NBM Tahun 2016 Sementara

NERACA BAHAN MAKANAN
TAHUN 2016 SEMENTARA

BADAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kami dapat
menyelesaikan buku NBM tahun 2016 (Sementara).
Buku NBM tahun 2016 (Sementara) dapat disusun atas dukungan dan kerjasama
yang baik dari Tim NBM dan nara sumber lain yang menunjang ketersediaan data,
meskipun dalam proses penyusunan mengalami hambatan dan kendala, terutama kesulitan
dalam pengumpulan data. Data NBM tahun 2016 (Sementara) diperoleh dari Dinas
Pertanian, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Bulog, Dinas Kelautan Perikanan, BPS, PG.
Madu Baru dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi DIY dan data ekspor impor
yang diperoleh dari distributor serta pedagang besar.
Dengan selesainya penyusunan NBM tahun 2016 (Sementara) ini diharapkan dapat
memberikan gambaran kondisi ketersediaan pangan di wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta untuk tahun yang bersangkutan, sekaligus sebagai evaluasi ketersediaan

pangan yang ditindaklanjuti dalam penyusunan rencana produksi dan pengadaan pangan
bagi penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dalam penyusunan NBM tahun 2016 (Sementara) ini tentunya masih ada
kekurangan, untuk itu kami mohon saran serta kritik yang membangun. Kepada semua
pihak yang telah berperan dalam penyusunan NBM tahun 2016 (Sementara) kami
sampaikan terima kasih. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta,

Juni 2017

Kepala

Ir. Arofa Noor Indriani, M.Si
NIP. 19600729 198603 2 006

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................i.
DAFTAR ISI ..................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................................iv

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................vi

I. PENDAHULUAN
A. Umum .................................................................................................................1
B. Perkembangan Penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM) ..........................2
C. Kegunaan Neraca Bahan Makanan (NBM) .......................................................4

II. METODOLOGI
A. Pengertian Neraca Bahan Makanan ( NBM ) ...................................................6
B. Syarat- syarat Penyusunan NBM ......................................................................15
C. Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data ..................................................18

III. PENYEMPURNAAN NERACA BAHAN MAKANAN ( NBM )
A. Hasil Kajian Sub Sektor Peternakan ..............................................................17
B. Hasil Kajian Sub Sektor Tanaman Pangan .....................................................17
C. Hasil Kajian Sub Sektor Hortikultura .............................................................17
D. Hasil Kajian Sub Sektor Perkebunan ...............................................................18
E. Upaya Penyempurnaan dengan Menggunakan Tabel I – O .............................20
F. Perubahan Tabel NBM ....................................................................................22


IV. ANALISIS KETERSEDIAAN PANGAN TAHUN 2016 SEMENTARA
A. Situasi Ketersediaan Pangan Tahun 2011 – 2016 Sementara ...........................23
B. Analisis Surplus/minus Berdasarkan Neraca Bahan Makanan ..........................31

V. DINAMIKA KETERSEDIAAN PANGAN (2006 – 2016 SEMENTARA)
A. Ketersediaan dan Tingkat Ketersediaan Energi dan Protein DIY tahun 2006 – 2016...33
B. Skor PPH Berdasarkan Ketersediaan Pangan DIY Tahun 2006 – 2016........................34
C. Ketersediaan dan Tingkat Proporsi Ketersediaan Energi DIY (2006 – 2016)...............35
D. Tingkat Ketersediaan Energi dan Protein dan Laju Tingkat Ketersediaan ...................36

VI. KETERKAITAN NERACA BAHAN MAKANAN TAHUN 2016 SEMENTARA
DENGAN POLA PANGAN HARAPAN DIY...........................................................39

VI. KESIMPULAN
A. Kesimpulan ............................................................................................................43
B. Saran .....................................................................................................................46

DAFTAR TABEL


TABEL

Tabel 1. Ketersediaan Pangan berdasarkan Jenis Bahan Makanan untuk Konsumsi
Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014

Tabel 2. Neraca Bahan Makanan (NBM) Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014

Tabel 3. Ketersediaan Pangan berdasarkan Jenis Bahan Makanan untuk Konsumsi
Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015

Tabel 4. Neraca Bahan Makanan (NBM) Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015

Tabel 5. Ketersediaan Pangan berdasarkan Jenis Bahan Makanan untuk Konsumsi
Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2016 Sementara

Tabel 6. Neraca Bahan Makanan (NBM) Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2016
Sementara

Tabel 7. Ketersediaan Energi, Protein dan Lemak berdasarkan Jenis Bahan Makanan
untuk Konsumsi Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 dan

2016 Sementara

Tabel 8. Ketersediaan Energi, Protein dan Lemak berdasarkan Jenis Bahan Makanan
untuk Konsumsi Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2014, tahun
2015 dan tahun 2016 Sementara

Tabel

9. Ketersediaan Energi berdasarkan Jenis Bahan Makanan sesuai PPH untuk
Konsumsi Penduduk DIY Tahun 2015 dan Tahun 2016 Sementara

Tabel 10. Ketersediaan dan Tingkat Ketersediaan Energi DIY Tahun 2006 – 2016
Sementara

Tabel 11. Skor PPH Berdasarkan Ketersediaan Energi di DIY Tahun 2006 – 2016
Sementara

Tabel 12. Ketersediaan dan Tingkat Ketersediaan Energi DIY (2006 – 2016)
Berdasarkan Kelompok Pangan (Publikasi NBM)
Tabel 13. Ketersediaan dan Tingkat Ketersediaan Energi dan Protein Tahun 2006 –

2016 Sementara
Tabel 14. Laju Tingkat Ketersediaan
Tabel 15. Kontribusi Energi Menurut Kelompok Pangan Tahun 2016 Sementara
Tabel 16. Proyeksi Ketersediaan Energi Kelompok Pangan (Kal/kap/hari)
Tabel 17. Proyeksi Ketersediaan Energi Menurut Kelompok Pangan (Gram/kap/hari)

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran

1. Skor Konsumsi Tahun 2015 dengan Pendekatan PPH

Lampiran

2. Analisis Surplus / Minus Berdasarkan NBM Tahun 2016 Sementara

Lampiran

3. Skor PPH DIY Berdasarkan NBM Tahun 2016 Sementara

Lampiran


Lampiran

5. Sasaran Pola Pangan Harapan (PPH) DIY Tahun 2013 – 2020 berdasarkan
Neraca Bahan Makanan Tahun 2016 Sementara
6. Sasaran Pola Pangan Harapan (PPH) DIY Tahun 2014 – 2020 berdasarkan
Neraca Bahan Makanan Tahun 2016 (Kkal/kap/hari) (Gram/kap/hari)

Lampiran 7. Rata - rata Ketersediaan Pangan DI. Yogyakarta berdasarkan Neraca Bahan
Makanan Tahun 2016 (Gram/Kapita/Hari) (Proyeksi Ketersediaan Pangan)
Lampiran 8. Proyeksi Ketersediaan Pangan DI. Yogyakarta berdasarkan Neraca Bahan
Makanan Tahun 2016 (Gram/Kapita/Hari) (Proyeksi Ketersediaan Pangan)
Lampiran 9. Proyeksi Gap Ketersediaan Pangan Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Tahun
2016 (Kg/Kapita/Tahun)
Lampiran 10. Proyeksi Ketersediaan Pangan Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Tahun
2016 (Kg/Kapita/Tahun)
Lampiran 11. Proyeksi Gap Ketersediaan Pangan Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Tahun
2016 (Kg/Kapita/Tahun)
Lampiran 12. Proyeksi Ketersediaan Pangan (000 Ton/Tahun)
Lampiran 13. Proyeksi Ketersediaan Pangan (000 Ton/Tahun)

