Akuntabilitas dan Kinerja Keuangan Pemer

Akuntabilitas dan Kinerja Keuangan Pemerintah Desa Sanja
Anindita Primastuti1
Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)
Jl. Ampera Raya No A 17 Jakarta
anindita@ipdn.ac.id
ABSTRACT

This study aimed to determine how the implementation of the accountability and financial
performance of Sanja village government. By using the descriptive method through interviews
and document study such as Report of task execution of Sanja ’s village Head (Laporan
Pelaksanaan Tugas Kepala Desa Sanja) that also include the financial statements of the
Village General Potential book (buku potensi umum). It was found that the implementation of
financial accountability at the village of Sanja has not been good, as well as financial
performance. It was caused by several factors such as human resources at Sanja Village
Government noy yet understand the right and good process of financial management, it is also
not supported with adequate office infrastructure.

Keywords: akuntabilitas, kinerja keuangan, laporan keuangan
1.

Latar Belakang

Menurut Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah menyebutkan bahwa sebagai upaya konkrit
mewujudkan akuntabilitas dan transparansi, maka dalam rangka pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN/APBD setiap Entitas Pelaporan wajib menyusun dan menyajikan
laporan keuangan dan laporan kinerja. Sementara dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri No 34 tahun 2011 disebutkan bahwa akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
(AKIP) adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi
dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui sistem
pertanggungjawaban secara periodik. Dengan pola pertanggungjawaban seperti itu,
instansi pemerintah tidak hanya dituntut untuk mempertanggungjawabkan uang yang
dipungut dari masyarakat tetapi juga dituntut untuk mempertanggungjawabkan hasilhasil yang telah dicapai dalam menyelenggarakan pemerintahan.
Dalam rangka memenuhi akuntabilitas kepada publik, pemerintah daerah
diharuskan untuk membuat berbagai laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
kegiatan pemerintahan kepada Pemerintah pusat, DPRD dan masyarakat. Kepada
pemerintah pusat (Menteri Dalam Negeri), pemerintah daerah diharuskan membuat
Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) dan Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD) . Selain itu kepada pemerintah pusat melalui Menteri
Keuangan daerah juga diharuskan membuat Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (LPP APBD), kemudian Laporan

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) kepada Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara. Sedangkan kepada DPRD laporan yang harus dibuat adalah Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah (LKPJ), dan kepada masyarakat
dibuat Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (ILPPD).

1

Penulis adalah salah satu dosen pada Institut Pemerintahan Dalam Negeri

1

Karena laporan keuangan banyak digunakan oleh berbagai pihak sebagai dasar
dalam pengambilan keputusan, maka laporan keuangan yang dibuat juga harus bersifat
handal. Artinya, laporan keuangan tersebut harus disajikan secara wajar dan terbebas
dari salah saji material sehingga tidak menyesatkan pembaca dan pengguna laporan.
Terlebih jika keputusan yang akan diambil terkait dengan kebijakan dalam mengelola
penyelenggaraan pemerintahan daerah, laporan keuangan pemerintah daerah yang
buruk akan berimplikasi pada kualitas pemerintahan yang buruk juga. Seperti yang
diilustrasikan oleh Mahmudi dalam analisis laporan keuangan pemerintah daerah
sebagai Lingkaran Setan akibat laporan keuangan yang buruk.

Akuntabilitas keuangan suatu instansi tidak bisa lepas dari kinerja
keuangannya. Terdapat benang merah diantara keduanya dimana kinerja keuangan
juga dapat dijadikan tolak ukur akuntabilitas keuangan suatu instansi, karena suatu
intansi dikatakan akuntabel dan memiliki kinerja keuangan yang baik bukan sekedar
kemampuan menunjukan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi
kemampuan yang menunjukan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara
ekonomis, efisien, dan efektif. Akuntabilitas dan kinerja keuangan suatu instansi
tercermin dari laporan keuangan yang dibuatnya.
Gambar 1.1 Lingkaran setan akibat laporan keuangan yang buruk
Lingkaran Keuangan
Buruk

Pengguna laporan
memperoleh informasi
yang salah dan
menyesatkan

Kualitas Pemerintahan
Buruk
(Bad Governance)


Kesalahan dalam
pengambilan keputusan
ekonomi, sosial dan
politik

Untuk menjamin bahwa kualitas laporan keuangan yang dibuat oleh
pemerintah, baik pusat maupun daerah telah benar-benar menggambarkan kondisi riil
tanpa manipulasi, maka diperlukan jasa auditor yang tugasnya adalah melakukan
pemeriksaan (revieu) terhadap laporan keuangan tersebut. Dalam hal ini pihak yang
berwenang melakukan pemeriksaan adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Setelah melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan, auditor akan memberikan
pendapat (opini) sebagai bentuk penilaian atas hasil pemeriksaannya. Terdapat lima
macam opini yang diberikan oleh auditor yaitu; wajar tanpa pengecualian; wajar tanpa
pengecualian dengan paragraf penjelas; wajar dengan pengecualian; tidak wajar dan
tidak memberikan pendapat. Dari kelima macam opini tersebut, opini yang paling baik
adalah wajar tanpa pengecualian. Opini ini diberikan oleh auditor jika auditor yakin
bahwa laporan keuangan yang dibuat telah menyajikan secara wajar semua akun yang
dilaporkan, tidak terdapat salah saji material dan sudah sesuai dengan standar atau
prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Terkait dengan pemberian opini tersebut, masih banyak instansi pemerintah
baik dipusat maupun di daerah yang belum mendapat opini wajar tanpa pengecualian.
2

