Website Resmi Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Daerah Istimewa Yogyakarta - NBM Sementara 2015

(1)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan buku NBM tahun 2015 (Sementara).

Buku NBM tahun 2015 (Sementara) dapat disusun atas dukungan dan kerjasama yang baik dari Tim NBM dan nara sumber lain yang menunjang ketersediaan data, meskipun dalam proses penyusunan mengalami hambatan dan kendala, terutama kesulitan dalam pengumpulan data. Data NBM tahun 2015 (Sementara) diperoleh dari Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Bulog, Dinas Kelautan Perikanan, BPS, PG. Madu Baru dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi DIY dan data ekspor impor yang diperoleh dari distributor serta pedagang besar.

Dengan selesainya penyusunan NBM tahun 2015 (Sementara) ini diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi ketersediaan pangan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta untuk tahun yang bersangkutan, sekaligus sebagai evaluasi ketersediaan pangan yang ditindaklanjuti dalam penyusunan rencana produksi dan pengadaan pangan bagi penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dalam penyusunan NBM tahun 2015 (Sementara) ini tentunya masih ada kekurangan, untuk itu kami mohon saran serta kritik yang membangun. Kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan NBM tahun 2015 (Sementara) kami sampaikan terima kasih. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, Mei 2016 Kepala

Ir. Arofa Noor Indriani, M.Si NIP. 19600729 198603 2 006


(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i.

DAFTAR ISI ...ii

DAFTAR TABEL ...iv

DAFTAR LAMPIRAN ...v

DAFTAR GAMBAR ...vi

I. PENDAHULUAN A. Umum ...1

B. Perkembangan Penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM) ...2

C. Kegunaan Neraca Bahan Makanan (NBM) ...4

II. METODOLOGI A. Pengertian Neraca Bahan Makanan ( NBM ) ...6

B. Syarat- syarat Penyusunan NBM ...15

C. Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data ...18

III. PENYEMPURNAAN NERACA BAHAN MAKANAN ( NBM ) A. Hasil Kajian Sub Sektor Peternakan ...17

B. Hasil Kajian Sub Sektor Tanaman Pangan ...17

C. Hasil Kajian Sub Sektor Hortikultura ...17

D. Hasil Kajian Sub Sektor Perkebunan ...18

E. Upaya Penyempurnaan dengan Menggunakan Tabel I – O ...20

F. Perubahan Tabel NBM ...22

IV. ANALISIS KETERSEDIAAN PANGAN TAHUN 2015 SEMENTARA A. Situasi Ketersediaan Pangan Tahun 2011 – 2015 Sementara ...23

B. Analisis Surplus/minus Berdasarkan Neraca Bahan Makanan ...31

V. DINAMIKA KETERSEDIAAN PANGAN (2006 – 2015 SEMENTARA) A. Ketersediaan dan Tingkat Ketersediaan Energi dan Protein DIY tahun 2006 – 2015...33

B. Skor PPH Berdasarkan Ketersediaan Pangan DIY Tahun 2006 – 2015...34

C. Ketersediaan dan Tingkat Proporsi Ketersediaan Energi DIY (2006 – 2015)...35


(3)

VI. KETERKAITAN NERACA BAHAN MAKANAN TAHUN 2015 SEMENTARA DENGAN POLA PANGAN HARAPAN DIY...39

VI. KESIMPULAN

A. Kesimpulan ...43 B. Saran ...46


(4)

DAFTAR TABEL

TABEL

Tabel 1. Ketersediaan Pangan berdasarkan Jenis Bahan Makanan untuk Konsumsi Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013

Tabel 2. Neraca Bahan Makanan (NBM) Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2013

Tabel 3. Ketersediaan Pangan berdasarkan Jenis Bahan Makanan untuk Konsumsi Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014

Tabel 4. Neraca Bahan Makanan (NBM) Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014

Tabel 5. Ketersediaan Pangan berdasarkan Jenis Bahan Makanan untuk Konsumsi Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Sementara

Tabel 6. Neraca Bahan Makanan (NBM) Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015 Sementara

Tabel 7. Ketersediaan Energi, Protein dan Lemak berdasarkan Jenis Bahan Makanan untuk Konsumsi Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014 dan 2015 Sementara

Tabel 8. Ketersediaan Energi, Protein dan Lemak berdasarkan Jenis Bahan Makanan untuk Konsumsi Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2013, tahun 2014 dan tahun 2015 Sementara

Tabel 9. Ketersediaan Energi berdasarkan Jenis Bahan Makanan sesuai PPH untuk Konsumsi Penduduk DIY Tahun 2014 dan Tahun 2015 Sementara

Tabel 10. Ketersediaan dan Tingkat Ketersediaan Energi DIY Tahun 2006 – 2015

Sementara

Tabel 11. Skor PPH Berdasarkan Ketersediaan Energi di DIY Tahun 2006 – 2015


(5)

Tabel 12. Ketersediaan dan Tingkat Ketersediaan Energi DIY (2006 – 2015) Berdasarkan Kelompok Pangan (Publikasi NBM)

Tabel 13. Ketersediaan dan Tingkat Ketersediaan Energi dan Protein Tahun 2006 –

2015 Sementara

Tabel 14. Laju Tingkat Ketersediaan

Tabel 15. Kontribusi Energi Menurut Kelompok Pangan Tahun 2015 Sementara Tabel 16. Proyeksi Ketersediaan Energi Kelompok Pangan (Kal/kap/hari)

Tabel 17. Proyeksi Ketersediaan Energi Menurut Kelompok Pangan (Gram/kap/hari) Tabel 18. Proyeksi Ketersediaan Komoditas Pangan di DIY Tahun 2016, 2017, 2018


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skor Konsumsi Tahun 2014 dengan Pendekatan PPH

Lampiran 2. Analisis Surplus / Minus Berdasarkan NBM Tahun 2015 Sementara

Lampiran 3. Skor PPH DIY Berdasarkan NBM Tahun 2015 Sementara

Lampiran 5. Sasaran Pola Pangan Harapan (PPH) DIY Tahun 2013 – 2020 berdasarkan Neraca Bahan Makanan Tahun 2015 Sementara

Lampiran 6. Sasaran Pola Pangan Harapan (PPH) DIY Tahun 2014 – 2020 berdasarkan

Neraca Bahan Makanan Tahun 2015 (Kkal/kap/hari) (Gram/kap/hari)

Lampiran 7. Rata - rata Ketersediaan Pangan DI. Yogyakarta berdasarkan Neraca Bahan Makanan Tahun 2015 (Gram/Kapita/Hari) (Proyeksi Ketersediaan Pangan)

Lampiran 8. Proyeksi Ketersediaan Pangan DI. Yogyakarta berdasarkan Neraca Bahan Makanan Tahun 2015 (Gram/Kapita/Hari) (Proyeksi Ketersediaan Pangan)

Lampiran 9. Proyeksi Gap Ketersediaan Pangan Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Tahun 2015 (Kg/Kapita/Tahun)

Lampiran 10. Proyeksi Ketersediaan Pangan Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Tahun 2015 (Kg/Kapita/Tahun)

Lampiran 11. Proyeksi Gap Ketersediaan Pangan Berdasarkan Neraca Bahan Makanan Tahun 2015 (Kg/Kapita/Tahun)

Lampiran 12. Proyeksi Ketersediaan Pangan (000 Ton/Tahun)

Lampiran 13. Proyeksi Ketersediaan Pangan (000 Ton/Tahun)

Lampiran 14. Format Neraca Bahan Makanan

Lampiran 15. Besaran Konversi yang Digunakan Untuk Ternak

Lampiran 16. Konversi Kuantitas dan Bentuk Pangan

Lampiran 17. Jenis Bahan Makanan, Produksi Turunan dan Besaran Konversi Input ke Output menurut Kelompok Komoditas

Lampiran 18. Faktor Konversi Bahan Makanan yang Dipakai untuk Menghitung Produksi

Lampiran 19. Komposisi Bahan Makanan

Lampiran 20. Besaran Konversi

Lampiran 21. Konversi Olahan Komoditi Perikanan


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ketersediaan Energi Tahun 2013

2015 Sementara

Gambar 2. Ketersediaan Protein Tahun 2013

2015 Sementara

Gambar 3. Ketersediaan Lemak Tahun 2013

2015 Sementara

Gambar 4. Perbandingan Ketersediaan Energi Tahun 2015 dengan

Ideal

Gambar 5. Perbandingan Ketersediaan Energi Tahun 2014 dan

2015 dengan Ideal

Gambar 6. Perbandingan Skor Konsumsi 2014 dengan Skor Ideal

Gambar 7. Pola Konsumsi Energi 2014

Gambar 8. Pola Konsumsi Berdasarkan PPH

Gambar 9. Ketersediaan Energi DIY Tahun 2006

2015 Sementara

Gambar 10. Tingkat Ketersediaan Energi Tahun 2006

2015 Sementara

Gambar 11. Perbandingan Proporsi Ketersediaan Energi Tahun


(8)

(9)

NBM 2015 Sementara halaman 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Umum

Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan Pangan dan Gizi bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, memenuhi kecukupan Gizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk mewujudkan Status Gizi yang baik agar dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. (Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015).

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan,kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Prioritas kebijakan pembangunan ekonomi yang ditempuh dalam sistem ketahanan pangan diantaranya upaya pemenuhan kecukupan pangan dengan menjamin tersedianya pangan dan gizi dalam jumlah, mutu yang cukup dan harga yang terjangkau dengan memperhatikan peningkatan pendapatan petani serta peningkatan produksi.

Salah satu subsistem utama sistem ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan, yang menjelaskan tentang jumlah bahan pangan yang tersedia di suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Ketersediaan pangan dapat diwujudkan melalui produksi dalam negeri atau daerah, pemasukan dari luar negeri atau luar daerah, dan cadangan yang dimiliki negara atau daerah yang bersangkutan. Ketersediaan


(10)

NBM 2015 Sementara halaman 2

pangan merupakan suatu sistem yang berjenjang (hierarchial system) mulai dari tingkat nasional, propinsi (regional), lokal (kabupaten/ kota) dan rumah tangga. Ketersediaan pangan dapat diukur baik pada tingkat makro (nasional, propinsi, kabupaten/ kota) maupun mikro (rumah tangga)

Ketahanan pangan mensyaratkan ketersediaan pangan yang cukup dan berkelanjutan sepanjang waktu, oleh sebab itu situasi ketersediaan pangan perlu diketahui secara periodik. Untuk itu perlu dilakukan kegiatan pemantauan dan analisis produksi dan ketersediaan pangan. Informasi tentang situasi ketersediaan pangan tersebut diperlukan sebagai bahan untuk menyusun perencanan, evaluasi, perumusan kebijakan, pemecahan masalah produksi dan ketersediaan pangan.