Lampiran 14. Format Neraca Bahan Makanan
Lampiran 15. Besaran Konversi yang Digunakan Untuk Ternak
Lampiran 16. Konversi Kuantitas dan Bentuk Pangan
Lampiran 17. Jenis Bahan Makanan, Produksi Turunan dan Besaran Konversi Input ke Output
menurut Kelompok Komoditas
Lampiran 18. Faktor Konversi Bahan Makanan yang Dipakai untuk Menghitung Produksi
Lampiran 19. Komposisi Bahan Makanan
Lampiran 20. Besaran Konversi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ketersediaan Energi Tahun 2013 – 2016 Sementara
Gambar 2. Ketersediaan Protein Tahun 2013 – 2016 Sementara
Gambar 3. Ketersediaan Lemak Tahun 2013 – 2016 Sementara
Gambar 4. Perbandingan Ketersediaan Energi Tahun 2016 dengan
Ideal
Gambar 5. Perbandingan Ketersediaan Energi Tahun 2014 dan
2016 dengan Ideal
Gambar 6. Perbandingan Skor Konsumsi 2014 dengan Skor Ideal
Gambar 7. Pola Konsumsi Energi 2014

Gambar 8. Pola Konsumsi Berdasarkan PPH
Gambar 9. Ketersediaan Energi DIY Tahun 2006 – 2016 Sementara
Gambar 10. Tingkat Ketersediaan Energi Tahun 2006 – 2016 Sementara
Gambar 11. Perbandingan Proporsi Ketersediaan Energi Tahun
2006 - 2016 dengan Skor Ideal

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Umum
Ketahanan pangan dan gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan
dan gizi bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik jumlah maupunmutunya, aman, beragam, memenuhi
kecukupan gizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk mewujudkan status gizi yang baik agar
dapathidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. (Peraturan Pemerintah
Nomor 17 Tahun 2015).
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk

pertanian, perkebunan,kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku
Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,
dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Prioritas kebijakan pembangunan ekonomi yang ditempuh dalam sistem
ketahanan pangan diantaranya upaya pemenuhan kecukupan pangan dengan
menjamin tersedianya pangan dan gizi dalam jumlah, mutu yang cukup dan harga
yang terjangkau dengan memperhatIkan peningkatan pendapatan petani serta
peningkatan produksi.
Salah satu subsistem utama sistem ketahanan pangan adalah ketersediaan
pangan, yang menjelaskan tentang jumlah bahan pangan yang tersedia di suatu
wilayah pada kurun waktu tertentu. Ketersediaan pangan dapat diwujudkan melalui
produksi dalam negeri atau daerah, pemasukan dari luar negeri atau luar daerah,
dan cadangan yang dimiliki negara atau daerah yang bersangkutan. Ketersediaan

NBM 2016 Sementara
halam an

1


pangan merupakan suatu sistem yang berjenjang (hierarchial system) mulai dari
tingkat nasional, propinsi (regional), lokal (kabupaten/ kota) dan rumah tangga.
Ketersediaan pangan dapat diukur baik pada tingkat makro (nasional, propinsi,
kabupaten/ kota) maupun mikro (rumah tangga)
Ketahanan pangan mensyaratkan ketersediaan pangan yang cukup dan
berkelanjutan sepanjang waktu, oleh sebab itu situasi ketersediaan pangan perlu
diketahui secara periodik. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan pemantauan dan
analisis produksi dan ketersediaan pangan. Informasi tentang situasi ketersediaan
pangan tersebut diperlukan sebagai bahan untuk menyusun perencanan, evaluasi,
perumusan kebijakan, pemecahan masalah produksi dan ketersediaan pangan.

B.

Perkembangan Penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM)
Penyusunan NBM pertama-tama dilakukan pada masa Perang Dunia II,
karena negara-negara yang terlibat perang mengalami krisis pangan yang harus
segera di atasi. Tahun 1942, pertama kalinya “Inter Allied Committee On Postwar
Requirement” menggunakan metode “Food Balance Sheet” untuk meneliti
kebutuhan pangan waktu itu. Pada tahun 1943, suatu tim ahli gabungan antara
Kanada, Amerika Serikat dan Inggris menerbitkan suatu laporan berjudul “Food
Consumption Level in The United Sastes and The United Kingdom”. Selanjutnya
pada tahun 1946. “Food and Agriculture Organization (FAO)’ Perserikatan
Bangsa-Bangsa mulai menggunakan metode NBM di antara 70 negara anggotanya.
Pada sidangnya yang keempat di Washington pada tahun 1948, FAO telah
membuat rekomendasi agar semua negara-negara anggota dapat menyusun NBM
menurut model yang seragam dan mengirimkannya kepada FAO disertai harapan
agar penyusunannya di setiap negara dilakukan setiap tahun. Sebagai kelanjutan
dari perhatian dan rekomendasi FAO tentang NBM ini, maka pada tahun 1949 dan
1950 telah berhasil dipublikasikan NBM berbentuk “Loose-leat booklet” pertama

NBM 2016 Sementara
halam an

2

untuk 77 negara yang mencakup periode permulaan peran dunia II dan masa tahun
1947/1948 dan 1948/1949. “Loose-leat booklet” kedua dipublikasikan pada tahun
1950/1951, 1951/1952, 1952/1953 dan 1953/1955, untuk 92 negara.
Berdasarkan atas kemungkinan-kemungkinan teknis penyajian, maka pada
tahun 1957 diputuskan bahwa penerbitan NBM oleh FAO tidak lagi secara tahunan
melainkan periode tiga tahunan. Himpunan pertama periode tiga tahunan yang
meliputi periode 1954 – 1956 dan mencakup 30 negara, diterbitkan pada tahun
1958. Himpunan kedua meliputi periode 1957 – 1959 dan mencakup 43 negara
diterbitkan pada tahun 1963. Himpunan ketiga pada tahun 1966 untuk 63 negara
mencakup periode 1960 – 1962. Sedangkan himpunan keempat adalah NBM untuk
periode 1964 – 1966 yang dipublikasikan pada tahun 1971 dan mencakup 132
negara.
Di Indonesia, NBM mulai disusun tahun 1963 oleh Biro Pusat Statistik
(BPS) dengan bantuan ahli dari FAO untuk keperluan intern BPS. Hasilnya terdiri
atas NBM periode 1963 – 1965, NBM periode 1964 – 1966 dan NBM tahun 1970.
Kemudian secara periodik disusun NBM tahun 1971 dan NBM 1972. Selanjutnya
berdasar instruksi Menteri Pertanian nomor : 12/INS/UM/6/1975 tanggal 19 Juni
1975, dibentuk Tim Penyusun NBM Nasional yang beranggotakan unsur-unsur
dari instansi Departemen Pertanian, BPS dan instansi terkait untuk menyusun buku
Pedoman Penyusunan NBM serta menyajIkan NBM mulai PELITA I sampai
dengan sekarang.
Menyadari bahwa pengkajian NBM Nasional terlalu bersifat umum, maka
pada tahun 1979 Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian atas nama Menteri
Pertanian

melalui

surat

Nomor

92/B/1979

tanggal

18

Januari

1979,

menginstruksIkan seluruh Kepala Kantor Wilayah Departemen Pertanian untuk
menyusun NBM Regional/Provinsi dan hasilnya disampaikan kepada Menteri

