Keragaman Masyarakat Provinsi Jawa Tengah

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan memiliki berbagai
macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat atau yang sering kita sebut kebudayaan.
Keanekaragaman budaya yang terdapat di Indonesia merupakan suatu bukti bahwa Indonesia
merupakan negara yang kaya akan budaya.
Tidak bisa kita pungkiri, bahwa kebudayaan daerah merupakan faktor utama berdirinya
kebudayaan yang lebih global, yang biasa kita sebut dengan kebudayaan nasional. Maka atas
dasar itulah segala bentuk kebudayaan daerah akan sangat berpengaruh terhadap budaya
nasional, begitu pula sebaliknya kebudayaan nasional yang bersumber dari kebudayaan daerah,
akan sangat berpengaruh pula terhadap kebudayaan daerah / kebudayaan lokal.
Kebudayaan merupakan suatu kekayaan yang sangat benilai karena selain merupakan ciri khas
dari suatu daerah juga mejadi lambang dari kepribadian suatu bangsa atau daerah.
Karena kebudayaan merupakan kekayaan serta ciri khas suatu daerah, maka menjaga,
memelihara dan melestarikan budaya merupakan kewajiban dari setiap individu, dengan kata lain
kebudayaan merupakan kekayaan yang harus dijaga dan dilestarikan oleh setiap suku bangsa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Suku apa saja yang ada di jawa tengah?
2. Bahasa apa yang digunakan masyarakat jawa tengah ?
3. Agama apa saja yang ada di jawa tengah?

4. Apa saja kebudayaan dan kesenian jawa tengah ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1. Untuk mengetahui suku yang ada di provinsi jawa tengah
2. Untuk mengetahui bahasa yang digunakan masyarakat jawa tengah
3. Untuk mengetahui keragaman agama yang aada di jawa tengah
4. Untuk mengetahui kebudayaan dan kesenian jawa tengah

Laporan Ilmiah ISBD

Page 1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jawa Tengah adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengahPulau Jawa.
Provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah barat,Samudra Hindia dan Daerah
Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Timurdi sebelah timur, dan Laut Jawa di sebelah
utara. Pengertian Jawa Tengah secara geografis dan budaya kadang juga mencakup
wilayah Daerah IstimewaYogyakarta. Jawa Tengah dikenal sebagai "jantung" budaya Jawa.
Meskipun demikian di provinsi ini ada pula suku bangsa lain yang memiliki budaya yang
berbeda dengan suku Jawa seperti suku Sunda di daerah perbatasan dengan Jawa Barat. Selain

ada pula warga Tionghoa-Indonesia, Arab-Indonesia danIndia-Indonesia yang tersebar di seluruh
provinsi ini.
Sejarah Jawa Tengah
Laporan Ilmiah ISBD

Page 2

Jawa Tengah sebagai provinsi dibentuk sejak zaman Hindia Belanda. Hingga tahun 1905, Jawa
Tengah terdiri atas 5 wilayah (gewesten) yakni Semarang, Rembang, Kedu, Banyumas, dan
Pekalongan. Surakarta masih merupakan daerah swapraja kerajaan (vorstenland) yang berdiri
sendiri dan terdiri dari dua wilayah, Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran, sebagaimana
Yogyakarta. Masing-masing gewest terdiri atas kabupaten-kabupaten. Waktu itu Rembang
Gewest juga meliputi Regentschap Tuban dan Bojonegoro.
Setelah diberlakukannya Decentralisatie Besluit tahun 1905, gewesten diberi otonomi dan
dibentuk Dewan Daerah. Selain itu juga dibentuk gemeente (kotapraja) yang otonom, yaitu
Pekalongan, Tegal, Semarang, Salatiga, dan Magelang. Sejak tahun 1930, provinsi ditetapkan
sebagai daerah otonom yang juga memiliki Dewan Provinsi (Provinciale Raad). Provinsi terdiri
atas beberapa karesidenan (residentie), yang meliputi beberapa kabupaten (regentschap), dan
dibagi lagi dalam beberapa kawedanan (district). Provinsi Jawa Tengah terdiri atas 5
karesidenan, yaitu: Pekalongan, Jepara-Rembang, Semarang, Banyumas, dan Kedu.

Menyusul kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1946 Pemerintah membentuk daerah swapraja
Kasunanan dan Mangkunegaran; dan dijadikan karesidenan. Pada tahun 1950 melalui Undangundang ditetapkan pembentukan kabupaten dan kotamadya di Jawa Tengah yang meliputi 29
kabupaten dan 6 kotamadya. Penetapan Undang-undang tersebut hingga kini diperingati sebagai
Hari Jadi Provinsi Jawa Tengah, yakni tanggal 15 Agustus 1950.
Pendidikan dan Budaya
Kebudayaan yang ada di wilayah Provinsi Jawa Tengah mayoritas merupakan kebudayaan Jawa,
namun terdapat pula kantong-kantong kebudayaan Sunda di wilayah sebelah barat yang
berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat terutama di Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap

Jawa Tengah adalah propinsi dimana budaya jawa banyak berkembang disini karena di Jawa
Tengah dahulu banyak kerajaan berdiri disini itu terlihat dari berbagai peninggalan candi di Jawa
Tengah.
Kebudayaan Jawa merupakan salah satu sosok kebudayaan yang tua. Kebudayaan Jawa
mengakar di Jawa Tengah bermula dari kebudayaan nenek moyang yang bermukim di tepian
Laporan Ilmiah ISBD

Page 3

Sungai Bengawan Solo pada ribuan tahun sebelum Masehi. Fosil manusia Jawa purba yang kini
menghuni Museum Sangiran di Kabupaten Sragen, merupakan saksi sejarah, betapa tuanya bumi

Jawa Tengah sebagai kawasan pemukiman yang dengan sendirinya merupakan suatu kawasan
budaya. Dari kebudayaan purba itulah kemudian tumbuh dan berkembang sosok kebudayaan
Jawa klasik yang hingga kini terus bergerak menuju kebudayaan Indonesia.
Kata klasik ini berasal dari kata Clacius, yaitu nama orang yang telah berhasil menciptakan karya
sastra yang mempunyai “nilai tinggi”. Maka karya sastra yang tinggi nilainya hasil karya Clacius
itu dinamakan “Clacici”. Padahal Clacici adalah golongan ningrat/bangsawan, sedangkan
Clacius termasuk golongan ningrat, oleh karena itu hasil karya seni yang mempunyai nilai tinggi
disebut “seni klasik”. Bengawan Solo bukan hanya terkenal dengan lagu ciptaan Gesang akan
tetapi lebih daripada itu lembahnya terkenal sebagai tempat dimana banyak sekali diketemukan
fosil dan peninggalan awal sejarah kehidupan di atas bumi ini.
Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat sekali. Kedua-duanya tidak
mungkin dipisahkan. Ada manusia ada kebudayaan, tidak akan ada kebudayaan jika tidak ada
pendukungnya, yaitu manusia. Akan tetapi manusia itu hidupnya tidak berapa lama, ia lalu mati.
Maka untuk melangsungkan kebudayaan, pendukungnya harus lebih dari satu orang, bahkan
harus lebih dari satu turunan. Jadi harus diteruskan kepada anak cucu keturunan selanjutnya.
Kebudayaan Jawa klasik yang keagungannya diakui oleh dunia internasional dapat dilihat pada
sejumlah warisan sejarah yang berupa candi, stupa, bahasa, sastra, kesenian dan adat istiadat.
Candi Borobudur di dekat Magelang, candi Mendut, candi Pawon, Candi Prambanan di dekat
Klaten, candi Dieng, candi Gedongsongo dan candi Sukuh merupakan warisan kebudayaan masa
silam yang tak ternilai harganya. Teks-teks sastra yang terpahat di batu-batu prasasti, tergores di

