rukun dan syarat jual beli murabahah (1)

REVISI
RUKUN DAN SYARAT JUAL BELI MURABAHAH
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fiqih Mu’amalah
Dosen Pengampu

: Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.

Disusun oleh :
DEWI WULANDARI (1502100171)
Kelas A

PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI JURAI SIWO METRO
STAIN JURAI SIWO METRO
2016

RUKUN DAN SYARAT JUAL BELI MURABAHAH
A. PENDAHULUAN
Makalah ini membahas tentang rukun dan syarat jual beli Murabahah.

Kajian tentang rukun dan syarat jual beli Murabahah penting untuk disajikan
pada kelas Perbankan Syariah, karena

Islam adalah agama yang universal

sebagai pedoman yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, pada garis
besarnya menyangkut dua bagian pokok, yaitu ibadah dan muamalah. Ibadah
adalah merendahkan diri kepada allah swt dengan menaati segala perintah dan
menjauhi segala larangannya. Sedangkan muamalah ialah kegiatan-kegiatan
yang menyangkut antar manusia yang meliputi aspek ekonomi, politik dan sosial.
Untuk kegiatan muamalah yang menyangkut aspek ekonomi seperti jual beli,
simpan pinjam, hutang piutang, usaha bersama dan lain sebagainya. ada salah
satu jenis jual beli yang banyak berkembang dimasyarakat dalam perbankan
syariah yaitu jual beli Murabahah. Murabahah merupakan jual beli di mana si
penjual mengambil keuntungan dari barang yang dijualnya sementara si pembeli
mengetahui harga awal barang tersebut.
Kajian dalam makalah ini berdasarkan kajian dalam kitab, buku dan jurnal
yang berkaitan langsung dengan masalah rukun dan syarat jual beli Murabahah.
di dalam kitab suci Al-qur‟an dan Al-sunnah merupakan dasar hukum Murabahah
atau sumber hukum islam yang


mengatur segala aspek dalam kehidupan

manusia yaitu salah satunya memberikan contoh untuk mengetahui jual beli yang
di perbolehkan dalam syariah islam agar harta yang dimiliki halal dan baik.
Seperti yang kita ketahui, jual beli adalah salah satu aspek dalam
muamalah, dengan kaidah dasar semua boleh kecuali yang di larang. Saat ini
banyak lembaga keuangan syariah yang berkembang dengan pesat dan
menawarkan produk-produknya yang bermacam-macam pada masyarakat.
Namun kebanyakan masyarakat belum mengetahui produk-produk yang di
tawarkan oleh bank yang berbasis syariah ini, untuk itu pembahasan dalam
makalah ini dimulai dari pegertian rukun dan syarat, rukun dan syarat jual beli
Murabahah.

2

B. PEMBAHASAN
1.

Pengertian Rukun dan Syarat

Rukun adalah suatu elemen yang tidak dapat dipisahkan dari suatu

kegiatan atau lembaga, sehingga bila tidak ada salah satu elemen tersebut maka
kegiatan terdebut dinyatakan tidak sah atau lembaga tersebut tidak eksis. Rukun
secara bahasa adalah yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan
(DIKNAS,2002:966). Sedangkan syarat adalah ketentuan (peraturan, petunjuk)
yang harus diindahkan dan dilakukan (DIKNAS, 2002:1114). Dalam buku
Muhammad Amin Suma dijelaskan: rukun (Arab, rukn) jamaknya arkan, secara
harfiah antara lain berarti tiang, penopang dan sandaran,kekuatan, perkara
besar, bagian, unsur dan elemen.Sedangkan syarat (Arab, syarth jamaknya
syara’ith) secara literal berarti pertanda, indikasi dan memastikan. Menurut istilah
rukun diartikan dengan sesuatu yang terbentuk (menjadi eksis) sesuatu yang lain
dari keberadaannya, mengingat eksisnya sesuatu itu dengan rukun (unsurnya)
itu sendiri, bukan karena tegaknya.Kalau tidak demikian, maka subjek (pelaku)
berarti menjadi unsur bagi pekerjaan, dan jasad menjadi rukun bagi sifat,dan
yang disifati (al-maushuf) menjadi unsur bagi sifat(yang mensifati). Adapun
syarat, menurut terminology para fuqaha seperti diformulasikan Muhammad
Khudlari