B. Perkembangan Penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM)

Penyusunan NBM pertama-tama dilakukan pada masa Perang Dunia II, karena negara-negara yang terlibat perang mengalami krisis pangan yang harus segera di atasi. Tahun 1942, pertama kalinya “Inter Allied Committee On Postwar Requirement” menggunakan metode “Food Balance Sheet” untuk meneliti

kebutuhan pangan waktu itu. Pada tahun 1943, suatu tim ahli gabungan antara

Kanada, Amerika Serikat dan Inggris menerbitkan suatu laporan berjudul “Food Consumption Level in The United Sastes and The United Kingdom”. Selanjutnya

pada tahun 1946.“Food and Agriculture Organization (FAO)’ Perserikatan

Bangsa-Bangsa mulai menggunakan metode NBM di antara 70 negara anggotanya. Pada sidangnya yang keempat di Washington pada tahun 1948, FAO telah membuat rekomendasi agar semua negara-negara anggota dapat menyusun NBM menurut model yang seragam dan mengirimkannya kepada FAO disertai harapan agar penyusunannya di setiap negara dilakukan setiap tahun. Sebagai kelanjutan dari perhatian dan rekomendasi FAO tentang NBM ini, maka pada tahun 1949 dan 1950 telah berhasil dipublikasikan NBM berbentuk “Loose-leat booklet” pertama


(11)

NBM 2015 Sementara halaman 3

untuk 77 negara yang mencakup periode permulaan peran dunia II dan masa tahun

1947/1948 dan 1948/1949. “Loose-leat booklet” kedua diublikasikan pada tahun

1950/1951, 1951/1952, 1952/1953 dan 1953/1955, untuk 92 negara.

Berdasarkan atas kemungkinan-kemungkinan teknis penyajian, maka pada tahun 1957 diputuskan bahwa penerbitan NBM oleh FAO tidak lagi secara tahunan melainkan periode tiga tahunan. Himpunan pertama periode tiga tahunan yang meliputi periode 1954 – 1956 dan mencakup 30 negara, diterbitkan pada tahun 1958. Himpunan kedua meliputi periode 1957 – 1959 dan mencakup 43 negara diterbitkan pada tahun 1963.Himpunan ketiga pada tahun 1966 untuk 63 negara mencakup periode 1960 – 1962. Sedangkan himpunan keempat adalah NBM untuk periode 1964 – 1966 yang dipublikasikan pada tahun 1971 dan mencakup 132 negara.

Di Indonesia, NBM mulai disusun tahun 1963 oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dengan bantuan ahli dari FAO untuk keperluan intern BPS. Hasilnya terdiri atas NBM periode 1963 – 1965, NBM periode 1964 – 1966 dan NBM tahun 1970.Kemudian secara periodik disusun NBM tahun 1971 dan NBM 1972. Selanjutnya berdasar instruksi Menteri Pertanian Nomor : 12/INS/UM/6/1975 tanggal 19 Juni 1975, dibentuk Tim Penyusun NBM Nasional yang beranggotakan unsur-unsur dari instansi Departemen Pertanian, BPS dan instansi terkait untuk menyusun buku Pedoman Penyusunan NBM serta menyajikan NBM mulai PELITA I sampai dengan sekarang.

Menyadari bahwa pengkajian NBM Nasional terlalu bersifat umum, maka pada tahun 1979 Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian atas nama Menteri Pertanian melalui surat Nomor 92/B/1979 tanggal 18 Januari 1979, menginstruksikan seluruh Kepala Kantor Wilayah Departemen Pertanian untuk menyusun NBM Regional/Provinsi dan hasilnya disampaikan kepada Menteri


(12)

NBM 2015 Sementara halaman 4

Pertanian melalui Unit Perbaikan Menu Makanan Rakyat (UPMMR) Departemen Pertanian.

Pada tahun 1979 telah dikeluarkan pula Instruksi Presiden No 20 tahun 1979 tanggal 8 Oktober 1979 tentang Perbaikan Menu Makanan Rakyat termasuk di dalamnya penyajian NBM, sebagai kelanjutan Instruksi Presiden No. 14 tahun 1974. Pada tahun 1985 Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian atas nama Menteri Pertanian, melalui surat Nomor RC.220/487/B/II/1985 tanggal 20 Januari 1985 menginstruksikan seluruh Kepala Kantor Wilayah Departemen Pertanian untuk mengembangkan Penyusunan NBM Regional dan Provinsi dengan membentuk Tim Penyusun NBM Regional/Provinsi yang bertugas menyusun NBM Regional/Provinsi masing-masing. Tahun 1993 dan 1996 Buku Pedoman Penyusunan NBM juga diterbitkan dengan memasukkan beberapahasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa institusi. Selanjutnya upaya penyempurnaan penyusunan Tabel NBM terus dilakukan, dengan melakukan beberapa kajian, diantaranya dengan menggunakan pendekatan Tabel Input – Output.Buku Pedoman Penyusunan NBM Tahun 2004 kembali diterbitkan dengan mengakomodasikan hasil beberapa kajian yang dilakukan dalam rangka penyempurnaan penyusunan NBM.Dalam rangka menjabarkan Pedoman Penyusunan NBM Tahun 2004 serta penyempurnaan data baik dari segi cakupan maupun kualitasnya maka dipandang perlu untuk menyusun Buku Panduan Penyusunan NBM.

Di DIY telah mulai menyusun NBM sejak tahun 1990 an, dan sekarang disusun oleh Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan membentuk Tim Penyusun NBM terdiri dari BPS, Dinas Pertanian, Dinas Kelautan dan Perikanan, Biro Administrasi dan Perekonomian Setda DIY, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Bulog, Dishubkominfo, PT. Madubaru, Disperindagkop dan UKM, Bappeda, serta lurah pasar dan pengurus


(13)

NBM 2015 Sementara halaman 5

koperasi pasar. Mulai tahun 2011 NBM DIY disusun 2 kali berupa angka sementara dan angka tetap. Dan mulai NBM tahun 2010 dan 2011 sudah disusun NBM di 4 Kabupaten (Kulon Progo, Gunung Kidul, Bantul, Sleman), apalagi didukung tuntutan dalam Standar Pelayanan Minimum (SPM) bidang Ketahanan Pangan yang salah satu indikator kinerjanya menggunakan hasil NBM.

C. Kegunaan Neraca Bahan Makanan (NBM)

Sebagai salah satu alat perencana di bidang pangan dan gizi, NBM dapat memberikan informasi berupa data tentang produksi, pengadaan, serta semua perubahan-perubahan yang terjadi, hingga suatu komoditas tersedia untuk dikonsumsi oleh penduduk suatu negara/daerah dalam satu kurun waktu tertentu. Dengan demikian, NBM merupakan salah satu metode untuk memperoleh gambaran situasi penyediaan pangan yang cukup lengkap dan teliti, namun sederhana dan relatif mudah dikerjakan. Oleh karena itu, suatu NBM yang disajikan secara lengkap tepat waktu dan berurutan dari suatu periode ke periode berikutnya, akan sangat berguna untuk memantapkan kebijakan pangan secara menyeluruh, dan bahkan sangat berguna bagi perencanaan program-program yang berkaitan dengan masalah pangan dan gizi secara umum. Dengan menyusun NBM, dimungkinkan dengan cepat didapatkan gambaran tentang situasi penyediaan pangan per kapita suatu negara/daerah pada suatu kurun waktu tertentu. Sehingga stakeholder pengambil keputusan dengan cepat pula dapat menetapkan kebijakan yang harus ditempuh.


(14)

NBM 2015 Sementara halaman 6

BAB II METODOLOGI

A. Pengertian Neraca Bahan Makanan (NBM)

Neraca Bahan Makanan (NBM) adalah suatu tabel yang terdiri atas kolom-kolom yang memuat berbagai informasi berupa data tentang situasi dan kondisi penyediaan bahan makanan bagi penduduk suatu negara/daerah, dalam suatu kurun waktu tertentu. Informasi tersebut dicantumkan dalam 19 kolom sebagai berikut : kolom (1) Jenis Bahan Makanan (Commodity); kolom produksi (production) yang terdiri atas kolom (2) masukan (input) dan (3) keluaran (output); kolom (4) Perubahan stok (changes in stock); kolom (5) impor (import); kolom (6) Penyediaan Dalam Negeri sebelum Ekspor (Domestic Supplay prior to Export); kolom (7) Ekspor (export); kolom (8) Penyediaan Dalam Negeri (Domestic Utilization) yang terdiri atas : kolom (9) Pakan (feed); (10) Bibit (Seed); diolah untuk (Manufactured for) (11) Makanan (food) dan (12) Bukan makanan (non food); (13) Tercecer (Weste) dan (14) Bahan Makanan (Food); Ketersediaan per kapita (per capita availability) terdiri atas kolom-kolom (15) kg/thn (kg/year); (16) Gram/hari (gram/day); (17) Energi dalam satuan kalori/hari (cal/day), (18) Protein dalam satuan gram/hari (proteins in gram/day); dan (19) Lemak dalam satuan gram/hari (fats in gram/day).