daun lontar dan tertulis di kitab-kitab merupakan khasanah sastra Jawa klasik yang hingga kini
tidak habis-habisnya dikaji para ilmuwan. Ada pula warisan kebudayaan yang bermutu tinggi
dalam wujud seni tari, seni musik, seni rupa, seni pedalangan,seni bangunan (arsitektur), seni
busana, adat istiadat, dsbnya.
Masyarakat Jawa Tengah sebagai ahli waris kebudayaan Jawa klasik bukanlah masyarakat yang
homogen atau sewarna, melainkan sebuah masyarakat besar yang mekar dalam keanekaragaman

Laporan Ilmiah ISBD

Page 4

budaya. Hal itu tercermin pada tumbuhnya wilayah-wilayah budaya yang pada pokoknya terdiri
atas wilayah budaya Negarigung, wilayah budaya Banyumasan dan wilayah budaya Pesisiran.

Wilayah budaya Negarigung yang mencakup daerah Surakarta – Yogyakarta dan sekitarnya
merupakan wilayah budaya yang bergayutan dengan tradisikraton(Surakarta dan Yogyakarta).
Wilayah budaya Banyumasan menjangkau daerah Banyumas, Kedu dan Bagelen. Sedangkan
wilayah budaya pesisiran meliputi daerah Pantai Utara Jawa Tengah yang memanjang dari Timur
ke Barat. Keragaman budaya tersebut merupakan kondisi dasar yang menguntungkan bagi
mekarnya kreatifitas cipta, ras dan karsa yang terwujud pada sikap budaya.

Di daerah Jawa Tengah segala macam bidang seni tumbuh dan berkembang dengan baik, dan hal
ini dapat kita saksikan pada peninggalan-peninggalan yang ada sekarang. Provinsi Jawa Tengah
yang merupakan satu dari sepuluh DTW (Daerah Tujuan Wisata) di Indonesia dapat dengan
mudah dijangkau dari segala penjuru, baik darat, laut maupun udara. Provinsi ini telah melewati
sejarah yang panjang, dari jaman purba hingga sekarang.
Dalam usaha memperkenalkan daerah Jawa Tengah yang kaya budaya dan potensi alamnya,
Provinsi Jawa Tengah sebagaimana provinsi-provinsi lain di Indonesia, mempunyai anjungan
daerah di Taman Mini “Indonesia Indah” yang juga disebut “Anjungan Jawa Tengah”. Anjungan
Jawa Tengah Taman Mini “Indonesia Indah” merupakan “show window” dari daerah Jawa
Tengah.
Anjungan Jawa Tengah di Taman Mini “Indonesia Indah” dibangun untuk membawakan wajah
budaya dan pembangunan Jawa Tengah pada umunya. Bangunan induk beserta bangunan lain di
seputarnya secara keseluruhan merupakan kompleks perumahan yang dinamakan “Padepokan
Jawa Tengah”, yang berarsitektur Jawa asli.
Bangunan induknya berupa “Pendopo Agung”, tiruan dari Pendopo Agung Istana
Mangkunegaran di Surakarta, yang diakui sebagai salah satu pusat kebudayaan Jawa. Propinsi
Jawa Tengah juga terkenal dengan sebutan “The Island of Temples”, karena memang di Jawa
Tengah bertebaran candi-candi. Miniatur dari candi Borobudur, Prambanan dan Mendut
ditampilkan pula di Padepokan Jawa Tengah. Padepokan Jawa Tengah juga merupakan tempat
Laporan Ilmiah ISBD


Page 5

untuk mengenal seni bangunan Jawa yang tidak hanya berupa bangunan rumah tempat tinggal
tetapi juga seni bangunan peninggalan dari jaman Sanjayawangça dan Syailendrawangça.
Pendopo Agung yang berbentuk ”Joglo Trajumas” itu berkesan anggun karena atapnya yang luas
dengan ditopang 4 (empat) Soko guru (tiang pokok), 12 (dua belas) Soko Goco dan 20 (dua
puluh) Soko Rowo. Kesemuanya membuat penampilan bangunan itu berkesan momot, artinya
berkemampuan menampung segala hal, sesuai dengan fungsinya sebagai tempat menerima tamu.
Bangunan Pendopo Agung ini masih dihubungkan dengan ruang Pringgitan, yang aslinya sebagai
tempat pertunjukan ringgit atau wayang kulit. Pringgitan ini berarsitektur Limas. Bangunan lain
adalah bentuk-bentuk rumah adat “Joglo Tajuk Mangkurat”, “Joglo Pangrawit Apitan” dan
rumah bercorak “Doro Gepak”.
Sesuai dengan fungsinya Anjungan Jawa Tengah selalu mempergelarkan kesenia-kesenian
daerah yang secara tetap didatangkan dari Kabupaten-kabupaten / Kotamadya di Provinsi Jawa
Tengah di samping pergelaran kesenian dari sanggar-sanggar yang ada di Ibukota, dengan tidak
meninggalkan keadiluhungan nilai-nilai budaya Jawa yang hingga kini masih tampak mewarnai
berbagai aspek seni budaya itu sendiri, adat-istiadat dan tata cara kehidupan masyarakat Jawa
Tengah.
Bangunan Joglo Pangrawit Apitan di Anjungan Jawa Tengah TMII terletak bersebelahan dengan

sebuah panggung terbuka yang berlatar belakang sebuah bukit dengan bangunan Makara terbuat
dari batu cadas hitam bertuliskan kata-kata “Ojo Dumeh” dalam huruf Jawa berukuran besar.
Perkataan Ojo Dumeh mempunyai makna yang dalam, sebab artinya, “Jangan Sombong”, sebuah
anjuran untuk senantiasa mampu mengendalikan diri, justru di saat seseorang merasa mempunyai
keberhasilan. Di panggung inilah pengunjung dapat menyaksikan pergelaran acara khusus
Anjungan yang biasanya merupakan acara-acara pilihan.
Mahakarya yang sungguh mempesona adalah batik di jawa tengah setiap daerah mempunya
corak batik tulis yang berbeda beda mereka mempunyai ciri khas sendiri sendiri selain batik ada
juga kesenian yang tak kalah luar biasanaya ada wayang kulit yang sudah dia kaui dunia sebagai
warisan budaya dunia oleh unesco ada juga tembang- tembang (lagu-lagu ) jawa yang diiringi
oleh gamelan (alat musik) yang juga dikenal dengan campursariada juga ketoprak yang
merupakan pertunjukan seni peran khas dari jawa.
Laporan Ilmiah ISBD

Page 6

Di Jawa Tengah juga masih ada kerjaan yang samapai sekarang masih berdiri tepatnya dikota
solo yang dikenal dengan kasunanan solo. Budaya Jawa Tengah sungguh banyak mulai dari
wayang ,wayang orang, ketoprak,tari dan masih banyak lagi.


