Pengetahuan Ibu Pasca Salin Terhadap Perawatan Luka Perineum Di Klinik Fajar Tahun 2015

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A.Konsep Pengetahuan

1. Defenisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan indra pendengaran, pendengaran, penciuman dan pengecap. Pengetahuan akan memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap mengambil keputusan dan dalam berperilaku (Setiawati.2008)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour) (Notoatmodjo. 2010).

2. Tingkat Pengetahuan Dalam Domain Kognitif

Menurut Notoatmodjo (2010) dalam domain kognitif berkaikan dengan pengetahuan yang bersifat intelektual (cara berpikir, berinteraksi, analisa, memecahkan masalah dan lain lain) yang berjenjang sebagai berikut:

a. Tahu (Knowledge)

Menunjukkan keberhasilan mengumpulkan keterangan apa adanya. Termasuk dalam kategori ini adalah kemampuan mengenali atau mengingat kembali hal hal atau keterangan yang berhasil dihimpun atau dikenali (recall of facts).

b. Memahami (Comprehension)

Pemahaman diartikan dicapainya pengertian (understanding) tentang hal yang sudah kita kenali. Karna sudah memahami hal yang bersangkutan maka juga


(2)

sudah mampu mengenali hal tadi meskipun diberi bentuk lain. Termasuk dalam jenjang kognitif ini misalnya kemampuan menterjemahkan, menginterpretasikan, menafsirkan, meramalkan dan mengekplorasikan.

c. Menerapkan (Aplication)

Penerapan diartikan sebagai kemampuan menerapkan hal yang sudah dipahami kedalam situasi dan kondisi yang sesuai.

d. Analisa (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menguraikan hal tadi menjadi rincian yang terdiri unsur unsur atau komponen komponen yang berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya dalam suatu bentuk susunan.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun kembali bagian bagian atau unsur unsur tadi menjadi suatu keseluruhan yang mengandung arti tertentu.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk membandingkan hal yang bersangkutan dengan hal hal serupa atau setara lainnya, sehingga diperoleh kesan yang lengkap dan menyeluruh tentang hal yang sedang dinilainya.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Mubarak (2011) faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang adalah:

a. Pendidikan.

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain agar dapat memahami suatu hal. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang, semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya akan semakin


(3)

banyak. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, maka akan menghambat perkembangan sikap orang tersebut terhadap penerimaan informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

b. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat membuat seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

c. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan mengalami perubahan aspek fisik dan psikologis (mental). Secara garis besar, pertumbuhan fisik terdiri atas empat katagori perubahan yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Perubahan ini terjadi karena pematangan fungsi organ. Pada aspek pskologis atau mental, taraf berfikir seseorang menjadi semakin matang dan dewasa.

B. Perawatan Masa Nifas

Menurut Bahiyatun (2009) masa nifas adalah masa ( kira – kira 6 minggu ) setelah kelahiran bayi, selama tubuh ibu beradaptasi kekeadaan sebelum hamil, disebut juga puerperium sedangkan menurut Saleha (2009) masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu postpartum.

Periode masa nifas menurut Wulandari (2009) dibagi menjadi periode, yakni: Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari. Puerperium intermedial yaitu kepulihan secara menyeluruh alat-alat genetalia yang


(4)

lamanya 6-8 minggu. Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi.

Menurut Nurjannah (2013) program dan kebijakan teknis yang disampaikan pada buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, 2006 menganjurkan bahwa pada kunjungan 2 dan 3 yaitu 6 hari setelah persalinan dan 2 minggu setelah persalinan petugas kesehatan melakukan hal-hal berikut ini:

a. Memastikan involusi uterus berjalan normal: uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada pendarahan abnormal, tidak ada bau.

b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau pendarahan abnormal

c. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan, dan istirahat

d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda

penyulit.

e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat menjaga

bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.

Menurut Mitayani (2009) tujuan asuhan kebidanan selama masa postpartum adalah mencegah hemoragi, memberikan kenyamanan fisik nutrisi hidrasi keamanan dan eliminasi, memberikan motivasi pada ibu dan keluarga untuk mulai mengintegrasikan proses kelahiran menjadi pengalaman hidup mereka, memelihara proses kedekatan dengan neonatus.


(5)

C.Perawatan Luka Perineum 1) Definisi

Laserasi perineum adalah perlukaan yang terjadi pada saat persalinan di bagian perineum (Mochtar, 2010).