1. Jenis Bahan Makanan

Bahan makanan yang dicantumkan dalam kolom ini adalah semua jenis bahan makanan baik nabati maupun hewani yang lazim/umum tersedia untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan makanan tersebut dikelompokkan menurut jenisnya yang diikuti prosesnya dari produksi sampai dengan dapat dipasarkan/dikonsumsi dalam bentuk belum berubah atau bentuk lain yang


(15)

NBM 2015 Sementara halaman 7

berbeda sama sekali setelah melalui proses pengolahan. Pengelompokkan bahan makanan tersebut adalah sebagai berikut : padi-padian, makanan berpati, buah/biji berminyak, buah-buahan, sayuran, daging, telur, susu, ikan serta kelompok minyak dan lemak.

a. Padi-Padian

Padi-padian adalah kelompok komoditas yang terdiri atas gandum, padi, jagung dan sorghum (canthel) serta produksi turunannya

b. Makanan Berpati

Makanan berpati adalah bahan makanan yang mengandung pati yang berasal dari akar/umbi dan lain-lain bagian tanaman yang merupakan bahan makanan pokok lainnya. Yang termasuk dalam kelompok komoditas ini adalah ubi kayu, ubi jalar dan sagu, serta produksi turunannya. Contoh gaplek/chips dan tapioka/pellet adalah turunan dari ubi kayu. Kelompok komoditas makanan berpati ini merupakan jenis bahan makanan yang mudah rusak jika disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama bila tidak melalui proses pengolahan.

c. Gula

Gula adalah sekelompok komoditas yang terdiri atas : gula pasir dan gula merah (gula mangkok, gula lempengan, gula semut dan lain-lain), baik dari hasil olahan pabrik maupun rumah tangga yang merupakan produk olahan dari tanaman kelapa deres, aren, siwalan, nipah dan tebu. d. Buah/biji berminyak

Buah/biji berminyak adalah kelompok bahan makanan yang mengandung minyak, yang berasal dari buah dan biji-bijian. Komoditas yang termasuk dalam kelompok ini adalah kacang hijau, kelapa, kacang tanah, kacang kedelai, kacang mete, kemiri, pala, wijen, kacang bogor dan lain-lain yang sejenis. Sebagian dari komoditas ini, khususnya


(16)

NBM 2015 Sementara halaman 8

kelapa, diolah menjadi kopra yang selanjutnya dijadikan minyak goreng, sehingga produk turunannya tercantum dalam kelompok minyak dan lemak.

e. Buah-buahan

Buah-buahan adalah sumber vitamin dan mineral dari bagian tanaman yang berupa buah.Umumnya merupakan produksi tanaman tahunan yang biasa dapat dikonsumsi tanpa dimasak

f. Sayuran

Sayuran adalah sumber vitamin dan mineral yang dikonsumsi dari bagian tanaman yang berupa daun, bunga, buah, batang atau umbi.Tanaman tersebut pada umumnya berumur kurang dari satu tahun g. Daging

Daging adalah bagian-bagian dari hewan yang disembelih atau dibunuh dan lazim dimakan manusia, kecuali yang telah diawetkan dengan cara lain dari pada pendinginan.

h. Telur

Telur adalah telur unggas.Telur yang dimaksud yaitu telur ayam buras, telur ayam ras dan telur itik dan telur unggas lainnya.

i. Susu

Susu adalah cairan yang diperoleh dari ambing ternak perah sehat, dengan cara pemerahan yang benar, terus-menerus dan tidak dikurangi sesuatu dan/atau ditambahkan ke dalamnya sesuatu bahan lain.

j. Ikan

Ikan adalah komoditas yang berupa binatang air (ikan berkulit halus dan berkulit keras) dan biota perairan lainnya. Yang dimaksud komoditas ikan disini adalah yang berasal dari kegiatan penangkapan di laut maupun perairan umum (waduk, sungai dan rawa) yang dapat


(17)

NBM 2015 Sementara halaman 9

diolah menjadi bahan makanan yang lazim/umum dikonsumsi masyarakat. Berdasarkan banyaknya jenis ikan darat/laut yang dikonsumsi penduduk dirinci menjadi : tuna/cakalang/tongkol, kakap, cucut, bawal, teri, lemuru, kembung, tengiri, bandeng, belanak, mujair, ikan mas, udang, rajungan, kerang darah, cumi-cumi/sotong dan lain-lainnya.

k. Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak adalah kelompok bahan makanan yang berasal dari nabati seperti : minyak kelapa, minyak sawit, minyak kacang tanah, minyak kedelai dan minyak jagung; serta yang berasal dari hewani yaitu minyak ikan. Sedangkan lemak umumnya berasal dari hewani, seeperti lemak sapi, lemak kerbau, lemak kambing/domba, lemak babi dan lain-lain.

2. Produksi

Produksi adalah jumlah keseluruhan hasil masing-masing bahan makanan yang dihasilkan dari sektor pertanian (Tanaman Pangan, hortikultura, Peternakan, Perikanan dan Perkebunan), yang belum mengalami proses pengolahan maupun yang sudah mengalami proses pengolahan. Produksi dikategorikan menjadi 2 kategori sebagai berikut :

a. Masukan (Input)

Masukan adalah produksi yang masih dalam bentuk asli maupun dalam bentuk hasil olahan yang akan mengalami proses pengolahan lebih lanjut.

b. Keluaran (Output)

Keluaran adalah produksi dari hasil keseluruhan atau sebagai hasil turunan yang diperoleh dari kegiatan berproduksi atau hasil utama yang


(18)

NBM 2015 Sementara halaman 10

langsung diperoleh dari kegiatan berproduksi yang belum mengalami perubahan.Besarnya output sebagai hasil dari input sangat tergantung pada besarnya derajat ekstrasi dan faktor konversi.

Angka produksi untuk komoditas tanaman pangan mencakup hasil seluruh panen (tua/muda), baik yang berasal dari lahan sawah maupun lahan kering serta lahan lama maupun baru.Sedang produksi turunannya diperoleh dengan menggunakan faktor konversi dan tingkat ekstrasi dari komoditas yang bersangkutan.

Produksi komoditas hortikultura adalah dalam bentuk segar yang mencakup hasil seluruh panen, baik yang dipanen sekaligus maupun yang dipanen berkali – kali, sehingga pengisiannya langsung dimasukkan ke kolom 3 (keluaran) kecuali untuk bawang merah dan bawang putih pengisiannya dimulai dari kolom (2). Kedua komoditas ini tidak dapat langsung dikonsumsi dalam bentuk segar (kering panen), sehingga harus melewati proses pengeringan untuk menjadi kering konsumsi.

Produksi daging dihitung dari jumlah pemotongan resmi (RPH) ditambah dengan perkiraan pemotongan tak resmi.Produksi daging (masukan) dinyatakan dalam bentuk karkas dari semua jenis ternak, sedangkan keluaran dalam bentuk daging murni.Khusus untuk jeroan dihitung dari berat karkas masing-masing jenis dan langsung dimasukkan ke kolom 3 (keluaran).

Produksi telur dihitung dari seluruh hasil, baik yang dihasilkan oleh perusahaan peternakan maupun peternakan rakyat, yang langsung dimasukkan ke kolom 3 (keluaran). Produksi susu, dihitung dari populasi ternak betina produktif yang laktasi dikalikan rata-rata produksi per ekor per tahun.


(19)

NBM 2015 Sementara halaman 11

Produksi untuk minyak nabati didasarkan pada jumlah yang diolah untuk makanan, kecuali minyak sawit dan inti sawit merupakan produksi asli. Sedang produksi untuk lemak hewani didasarkan pada produksi daging (karkas).

Produksi perikanan adalah semua hasil penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air yang ditangkap dari sumber perikanan

alami atau dari tempat pemeliharaan baik yang diusahakan oleh perusahaan perikanan maupun rumah tangga perikanan yang meliputi hasil penangkapan yang dijual, hasil penangkapan yang dimakan nelayan/petani ikan/rumah tangga perikanan atau yang diberikan kepada nelayan/petani ikan sebagai upah.

3. Stok dan Perubahan Stok

Stok adalah sejumlah bahan makanan yang disimpan/dikuasai oleh Pemerintah atau Swasta, seperti yang ada di pabrik, gudang, depo, lumbung petani/rumah tangga, dan pasar/pedagang yang dimaksudkan sebagai cadangan dan akan digunakan apabila sewaktu-waktu diperlukan. Data stok yang digunakan adalah data stok awal dan akhir tahun.

Perubahan stok adalah selisih antara stok akhir tahun dengan stok awal tahun.Perubahan stok ini hasilnya bisa negatif (-) dan bisa positif (+). Negatif (-) berarti ada penurunan stok akibat pelepasan stok ke pasar. Dengan demikian komoditas yang beredar di pasar bertambah. Positif (+) berarti ada peningkatan stok yang berasal dari komoditas yang beredar di pasar. Dengan demikian komoditas yang beredar di pasar menjadi menurun.


(20)

NBM 2015 Sementara halaman 12

4. Impor

Impor adalah sejumlah bahan makanan baik yang belum maupun yang sudah mengalami pengolahan, yang di datangkan/dimasukkan, diedarkan, atau disimpan. Untuk perhitungan NBM Regional/Provinsi, yang termasuk imporadalah :

a. Bahan makanan yang didatangkan/dimasukkan dari luar wilayah negara Republik Indonesia langsung ke dalam wilayah daerah yang bersangkutan; dan atau

b. Bahan makanan yang didatangkan/dimasukkan dari wilayah daerah administratif lain ke dalam wilayah daerah administratif yang bersangkutan (perdagangan antar pulau atau antar Provinsi).

5. Penyediaan Dalam Negeri sebelum Eksport

Penyediaan Dalam Negeri sebelum eksport adalah sejumlah bahan makanan yang berasal dari produksi (keluaran) dikurangi perubahan stok ditambah impor

6. Ekspor

Ekspor adalah sejumlah bahan makanan baik yang belum maupun yang sudah mengalami pengolahan, yang dikeluarkan dari wilayah Republik Indonesia.

Untuk perhitungan NBM Regional/Provinsi yang termasuk ekspor adalah :

a. Bahan makanan yang dikeluarkan dari suatu wilayah daerah administratif, langsung ke luar wilayah Negara Republik Indonesia dan atau


(21)

NBM 2015 Sementara halaman 13

b. Bahan makanan yang dikeluarkan dari suatu wilayah daerah administrative ke wilayah daerah administratif lain (perdagangan antar pulau atau antar Provinsi).

7. Penyediaan Dalam Negeri

Penyediaan dalam negeri adalah sejumlah bahan makanan yang dari produksi (keluaran) dikurangi perubahan stok ditambah impor dikurangi ekpor

8. Pemakaian Dalam Negeri

Pemakaian dalam negeri adalah sejumlah bahan makanan yang digunakan di dalam negeri/daerah untuk pakan, bibit/benih, diolah untuk industri makanan dan bukan makanan, yang tercecer dan yang tersedia untuk dimakan.

a. Pakan

Pakan adalah sejumlah bahan makanan yang langsung diberikan kepada ternak pemeliharaan baik ternak besar, ternak kecil, unggas, maupun ikan.

b. Bibit/benih

Bibit/benih adalah sejumlah bahan makanan yang digunakan untuk keperluan reproduksi

c. Diolah untuk Makanan

Diolah untuk makanan adalah sejumlah bahan makanan yang masih mengalami proses pengolahan lebih lanjut melalui industri makanan dan hasilnya dimanfaatkan untuk makanan manusia dalam bentuk lain. d. Diolah untuk bukan makanan

Diolah untuk bukan makanan adalah sejumlah bahan makanan yang masih mengalami proses pengolahan lebih lanjut dan dimanfaatkan


(22)

NBM 2015 Sementara halaman 14

untuk kebutuhan industri bukan untuk makanan manusia, termasuk untuk industri pakan ternak/ikan.

e. Tercecer

Tercecer adalah sejumlah bahan makanan yang hilang atau rusak sehingga tidak dapat dimakan oleh manusia, yang terjadi secara tidak disengaja sejak bahan makanan tersebut diproduksi hingga tersedia untuk konsumen

f. Bahan Makanan

Bahan makanan adalah sejumlah bahan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi oleh penduduk suatu negara atau daerah, pada tingkat pedagang pengecer dalam suatu kurun waktu tertentu.

