelitian ini adalah 68 siswa yang terdiri dari 33 siswa kelompok eksperimen dan 35 siswa kelompok kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling. Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah tes berpikir kritis matematika siswa.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kemampuan berpikir kritis matenatika siswa yang diajar dengan menggunakan yang diajar dengan metode

Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan metode diskusi kelompok (Fhitung = 14,778  Ftabel = 3,99). Kemampuan berpikir kritis matematika siswa yang diajar dengan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) meliputi Focus 72,42%, Reason 60,3%, Inference 66,06%, Situation 51,15%, Clarity 72,12%, dan Overview 64,24%. Dan untuk siswa yang diajar dengan metode diskusi kelompok meliputi Focus 68,86%, Reason 40,57%, Inference 38,28%, Situation 39,71%, Clarity 53,71%, dan Overview 44,57%. Sedangkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa kelompok pria meliputi Focus 63,63%, Reason 44,54%, Inference 50,9%, Situation 43,03%, Clarity 54,54%, dan Overview 50,9%. Dan kemampuan berpikir kritis matematika siswa kelompok wanita meliputi Focus 77,14%, Reason 55,43%, Inference 52,57%, Situation 51,14%, Clarity 70,28%, dan Overview 57,14%. Kesimpulan penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis matematika siswa yang diajarkan dengan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) ternyata lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan dengan metode diskusi kelompok. Sedangkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa kelompok wanita ternyata lebih tinggi daripada siswa kelompok pria.

Kata Kunci: Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS), Gender, Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa.


(6)

Problem Solving Method in Student’s Mathematical Critical Thinking Skills”.

Skripsi for Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University, Jakarta, July 2014.

The purpose of this research is to analyze the effect of Thinking Aloud

Pair Problem Solving method on student’s mathematical critical thinking skills. The research was conducted at SMP Paramarta Ciputat, 2013/2014 academic year. The method of the research used experimental method with factorial design. Subject for this research are 68 students consist of 33 students of experimental group and 35 students of control group which selected in cluster random sampling technique. The collecting data instrument used with test of mathematical critical thinking.

The results of research reveal that the student’s mathematical critical thinking skills who are taught by Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) method is higher than students taught by group discustion method (Fcount = 14,778  Ftable = 3,99). Mathematical critical thinking skills of students who are taught by the Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) had ability of Focus amounting to 72,42%, Reason amounting to 60,3%, Inference amounting to 66,06%, Situation amounting to 39,71%, Clarity amounting to 72,12%, and Overview amounting to 64,24%. As for the grade control who are taught by group discustion had ability of Focus amounting to 68,86%, Reason amounting to 40,57%, Inference amounting to 38,28%, Situation amounting to 39,71%, Clarity amounting to 53,71%, and Overview amounting to 44,57%. While, male student’s mathematical critical thinking skills had ability of Focus amounting to 63,63%, Reason amounting to 44,54%, Inference amounting to 50,9%, Situation amounting to 43,03%, Clarity amounting to 54,54%, dan Overview amounting to 50,9%. And female student’s mathematical critical thinking skills had ability of Focus amounting to 77,14%, Reason amounting to 55,43%, Inference amounting to 52,57%, Situation amounting to 51,14%, Clarity amounting to 70,28%, dan Overview amounting to 57,14%. Conclusions of this research is mathematical critical thinking skills of the student who taught with Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) method is higher than the student who taught by group discustion method. While, mathematical critical thinking skills of female student’s

is higher than male student’s.

Key words: Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS), gender, mathematical critical thinking skills.


(7)

iii

Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang telah memberikan segala keberkahan, karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat sehat yang berlimpah di dunia dan di akhirat. Shalawat serta salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarganya, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa tidak sedikit kesulitan hambatan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, doa, perjuangan, kesungguhan hati, dan dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak untuk menyelesaikan skripsi ini, semua dapat terealisasikan. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’I, P.hd., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang sangat sabar dan dengan penuh keikhlasan untuk membimbing, memberikan saran, serta mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Abdul Muin, M.Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Firdausi, M. Pd., Dosen Pembimbing Akademik yang telah

memberikan bimbingan, saran, masukan kepada penulis, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II yang sangat sabar dan dengan penuh keikhlasan untuk membimbing, memberikan saran, serta mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT


(8)

iv

kemudahan dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat.

7. Kepala Sekolah SMP Paramarta Ciputat, Bapak yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. Ibu Yuni selaku Guru Mata Pelajaran Matematika di SMP Paramarta yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian. Serta seluruh karyawan dan guru SMP Paramarta Ciputat yang telah membantu melaksanakan penelitian.

8. Pimpinan dan Staf perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.

9. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika angkatan 2007 kelas A (Emil, Devi F, Gofur, Hafiz, Aji, Dinandar, Wafa, Nina, Ita, Resti Y, Resti M, Zizah, Fitrah, UU, Ana, Eulis, Tuti, Tia, Damai, Eva, Dita, Dewi, Icha, Imah, Yuyun, Ucup, Mamet) yang selalu memberikan semangat agar penulis dapat menyelesaikan skripsi, dan teruntuk Devi Susilawati yang selalu menemani, membantu, mendukung, serta mendoakan penulis dalam perjuangan menyelesaikan skripsi dari awal hingga akhir.

10.Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika angkatan 2007 kelas B yang selalu memberikan semangat agar penulis dapat menyelesaikan skripsi.

11.Teman-teman seperjuangan dalam sidang (Purna, Kholifa, Demus, Mumun), atas semangat, kekuatan dan kecerian hingga akhirnya dapat bersama-sama menyelesaikan sidang dengan baik.

12.Teman-teman guru serta murid SMK Paramarta yang selalu memberikan semangat, dukungan, dan doa hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.


(9)

v

tercinta Ayahanda Apriadi Lukman, Ibunda Enny Sukowati yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang, memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini serta memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Kakak tercinta Vita Savitri yang selalu mendoakan dan mendorong penulis untuk tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita. Keluarga besar The Rosadi tersayang yang tak henti-hentinya memotivasi penulis agar segera menyelesaikan skripsi. Serta Nagari Swarga Praya yang selalu memberikan semangat, dukungan, keceriaan, dan menjadi motivasi tersendiri untuk penulis agar dapat menyelesaikan skripsi.

Ucapan terima kasih juga ditunjukkan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis hanya dapat memohon dan berdoa semoga seluruh bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukan, dan doa yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat. Amin ya Robbal’alamin.

Demikianlah, betapa pun penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan yang ada untuk menyusun karya tulis sebaik-baiknya. Namun, di atas lembaran-lembaran skripsi ini masih dirasakan dan ditemukan berbagai macam kekurangan dan kelemahan. Karena itu, kritik dan saran dari siapa saja yang membaca skirpsi ini akan penulis terima dengan hati terbuka.

Penulis berharap semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Jakarta, Juli 2014


(10)

vi

ABSTRACT

...i

ABSTRAK

...ii

KATA PENGANTAR

... iii

DAFTAR ISI

...vi

DAFTAR TABEL

... ix

DAFTAR GAMBAR

... x

DAFTAR LAMPIRAN

... xi

BAB I PENDAHULUAN

... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat penelitian ... 9

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN

PENGAJUAN HIPOTESIS

... 11

A. Landasan Teori ... 11

1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematika ... 11

a. Pengertian Berpikir Kritis Matematika ... 11

b. Indikator Berpikir Kritis Matematika ... 15

2. Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) ... 21

a. Pengertian metode thinking aloud pair problem solving... 21

b. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) ... 22


(11)

vii

(TAPPS) ... 25

d. Teori yang Mendukung Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) ... 27

e. Desain Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dalam Proses Pembelajaran ... 28

3. Pengertian Gender ... 31

B. Penelitian Yang Relevan ... 33

C. Kerangka Berpikir ... 34

D. Pengajuan Hipotesis ... 35

BAB III METODE PENELITIAN

... 36

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

B. Metode dan Desain Penelitian ... 36

C. Populasi dan Sampel ... 37

D. Teknik Pengumpulan Data ... 37

E. Instrumen Penelitian ... 37

1. Validitas Instrumen ... 38

2. Reliabilitas Instrumen ... 39

3. Uji Daya Pembeda ... 39

4. Pengujian Taraf Kesukaran ... 40

F. Teknik Analisis Data ... 41

1. Uji Prasyarat ... 41

a. Uji Normalitas ... 41

b. Uji Homogenitas ... 42

2. Uji Perbedaan Dua Rata-rata ... 43

a. Analisis Varians Dua Jalan ... 43

b. Uji Whitney ... 45


(12)

viii

1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematia Siswa Kelas Eksperimen .... 47

2. Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Kelas Kontrol ... 49

3. Tahapan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 52

4. Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Kelompok Pria ... 54

5. Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Kelompok Wanita .. 56

6. Tahapan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Kelompok Pria dan Kelompok Wanita ... 59

B. Hasil Uji Prasyarat Analisis Data Pemahaman Konsep ... 61

1. Uji Normalitas ... 61

2. Uji Homogenitas ... 63

C. Pengujian Hipotesis ... 65

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 67

E. Keterbatasan Penelitian ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA

... 76


(13)

ix

Tabel 2. 1 Keterampilan Berpikir Kritis ... 17

Tabel 2.2 Tahapan Pelaksanaan Metode TAPPS ... 29

Tabel 3.1 Factorial Design ... 36

Tabel 3.2 Klasifikasi Daya Pembeda ... 40

Tabel 3.3 Kriteria Taraf Kesukaran ... 41

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Kelas Eksperimen ... 48

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Kelas Kontrol ... 49

Tabel 4.3 Perbandingan KBKM Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 51