Bek,


ialah

sesuatu

yang

ketidakadaannya

mengharuskan

(mengakibatkan) tidak adanya hukum itu sendiri. Hikmah dari ketiadaan syarat itu
berakibat pula meniadakan hikmah hukum atau sebab hukum (Amin,2004:95).
Dalam syari‟ah, rukun, dan syarat sama-sama menentukan sah atau tidaknya
suatu transaksi.
Jadi perbedaan antara rukun dan syarat menurut ulama ushul fiqih, yaitu
rukun merupakan sifat yang kepadanya tergantung keberadaan hukum dan ia
termasuk dalam hukum itu sendiri, sedangkan syarat merupakan sifat yang
kepadanya tergantung keberadaan hukum, tetapi ia berada di luar hukum itu
sendiri (Dahlan, 1996: 1692).1


Shobirin, “Jual Beli dalam Pandangan Islam”, Jurnal Bisnis, (Vol. 3, No. 2, Desember
2015),h. 7-10.
1

3

2.

Rukun Jual Beli Murabahah
Rukun jual beli murabahah sama halnya dengan jual beli pada umumnya,

yaitu adanya pihak penjual, pihak pembeli, barang yang dijual, harga dan akad
atau ijab kabul. Sementara syarat jual beli murabahah adalah:
Pertama, syarat yang terkait dengan sigat atau akad. Akad harus jelas,
baik ijab maupun kabul. Dalam akad harus ada kesesuaian antara ijab dan kabul,
dan kesinambungan antara keduanya. Kedua, syarat sah jual beli murabahah
yaitu:
1.


Akad jual beli yang pertama harus sah;

2.

Pembeli harus mengetahui harga awal barang yang menjadi objek jual
beli;2

3.

Barang yang menjadi objek jual beli murabahah merupakan komoditas
mitsli atau pada pedananya serta dapat diukur, ditakar, ditimbang atau
jelas ukuran, kadar dan jenisnya.Tidak diperbolehkan keuntungan
merupakan barang yang sejenis dengan objek jual beli, seperti beras
dengan beras, emas dengan emas dan sebagainya;

4.

Jual beli pada akad yang pertama bukan barter barang dengan barang
ribawi yang tidak boleh ditukar dengan barang sejenis. Barang ribawi
menurut ulama Malikiyah adalah makanan yang dapat memberikan

energi, menurut Syafi‟iyah adalah semua barang yang dapat dikonsumsi,
sementara menurut kalangan Hanafiyah dan Hanbaliyah setiap komoditas
yang ditakar dan atau ditimbang. Kalangan ulama dari empat mazhab ini
bersepakat bahwa emas dan perak atau barang lain sejenis merupakan
barang ribawi. Dengan demikian, barang-barang ribawi tidak dapat
diperjualbelikan dengan murabahah, misalnya tukar menukar beras
dengan beras atau emas dengan emas di mana jumlah salah satu pihak
lebih banyak, baik takaran atau timbangannya maka tidak boleh, dan hal
ini bukan jual beli murabahah.

5.

Keuntungan atau laba harus diketahui masing-masing pihak yang
bertransaksi, baik penjual maupun pembeli, apabila keuntungan tidak

Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer,(Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h.72.

2

4


diketahui oleh pembeli, maka tidak dapat dikatakan sebagai jual beli
murabahah.3
Selain syarat-syarat di atas, dalam kitab Badai al-Sanai‟ disebutkan
syarat lain, bahwa dalam jual beli murabahah, akad pada jual beli yang pertama
harus akad atau transaksi yang sah.
Dalam hal ini al-Kassani mengatakan:
‫مع يادة‬

‫اأ‬

‫صحيحا فإ كا فا سدا لم يج بيع ال ابحة ؛ أ ال ابحة بيع بالث‬

‫العقد اأ‬

‫من ا أ ي‬
4
‫ربح‬

‟‟Salah satu syarat jual beli murabahah adalah akad pertama harus akad yang

sah, apabila akad pertama rusak, maka jual beli murabahah tidak boleh, karena
jual beli murabahah adalah jual beli dengan pengambilan keuntungan, yaitu
modal awal plus laba.‟‟
Zakariya al-Ansari, dalam kitab Asnaal-Matalib menyebutkan bahwa
masing-masing pihak harus mengetahui secara spesifik tentang ukuran dan jenis
barang. Artinya, jenis, ukuran dan jumlah barang harus diketahui oleh masingmasing pihak yang melakukan transaksi.5
Secara singkat, syarat-syarat jual beli murabahah adalah sebagai berikut:
1.