9. Ketersediaan Per Kapita

Ketersediaan per kapita adalah sejumlah bahan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi setiap penduduk suatu negara/daerah dalam suatu kurun waktu tertentu, baik dalam bentuk natura maupun dalam bentuk unsur gizinya. Unsur gizi utama tersebut adalah sebagai berikut :

a. Energi adalah sejumlah kalori hasil pembakaran karbohidrat yang berasal dari berbagai jenis bahan makanan. Energi ini sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk kegiatan tubuh seluruhnya.

b. Protein adalah suatu persenyawaan yang mengandung unsur “N” yang

sangat dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan serta penggantian jaringan-jaringan yang rusak/aus.

c. Lemak adalah salah satu unsur zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai tempat penyimpanan energi, protein dan vitamin.

Penyajian NBM sejak tahun 1991 mengalami sedikit perubahan pada rincian kelompok ikan. Kelompok ikan yang semula dibagi 2 sub kelompok yaitu ikan laut


(23)

NBM 2015 Sementara halaman 15

dan ikan tawar, maka mulai tahun 1991 dibagi menjadi 17 jenis ikan. Di DIY tahun 2009 dan tahun 2010 ada 18 jenis ikan, tahun 2011 ada 19 jenis ikan, tahun 2013 terdapat 20 jenis ikan. Pada tahun 2008 konversi tercecer komoditas perikanan sebesar 15 % dan saat ini mengalami perubahan menjadi sebesar 3 %. Pada tahun 2013 dari BKP Pusat terdapat penambahan 5 jenis komoditas ikan : lele, gurame, kerapu, patin dan nila, untuk DIY ikan kerapu tidak potensial dan terjadi penambahan jenis ikan patin. Demikian juga penyajian pada kelompok sayur-sayuran, mulai tahun 1994 untuk komoditi kacang-kacangan dirinci menjadi dua yaitu kacang merah dan kacang panjang.

B. Syarat-Syarat Penyusunan NBM

Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu : jenis bahan makanan, data penduduk, besaran dan angka konversi, komposisi gizi bahan makanan, serta cara penulisan dan pembulatan angka.

1. Jenis Bahan Makanan

Jenis bahan makanan yang dimaksud di sini adalah jenis bahan makanan yang lazim atau umum dikonsumsi oleh masyarakat suatu negara/daerah yang data produksinya tersedia secara kontinyu dan resmi

2. Data Penduduk

Data penduduk yang digunakan adalah data penduduk yang bersumber dari BPS. Data penduduk tersebut termasuk penduduk asing/ pendatang yang bermukim di wilayah yang bersangkutan minimal selama enam bulan. Data penduduk tahun 2016 menggunakan proyeksi angka hasil Sensus Penduduk tahun 2010.


(24)

NBM 2015 Sementara halaman 16

3. Besaran dan Angka Konversi

Besaran dan angka konversi yang digunakan adalah besaran dan angka konversi yang ditetapkan oleh Tim NBM Nasional. Untuk penyusunan NBM wilayah/daerah, sepanjang besaran dan angka konversi tersedia di daerah, dapat digunakan angka tersebut dengan menyebut sumbernya. Bila belum tersedia digunakan besaran dan angka konversi nasional. Angka konversi untuk menghitung produksi menyangkut semua tahapan mulai dari tahap memproduksi, proses pengolahan hingga siap untuk dibeli konsumen, misalnya gabah kering panen  gabah kering giling  beras. Angka konversi untuk penggunaan pangan menyangkut tingkat pemanfaatan bahan makanan untuk bahan baku industri, kebutuhan pakan, bibit/benih serta tercecer/rusak. Pada tahun 2014 terdapat perubahan angka konversi dari GKG ke beras yang semula 62,74 % berubah menjadi 62,85 %; dan perubahan angka konversi untuk penyusunan NBM 2014. Besaran dan angka konversi yang digunakan dalam penyusunan NBM DIY yaitu perhitungan benih untuk padi, palawija adalah hasil kajian dari BPTP, serta angka konversi untuk komoditi peternakan terutama daging sapi untuk konversi karkas ke daging adalah hasil kajian dari Dinas Pertanian dengan UGM pada tahun 2010. Angka konversi harus dilampirkan dalam NBM yang disusun. Konversi untuk komoditas jagung dan ubi kayu untuk pakan ternak yang dipakai di DIY adalah hasil Kajian BKPP DIY tahun 2015 yaitu untuk komoditi jagung sebesar 42,6 % dan ubi kayu sebesar 28,3 %

4. Komposisi Gizi Bahan Makanan

Komposisi gizi adalah besarnya nilai kandungan gizi dari jenis yang paling banyak dikonsumsi, namun apabila beberapa jenis tersebut tidak ada yang dominan, dapat diambil rata – rata dari kandungan gizinya. Komposisi Gizi Bahan Makanan yang digunakan adalah komposisi bahan makanan yang bersumber dari buku Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), publikasi Puslitbang Gizi Departemen Kesehatan R.I 1981 yang kemudian


(25)

NBM 2015 Sementara halaman 17

diperbaharui dengan Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia, Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan R.I 1995. Disamping itu terdapat sumber lain yang resmi yaitu dari Food Composition Table for Use In East Asia dan Food Composition Table for International Use, Publikasi FAO.

Pada tahun 2014 terdapat beberapa perubahan kandungan energi, protein dan lemak, selain itu juga terdapat perubahan bersarnya bahan dapat dimakan (BDD). Salah satu contoh : komoditi ubi jalar semula BDD sebesar 90% berubah menjadi 86%, ubi kayu semula 85% berubah menjadi 86% danlain sebagainya. Serta terjadi perubahan pada kandungan energi, protein serta lemak, salah satu contoh yaitu pada komoditi beras semula kandungan energi sebesar 363, protein 8,9 dan lemak 1,4 berubah menjadi energi 362,2, protein 8,48 dan lemak 1,45 dan lain sebagainya. Untuk selengkapnya terdapat pada lampiran 13.

5. Cara Penulisan dan Pembulatan Angka

Penulisan angka pada Tabel NBM mulai dari kolom (2) sampai dengan kolom (14) dan kolom (17) adalah dalam bilangan bulat, sedangkan untuk kolom (15), kolom (16), kolom (18) dan (19) dalam bilangan pecahan decimal (dua digit di belakang koma). Satuan kolom 2 sampai dengan kolom 14 adalah ton.

Bilangan Bulat

Semua bilangan di belakang koma yang nilainya kurang dari setengah dibulatkan ke bawah, dan yang nilainya lebih dari setengah dibulatkan ke atas. Semua bilangan di belakang koma yang nilainya sama dengan setengah dan di depannya bilangan ganjil pembulatannya ke atas, dan yang di depannya bilangan genap pembulatannya ke bawah.


(26)

NBM 2015 Sementara halaman 18

Contoh : 14,490 dibulatkan 14 26,518 dibulatkan 27 17,5 dibulatkan 18 18,50 dibulatkan 18

Bilangan pecahan (dua desimal)

Semua bilangan yang desimal ketiga dan keempat kurang dari 50, desimal kedua dibulatkan ke bawah. Semua bilangan yang desimal ketiga dan keempat lebih dari 50 dibulatkan ke bawah. Semua bilangan yang desimal ketiga dan keempat sama dengan 50 dan desimal kedua ganjil, maka desimal kedua dibulatkan ke atas, dan apabila desimal keduanya genap, maka dibulatkan ke bawah.

Contoh : 11,1549 dibulatkan 11,15 27,1763 dibulatkan 27,18 15,1350 dibulatkan 15,14 17,1850 dibulatkan 17,18

Di dalam pengisian kolom, agar diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Jika data tidak tersedia/tidak ada hendaknya diisi dengan notasi strip (-) b. Jika data tersedia tetapi besarnya kurang dari 500 kg hendaknya diisi

dengan notasi nol (0), namun jika ada pertimbangan lainnya (sosial, ekonomi, kemasyarakatan) tetap dapat diperhitungkan.

C. Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data

Untuk keperluan penghitungan Neraca Bahan Makanan ini, data ketersediaan bahan makanan diperoleh dari berbagai sumber data, dengan melibatkan petugas pengumpul data dari berbagai Dinas/Instansi Tingkat Provinsi terkait, antara lain : Dinas Pertanian - Dinas Kelautan dan Perikanan - Dinas


(27)

NBM 2015 Sementara halaman 19

Kehutanan dan Perkebunan – Dinas Perindagkop dan UKM - Bappeda DIY - Bulog - Dinas Perhubungan dan BPS. Selain berupa data sekunder dari masing-masing dinas/instansi terkait, data juga diperoleh dari hasil wawancara langsung ke berbagai distributor dan pedagang/pengecer bahan makanan dari pasar, pabrik maupun toko swalayan/ supermarket yang ada di wilayah D.I.Yogyakarta.

Pengolahan dan analisa data hingga penyelesaian akhir, dilaksanakan oleh tim penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM), yang koordinasi pelaksanaannya oleh Badan Ketahanan Pangandan Penyuluhan Daerah Istimewa Yogyakarta. Berbagai data yang masuk, selanjutnya dikompilasikan menurut jenis komoditinya dan dihitung jumlah ketersediaan masing-masing bahan makanan tersebut untuk per kapita per tahun. Sedang untuk mengetahui nilai gizi bahan makanan tersebut, maka dari angka ketersediaan pangan per kapita per hari, diterjemahkan ke dalam satuan energi, protein dan lemak. Akhirnya, dari angka ketersediaan pangan hasil penghitungan Neraca Bahan Makanan yang terdiri dari 12 kelompok/jenis bahan makanan tersebut diringkas lagi menjadi 9 (sembilan) kelompok/jenis bahan makanan untuk keperluan analisa guna dibandingkan dengan angka konsumsi yang didasarkan pada pendekatan Pola Pangan Harapan.