NBM 2016 Sementara
halam an

3

Pertanian melalui Unit Perbaikan Menu Makanan Rakyat (UPMMR) Departemen
Pertanian.
Pada tahun 1979 telah dikeluarkan pula Instruksi Presiden No 20 tahun 1979
tanggal 8 Oktober 1979 tentang Perbaikan Menu Makanan Rakyat termasuk di
dalamnya penyajian NBM, sebagai kelanjutan Instruksi Presiden No. 14 tahun
1974. Pada tahun 1985 Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian atas nama
Menteri Pertanian, melalui surat nomor RC.220/487/B/II/1985 tanggal 20 Januari
1985 menginstruksikan seluruh Kepala Kantor Wilayah Departemen Pertanian
untuk mengembangkan Penyusunan NBM Regional dan Provinsi dengan
membentuk Tim Penyusun NBM Regional/Provinsi yang bertugas menyusun
NBM Regional/Provinsi masing-masing. Tahun 1993 dan 1996 Buku Pedoman
Penyusunan NBM juga diterbitkan dengan memasukkan beberapa hasil penelitian
yang dilakukan oleh beberapa institusi. Selanjutnya upaya penyempurnaan
penyusunan Tabel NBM terus dilakukan, dengan melakukan beberapa kajian,
diantaranya dengan menggunakan pendekatan Tabel Input – Output. Buku
Pedoman

Penyusunan

NBM

Tahun

2004

kembali

diterbitkan

dengan

mengakomodasikan hasil beberapa kajian yang dilakukan dalam rangka
penyempurnaan penyusunan NBM. Dalam rangka menjabarkan Pedoman
Penyusunan NBM Tahun 2004 serta penyempurnaan data baik dari segi cakupan
maupun kualitasnya maka dipandang perlu untuk menyusun Buku Panduan
Penyusunan NBM.
Di DIY telah mulai menyusun NBM sejak tahun 1990 an, dan sekarang
disusun oleh Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Daerah Istimewa
Yogyakarta dengan membentuk Tim Penyusun NBM terdiri dari BPS, Dinas
Pertanian, Dinas Kelautan dan Perikanan, Biro Administrasi dan Perekonomian
Setda DIY, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Bulog, Dishubkominfo, PT.
Madubaru,

Disperindag,

Bappeda,

serta

lurah

pasar

dan

pengurus

NBM 2016 Sementara
halam an

4

koperasi pasar. Mulai tahun 2011 NBM DIY disusun 2 kali berupa angka
sementara dan angka tetap.Dan mulai NBM tahun 2010 dan 2011 sudah disusun
NBM di 4 Kabupaten (Kulon Progo, Gunung Kidul, Bantul, Sleman), apalagi
didukung tuntutan dalam Standar Pelayanan Minimum (SPM) bidang Ketahanan
Pangan yang salah satu indikator kinerjanya menggunakan hasil NBM.

C.

Kegunaan Neraca Bahan Makanan (NBM)
Sebagai salah satu alat perencana di bidang pangan dan gizi, NBM dapat
memberikan informasi berupa data tentang produksi, pengadaan, serta semua
perubahan-perubahan yang terjadi, hingga suatu komoditas tersedia untuk
dikonsumsi oleh penduduk suatu negara/daerah dalam satu kurun waktu tertentu.
Dengan demikian, NBM merupakan salah satu metode untuk memperoleh
gambaran situasi penyediaan pangan yang cukup lengkap dan teliti, namun
sederhana dan relatif mudah dikerjakan. Oleh karena itu, suatu NBM yang
disajikan secara lengkap tepat waktu dan berurutan dari suatu periode ke periode
berikutnya, akan sangat berguna untuk memantapkan kebijakan pangan secara
menyeluruh, dan bahkan sangat berguna bagi perencanaan program-program yang
berkaitan dengan masalah pangan dan gizi secara umum. Dengan menyusun NBM,
dimungkinkan dengan cepat didapatkan gambaran tentang situasi penyediaan
pangan per kapita suatu negara/daerah pada suatu kurun waktu tertentu. Sehingga
stakeholder pengambil keputusan dengan cepat pula dapat menetapkan kebijakan
yang harus ditempuh.

NBM 2016 Sementara
halam an

5

BAB II
METODOLOGI

A.

Pengertian Neraca Bahan Makanan (NBM)
Neraca Bahan Makanan (NBM) adalah suatu tabel yang terdiri atas kolomkolom yang memuat berbagai informasi berupa data tentang situasi dan kondisi
penyediaan bahan makanan bagi penduduk suatu negara/daerah, dalam suatu kurun
waktu tertentu. Informasi tersebut dicantumkan dalam 19 kolom sebagai berikut :
kolom (1) Jenis Bahan Makanan (Commodity); kolom produksi (production) yang
terdiri atas kolom (2) masukan (input) dan (3) keluaran (output); kolom

(4)

Perubahan stok (changes in stock); kolom (5) impor (import); kolom (6)
Penyediaan Dalam Negeri sebelum Ekspor (Domestic Supplay prior to Export);
kolom (7) Ekspor (export); kolom (8) Penyediaan Dalam Negeri (Domestic
Utilization) yang terdiri atas : kolom (9) Pakan (feed); (10) Bibit (Seed); diolah
untuk (Manufactured for) (11) Makanan (food) dan (12) Bukan makanan (non
food); (13) Tercecer (Weste) dan (14) Bahan Makanan (food); Ketersediaan per
kapita (per capita availability) terdiri atas kolom-kolom (15) kg/thn (kg/year); (16)
Gram/hari (gram/day); (17) Energi dalam satuan kalori/hari (cal/day), (18) Protein
dalam satuan gram/hari (proteins in gram/day); dan (19) Lemak dalam satuan
gram/hari (fats in gram/day).
1.

Jenis Bahan Makanan
Bahan makanan yang dicantumkan dalam kolom ini adalah semua
jenis bahan makanan baik nabati maupun hewani yang lazim/umum tersedia
untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan makanan tersebut dikelompokkan
menurut jenisnya yang diikuti prosesnya dari produksi sampai dengan dapat
dipasarkan/dikonsumsi dalam bentuk belum berubah atau bentuk lain yang

NBM 2016 Sementara
halam an

6

berbeda sama sekali setelah melalui proses pengolahan. Pengelompokan
bahan makanan tersebut adalah sebagai berikut : Padi-padian, makanan
berpati, buah/biji berminyak, buah-buahan, sayuran, daging, telur, susu, Ikan
serta kelompok minyak dan lemak.
a.

Padi-padian
Padi-padian adalah kelompok komoditas yang terdiri atas gandum,
padi, jagung dan sorghum (canthel) serta produksi turunannya

b.