Para pihak yang berakad harus cakap hukum dan tidak dalam keadaan
terpaksa;

2.

Barang yang menjadi objek transaksi adalah barang yang halal serta jelas
ukuran, jenis dan jumlahnya;

3.

Harga barang harus dinyatakan secara transparan (harga pokok dan

komponen keuangan) dan mekanisme pembayarannya disebutkan
dengan jelas;

3

Anonim,al-Mausu‟ah al-Fiqihiyah sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih
Mu’amalah Kontemporer,(Jakarta:Rajawali Pers, 2016),h.73.
4
Ilauddin Abu Bakar Mas‟ud al-Kassani,BadaI‟al-Sanai‟fi Tartib al-Syarai‟ sebagaimana
dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers,
2016), h.73.
5
Zakariya bin Muhammad bin Zakariya al-Ansari sebagaimana dikutip oleh Imam
Mustofa, Fiqih Mua’amalah Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h.73.

5

4.

Pernyataan serah terima dalam ijab kabul harus dijelaskan dengan

menyebutkan secara spesifik pihak-pihak yang terlibat yang berakad.6
Untuk menjadi transaksi yang sah, murabahah memiliki rukun dan syarat

yang harus dipenuhi:
1.

Rukun. Karena murabahah termasuk dalam kategori jual beli, maka
rukunnya adalah rukun jual beli, yaitu penjual, pembeli, barang, harga,
ijab dan qabul. Apabila salah satu rukun ini tidak terdapat, maka
murabahah tidak sah hukumnya.

2.

Syarat. Sebagaimana rukun, syarat juga menentukan sah tidaknya
sebuah transaksi. Kalangan ulama Hanafi membedakan antara batal dan
fasid.7 Menurut mereka, sebuah transaksi akan batal apabila kurang salah
satu rukunnya, akan tetapi tetap sah apabila salah satu syaratnya tidak
terpenuhi. Hanya saja transaksi tersebut disebut rusak atau fasid, yang
menyebabkan salah satu pihak akan berkurang haknya.
Adapun syarat-syarat murabahah, para ulama telah berijma bahwa:

1.

Informasi mengenai harga awal/pokok . Penjual dan pembeli menyepakati
harga beli barang yang akan ditransaksikan. Harga tersebut harus
dijelaskan dalam unit hitung yang jelas (misalnya mata uang). Apabila
terdapat diskon pada pembelian pertama oleh penjual, maka tidak
diragukann diskon itu milik pembeli akhir. Artinya keduanya sepakat untuk
bertransaksi pada harga yang telah dikurangi diskon.8

2.

Informasi tentang keuntungan. Penjual dan pembeli menyepakati
keuntungan yang akan diperoleh penjual dengan menjual barang tersebut
kepada pembeli. Keuntungan itu harus dijelaskan dalam unit hitung
(misalnya mata uang) dan harus meliputi biaya riil untuk mendapatkan
barang tersebut (misalnya biaya transportasi, pemeliharaan, keamanan
dan lain-lain).

6

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa,
Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta : Rajawali Pers, 2016),h.74.
7
Wahbah Zuhaily sebagaimana dikutip oleh H.Cecep Maskanul Hakim, Belajar Mudah
Ekonomi Islam, (Tanggerang Selatan Banten:Suhuf Media Insani,2011),h.73
8
Dewan Syariah Nasional telah menetapkan diskon dalam Murabahah menjadi milik
pembeli/nasabah dalam fatwanya No.16/DSN-MUI/IX/2000 sebagaimana dikutip oleh
H.Cecep Maskanul Hakim, Belajar Mudah Ekonomi Islam,(Tanggerang Selatan
Banten:Suhuf Media Insani,2011),h.74.

6

3.

Media pembayaran harus unit hitung. Pembayaran harus dilakukan
dengan menggunakan unit hitung (misalnya mata uang) yang terukur dan
tertimbang. Tidak sah pembayaran dilakukan dengan barang-barang
yang tidak dapat diukur.

4.

Tidak boleh mengandung riba. Akad murabahah yang sah tidak boleh
mengandung unsur-unsur yang dianggap riba.

5.

Akad pembelian yang pertama harus sah. Karena murabahah merupakan
jual beli pada harga asal ditambah keuntungan, maka secara logika
terdapat pembelian pertama oleh penjual kepada pihak ketiga. Pembelian
pertama ini harus sah mengikuti hukum jual beli.