Tabel NBM menyajikan gambaran menyeluruh tentang penyediaan (supply) dan penggunaan (utilization) pangan di suatu wilayah dalam periode tertentu (dalam kurun waktu satu tahun). Komoditas bahan makanan yang disajikan dalam bentuk Tabel NBM terdiri dari komoditas utama (asal) dan komoditas/ produk turunan yang tersedia untuk dikonsumsi penduduk.

Penyediaan (supply) suatu komoditas bahan makanan diperoleh dari jumlah produksi dikurangi dengan perubahan stok, ditambah dengan jumlah yang diimpor dan dikurangi dengan jumlah yang diekspor. Ini berarti, komponen – komponen penyediaan terdiri atas produksi, perubahan stok, impor dan ekspor. Bentuk persamaan penyediaan adalah sebagai berikut :


(28)

NBM 2015 Sementara halaman 20

TS = O - ∆St + M – X Dimana,

TS : total penyediaan dalam negeri (total supply) O : Produksi

∆St : stok akhir – stok awal M : impor

X : ekspor

Selanjutnya, total penyediaan tersebut akan digunakan untuk pakan, bibit, industri makanan dan non makanan, tercecer, serta bahan makanan yang tersedia pada tingkat pedagang pengecer. Komponen – komponen tersebut merupakan komponen penggunaan (utilization). Total penggunaan suatu komoditas bahan makanan adalah sama dengan total penyediaannya; yang dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut :

TU = F + S + I + W + Fd Dimana,

TU : total penggunaan (total utilization) F : pakan

S : bibit I : industri W : tercecer

Fd : ketersediaan bahan makanan

Untuk mendapatkan tingkat ketersediaan bahan makanan (pangan) per kapita, ketersediaan masing – masing bahan makanan dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Informasi ketersediaan per kapita masing – masing bahan makanan ini disajikan dalam bentuk kuantum (volume) dan kandungan nilai gizinya dalam satuan kkal energi, gram protein dan gram lemak.


(29)

NBM 2015 Sementara halaman 21

Pengelompokan jenis pangan berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH)berbeda dengan pengelompokan jenis pangan berdasarkan NBM. Oleh karena itu, untuk penghitungan skor PPH perlu dilakukan penyesuaian kelompok pangan dari kelompok pangan NBM ke kelompok pangan PPH.

Pengelompokan pangan berdasarkan NBM dan PPH dapat dijelaskan sebagai berikut :

Kelompok NBM

Kelompok pangan NBM dibagi menjadi 11 kelompok, yaitu :

1. Padi – padian (padi gagang/ gabah, gabah/ beras, jagung, jagung basah, gandum dan tepung gandum)

2. Umbi – umbian (ubi jalar, ubi kayu, ubi kayu/ gaplek, ubi kayu/ tapioka dan sagu/ tepung sagu)

3. Gula (gula pasir dan gula mangkok/ gula merah)

4. Buah/ biji berminyak (kacang tanah berkulit, kacangtanah lepas kulit, kedelai, kacang hijau, kelapa berkulit / daging dan kelapa daging / kopra)

5. Buah – buahan 6. Sayur – sayuran

7. Daging ( daging sapi, daging kerbau, daging kambing, daging domba, daging kuda, daging babi, daging ayam buras, daging ayam ras, daging itik dan jeroan semua jenis)

8. Telur ( telur ayam buras, telur ayam ras dan telur itik) 9. Susu ( susu sapi dan susu import )

10. Ikan ( tuna, kakap, cucut, bawal, teri, lemuru, kembung, tengiri, bandeng, belanak, mujair, ikan mas, udang, rajungan, kerang darah, cumi-cumi, sotong, lainnya)

11. Minyak dan lemak ( kacang tanah / minyak, kopra / minyak goreng, minyak sawit / palm oil, minyak sawit / minyak goreng, lemak sapi, lemak kerbau, lemak kambing, lemak domba dan lemak babi).


(30)

NBM 2015 Sementara halaman 22

Kelompok Pola Pangan Harapan (PPH)

Kelompok pangan PPH dibagi menjadi 9 kelompok yaitu : 1. Padi – padian (beras, jagung dan gandum)

2. Umbi – umbian (ubi kayu, ubi jalar, kentang, talas dan sagu) 3. Pangan hewani (daging, ikan, telur dan susu)

4. Minyak dan lemak (minyak kelapa, minyak sawit, margarin dan lemak hewani) 5. Buah/ biji berminyak (kelapa, kemiri, kenari dan cokelat)

6. Kacang – kacangan (kacang tanah, kedelai, kacang hijau, kacang merah dan kacang lainnya)

7. Gula (gula pasir dan gula merah)

8. Sayur dan buah (sayuran segar dan buah segar) 9. Lain – lain (teh, kopi, terasi dan bumbu lainnya)

 Langkah – langkah perhitungan Pola Pangan Harapan (PPH) :

 Penentuan Bobot dalam PPH

Berdasarkan triguna pangan, pangan berfungsi sebagai sumber enrgi yang berasal dari karbohidrat, sumber pembangun yang berasal dari protein dan sumber pengatur yang berasal dari vitamin dan mineral. Setiap fungsi berperan sama besarnya, dengan bobot turunan masing – masing 33,3%. Penentuan bobot kelompok pangan dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Untuk kelompok pangan sumber karbohidrat dan energi, terdiri dari padi – padian, umbi – umbian, minyak dan lemak, buah/ biji berminyak dan gula, dengan total kontribusi energi (%AKG) dari PPH adalah 74% (Deptan, 2001). Bobot untuk kelompok pangan ini adalah 0,5 (berasal dari nilai 33,3 dibagi 74).

b. Untuk kelompok pangan sumber protein/ lauk, terdiri dari kacang – kacangan dan pangan hewani, dengan total kontribusi energi (%AKG) dari PPH adalah


(31)

NBM 2015 Sementara halaman 23

17%. Bobot untuk kelompok pangan ini adalah 2 (berasal dari nilai 33,3 dibagi 17).

c. Untuk kelompok pangan sumber vitamin dan mineral, terdiri dari sayur dan buah dengan total kontribusi energi (%AKG) dari PPH adalah 6%. Bobot untuk kelompok pangan ini adalah 5 (berasal dari nilai 33,3 dibagi 6).

d. Kelompok pangan lainnya (aneka minuman dan bumbu) dengan kontribusi energi 3% akan diperoleh rating 0,0 yang berasal dari nilai 0 dibagi 3. Rating 0 untuk kelompok pangan lainnya didasarkan pada pertimbangan bahwa konsumsi bumbu dan minuman tidak dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan gizi.

 Cara Perhitungan Skor Pola Pangan Harapan

a. Menyesuaikan pengelompokan pangan dari NBM ke kelompok PPH

b. Memasukkan data ketersediaan pangan dalam bentuk energi (kkal/kap/hr) pada setiap kelompok pangan pada tabel PPH

c. Menghitung kontribusi energi dari setiap kelompok pangan (%) terhadap total energi tingkat ketersediaan (2.400 kkal/kap/hr)

d. Memasukkan angka bobot dan skor maksimum setiap kelompok pangan ke dalam tabel PPH.

e. Menghitung skor PPH dengan mengalikan antara persentase AKE dengan bobot setiap kelompok pangan.

f. Jika skor PPH setiap kelompok pangan lebih besar dari skor maksimumnya, maka skor PPH yang diambil adalah skor maksimumnya. Jika skor PPH setiap kelompok pangan lebih kecil dari skor maksimumnya, maka skor PPH yang diambil adalah skor riilnya.

g. Menjumlahkan skor PPH dari seluruh kelompok pangan. Jumlah hasil perhitungan skor PPH maksimal 100.


(32)

NBM 2015 Sementara halaman 24

BAB III

PENYEMPURNAAN NERACA BAHAN MAKANAN (NBM)

Penyusunan Tabel Neraca Bahan Makanan (NBM) sudah dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sejak tahun 1963. Namun demikian sampai saat ini masih terdapat beberapa kekurangan/kelemahan pada penyusunan Tabel NBM. Kelemahan tersebut diantaranya tidak tersedianya data dasar, besaran-besaran konversi yang digunakan tidak mencerminkan kondisi sekarang, serta jenis komoditas yang dicakup dalam tabel NBM belum mencerminkan komoditas yang dikonsumsi.

Dalam rangka memperbaiki Tabel NBM agar informasi yang dihasilkan lebih akurat, telah dilakukan beberapa upaya penyempurnaan secara bertahap. Pada tahun 2002 dan 2003 dilakukan beberapa kegiatan (kajian) yang bertujuan untuk memperbaiki besaran konversi dan besaran tercecer pada sub sektor tanaman pangan, sub sektor peternakan, sub sektor hortikultura, dan sub sektor perkebunan.

A. Hasil Kajian Sub Sektor Peternakan

Besaran konversi yang diguanakan pada penyusunan NBM sub sektor peternakan selama ini tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya karena bersumber pada penelitian yang dilakukan pada sekitar tahun tujuh puluhan. Oleh

karena itu pada tahun 2002 dilakukan kegiatan “Penyempurnaan Neraca Pangan Komoditas Peternakan (Karkas) dalam rangka NBM” yang bertujuan untuk

mendapatkan besaran konversi : karkas ke bentuk daging, jeroan terhadap karkas, dan lemak terhadap karkas. Studi karkas tersebut dilaksanakan di sembilan Provinsi yaitu Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Khusus untuk DIY terdapat kajian karkas dari UGM pada tahun 2010.


(33)

NBM 2015 Sementara halaman 25

B. Hasil Kajian Sub Sektor Tanaman Pangan

Penyempurnaan NBM pada sub sektor tanaman pangan, dilakukan melalui

kegiatan “Penyempurnaan Neraca Pangan Komoditas Jagung dalam rangka NBM”

pada tahun 2002. Kegiatan ini dilakukan di tujuh Provinsi sentra produksi jagung yaitu Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah :

 Mendapatkan besaran susut perontokan, pengeringan, pengangkutan dan penggilingan

 Mendapatkan besaran konversi jagung dari bentuk jagung ontongan basah tanpa kulit dan tangkai menjadi ontongan kering, jagung ontongan kering menjadi jagung pipilan kering, jagung pipilan kering menjadi berasan jagung dan pipilan kering menjadi jagung tepung

 Mendapatkan besaran stok jagung di industri pengolahan.