Makanan Berpati
Makanan berpati adalah bahan makanan yang mengandung pati yang
berasal dari akar/umbi dan lain-lain bagian tanaman yang merupakan
bahan makanan pokok lainnya. Yang termasuk dalam kelompok
komoditas ini adalah ubi kayu, ubi jalar dan sagu, serta produksi
turunannya. Contoh gaplek/chips dan tapioka/pellet adalah turunan dari
ubi kayu. Kelompok komoditas makanan berpati ini merupakan jenis
bahan makanan yang mudah rusak jika disimpan dalam jangka waktu
yang cukup lama bila tidak melalui proses pengolahan.

c.

Gula
Gula adalah sekelompok komoditas yang terdiri atas : gula pasir dan
gula merah (gula mangkok, gula lempengan, gula semut dan lain-lain),
baik dari hasil olahan pabrik maupun rumah tangga yang merupakan
produk olahan dari tanaman kelapa deres, aren, siwalan, nipah dan tebu.

d.

Buah/biji berminyak
Buah/biji

berminyak

adalah

kelompok

bahan

makanan

yang

mengandung minyak, yang berasal dari buah dan biji-bijian. Komoditas
yang termasuk dalam kelompok ini adalah kacang hijau, kelapa, kacang
tanah, kacang kedelai, kacang mete, kemiri, pala, wijen, kacang bogor
dan lain-lain yang sejenis. Sebagian dari komoditas ini, khususnya
NBM 2016 Sementara
halam an

7

kelapa, diolah menjadi kopra yang selanjutnya dijadikan minyak
goreng, sehingga produk turunannya tercantum dalam kelompok
minyak dan lemak.
e.

Buah-buahan
Buah-buahan adalah sumber vitamin dan mineral dari bagian tanaman
yang berupa buah. Umumnya merupakan produksi tanaman tahunan
yang biasa dapat dikonsumsi tanpa dimasak.

f.

Sayuran
Sayuran adalah sumber vitamin dan mineral yang dikonsumsi dari
bagian tanaman yang berupa daun, bunga, buah, batang atau
umbi.Tanaman tersebut pada umumnya berumur kurang dari satu tahun.

g.

Daging
Daging adalah bagian-bagian dari hewan yang disembelih atau dibunuh
dan lazim dimakan manusia, kecuali yang telah diawetkan dengan cara
lain dari pada pendinginan.

h.

Telur
Telur adalah telur unggas. Telur yang dimaksud yaitu telur ayam buras,
telur ayam ras dan telur itik dan telur unggas lainnya.

i.

Susu
Susu adalah cairan yang diperoleh dari ambing ternak perah sehat,
dengan cara pemerahan yang benar, terus-menerus dan tidak dikurangi
sesuatu dan/atau ditambahkan ke dalamnya sesuatu bahan lain.

j.

Ikan
Ikan adalah komoditas yang berupa binatang air (Ikan berkulit halus
dan berkulit keras) dan biota perairan lainnya. Yang dimaksud
komoditas Ikan disini adalah yang berasal dari kegiatan penangkapan di
laut maupun perairan umum (waduk, sungai dan rawa) yang dapat

NBM 2016 Sementara
halam an

8

diolah menjadi bahan makanan yang lazim/umum dikonsumsi
masyarakat. Berdasarkan banyaknya jenis Ikan darat/laut yang
dikonsumsi penduduk dirinci menjadi : tuna/cakalang/tongkol, kakap,
cucut, bawal, teri, lemuru, kembung, tengiri, bandeng, belanak, mujair,
Ikan mas, udang, rajungan, kerang darah, cumi-cumi/sotong dan lainlainnya.
k.

Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak adalah kelompok bahan makanan yang berasal dari
nabati seperti : minyak kelapa, minyak sawit, minyak kacang tanah,
minyak kedelai dan minyak jagung; serta yang berasal dari hewani
yaitu minyak Ikan. Sedangkan lemak umumnya berasal dari hewani,
seeperti lemak sapi, lemak kerbau, lemak kambing/domba, lemak babi
dan lain-lain.

2.

Produksi
Produksi adalah jumlah keseluruhan hasil masing-masing bahan
makanan yang dihasilkan dari sektor pertanian (Tanaman Pangan,
hortikultura, Peternakan, Perikanan dan Perkebunan), yang belum mengalami
proses pengolahan maupun yang sudah mengalami proses pengolahan.
Produksi dikategorikan menjadi 2 kategori sebagai berikut :
a.

Masukan (Input)
Masukan adalah produksi yang masih dalam bentuk asli maupun dalam
bentuk hasil olahan yang akan mengalami proses pengolahan lebih
lanjut.

b.

Keluaran (Output)
Keluaran adalah produksi dari hasil keseluruhan atau sebagai hasil
turunan yang diperoleh dari kegiatan berproduksi atau hasil utama yang

NBM 2016 Sementara
halam an

9

langsung diperoleh dari kegiatan berproduksi yang belum mengalami
perubahan. Besarnya output sebagai hasil dari input sangat tergantung
pada besarnya derajat ekstrasi dan faktor konversi.
Angka produksi untuk komoditas tanaman pangan mencakup hasil
seluruh panen (tua/muda), baik yang berasal dari lahan sawah maupun lahan
kering serta lahan lama maupun baru. Sedang produksi turunannya diperoleh
dengan menggunakan faktor konversi dan tingkat ekstrasi dari komoditas
yang bersangkutan.
Produksi komoditas hortikultura adalah dalam bentuk segar yang
mencakup hasil seluruh panen, baik yang dipanen sekaligus maupun yang
dipanen berkali – kali, sehingga pengisiannya langsung dimasukkan ke
kolom 3 (keluaran) kecuali untuk bawang merah dan bawang putih
pengisiannya dimulai dari kolom (2). Kedua komoditas ini tidak dapat
langsung dikonsumsi dalam bentuk segar (kering panen), sehingga harus
melewati proses pengeringan untuk menjadi kering konsumsi.
Produksi daging dihitung dari jumlah pemotongan resmi (RPH)
ditambah dengan perkiraan pemotongan tak resmi.Produksi daging
(masukan) dinyatakan dalam bentuk karkas dari semua jenis ternak,
sedangkan keluaran dalam bentuk daging murni. Khusus untuk jeroan
dihitung dari berat karkas masing-masing jenis dan langsung dimasukkan ke
kolom 3 (keluaran).
Produksi telur dihitung dari seluruh hasil, baik yang dihasilkan oleh
perusahaan

peternakan

maupun

peternakan

rakyat,

yang

langsung

dimasukkan ke kolom 3 (keluaran). Produksi susu, dihitung dari populasi
ternak betina produktif yang laktasi dikalikan rata-rata produksi per ekor per
tahun.

NBM 2016 Sementara
halam an

1 0

Produksi untuk minyak nabati didasarkan pada jumlah yang diolah
untuk makanan, kecuali minyak sawit dan inti sawit merupakan produksi asli.
Sedang produksi untuk lemak hewani didasarkan pada produksi daging
(karkas).
Produksi perikanan adalah semua hasil penangkapan Ikan/binatang
air lainnya/tanaman air yang ditangkap dari sumber perikanan alami atau dari
tempat pemeliharaan baik yang diusahakan oleh perusahaan perikanan
maupun rumah tangga perikanan yang meliputi hasil penangkapan yang
dijual, hasil penangkapan yang dimakan nelayan/petani Ikan/rumah tangga
perikanan atau yang diberikan kepada nelayan/petani Ikan sebagai upah.
3.