Tabel 4.4 Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Berdasarkan Indikator FRISCO Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 52

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Kelompok Pria ... 55

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Kelompok Wanita ... 57

Tabel 4.7 Perbandingan KBKM Kelompok Pria dan Kelompok Wanita .... 58

Tabel 4.8 Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Berdasarkan Indikator FRISCO Kelompok Pria dan Kelompok Wanita ... 59

Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 62

Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Laki-laki dan Kelompok Perempuan ... 63

Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 64

Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Kelompok Pria dan Wanita. 65 Tabel 4.13 ANAVA 2 faktor ... 66


(14)

x

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian ... 34 Gambar 4.1 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Kelompok Eksperimen ... 49 Gambar 4.2 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Kelompok Kontrol ... 50 Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Skor Kemampuan Berpikir Kritis

Matematika Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 52 Gambar 4.4 Presentase Skor Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa Berdasarkan Indikator FRISCO Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 44 Gambar 4.5 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan

Berpikir Kritis Matematika Siswa Kelompok Pria ... 56 Gambar 4.6 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan

Berpikir Kritis Matematika Siswa Kelompok Wanita ... 58 Gambar 4.7 Grafik Perbandingan Skor Kemampuan Berpikir Kritis

Matematika Siswa Kelompok Pria dan Kelompok Wanita ... 59 Gambar 4.8 Aktifitas Siswa Saat Melakukan Metode TAPPS dalam Peran

ProblemSolver dan Listener ... 68 Gambar 4.9 Aktifitas Siswa Saat Pembelajaran dengan Metode Diskusi Kelompok ... 68


(15)

xi

Lampiran 1 RPP Pertemuan I Kelompok Ekspserimen ... 79

Lampiran 2 RPP Pertemuan I Kelompok Kontrol ... 83

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 87

Lampiran 4 Kisi-kisi Instrumen Berpikir Kritis Matematika Siswa Sebelum Validitas ... 133

Lampiran 5 Instrumen Uji Coba Berpikir Kritis Sebelum Validitas ... 134

Lampiran 6 Kisi-kisi Instrumen Berpikir Kritis Matematika Siswa Setelah Validitas ... 137

Lampiran 7 Instrumen Uji Coba Berpikir Kritis Setelah Validitas ... 138

Lampiran 8 Kunci Jawaban Instrumen Berpikir Kritis Matematika ... 140

Lampiran 9 Pedoman Penskoran Berpikir Kritis Matematika Siswa ... 145

Lampiran 10 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 146

Lampiran 11 Langkah-langkah Perhitungan Uji Validitas dengan CVR ... 147

Lampiran 12 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 149

Lampiran 13 Langkah-langkah Perhitungan Uji Reliabilitas ... 150

Lampiran 14 Hasil Uji Taraf Kesukaran ... 151

Lampiran 15 Langkah-langkah Perhitungan Uji Taraf Kesukaran ... 152

Lampiran 16 Hasil Uji Daya Pembeda ... 153

Lampiran 17 Langkah-langkah Perhitungan Uji Daya Pembeda ... 154

Lampiran 18 Perhitungan Membuat Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 155

Lampiran 19 Perhitungan Membuat Daftar Distribusi Frekuensi Laki-laki Kelas Eksperimen ... 158

Lampiran 20 Perhitungan Membuat Daftar Distribusi Frekuensi Perempuan Kelas Eksperimen ... 161

Lampiran 21 Perhitungan Membuat Daftar Distribusi Frekuensi Kelompok Perempuan ... 164

Lampiran 22 Perhitungan Membuat Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 167


(16)

xii

Lampiran 24 Perhitungan Membuat Daftar Distribusi Frekuensi Perempuan

Kelas Kontrol ... 173

Lampiran 25 Perhitungan Membuat Daftar Distribusi Frekuensi Kelompok Laki-laki ... 176

Lampiran 26 Perhitungan Uji Homogenitas ... 179

Lampiran 27 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 180

Lampiran 28 Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Perempuan ... 181

Lampiran 29 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 182

Lampiran 30 Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Laki-laki ... 183


(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini tidak dapat terlepas dari kontribusi bidang matematika, karena matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern. Matematika selalu mengalami perkembangan seiring dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih. Untuk itu, bila kita ingin hidup di dunia yang selaras dengan teknologi yang semakin canggih, maka kita harus menguasai matematika.

Menurut Suherman dkk, fungsi mata pelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir dan ilmu pengetahuan.1 Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi misalnya melalui persamaan-persamaan, atau tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya. Belajar matematika bagi para siswa, juga merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian itu.

Dalam pendidikan formal, matematika adalah salah satu bidang studi yang diajarkan kepada peserta didik yang berperan penting guna meningkatkan mutu pendidikan. Mata pelajaran matematika dipelajari semua tingkat pendidikan, baik di sekolah dasar, menengah, maupun perguruan tinggi. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional. Dengan kata lain, matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang menentukan kelulusan peserta didik.

Pentingnya belajar matematika dikemukakan oleh Cockroft yang mengemukakan alasan mengapa matematika penting, yakni diantaranya karena

1

Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia, 2001), h.19


(18)

selain sering digunakan dalam segala aspek kehidupan dan dapat meningkatkan kemampuan berfikir logis dan ketelitian, matematika juga dapat memberikan kepuasan terhadap usaha dalam memecahkan masalah.2 Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam berbagai kehidupan, berbagai informasi dan gagasan yang banyak dikomunikasikan atau disampaikan dengan bahasa matematik. Dan dengan matematika, kita dapat berlatih berpikir secara logis, dan dengan matematika ilmu pengetahuan lainnya bisa berkembang dengan cepat.3

Pada kenyataannya, hasil pembelajaran matematika menunjukkan hal yang kurang menggembirakan. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Masalah utama dalam pendidikan di Indonesia adalah rendahnya hasil belajar matematika siswa. Dalam survey internasional yang meneliti subjek siswa sekolah menengah pertama dilaporkan dalam Trends in Internasional Mathematics and Sciense Study (TIMSS) 2007, kemampuan siswa Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan dengan siswa dari Negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Siswa Indonesia menempati urutan ke-36 dari 48 negara yang disurvei, sedangkan Singapura ke-3 dan Malaysia ke-20. Dalam TIMSS 2007 digunakan soal-soal tidak rutin yang memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi, tetapi pada umumnya tidak dapat dijawab oleh siswa di Indonesia.

Rendahnya hasil belajar matematika siswa juga berakibat pada rendahnya prestasi siswa dalam bidang matematika. Hal ini terbukti pada hasil penelitian yang dilakukan oleh PISA (Programme for Internasional Student Assassment) pada tahun 2009, diperoleh hasil bahwa hampir setengah dari siswa Indonesia (yaitu 43,5%) tidak mampu menyelesaikan soal PISA paling sederhana (the most basic PISA task). Sekitar sepertiga siswa Indonesia (yaitu 33,1%) hanya bisa mengerjakan soal jika pertanyaan dari soal kontekstual diberikan secara eksplisit serta semua data yang dibutuhkan untuk mengerjakan soal diberikan secara tepat.

2

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 253

3

Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia, 2001), h.20.


(19)

Hanya 0,1% siswa Indonesia yang mampu mengembangkan dan mengerjakan pemodelan matematika yang menuntut keterampilan berpikir dan penalaran.4

Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar dan kurangnya prestasi siswa dibidang matematika adalah kemampuan dasar matematika siswa yang rendah. Salah satu kemampuan dasar matematika adalah kemampuan bernalar matematika, menurut Klurik dan Rudnick bahwa penalaran meliputi berpikir dasar (basic thinking), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative thinking).5 Secara garis besar, kemampuan dasar matematika dapat diklasifikasikan dalam lima standar yaitu kemampuan: 1) mengenal, memahami, dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip, dan ide matematika; 2) menyelesaikan masalah matematik (mathematical problem solving); 3) bernalar matematik (mathematical reasoning); 4) melakukan koneksi matematika (mathematical connection); dan 5) komunikasi matematika (mathematical communication).6

Kemampuan dasar pada pelajaran matematika dinilai penting guna meningkatkan hasil belajar dan prestasi siswa dalam bidang matematika. Mengenai kemampuan dasar matematika siswa, terdapat pula pada Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan adanya Permendiknas Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) yang digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik, salah satu SKL yang penting ialah siswa memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif dengan bimbingan guru atau pendidik.7 Hal ini memberi petunjuk bahwa pengembangan kemampuan berpikir tersebut perlu mendapat perhatian yang lebih serius.

4

Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012), h.1.

5

Sofan Amri, Proses Pembelajaran Inovatif dan Kreatif dalam Kelas, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya, 2010) cet.1. h.63.

6

Utari Sumarmo, Berpikir dan Disposisi Matematik, Dapat diakses di

http://math.sps.upi.edu. pada tanggal 18 Agustus 2011, pukul 11.15 WIB.