Apabila tidak sah

pembeliannya, maka murabahah yang dilakukan akan menjadi tidak sah.
Syarat dan Rukun Murabahah
1)

2)

Rukun Murabahah
a.

Ba‟iu (penjual).

b.

Musytari (pembeli).

c.

Mabi‟ (barang yang diperjualbelikan).

d.

Tsaman (harga barang).

e.

Ijab qabul (pernyataan serah terima).

Syarat Murabahah
a.

Syarat yang berakad (ba‟iu dan musytari) cakap hukum dan tidak
dalam keadaan terpaksa.

b.

Barang yang diperjualbelikan (mabi‟) tidak termasuk barang yang
haram dan jenis maupun jumlahnya jelas.

c.

Harga barang (tsaman) harus dinyatakan secara transparan (harga
pokok dan komponen keuntungan) dan cara pembayarannya
disebutkan dengan jelas.

d.

Pernyataan

serah

terima

(ijab

qabul)

harus

jelas

dengan

menyebutkan secara spesifik pihak-pihak yang berakad.9

9

Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management:Teori,
Konsep, dan Aplikasi Panduan Praktis untuk Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi, dan
Mahasiswa,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h.146-147.

7

Syarat dan Rukun Murabahah
1)

Syarat-syarat muarabahah yakni:

a)

Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah.

b)

Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.

c)

Kontrak harus bebas dari riba.

d)

Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang
sesudah pembelian.

e)

Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.Jika syarat
pada pin 1, 4, dan 5 tidak terpenuhi, maka pembeli memiliki pilihan:

(1)

Melanjutkan pembelian seperti apa adanya.

(2)

Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang
yang dijual.

(3)

Membatalkan kontrak Jual beli secara murabahah tersebut hanya untuk
barangatau produk yang telah dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi
dan pada waktu kontrak10.
Adapun Rukun muarabahah yakni:

Murabahah merupakan suatu transaksi jual beli, dengan demikin rukun-rukunnya
pun sama dengan rukun jual beli, yaitu:
a)

Adanya pihak yang melakukan akad, dalam hal ini yakni penjual dan
pembeli.

b)

Adanya objek yang diakadkan. Mengenai objek yang diakadkan ini ada
dua macam, yakni:

(1)

Barang yang di perjual belikan.

(2)

Harga barang yang diperjualbelikan.

(3)

Shigat akad yakni ijab qabul.
Adapun rukun murabahah dalam perbankan adalah sama dengan fikih

dan hanya dianologikan dalam praktik perbankan, yaitu: penjual (bay„)
dianalogikan sebagai bank, pembeli (mushtari) dinalogikan sebagai nasabah,
barang yang akan diperjualbelikan (mabi„),yaitu jenis pembiayaan seperti
pembiayaan investasi, harga (thaman) dianologikan sebagai pricing atau plafon
Muhammad. Syafi‟I Antonio sebagaimana dikutip oleh Muttaqin Nurhuda,‟‟Analisis
Pelaksanaan Akad Pembiayaan Murabahah Di Bmt Palur Karanganyar‟‟, Naskah
Publikasi di Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (S.Sy) Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Surakarta (2015),h.10-11.
10

8

pembiayaan, dan ijab qabul dianalogikan sebagai akad atau perjanjian, yaitu
pernyataan persetujuan yang dituangkan dalam akad perjanjian.11
Sedangkan syarat murabahah dalam perbankan Islam adalah sesuai dengan
kebijakan bank Islam yang bersangkutan. Pada umumnya persyaratan
menyangkut barang yang diperjualbelikan, harga dan ijab qabul.12
Adapun syarat-syarat umum murabahah, antara lain, adalah 1) pihak
yang berakad, yaitu: adanya kerelaan kedua belah pihak, dan memiliki
kekuasaan untuk melakukan jual beli, 2) barang atau objek dengan ketentuan,
yaitu: a) barang itu ada meskipun tidak di tempat, namun ada pernyataan
kesanggupan untuk mengadakan barang itu, b) barang itu milik sah penjual atau
seseorang, c) barang yang diperjualbelikan harus berwujud, d) barang itu tidak
termasuk kategori yang diharamkan, e) barang tersebut sesuatu dengan
pernyataan penjual, dan f) apabila benda bergerak, maka barang itu bisa
langsung dikuasai pembeli dan harga barang dikuasai penjual. Sedangkan bila
barang itu tidak bergerak bisa dikuasai pembeli setelah dokumentasi jual-beli dan
perjanjian atau akad diselesaikan, 3) harga dengan ketentuan bahwa a) harga
jual bank adalah harga beli ditambah keuntungan, b) harga jual tidak boleh
berubah selama masa perjanjian, dan c) sistem pembayaran dan jangka
waktunya disepakati bersama.
Sedangkan syarat-syarat khusus murabahah antara lain adalah 1).
penjual hendaknya menyatakan modal yang sebenarnya dari barang yang
hendak dijual, 2). kedua belah pihak (penjual dan pembeli) menyetujui besarnya
keuntungan yang ditetapkan sebagai tambahan terhadap modal sehingga modal
ditambah dengan untung merupakan harga barang yang dijual dalam jual-beli
murabahah, 3). barang yang dijual secara murabahah dan harga barang itu
bukan dari jenis yang sama dengan barang ribawi yang dilarang diperjualbelikan
kecuali dengan timbangan dan takaran yang sama. Dengan demikian, tidak sah
jual-beli secara murabahah atas emas dengan emas, perak dengan perak,