Seperti yang dijelaskan pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I tahun 2012 oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); BPK telah memeriksa 85 LKPD kota Tahun 2011
yang diserahkan pemerintah kota kepada BPK. Terhadap 85 LKPD kota tahun 2011
tersebut, BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas 21 entitas,
opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas 60 entitas, opini tidak wajar (TW) atas 1
entitas dan opini tidak memberikan pendapat (TMP) atas 3 entitas.
Hal tersebut menjadi sedikit berbeda mana kala diterapkan pada laporan
keuangan Desa. Bagi sebagian orang mengenai keharusan desa membuat laporan
keuangan masih diperdebatkan. Namun, karena desa memiliki anggaran sendiri
(APBDes) maka sudah selayaknya desa membuat laporan keuangan.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa laporan keuangan desa sebagai salah
satu bentuk laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan desa diserahkan
pada Badan Permusyawaratan Desa (BPD), namun pembuatan laporan keuangan
tersebut terbatas pada pembuatan laporan realisasi anggaran dan tidak pernah diperiksa
(audit). Sehingga keabsahan dalam pembuatan laporan keuangan tersebut masih
dipertanyakan.

Menurut Santosa (joko santosa-wordpress.com) kendala utama yang dihadapi
antara lain adalah masih rendahnya kesadaran dan semangat para pemangku
kepentingan atas nilai transparansi dan akuntabilitas terlebih para Kepala Desa dan
aparaturnya; kualitas SDM yang memahami prosedur penyusunan dan pelaporan
keuangan relatif rendah dihampir semua Desa; dan yang tak kalah penting adalah
belum adanya perangkat hukum mengenai standar, prinsip, prosedur, dan kewajiban
bagi Desa dalam menyusun laporan keuangan sehingga bisa dimungkinkan
keberagaman pemahaman dalam memaknai laporan keuangan Desa.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisa pelaksanaan akuntabilitas
keuangan Pemerintah Desa Sanja. Berdasarkan hasil analisa tersebut akan terlihat
apakah Pemerintah Desa Sanja sudah akuntabel dalam mengelola keuangannya. Selain
itu penelitian ini juga dimaksudkan untuk kinerja keuangan Desa Sanja pada tahun
2012.

1. PEMBAHASAN
2.1 Akuntabilitas Keuangan
Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN), akuntabilitas keuangan terdiri
atas tiga unsur:
a. Integritas Keuangan
Integritas keuangan mencerminkan kejujuran dalam penyajian laporan

keuangan. Pada Desa Sanja, penyajian laporan keuangan yang berupa laporan realisasi
APBDes sudah mencerminkan kejujuran. Hal ini terbukti dari adanya pendapatan desa
yang sebelumnya tidak dianggarkan namun pada tahun anggaran berjalan ada
penambahan pendapatan desa berupa Bantuan Hadiah Infrastruktur sebesar
Rp.50.000.000,- dan tambahan sumbangan pemilik pabrik/pengusaha sebesar Rp.
9.898.200,- sudah dilaporkan dalam laporan realisasi APBDes sesuai dengan yang
tertera pada kwitansi penerimaan pendapatan yang dipegang oleh Bendahara Desa dan
diotorisasi oleh Sekretaris Desa dan Kepala Desa. Ini menunjukkan bahwa data
keuangan pada Desa Sanja sudah akurat, dimana setiap pendapatan atau belanja
dilakukan maka pencatatannya sudah sesuai dan sudah dilengkapi dengan bukti
transaksi yang sebenarnya (valid).

3

Namun demikian pengendalian internal yang ada pada desa Sanja masih lemah,
karena Kepala Desa Sanja belum memahami konsep Sistem Pengendalian Internal
secara keseluruhan seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia NO. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah
(SPIP). SPIP memiliki lima unsur yaitu: Lingkungan pengendalian, Aktivitas
pengendalian, Informasi dan Komunikasi, Penaksiran Resiko dan Pemantauan. Seperti

belum adanya aktivitas pengendalian Dalam aktivitas pengendalian ( control activities)
terdapat lima prosedur utama yang harus ada yaitu : pemisahan tugas, sistem otorisasi,
pengecekan independen, pengamanan fisik, dan dokumentasi dan pencatatan. Bentuk
pengendalian internal yang dilaksanakan baru bersifat sederhana, misalnya seperti
adanya pengendalian dalam setiap transaksi yang dilakukan oleh bendahara Desa
sudah di otorisasi oleh sekretaris Desa dan Kepala Desa. Pencatatan (pembukuan) juga
sudah dilakukan. Namun, unsur sistem pengendalian intern yang lain seperti adanya
Lingkungan pengendalian, Penaksiran Resiko, dan Informasi-komunikasi belum
terpenuhi, sehingga dapat dikatakan pengendalian internal yang ada belum efektif.
Selain itu integritas keuangan juga dianggap baik jika laporan keuangan sudah
memenuhi syarat kualifikasi andal. Dimana suatu laporan keuangan dikatakan andal
jika sudah menyajikan secara jujur seluruh transaksi yang terjadi dan dapat
diverifikasi, dalam artian dapat diuji dan netral dimana informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak pada kebutuhan
pihak tertentu.
Jika dikaitkan dengan laporan realisasi APBDesa Sanja maka sudah bisa
dianggap andal karena seluruh transaksi yang terjadi pada Desa Sanja yang ditangani
langsung oleh Bendahara Desa sudah dicatat dalam pembukuan dan sudah
dicantumkan pada Laporan Realisasi APBDesa. Selain itu karena laporan tersebut
dibuat sesuai dengan kenyataan riil maka bisa dikatakan bahwa informasi keuangan