7

Sri Wardhani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika, (Yogyakarta : PPPPTK Matematika, 2008), diakses pada tanggal 16 Agustus 2011, h.29-30, pukul 18.30, (http://p4tkmatematika.org/fasilitasi/13-SI-SKLSMP-Optimalisasi-Tujuan-Wardani.pdf)


(20)

Berpikir kritis diperlukan dalam kehidupan di masyarakat, karena manusia selalu dihadapkan pada keadaan/masalah yang memerlukan pemecahan. Untuk memecahkan suatu permasalahan dibutuhkan data-data agar dapat dibuat keputusan yang logis, serta diperlukan pula kemampuan berpikir kritis. Selain itu berpikir kritis memainkan peranan yang penting dalam banyak macam pekerjaan, khususnya pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan berpikir analitis. Seseorang yang kemampuan berpikir kritis matematikanya tinggi telah mampu mengenal masalah, menghubungkan, dan menganalisis. Oleh karena itu, berpikir kritis dianggap penting sehingga menjadi salah satu tujuan utama pembelajaran. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika dalam Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) di Sekolah Menengah Pertama, menyebutkan bahwa mulai dari sekolah dasar perlu membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama.

Dalam kegiatan belajar mengajar, guru memang memiliki posisi yang menentukan keberhasilan pembelajaran, karena fungsi utama guru adalah merancang, mengelola, dan mengevaluasi pembelajaran. Agar terjadi pengkonstruksian pengetahuan secara bermakna, guru haruslah melatih siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Salah satu jenis berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi adalah berpikir kritis, hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Dina Mayadiana dalam bukunya yang berjudul Kemampuan Berpikir Kritis Matematika.8 Kenyataan ini menunjukkan bahwa berpikir kritis matematika siswa masih perlu dikembangkan agar lebih baik, karena dengan berpikir secara kritis siswa mampu menganalisis maupun memecahkan suatu permasalahan.

Upaya untuk melatih kemampuan berpikir kritis siswa sering luput dari perhatian guru. Hal ini tampak dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang lebih banyak memberi informasi, diikuti oleh diskusi dan latihan dengan frekuensi yang sangat terbatas. Siswa kurang dilatih untuk menganalisis,

8

Dina Mayadiana S. Kemampuan Berpikir Kritis Matematika, (Jakarta: Cakrawala Maha Karya, 2009), h.3.


(21)

mensintesis, dan mengevaluasi suatu informasi, data, atau argumen sehingga kemampuan berpikir kritis siswa kurang dapat berkembang dengan baik.9

Pada proses pembelajaran, tidak banyak guru yang berupaya menciptakan lingkungan belajar yang kondusif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematik. Hal ini nampak ketika guru menjelaskan materi yang telah disiapkan, guru memberikan soal latihan yang bersifat rutin dan prosedural, siswa hanya mencatat dan cenderung menghafal rumus-rumus atau aturan matematika. Kondisi ini mencerminkan suatu proses pembelajaran matematika yang tidak berpusat pada siswa dan tidak memfasilitasi kemampuan berpikir kritis matematik.10

Siswa harus dilatih agar memiliki kemampuan berpikir matematika. Jika siswa dilatih untuk berpikir, maka ia perlu dihadapkan pada suatu situasi atau permasalahan yang menantang untuk diselesaikan. Soal-soal atau permasalahan matematika yang sifatnya menantang itu akan memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberdayakan segala kemampuan yang dimilikinya.

Setiap siswa memiliki kemampuan berpikir yang berbeda. Perbedaan kemampuan berpikir juga terjadi pada laki-laki dan perempuan. Dengan penelitian ini, diharapkan dapat mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis matematika siswa antara laki-laki dan perempuan.

Agar tujuan tersebut tercapai, diperlukan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematik. Pembelajaran matematika secara konvensional yang umumnya menitik beratkan pada soal-soal yang sifatnya algoritmis dan rutin, tidak banyak kontribusinya dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematik.11

Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru pada umumnya belum menerapkan sistem pembelajaran yang melatih siswa untuk berpikir kritis

9

Lambertus, Pentingnya Melatih Keterampilan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Mattematika di SD, dalam Forum Kependidikan, vol.28, nomor 2, 2009, diakses tanggal 3

September 2011, pukul 15.01), h.138,

(http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/28208136142_0215_9392.pdf)

10

Dina Mayadiana S. Kemampuan Berpikir Kritis Matematika, (Jakarta: Cakrawala Maha Karya, 2009), h.3.

11 Jozua Subandar, “

Berpikir Reflektif”, dapat diakses di http://math.sps.upi.edu/wp-content/uploads/2009/11/Berpikir-Reflektif.pdf


(22)

terhadap pembelajaran matematika. Seringkali guru lebih aktif dalam penyampaian informasi, sedangkan siswa hanya mendengarkan dan mencatat. Aktivitas guru jauh lebih besar dibandingkan dengan aktivitas siswa. Proses pembelajaran tersebut cenderung masih menggunakan komunikasi satu arah dan proses pembelajaran matematika yang dilakukan oleh siswa hanya menyimak penjelasan guru dan mengerjakan tugas secara klasikal sehingga kurang melatih siswa untuk berpikir kritis dalam proses penyelesaian soal-soal matematika. Akibatnya, siswa menjadi kurang aktif dan pembelajaran merupakan sesuatu yang membosankan siswa, sehingga dapat menurunkan motivasi belajar dan inisiatif siswa unuk bertanya dan mengungkapkan ide serta membuat siswa takut untuk mengkomunikasikan suatu masalah kepada guru. Selain itu siswa menjadi kurang kritis dalam berpikir dan dalam menghadapi suatu permasalahan. Sehingga tujuan umum dari pembelajaran matematika tidak dapat tercapai.

Dengan demikian, kemampuan guru dalam memilih metode penyajian materi merupakan hal penting dalam kegiatan belajar mengajar. Agar pembelajaran matematika lebih berhasil, maka guru harus bisa mengkondisikan siswanya agar belajar aktif. Karena pembelajaran yang menyebabkan siswa belajar aktif akan lebih dapat menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis matematika dan pemahaman matematika dibandingkan dengan belajar pasif (mengingat dan latihan).

Alternatif metode pembelajaran dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa dalam penelitian ini adalah metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) yang diperkenalkan oleh Claparade. Selanjutnya metode Thinking Aloud Pair Problem Solving cukup ditulis TAPPS. Aktivitas metode TAPPS dilakukan dalam kelompok kecil yang heterogen, hal ini memungkinkan terjadinya interaksi yang positif antar siswa sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika. Setiap kelompok berpasangan sesuai dengan kependekan TAPPS yaitu pair (berpasangan). Metode TAPPS merupakan merupakan salah satu metode pembelajaran yang menantang siswa untuk belajar melalui pemecahan masalah yang dilakukan secara berpasangan dan saling bertukar peran, dimana


(23)

satu siswa memecahkan masalah dan siswa lain mendengarkan pemecahan masalah tersebut sehingga siswa menjadi pembelajar mandiri yang handal serta aktif dalam proses pembelajaran.

Slavin mengatakan bahwa: “TAPPS permits students to rehearse the

concepts, relate them to existing fremeworks, and produce a deeper understanding of the material”.12 Metode ini melibatkan berpikir tingkat tinggi, metode ini juga dapat memonitor siswa sehingga siswa dapat mengetahui apa yang dipahami dan apa yang belum dipahaminya. Proses ini cenderung membuat proses berpikir siswa lebih sistematik dan membantu mereka menemukan kesalahan sebelum mereka melangkah lebih jauh kearah yang salah sehingga membantu mereka untuk menjadi pemikir yang lebih baik.

Metode TAPPS ini telah diterapkan oleh Stice yang menjanjikan adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa jika dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional, serta Johnson yang menemukan dampak positif dari metode TAPPS dalam keterampilan memecahkan masalah di teknik elektrik pada jurusan penerbangan. Kedua penelitian tersebut menekankan pada peningkatan prestasi belajar (kemampuan pemecahan masalah) sedangkan kemampuan berpikir kritis matematika dari respon siswa terhadap metode TAPPS sepanjang pengetahuan peneliti belum diteliti. Dengan menggunakan metode TAPPS diharapkan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pelajaran matematika.

Sebagai tindak lanjut, peneliti berkeinginan untuk pengetahui apakah penerapan metode TAPPS ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa serta bagaimanakah respon siswa terhadap metode TAPPS. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

Pengaruh Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dan Gender Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa”.

12

Slavin, Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS), 2011, (http://www.wcer.wisc.edu/archive/c11/c1/doingcl/tapps.html).


(24)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Rendahnya hasil belajar matematika siswa.

2. Rendahnya keterlibatan siswa dalam pembelajaran matematika. 3. Rendahnya kemampuan berpikir kritis matematika siswa.

4. Metode pembelajaran konvensional pada pelajaran matematika yang biasa diterapkan di kelas kurang memberi peluang bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tingginya yang salah satunya adalah kemampuan berpikir kritis.

5. Perlunya metode pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa.

6. Metode TAPPS dianggap dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa.

C. Pembatasan Masalah

Agar pembatasan masalah yang diteliti tidak terlalu melebar, maka dilakukan pembatasan masalah yang akan diteliti pada hal-hal sebagai berikut: 1. Berpikir kritis matematika merupakan suatu proses berpikir tingkat tinggi

yang didasarkan dari informasi-informasi yang diketahui, lalu menelaah informasi tersebut untuk mengambil suatu kesimpulan yang masuk akal dalam memecahkan permasalahan matematika. Dalam penelitian ini kemampuan berpikir kritis matematika difokuskan pada kemampuan memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, memberi penjelasan lebih lanjut, dan mengatur strategi dan taktik.