berikut beberapa budaya jawa tengah :

1. Kraton Solo (Centraljava Surakarta)
2. Batik
3. Ketoprak
4. Pagelaran Wayang Kulit
5. Tari Srikandi / Tari Panah
6. Pertujukan Wayang Orang
7. Sinden
8. Tayub
9. Batik
10.Keris

Laporan Ilmiah ISBD

Page 7

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Suku


Mayoritas penduduk Jawa Tengah adalah Suku Jawa. Jawa Tengah dikenal sebagai pusat budaya
Jawa, di mana di kota Surakarta dan Yogyakarta terdapat pusat istana kerajaan Jawa yang masih
berdiri hingga kini. Suku minoritas yang cukup signifikan adalah Tionghoa, terutama di kawasan
perkotaan meskipun di daerah pedesaan juga ditemukan. Pada umumnya mereka bergerak di
bidang perdagangan dan jasa. Komunitas Tionghoa sudah berbaur dengan Suku Jawa, dan
banyak di antara mereka yang menggunakan Bahasa Jawa dengan logat yang kental sehariharinya. Selain itu di beberapa kota-kota besar di Jawa Tengah ditemukan pula komunitas ArabLaporan Ilmiah ISBD

Page 8

Indonesia. Mirip dengan komunitas Tionghoa, mereka biasanya bergerak di bidang perdagangan
dan jasa. Di daerah perbatasan dengan Jawa Barat terdapat pula orang Sunda yang sarat akan
budaya Sunda, terutama di wilayah Cilacap, Brebes, dan Banyumas. Di pedalaman Blora
(perbatasan dengan provinsi Jawa Timur) terdapat komunitas Samin yang terisolir, yang
kasusnya hampir sama dengan orang Kanekes di Banten.

3.2 Bahasa

Meskipun Bahasa


Indonesia adalah

bahasa

resmi,

umumnya

sebagian

besar

menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa Jawa Dialek Solo-Jogja dianggap
sebagai Bahasa Jawa Standar. Di samping itu terdapat sejumlah dialek Bahasa Jawa; namun
secara umum terdiri dari dua, yakni kulonan dan timuran. Kulonan dituturkan di bagian barat
Jawa Tengah, terdiri atas Dialek Banyumasan dan Dialek Tegal; dialek ini memiliki pengucapan
yang cukup berbeda dengan Bahasa Jawa Standar. Sedang Timuran dituturkan di bagian timur
Jawa Tengah, di antaranya terdiri atas Dialek Solo, Dialek Semarang. Di antara perbatasan kedua
dialek tersebut, dituturkan Bahasa Jawa dengan campuran kedua dialek; daerah tersebut di
antaranya adalah Pekalongan dan Kedu. Di wilayah-wilayah berpopulasi Sunda, yaitu
di Kabupaten

Brebes bagian

selatan,

dan

kabupaten

Cilacap

utara

sekitar

kecamatan Dayeuhluhur, orang Sunda masih menggunakan bahasa Sunda dalam kehidupan
sehari-harinya.
Berbagai macam dialek yang terdapat di Jawa Tengah:
1.

dialek Pekalongan

2.

dialek Kedu

3.

dialek Bagelen

4.

dialek Semarang

5.

dialek Pantai Utara Timur (Jepara, Rembang, Demak, Kudus, Pati)

6.

dialek Blora

7.

dialek Surakarta
Laporan Ilmiah ISBD

Page 9

8.

dialek Yogyakarta

9.

dialek Madiun

10. dialek Banyumasan (Ngapak)
11. dialek Tegal-Brebes

3.3 Agama

Sebagian besar penduduk Jawa Tengah beragama Islam dan mayoritas tetap mempertahankan
tradisi Kejawen yang dikenal dengan istilah abangan. Agama lain yang dianut adalah Protestan,
Katolik, Hindu , Budha, Kong Hu Cu, dan puluhan aliran kepercayaan. Penduduk Jawa Tengah
dikenal

dengan

sikap

tolerannya.

Sebagai

contoh

di

daerah

Muntilan, kabupaten

Magelang banyak dijumpai penganut agama Katolik, dan dulunya daerah ini merupakan salah
satu pusat pengembangan agama Katolik di Jawa. Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi
dengan populasi Kristen terbesar di Indonesia.

3.4 Kesenian dan Kebudayaan

GAMELAN JAWA

Laporan Ilmiah ISBD

Page 10

Gamelan Jawa merupakan Budaya Hindu yang digubah oleh Sunan Bonang, guna mendorong
kecintaan pada kehidupan Transedental (Alam Malakut)”Tombo Ati” adalah salah satu karya
Sunan Bonang. Sampai saat ini tembang tersebut masih dinyanyikan dengan nilai ajaran Islam,
juga pada pentas-pentas seperti: Pewayangan, hajat Pernikahan dan acara ritual budaya Keraton.

WAYANG KULIT

Laporan Ilmiah ISBD

Page 11

Kesenian wayang dalam bentuknya yang asli timbul sebelum kebudayaan Hindu masuk di
Indonesia dan mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa. Pertunjukan Kesenian wayang adalah
merupakan sisa-sisa upacara keagamaan orang Jawa yaitu sisa-sisa dari kepercayaan animisme
dan dynamisme. Menurut Kitab Centini, tentang asal-usul wayang Purwa disebutkan bahwa
kesenian wayang, mula-mula sekali diciptakan oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan Mamenang /
Kediri. Sekitar abad ke-10 Raja Jayabaya berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya
dan digoreskan di atas daun lontar. Bentuk gambaran wayang tersebut ditiru dari gambaran
relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar. Cerita Ramayana sangat menarik
perhatiannya karena Jayabaya termasuk penyembah Dewa Wisnu yang setia, bahkan oleh
masyarakat dianggap sebagai penjelmaan atau titisan Batara Wisnu. Figur tokoh yang
digambarkan untuk pertama kali adalah Batara Guru atau Sang Hyang Jagadnata yaitu
perwujudan dari Dewa Wisnu.

KERIS JAWA

Keris dikalangan masyarakat di jawa dilambangkan sebagai symbol “ Kejantanan “ dan
terkadang apabila karena suatu sebab pengantin prianya berhalangan hadir dalam upacara temu
pengantin, maka ia diwakili sebilah keris. Keris merupakan lambang pusaka. Di kalender
masyarakat jawa mengirabkan pusaka unggulan keraton merupakan kepercayaan terbesar pada
hari satu sura. Keris pusaka atau tombak pusaka merupakan unggulan itu keampuhannya bukan
saja karena dibuat dari unsure besi baja, besi, nikel, bahkan dicampur dengan unsure batu
meteorid yang jatuh dari angkasa sehingga kokoh kuat, tetapi cara pembuatannya disertai dengan
iringan doa kepada sang maha pencipta alam ( Allah SWT ) dengan duatu apaya spiritual oleh
Laporan Ilmiah ISBD

Page 12

sang empu. Sehingga kekuatan spiritual sang maha pencipta alam itu pun dipercayai orang
sebagai kekuatan magis atau mengandung tuah sehingga dapat mempengaruhi pihak lawan
menjadi ketakutan kepada pemakai senjata pusaka itu.