tersebut dibuat sesuai dengan kebutuhan umum dan tidak berpihak pada suatu
kepentingan tertentu.
Sementara tingkat verifiability laporan keuangan Desa Sanja belum dapat
diukur karena belum pernah dilakukan audit (pemeriksaan) terhadap laporan keuangan
tersebut.
b. Pengungkapan
Dalam konsep pengungkapan menggariskan bahwa suatu laporan keuangan
harus didesain dan disajikan sebagai kumpulan gambaran atau kenyataan dari kejadian
ekonomi yang mempengaruhi instansi pemerintahan untuk suatu periode dan berisi
cukup informasi.
Peraturan Pemerintah No 24 tahun 2005 menetapkan ada empat unsur dalam
sebuah laporan keuangan yang harus dibuat oleh Pemerintah Daerah yaitu: Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan.
Sebagai suatu instansi pemerintah, seperti halnya pemerintah daerah yang
mengelola APBD, pemerintah Desa yang mengelola APBDesa juga memiliki
kewajiban untuk membuat empat laporan keuangan sebagaimana yang diamanatkan
oleh PP No 24 tahun 2005. Namun, Pemerintah Desa Sanja hanya membuat Laporan
realisasi anggaran.
Menurut Nurcholis (2011:83) Struktur APBDesa terdiri atas:
a. Pendapatan Desa, yang terdiri dari:

1. Pendapatan Asli Desa
2. Bagi Hasil Pajak Kabupaten/Kota
3. Bagian dari Retribusi kabupaten/kota
4

b.

c.

4. Alokasi Dana desa
5. Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota dan desa lainnya
6. Hibah
7. Sumbangan pihak ketiga
Belanja Desa, yang terdiri dari:
1. Belanja Langsung yang terdiri atas:
a) Belanja pegawai
b) Belanja barang dan jasa
c) Belanja Modal
2. Belanja Tidak Langsung yang terdiri atas:

a) Belanja Pegawai/penghasilan tetap
b) Belanja Subsidi
c) Belanja Hibah (pembatasan hibah)
d) Belanja bantuan sosial
e) Belanja bantuan keuangan
f) Belanja tak terduga
Pembiayaan Desa, yang terdiri dari:
1. Penerimaan pembiayaan yang mencakup:
a. Sisa lebih perhitungan anggaran (SILPA) tahun sebelumnya
b. Pencairan dana cadangan
c. Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan
d. Penerimaan pinjaman
2. Pengeluaran pembiayaan yang mencakup:
a. Pembentukan dana cadangan
b. Penyertaan modal desa
c. Pembayaran utang

Analisa pengungkapan yang dilakukan pada laporan Realisasi Anggaran Desa
Sanja pada tahun 2013 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Analisa Pengungkapan Pendapatan pada Laporan Realisasi Anggaran
NO
I
I.1
I.2

Komponen Realisasi Anggaran
PENDAPATAN
Pendapatan Asli Desa
Bagi Hasil Pajak Kabupaten/Kota

I.3
I.4
I.5

Bagian dari Retribusi kabupaten/kota
Alokasi Dana desa
Bantuan keuangan dari pemerintah,
pemerintah
provinsi,
pemerintah
kabupaten/kota dan desa lainnya
Hibah
Sumbangan pihak ketiga

I.6
I.7

Ada






Tidak



Keterangan

Terdapat bagi hasil PBB
tapi tidak diungkapkan




Sumber: data laporan realisasi diolah
Berdasarkan tabel diatas dapat terlihat bahwa pengungkapan belum disajikan
secara penuh, baru sebesar 42,85%. Karena dari 7 komponen pada pos pendapatan
yang seharusnya ada, baru diungkapkan sebanyak 3 komponen, empat komponen
lainnya belum diungkapkan. Contohnya pada kelompok Bagi Hasil Pajak
5

Kabupaten/Kota, berdasarkan wawancara tertulis dengan Sekretaris Desa pada tanggal
23 Agustus 2013 menerangkan bahwa Desa Sanja mendapatkan Bagi Hasil dari Pajak
Bumi dan Bangunan, namun hal tersebut tidak diungkapkan pada Laporan Realisasi
Anggaran Desa Sanja.
Tabel 2.2
Analisa Pengungkapan Belanja pada Laporan Realisasi Anggaran
NO

Komponen Realisasi Anggaran

II BELANJA
II.1 Belanja Langsung
a. Belanja pegawai
b. Belanja barang dan jasa
c. Belanja Modal
II.2 Belanja Tidak Langsung
a. Belanja Pegawai/penghasilan tetap
b. Belanja Subsidi

c.