Stok dan Perubahan Stok
Stok adalah sejumlah bahan makanan yang disimpan/dikuasai oleh
Pemerintah atau Swasta, seperti yang ada di pabrik, gudang, depo, lumbung
petani/rumah tangga, dan pasar/pedagang yang dimaksudkan sebagai
cadangan dan akan digunakan apabila sewaktu-waktu diperlukan. Data stok
yang digunakan adalah data stok awal dan akhir tahun.
Perubahan stok adalah selisih antara stok akhir tahun dengan stok awal
tahun.Perubahan stok ini hasilnya bisa negatif (-) dan bisa positif (+). Negatif
(-) berarti ada penurunan stok akibat pelepasan stok ke pasar. Dengan
demikian komoditas yang beredar di pasar bertambah. Positif (+) berarti ada
peningkatan stok yang berasal dari komoditas yang beredar di pasar. Dengan
demikian komoditas yang beredar di pasar menjadi menurun.

4.

Impor
Impor adalah sejumlah bahan makanan baik yang belum maupun yang
sudah mengalami pengolahan, yang di datangkan/dimasukkan, diedarkan,
atau disimpan. Untuk perhitungan NBM Regional/Provinsi, yang termasuk
impor adalah :

NBM 2016 Sementara
halam an

1 1

a.

Bahan makanan yang didatangkan/dimasukkan dari luar wilayah negara
Republik Indonesia langsung ke dalam wilayah daerah yang
bersangkutan; dan atau

b.

Bahan makanan yang didatangkan/dimasukkan dari wilayah daerah
administratif lain ke dalam wilayah daerah administratif yang
bersangkutan (perdagangan antar pulau atau antar Provinsi).

5.

Penyediaan Dalam Negeri sebelum Eksport
Penyediaan Dalam Negeri sebelum eksport adalah sejumlah bahan
makanan yang berasal dari produksi (keluaran) dikurangi perubahan stok
ditambah impor

6.

Ekspor
Ekspor adalah sejumlah bahan makanan baik yang belum maupun
yang sudah mengalami pengolahan, yang dikeluarkan dari wilayah Republik
Indonesia.
Untuk perhitungan NBM Regional/ Provinsi yang termasuk ekspor
adalah :
a.

Bahan makanan yang dikeluarkan dari suatu wilayah daerah
administratif, langsung ke luar wilayah Negara Republik Indonesia dan
atau

b.

Bahan makanan yang dikeluarkan dari suatu wilayah daerah
administratif ke wilayah daerah administratif lain (perdagangan antar
pulau atau antar Provinsi).

7.

Penyediaan Dalam Negeri
Penyediaan dalam negeri adalah sejumlah bahan makanan yang dari
produksi (keluaran) dikurangi perubahan stok ditambah impor dikurangi
ekspor

NBM 2016 Sementara
halam an

1 2

8.

Pemakaian Dalam Negeri
Pemakaian dalam negeri adalah sejumlah bahan makanan yang
digunakan di dalam negeri/daerah untuk pakan, bibit/benih, diolah untuk
industri makanan dan bukan makanan, yang tercecer dan yang tersedia untuk
dimakan.
a.

Pakan
Pakan adalah sejumlah bahan makanan yang langsung diberikan kepada
ternak pemeliharaan baik ternak besar, ternak kecil, unggas, maupun
Ikan.

b.

Bibit/benih
Bibit/benih adalah sejumlah bahan makanan yang digunakan untuk
keperluan reproduksi

c.

Diolah untuk Makanan
Diolah untuk makanan adalah sejumlah bahan makanan yang masih
mengalami proses pengolahan lebih lanjut melalui industri makanan
dan hasilnya dimanfaatkan untuk makanan manusia dalam bentuk lain.

d.

Diolah untuk bukan makanan
Diolah untuk bukan makanan adalah sejumlah bahan makanan yang
masih mengalami proses pengolahan lebih lanjut dan dimanfaatkan
untuk kebutuhan industri bukan untuk makanan manusia, termasuk
untuk industri pakan ternak/Ikan.

e.

Tercecer
Tercecer adalah sejumlah bahan makanan yang hilang atau rusak
sehingga tidak dapat dimakan oleh manusia, yang terjadi secara tidak
disengaja sejak bahan makanan tersebut diproduksi hingga tersedia
untuk konsumen

NBM 2016 Sementara
halam an

1 3

f.

Bahan Makanan
Bahan makanan adalah sejumlah bahan makanan yang tersedia untuk
dikonsumsi oleh penduduk suatu negara atau daerah, pada tingkat
pedagang pengecer dalam suatu kurun waktu tertentu.

9.

Ketersediaan Per Kapita
Ketersediaan per kapita adalah sejumlah bahan makanan yang tersedia
untuk dikonsumsi setiap penduduk suatu negara/daerah dalam suatu kurun
waktu tertentu, baik dalam bentuk natura maupun dalam bentuk unsur
gizinya. Unsur gizi utama tersebut adalah sebagai berikut :
a.

Energi adalah sejumlah kalori hasil pembakaran karbohidrat yang
berasal dari berbagai jenis bahan makanan. Energi ini sangat
dibutuhkan oleh tubuh untuk kegiatan tubuh seluruhnya.

b.

Protein adalah suatu persenyawaan yang mengandung unsur “N” yang
sangat dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan serta penggantian
jaringan-jaringan yang rusak/aus.

c.

Lemak adalah salah satu unsur zat makanan yang dibutuhkan oleh
tubuh sebagai tempat penyimpanan energi, protein dan vitamin.

Penyajian NBM sejak tahun 1991 mengalami sedikit perubahan pada rincian
kelompok Ikan. Kelompok Ikan yang semula dibagi 2 sub kelompok yaitu Ikan
laut dan Ikan tawar, maka mulai tahun 1991 dibagi menjadi 17 jenis Ikan. Di DIY
tahun 2009 dan tahun 2010 ada 18 jenis Ikan, tahun 2011 ada 19 jenis Ikan, tahun
2013 terdapat 20 jenis Ikan. Pada tahun 2008 konversi tercecer komoditas
perikanan sebesar 15 % dan saat ini mengalami perubahan menjadi sebesar 3 %.
Pada tahun 2013 dari BKP Pusat terdapat penambahan 5 jenis komoditas Ikan :
lele, gurame, kerapu, patin dan nila, untuk DIY Ikan kerapu tidak potensial dan
terjadi penambahan jenis Ikan patin. Demikian juga penyajian pada kelompok
NBM 2016 Sementara
halam an

1 4

sayur-sayuran, mulai tahun 1994 untuk komoditi kacang-kacangan dirinci menjadi
dua yaitu kacang merah dan kacang panjang.

B.

Syarat-Syarat Penyusunan NBM
Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu : jenis bahan makanan, data
penduduk, besaran dan angka konversi, komposisi gizi bahan makanan, serta cara
penulisan dan pembulatan angka.
1.

Jenis Bahan Makanan
Jenis bahan makanan yang dimaksud di sini adalah jenis bahan makanan
yang lazim atau umum dikonsumsi oleh masyarakat suatu negara/daerah
yang data produksinya tersedia secara kontinyu dan resmi

2.