UKIRAN ASLI JEPARA

Para pengukir jepara pandai menyesuaikan diri dengan gaya ukiran baru. Mereka tidak
hanya membuat gaya ukiran khas Jepara saja tapi ukiran lainnya yang tak kalah
menarik. Meskipun ukiran Jepara beragam, sebaiknya kita tidak melupakan gaya
ukiran khas Jepara. Biasanya disebut ornamen Jepara. Meskipun tak ada sebutan
khusus, tapi ia dapat dikenali dari ciri khasnya. Ukiran Jepara mengambil bentuk
dedaunan. Ada yang mengatakan itu adalah daun tanaman wuni. Wuni adalah jenis
rerumputan liat yang banyak tumbuh di Jepara. Tanaman itu memiliki buah kecil-kecil
yang digemari burung. Bentuk tanaman wuni itu diolah seniman ukir menjadi bentuk desain
ukiran yang indah. Ciri khas ukiran itu, daunnya digambarkan melengkung-lengkung luwes.
Seolah ada iramanya. Ujung daunnya runcing. Buah-buah kecil diukir menggerombol. Kadang,
ditambahkan ukiranburung yang hendak mematuk buah itu. Ukiran gaya Jepara ini dulu banyak
diukirkan pada peti-peti kayu. Meja kursi juga ada. Tapi, sekarang jarang diukirkan pada meubel
lagi.

Laporan Ilmiah ISBD

Page 13

BOGANA ASLI TEGAL

Di Jawa, Nasi Bogana biasanya disajikan pada saat acara-acara tertentu, seperti pesta
perkawinan atau peringatan-peringatan lainnya. Tapi, umumnya makanan ini sering
juga disajikan saat acara kumpul keluarga atau acara-acara arisan. Dalam acara pesta
perkawinan, Nasi Bogana disajikan secara terpisah.

KIRAB SERIBU APEM

Kirab apem sewu adalah acara ritual syukuran masyarakat Kampung Sewu, Solo, Jawa
Tengah yang digelar setiap bulan haji (bulan Zulhijah-kalender penanggalan Islam).
Ritual syukuran itu diadakan untuk mengenalkan Kampung Sewu sebagai sentra
produksi apem kepada seluruh masyarakat sekaligus menghargai para pembuat apem
Laporan Ilmiah ISBD

Page 14

yang ada di sana. Selain itu, upacara ritual syukuran ini pun dibuat sebagai ungkapan
rasa syukur kepada Tuhan karena desa dan tempat tinggal mereka terhindar dari
bencana. Mengapa begitu? Menurut Ketua Pelaksana Kirab Apem Sewu, Pak Hadi
Sutrisno, letak Kampung Sewu Solo ini adanya di pinggir Sungai Bengawan Solo,
termasuk daerah rawan banjir. Makanya, masyarakat mensyukurinya. Tradisi apam
sewu berawal dari amanah yang disampaikan Ki Ageng Gribig kepada seluruh warga
untuk membuat 1.000 kue apam dan membagikannya kepada masyarakat sebagai
wujud rasa syukur. Sejalan dengan berkembangnya zaman, maka ritual kirab apem
sewu ini diawali dengan kirab budaya warga Solo yang memakai pakaian adat Solo,
seperti kebaya, tokoh punakawan, dan kostum pasukan keraton. Anak-anak sekolah
juga menjadi peserta kirab dengan menampilkan marching band SD, atraksi Liong
(naga), serta aneka pertunjukan tarian tradisional dan teater. 1.000 kue apem yang
sudah disusun menjadi gunungan itu diarak dari lapangan Kampung Sewu menuju area
sekitar kampung sepanjang dua kilometer. Acara kirab berlangsung selama satu hari,
yang dimulai dengan prosesi penyerahan bahan makanan (uba rampe) pembuat kue
apam dari tokoh masyarakat Solo kepada sesepuh Kampung Sewu di Lapangan
Kampung Sewu, Solo.

TEDHAK SITEN
Tedhak Siten merupakan bagian dari adat dan tradisi masyarakat Jawa Tengah. Upacara ini
dilakukan untuk adik kita yang baru pertama kali belajar berjalan.
Upacara Tedhak Siten selalu ditunggu-tunggu oleh orangtua dan kerabat keluarga Jawa karena
dari upacara ini mereka dapat memperkirakan minat dan bakat adik kita yang baru bisa
berjalan. Tedak Siten berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu “tedhak” berarti
‘menapakkan kaki’ dan “siten” (berasal dari kata ‘siti’) yang berarti ‘bumi’.
Upacara ini dilakukan ketika seorang bayi berusia tujuh bulan dan mulai belajar duduk dan
berjalan di tanah. Secara keseluruhan, upacara ini dimaksudkan agar ia menjadi mandiri di masa
Laporan Ilmiah ISBD

Page 15

depan. Dalam pelaksanaannya, upacara ini dihadiri oleh keluarga inti (ayah, ibu, kakek, dan
nenek), serta kerabat keluarga lainnya. Mereka hadir untuk turut mendoakan agar adik kita
terlindung dari gangguan setan.
Tak hanya ritualnya saja yang penting, persyaratannya pun penting dan harus disiapkan oleh
orangtua yang menyelenggarakan Tedhak Siten ini, seperti kurungan ayam, uang, buku, mainan,
alat musik, dll.
Selain itu ada pula ada tangga yang terbuat dari tebu, makanan-makanan (sajen), yang terdiri dari
bubur merah, putih, jadah 7 warna, (makanan yang terbuat dari beras ketan), bubur boro-boro
(bubur yg terbuat dari bekatul-serbuk halus atau tepung yang diperoleh setelah padi dipisahkan
dari bulirnya), dan jajan pasar.
Ritual Upacara Tedhak Siten:
Tahap 1:

Adik kita dipandu oleh ayah dan ibu berjalan melalui 7 wadah berisi 7 jadah berwarna. Jadah
adalah simbol dari proses kehidupan yang akan dilalui adik kita.
Tahap 2:
lalu, adik akan diberi tangga yang terbuat dari tebu. Tangga ini menyimbolkan urutan tingkatan
kehidupan di masa depan yang harus dilalui dengan perjuangan dan hati yang kuat.

Tahap

3:

Setelah anak turun dari tangga, ia dituntun berjalan di atas tanah dan bermain dengan kedua
kakinya. Maksudnya agar nantinya adik kita mampu bekerja keras untuk memenuhi
kebutuhannya

Laporan Ilmiah ISBD

sendiri

di

Page 16

masa

depan.

Tahap

4:

Kemudian, adik dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang sudah dihias. Ia disuruh untuk
mengambil benda-benda yang ada di dalam kurungan itu, seperti uang, buku, mainan, dll. Barang
yang

dipilih

adik

kita

adalah

gambaran

dari

minatnya

di

masa

depan.

Tahap

5:

Setelah itu, adik diberi uang koin dan bunga oleh ayah dan kakek, harapannya agar ia memiliki
rejeki

berlimpah

dan

berjiwa

sosial.

Setelah itu, adik dimandikan dengan air kembang 7 rupa, harapannya agar bisa mengharumkan
nama

keluarga.