2. Metode pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS): Metode TAPPS merupakan salah satu metode pembelajaran yang melibatkan dua orang siswa bekerja sama menyelesaikan suatu masalah. Dimana satu siswa memecahkan masalah dengan memperdengarkannya (problem solver) dan yang lain sebagai pendengar (listener).


(25)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka perumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Apakah kemampuan berpikir kritis matematika siswa yang diajar dengan metode TAPPS lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan metode diskusi kelompok?

2. Apakah terdapat pengaruh gender terhadap kemampuan berpikir kritis matematika?

3. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara metode TAPPS dan gender terhadap kemampuan berpikir kritis matematika siswa?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini antara lain:

1. Mengetahui apakah kemampuan berpikir kritis matematika siswa yang diajar dengan metode TAPPS lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan metode diskusi kelompok.

2. Mengetahui apakah terdapat pengaruh gender terhadap kemampuan berpikir kritis matematika.

3. Mengetahui apakah terdapat pengaruh interaksi antara metode TAPPS dan gender terhadap kemampuan berpikir kritis matematika siswa.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritik

a. Sebagai salah satu referensi untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis matematika siswa.

b. Sebagai pembanding bagi peneliti-peneliti lain yang ingin meneliti metode pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS).


(26)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti, dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan peneliti terhadap metode pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving

(TAPPS).

b. Bagi siswa, hasil penelitian ini dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih bervariasi sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika.

c. Bagi guru, menjadi bahan masukan untuk lebih mengetahui alternatif-alternatif metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa.

d. Bagi sekolah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan dan wawasan untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi serta kualitas pembelajaran matematika serta memberi sumbangan informasi untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.


(27)

11

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

Berikut akan dibahas terlebih dahulu beberapa kajian literatur terkait penelitian yakni: kemampuan berpikir kritis matematika siswa, metode pembelajaran kooperatif, dan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving

(TAPPS). Untuk memahami lebih lanjut mengenai teori-teori tersebut maka akan dijelaskan pada bahasan berikut ini.

1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematika a. Pengertian Berpikir Kritis Matematika

Ruggieromengartikan berpikir sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami : berpikir adalah sebuah pencarian jawaban, sebuah pencapaian makna. Chaffee, menjelaskan bahwa berpikir sebagai sebuah proses aktif, teratur, dan penuh makna yang kita gunakan untuk memahami dunia. Dia mendefinisikan bahwa berpikir kritis sebagai berpikir untuk menyelidiki secara sistematis proses berpikir itu sendiri.1

Kata kritis berasal dari bahasa Yunani yaitu kritikos dan kriterion. Kata kritikos berarti “pertimbangan” sedangkan kata kriterion mengandung

makna “ukuran baku” atau “standar”. Sehingga secara etimologi berpikir

kritis mengandung makna suatu kegiatan mental yang dilakukan seseorang untuk dapat mempertimbangkan dengan menggunakan ukuran atau standar tertentu.2 Jika dipadukan dengan kata berpikir, maka kita dapat mendefinisikan berpikir kritis sebagai berpikir secara eksplisit dilatari oleh

1

Elaine B. Johnson, CTL Contextual Teaching &Learning Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, Penerjemah, Ibnu Setiawan (California: Coruwin Press, Inc, 2002, reprint, Bandung: MLC, 2008), cet.ke-4.h.187.

2

Lambertus, Pentingnya Melatih Keterampilan Berpikir Kritis dalam pembelajaran Matematika di SD, dalam Forum Kependidikan, vol.28, nomor 2, 2009, diakses pada tanggal 3

September 2011, pukul 15.01), h.137

(http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/28208136142_0215_9392.pdf)


(28)

penilaian yang beralasan dan berdasarkan standar yang sesuai dalam rangka mencari kebenaran, keuntungan, dan nilai sesuatu.

Glaser mendefinisikan berpikir kritis sebagai: 1). Suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berbeda dalam jangkauan pengalaman seseorang; 2).Pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; 3). Suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya. Menurut Ennis berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. Sedangkan menurut Gerhand mendefinisikan berpikir kritis sebagai proses komplek yang melibatkan penerimaan dan penguasaan data, analisis data, evaluasi data, mempertimbangkan aspek kualitatif dan kuantitatif, serta membuat seleksi atau membuat keputusan berdasarkan hasil evaluasi.

Costa mendefinisikan individu yang berpikir kritis memiliki ciri-ciri diantaranya adalah pandai mendeteksi permasalahan, mampu membedakan informasi-informasi, suka mengumpulkan data untuk pembuktian faktual, mampu membuat hubungan yang berhubungan antara satu masalah dengan masalah lainnya, mampu mendaftar alternatif pemecahan masalah dengan masalah lainnya, mampu menarik kesimpulandan generalisasi dari data yang ada.3

Krulik danRudnick mengemukakan bahwa yang termasuk berpikir kritis dalam matematika adalah berpikir yang menguji, mempertanyakan, menghubungkan, mengevaluasi semua aspek yang ada dalam suatu situasi ataupun suatu masalah. Sebagai contoh, ketika seseorang sedang membaca suatu situasi ataupun suatu masalah. Sebagai contoh, ketika seseorang sedang membaca suatu naskah ataupun mendengarkan suatu ungkapan atau

3

Dina Mayadiana S. Kemampuan Berpikir Kritis Matematika, (jakarta: cakrawala maha karya,2009), h.11.


(29)

penjelasan ia akan berusaha memahami dan coba menemukan atau mendeteksi adanya hal-hal yang istimewa dan yang perlu ataupun yang penting.4

Orang yang berpikir kritis selalu berpikir secara tajam untuk mendapatkan suatu kebenaran yang dicarinya, tidak mudah percaya terhadap pendapat orang lain, mampu menyimpulkan dari apa yang diketahuinya, dan mengetahui cara memanfaatkan informasi untuk memecahkan masalah dengan mencari sumber-sumber informasi yang relevan untuk masalah yang dipecahkan.5 Berpikir kritis mengarah kepada penggunaan kemampuan kognitif atau strategi yang meningkatkan kemampuan dari hasil yang diinginkan. Berpikir kritis adalah berpikir dengan maksud tertentu, beralasan dan bertujuan langsung. Hal ini meliputi kemampuan dalam menyelesaikan masalah, merumuskan kesimpulan, dan memperhitungkan kemungkinan serta membuat peryataan.

Seorang pemikir kritis menggunakan kemampuan ini secara wajar, tanpa tergesa-gesa dan selalu dengan kesadaran penuh. Banyak orang yang tidak terlalu membedakan antara berpikir kritis dan berpikir logis padahal ada perbedaan besar antara keduanya, yakni bahwa berpikir kritis dilakukan untuk membuat keputusan sedangkan berpikir logis hanya dibutuhkan untuk membuat kesimpulan. Pada dasarnya pemikiran kritis menyangkut pula pemikiran logis yang diteruskan dengan mengambil keputusan.

Berpikir kritis diperlukan dalam kehidupan di masyarakat, karena dalam kehidupan di masyarakat, manusia selalu dihadapkan pada permasalahan yang memerlukan pemecahan. Untuk memecahkan suatu permasalahan tentu diperlukan data-data agar dapat dibuat keputusan yang logis, dan untuk membuat suatu keputusan yang tepat, diperlukan kemampuan berpikir kritis yang baik.

4

Jozua Sabandar, Berpikir Reflektif dapat diakses di http://math.sps.upi.edu/wp-content/uploads/2009/11/Berpikir-Reflektif.pdf

5

Lambertus, Pentingnya Melatih Keterampilan Berpikir Kritis dalam pembelajaran Matematika di SD, dalam Forum Kependidikan, vol.28, nomor 2, 2009, diakses pada tanggal 3

September 2011, pukul 15.01), h.139


(30)

Berpikir kritis adalah bagian dari sebuah proses penalaran. Karena di dalam berpikir kritis terdapat sebuah kegiatan menghubungkan dan mengevaluasi semua aspek dari sebuah situasi atau masalah, mengumpulkan, mengorganisasikan, dan menganalisis informasi untuk menentukan sebuah kesimpulan yang valid. Semua kegiatan dalam berpikir kritis memerlukan sebuah penalaran yang logis untuk menghasilkan sebuah tindakan yang tepat dan sebuah kesimpulan yang masuk di akal. Hampir setiap orang yang bergelut dalam bidang berpikir kritis telah menghasilkan daftar keterampilan-keterampilan berpikir yang mereka pandang sebagai landasan untuk berpikir kritis.

Berpikir kritis juga berkaitan erat dengan argumen, karena argumen sendiri adalah serangkaian pernyataan yang mengandung pernyataan penarikan kesimpulan. Kesimpulan biasanya ditarik berdasarkan pernyataan-pernyataan yang diberikan sebelumnya atau yang disebut premis. Dalam argumen yang valid sebuah kesimpulan harus ditarik secara logis dari premis-premis yang ada. Kemampuan-kemampuan berpikir kritis yang telah disebutkan di atas merupakan awal yang baik dalam berpikir kritis dan dapat diterapkan oleh detiap siswa dalam proses pembelajaran matematika di kelas.