Menurut Rukiyah (2010) Perlukaan perineum umumnya terjadi unilateral, namun dapat juga bilateral. Perlukaan pada diafragma urogenitalis dan muskulus levator ani, yang terjadi pada persalinan normal atau persalinan dengan alat, dapat terjadi tanpa luka pada kulit perineum atau pada vagina, sehingga tidak kelihatan dari luar. Perlukaan demikian dapat melemahkan dasar panggul, sehingga mudah terjadi prolapsus genetalis. Luka perineum setelah melahirkan ada 2 macam yaitu:

a. Ruptur adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan

secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan. Bentuk ruptur biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan

b. Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum untuk memperbesar muara

vagina yang dilakukan tepat sebelum keluarnya kepala bayi. Episiotomi juga merupakan tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput lender vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum.

Derajat Perlukaan pada Perineum : Derajat I, mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum. Derajat II, fauchette posterior, kulit perineum, otot perineum. Derajat III, fauchette posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spinter ani eksternal, dinding rectum anterior.

Tindakan pada Luka Perineum. Derajat I : Tidak perlu dijahit jika tidak ada pendarahan dan posisi luka baik. Derajat II : Jahit dan kemudian luka pada vagina


(6)

dan kulit perineum ditutup dengan mengikut sertakan jaringan-jaringan dibawahnya. Derajat III/IV : Penolong persalinan tidak dibekali keterampilan untuk reparasi laserasi perineum. Maka hendaknya segera merujuk ke fasilitas rujukan. (Walyani. 2015)

2) Lingkup Perawatan

Menurut Rukiyah (2010) Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk pencegahan infeksi organ-organ reproduksi yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang terbuka atau akibat dari perkembangbiakan bakteri pada peralatan penampung lochea (pembalut). Sedangkan menurut Hamilton (2002) dalam Rukiyah (2010) lingkup perawatan perineum adalah: Mencegah kontaminasi dari rektum, menangani dengan lembut pada bagian yang terkena trauma, bersihkan semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau.

3) Waktu Perawatan

Menurut Ferer (2001) dalam Rukiyah (2010) waktu perawatan perineum adalah: Saat mandi: Pada saat mandi, ibu postpartum pasti melepas pembalut, setelah terbuka maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang tertampung pada pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan penggantian pembalut, demikian pula pada perineum ibu, untuk itu diperlukan pembersihan perineum. Setalah buang air kecil, pada saat buang air kecil kemungkinan besar terjadi kontaminasi air seni pada rektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu diperlukan perbersihan perineum. Setelah buang air besar: Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran disekitar anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke


(7)

perineum yang letaknya bersebelahan maka perlu proses pembersihan anus dan perineum.

4) Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Perineum

Gizi: Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap proses penyembuhan luka pada perineum karena pengantian jaringan sangat membutuhkan protein.

Obat-obatan: Steroid: Dapat menyamarkan adanya infeksi dengan

mengganggu respon inflamasi normal; Antikoagulan: dapat menyebabkan hemoragik; Antibiotik spektrum luas/spesifik : Efektif bila diberikan segera sebelum pembedahan untuk patologi spesifik atau kontaminasi bakteri. Jika diberikan setelah luka ditutup, tidak efektif karena koagulasi intravaskular.

Keturunan: sifat genetik seseorang akan mempengaruhi kemampuan dirinya dalam penyembuhan luka. Salah satu sifat genetik yang mempengaruhi adalah kemampuan dalam sekresi insulin dapat dihambat, sehingga menyebabkan glukosa darah meningkat. Dapat terjadi penipisan protein-kalori. Sarana prasarana: kemampuan ibu dalam menyediakan sarana prasarana dalam perawatan perineum akan sangat mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kemampuan ibu dalam menyediakan antiseptik.

Budaya dan keyakinan: budaya dan keyakinan akan mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kebiasaantarak telur, ikan dan daging ayam, akan mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan sangat mempengaruhi penyembuhan luka.

5) Dampak Perawatan Luka Perineum Yang Tidak Benar

Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik dapat menghindarkan hal sebagai berikut: Infeksi: Kondisi perineum yang terkena lochea dan lembab akan


(8)

sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum. Komplikasi: Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi pada jalan lahir.

Kematian ibu postpartum: Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian pada ibu postpartum mengingat kondisi fisik ibu postpartum masih lemah (Rukiyah.2010)

6) Fase-Fase Penyembuhan Luka

Fase-fase penyembuhan luka menurut Smeltzer (2002 : 490) dalam Rukiyah (2010) adalah sebagai berikut:

a. Fase inflamasi, berlangsung selama 1 sampai 4 hari.