Ada

Keterangan









Belanja Hibah

d. Belanja bantuan sosial
e. Belanja bantuan keuangan
f. Belanja tak terduga
Sumber: data laporan realisasi diolah

Tidak






Diungkapkan dalam
kelompok belanja
langsung
Diungkapkan dalam
kelompok belanja
langsung

Pada komponen belanja pengungkapannya adalah sebesar 55,5%. Hal ini
terlihat dari adanya sembilan komponen belanja yang harus diungkapkan, ternyata
Desa Sanja hanya mengungkapkan lima komponen. Selain itu terjadi kesalahan
pengelompokkan belanja. Seperti Belanja Subsidi dan Belanja Hibah yang seharusnya
ada pada kelompok Belanja Langsung ternyata dikelompokkan pada kelompok Belanja
Tidak Langsung. Ini menunjukkan masih rendahnya pemahaman Pemerintah Desa
Sanja terhadap pengertian dan peruntukkan belanja langsung dengan belanja tidak
langsung sehingga masih terjadi kesalahan terhadap pengelompokan belanja.
Kesalahan pengelompokan ini secara otomatis membuat laporan keuangan yang dibuat
Pemerintah Desa Sanja memiliki kesalahan dalam penjumlahan, dan dapat
mempengaruhi interpretasi dari pembaca laporan keuangan.

Tabel 2.3
Analisa Pengungkapan Pembiayaan pada Laporan Realisasi Anggaran
NO

Komponen Realisasi Anggaran

III PEMBIAYAAN
III.1 Penerimaan pembiayaan
a.
Sisa lebih perhitungan anggaran
(SILPA) tahun sebelumnya

Ada

Tidak

Keterangan


6

b.
c.

Pencairan dana cadangan
Hasil penjualan kekayaan desa yang
dipisahkan
d.
Penerimaan pinjaman
III.2 Pengeluaran pembiayaan
a.
Pembentukan dana cadangan
b.
Penyertaan modal desa
c.
Pembayaran utang
Sumber: data laporan realisasi diolah








Dari tabel diatas terlihat bahwa pengungkapan pembiayaan pada Desa Sanja
sebesar 0%. Hal ini disebabkan karena Desa Sanja tidak memiliki sumber-sumber
pembiayaan dan tidak melakukan pengeluaran untuk berinvenstasi guna dijadikan
sumber pembiayaan untuk tahun-tahun yang akan datang.
Dengen demikian jika dilihat secara keseluruhan, pada komponen-komponen
Laporan Realisasi Anggaran (Pendapatan, Belanja & Pembiayaan) pengungkapannya
sebesar 61,3%. Hal ini menunjukkan bahwa Desa Sanja belum melakukan menyajikan
pengungkapan secara penuh (100%). Artinya kualitas pengungkapan pada Laporan
Realisasi Anggaran Desa Sanja tahun 2012 belum maksimal atau kurang baik.
c.

Ketaatan terhadap perundang undangan
Dalam melaksanakan akuntansi dan pembuatan laporan keuangan, setiap
instansi pemerintah harus taat terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dalam hal ini PP & 71 tahun 2010
sebuah laporan keuangan yang harus dibuat oleh Pemerintah Daerah yaitu: adalah
Laporan Realisasi Anggaran; Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL);
Neraca; Laporan Arus Kas; Laporan Operasional; Laporan Perubahan Ekuitas; Catatan
atas Laporan Keuangan. Namun Permendagri No 37 tahun 2007 menyebutkan bahwa
Pemerintah Desa hana membuat Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa yang
diterjemahkan oleh Pemerintah Desa Sanja sebagai Laporan Realisasi APBDes. Dalam
Permendagri tersebut tidak disebutkan bahwa Pemerintah Desa harus membuat
Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan.
Namun demikian, Pemerintah Desa Sanja seharusnya mengikuti aturan yang
lebih tinggi yaitu PP 71 tahun 2010. Kenyataan dilapangan masih banyak Pemda yang
membuat ke 7 laporan keuangan tersebut, mereka masih mengikuti PP 24 tahun 2005
yang mewajibkan empat laporan keuangan saja yaitu; Neraca, Laporan Arus Kas dan
Catatan Atas Laporan Keuangan.
Desa Sanja tidak dapat dibilang tidak mentaati peraturan perundangan, karena
sudah mentaati Permendagri No 37 tahun 2007. Dimana dalam Permendagri tersebut
menyebutkan bahwa dalam penatausahaan Keuangan desa harus membuat:
a) Buku kas umum,
b) Buku kas Pembantu Perincian Obyek Penerimaan dan Obyek Pengeluaran
c) Buku Kas Harian Pembantu
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa Desa Sanja sudah menyelenggarakan
buku-buku tersebut dan sudah menuliskan transaksi keuangan secara berurutan sesuai
dengan tanggal transaksi.