Berdasarkan beberapa pengertian tentang berpikir kritis yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis matematik adalah proses berpikir untuk memenuhi jawaban dan mencapai pemahaman untuk memecahkan masalah, membuat keputusan dan menjawab berbagai persoalan matematika. Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, menghubungkan, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat.


(31)

b. Indikator Berpikir Kritis Matematika

Kemampuan berpikir kritis setiap orang berbeda-beda.Oleh karena itu, diperlukan suatu indikator sehingga kita dapat menilai tingkat berpikir kritis seseorang.Indikator-indikator dalam berpikir kritis dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Watson dan Glaser untuk menilai kemampuan berpikir kritis dapat dilakukan dengan pengukuran melalui tes yang mencakup lima buah indikator,6yaitu :

1) Mengenal asumsi 2) Melakukan inferensi 3) Deduksi

4) Interpretasi

5) Mengevaluasi argumen

Rugeirro juga memberikan tiga buah indikator untuk penilaian kemampuan berpikir kritis, yaitu:7

1) Investigasi yaitu menemukan bukti yang dapat menjawab pertanyaan tentang masalah yang sedang dibahas.

2) Interpretasi yaitu menemukan bukti atau fakta-fakta yang diperlukan. 3) Mengambil kesimpulan.

Menurut Beyer seperti yang dikutip Desmita, setidaknya terdapat 10 kecakapan berpikir kritis yang dapat digunakan peserta didik dalam mengajukan argumentasi atau membuat pertimbangan yang absah (valid), yaitu:

1) Keterampilan membedakan fakta-fakta yang dapat diverifikasi dan tuntutan nilai-nilai yang sulit diverifikasi (diuji kebenarannya).

2) Membedakan antara informasi, tuntutan atau alasan yang relevan dengan yang tidak relevan.

3) Menentukan kecermatan factual (kebenaran) dari suatu pernyataan. 4) Menentukan kredibilitas (dapat dipercaya) dari suatu sumber.

6

Sofan Amri dan Lif Khoiru Ahmadi, Proses Pembelajaran Inovatif dan Kreatif, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2010),h. 65.

7

Vincent Ryan Ruggiero, Beyond Feelings a Guide to Critical Thinking, (New York: The McGraw-Hill Companies, 2004), p.21.


(32)

5) Mengidentifikasi tuntutan atau argumen yang mendua. 6) Mengidentifikasi asumsi yang tidak dinyatakan. 7) Mendeteksi bias (menemukan penyimpangan). 8) Mengidentifikasi kekeliruan-kekeliruan logika.

9) Mengenali ketidakkonsistenan logika dalam suatu alur penalaran. 10) Menentukan kekuatan suatu argumen atau tuntutan.

Menurut Santrock untukberpikir secara kritis, untuk memecahkan setiap permasalahan atau mempelajari sejumlah pengetahuan baru, siswa harus mengambil peran aktif di dalam belajar, yakni harus berupaya mengembangkan sejumlah proses berpikir aktif, diantaranya : 8

1) Mendengarkan secara seksama.

2) Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan-pertanyaan. 3) Mengorganisasi pemikiran-pemikiran mereka.

4) Memperhatikan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan. 5) Melakukan deduksi (penalaran dari umum ke khusus).

6) Membedakan antara kesimpulan-kesimpulan yang valid dan yang tidak valid secara logika.

7) Belajar bagaimana mengajukan pertanyaan-pertanyaan klarifikasi,

(seperti “Apa intinya?”, “Apa yang Anda maksud dengan pertanyaan itu?”, dan “Mengapa?”).

Indikator berpikir kritis menurut Wade (1995),9 yakni meliputi: 1) Kegiatan merumuskan pertanyaan,

2) Membatasi permasalahan, 3) Menguji data-data,

4) Menganalisis berbagai pendapat dan bisa,

5) Menghindari pertimbangan yang sangat emosional, 6) Menghindari penyederhanaanberlebihan,

7) Mempertimbangkan berbagai interpretasi; dan 8) Mentoleransi ambiguitas.

8

Desmita, op. cit., hal.156

9


(33)

Ennis mengelompokkan berpikir kritis dalam 5 kelompok keterampilan berpikir, yaitu :10

1) Memberi penjelasan sederhana 2) Membangun keterampilan dasar 3) Menyimpulkan

4) Memberikan penjelasan lanjut 5) Mengatur strategi dan taktik

Adapun penjelasannya lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut :

Tabel 2.1

Keterampilan Berpikir Kritis

Keterampilan Berpikir Kritis Sub Keterampilan

1. Elementary Clarification

(memberi penjelasan sederhana)

1. Memfokuskan pertanyaan 2. Menganalisis argumen 3. Bertanya dan menjawab

pertanyaan yang menantang

2. Basic Support

(membangun keterampilan dasar)

4. Mempertimbangkan kredibilitas (criteria) suatu sumber

5. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi

6. Inference

(menyimpulkan)

6. Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi

7. Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi

8. Membuatdan

mempertimbangkan nilai keputusan.

7. Advanced Clarification

(membuat penjelasan lebih lanjut)

9. Mengidentifikasi istilah dan mempertimbangkan keputusan

10. Mengidentifikasi asumsi

8. Strategy and Tactics

(strategi dan taktik)

11. Merumuskan suatu tindakan

10

Dina Mayadiana S, KemampuanBerpikirKritis Matematika, (Jakarta: Cakrawala Maha Karya), 2009. hal.13


(34)

Selain itu, Ennis menyatakan bahwa ada enam elemen dasar dalam berpikir kritis yang dikenal dengan FRISCO (Focus, Reason, Inference, Situation, Clarity, Overview) yaitu:11

1) Focus(Fokus)

Hal pertama yang harus dilakukan dalam menghadapi situasi tertentu adalah mengidentifikasikansituasi atau masalah dengan baik. Untuk meyakinkan bahwa kita telah mengetahui dan memahami focus dari situasi tertentu, kita dapat bertanya kepada diri sendiri “apa yang terjadi disini?”, “ada apa sebenernya disini?”. “semua ini mengenai

apa?”, “apa orang-orang mencoba untuk membuktikan?”, “apa saya

mencoba untuk membuktikan?”. Indikator focusyang dimaksudkan

adalah siswa mampu menentukan konsep yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan.

2) Reason (Alasan)

Menurut Ennis untuk mendapatkan suatu alasan yang mendukung, kita harus mencoba mencari gagasan yang baik. Selain itu, kita juga harus paham dengan alasan yang disampaikan untuk mendukung kesimpulan dan memutuskan suatu argumen.

Ketika sedang merumuskan argumen, kita harus menyampaikan alasan. Pada saat kita membuat keputusan, sebaiknya kita mencari alasan yang mendukung dan melawan (pro dan kontra) atas keputusan kita tersebut. Terkadang kita sedang menyelidiki sesuatu atau melakukan eksperimen tertentu, sebenarnya kita sedang mencari bukti, dan bukti akan menjadi alasan dari kesimpulan kita. Akhirnya ketika kita mereview suatu argument, kita harus mengidentifikasi dan menilai keabsahan alasan kita.Indikator reasonyang dimaksudkan adalah siswa mampu memberikan alasan tentang jawaban yang dikemukakan.

3) Inference (menarik kesimpulan)

Dalam penarikan kesimpulan, kita harus menilai apakah alasan dapat diterima dan kita juga harus menilai apakah alasan itu cukup untuk

11


(35)

membuat kesimpulan jika alasan dapat diterima, oleh karena itu kita harusmenilai kesimpulan.

Menarik kesimpulan meliputi kegiatan mendeduksi atau mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, dan membuat serta menentukan nilai pertimbangan.Indikator inference yang dimaksudkan adalah siswa mampu membuat kesimpulan dari informasi yang tersedia dengan cara membuat langkah-langkah dalam penyelesaian.

4) Situation ( Situasi)

Menurut Ennis situasi itu meliputi orang yang terlibat dan juga tujuan, sejarah, kesetiaan, pengetahuan, emosi, prasangka, keanggotaan, kelompok, dan kepentingan mereka, termasuk juga lingkungan fisik dan lingkungan sosial (yang meliputi keluarga, pemerintah, institusi, agaman, pekerjaan, klub dan lingkungan sekitar).Hal tersebut berkaitan tidak hanya pada arti aktivitas berpikir dan beberapa aturan yang mengarahkannya, tetapi juga arti dari apa yang dilakukan atau dinilai dari orang tersebut.Indikator situation yang dimaksudkan adalah siswa mampu menjawab soal sesuai konteks permasalahan, dapat mengungkapkan situasi atau permasalahan dengan menggunakan bahasa matematika dan mampu menjawab soal-soal matematika aplikasi.

5) Clarity (Kejelasan)

Kejelasan merupakan hal yang penting dalam mengemukakan suatu gagasan. Jika apa yang dikatakan oleh orang lain kurang jelas, cobalah kita meminta penjelasan. Yakinkan bahwa kita memahami apa yang sedang mereka bicarakan. Sedangkan untuk meminta penjelasan

dari seseorang kita bias menggunakan pertanyaan, diantaranya “Apa

yang anda maksud?”, “Dapatkah anda memberi contoh”.Indikator clarity

yang dimaksudkan adalah siswa mampu memberikan kejelasan lebih lanjut baik definisi atau keterkaitan konsep.