Tahap

6:

Setelah mandi, adik dipakaikan baju yang bagus sebagai harapan kelak ia mendapat kehidupan
yang

baik

dan

layak.

BEDHAYA KETAWANG

Bedhaya Ketawang adalah tarian sakral yang rutin dibawakan dalam istana sultan Jawa
(Keraton Yogyakarta dan Keraton Solo). Disebut juga tarian langit, bedhaya ketawang
merupakan

suatu

upacara

yang

berupa

tarian

persembahan kepada Sang Pencipta.
Laporan Ilmiah ISBD

Page 17

dengan

tujuan

pemujaan

dan

Pada awal mulanya di Keraton Surakarta tarian ini hanya diperagakan oleh tujuh
wanita saja. Namun karena tarian ini dianggap tarian khusus yang amat sacral, jumlah
penarik kemudian ditambah menjadi sembilan orang. Sembilan penari terdiri dari
delapan putra-putri yang masih ada hubungan darah dan kekerabatan dari keraton serta
seorang penari gaib yag dipercaya sebagai sosok Nyai Roro Kidul.
Tarian ini diciptakan oleh Raja Mataram ketiga, Sultan Agung (1613-1646) dengan
latar belakang mitos percintaan raja Mataram pertama (Panembahan Senopati) dengan
Kanjeng Ratu Kidul (penguasa laut selatan). Sebagai tarian sakral, terdapat beberapa
aturan dan upacara ritus yang harus dijalankan oleh keraton juga para penari.

Bedhaya ketawang bisa dimainkan sekitar 5,5 jam dan berlangsung hingga pukul 01.00
pagi. Hadirin yang terpilih untuk melihat atau menyaksikan tarian ini pun harus dalam
keadaan khusuk, semedi dan hening. Artinya hadirin tidak boleh berbicara atau makan,
dan hanya boleh diam dan menyaksikan gerakan demi gerakan sang penari. Tarian
Bedhaya Ketawang besar hanya di lakukan setiap 8 tahun sekali atau sewindu sekali.
Sementara, Tarian Bedhaya Ketawang kecil dilakukan pada saat penobatan raja atau
sultan, pernikahan salah satu anggota keraton yang ditambah simbol-simbol.

BATIK

Laporan Ilmiah ISBD

Page 18

Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah
satu kebudayaan keluarga kerajaan di masa lampau, khususnya di Kerajaan
Mataram kemudian Kerajaan Keraton Solo dan Yogyakarta.
Awalnya batik dikerjaan terbatas dalam keraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja,
keluarganya, serta para pengikutnya. Oleh karena banyaknya pengikut raja yang
tinggal di luar keraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar keraton
untuk dikerjakan di tempat masing-masing. Seiring berjalannya waktu, kesenian batik
ini ditiru oleh rakyat setempat dan kemudian menjadi pekerjaan kaum wanita di dalam
rumahnya untuk mengisi waktu senggang. Selain itu, batik yang awalnya hanya untuk
keluarga keraton, akhirnya menjadi pakaian rakyat yang digemari pria dan wanita.
Dahulu, bahan kain putih yang dipergunakan untuk membatik adalah hasil tenunan
sendiri. Sementara bahan pewarnanya diambil dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia.
Beberapa bahan pewarna tersebut antara lain pohon mengkudu, soga, dan nila. Bahan
sodanya dibuat dari soda abu dan garamnya dari tanah lumpur. Sentra kerajinan batik
tersebar di daerah Pekalongan, Kota Surakarta, dan Kab. Sragen.

Laporan Ilmiah ISBD

Page 19

TARIAN JAWA

Tarian merupakan bagian yang menyertai perkembangan pusat baru ini. Ternyata pada masa
kerajaan dulu tari mencapai tingkat estetis yang tinggi. Jika dalam lingkungan rakyat tarian
bersifat spontan dan sederhana, maka dalam lingkungan istana tarian mempunyai standar, rumit,
halus, dan simbolis. Jika ditinjau dari aspek gerak, maka pengaruh tari India yang terdapat pada
tari-tarian istana Jawa terletak pada posisi tangan, dan di Bali ditambah dengan gerak mata.
Tarian yang terkenal ciptaan para raja, khususnya di Jawa, adalah bentuk teater tari seperti
wayang wong dan bedhaya ketawang. Dua tarian ini merupakan pusaka raja Jawa. Bedhaya
Ketawang adalah tarian yang dicipta oleh raja Mataram ketiga, Sultan Agung (1613-1646)
dengan berlatarbelakang mitos percintaan antara raja Mataram pertama (Panembahan Senopati)
dengan Kangjeng Ratu Kidul (penguasa laut selatan/Samudra Indonesia) (Soedarsono, 1990).
Tarian ini ditampilkan oleh sembilan penari wanita.

SENI TARI JAWA TENGAH
Tari sering disebut juga ”beksa”, kata “beksa” berarti “ambeg” dan “esa”, kata tersebut
mempunyai maksud dan pengertian bahwa orang yang akan menari haruslah benar-benar menuju
satu tujuan, yaitu menyatu jiwanya dengan pengungkapan wujud gerak yang luluh. Seni tari
adalah ungkapan yang disalurkan / diekspresikan melalui gerak-gerak organ tubuh yang ritmis,
indah mengandung kesusilaan dan selaras dengan gending sebagai iringannya. Seni tari yang
Laporan Ilmiah ISBD

Page 20

merupakan bagian budaya bangsa sebenarnya sudah ada sejak jaman primitif, Hindu sampai
masuknya agama Islam dan kemudian berkembang. Bahkan tari tidak dapat dilepaskan dengan
kepentingan upacara adat sebagai sarana persembahan. Tari mengalami kejayaan yang berangkat
dari kerajaan Kediri, Singosari, Majapahit khususnya pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk.
Surakarta merupakan pusat seni tari. Sumber utamanya terdapat di Keraton Surakarta dan
di Pura Mangkunegaran. Dari kedua tempat inilah kemudian meluas ke daerah Surakarta
seluruhnya dan akhirnya meluas lagi hingga meliputi daerah Jawa Tengah, terus sampai
jauh di luar Jawa Tengah. Seni tari yang berpusat di Kraton Surakarta itu sudah ada sejak
berdirinya

Kraton

Surakarta

dan

telah

mempunyai

ahli-ahli

yang

dapat

dipertanggungjawabkan. Tokoh-tokoh tersebut umumnya masih keluarga Sri Susuhunan
atau kerabat kraton yang berkedudukan. Seni tari yang berpusat di Kraton Surakarta itu
kemudian

terkenal

dengan

Tari

Gaya

Surakarta.

Macam-macam tariannya: Srimpi, Bedaya, Gambyong, Wireng, Prawirayuda, WayangPurwa

Mahabarata-Ramayana.

Langendriyan,

yang

Yang

khusus

di

mengambil

Mangkunegaran
ceritera

disebut

Tari

Damarwulan.

Dalam perkembangannya timbulah tari kreasi baru yang mendapat tempat dalam dunia
tari gaya Surakarta. Selain tari yang bertaraf kraton (Hofdans), yang termasuk seni tari
bermutu tinggi, di daerah Jawa Tengah terdapat pula bermacam-macam tari daerah
setempat. Tari semacam itu termasuk jenis kesenian tradisional, seperti: Dadung Ngawuk,
Kuda Kepang, Incling, Dolalak, Tayuban, Jelantur, Ebeg, Ketek Ogleng, Barongan,
Sintren,

Lengger,

dll.