Hasil kegiatan Penyempurnaan Neraca Pangan komoditas jagung tersebut belum dapat dipergunakan untuk memperbaiki tabel NBM. Hal ini disebabkan tercecer yang diteliti dalam studi tersebut baru mencakup sebagian dari konsep tercecer dalam tabel NBM. Angka tercecer yang terdapat dalam tabel NBM adalah sejumlah bahan makanan yang tercecer pada saat produksi sampai dengan bahan makanan tersebut tersedia pada tingkat pedagang pengecer. Tercecer bisa terjadi karena pengangkutan, pewadahan maupun penyimpanan. Tercecer yang dihasilkan

dari kegiatan “Penyempurnaan Neraca Pangan Komoditas Jagung dalam rangka NBM” hanya angka tercecer pada pengangkutan pertama atau pengangkutan dari

rumah petani sedangkan tercecer pengakutan pada perdagangan tidak termasuk. Demikian pula dengan tercecer karena pewadahan ataupun penyimpanan. Dengan demikian angka tersebut belum bisa digunakan pada penyusunan tabel NBM.


(34)

NBM 2015 Sementara halaman 26

C. Hasil Kajian Sub Sektor Hortikultura

Salah satu kelemahan dari tabel NBM Sub Sektor Hortikultura sampai saat ini diantaranya adalah pada besaran tercecer dan besaran konversi. Besaran konversi yang digunakan merupakan hasil penelitian yang telah lampau sehingga sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini, bahkan untuk besaran tercecer bukan merupakan hasil penelitian tetapi hanya merupakan kesepakatan dari Tim

NBM terdahulu. Untuk itu pada tahun 2003 dilakukan kegiatan”Perencanaan Neraca Bahan Makanan Komoditas Hortikultura” yang bertujuan :

1. Mendapatkan besaran konversi dari kering panen ke kering konsumsi untuk komoditas bawang merah dan bawang putih.

2. Mendapatkan besaran tercecer untuk komoditas sayur- sayuran : bawang merah, bawang putih, kentang, cabe, kubis, tomat dan kacang merah

3. Mendapatkan besaran tercecer untuk komoditas buah- buahan : pisang, jeruk, salak, mangga, durian, pepaya dan nanas.

Kegiatan penyempurnaan NBM Sub Sektor Hortikultura dilaksanakan di sebelas Provinsi yang merupakan daerah potensi produksi hortikultura yaitu : Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Papua.

Studi besaran tercecer pada sub Sektor Hortikultura baru bisa dilakukan terhadap tujuh komoditas buah dan tujuh komoditas sayuran. Sehingga untuk komoditas yang lain masih menggunakan besaran tercecer lama. Demikian pula untuk besaran konversi bawang putih, mengingat pada waktu pencacahan musim panen bawang putih sudah lewat maka sampel untuk studi konversi bawang putih menjadi kurang terwakili. Dengan demikian untuk konversi bawang putih dari kering panen ke kering konsumsi sebaiknya masih menggunakan besaran konversi yang lama.


(35)

NBM 2015 Sementara halaman 27

D. Hasil Kajian Sub Sektor Perkebunan

Penyusunan NBM untuk Sub Sektor Perkebunan sampai saat ini juga masih mempunyai beberapa kelemahan diantaranya besaran konversi dan besaran tercecer yang sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Dalam rangka memperbaiki besaran konversi dan tercecer sub sektor perkebunan dilaksanakan

kegiatan “Penyempurnaan Neraca Pangan komoditas Perkebunan” yang bertujuan

untuk :

1. Mendapatkan besaran konversi :

 Tanda Buah Segar (TBS) ke CPO dan inti sawit

 CPO ke minyak goring sawit

 Inti sawit ke minyak inti sawit

 Minyak inti sawit ke minyak goreng inti sawit

2. Mendapatkan besaran tercecer untuk komoditas : kelapa daging, minyak goreng kelapa, CPO, minyak goreng sawit, minyak inti sawit, minyak goreng inti sawit dan gula pasir.

3. Mendapatkan parameter distribusi penggunaan kelapa

Kegiatan penyempurnaan Neraca Pangan komoditas Perkebunan ini meliputi sepuluh Propinsi yaitu : Sumatera Utara, Jambi, lampung, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan.Hasil kegiatan penyempurnaan Neraca Pangan Komoditas Perkebunan sebagai berikut :

1. Besaran konversi beberapa komoditas sub sektor perkebunan

2. Studi ini menghasilkan informasi bahwa komoditas minyak goreng inti sawit tidak dijumpai di lapangan. Produk turunan dari inti sawit hanya sampai minyak inti sawit yang biasanya digunakan untuk bahan baku industri. Namun demikian karena minyak inti sawit bukan merupakan bahan makanan yang siap


(36)

NBM 2015 Sementara halaman 28

dikonsumsi maka sebaiknya dalam penyusunan Tabel NBM, komoditas inti sawit tidak perlu ditampilkan.

3. Besaran tercecer beberapa komoditas sub sektor perkebunan

Parameter pemakaian kelapa untuk industri makanan dalam NBM adalah jumlah kelapa daging yang dipergunakan untuk kopra yang nantinya akan digunakan untuk menghasilkan minyak goreng (turunan dari kelapa). Dalam penyusunan NBM selama ini minyak goreng kelapa diasumsikan semuanya berasal dari kopra. Namun berdasarkan survey industri besar/sedang yang dilakukan oleh BPS, diperoleh informasi bahwa pembuatan minyak goreng ada yang berasal dari kelapa daging yang disebut sebagai proses basah. Dengan demikian seharusnya ketersediaan minyak goreng kelapa berasal dari kelapa daging/minyak goreng dan kopra/minyak goreng. Besaran parameter pemakaian kelapa daging untuk industri makanan yang digunakan selama ini sebesar 45 % terhadap penyediaan dalam negeri, sedangkan hasil kajian sebesar 34,79 % dari penyediaan dalam negeri (hasil kajian tahun 2003). Pada tahun 2011 pada komoditi kelapa berkulit/ daging yang diolah untuk industri makanan berubah dari 53,12 % (Kajian I – O) menjadi 63,29 %, dan tahun 2011 konversi kelapa daging ke kopra mengalami perubahan dari 45 % menjadi 25 % (Ditjenbun).

Pada tahun 2010, angka konversi gabah kering giling (GKG) ke beras sebesar 62,74 persen dan pada tahun 2014 berubah menjadi 62,85 %. Berdasarkan hasil rumusan WNPG (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi) X tahun 2012 (20 – 21 November 2012) menetapkan bahwa Tingkat Konsumsi Energi sebesar 2.150 Kal dan Protein 57 gram; Tingkat Ketersediaan Energi 2.400 Kal dan Protein 63 gram.Sedangkan penggunaan secara langsung baik untuk sayur maupun makanan lainnya merupakan sisa setelah dikurangi untuk industri (makanan dan non makanan), tercecer dan eksport.Data produksi kelapa tercatat dalam bentuk equivalen kopra sehingga perhitungan dimulai dari Kolom (3) kelapa daging/


(37)

NBM 2015 Sementara halaman 29

kopra kemudian kolom (2) dikonversi 222% (100/45), kemudian Kolom (3) kelapa berkulit sama dengan kolom (2) pada kelapa daging/ kopra dan dikonversi 417% (100/24).

E. Upaya Penyempurnaan dengan Menggunakan Tabel I – O

Dari Tabel NBM versi I – O yang dipergunakan untuk mengisi kekosongan kolom

– kolom komponen NBM yang seharusnya ada isian, tetapi tidak tersedia datanya. Komponen – komponen tersebut diantaranya :

1. Perubahan Stok (kolom 4) :

- Selama ini hanya terisi pada komoditi beras dan gula pasir;

- Dengan menggunakan besaran rasio I – O dari tabel I – O, perubahan stok dapat terisi pada seluruh komoditi kecuali kelompok buah, kelompok sayur dan kelompok ikan.

2. Ekspor (kolom 7) :

- Ekspor pada Tabel NBM selama ini belum termasuk makanan olahan, sementara pada tabel I –O sudah termasuk;

- Dengan menggunakan rasio I – O dapat diperoleh ekspor termasuk makanan olahan. Pada saat ini baru 2 komoditi yaitu tepung gandum dan gula pasir.

3. Pakan (kolom 9) :

- Pada tabel NBM selama ini baru terisi pada komoditi gabah, jagung pipilan, ubi jalar, ubi kayu, kacang hijau dan susu;

- Dengan menggunakan rasio I – O, kolom pakan juga terisi pada komoditi beras dan kedelai.


(38)

NBM 2015 Sementara halaman 30

4. Bibit (kolom 10) :

- Pada tabel NBM kolom 10 terisi untuk komoditi gabah, jagung, kentang, kacang tanah lepas kulit, kedelai, kacang hijau, bawang merah, bawang putih, telur ayam buras dan telur itik;

- Dengan tabel NBM I – O selain komoditi diatas juga ada isian pada kelapa dan kelompok sayur.

5. Industri Makanan (kolom 11) dan Industri Non Makanan (kolom 12) :

- Data Industri yang selama ini dicakup hanya industri besar/ sedang. Pada tabel NBM I – O sumber data industri selain besar/ sedang juga ditambah estimasi pada industri kecil dan rumah tangga;

- Komoditi yang menggunakan rasio I – O untuk data industri makanan (kolom 11) adalah kelapa dan kacang tanah;

- Dengan menggunakan rasio I – O beberapa komoditi dapat terisi pada industri non makanan (kolom 12) kecuali gaplek dan tapioka.

6. Tercecer (kolom 13)

- Besaran konversi pada tabel NBM yang masih relevandigunakan yaitu komoditi seperti padi, beras, jagung, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah berkulit, kacang tanah lepas kulit, kedelai, kacang hijau, telur ayam buras, telur ayam ras, telur itik dan susu sapi;

- Besaran konversi hasil kajian sudah dipakai pada gula pasir, jeruk, mangga, nenas, salak, durian, pisang, pepaya, bawang merah, bawang putih, kubis, tomat, cabe,kentang, kacang merah, kelapa daging, kopra, minyak goreng kelapa, minyak sawit dan minyak goreng sawit;

- Besaran tercecer ikan masih menggunakan yang lama sebesar 15 persen; - Selain komoditi di atas menggunakan besaran rasio I – O.