Arisson Hendry sebagaimana dikutip oleh Syaparuddin, „‟Kritik Abdullah Saeed
Terhadap Praktik Pembiayaan Murabahah Pada Bank Islam‟‟ dalam jurnal Islamica,Vol.
6, No. 2, Maret 2012,(3) h.377.
12
Al-San‟ani sebagaimana dikutip oleh Syaparuddin, „‟Kritik Abdullah...‟‟ ,h.378.

11

9

gandum dengan gandum, beras dengan beras dan bahan-bahan
makanan lainnya yang sejenisnya sama.13
Al-Kasani menyatakan bahwa akad murabahah akan dikatakan sah, jika
memenuhi beberapa syarat sebagai berikut ini:
1.

Mengetahui harga pokok (harga beli), disyaratkan bahwa harga beli harus
diketahui oleh pembeli kedua, karena hal itu merupakan syarat mutlak
bagi keabsahan murabahah.

2.

Adanya kejelasan margin (keuntungan) yang diinginkan penjual kedua,
keuntungan harus dijelaskan nominalnya kepada pembeli kedua atau
dengan menyebutkan persentasi dari harga beli.

3.

Modal yang digunakan untuk membeli onjek transaksi harus merupakan
barang mitsli, dalam arti terdapat padanya di pasaran, dan lebih baik jika
menggunakan uang.

4.

Objek transaksi dan alat pembayaran yang digunakan tidak boleh berupa
barang ribawi.

5.

Akad jual beli pertama harus sah adanya.

6.

Informasi yang wajib dan tidak diberitahukan dalam murabahah.14
Sedangkan menurut jumhur ulama rukun dan syarat yang terdapat dalam
murabahah sama dengan rukun dan syarat yang terdapat dalam jual beli,
dan hal itu identik dengan rukun dan syarat yang harus ada dalam akad.
Menurut Hanafiyah, rukun yang terdapat dalam jual beli hanya satu, yaitu
sighat (ijab qabul), adapun rukun-rukun lainnya merupakan derivasi dari
sighat. Dalam artian, sighat tidak akan ada jika tidak terdapat dua pihak
yang bertransaksi, misalnya penjual dan pembeli, dalam melakukan akad
tentunya ada sesuatu yang harus ditransaksikan, yakni objek transaksi.15

Rukun Murabahah antara lain:
1.

Penjual (bai‟)
Penjual merupakan seseorang yang menyediakan alat komoditas atau
barang yang akan dijual belikan, kepada konsumen atau nasabah.

2.

Pembeli (Musytari)

Tazkia Institute sebagaimana dikutip oleh Syaparuddin,‟‟Kritik Abdullah...‟‟,h.378.
Dimyauddin Djuwaini sebagaimana dikutip oleh Ravee Tomong,‟‟Pelaksanaan Akad
Murabahah Di Islamic Bank Of Thailand‟‟,Tesis di Program Pascasarjana UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta (2016), h.15.
15
Ibid.,h.15.

13

14

10

Pembeli merupakan seseorang yang membutuhkan barang untuk
digunakan, dan bisa didapat ketika melakukan transaksi dengan penjual.
3.

Objek jual beli (Mabi‟)
Adanya barang yang akan diperjual belikan merupakan salah satu unsur
terpenting demi suksesnya transaksi. Contoh: alat komoditas transportasi,
alat kebutuhan rumah tangga dan lain-lain.