Respon vaskular dan selular terjadi ketika jaringan teropong atau mengalami cidera. Vasokonstriksi pembuluh terjadi dan bekuan fibronoplatelet terbentuk dalam upaya untuk mengontrol pendarahan. Reaksi ini berlangsung dari 5 menit sampai 10 menit dan diikuti oleh vasodilatasi venula. Mikrosirkulasi kehilangan kemampuan vasokonstriksinya karena norefineprin dirusak oleh enzim intra selular. Juga, histamin dilepaskan, yang meningkatkan permeabilitas kapiler.

Ketika mikrosirkunasi mengalami kerusakan, elemen darah seperti antibodi, plasma protein, elektrolit, komplemen, dan air menembus spasium vaskular selama 2 sampai 3 hari, menyebabkan edema, teraba hangat, kemerahan dan nyeri.


(9)

b. Fase Proliferatif, berlangsung 5 sampai 20 hari

Fibroblas memperbanyak dirinya dan membentuk jaringan-jaringan untuk sel-sel yang bermigrasi. Sel-sel-sel epitel membentuk kuncup pada pinggiran luka; kuncup ini berkembang menjadi kapiler, yang merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi yang baru.

Setelah 2 minggu, luka hanya memiliki 3% sampai 5% dari kekuatan aslinya. Sampai akhir bulan, hanya 35% sampai 59% kekuatan luka tercapai. Tidak akan lebih dari 70% sampai 80% kekuatan dicapai kembali. Banyak vitamin, terutama vitamin C, membantu dalam proses metabolisme yang terlibat dalam penyembuhan luka.

c. Fase Muturasi, berlangsung 21 hari sampai sebulan atau bahkan setahun.

Sekitar 3 minggu setelah cidera fibroblas mulai meninggalkan luka. Jaringan parut tampak besar, sampai fibril kolagen menyusun kedalam posisi yang lebih padat. Hal ini, sejalan dengan dehidrasi, mengurangi jaringan parut tetapi meningkatkan kekuatannya. Maturasi jaringan seperti ini terus berlanjut dan mencapai kekuatan maksimum dalam 10 atau 12 minggu, tetapi tidak pernah mencapai kekuatan asalnya dari jaringan sebelum luka.

Dalam penatalaksaan bedah penyembuhan luka, luka digambarkan sebagai penyembuhan melalui intensi pertama, kedua, atau ketiga. Penyembuhan melalui intensi pertama (penyatuan primer). luka dibuat secara aseptik, dengan pengrusakan jaringan minimum, dan penutup dengan baik, seperti dengan suture, sembuh dengan sedikit reaksi jaringan melalui intensi pertama. Ketika luka sembuh melalui intensi pertama, jaringan granulasi tidak tampak dan pembentukan jaringan parut minimal.


(10)

Penyembuhan melalui instensi kedua (glanulasi). Pada luka dimana terjadi pembentukan pus (supurasi) atau dimana tepi luka tidak saling merapat, proses perbaikannya kurang sederhana dan membutuhkan waktu lebih lama.

Penyembuhan melalui instensi ketiga (Suture Sekunder). Jika luka dalam baik yang belum disuture atau terlepas dan kemudian disuture kembali nantinya, dua permukaan granulasi yang berlaeanan disambungkan. Hal ini mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam dan luas.

7) Penatalaksanaan

a. Persiapan pada ibu postpartum: Perawatan perineum sebaiknya dilakukan

dikamar mandi dengan posisi ibu jongkok jika ibu telah mampu atau berdiri dengan kaki terbuka. Alat dan bahan: alat yang digunakan adalah botol, baskom dan gayung atau shower air hangat dan handuk bersih. Sedangkan bahan yang digunakan adalah air hangat, pembalut nifas baru dan antiseptik.

b. Tujuan dilakukan perawatan luka perineum adalah untuk mengurangi rasa

ketidak nyamanan, mencegah infeksi, meningkatkan kebersihan, dan penyembuhan pada luka perineum.

c. Prosedur pelaksanaan sebagai berikut: mencuci tangannya; mengisi botol plastik yang dimiliki dengan air hangat; buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan kebawah mengarah ke rectum dan letakkan pembalut tersebut kedalam kantong plastik; berkemih dan BAB ketoilet; semprotkan keseluruh perineum dengan air hangat; keringkan perineum dengan menggunakan tissue dari depan kebelakang; pasang pembalut dari depan kebelakang;cuci kembali tangan.