Data Penduduk
Data penduduk yang digunakan adalah data penduduk yang bersumber dari
BPS. Data penduduk tersebut termasuk penduduk asing/ pendatang yang
bermukim di wilayah yang bersangkutan minimal selama enam bulan. Data
penduduk tahun 2016 menggunakan proyeksi angka hasil Sensus Penduduk
tahun 2010.

3.

Besaran dan Angka Konversi
Besaran dan angka konversi yang digunakan adalah besaran dan

angka

konversi yang ditetapkan oleh Tim NBM Nasional. Untuk penyusunan NBM
wilayah/daerah, sepanjang besaran dan angka konversi tersedia di daerah,
dapat digunakan angka tersebut dengan menyebut sumbernya. Bila belum
tersedia digunakan besaran dan angka konversi nasional. Angka konversi
untuk menghitung produksi menyangkut semua tahapan mulai dari tahap
memproduksi, proses pengolahan hingga siap untuk dibeli konsumen,
misalnya gabah kering panen gabah kering giling beras. Angka konversi
untuk penggunaan pangan menyangkut tingkat pemanfaatan bahan makanan
untuk bahan baku industri, kebutuhan pakan, bibit/benih serta tercecer/rusak.
NBM 2016 Sementara
halam an

1 5

Pada tahun 2014 terdapat perubahan angka konversi dari GKG ke beras yang
semula 62,74 % berubah menjadi 62,85 %; dan perubahan angka konversi
untuk penyusunan NBM 2014. Besaran dan angka konversi yang digunakan
dalam penyusunan NBM DIY yaitu perhitungan benih untuk padi, palawija
adalah hasil kajian dari BPTP, serta angka konversi untuk komoditi
peternakan terutama daging sapi untuk konversi karkas ke daging adalah
hasil kajian dari Dinas Pertanian dengan UGM pada tahun 2010. Angka
konversi harus dilampirkan dalam NBM yang disusun. Konversi untuk
komoditas jagung dan ubi kayu untuk pakan ternak yang dipakai di DIY
adalah hasil Kajian BKPP DIY tahun 2015 yaitu untuk komoditi jagung
sebesar 42,6 % dan ubi kayu sebesar 28,3 %.

4.

Komposisi Gizi Bahan Makanan
Komposisi gizi adalah besarnya nilai kandungan gizi dari jenis yang paling
banyak dikonsumsi, namun apabila beberapa jenis tersebut tidak ada yang
dominan, dapat diambil rata – rata dari kandungan gizinya. Komposisi Gizi
Bahan Makanan yang digunakan adalah komposisi bahan makanan yang
bersumber dari buku Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), publikasi
Puslitbang Gizi

Departemen Kesehatan

R.I 1981

yang kemudian

diperbaharui dengan Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia, Direktorat
Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan R.I 1995. Disamping itu
terdapat sumber lain yang resmi yaitu dari Food Composition Table for Use
In East Asia dan Food Composition Table for International Use, Publikasi
FAO.
Pada tahun 2014 terdapat beberapa perubahan kandungan energi,
protein dan lemak, selain itu juga terdapat perubahan bersarnya bahan dapat
dimakan (BDD). Salah satu contoh : komoditi ubi jalar semula BDD sebesar
90% berubah menjadi 86%, ubi kayu semula 85% berubah menjadi 86%
danlain sebagainya. Serta terjadi perubahan pada kandungan energi, protein
NBM 2016 Sementara
halam an

1 6

serta lemak, salah satu contoh yaitu pada komoditi beras semula kandungan
energi sebesar 363, protein 8,9 dan lemak 1,4 berubah menjadi energi 362,2,
protein 8,48 dan lemak 1,45 dan lain sebagainya. Untuk selengkapnya
terdapat pada lampiran 13.

5.

Cara Penulisan dan Pembulatan Angka
Penulisan angka pada Tabel NBM mulai dari kolom (2) sampai dengan
kolom (14) dan kolom (17) adalah dalam bilangan bulat, sedangkan untuk
kolom (15), kolom (16), kolom (18) dan (19) dalam bilangan pecahan
decimal (dua digit di belakang koma). Satuan kolom 2 sampai dengan kolom
14 adalah ton.
Bilangan Bulat
Semua bilangan di belakang koma yang nilainya kurang dari setengah
dibulatkan ke bawah, dan yang nilainya lebih dari setengah dibulatkan ke
atas. Semua bilangan di belakang koma yang nilainya sama dengan setengah
dan di depannya bilangan ganjil

pembulatannya ke atas, dan

yang di

depannya bilangan genap pembulatannya ke bawah.
Contoh :

14,490

dibulatkan 14

26,518

dibulatkan 27

17,5

dibulatkan 18

18,50

dibulatkan 18

Bilangan pecahan (dua desimal)
Semua bilangan yang desimal ketiga dan keempat kurang dari 50, desimal
kedua dibulatkan ke bawah. Semua bilangan yang desimal ketiga dan
keempat lebih dari 50 dibulatkan ke bawah. Semua bilangan yang desimal
ketiga dan keempat sama dengan 50 dan desimal kedua ganjil, maka desimal

NBM 2016 Sementara
halam an

1 7

kedua dibulatkan ke atas, dan

apabila desimal keduanya genap, maka

dibulatkan ke bawah.
Contoh :

11,1549

dibulatkan

11,15

27,1763

dibulatkan

27,18

15,1350

dibulatkan

15,14

17,1850

dibulatkan

17,18

Di dalam pengisian kolom, agar diperhatIkan hal-hal sebagai berikut:
a. Jika data tidak tersedia/tidak ada hendaknya diisi dengan notasi strip (-)
b. Jika data tersedia tetapi besarnya kurang dari 500 kg hendaknya diisi
dengan notasi nol (0), namun jika ada pertimbangan lainnya (sosial,
ekonomi, kemasyarakatan) tetap dapat diperhitungkan.

C.

Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data
Untuk keperluan penghitungan Neraca Bahan Makanan ini, data
ketersediaan bahan makanan diperoleh dari berbagai sumber data, dengan
melibatkan petugas pengumpul data dari berbagai Dinas/Instansi Tingkat Provinsi
terkait, antara lain : Dinas Pertanian - Dinas Kelautan dan Perikanan - Dinas
Kehutanan dan Perkebunan – Dinas Perindag - Bappeda DIY - Bulog - Dinas
Perhubungan dan BPS. Selain berupa data sekunder dari masing-masing
dinas/instansi terkait, data juga diperoleh dari hasil wawancara langsung ke
berbagai distributor dan pedagang/pengecer bahan makanan dari pasar, pabrik
maupun toko swalayan/ supermarket yang ada di wilayah D.I.Yogyakarta.
Pengolahan dan analisa data hingga penyelesaian akhir, dilaksanakan oleh
tim penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM), yang koordinasi pelaksanaannya
oleh Badan Ketahanan Pangandan Penyuluhan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Berbagai data yang masuk, selanjutnya dikompilasikan menurut jenis komoditinya
dan dihitung jumlah ketersediaan masing-masing bahan makanan tersebut untuk