Pedoman tari tradisional itu sebagian besar mengutamakan gerak yang ritmis dan tempo
yang tetap sehingga ketentuan-ketentuan geraknya tidaklah begitu ditentukan sekali. Jadi
lebih bebas, lebih perseorangan. Dalam seni tari dapat dibedakan menjadi klasik,
tradisional

dan

1.
Laporan Ilmiah ISBD

garapan

baru.

Beberapa
Tari
Page 21

jenis

tari

yang

ada

antara

lain:
Klasik

-Tari

Bedhaya:

Budaya Islam ikut mempengaruhi bentuk-bentuk tari yang berangkat pada jaman
Majapahit. Seperti tari Bedhaya 7 penari berubah menjadi 9 penari disesuaikan dengan
jumlah Wali Sanga. Ide Sunan Kalijaga tentang Bedhaya dengan 9 penari ini akhirnya
sampai pada Mataram Islam, tepatnya sejak perjanjian Giyanti pada tahun 1755 oleh
Pangeran Purbaya, Tumenggung Alap-alap dan Ki Panjang Mas, maka disusunlah
Bedhaya dengan penari berjumlah 9 orang. Hal ini kemudian dibawa ke Kraton
Kasunanan Surakarta. Oleh Sunan Pakubuwono I dinamakan Bedhaya Ketawang,
termasuk jenis Bedhaya Suci dan Sakral, dengan nama peranan sebagai berikut:

a.

Endhel

Pojok

b.

Batak

c.

Gulu

d.

Dhada

e.

Buncit

f.

Endhel

g.

Apit

Endhel

h.

Apit

Endhel

i.

jenis

tari

Wuri

Weton

Endhel

Berbagai

Ngajeng
Ngajeng

Weton

Bedhaya

yang

belum

Wuri

mengalami

perubahan:

-

Bedhaya

Ketawang

lama

tarian

130

menit

-

Bedhaya

Pangkur

lama

tarian

60

menit

-

Bedhaya

Duradasih

tarian

60

menit

-

Bedhaya

Mangunkarya

60

menit

-

Bedhaya

Laporan Ilmiah ISBD

Sinom

lama
lama
lama

Page 22

tarian
tarian

60

menit

-

Bedhaya

Endhol-endhol

lama

tarian

60

menit

-

Bedhaya

Gandrungmanis

lama

tarian

60

menit

-

Bedhaya

Kabor

-

Bedhaya

Tejanata

lama
lama

tarian

60

menit

tarian

60

menit

Pada umumnya berbagai jenis Bedhaya tersebut berfungsi menjamu tamu raja dan
menghormat serta menyambut Nyi Roro Kidul, khususnya Bedhaya Ketawang yang
jarang disajikan di luar Kraton, juga sering disajikan pada upacara keperluan jahat di
lingkungan Istana. Di samping itu ada juga Bedhaya-bedhaya yang mempunyai tema
kepahlawanan

dan

bersifat

monumental.

Melihat lamanya penyajian tari Bedhaya (juga Srimpi) maka untuk konsumsi masa kini
perlu adanya inovasi secara matang, dengan tidak mengurangi ciri dan bobotnya.
Contoh

Bedhaya

garapan

baru:

-

Bedhaya

La

la

lama

tarian

15

menit

-

Bedhaya

To

lu

lama

tarian

12

menit

-

Bedhaya

-

Alok

lama

tarian

15

Tari

menit

Srimpi:

Tari Srimpi yang ada sejak Prabu Amiluhur ketika masuk ke Kraton mendapat perhatian
pula. Tarian yang ditarikan 4 putri itu masing-masing mendapat sebutan : air, api, angin
dan bumi/tanah, yang selain melambangkan terjadinya manusia juga melambangkan
empat penjuru mata angin. Sedang nama peranannya Batak, Gulu, Dhada dan Buncit.
Komposisinya segi empat yang melambangkan tiang Pendopo. Seperti Bedhaya, tari
Srimpipun ada yang suci atau sakral yaitu Srimpi Anglir Mendhung. Juga karena lamanya
penyajian (60 menit) maka untuk konsumsi masa kini diadakan inovasi. Contoh Srimpi
hasil

garapan

-

Srimpi

Anglirmendhung

-

Srimpi

Gondokusumo

Laporan Ilmiah ISBD

Page 23

baru:
menjadi
menjadi

11

menit

15

menit

Beberapa

contoh

tari

klasik

yang

tumbuh

dari

Bedhaya

dan

Srimpi:

a. Beksan Gambyong: berasal dari tari Glondrong yang ditarikan oleh Nyi Mas Ajeng
Gambyong. Menarinya sangat indah ditambah kecantikan dan modal suaranya yang baik,
akhirnya Nyi Mas itu dipanggil oleh Bangsawan Kasunanan Surakarta untuk menari di
Istana sambil memberi pelajaran kepada para putra/I Raja. Oleh Istana tari itu diubah
menjadi

tari

Gambyong.

Selain sebagai hiburan, tari ini sering juga ditarikan untuk menyambut tamu dalam
upacara

peringatan

-

Jumlah

dan

perkawinan.

seorang

Tanpa

baju

Tanpa
Dalam

melainkan

memakai

Tari

atau

dengan

lebih

atau

memakai

sindenan

ini:
wiron

kemben

melainkan

boleh

ciri-ciri

jarit

jamang
menari

Adapun
putri

Memakai

-

besar

penari

-

hari

bangkin

sanggul/gelung

(menyanyi)

atau

tidak.

b. Beksan Wireng: berasal dari kata Wira (perwira) dan 'Aeng' yaitu prajurit yang unggul,
yang 'aeng', yang 'linuwih'. Tari ini diciptakan pada jaman pemerintahan Prabu Amiluhur
dengan tujuan agar para putra beliau tangkas dalam olah keprajuritan dengan
menggunakan alat senjata perang. Sehingga tari ini menggambarkan ketangkasan dalam
latihan
-

perang

dengan

Ditarikan

-

alat

oleh
Bentuk

-

menggunakan

Tidak

dua

Ciri-ciri
orang

tariannya
mengambil

Tidak

-

perang.

menggunakan
Bentuk

tarian

ini:
putra/i
sama

suatu

cerita

ontowacono

(dialog)

pakaiannya

sama

- Perangnya tanding, artinya tidak menggunakan gending sampak/srepeg, hanya
iramanya/temponya

kendho/kenceng

- Gending satu atau dua, artinya gendhing ladrang kemudian diteruskan gendhing
Laporan Ilmiah ISBD

Page 24

ketawang
-

Tidak

ada

yang

kalah/menang

atau

mati.

c. Tari Pethilan: hampir sama dengan Tari Wireng. Bedanya Tari Pethilan mengambil
adegan/

bagian

dari

ceritera

pewayangan.

Ciri-cirinya:
-

Tari

-

boleh

sama,

Menggunakan

-

Pakaian

-

tidak

Ada

-

Perang

-

ontowacono

sama,

kecuali

yang

gendhing

dari

Contoh

pada

kalah/menang

mengguanakan

Memetik

boleh

srepeg,
suatu

(dialog)
lakon

kembar

atau

mati

sampak,

gangsaran

cerita

dari

-

tidak

lakon.