(11)

d. Lakukan evaluasi, parameter yang digunakan dalam evaluasi hasil perawatan adalah: Perineum tidak lembab, posisi pembalut tepat, ibu merasa nyaman (Rukiyah, 2010)


(1)

dan kulit perineum ditutup dengan mengikut sertakan jaringan-jaringan

dibawahnya. Derajat III/IV : Penolong persalinan tidak dibekali keterampilan untuk

reparasi laserasi perineum. Maka hendaknya segera merujuk ke fasilitas rujukan.

(Walyani. 2015)

2) Lingkup Perawatan

Menurut Rukiyah (2010) Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk

pencegahan infeksi organ-organ reproduksi yang disebabkan oleh masuknya

mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang terbuka atau akibat dari

perkembangbiakan bakteri pada peralatan penampung lochea (pembalut).

Sedangkan menurut Hamilton (2002) dalam Rukiyah (2010) lingkup perawatan

perineum adalah: Mencegah kontaminasi dari rektum, menangani dengan lembut

pada bagian yang terkena trauma, bersihkan semua keluaran yang menjadi sumber

bakteri dan bau.

3) Waktu Perawatan

Menurut Ferer (2001) dalam Rukiyah (2010) waktu perawatan perineum

adalah: Saat mandi: Pada saat mandi, ibu postpartum pasti melepas pembalut,

setelah terbuka maka ada kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan

yang tertampung pada pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan penggantian

pembalut, demikian pula pada perineum ibu, untuk itu diperlukan pembersihan

perineum. Setalah buang air kecil, pada saat buang air kecil kemungkinan besar

terjadi kontaminasi air seni pada rektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan

bakteri pada perineum untuk itu diperlukan perbersihan perineum. Setelah buang

air besar: Pada saat buang air besar, diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran


(2)

perineum yang letaknya bersebelahan maka perlu proses pembersihan anus dan

perineum.

4) Faktor yang Mempengaruhi Perawatan Perineum

Gizi: Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap proses

penyembuhan luka pada perineum karena pengantian jaringan sangat membutuhkan

protein.

Obat-obatan: Steroid: Dapat menyamarkan adanya infeksi dengan

mengganggu respon inflamasi normal; Antikoagulan: dapat menyebabkan

hemoragik; Antibiotik spektrum luas/spesifik : Efektif bila diberikan segera

sebelum pembedahan untuk patologi spesifik atau kontaminasi bakteri. Jika

diberikan setelah luka ditutup, tidak efektif karena koagulasi intravaskular.

Keturunan: sifat genetik seseorang akan mempengaruhi kemampuan dirinya

dalam penyembuhan luka. Salah satu sifat genetik yang mempengaruhi adalah

kemampuan dalam sekresi insulin dapat dihambat, sehingga menyebabkan glukosa

darah meningkat. Dapat terjadi penipisan protein-kalori. Sarana prasarana:

kemampuan ibu dalam menyediakan sarana prasarana dalam perawatan perineum

akan sangat mempengaruhi penyembuhan perineum, misalnya kemampuan ibu

dalam menyediakan antiseptik.

Budaya dan keyakinan: budaya dan keyakinan akan mempengaruhi

penyembuhan perineum, misalnya kebiasaantarak telur, ikan dan daging ayam,

akan mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan sangat mempengaruhi

penyembuhan luka.

5) Dampak Perawatan Luka Perineum Yang Tidak Benar

Perawatan perineum yang dilakukan dengan baik dapat menghindarkan hal


(3)

sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya

infeksi pada perineum. Komplikasi: Munculnya infeksi pada perineum dapat

merambat pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat

berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih maupun infeksi pada

jalan lahir.

Kematian ibu postpartum: Penanganan komplikasi yang lambat dapat

menyebabkan terjadinya kematian pada ibu postpartum mengingat kondisi fisik ibu

postpartum masih lemah (Rukiyah.2010)

6) Fase-Fase Penyembuhan Luka

Fase-fase penyembuhan luka menurut Smeltzer (2002 : 490) dalam Rukiyah

(2010) adalah sebagai berikut:

a. Fase inflamasi, berlangsung selama 1 sampai 4 hari.

Respon vaskular dan selular terjadi ketika jaringan teropong atau

mengalami cidera. Vasokonstriksi pembuluh terjadi dan bekuan fibronoplatelet

terbentuk dalam upaya untuk mengontrol pendarahan. Reaksi ini berlangsung

dari 5 menit sampai 10 menit dan diikuti oleh vasodilatasi venula.