(36)

6) Overview (Peninjauan)

Elemen keenam dalam berpikir kritis adalah overview. Overview

ini sebaiknya tidak hanya dilakukan diakhir, tetapi terus-menerus selama memegang kasus. Walaupun sebenarnya sudah membuat penilaian mengenai kesimpulan pada bagian Inference. Overview ini dilakukan sebagai bagian dari pengecekan secara keseluruhan.Indikator overview

yang dimaksudkan adalah siswa mampu mengecek apa yang telah ditemukan, diputuskan, dipertimbangkan, dipelajari dan disimpulkan.

Berdasarkan indikator yang dikemukakan oleh beberapa ahli, indikator berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah FRISCO, yaitu:

1) Focus(menentukan konsep yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan)

2) Reason(memberikan alasan tentang jawaban yang dikemukakan)

3) Inference(membuat kesimpulan dari informasi yang tersedia dengan cara membuat langkah-langkah dalam penyelesaian)

4) Situation(menjawab soal sesuai konteks permasalahan, dapat mengungkapkan situasi atau permasalahan dengan menggunakan bahasa matematika dan mampu menjawab soal-soal matematika aplikasi)

5) Clarity(memberikan kejelasan lebih lanjut baik definisi atau keterkaitan konsep)

6) Overview(mengecek apa yang telah ditemukan, diputuskan, dipertimbangkan, dipelajari dan disimpulkan)

2. Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) a. Pengertian metode thinking aloud pair problem solving

Dalambahasa indonesia think aloud artinya berpikir keras, pair artinya berpasangan dan problem solving artinya pemecahan atau penyelesaian masalah. Jadi thinking aloud pair problem solving dapat diartikan sebagai teknik berpikir keras secara berpasangan dalam penyelesaian masalah, yang merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat menciptakan kondisi


(37)

belajar aktif kepada siswa. Jenis pembelajaran ini membuat siswa untuk mencari tahu sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Sehingga metode TAPPS memberikan tantangan kepada siswa untuk belajar dan berpikir sendiri.

Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Claparede. Arthur Whimbey dan Jack Lochhead telah mengembangkan metode ini lebih jauh dengan maksud untuk mendorong keterampilan memecahkan masalah dengan cara membicarakan hasil pemikiran dalam menyelesaikan masalah pada pengajaran matematika dan fisika. Pada metode TAPPS, siswa di kelas dibagi menjadi beberapa tim, setiap tim terdiri dari dua orang. Satu orang siswa menjadi problem solver dan satu orang lagi menjadi listener. Setiap anggota memiliki tugas masing-masing yang akan mengikuti aturan tertentu.12

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode TAPPS merupakan salah satu metode pembelajaran yang menantang siswa untuk belajar melalui pemecahan masalah yang dilakukan secara berpasangan dan saling bertukar peran, dimana satu siswa memecahkan masalah dan siswa lain mendengarkan pemecahan masalah tersebut sehingga siswa menjadi pembelajar mandiri yang handal serta aktif dalam proses pembelajaran. b. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Thinking Aloud Pair Problem

Solving (TAPPS)

Menurut Whimbey dan Lochhead metode ini menggambarkan pasangan yang bekerja sama sebagai problem solver dan listener untuk memecahkan suatu permasalahan. Siswa yang berperan sebagai problem solver memiliki tugas untuk menjelaskan tahap demi tahap dalam menyelesaikan masalah, sedangkan siswa yang berperan sebagai listener

memiliki tugas untuk memahami setiap langkah yang dilakukan problem solver, sementara guru dianjurkan untuk mengarahkan siswa sesuai prosedur

12

James. E. Stice, teaching problem solving, 2011,h.4


(38)

yang telah ditentukan. Proses ini telah terbukti efektif dalam membantu siswa belajar.13

Strategi dalam memecahkan masalah merupakan suatu rangkaian langkah pemecahan yang digunakan oleh problem solver untuk mencapai suatu solusi. Banyak strategi pemecahan masalah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah, namun strategi pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini untuk menyelesaikan soal-soal matematika selama proses belajar mengajar adalah strategi pemecahan masalah menurut Polya.

Menurut Polya langkah pemecahan masalah terdiri dari empat tahap. Keempat tahap tersebut dapat dijelaskan secara ringkas sebagai berikut : 1) Memahami masalah

Memahami masalah merupakan langkah yang sangat penting dalam menyelesaikan suatu masalah, karena dalam penyelesaian suatu masalah akan sangat bergantung pada pemahaman terhadap masalah itu sendiri. Polya mengungkapkan bahwa untuk memahami masalah perlu menjawab pertanyaan sebagai berikut : Data apa yang diberikan? Apa yang ditanyakan? Bagaimana kondisi ssoal? Apa yang tidak diketahui? Mungkinkah kondisi dinyatakan dalam bentuk persamaan atau hubungan lainnya? Apakah kondisi yang diberikan cukup untuk mencari apa yang ditanyakan? Apakah kondisi yang diberikan cukup atau kondisi itu berlebihan, atau kondisi itu saling bertentangan? Selain menjawab pertanyaan, untuk memahami masalah disarankan untuk membuat gambar (jika memungkinkan), dan menuliskan notasi yang sesuai.

2) Merencanakan suatu penyelesaian

Pada langkah ini ditentukan hubungan antara hal yang diketahui dengan hal yang ditanyakan. Selanjutnya disusun rencana pemecahan masalahnya dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : Apakah pernah ada soal ini sebelumnya? Atau pernahkah ada soal yang sama atau serupa dalam bentuk lain? Tahukan soal yang mirip dengan soal ini?

13

Arthur Whimbey & Jack Lochhead, problem solving & comprehension sixth edition, (london: Lawrence Erlbaum Associates, 1999), h.39


(39)

Teori mana yang dapat dipakai dalam masalah ini? Perhatikan apa yang ditanyakan! Misalkan ada soal yang serupa dengan soal yang pernah diselesaikan. Dapatkah pengalaman yang lama digunakan dalam masalah sekarang? Dapatkah hasil dan metode yang lalu digunakan di sini? Apakah harus dicari unsur lain agar dapat memanfaatkan soal semula? Dapatkah mengulang soal tadi? Dapatkah menyatakannya dalam bentuk lain? Andaikan soal baru belum dapat diselesaikan, coba pikirkan soal serupa dan selesaikan. Bagaimana bentuk umum soal itu? Bagaimana bentuk soal yang lebih khusus? Soal yang analog? Dapatkah sebagian soal diselesaikan? Misalkan sebagian soal dibuang, sejauh mana yang ditanyakan dapat dicari? Manfaat apa yang dapat diperoleh dari data yang ada? Perlukah data lain untuk menyelesaikan soal yang dihadapi? Dapatkah yang ditanyakan atau data atau keduanya diubah sehingga menjadi saling berkaitan satu dengan yang lainnya? Apakah semua data dan semua kondisi sudah digunakan? Sudahkah diperhitungkan ide-ide penting yang ada dalam soal tersebut?

3) Melaksanakan rencana penyelesaian

Melaksanakan penyelesaian yang menekankan pada pelaksanaan prosedur yang ditempuh meliputi : Melaksanakan rencana penyelesaian. Memeriksa setiap langkah apakah sudah benar? Bagaimana membuktikan langkah yang dipilih sudah benar?

4) Memeriksa kembali proses dan hasil secara keseluruhan

Memeriksa kembali proses dan hasil yang meliputi : Bagaimana memeriksa kebenaran hasil yang diperoleh? Dapatkah diperiksa sanggahannya? Dapatkah jawaban itu dicari dengan cara lain? Dapatkah jawaban itu dibuktikan? dan dapatkah cara atau jawaban tersebut digunakan untuk soal-soal lain?

Dalam penelitian ini empat tahap penyelesaian menurut Polya diterapkan pada saat penggunaan metode TAPPS untuk memecahkan permasalahan. Dalam metode TAPPS, setiap siswa diberikan permasalahan


(40)

berbeda yang harus dipecahkan. Berikut merupakan perincian tugas problem solver dan listener yang dikemukakan oleh Stice.

Tugas problem solver:

1) Membacakan soal dengan suara cukup keras agar listener mengetahui permasalahan yang akan dipecahkan,.

2) Mulai menyelesaikan soal dengan cara sendiri. Problem solver

mengemukakan semua pendapat serta gagasan yang terpikirkan, mengemukakan semua langkah tersebut serta menjelaskan apa,mengapa,dan bagaimana langkah tersebut diambil agar listener

mengerti penyelesaian yang dilakukan problem solver.

3) Problem solver harus lebih berani dalam mengungkapkan segala hasil pemikirannya. Anggaplah bahwalistener tidak sedang mengevaluasi . 4) Mencoba untuk terus menyelesaikan masalah sekalipun problem solver

menganggap masalah tersebut sulit. Tugas listener:

1) Memahami secara detail setiap langkah yang diambil problem solver. 2) Meminta problem solver untuk terus berbicara.

3) Bertanya ketika problem solver mengatakan sesuatu yang kurang jelas. Jangan biarkan problem solver melanjutkan jika listener tidak mengerti yang problem solver lakukan, atau listener pikir telah terjadi kesalahan, dengan meminta problem solver mengecek kembali langkah penyelesaian yang ditempuhnya.