Pethilan

:

Bambangan

Cakil

-

Hanila

-

Prahasta,

dll.

d. Tari Golek: Tari ini berasal dari Yogyakarta. Pertama dipentaskan di Surakarta pada
upacara perkawinan KGPH. Kusumoyudho dengan Gusti Ratu Angger tahun 1910.
Selanjutnya mengalami persesuaian dengan gaya Surakarta. Tari ini menggambarkan
cara-cara berhias diri seorang gadis yang baru menginjak masa akhil baliq, agar lebih
cantik
-

dan
Golek

-

Golek
Golek

e. Tari

menarik.

Clunthang

iringan

Montro

iringan

Surungdayung
Bondan

Laporan Ilmiah ISBD

iringan
:

Gendhing
Tari

Bondan
Bondan
Bondan
Page 25

Macam-macamnya:
Gendhing

Clunthang

Gendhing
Ladrang
ini

Montro

Surungdayung,
dibagi

dll.

menjadi:
Cindogo
Mardisiwi

Pegunungan/Tani.

Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi merupakan tari gembira, mengungkapkan rasa kasih
sayang kepada putranya yang baru lahir. Tapi Bondan Cindogo satu-satunya anak yang
ditimang-timang akhirnya meninggal dunia. Sedang pada Bondan Mardisiwi tidak, serta
perlengakapan tarinya sering tanpa menggunakan kendhi seperti pada Bondan Cindogo.
Ciri

pakaiannya:

-

Memakai

kain

-

Memakai

-

Jamang

Memakai

-

Wiron

baju

Menggendong
Membawa

boneka,
kendhi

kotang

memanggul

(dahulu),

payung

sekarang

jarang.

Untuk gendhing iringannya Ayak-ayakan diteruskan Ladrang Ginonjing. Tapi sekarang
ini menurut kemampuan guru/pelatih tarinya. Sedangkan Bondan Pegunungan,
melukiskan tingkah laku putri asal pegunungan yang sedang asyik menggarap ladang,
sawah, tegal pertanian. Dulu hanya diiringi lagu-lagu dolanan tapi sekarang diiringi
gendhing-gendhing

lengkap.

Ciri

pakaiannya:

- mengenakan pakaian seperti gadis desa, menggendong tenggok, memakai caping
dan

membawa

alat

pertanian.

- Di bagian dalam sudah mengenakan pakaian seperti Bondan biasa, hanya tidak
memakai jamang tetapi memakai sanggul/gelungan. Kecuali jika memakai jamang maka
klat

bahu,

sumping,

sampur,

dll

sebelum

dipakai

dimasukkan

tenggok.

Bentuk tariannya ; pertama melukiskan kehidupan petani kemudian pakaian bagian luar
yang menggambarkan gadis pegunungan dilepas satu demi satu dengan membelakangi
penonton. Selanjutnya menari seperti gerak tari Bondan Cindogo / Mardisiwi.
f. Tari

Topeng

:

Tari ini sebenarnya berasal dari Wayang Wong atau drama. Tari Topeng yang pernah
mengalami kejayaan pada jaman Majapahit, topengnya dibuat dari kayu dipoles dan
Laporan Ilmiah ISBD

Page 26

disungging sesuai dengan perwatakan tokoh/perannya yang diambil dari Wayang
Gedhog, Menak Panji. Tari ini semakin pesat pertumbuhannya sejak Islam masuk
terutama oleh Sunan Kalijaga yang menggunakannya sebagai penyebaran agama. Beliau
menciptakan 9 jenis topeng, yaitu topeng Panji Ksatrian, Condrokirono, Gunung sari,
Handoko, Raton, Klono, Denowo, Benco(Tembem), Turas (Penthul). Pakaiannya dahulu
memakai

ikat

kepala

dengan

2.

topeng

yang

diikat

Tari

pada

kepala.

Tradisional

Selain tari-tari klasik, di Jawa Tengah terdapat pula tari-tari tradisional yang tumbuh dan
berkembang di daerah-daerah tertentu. Kesenian tradisional tersebut tak kalah
menariknya karena mempunyai keunikan-keunikan tersendiri. Beberapa contoh kesenian
tradisional:

a. Tari

Dolalak,

di

Purworejo

Pertunjukan ini dilakukan oleh beberapa orang penari yang berpakaian menyerupai
pakaian prajurit Belanda atau Perancis tempo dulu dan diiringi dengan alat-alat bunyibunyian terdiri dari kentrung, rebana, kendang, kencer, dllnya. Menurut cerita, kesenian
ini timbul pada masa berkobarnya perang Aceh di jaman Belanda yang kemudian meluas
ke

daerah

b. Patolan

lain.

(Prisenan),

di

Rembang

Sejenis olahraga gulat rakyat yang dimainkan oleh dua orang pegulat dipimpin oleh dua
orang Gelandang (wasit) dari masing-masing pihak. Pertunjukan ini diadakan sebagai
olah raga dan sekaligus hiburan di waktu senggang pada sore dan malam hari terutama di
kala terang bulan purnama. Lokasinya berada di tempat-tempat yang berpasir di tepi
pantai. Seni gulat rakyat ini berkembang di kalangan pelajar terutama di pantai antara
kecamatan

Pandagan,

Laporan Ilmiah ISBD

Kragan,

Bulu

Page 27

sampai

ke

Tuban,

Jawa

Timur.

c. Blora.
Daerah ini terkenal dengan atraksi kesenian Kuda Kepang, Barongan dan Wayang
Krucil(sejenis

wayang

kulit

terbuat

dari

kayu).

d. Pekalongan
Di daerah Pekalongan terdapat kesenian Kuntulan dan Sintren. Kuntulan adalah kesenian
bela diri yang dilukiskan dalam tarian dengan iringan bunyi-bunyian seperti bedug,
terbang, dllnya. Sedangkan Sintren adalah sebuah tari khas yang magis animistis yang
terdapat selain di Pekalongan juga di Batang dan Tegal. Kesenian ini menampilkan
seorang gadis yang menari dalam keadaan tidak sadarkan diri, sebelum tarian dimulai
gadis menari tersebut dengan tangan terikat dimasukkan ke dalam tempat tertutup
bersama peralatan bersolek, kemudian selang beberapa lama ia telah selesai berdandan
dan siap untuk menari. Atraksi ini dapat disaksikan pada waktu malam bulan purnama
setelah

panen.

e. Obeg

dan

Begalan.

Kesenian ini berkembang di Cilacap. Pemain Obeg ini terdiri dari beberapa orang wanita
atau pria dengan menunggang kuda yang terbuat dari anyaman bambu (kepang), serta
diiringi dengan bunyi-bunyian tertentu. Pertunjukan ini dipimpin oleh seorang pawang
(dukun)

yang

dapat

membuat

pemain

dalam

keadaan

tidak

sadar.

Begalan adalah salah satu acara dalam rangkaian upacara perkawinan adat Banyumas.
Kesenian ini hidup di daerah Bangumas pada umumnya juga terdapat di Cilacap,
Purbalingga maupun di daerah di luar Kabupaten Banyumas. Yang bersifat khas
Banyumas

antara

f. Calung

lain

Calung,

Begalan

dari

dan

Dalang

Jemblung.