(39)

NBM 2015 Sementara halaman 31

F. Perubahan Tabel NBM

Tabel NBM Tahun 2008 terdapat penyederhanaan dalam hal jumlah jenis bahan makanan meliputi :

- Pangan Nabati : Pada kelompok Padi-padian mulai tahun 2008 terdapat penambahan jenis bahan makanan jagung muda, sedangkan NBMtahun sebelumnya terdapat jenis bahan makanan Sorgum/Cantel. Kelompok Makanan Berpati mulai tahun 2008 terdapat penambahan Sagu/tepung sagu dan tahun sebelumnya terdapat jenis bahan makanan Talas. Khusus NBM DIY untuk kelompok Makanan Berpati tidak ada jenis Gandum (Wheat) dan diganti dengan Mie Instant karena konsumsi Mie Instant cukup tinggi. Kelompok Gula tidak terdapat perubahan. Kelompok Buah Biji Berminyak pada tahun 2007 terdapat jenis bahan makanan Glondong/ Kacang mete, sedang tahun 2008 dan 2009 tidak ada, jenis bahan makanan Kacang mete pada tahun 2008 dan 2009 seharusnya tidak tercantum dalam tabel NBM namun karena Kacang mete merupakan produk unggulan dari DIY sehingga perlu untuk dicantumkan. Pada kelompok Buah-buahan terdapat perbedaan dalam jumlah maupun jenis bahan makanan, mulai tahun 2008 terdapat 20 jenis sedangkan tahun sebelumnya ada 22 jenis, perbedaan terdapat pada jenis bahan makanan apel, anggur, jambu air, jambu biji, kelengkeng dan melon yang terdapat pada tahun 2007 sedangkan mulai tahun 2008 jenis jambu adalah gabungan dari jambu biji dan jambu air, juga terdapat penambahan jenis sukun dan markisa dan tahun 2011 terdapat penambahan jenis buah yaitu melon karena di wilayah DIY buah melon sangat potensial. Kelompok Sayuran mulai tahun 2008 terdapat penambahan Jamur sedang tahun sebelumnya tidak ada, selain itu sukun dan nangka sayur juga masuk kelompok sayuran. Kelompok minyak lemak nabati terdapat perbedaan jenis bahan makanan minyak jagung, minyak


(40)

NBM 2015 Sementara halaman 32

kedelai dan minyak ikan pada tahun 2007 sedang mulai tahun 2008 tidak terdapat jenis tersebut.

- Pangan Hewani : Untuk jenis bahan makanan daging, susu dan telur tidak terdapat perbedaan, sedangkan untuk ikanmulai tahun 2008 terdapat 18 jenis ikan sedang tahun sebelumnya dikelompokkan menjadi ikan darat dan ikan laut. Mulai pada tabel 2008 seharusnya tidak terdapat jenis ikan lele dan nila, namun karena jenis tersebut merupakan bahan makanan unggulan dari DIY maka perlu untuk dicantumkan. Dan mulai tahun tahun 2010 terdapat satu tambahan komoditi ikan yaitu Gurameh, sedangkan pada tahun 2011 ditambahkan jenis ikan Grasscarp karena di DIY sangat potensial dan pada tahun 2013 terdapat penambahan ikan patin .


(41)

NBM 2015 Sementara halaman 33

BAB IV

ANALISIS KETERSEDIAAN PANGAN TAHUN 2015 (SEMENTARA)

A. Situasi Ketersediaan Pangan Tahun 2013-2015 (Sementara)

Ketersediaan setiap bahan pangan untuk dikonsumsi berasal dari produksi, stok net impor, kemudian dikurangi penggunaan pakan, bibit, industri dan tercecer. Pada Tabel 2, terlihat bahwa Ketersediaan energi tahun 2013 sebesar 3.699 kal/kap/hari lebih rendah dibandingkan tahun 2014 (3.701 kal/kap/hari) dan protein sebesar 107,23 gram/kap/hari lebih rendah dari tahun 2014 (111,75 gram/kap/hari. Ketersediaan energi dan protein tahun 2014 (Tabel 4) lebih tinggi dibanding tahun 2013 (Tabel 2). Ketersediaan energi tahun 2015 sementara sebesar 3.677 kal/kap/hari lebih rendah dibanding tahun 2014 (3.701 kal/kap/hari) dikarenakan beberapa komoditi bahan pangan mengalami penurunan produksi serta impor. Jumlah penduduk tahun 2015 bersumber dari proyeksi SP 2010 yaitu 3.679.200 jiwa. Keragaman ketersediaan per-kelompok bahan pangan tahun 2013-2015 sementara secara rinci seperti diuraikan berikut ini :

1. Kelompok Padi-padian

Ketersediaan kelompok padi – padian tahun 2013 sebesar 2.108 kal/kap/hari lebih tinggi dibanding tahun 2014 (1.944 kal/kap/hari), hal ini dikarenakan penurunan produksi GKG dari tahun 2013 (921.824 ton) menjadi 919.573 ton (tahun 2014). Penurunan produksi padi disebabkan turunnya produktivitas akibat tingginya curah hujan utamanya di SR3 yang berakibat pada gangguan penyerbukan padi, gangguan OPT dan keterlambatan pemupukan khususnya di Kabupaten Sleman yang terjadi pada padi sawah. Produktivitas padi sawah tahun 2014 sebesar 57,53 Ku/ Ha sedangkan tahun 2013 sebesar 57,88 Ku/ Ha. Penurunan produktivitas padi turun dikarenakan curah hujan yang


(42)

NBM 2015 Sementara halaman 34

relatif tinggi utamanya pada SR3 yang berakibat pada gangguan penyerbukan padi, gangguan OPT dan keterlambatan pemupukan khususnya di Sleman.

Ketersediaan padi – padian tahun 2015 (berdasarkan angka sementara) sebesar 1.814 kkal/kap/hari lebih rendah dibanding tahun 2014 (1.944 kkal/kap/hari). Hal ini dikarenakan menurunnya produksi jagung pada tahun 2015 dibanding tahun 2014.

Pada komoditi Padi meningkat dalam hal produksi, dikarenakan produktivitas padi sawah pada tahun 2015 sebesar 66,07 ku/ha atau naik 3,89 ku/ha (6,26%) dari tahun 2014. Hal itu karena penerapan GP PTT (Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu) di Kulonprogo, Bantul dan Sleman yang hasilnya dirasakan pada sub round 3. Teknologi yang diterapkan terdiri atas : jarak tanam (jajar legowo sisipan), bantuan benih (varietas Ciherang dan Pepe di Kulonprogo, Ciherang, IR64 dan Inpari di Bantul) dan pemupukan berimbang (ada bantuan pupuk NPK). Peningkatan provitas juga disebabkan oleh dampak positif kegiatan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT) 16.000 ha, GP PTT 5.000 ha. Produksi padi sawah pada tahun 2015 sebesar 746.810 ton atau naik sebesar 27.616 ton (3,84%) dari tahun 2014. Karena produktivitas padi yang naik mengakibatkan produksi padi sawah 2015 naik dari 2014.

Ketersediaan Jagung tahun 2014 sebesar 322 kkal/kap/hari lebih rendah dari tahun 2013 (370 kkal/kap/hari), walaupun bila dilihat dari sisi produksi tahun 2014 (312.236 ton) lebih tinggi dibanding tahun 2013 (289.5880 ton), namun karena pada tahun 2014 penyediaan dalam negeri lebih tinggi dibanding tahun 2013 sehingga ketersediaan energinya juga lebih rendah.

Ketersediaan Jagung pada tahun 2015 sebesar 152 kal/kap/hari lebih rendah dibanding dengan ketersediaan jagung pada tahun 2014 (322 kal/kap/hari), hal ini dikarenakan terjadi penurunan produksi jagung pada tahun 2015, penyebabnya adalah luas panen jagung pada tahun 2015 sebesar 65.485


(43)

NBM 2015 Sementara halaman 35

atau turun -2.172 ha (-3,21%) dari tahun 2014. Hal itu karena panen di sentra produksi Kulonprogo sentolo dan Pengasih kurang air pada SR II, di Gunungkidul bergeser ke kacang tanah. Produktivitas jagung pada tahun 2015 sebesar 45,67 ku/ha atau turun -0,48 ku/ha (-1,04%) dari tahun 2014. Hal itu karena pada periode tanam SR II kurangnya pasokan air. Juga karena sebagian petani menggunakan benih sendiri turunan hibrida. Produksi jagung pada tahun 2015 sebesar 299.084 ton atau turun sebesar -13.152 ton (-4,21%) dari tahun 2014. Karena luas panen yang turun dan produktivitas yang turun mengakibatkan produksi tahun 2015 mengalami penurunan.

Ketersediaan energi komoditi tepung gandum tahun 2014 sebesar 128 kkal/kap/hari lebih rendah bila dibanding tahun 2013 (255 kkal/kap/hari), hal ini karena impor tahun 2014 lebih rendah dibanding tahun 2013. Pada tahun 2014 impor tepung gandum sebesar 29.117 ton, impor mie instant 23.891 ton dan ekspor tepung gandum sebesar 1.712 ton, ekspor mie instant 132 ton. Sedangkan tahun 2013 impor tepung gandum sebesar 880.215 ton, impor mie instant 44.635.855 ton dan ekspor tepung gandum sebesar 869.650 ton, ekspor mie instant 44.585.347 ton.

Untuk ketersediaan energi komoditi tepung gandum tahun 2015 sebesar 160 kkal/kap/hari lebih tinggi dibanding tahun 2014 (128 kkal/kap/hari). Hal ini disebabkan terjadi peningkatan angka impor tepung gandum dari wilayah lain. Data impor tepung gandung tahun 2015 sebesar 51.291 ton sedangkan tahun 2014 (29.117 ton).

2. Kelompok Makanan Berpati

Ketersediaan energi kelompok makanan berpati tahun 2014 sebesar 345 kal/kapita/hari sedikit meningkat bila dibanding tahun 2013 (344 kal/kapita/hari), hal ini dikarenakan kenaikan produksi ubi jalar dari 4.951 ton


(44)

NBM 2015 Sementara halaman 36

(tahun 2013) menjadi 5.237 ton (tahun 2014). Namun demikian terjadi penurunan produksi ubi kayu yaitu pada tahun 2013 (1.013.565 ton) menjadi 884.931 ton (tahun 2014),hal ini dikarenakan adanya penurunan luas panen (LP) ubi kayu di Gunung Kidul sebagai sentra produksi utama ubi kayu LP ubi kayu di DIY. Luas panen tahun 2014 sebesar 56.120 Ha, sedangkan tahun 2013 sebesar 58.777 Ha (turun 2.657 Ha)(-4,52%). Penurunan LP terjadi pada SR3, disebabkan oleh kurangnya ketersediaan benih bermutu utamanya di Gunungkidul. Namun demikian ada fenomena yang menarik, di Gunungkidul ubi kayu ditanam tumpang sari dengan tanaman jagung, dan kacang tanah. Di Gunungkidul terjadi pengurangan tanaman tumpangsari pada ubi kayu di kecamatan Wonosari, Ponjong, Karangmojo dan Playen.Produktivitas ubi kayu secara umum turun 14,75 ku/ha (-8,55%) dari angka tetap (ATAP) 2013. Penurunan ini disebabkan adanya hujan di bulan Mei sampai dengan Juli yang menyebabkan ubi menjadi muda lagi dan busuk,serta kurangnya ketersediaan benih unggul.