4.

Harga (Tsaman)
Harga merupakan unsur terpenting dalam jual beli karena merupakan
suatu nilai tukar dari barang yang akan atau sudah dijual.

5.

Ijab qabul
Para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari jual beli
adalah kerelaan kedua belah pihak, kedua belah pihak dapat dilihat dari
ijab qabul yang dilangsungkan. Menurut mereka ijab dan qabul perlu
diungkapkan secara jelas dan transaksi yang bersifat mengikat kedua
belah pihak, seperti akad jual beli, akad sewa, dan akad nikah.16

Wahbah az-Zuhaili mengatakan bahwa dalam Rahmat Ilyas 296 Jurnal Bisnis
dan Manajemen Islam jual beli murabahah itu disyaratkan beberapa hal, yaitu:
a.

Mengetahui harga pokok Dalam jual beli murabahah disyaratkan agar
pembeli mengetahui harga pokok atau hargaasal, karena mengetahui
harga merupakan syarat sah jual beli. Syarat ini juga diperuntukkan bagi
jual beli attauliyyah dan al-wadhi’ah.

b.

Mengetahui keuntungan Hendaknya margin keuntungan juga diketahui
oleh pembeli, karena margin keuntungan tersebut termasuk bagian dari
harga, sedangkan mengetahui harga merupakan syarat sah jual beli.

c.

Harga pokok merupakan sesuatu yang dapat diukur, dihitung dan
ditimbang, baik pada waktu terjadi jual beli engan penjual dengan penjual
yang pertama atau setelahnya(az-Zuhaili, 1989 : 705).17

M.Syafi‟i sebagaimana dikutip oleh Ravee Tomong, ‟‟Pelaksanaan Akad Murabahah Di
Islamic Bank Of Thailand‟‟,Tesis di Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta (2016),h.16.
17
Rahmat Ilyas,‟‟ Kontrak Pembiayaan Murabahah Dan Musawamah‟‟, dalam jurnal Bisnis
Vol. 3, No. 2, Desember( 2015), h.295-296.
16

11

Syarat-Syarat Murabahah
1.

Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah

2.

Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan

3.

Kontrak harus bebas dari riba

4.

Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang
sesudah pembelian

5.

Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
Rukun-Rukun Murabahah

1.

Penjual

2.

Pembeli

3.

Barang yang diperjual-belikan

4.

Harga dan

5.

Ijab Qabul18
Menurut Arifin (2006), bahwa rukun Murabahah yaitu adanya pihak yang

berakad (penjual dan pembeli), objek akad, dan ijab qabul. Selanjutnya adalah
syarat yang harus dipenuhi akad murabahah adalah penjual memberitahu biaya
modal kepada nasabah, kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang
diterapkan, kontrak harus bebas dari riba, penjual harus menjelaskan kepada
pembeli jika terdapat cacatnya, dan penjual harus menyampaikan semua hal
yang berkaitan dengan pembelian.19
Rukun dan Syarat Murabahah
Rukun adalah unsur yang mutlak harus ada (inheren) dalam jual beli
dengan prinsip murabahah yaitu ijab dan qabul, sedangkan syarat adalah unsur
yang harus ada dalam perjanjian tersebut, tetapi tidak merupakan esensi dari
akad tersebut. Menurut hukum lslam akad itu terbentuk lerbentuk
apabila memenuhi 4 (empat) rukun dengan syarat yang menyertainya
yaitu :
Muhamad Ziqri,‟‟Analisis Pengaruh Pendapatan Murabahah,Mudharabah,dan
Musyarakah Terhadap Profitabalitas Bank‟‟Sekripsi di Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2009),
h.23.
19
Faris Shalahuddin Zakiy ,Fauzul HanifNoorAthief El-Dinar,‟‟Metode Perhitungan
Penentuan Harga Jual Pada Pembiayaan Di Perbankan Syari‟ah‟‟, dalam Jurnal El-Dinar
Vol. 3, No 1, Januari 2015, h.4.