Banyumas

Calung adalah suatu bentuk kesenian rakyat dengan menggunakan bunyi- bunyian
Laporan Ilmiah ISBD

Page 28

semacam gambang yang terbuat dari bambu, lagu-lagu yang dibawakan merupakan
gending Jawa khas Banyumas. Juga dapat untuk mengiringi tarian yang diperagakan oleh
beberapa penari wanita. Sedangkan untuk Begalan biasanya diselenggarakan oleh
keluarga yang baru pertama kalinya mengawinkan anaknya. Yang mengadakan upacara
ini

adalah

g. Kuda

dari

pihak

Lumping

orang

(Jaran

tua

mempelai

Kepang)

dari

wanita.

Temanggung

Kesenian ini diperagakan secara massal, sering dipentaskan untuk menyambut tamu
-tamu

resmi

atau

biasanya

diadakan

h. Lengger

pada

waktu

dari

upacara

Wonosobo

Kesenian khas Wonosobo ini dimainkan oleh dua orang laki-laki yang masing-masing
berperan sebagai seorang pria dan seorang wanita. Diiringi dengan bunyi-bunyian yang
antara lain berupa Angklung bernada Jawa. Tarian ini mengisahkan ceritera Dewi
Chandrakirana yang sedang mencari suaminya yang pergi tanpa pamit. Dalam
pencariannya itu ia diganggu oleh raksasa yang digambarkan memakai topeng. Pada
puncak

tarian

penari

i. Jatilan

mencapai

keadaan

tidak

dari

sadar.

Magelang

Pertunjukan ini biasanya dimainkan oleh delapan orang yang dipimpin oleh seorang
pawang yang diiringi dengan bunyi-bunyian berupa bende, kenong dll. Dan pada
puncaknya

j. Tarian

pemain

dapat

Jlantur

mencapai

dari

tak

sadar.

Boyolali

Sebuah tarian yang dimainkan oleh 40 orang pria dengan memakai ikat kepala gaya turki.
Tariannya dilakukan dengan menaiki kuda kepang dengan senjata tombak dan pedang.
Tarian ini menggambarkan prajurit yang akan berangkat ke medan perang, dahulu
Laporan Ilmiah ISBD

Page 29

merupakan tarian penyalur semangat kepahlawanan dari keturunan prajurit Diponegoro.

k. Ketek

Ogleng

dari

Wonogiri

Kesenian yang diangkat dari ceritera Panji, mengisahkan cinta kasih klasik pada jaman
kerajaan Kediri. Ceritera ini kemudian diubah menurut selera rakyat setempat menjadi
kesenian pertunjukan Ketek Ogleng yang mengisahkan percintaan antara Endang Roro
Tompe dengan Ketek Ogleng. Penampilannya dititik beratkan pada suguhan tarian
akrobatis gaya kera (Ketek Ogleng) yang dimainkan oleh seorang dengan berpakaian
kera seperti wayang orang. Tarian akrobatis ini di antara lain dipertunjukan di atas seutas
tali.

3.

Tari

Garapan

Baru

(Kreasi

Baru)

Meskipun namanya 'baru' tetapi semua tari yang termasuk jenis ini tidak meninggalkan
unsur-unsur yang ada dari jenis tari klasik maupun tradisional. Sebagai contoh:

a. Tari

Prawiroguno

Tari ini menggambarkan seorang prajurit yang sedang berlatih diri dengan perlengkapan
senjata berupa pedang untuk menyerang musuh dan juga tameng sebagai alat untuk
melindungi

b. Tari

diri.

Tepak-Tepak

Putri

Tari yang menggambarkan kelincahan gerak remaja-remaja putri sedang bersuka ria
memainkan rebana, dengan iringan pujian atau syair yang bernafas Islam.

Laporan Ilmiah ISBD

Page 30

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan

Budaya jawa yang berada di daerah Jawa Tengah merupakan budaya yang memiliki berbagai
kebudayaan, mulai dari adat istiadat sehari-hari, kesenian, acara ritual, dan lain-lain.

Laporan Ilmiah ISBD

Page 31

Kebudayaan Jawa klasik yang keagungannya diakui oleh dunia internasional dapat dilihat pada
sejumlah warisan sejarah yang berupa candi, stupa, bahasa, sastra, kesenian dan adat istiadat.
Candi Borobudur di dekat Magelang, candi Mendut, candi Pawon, Candi Prambanan di dekat
Klaten, candi Dieng, candi Gedongsongo dan candi Sukuh merupakan warisan kebudayaan masa
silam yang tak ternilai harganya.
Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat sekali. Kedua-duanya tidak
mungkin dipisahkan. Ada manusia ada kebudayaan, tidak akan ada kebudayaan jika tidak ada
pendukungnya, yaitu manusia. Akan tetapi manusia itu hidupnya tidak berapa lama, ia lalu mati.
Maka untuk melangsungkan kebudayaan, pendukungnya harus lebih dari satu orang, bahkan
harus lebih dari satu turunan. Jadi harus diteruskan kepada anak cucu keturunan selanjutnya.

4.2

Saran

Budaya daerah merupakan faktor utama berdirinya kebudayaan nasional, maka segala sesuatu
yang terjadi pada budaya daerah akan sangat mempengaruhi budaya nasional. Atas dasar itulah,
kita semua mempunyai kewajiban untuk menjaga, memelihara dan melestarikan budaya baik
budaya lokal atau budaya daerah maupun budaya nasional, karena budaya merupakan bagian
dari kepribadian bangsa.

DAFTAR PUSTAKA
http://fatawisata.com/wisata-budaya/seni-pertunjukan
http://id.wikipedia.org/wiki/
http://shuntoro.wordpress.com/seni-jawa-tengah/
http://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Tengah
http://antoys.wordpress.com/2009/05/10/budaya-jawa-tengah/
http://www.blogster.com/anjjateng/seni-budaya-jawa-tengah
http://www.isomwebs.com/2012/budaya-jawa-tengah/

Laporan Ilmiah ISBD

Page 32

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

Pengaruh metode sorogan dan bandongan terhadap keberhasilan pembelajaran (studi kasus Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan Pasuruan Jawa Timur)

45 253 84

Kesesuaian konsep islam dalam praktik kerjasama bagi hasil petani desa Tenggulun Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan Jawa Timur

0 86 111

Peranan Hubungan Masyarakat (Humas) Mpr Ri Dalam Mensosialisasikan Empat Pilar Bangsa Tahun 2014

4 126 93

EFEKTIVITAS siaran dialog interaktif di Radio Maraghita sebaga media komunikasi bagi pelanggan PT.PLN (persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten di Kelurahan Lebakgede Bandung

2 83 1

Prosedur Verifikasi Internal Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat

2 110 1

Prosedur Promosi Jabatan Karyawan pada PT. PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat dan Banten UPJ Majalaya

3 53 1

Laporan Praktek Kerja Lapangan Di Divisi Humas Dan Rumah Tangga Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Jawa Barat

5 91 1

Tinjauan seksi penagihan terhadap tata usaha piutang pajak kantor pelayanan pajak Bandung Karees Wilayah VII Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat

2 91 29