NBM 2016 Sementara
halam an

1 8

per kapita per tahun. Sedang untuk mengetahui nilai gizi bahan makanan tersebut,
maka dari angka ketersediaan pangan per kapita per hari, diterjemahkan ke dalam
satuan energi, protein dan lemak. Akhirnya, dari angka ketersediaan pangan hasil
penghitungan Neraca Bahan Makanan yang terdiri dari 12 kelompok/jenis bahan
makanan tersebut diringkas lagi menjadi 9 (sembilan) kelompok/jenis bahan
makanan untuk keperluan analisa guna dibandingkan dengan angka konsumsi yang
didasarkan pada pendekatan Pola Pangan Harapan.
Tabel NBM menyajikan gambaran menyeluruh tentang penyediaan
(supply) dan penggunaan (utilization) pangan di suatu wilayah dalam periode
tertentu (dalam kurun waktu satu tahun). Komoditas bahan makanan yang
disajikan dalam bentuk Tabel NBM terdiri dari komoditas utama (asal) dan
komoditas/ produk turunan yang tersedia untuk dikonsumsi penduduk.
Penyediaan (supply) suatu komoditas bahan makanan diperoleh dari jumlah
produksi dikurangi dengan perubahan stok, ditambah dengan jumlah yang diimpor
dan dikurangi dengan jumlah yang diekspor. Ini berarti, komponen – komponen
penyediaan terdiri atas produksi, perubahan stok, impor dan ekspor. Bentuk
persamaan penyediaan adalah sebagai berikut :
TS = O - ∆St + M – X Dimana,
TS

: total penyediaan dalam negeri (total supply)

O

: Produksi

∆St

: stok akhir – stok awal

M

: impor

X

: ekspor
Selanjutnya, total penyediaan tersebut akan digunakan untuk pakan, bibit,

industri makanan dan non makanan, tercecer, serta bahan makanan yang tersedia
pada tingkat pedagang pengecer. Komponen – komponen tersebut merupakan
komponen penggunaan (utilization). Total penggunaan suatu komoditas bahan
NBM 2016 Sementara
halam an

1 9

makanan adalah sama dengan total penyediaannya; yang dapat dinyatakan dalam
bentuk persamaan sebagai berikut :
TU = F + S + I + W + Fd
Dimana,
TU

: total penggunaan (total utilization)

F

: pakan

S

: bibit

I

: industri

W

: tercecer

Fd

: ketersediaan bahan makanan

Untuk mendapatkan tingkat ketersediaan bahan makanan (pangan) per
kapita, ketersediaan masing – masing bahan makanan dibagi dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun. Informasi ketersediaan per kapita masing – masing bahan makanan
ini disajikan dalam bentuk kuantum (volume) dan kandungan nilai gizinya dalam satuan
kkal energi, gram protein dan gram lemak.
Pengelompokan jenis pangan berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH)
berbeda dengan pengelompokan jenis pangan berdasarkan NBM. Oleh karena itu, untuk
penghitungan skor PPH perlu dilakukan penyesuaian kelompok pangan dari kelompok
pangan NBM ke kelompok pangan PPH.
Pengelompokan pangan berdasarkan NBM dan PPH dapat dijelaskan sebagai berikut :
 Kelompok NBM
Kelompok pangan NBM dibagi menjadi 11 kelompok, yaitu :
1.

Padi – padian (padi gagang/ gabah, gabah/ beras, jagung, jagung basah, gandum
dan tepung gandum)

2.

Umbi – umbian (ubi jalar, ubi kayu, ubi kayu/ gaplek, ubi kayu/ tapioka dan
sagu/ tepung sagu)

NBM 2016 Sementara
halam an

2 0

3.

Gula (gula pasir dan gula mangkok/ gula merah)

4.

Buah/ biji berminyak (kacang tanah berkulit, kacang tanah lepas kulit, kedelai,
kacang hijau, kelapa berkulit / daging dan kelapa daging / kopra)

5.

Buah – buahan

6.

Sayur – sayuran

7.

Daging ( daging sapi, daging kerbau, daging kambing, daging domba, daging
kuda, daging babi, daging ayam buras, daging ayam ras, daging itik dan jeroan
semua jenis)

8.

Telur ( telur ayam buras, telur ayam ras dan telur itik)

9.

Susu ( susu sapi dan susu import )

10. Ikan ( tuna, kakap, cucut, bawal, teri, lemuru, kembung, tengiri, bandeng,
belanak, mujair, Ikan mas, udang, rajungan, kerang darah, cumi-cumi, sotong,
lainnya)
11. Minyak dan lemak ( kacang tanah / minyak, kopra / minyak goreng, minyak
sawit / palm oil, minyak sawit / minyak goreng, lemak sapi, lemak kerbau,
lemak kambing, lemak domba dan lemak babi).
 Kelompok Pola Pangan Harapan (PPH)
Kelompok pangan PPH dibagi menjadi 9 kelompok yaitu :
1.

Padi – padian (beras, jagung dan gandum)

2.

Umbi – umbian (ubi kayu, ubi jalar, kentang, talas dan sagu)

3.

Pangan Hewani (daging, Ikan, telur dan susu)

4.

Minyak dan lemak (minyak kelapa, minyak sawit, margarin dan lemak hewani)

5.

Buah/ biji berminyak (kelapa, kemiri, kenari dan cokelat)

6.

Kacang – kacangan (kacang tanah, kedelai, kacang hijau, kacang merah dan
kacang lainnya)

7.

Gula (gula pasir dan gula merah)

NBM 2016 Sementara
halam an

2 1

8.

Sayur dan buah (sayuran segar dan buah segar)

9.

Lain – lain (teh, kopi, terasi dan bumbu lainnya)

 Langkah – langkah perhitungan Pola Pangan Harapan (PPH) :
 Penentuan Bobot dalam PPH
Berdasarkan triguna pangan, pangan berfungsi sebagai sumber enrgi yang
berasal dari karbohidrat, sumber pembangun yang berasal dari protein dan
sumber pengatur yang berasal dari vitamin dan mineral. Setiap fungsi berperan
sama besarnya, dengan bobot turunan masing – masing 33,3%. Penentuan bobot
kelompok pangan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Untuk kelompok pangan sumber karbohidrat dan energi, terdiri dari padi –
padian, umbi – umbian, minyak dan lemak, buah/ biji berminyak dan gula,
dengan total kontribusi energi (% AKG) dari PPH adalah 74% (Deptan,
2001). Bobot untuk kelompok pangan ini adalah 0,5 (berasal dari nilai 33,3
dibagi 74).
b. Untuk kelompok pangan sumber protein/ lauk, terdiri dari kacang – kacangan
dan Pangan Hewani, dengan total kontribusi energi (% AKG) dari PPH adalah
17%. Bobot untuk kelompok pangan ini adalah 2 (berasal dari nilai 33,3
dibagi 17).
c. Untuk kelompok pangan sumber vitamin dan mineral, terdiri dari sayur dan
buah dengan total kontribusi energi (% AKG) dari PPH adalah 6%. Bobot
untuk kelompok pangan ini adalah 5 (berasal dari nilai 33,3 dibagi 6).
d. Kelompok pangan lainnya (aneka minuman dan bumbu) dengan kontribusi
energi 3% akan diperoleh rating 0,0 yang berasal dari nilai 0 dibagi 3. Rating
0 untuk kelompok pangan lainnya didasarkan pada pertimbangan bahwa
konsumsi bumbu dan minuman tidak dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan gizi.
NBM 2016 Sementara
halam an