7

2.2 Analisa Kinerja Keuangan Desa Sanja
2.2.1 Analisa Pendapatan Pemerintah Desa Sanja
Analisa terhadap kinerja pendapatan secara umunm dapat dilihat dari realisasi
pendapatan dengan anggarannya. Berikut ini adalah realisasi pendapatan Pemerintah
Desa Sanja tahun anggaran 2012:
Tabel 2.4
Realisasi Penedapatan Pemerintah Desa Sanja Tahun 2012
NO
I
1.1
1.1.2
1.1.3
1.1.4
1.1.5
1.2
1.3
1.4

1.5

1.6
1.7

POS PENDAPATAN

TARGET
RP

PENDAPATAN
Pendapatan Asli Desa
5.000.000
Hasil Pengelolaan Kekayaan
9.000.000
Desa
Hasil Swadaya dan Partisipasi
82.750.000
Hasil Gotong Royong
Lain-lain Pendapatan Asli Desa
10.000.000
Dana Perimbangan
Bagian
dana
Perimbangan
298.143.434
Keuangan Pusat/Daerah (ADD)
Bantuan
Keuangan
dari
142.000.000
Pemerintah
Dana darurat dari Pemerintah
dan/atau Pemerintah daerah
dalam rangka penanggulangan
korban/kerusakan
akibat
bencana alam
Bantuan Hibah
Bantuan dari Pihak ketiga yang
89.500.000
tidak mengikat
Jumlah Pendapatan
646.393.434
Sumber: data laporan realisasi diolah

REALISASI
2012

%

4.000.000

80

-

0

86.000.000
-

103,92

298.143.434

100

107.000.000

75,36

0

-

39.962.566

44,66

585.106.000

90,52

Ada dua komponen pendapatan yang sudah dianggarkan dalam APBDesa akan
menjadi sumber pendapatan namun malah tidak terealisasi sama sekali yaitu hasil
pengelolaan kekayaan desa dan lain-lain pendapatan asli desa. Hal ini menimbulkan
pertanyaan penting karena Desa Sanja memiliki kekayaan desa berupa tanah kas desa,
pemakaman desa dan sarana air bersih yang pengelolaannya diserahkan kepada
Pemerintah Desa namun justru tidak dapat memberikan tambahan pendapatan bagi
Desa Sanja.
Sementara untuk komponen lain-lain Pendapatan Asli Desa dianggarkan akan
menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 10.000.000 yang bersumber dari pungutan
operasional Linmas, namun pada realisasinya ternyata nihil. Ini juga menunjukkan
kurang baiknya proses perencanaan pada Desa Sanja.

8

Jika dilihat dari keseluruhan sumber pendapatan Desa Sanja, ternyata sumber
pendapatan terbesar bersumber dari Alokasi Dana Desa (ADD). Ini menunjukkan
masih besarnya tingkat ketergantungan Desa kepada pemerintah pusat dan pemerintah
kabupaten dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa Sanja.
Pos pendapatan yang melebihi dari target yang dianggarkan adalah Hasil
swadaya dan partisipasi yang bersumber dari biaya administrasi yang dibayarkan
masyarakat kepada pemerintah Desa Sanja atas pelayanan administrasi surat-surat
terkait dokumen kependudukan yang realisasinya mencapai 103,92%.
Secara umum, kinerja pendapatan Pemerintah Desa Sanja dapat dikatakan
belum baik (optimal), hal ini ditunjukkan dengan besarnya persentase realisasi
pendapatan tahun 2012 yang masih dibawah 100% yaitu 90,52%.
Tabel 2.5
Pertumbuhan Realisasi Pendapatan Tahun 2011-2012
NO
I
1.1

POS PENDAPATAN

REALISASI
2011

PENDAPATAN
Pendapatan Asli Desa
Hasil Pengelolaan Kekayaan
1.1.2
Desa
1.1.3 Hasil Swadaya dan Partisipasi
1.1.4 Hasil Gotong Royong
Lain-lain Pendapatan Asli
1.1.5
Desa
1.2 Dana Perimbangan
1.3 Bagi Hasil Retribusi
Bagian dana Perimbangan
I.4 Keuangan
Pusat/Daerah
(ADD)
Bantuan
Keuangan
dari
1.5
Pemerintah
Dana darurat dari Pemerintah
dan/atau Pemda dalam rangka
1.6 penanggulangan
korban/kerusakan bencana
alam
1.7 Bantuan Hibah
Bantuan dari Pihak ketiga yang
1.8
tidak mengikat
Jumlah Pendapatan (pada laporan)
Jumlah Pendapatan (seharusnya)
Sumber: data laporan realisasi diolah

REALISASI
2012

Naik/turun

1.075.000

4.000.000

2.925.000

272

2.295.000

-

(2.295.000)

(100)

89.319.000
-

86.000.000
-

(2.719.000)

(3.04)
-

- (12.000.000)

(100)

12.000.000

%

-

-

-

-

216.182.744

298.143.434

81.960.690

37,9

199.400.000

107.000.000 (92.400.000) (46,33)

-

-

-

-

17.549.900

-

-

(100)

33.980.200

39.962.566

5.982.366

17,60

585.106.000
12.704.156
535.106.000 (36.695.844)

2,22
(6,41)