4) Tidak memecahkan masalah yang dihadapi problem solver. Jika problem solver terus membuat kesalahan dalam berpikir atau menghitung, tunjukkan kesalahannya, tetapi jangan dikoreksi.14

Peran guru di kelas sangatlah terbatas, bisanya guru hanya mengamati diantara pasangan siswa, memonitor aktivitas mereka dan memberikan perhatian khususs kepada Listener. Selain itu guru dapat berkeliling memonitor seluruh kelompok dan melatih Listener mengajukan pertanyaan.

14

James. E. Stice, teaching problem solving, 2011, h.4, (http://wwwcsi.unian.it/educa/problemsolving/stice_ps.html)


(41)

Hal ini diperlukan karena keberhasilan metode ini akan tercapai bila Listener

berhasil membuat Problem Solver memberikan alas an dan menjelaskan apa yang mereka lakukan untuk memecahkan masalah. Peran guru dalam hal ini hanya sebagai fasilitator bukan pentrasnfer pengetahuan dan juga motivator.

Jika terdapat kelompok yang mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah, guru dapat membantu kelompok tersebut diantaranya dengan cara : menjadi Listener dengan memberikan pertanyaan yang merupakan bantuan menuju sesuatu yang dibutuhkan oleh siswa, namun tidak mengungkapkan seluruh jawaban yang dibutuhkan oleh siswa.

Melalui metode TAPPS, siswa belajar untuk bertanggung jawab dalam kegiatan belajar, tidak sekedar menjadi penerima informasi yang pasif, namun harus aktif mencari informasi yang diperlukan sesuai dengan kapasitas yang ia miliki. Dalam metode TAPPS siswa dituntut untuk terampil bertanya dan mengemukakan pendapat, menemukan informasi yang relevan dari sumber yang tersembunyi, mencari berbagai cara alternative untuk mendapatkan solusi, dan menentukan cara yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah.

c. Keunggulan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) Kyungmoon Jeon mengatakan bahwa metode TAPPS lebih efrektif dalam mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, terutama dalam mengingat kembali konsep-konsep yang terkait dalam menyelesaikan soal matematika.15 Sejalan dengan pendapat di atas, Caruso dan Tudge mengungkapkan bahwa metode TAPPS adalah metode yang efektif dan efisien membangun kemampuan menjelaskan analitis siswa karena metode ini melibatkan pertukaran konsepsi antar siswa, yang membantu mereka meningkatkan pembelajaran dan pemahaman mereka dalam memahami konsep dengan pemahaman yang lebih baik.

Demikian juga dengan Slavin yang mengatakan bahwa: “TAPPS

permits students to rehearse the concepts, relate them to existing fremeworks,

15

Kyungmoon, Jeon, The Effects of Thinking Aloud Pair Problem Solving on High

School Student’s Chemistry Problem-Solving Performance and Verbal Interactions, Journal of Chemical Education research, vol.82, 2005, h.1558.


(42)

and produce a deeper understanding of the material”.16 Metode ini melibatkan berpikir tingkat tinggi, metode ini juga dapat memonitor siswa sehingga siswa dapat mengetahui apa yang dipahami dan apa yang belum dipahaminya. Proses ini cenderung membuat proses berpikir siswa lebih sistematik dan membantu mereka menemukan kesalahan sebelum mereka melangkah lebih jauh kearah yang salah sehingga membantu mereka untuk menjadi pemikir yang lebih baik.

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas maka dapat dikatakan bahwa metode TAPPS memiliki beberapa keunggulan, antara lain: 1) Mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. 2) Meningatkan pemahaman konsep.

3) Mengurangi pemikiran impulsif.

4) Meningkatkan keahlian mendengarkan aktif. 5) Meningkatkan keahlian berkomunikasi.

6) Membangun rasa puas ketika memecahkan suatu masalah. 7) Membangun rasa percaya diri dalam memecahkan masalah.

Melalui metode TAPPS siswa belajar untuk bertanggung jawab dalam kegiatan belajar, tidak sekedar menjadi penerima informasi yang pasif, namun harus aktif mencari informasi yang diperlukan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Dalam metode TAPPS siswa dituntut bergerak aktif untuk terampil bertanya dan mengemukakan pendapat, menemukan informasi yang relevan dari sumber yang tersembunyi, mencari berbagai cara alternatif untuk mendapatkan solusi, dan menentukan cara yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah, sehingga dari hal-hal tersebut dapat terlihat jelas aktivitas yang dilakukan siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi ketika proses pembelajaran berlangsung.

16

Slavin, Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS), 2011, (http://www.wcer.wisc.edu/archive/c11/c1/doingcl/tapps.html).


(43)

d. Teori yang Mendukung Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)

Metode TAPPS ini mengacu pada dua teori yaitu interaksi social Piaget dan teori Vygotsky tentang perkembangan sosial.

1) Teori Piaget

Dalam teorinya, Piaget menyebutkan bahwa kolaborasi di antara siswa sangat diperlukan karena kegiatan ini akan menunjukkan pandangan yang berbeda dari yang lainnya agar dapat memperbaiki dan meningkatkan pemahaman siswa terhadap suatu konsep serta lebih mampu memecahkan masalah-masalah kompleks dibandingkan dengan siswa yang belajar secara individu.

2) Teori Vygotsky

Metode TAPPS juga berhubungan dengan teori Vygotsky tentang perkembangan sosial. Seperti halnya Piaget, Vygotsky mengemukakan bahwa siswa membentu pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui bahasa.17 Vygotsky menekankan pada hubungan orang dengan konteks budaya dimana mereka bertindak dan berinteraksi dalam membagi pengalaman. Menurut teori Vygotsky, guru dan siswa harus bekerja secara kolaboratif, bukan guru mendiktekan materi kepada para siswa. Ruang kelas akan menjadi suatu komunitas pembelajaran jika siswa dan tempat duduknya dibagi-bagi dalam kelompok kecil.

Melalui kedua teori ini siswa dituntun ataupun difasilitasi untuk belajar sehingga menemukan kembali (reinvent) atau mengkonstruksi kembali (reconstruct) pengetahuan, khususnya dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan demikian melalui beberapa penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa metode TAPPS dengan interaksi dan kolaborasinya, baik itu yang dilakukan guru kepada siswa, maupun siswa yang satu kepada siswa yang lainnya dalam hal ini listener dan problem solver mampu

17

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Presentasi Pustaka, 2007), h.26.


(44)

mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa dalam menyelesaikan permasalahan dalam pembelajaran matematika yang diberikan oleh guru pada saat proses pembelajaran di sekolah.

e. Desain Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dalam Proses Pembelajaran

Dalam menerapkan metode TAPPS di kelas, yang perlu diperhatikan adalah prosedur pelaksanaan metode tersebut agar terlaksana dengan baik. Yang patut dikembangkan dan diterapkan kepada siswa adalah bagaimana siswa bekerja sama satu sama lain agar termotivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog serta untuk mengembangkan keterampilan social dan keterampilan berpikir dalam menyelesaikan masalah pada pembelajaran matematika.

Adapun langkah-langkah atau prosedur pembelajaran matematika dengan menggunakan metode TAPPS secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2.2

Tahapan Pelaksanaan Metode TAPPS Tahapan Kegiatan Kegiatan Pembelajaran

Pendahuluan

- Guru dan siswa berdoa bersama. - Guru mengabsen siswa.

- Guru menyampaikan standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagai tujuan pembelajaran.

- Guru menyampaikan apersepsi dan motivasi kepada siswa.

- Menginformasikan kepada siswa behwa metode yang akan digunakan pada setiap pertemuan yaitu metode TAPPS dan menyampaikan prosedur pelaksanaannya.

Kegiatan Inti

Eksplorasi:

- Guru memberikan lembar kerja kepada masing-masing siswa dan memberikan sedikit penjelasan mengenai lembar kerja siswa (LKS) tersebut.

- Siswa menggali pengetahuan awal melalui lembar kerja siswa (LKS) yyang telah diberikan guru.

Elaborasi:


(1)

183

c.

Perbedaan Antar Perbedaan (Interaksi AB)

Karena F

0

= 2,936 < F

tab

= 3,99 maka H

0

diterima, artinya tidak

terdapat pengaruh interaksi antara metode pembelajaran dan gender

terhadap kemampuan berpikir kritis matematika siswa.

RANGKUMAN HASIL PENELITIAN

Hasil Uji Hipotesis Dengan Anava Dua Arah

Sumber

Varians

JK

Db

RJK

Fo

Ftab

α = 0,05

Antar A

4279.334

1

4279.334

14,778

3.99

Antar B

1610.581

1

1610.581

5,562

3.99

Interaksi

850.0536

1

850.0536

2,936

3.99

Dalam

18532.3

64

289.5672

Simpulan Main effect (A):

Kemampuan berpikir kritis matematika siswa yang diajar dengan metode

Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)

lebih tinggi daripada siswa

yang diajar dengan metode diskusi kelompok.

Simpulan Main effect (B):

Kemampuan berpikir kritis matematika siswa perempuan lebih tinggi

daripada siswa laki-laki.

Simpulan Interaction effect (AB):

Tidak terdapat pengaruh interaksi antara metode pembelajaran dan gender

terhadap kemampuan berpikir kritis matematika siswa.


(2)

UJI

REFERENSI

Nama

:

Vindarini Novianti

Nim

:10701700A771r

Judul

Skripsi

: Pengaruh Metode

Thinking

Aloud

Pair

Problem

Solving

(Tapps) Dan Gender Terhadap Kemampuan

Berpikir Kritis

Matematika

Siswa

No.