18

12

a)

Al-Muta'aqidain/al'aqidain pihak- pihak yang berakad), ijab dan qabul
tidak mungkin terwujud tanpa adanya pihak-pihak yang melakukan akad.
Pihak pihak
tersebut dapat berupa manusia pribadi atau badan hukum Dalam
perjanjian. Jual beli dengan prinsip murabahah pihak-pihak terdiri dari
penjual (bank) dan pembeli (nasabah). Pembeli (nasabah) dikatakan
mampu berbuat karena sudah dewasa (baligh), sehat akal (aqil),
sedangkan penjual dalam perjanjian jual beli ini adalah Bank yang
merupakan badan hukum sebagai persekutuan (syirkah) mampu berbuat
karena

status

pendiriannya

sah

menurut

hukum

yang

diwakili

pengurusnya. Menurut Fatwa dewan syariah nasional Bank dan nasabah
harusnmelakukann akad murababah yang bebas riba.
b)

Mahal al-'Aqd (objek akad) yaitu barang yang diperjual belikan dan
harganya. Agar suatu akad dapat dipandang sah objeknya memerlukan
syarat sebagai berikut :

1)

Telah ada pada waktu akad diadakaan, barang yang belum ada tidak
dapat dijadikan obyek akad sebab hukum dan akibat akad tidak mungkin
bergantung pada sesuatu yang belum ada.

2)

Diberikan oleh syara/nash artinya dalam akad jual beli barang yang
diperjualbelikan harus merupakan benda bernilai bagi pihak-pihak yang
mengadakan akad jual beli. Minuman keras bukan benda bemilai bagi
kaum muslimin dan barang tersebut harus halal dan bersih dari najis dan
maksiat. Barang yang tidak halal misalnya narkoba, karenanya ia tidak
memenuhi syarat menjadi objek akad jual beli.

3)

Dapat ditentukan dan diketahui Ketidakjelasan objek akad mudah
menimbulkan sengketa dikemudian hari sehingga tidak memenuhi syarat
menjadi objek akad. Dalam jual beli dengan prinsip murabahah bank
membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya ini berarti bahwa objek akad dapat ditentukan
dan diketahui jenisnya misalnya mobil produk terbaru tahun 2007 toyota
Avanza

4)

Dapat diserahkan pada waktu Akad terjadi, maksudnya adalah pada saat
yang telah ditentukan dalam akad, obyek Akad dapat diserahkan karena
memang benar-benar ada di bawah kekuasaanya yang sah Pihak yang

13

bersangkutan.

Ketentuan umum

murabahah dalam

bank

syariah

disebutkan bahwa jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk
membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus
dilakukan Setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. lni berarti
bahwa objek akad benar-benar ada dibawah kekuasaan yang sah pihak
yang bersangkutan yaitu pihak bank.
c)

Maudhu'ul Aqd (tujuan akad),Yaitu sebagapi restasyi ang dilakukan dan
sesuai dengan jenis akad, misalnya dalam jual beli tujuanmya adalah
pemindahan hak milik dari suatu barang dengan imbalan tertentu yaitu
berupa pembayaran harga.

d)

Shighdt al-Aqad (pemyataan saling mengikatkan diri) yaitu dengan cara
misalnya kedua pihak hadir dalam pembuatan akad, persesuaian antara
ijab dan qabul yang menyatakan kehendak para pihak secara pasti dan
mantap. Ijab qabul jni sangat penting karena merupakan pernyataan isi
perjanjian yang diinginkan kedua belah pihak. Dalam ketentuan umum
murabahah

dalam

bank

syariah

dijelaskan

bahwa

bank

harus

menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,misanya
pembelian yang dilakukan secara hutang, kemudian bank juga harus
memberitahu secam jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut
biaya yang iperlukan semuanya itu dituangkan di dalam akad.20

20

Lina Maulidiana,‟‟ Penerapan Prinsip-Prinsip Murabahah Dalam Perjanjian Islam‟‟ dalam
Jurnal Keadilan Progresif Volume 3 Nomor 2 September (2012),h.160-161.

14

C. PENUTUP
Rukun adalah suatu elemen yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan
atau lembaga, sehingga bila tidak ada salah satu elemen tersebut maka kegiatan
terdebut dinyatakan tidak sah atau lembaga tersebut tidak eksis. secara defenisi,
rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu
perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya perbuatan tersebut
dan ada atau tidak adanya sesuatu itu sedangkan Definisi syarat berkaitan
dengan sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar‟i dan ia
berada di luar hukum itu sendiri, yang ketiadaannya menyebabkan hukum pun
tidak ada, jadi perbedaan antara rukun dan syarat menurut ulama ushul fiqih,
yaitu rukun merupakan sifat yang kepadanya tergantung keberadaan hukum dan
ia termasuk dalam hukum itu sendiri, sedangkan syarat merupakan sifat yang
kepadanya tergantung keberadaan hukum, tetapi ia berada di luar hukum itu
sendiri.
Rukun dalam jual beli Murabahah yaitu : adanya pihak penjual, pihak
pembeli, barang yang dijual, harga dan akad atau ijab kabul. Sementara syarat
jual beli murabahah adalah:
Pertama, syarat yang terkait dengan sigat atau akad. Akad harus jelas,
baik ijab maupun kabul. Dalam akad harus ada kesesuaian antara ijab dan kabul,
dan kesinambungan antara keduanya. Kedua, syarat sah jual beli murabahah
yaitu:
1)

