Model Spasial Tingkat Kerawanan Kebakaran Hutan di Kabupaten Rokan Hilir

3

TINJAUAN PUSTAKA
Kebakaran hutan didefenisikan sebagai suatu kejadian dimana api melalap
bahan bakar bervegetasi, yang terjadi didalam kawasan hutan yang menjalar
secara bebas dan tidak terkendali di kawasan non hutan. Kebakaran yang terjadi di
Indonesia sering kali membakar areal hutan dan areal nonhutan dalam waktu
bersamaan akibat penjalaran api yang berasal dari kawasan hutan menuju kawasan
non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi
istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).
Brown dan Davis (1973) menyatakan bahwa kebakaran hutan merupakan
proses reaksi cepat oksigen dan unsur‐unsur lainnya, dan ditandai dengan panas,
cahaya serta biasanya menyala. Proses kebakarannya menyebar bebas dengan
mengkonsumsi bahan bakar berupa vegetasi yang masih hidup maupun mati,
serasah, humus, semak dan gulma. Wright dan Bailey (1982) menyatakan bahwa
jenis bahan bakar semak dan anakan, penutup tanah serta serasah merupakan
bahan bakar halus yang sangat mudah menyala.
Kebakaran hutan terjadi akibat tersedianya 3 hal utama yaitu sumber
api, bahan bakar, dan angin. Di Indonesia sebenarnya setiap hutan yang ada
secara alami tidak dapat terjadi kebakaran hutan karena iklim di Indonesia
yang tropis menyebabkan curah hujan tinggi dan kelembapan juga tinggi

yang menyebabkan
kebakaran

titik - titik api dan

sulit untuk

bahan

bakar

untuk terjadinya

timbul. Kondisi hutan berpengaruh pada kerapatan

vegetasi dan jenis penggunaan lahan yang ada pada suatu tempat. Kondisi
hutan, kerapatan vegetasi dan penggunaan lahan berhubungan dengan tersedia
bahan bakar untuk terjadinya kebakaran pada suatu tempat

(Sunariya, 2013).


Universitas Sumatera Utara

4

Boonyanuphap (2001) dalam Samsuri (2008) menyatakan bahwa
pemukiman merupakan faktor aktivitas manusia yang paling signifikan
menentukan resiko kebakaran hutan dan lahan selain jaringan jalan, jaringan
sungai, dan penggunaan lahan. Aktivitas dari manusia sekitar hutan berpengaruh
nyata terhadap kejadian kebakaran hutan dan lahan dengan korelasi positif, yaitu
pengeluaran rumahtangga, dan kegiatan masyarakat di dalam kawasan hutan
(Soewarso 2003). Meningkatnya akses manusia ke dalam kawasan hutan
meningkatkan kemungkinan terjadinya pembalakan liar, pembukaan lahan dengan
pembakaran.
Pengkelasan tingkat resiko kebakaran hutan ke dalam 5 kelas
menimbulkan kesulitan dalam membedakan kelas terutama pada kelas resiko
rendah dan tinggi, karena data observasi tidak mengkelaskan ke dalam kedua
kelas tersebut. Oleh karena itu kelas rendah dan kelas tinggi dalam model
dimasukkan ke dalam kelas sedang. Sehingga kelas resiko bahaya kebakaran
hutan dan lahan model dibagi ke dalam 3 kelas yaitu kelas sedang, sangat tinggi

dan sangat tinggi sekali (Samsuri, 2008)
Pengaruh Faktor-Faktor Iklim pada Kebakaran Hutan dan Lahan
Faktor-faktor iklim pada kebakaran hutan adalah sebagai berikut :
a.

Radiasi matahari
Waktu mempengaruhi kebakaran hutan yaitu melalui proses pemanasan

bahan bakar yang dipengaruhi oleh radiasi matahari yang berfluktuasi dalam
sehari semalam. Suhu maksimum dicapai pada tengah hari sedangkan suhu
minimum dicapai pada saat menjelang matahari terbenam dan dini hari. Fuller

Universitas Sumatera Utara

5

(1991) dalam Thoha (2001) menyatakan bahwa penyinaran matahari selain
memanaskan permukaan bumi juga memanaskan lapisan udara dibawahnya.
b. Suhu Udara
Suhu udara bahan bakar adalah salah satu faktor yang menentukan

kemudahannya untuk terbakar dan tingkat terbakarnya. Suhu dicapai dengan
penyerapan radiasi matahari secara langsung dan konduksi dari lingkungan
termasuk udara yang meliputinya. Areal dengan intensitas penyinaran matahari
yang tinggi akan menyebabkan bahan bakar cepat mengering, sehingga
memudahkan terjadinya kebakaran. Suhu yang tinggi akan mengindikasikan
bahwa

daerah

tersebut

cuacanya

kering

dan

rawan

kebakaran


(Purbowaseso, 2004).
Menurut Sahardjo (1999) dalam Hadi (2006) pada hari pagi dengan suhu
yang cukup rendah sekitar 20°C ditambah dengan rendahnya kecepatan angin
membuat api tidak berkembang sehingga terkonsentrasi pada satu titik. Sementara
siang hari dengan suhu 30-35°C, dan kadar air bahan bakar cukup rendah (