572.401.844
571.801.844

Dari tabel diatas terlihat bahwa pendapatan Desa Sanja pada tahun 2012
dibandingkan dengan tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar Rp. 12.704.156 atau
sebesar 2,22%. Namun, setelah dilakukan kalkulasi ulang, ternyata terdapat kesalahan
penjumlahan. Jumlah total pendapatan tahun 2011 tertulis Rp. 572.401.844 seharusnya
Rp. 571.801.844. Jumlah total pendapatan tahun 2012 tertulis Rp. 585.106.000
seharusnya Rp. 535.106.000. Sehingga berdasarkan perhitungan ulang, total
9

pendapatan Desa Sanja justru mengalami penurunan sebesar Rp 36.695.844 atau sama
dengan 6,41%.
Peningkatan pendapatan tertinggi terdapat pada Pendapatan Asli Desa sebesar
272% dibandingkan dengan Pendapatan Asli Desa tahun 2011. Pendapatan ini
bersumber dari hasil pungutan yang dilakukan oleh Desa Sanja, dalam melakukan
pungutan Desa Sanja sudah membuat peraturan Kepala Desa sebagai bentuk legalisasi
atas pungutan tersebut.
Dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 terlihat bahwa sumber pendapatan
Desa Sanja yang terbesar adalah Alokasi Dana Desa dan diikuti dengan bantuan
keuangan dari pemerintah. Hal ini menunjukkan masih tingginya angka
katergantungan Desa Sanja terhadap pemerintah Kabupaten maupun pemerintah pusat.
2.2.2 Analisa Belanja Pemerintah Desa Sanja
Analisa terhadap belanja pemerintah Desa Sanja dilakukan dengan
membandingkan antara realisasi belanja dengan target belanjanya.
Tabel 2.6
Realisasi Belanja Pemerintah Desa Sanja Tahun 2012
NO

URAIAN

TARGET
RP

II
2.1
2.1.1

BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
Belanja Pegawai/Penghasilan tetap
96.000.000
Penghasilan Tambahan Aparat
2.1.2
18.000.000
Desa
Belanja Oprs.Kepala Desa dan
2.1.3
12.440.000
Perangkat Desa
Tunjangan
Kehormatan
2.1.4
49.800.000
Ketua/Anggt.BPD
2.1.5 Belanja Tidak terduga
10.000.000
Jumlah Belanja Tidak Langsung
186.240.000
2.2
2.2.1
2.2.2.
2.2.3
2.2.4
2.2.5
2.2.6
2.2.7
2.2.8
2.2.9
2.2.10
2.2.11

BELANJA LANGSUNG
Belanja Pegawai
Belanja Subsidi
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bahan Pakai Habis
Belanja Jasa Kantor
Belanja kendaraan bermotor
Perawatan Gedung Kantor
Belanja Cetak dan Penggandaan
Upah Kerja
Belanja Makan Minum
Belanja Pakaian Dinas dan
2.2.12
atributnya
2.2.13 Belanja Pakaian Kerja
2.2.14 Belanja Pakaian Khusus hari-hari

REALISASI

96.000.000
18.000.000
2.400.000
49.800.000

%

100
100
19,3
100

3.000.000
187.200.000

30
100,5

69.000.000
-

69.000.000
-

100

3.225.000
3.750.000
4.200.000
14.663.750
10.050.000
11.000.000

3.225.000
3.600.000
3.300.000
14.882.000
11.947.000
9.000.000

100
99,6
78,58
100,01
110,37

2.200.000

3.000.000

250.000
2.500.000

250.000
2.500.000

86,36
136,3
100
100
10

tertentu
2.2.15 Belanja Perjalanan Dinas
2.2.16 Belanja Modal
2.2.17 Belanja Peralatan dan Mesin
2.2.18 Belanja Gedung dan bangunan
2.2.19 Belanja Jalan
2.2.20 Belanja Irigasi dan Jembatan
2.2.21 Belanja Aset tetap lainnya
2.2.22 Belanja Tabungan Pilkades 2014
2.2.23 Belanja Pembentukan BPD
2.2.24 Belanja lainnya
Jumlah Belanja Langsung
JUMLAH TOTAL BELANJA
Sumber: data laporan realisasi diolah

3.000.000
15.442.000
133.792.000
13.845.750
44.875.000
9.000.000
5.000.000
11.999.934
460.153.434
646.393.434

2.500.000
5.000.000
133.325.000
7.860.000
14.705.000
8.752.000
5.000.000
3.000.000
397.906.000
585.106.000

99,83
32,38

99,65
65,25
20,01
97,24
100
25,02
86,472
96,04

Kinerja APBDesa dinilai baik apabila realisasi belanja lebih rendah dari jumlah
yang dianggarkan, yang hal itu mengesankan adanya efisiensi anggaran. Namun perlu
juga diteliti lebih lanjut apakah realisasi belanja yang lebih rendah dari anggaran
tersebut karena adanya efisiensi ataukah hanya karena ada beberapa program dan
kegiatan yang tidak dilaksanakan sehingga menyebabkan tidak terserapnya anggaran
(Mahmudi:2010).
Pada pemerintah Desa Sanja, realisasi untuk keseluruhan belanja langsung dan
belanja tidak langsung adalah sebesar 96,04%. Namun jika di rinci, dapat dilihat
bahwa belanja langsung ternyata mengalami kelebihan sebesar 0,51% dari yang
dianggarkan. Meskipun presentasinya tidak terlalu besar, angka tersebut
mengindikasikan dua hal, yang pertama adalah kurang baiknya proses penganggaran
dan yang kedua adanya pemborosan.
Pemborosan terjadi pada belanja pakaian dinas dan atributnya. Pemborosan
yang terjadi sampai sebesar 36,3%. Pemborosan yang selanjutnya terjadi pada belanja
cetak dan penggandaan yaitu sebsar 10, 37%.
Sementara itu disisi lain ternyata ada belanja yang justru tidak terserap 100%
seperti belanja operasional kepala daerah, belanja modal dan belanja aset tetap. Hal ini
sangat disayangkan karena belanja modal dan belanja aset tetap merupakan jenis
belanja yang sebenarnya sangat penting bagi pembangunan di Desa Sanja.
Tabel 4.9
Pertumbuhan Belanja Desa Sanja Tahun 2011-2012
NO