Akad jual beli yang pertama harus sah.

2)

Pembeli harus mengetahui harga awal barang yang menjadi objek jual beli.

3)

Barang yang menjadi objek jual beli murabahah merupakan komoditas mitsli
atau pada pedananya serta dapat diukur, ditakar, ditimbang atau jelas
ukuran, kadar dan jenisnya.Tidak diperbolehkan keuntungan merupakan
barang yang sejenis dengan objek jual beli, seperti beras dengan beras,
emas dengan emas dan sebagainya.

4)

Jual beli pada akad yang pertama bukan barter barang dengan barang
ribawi yang tidak boleh ditukar dengan barang sejenis. Barang ribawi
menurut ulama Malikiyah adalah makanan yang dapat memberikan energi,
menurut Syafi‟iyah adalah semua barang yang dapat dikonsumsi, sementara
menurut kalangan Hanafiyah dan Hanbaliyah setiap komoditas yang ditakar
dan atau ditimbang. Kalangan ulama dari empat mazhab ini bersepakat

15

bahwa emas dan perak atau barang lain sejenis merupakan barang ribawi.
Dengan demikian, barang-barang ribawi tidak dapat diperjualbelikan dengan
murabahah, misalnya tukar menukar beras dengan beras atau emas dengan
emas di mana jumlah salah satu pihak lebih banyak, baik takaran atau
timbangannya maka tidak boleh, dan hal ini bukan jual beli murabahah.
5)

Keuntungan

atau

laba

harus diketahui masing-masing

pihak

yang

bertransaksi, baik penjual maupun pembeli, apabila keuntungan tidak
diketahui oleh pembeli, maka tidak dapat dikatakan sebagai jual beli
murabahah.

16

D. DAFTAR PUSTAKA
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
H.Cecep Maskanul Hakim, Belajar Mudah Ekonomi Islam,Tanggerang Selatan
Banten: Suhuf Media Insani, 2011.
Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Islamic Financial Management:Teori,
Konsep, dan Aplikasi Panduan Praktis untuk Lembaga Keuangan, Nasabah,
Praktisi, dan Mahasiswa, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
Muttaqin Nurhuda,‟‟Analisis Pelaksanaan Akad Pembiayaan Murabahah Di Bmt
Palur Karanganyar‟‟, Naskah Publikasi di Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
(S.Sy) Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah, Surakarta 2015.
Syaparuddin, „‟Kritik Abdullah Saeed Terhadap Praktik Pembiayaan Murabahah
Pada Bank Islam‟‟ dalam jurnal Islamica,Vol. 6, No. 2, Maret 2012.
Ravee

Tomong,‟‟Pelaksanaan

Akad

Murabahah

Di

Islamic

Bank

Of

Thailand‟‟,Tesis di Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta 2016.
Rahmat Ilyas,‟‟ Kontrak Pembiayaan Murabahah Dan Musawamah‟‟, dalam jurnal
Bisnis, Vol. 3, No. 2, Desember 2015.
Muhamad Ziqri,‟‟Analisis Pengaruh Pendapatan Murabahah,Mudharabah,dan
Musyarakah Terhadap Profitabalitas Bank‟‟Sekripsi di Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta 2009.
Faris Shalahuddin Zakiy ,Fauzul HanifNoorAthief El-Dinar,‟‟Metode Perhitungan
Penentuan Harga Jual Pada Pembiayaan Di Perbankan Syari‟ah‟‟, dalam Jurnal
El-Dinar, Vol. 3, No 1, Januari 2015.
Lina Maulidiana,‟‟ Penerapan Prinsip-Prinsip Murabahah Dalam Perjanjian Islam‟‟
dalam Jurnal Keadilan Progresif, Vol. 3, No. 2, September 2012.

17