Mikrosirkulasi kehilangan kemampuan vasokonstriksinya karena norefineprin

dirusak oleh enzim intra selular. Juga, histamin dilepaskan, yang meningkatkan

permeabilitas kapiler.

Ketika mikrosirkunasi mengalami kerusakan, elemen darah seperti

antibodi, plasma protein, elektrolit, komplemen, dan air menembus spasium

vaskular selama 2 sampai 3 hari, menyebabkan edema, teraba hangat,


(4)

b. Fase Proliferatif, berlangsung 5 sampai 20 hari

Fibroblas memperbanyak dirinya dan membentuk jaringan-jaringan untuk

sel-sel yang bermigrasi. Sel-sel-sel epitel membentuk kuncup pada pinggiran luka;

kuncup ini berkembang menjadi kapiler, yang merupakan sumber nutrisi bagi

jaringan granulasi yang baru.

Setelah 2 minggu, luka hanya memiliki 3% sampai 5% dari kekuatan

aslinya. Sampai akhir bulan, hanya 35% sampai 59% kekuatan luka tercapai.

Tidak akan lebih dari 70% sampai 80% kekuatan dicapai kembali. Banyak

vitamin, terutama vitamin C, membantu dalam proses metabolisme yang

terlibat dalam penyembuhan luka.

c. Fase Muturasi, berlangsung 21 hari sampai sebulan atau bahkan setahun.

Sekitar 3 minggu setelah cidera fibroblas mulai meninggalkan luka.

Jaringan parut tampak besar, sampai fibril kolagen menyusun kedalam posisi

yang lebih padat. Hal ini, sejalan dengan dehidrasi, mengurangi jaringan parut

tetapi meningkatkan kekuatannya. Maturasi jaringan seperti ini terus berlanjut

dan mencapai kekuatan maksimum dalam 10 atau 12 minggu, tetapi tidak

pernah mencapai kekuatan asalnya dari jaringan sebelum luka.

Dalam penatalaksaan bedah penyembuhan luka, luka digambarkan

sebagai penyembuhan melalui intensi pertama, kedua, atau ketiga.

Penyembuhan melalui intensi pertama (penyatuan primer). luka dibuat secara

aseptik, dengan pengrusakan jaringan minimum, dan penutup dengan baik,

seperti dengan suture, sembuh dengan sedikit reaksi jaringan melalui intensi

pertama. Ketika luka sembuh melalui intensi pertama, jaringan granulasi tidak


(5)

Penyembuhan melalui instensi kedua (glanulasi). Pada luka dimana

terjadi pembentukan pus (supurasi) atau dimana tepi luka tidak saling merapat,

proses perbaikannya kurang sederhana dan membutuhkan waktu lebih lama.

Penyembuhan melalui instensi ketiga (Suture Sekunder). Jika luka dalam

baik yang belum disuture atau terlepas dan kemudian disuture kembali

nantinya, dua permukaan granulasi yang berlaeanan disambungkan. Hal ini

mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam dan luas.

7) Penatalaksanaan

a. Persiapan pada ibu postpartum: Perawatan perineum sebaiknya dilakukan

dikamar mandi dengan posisi ibu jongkok jika ibu telah mampu atau berdiri

dengan kaki terbuka. Alat dan bahan: alat yang digunakan adalah botol, baskom

dan gayung atau shower air hangat dan handuk bersih. Sedangkan bahan yang

digunakan adalah air hangat, pembalut nifas baru dan antiseptik.

b. Tujuan dilakukan perawatan luka perineum adalah untuk mengurangi rasa

ketidak nyamanan, mencegah infeksi, meningkatkan kebersihan, dan

penyembuhan pada luka perineum.

c. Prosedur pelaksanaan sebagai berikut: mencuci tangannya; mengisi botol plastik

yang dimiliki dengan air hangat; buang pembalut yang telah penuh dengan

gerakan kebawah mengarah ke rectum dan letakkan pembalut tersebut kedalam

kantong plastik; berkemih dan BAB ketoilet; semprotkan keseluruh perineum

dengan air hangat; keringkan perineum dengan menggunakan tissue dari depan


(6)

d. Lakukan evaluasi, parameter yang digunakan dalam evaluasi hasil perawatan

adalah: Perineum tidak lembab, posisi pembalut tepat, ibu merasa nyaman