2 2

 Cara Perhitungan Skor Pola Pangan Harapan
a. MenyesuaIkan pengelompokan pangan dari NBM ke kelompok PPH
b. Memasukkan data ketersediaan pangan dalam bentuk energi (kkal/kap/hr)
pada setiap kelompok pangan pada tabel PPH
c. Menghitung kontribusi energi dari setiap kelompok pangan (%) terhadap total
energi tingkat ketersediaan (2.400 kkal/kap/hr)
d. Memasukkan angka bobot dan skor maksimum setiap kelompok pangan ke
dalam tabel PPH.
e. Menghitung skor PPH dengan mengalIkan antara persentase AKE dengan
bobot setiap kelompok pangan.
f. Jika skor PPH setiap kelompok pangan lebih besar dari skor maksimumnya,
maka skor PPH yang diambil adalah skor maksimumnya. Jika skor PPH setiap
kelompok pangan lebih kecil dari skor maksimumnya, maka skor PPH yang
diambil adalah skor riilnya.
g. Menjumlahkan skor PPH dari seluruh kelompok pangan. Jumlah hasil
perhitungan skor PPH maksimal 100.

NBM 2016 Sementara
halam an

2 3

BAB III
PENYEMPURNAAN NERACA BAHAN MAKANAN (NBM)

Penyusunan Tabel Neraca Bahan Makanan (NBM) sudah dilakukan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS) sejak tahun 1963. Namun demikian sampai saat ini masih terdapat
beberapa kekurangan/kelemahan pada penyusunan Tabel NBM. Kelemahan tersebut
diantaranya tidak tersedianya data dasar, besaran-besaran konversi yang digunakan tidak
mencerminkan kondisi sekarang, serta jenis komoditas yang dicakup dalam tabel NBM
belum mencerminkan komoditas yang dikonsumsi.
Dalam rangka memperbaiki Tabel NBM agar informasi yang dihasilkan lebih
akurat, telah dilakukan beberapa upaya penyempurnaan secara bertahap. Pada tahun
2002 dan 2003 dilakukan beberapa kegiatan (kajian) yang bertujuan untuk memperbaiki
besaran konversi dan besaran tercecer pada sub sektor tanaman pangan, sub sektor
peternakan, sub sektor hortikultura dan sub sektor perkebunan.

A. Hasil Kajian Sub Sektor Peternakan
Besaran konversi yang diguanakan pada penyusunan NBM sub sektor
peternakan selama ini tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya karena
bersumber pada penelitian yang dilakukan pada sekitar tahun tujuh puluhan. Oleh
karena itu pada tahun 2002 dilakukan kegiatan “Penyempurnaan Neraca Pangan
Komoditas Peternakan (Karkas) dalam rangka NBM” yang bertujuan untuk
mendapatkan besaran konversi : karkas ke bentuk daging, jeroan terhadap karkas,
dan lemak terhadap karkas. Studi karkas tersebut dilaksanakan di sembilan
Provinsi yaitu Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa
Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan.
Khusus untuk DIY terdapat kajian karkas dari UGM pada tahun 2010.

NBM 2016 Sementara
halam an

2 4

B. Hasil Kajian Sub Sektor Tanaman Pangan
Penyempurnaan NBM pada sub sektor tanaman pangan, dilakukan melalui
kegiatan “Penyempurnaan Neraca Pangan Komoditas Jagung dalam rangka NBM”
pada tahun 2002. Kegiatan ini dilakukan di tujuh Provinsi sentra produksi jagung
yaitu Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan,
Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah :
 Mendapatkan besaran susut perontokan, pengeringan, pengangkutan dan
penggilingan
 Mendapatkan besaran konversi jagung dari bentuk jagung ontongan basah
tanpa kulit dan tangkai menjadi ontongan kering, jagung ontongan kering
menjadi jagung pipilan kering, jagung pipilan kering menjadi berasan jagung
dan pipilan kering menjadi jagung tepung
 Mendapatkan besaran stok jagung di industri pengolahan.

Hasil kegiatan Penyempurnaan Neraca Pangan komoditas jagung tersebut
belum dapat dipergunakan untuk memperbaiki tabel NBM. Hal ini disebabkan
tercecer yang diteliti dalam studi tersebut baru mencakup sebagian dari konsep
tercecer dalam tabel NBM. Angka tercecer yang terdapat dalam tabel NBM adalah
sejumlah bahan makanan yang tercecer pada saat produksi sampai dengan bahan
makanan tersebut tersedia pada tingkat pedagang pengecer. Tercecer bisa terjadi
karena pengangkutan, pewadahan maupun penyimpanan. Terceceryang dihasilkan
dari kegiatan “Penyempurnaan Neraca Pangan Komoditas Jagung dalam rangka
NBM” hanya angka tercecer pada pengangkutan pertama atau pengangkutan dari
rumah petani sedangkan tercecer pengakutan pada perdagangan tidak termasuk.
Demikian pula dengan tercecer karena pewadahan ataupun penyimpanan. Dengan
demikian angka tersebut belum bisa digunakan pada penyusunan tabel NBM.

NBM 2016 Sementara
halam an

2 5

C. Hasil Kajian Sub Sektor Hortikultura
Salah satu kelemahan dari tabel NBM Sub Sektor Hortikultura sampai saat
ini diantaranya adalah pada besaran tercecer dan besaran konversi. Besaran
konversi yang digunakan merupakan hasil penelitian yang telah lampau sehingga
sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini, bahkan untuk besaran tercecer
bukan merupakan hasil penelitian tetapi hanya merupakan kesepakatan dari Tim
NBM terdahulu. Untuk itu pada tahun 2003 dilakukan kegiatan ”Perencanaan
Neraca Bahan Makanan Komoditas Hortikultura” yang bertujuan :
1. Mendapatkan besaran konversi dari kering panen ke kering konsumsi untuk
komoditas bawang merah dan bawang putih.
2. Mendapatkan besaran tercecer untuk komoditas sayur- sayuran : bawang
merah, bawang putih, kentang, cabe, kubis, tomat dan kacang merah
3. Mendapatkan besaran tercecer untuk komoditas buah-buahan : pisang, jeruk,
salak, mangga, durian, pepaya dan nanas.
Kegiatan penyempurnaan NBM Sub Sektor Hortikultura dilaksanakan di
sebelas Provinsi yang merupakan daerah potensi produksi hortikultura yaitu :
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tengah dan Papua.
Studi besaran tercecer pada sub Sektor Hortikultura baru bisa dilakukan
terhadap tujuh komoditas buah dan tujuh komoditas sayuran. Sehingga untuk
komoditas yang lain masih menggunakan besaran tercecer lama. Demikian pula
untuk besaran konversi bawang putih, mengingat pada waktu pencacahan musim
panen bawang putih sudah lewat maka sampel untuk studi konversi bawang putih
menjadi kurang terwakili. Dengan demikian untuk konversi bawang putih dari
kering panen ke kering konsumsi sebaiknya masih menggunakan besaran konversi
yang lama.
NBM 2016 Sementara
halam an

2 6

D. Hasil Kajian Sub Sektor Perkebunan
Penyusunan NBM untuk Sub Sektor Perkebunan sampai saat i