URAIAN

II

BELANJA
BELANJA TIDAK
LANGSUNG
Belanja Pegawai/
Penghasilan tetap
Penghasilan Tambahan
Aparat Desa
Belanja Oprs.Kepala Desa
dan Perangkat Desa
Tunjangan Kehormatan
Ketua/Anggt.BPD

2.1
2.1.1
2.1.2
2.1.3
2.1.4

REALISASI
2011

REALISASI
2012

Naik/
turun

%

69.900.000

96.000.000

26.100.000

37,33

12.500.000

18.000.000

5.500.000

44

2.147.000

2.400.000

253.000

11,78

36.300.000

49.800.000

13.500.000

37,19
11

2.1.5

Belanja Tidak terduga

Jumlah Belanja Tidak Langsung
BELANJA LANGSUNG
Belanja Pegawai
2.2.1
(honorarium)
2.2.2. Belanja Subsidi
2.2.3 Belanja Hibah
2.2.4 Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bahan Pakai
2.2.5
Habis
2.2.6 Belanja Jasa Kantor
Belanja kendaraan
2.2.7
bermotor
2.2.8 Perawatan Gedung Kantor
Belanja Cetak dan
2.2.9
Penggandaan
2.2.10 Upah Kerja
2.2.11 Belanja Makan Minum
Belanja Pakaian Dinas dan
2.2.12
atributnya
2.2.13 Belanja Pakaian Kerja
Belanja Pakaian Khusus
2.2.14
hari-hari tertentu
2.2.15 Belanja Perjalanan Dinas
2.2.16 Belanja Modal
Belanja Peralatan dan
2.2.17
Mesin
Belanja Gedung dan
2.2.18
bangunan
2.2.19 Belanja Jalan
Belanja Irigasi dan
2.2.20
Jembatan
2.2.21 Belanja Aset tetap lainnya
Belanja Tabungan
2.2.22
Pilkades 2014
Belanja Pembentukan
2.2.23
BPD
2.2.24 Belanja lainnya
Jumlah Belanja
Langsung
JUMLAH TOTAL BELANJA

2.000.000

3.000.000

1.000.000

50
51,69

123.407.000

187.200.000

63.793.000

66.000.000

69.000.000

3.000.000

4,5

83.281.000

95.410.000

12.129.000

14,57

2.940.100

3.225.000

285.000

9,7

5.010.000

3.600.000

(1.410.000)

(28,14)

1.350.000

3.300.000

1.950.000

144

12.068.000

14.882.000

2.814.000

23,31

9.010.500

11.947.000

2.936.500

32,58

1.150.000
7.377.600

9.000.000

1.622.400

21,9

3.660.000

3.000.000

(660.000)

(18)

-

250.000

250.000

-

2.020.000

2.500.000

480.000

23,7

1.500.000
17.549.900

2.500.000
5.000.000

1.000.000
(12.549.900)

66,6
(71,5)

-

-

-

-

49.915.494

-

-

-

40.785.000

133.325.000

92.540.000

226,8

40.761.000

7.860.000

(32.901.000)

(80,71)

10.976.000

14.705.000

3.729.000

33,9

-

8.752.000

-

-

-

5.000.000

-

-

-

3.000.000

-

-

472.401.594

397.906.000

(74.495.594)

15,76

585.106.000

(10.702.594)

1,79

2.2

595.808.594

Sumber: data laporan realisasi diolah
Setelah dilakukan perhitungan ulang menggunakan Microsoft Excell ternyata
terjadi perbedaan angka. Dalam laporan realisasi keuangan Desa Sanja tahun 2011,
jumlah belanja langsung ditulis sebesar Rp. 448.994.844. Sedangkan berdasarkan
perhitungan ulang diketahui jumlah totalnya adalah Rp. 472.401.594. Hal ini tentu saja
mempengari jumlah akhir total Belanja yang menjadi lebih besar yaitu Rp.
595.808.594.
Selain itu, beberapa jenis akun juga terlihat tidak konsisten, pada tahun 2012
ada beberapa jenis belanja yang sebelumnya tidak ada di tahun 2011. Hal ini tidak
12