Judul

Buku

dan Nama Pengarang

Paraf

Pembimbing

I

Pembimbing

il

BAB

I

I

Erman

Suherman

dl&,

Strategi

Pembelaiaran

Matematika Kontemporer, @andung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2001),

h.19, h.20,

!

2 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belaiar, pakarta: Rineka Crpta, 2003), h. 253

/

n

7

3

Ariyadi

Wdaya, Pendidikan Matematika Realistik, (Yogyakarta :

Graha llmu, 2012),

h.l.

,\rrfu

1

4 Sofan Amri, Proses Pembelaiaran Inovatif dan Kreatif dalam Kelas,

(Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya, 2010) cet.l. h.63

1

5 Utari Surrarmo, Berpikir dan Disposisi Matematik, Dapat diakses di

http://math.sps.upi.edu. pada tanggal 18 Agustus 2011, pukul 11.15

WIB

/

f

6

Sri

Wardhani, Analisis

SI

dan SKL

Mata

Pelajaran Matematikal SMP/IVITs untuk Optimalisasi Tuiuan Mata Pelajaran Matematika, (Yogyakarta : PPPPTK Matematika, 2008), diakses pada tanggal 16

Agustus 2011,

h.29-30,

pukul 18.30, (htto://p4tkmatematika.org/fasilitasi/ 1 3

-SI-SKLSMP-Optimalisasi-Tuiuan-Wardani.pdf)


(3)

on

BerPikir Kritis

Matematika,

(Jakarta: Cakrawala Maha Karya, 2009), h.3'

/\

4

7

8 eterampilan Berpikir

Kritis

dalam

Perrbelajaran Mattematika

di

SD,

dalam Forum

Kependidikan'

vol.28, nomor

2,

20Ag, diakses tanggal

3

September 2011' pukul

15.01), h.138,

4

Subandar,

"BerPikir

Reflehif',

dapat di

I Reflektif.pdf

k

-(

4

9

r

'4

l0

Slavin,

Thinking

Aloud

Pair

Problem

Solving

(lA't'Ys),

zvlr'

(http://www.wcer.wisc.edu/archivdc I 1/c 1 /doingcVtapps'html)'

I

4

I

BAB

II

ffi

Contextual

reac\ins

&

Learning

Menjadikan

Kegiatan

Belaiar

Mengaiar

l&engasyikkan dan

Berrnakna, Penerjemah,

Ibnu

setiawan (california: coruwin Press, Inc, 2002, reprint, Bandung: MLC, 200 8)' cet'ke4'h. 1 87'

/t

2 ilan BerPikir

Kritis

dalam

pembelajaran Matematika

di

sD,

dalarn Forum

Kependidikan, vol.28, nornor 2, 2\Tg,diakses pada tanggal 3 September 201 1' pukul

15.01), h.137, h.139

7

V

1

3

Dina

Mayadiana

S-

Kemampuan

Berpikir

Knns

Matemanna'

(akarta: calcrawala maha karya,2009),

h'l1,

h'13

?

4

Jozaa

Sabandar,

Beryikir

RefleHiJ

dapat

(uaKses

cr

Reflektif.pdf

4

5 Sofan

Amri

dan

Lif

Khoiru Ahmadi, Proses Pembelalaran tnovatrl dan Kreatif, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2010),h' 65'

4

6

Vincent Ryan

Ruggiero, Beyond Feelings

a

Guide

to

Lntrcat Thinking,(New

York

The McGraw-Hill Compani

es,2004),p'21'

/

r

a


(4)

8

James.

E.

Stice,

teaching problem

solving,

2011,

h.4

http:/lwwwcsi .unian.iVeduca/problemsolvin g/sticeJrs.html

u/

r

9

Arthur

Whimbey

&

Jack

Lochhead,

problem

solving

&

comprehension sixth edition, (london: Lawrence Erlbaum Associates,

1999), h.39

/

7

l0

Kyungmoon, Jeon,

The

Effects

of

Thinking

Aloud

Pair Problem

Solving

on

High

School

Student's Chemistry Froblem-Solving Performance and Verbal Interactions , Journal of Chemical Education research, vol.82, 2005, h.1 558.

(/

T

ll

Slavin, Thinking

Aloud

Pair

Problem

Solving

(TAPPS), 2011, (http://www.wcer.wisc.edu/archive/c 1 1 /c 1 /doingcVtapps.htrrl).

V

f

t2

Trianto,

Model-model

Pembelajaran

Inovatif

Berorientasi

KonstruHiistik, (J akarta: Presentasi Pustaka, 2007), h.26.

/

fr

a

l3

Rahayu

Relawati,

Konsep

dan

Aplikasi Penelitian

Gender, @andung: CV. Muara Indah, 201 1), lL3,h.4

/

4

7

t4

http:i/www.zudangmateri.conr/20 I I /0 l/pengertian-lender.html

/

(

15

M.

Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2006), hat. 7

I

4

16

A.

Rahmawati, Persepsi Remaja tentang Konsep

Maskulin

dan

Feminim

Dilihat

dari

Beberapa Latar Belakangnya. Skripsi pada

Jurusan Psikologi Pe'ndidikan dan Bimbingan

UPI

Bandung, 2004 (hr!tp://www.sarj analar.com/2O I 2/06/pengertian-eender-menurut-para-ahli.html. diakses pada tanggal 28-05 -2013, jam 1 9.55)

/

7

BABIn

I Kadir, Jurnal Penerapan

Alat

Peraga Pembelaiaran Dimensi Tiga

Dan

Dimensi

Dua

Ditinjau

Dari

Kemampuan

Spasial

Dan Pengaruhnya Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Geometi Bangun Ruang Siswa Mts, dalarn Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika, (Jakarta

:

Jurusan Pendidikan Matematika

FITK

UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012), hal. 37

1

2 Wahyu Widhiarso, Prosedur Pengujian Yaliditas Isi melalui Indeks Rasio

Yalitlitas

.Isi

(CVR),

diakses

dari


(5)

I27

APrJl,Pkl' 17:00WIB

Iuasi Pendidikan' (Jakarta:

Bumi Aksara,200g),Ed.Revisi, Cet'7,h'100,

h'

160' h'168

Sudjana, Metode Statistik,@andung: Tarsito, 1 996)' h' 27 3'

ilmu

Sosial' (Jakarta: PT' Rosemata SamPuma, 2010), h. 27 3'

NrP. 196708t2

199402 1 001

Jakarta, Juli 2014

Pembimbing

II

Firdausi.

M.

Pd

NIP.

19690629 200501 1 003 Mengetahui


(6)

r

'

/""T%

YAYASAN

PENDIDIKAN

PARAMARTA

PARAMARTA

SMP

PARAMARTA

w

Sekretariat : Jt. Raya Jombang Gg. Taqwa No. 70 Depan Villa Jombang Baru, Jombang Ciputat - Kota Tangerang Selatan Telp. : (021) 74634750

Yang bertandatangan

di

baurah

ini

: : Drs. Kusman

: Kepala Sekolah SMP Paramarta

: Jl. Raya

Jomhng;

Gg- Taqwa

No.

7O Ciputat - Tangsel

D€ngru

ini

menerangfun bahwa,

ymg

tersebut di baurah

ini

:

Nama

:

VindariniNovianti

NIIII

:lO70flA0{JiI7l

Prodi/Jrnusan : Pendidikan Matematika Fakultas

Ilmu

Tarbiyyah dan Kejuruan Universitas

IslamNegen SyarifHidayatullah

Jakarta

Adalahbentrtelahmelakukan

Riset

/

Penelitian pada sekolah SMP

Pramrtatethittttrg

seiak 20

November

2013 sampai dengan 2O Desember 2013. Dan yang

bersangkuta

telah melaksanakan tugasnya dengan baik dan pe,ntrh

tmgglng

jayrab.

De,mftian

surd

keterangan

ini

dibud d€nge

benff,

utrhrk

d4d

dipergunakan sebagaimma

mestiq'a-Selataq 23 Desember 2013 SMP

Parmarta

Nama Jabdan

Alamd

No: 1305/S.Ket/SMP.PmD(tr/2013

ar.^'{g


Dokumen yang terkait

PENGARUH METODE TAPPS TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA

3 27 213

Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik Siswa Dengan Metode Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (Tapps)

8 37 157

Pengaruh Metode Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (Tapps) Terhadap Kemampuan Penalaran Adaptif Matematik Siswa (Penelitian Quasi Eksperimen Di Kelas Xi Ipa Sma Muhammadiyah 25 Pamulang)

3 26 192

Pengaruh Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (Tapps) Terhadap Kemampuan Berpikir Analitis Matematis Berdasarkan Level Kognitif Siswa Di Mts Hidayatul Umam

2 14 203

Pengaruh metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dan gender terhadap kemampuan berpikir kritis matematika siswa

2 17 0

PEMBELAJARAN THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMA.

0 3 48

PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENERAPAN THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING DISERTAI HYPNOTEACHING (HYPNO-TAPPS.

7 24 42

STRATEGI THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KELANCARAN BERPROSEDUR DAN KOMPETENSI STRATEGIS MATEMATIS SISWA SMP.

2 8 62

PENGARUH STRATEGI THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING (TAPPS) TERHDAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP.

6 17 132

PEMBELAJARAN THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS DAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMA - repository UPI T MAT 1103456 Title

0 0 4