menjadi masalah asalkan pada saat penganggaran sudah disetujui dan tidak tiba-tiba
muncul ditengah tahun anggaran.
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa secara umum Belanja pada Desa Sanja
mengalami penurunan sebesar Rp. 10.702.594. Namun jika dipisahkan satu persatu
maka sebenarnya lebih banyak komponen belanja pada Desa Sanja yang mengalami
peningkatan. Seperti pada komponen belanja langsung yang secara keseluruhan
mengalami peningkatan bahkan mencapai 51,69%.
Pertumbuhan belanja tertinggi ada pada belanja jalan. Dikeranakan pada tahun
2012 Pemerintah Desa Sanja sedang melakukan pembangunan jalan. Namun karena
tidak membuat Neraca, maka nilai total aset yang dimiliki Desa Sanja tidak dapat
diketahui nilainya secara pasti.
2.2.2.3 Analisa Pembiayaan pada Desa Sanja
Pemerintah Desa Sanja tidak melakukan investasi yang mengakibatkan
pengeluaran pembiayaan dan tidak memiliki sumber-sumber pembiayaan. Hal ini
disebabkan karena rendahnya pemahamanan aparat Desa Sanja tentang apa fungsi
pembiayaan, bagaimana melaksanakannya dan menentukan sumber-sumber
pembiayaannya. Sejatinya pembiayaan sangat penting bagi masa depan Desa Sanja,
hal ini dilakukan untuk mengurangi tingkat ketergantungan Desa Sanja terhadap
pemerintah pusat dan pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten)

3.

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya maka beberapa hal
yang dapat disimpulkan adalah:
1. Pelaksanaan akuntabilitas pada pemerintah Desa Sanja masih memiliki banyak
kelemahan. Seperti dalam hal integritas keuangan, dimana laporan keuangan
belum dapat diverifikasi dan tingkat kejujuran dalam pelaporan realisasi
anggarannya juga masih dipertanyankan. Namun demikian, pembuatan laporan
realisasi anggaran tersebut sudah bersifat netral dalam artian tidak memihak pada
suatu kepentingan.
Dalam hal pengungkapan, sangat terlihat jelas kelemahan akuntabilitas keuangan
Desa Sanja. Karena dari empat komponen laporan keuangan yang harus dibuat
oleh Desa Sanja, seperti; laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan
catatan atas laporan keuangan, pemerintah Desa Sanja hanya membuat laporan
realisasi anggaran. Dengan demikian besarnya aset dan kewajiban yang dimiliki
oleh Desa Sanja tidak dapat diketahui dengan pasti.
Terkait dengan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, sangat jelas
terlihat bahwa Pemerintah Desa Sanja belum bisa membuat laporan keuangan
yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Dalam mengelola keuangan
pemerintah Desa Sanja sudah berusaha untuk mengikuti peraturan perundangan,
tetapi belum seluruhnya bisa dilaksanakan dengan baik.
2. Kinerja keuangan Desa Sanja dari tahun 2011 sampai tahun 2012 juga masih
kurang baik. Target pendapatan selama kurun waktu tersebut tidak ada yang
mencapai 100%. Bahkan jumlah pendapatan Desa Sanja pada tahun 2012 lebih
rendah daripada pendapatan Desa Sanja pada tahun 2011. Dari sisi belanja kinerja
Keuangan Desa Sanja cukup baik karena mampu melakukan penghematan ratarata sebesar 1,2 % dari yang sudah dianggarkan.Sementara untuk pos pembiayaan
13

bisa dikatakan kinerja keuangan Desa Sanja sangat kurang. Hal ini disebabkan
karena pemerintah Desa Sanja tidak memiliki sumber-sumber pembiayaan dan
tidak melakukan belanja investasi. Padahal ini sangat penting bagi pembiayaan
Desa Sanja dimasa-masa yang akan datang.
3.2 Saran
Beberapa saran yang bisa diberikan terkait beberapa permasalahan yang telah
diaungkapkan diatas adalah:
1. Untuk meningkatkan akuntabilitas keuangannya, pemerintah Desa Sanja harus
mendidik aparat Desa yang memiliki kewenangan untuk mengelola keuangan agar
belajar melalui pelatihan-pelatihan bendaharawan, pelatihan pengelolaan barang
dan aset Desa. Hal ini tentu saja memerlukan dukungan dari pemerintah pusat dan
pemerintah setempat. Karena pelatihan semacam ini tidak dianggarkan dalam
anggaran Desa Sanja.
2. Untuk meningkatkan kinerja keuangannya, pemerintah Desa Sanja perlu lebih
memahami peraturan perundangan terkait pengelolaan keuangan dan perlu belajar
untuk membuat perencanaan dan penganggaran yang baik. Sekali lagi, Desa Sanja
memerlukan pembinaan dan sosialisasi dari pemerintah pusat dan pemerintah
daerah setempat. Karena untuk membuat perencanaan dan penganggaran yang
baik, Pemerintah Desa Sanja perlu mengetahui dengan baik seluruh sumber daya
yang dimilikinya.

DAFTAR PUSTAKA
Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial . Bandung: PT. Refika Aditama
Halim, Abdul & Kusufi, Syam Muhammad. 2012. Akuntansi Sektor Publik, Akuntansi
Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat
Mahmudi. 2011. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta: Unit
Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN
Tanjung, Hafiz Abdul. 2008. Akuntansi Pemerintahan Daerah, Konsep dan Aplikasi.
Bandung: CV. Alfabeta
Adisasmita, Rahardjo. 2011. Pengelolaan Pendapatan dan Anggaran Daerah.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Bastian, Indra. 2007. Audit Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat
Peraturan Perundangan:
PP 72 tahun 2005 tentang Desa
PP 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
PP 24 tahun 2005 dan perubahannya PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan

14

15