Ketersediaan energi kelompok makanan berpati tahun 2015 sebesar 242 kal/kapita/hari lebih rendah bila dibanding tahun 2014 (345 kal/kapita/hari), hal ini karena penurunan luas panen ubi kayu pada tahun 2015 sebesar 55.626 atau turun -494 ha (-,088%) dari tahun 2014. Hal itu karena petani beralih ke tebu dan sebagian karena ditanam tumpang sari karena penjarangan tanaman utamanya di Gunungkidul. Produktivitas ubi kayu pada tahun 2015 sebesar 157,01 ku/ha atau turun -0,68 ku/ha (-,043%) dari tahun 2014. Hal itu karena petani lebih memperhatikan tanaman kacang tanah dan palawija lainnya. Produksi ubi kayu pada tahun 2015 sebesar 873.362 ton atau turun sebesar -11.569 ton (-1,31%) dari tahun 2014. Karena luas panen yang turun dan produktivitas yang turun mengakibatkan produksi ubi kayu 2015 turun. Walaupun bila dilihat untuk produksi Ubi jalar tahun 2015 lebih tinggi bila


(45)

NBM 2015 Sementara halaman 37

dibanding tahun 2014, hal ini karena Produktivitas ubi jalar pada tahun 2015 sebesar 149,14 ku/ha atau naik 21,10 ku/ha (16,48%) dari tahun 2014. Hal itu karena pemeliharaan tanaman yang lebih baik di sentra produksi ubi jalar di Kabupaten Bantul. Produksi ubi jalar pada tahun 2015 sebesar 6.070 ton atau naik sebesar 833 ton (15,91%) dari tahun 2014. Karena luas panen yang turun namun produktivitas yang naik mengakibatkan produksi ubi jalar 2015 naik.

3. Kelompok Gula

Ketersediaan energi kelompok gula tahun 2014 sebesar (152 kal/kapita/hari) menurun bila dibanding tahun 2013 (179 kal/kapita/hari), dikarenakan penurunan produksi gula pasir pada tahun 2014 (31.429 ton) dibanding tahun 2013 (57.940 ton), hal ini dikarenakan dari PT. Madu Baru tidak memproduksi gula yang berasal dari eks raw sugar.

Ketersediaan energi kelompok gula tahun 2015 sebesar 211 kal/kapita/ hari lebih tinggi dibanding tahun 2014 (152 kal/kapita/hari), dikarenakan terjadi peningkatan produksi gula pasir tahun 2015 sebesar 31.524 ton dan 2014 (31.429 ton), selain juga terjadi peningkatan produksi gula merah tahun 2015 sebesar 4.549 ton sedangkan tahun 2014 (2.395 ton)

4. Kelompok Buah Biji Berminyak

Ketersediaan energi kelompok makanan buah biji berminyak tahun 2014 sebesar 383 kal/kapita/hari (Tabel 4) lebih tinggi bila dibanding tahun 2013 (374 kal/kapita/hari) (Tabel 2). Namun bila dilihat per komoditinya masih terdapat beberapa komoditi yang turun dalam hal produksinya seperti kacang tanah dan kedelai. Produktivitas kacang tanah 2014 secara umum turun 0,18 ku/ha (-1,67%) dari 2013 yang disumbang oleh Kabupaten Kulonprogo, Bantul dan Sleman. Penurunan provitas ini terkait dengan kurangnya pasokan air pada SR1 dan SR2. Dan untuk produksi komoditi kacang hijau pada 2014


(46)

NBM 2015 Sementara halaman 38

diperkirakan turun 57 ton (-17,92%) dari ATAP 2013, dikarenakan penurunan LP. Produksi kacang hijau 2014 sebesar 261 ton biji kering. Untuk komoditi Kedelai, luas panen (LP) ATAP 2014 total DIY turun 6.953 ha (-29,85%) dari ATAP 2013, dikarenakan penyediaan benih untuk MH II terlambat dan benih kedelai bermutu bersertifikat tak tersedia. Penurunan LP juga disebabkan oleh perbaikan saluran irigasi Kalibawang sehingga sentra produksi kedelai di kecamatan Nanggulan tidak bisa tanam kedelai, sedangkan di Bantul karena lahan yang biasanya ditanami kedelai, beralih ke penanaman melon dan semangka dengan alasan lebih menguntungkan petani. Sedangkan di Gunungkidul dikarenakan program SLPTT tidak dilaksanakan dan terdapat pergeseran ke tanaman jagung.

Ketersediaan energi kelompok buah biji berminyak tahun 2015 sebesar 423 kal/kap/hari lebih tinggi dibanding tahun 2014 (383 kal/kapita/hari). Hal ini dikarenakan terjadi peningkatan produksi kacang tanah tahun 2015 sebesar 83.300 ton lebih tinggi disbanding tahun 2014 (71.582 ton) selain itu peningkatan ketersediaan juga dikarenakan peningkatan impor kelapa tahun 2015 sebesar 18.745 ton sedangkan tahun 2014 (5.845 ton), walaupun bila dilihat dari sisi produksi beberapa komoditi terlihat mengalami penurunan pada tahun 2015 diantaranya komoditi kedelai tahun 2014 sebesar 19.579 ton menurun pada tahun 2015 (18.822 ton); kacang hijau tahun 2014 sebesar 261 ton menurun pada tahun 2015 (230 ton); produksi kelapa tahun 2014 sebesar 51.369 ton menurun pada tahun 2015 (50.383 ton) dan kacang mete tahun 2014 sebesar 420 ton menurun pada tahun 2015 (112 ton). Penurunan produksi beberapa komoditi diantaranya dikarenakan komoditi kedelai yaitu karena luas panen tahun 2015 sebesar 13.886 ha atau turun -2.451 ha (-15%) dari tahun 2014. Hal itu karena bergeser ke komoditi kacang tanah karena alasan harga jual kedelai yang tidak menarik. Pada komoditi kacang hijau bila ditinjau dari luas panen tahun 2015 sebesar 394 ha


(47)

NBM 2015 Sementara halaman 39

atau turun -45 ha (-10,25%) dari tahun 2014. Hal itu karena sentra produksi tanaman yaitu di Kecamatan Imogiri, Sentolo dan Girimulyo tidak lagi menanam kacang hijau.

5. Kelompok Buah-buahan

Ketersediaan energi kelompok buah – buahan tahun 2014 sebesar 89 kkal/kap/hari (Tabel 4) lebih rendah bila dibanding tahun 2013 (124 kkal/kap/hari). Hal ini dikarenakan beberapa produksi komoditi buah mengalami penurunan diantaranya alpokat tahun 2013 (6.245 ton) dan tahun 2014 (5.632 ton); jambu tahun 2013 (6.746 ton) menurun pada tahun 2014 (6.435 ton); salak tahun 2013 (106.145 ton) dan tahun 2014 (75.751 ton); pisang tahun 2013 (56.850 ton) turun pada tahun 2014 (56.062 ton). Penurunan produksi beberapa komoditi buah – buahan disebabkan karena curah hujan yang tinggi sehingga menghambat faktor pembungaan, serangan OPT dan sebagian petani beralih menanam komoditas yang lain. Penurunan produksi salak disebabkan karena peralihan penggunaan pupuk dari an organik ke pupuk organik. Perlu diketahui bahwa pupuk organik merupakan pupuk yang mempunyai unsur hara lebih tinggi dibandingkan pupuk anorganik, sehingga dengan menggunakan pupuk organikakan mengakibatkan penurunan hasil panen tetapi memperbaiki kualitas hasil dari segi keamanan pangan. Pada komoditi pisang terjadi penurunan produksi karena terjadi serangan penyakit buncy top dan serangan layu bakteri dan layu fusarium.

Ketersediaan energi kelompok buah – buahan tahun 2015 sebesar 89 kkal/kap/hari (Tabel 6) sama dengan tahun 2014 (89 kkal/kap/hari). Walaupun bila dilihat dari sisi produksi beberapa komoditi buah mengalami penurunan diantaranya komoditi jeruk tahun 2015 sebesar 3.471 ton menurun dibanding tahun 2014 (3.814 ton), hal ini disebabkan banyak tanaman yang


(1)

Lampiran 1

SKOR SUSENAS TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN PPH

Skor Skor Skor Skor Skor

PPH Aktual AKG PPH Makmimum

Skor PPH Skor Maksimum Skor PPH Skor Maksimum

a i a c d e f g h i j

1 Padi - padian 1.197 61,5 59,9 0,5 30,9 29,9 25,0 25,0 1 Padi - padian 1.166 60,1 58,3 0,5 30,1 29,1 29,1 25,0 2 Umbi - umbian 36 1,9 1,8 0,5 0,9 0,9 0,9 2,5 2 Umbi - umbian 34 1,7 1,7 0,5 0,9 0,8 0,8 2,5 3 Pangan hewani 210 10,8 10,5 2,0 21,6 21,0 21,0 24,0 3 Pangan hewani 221 11,4 11,1 2,0 22,8 22,1 22,1 24,0 4 Minyak dan Lemak 163 8,4 8,2 0,5 4,2 4,1 4,1 5,0 4 Minyak dan Lemak 189 9,7 9,4 0,5 4,9 4,7 4,7 5,0 5 Buah/ biji berminyak 42 2,1 2,1 0,5 1,1 1,0 1,0 1,0 5 Buah/ biji berminy 42 2,2 2,1 0,5 1,1 1,1 1,1 1,0 6 Kacang - kacangan 76 3,9 3,8 2,0 7,8 7,6 7,6 10,0 6 Kacang - kacanga 59 3,1 3,0 2,0 6,1 5,9 5,9 10,0 7 Gula 94 4,8 4,7 0,5 2,4 2,4 2,4 2,5 7 Gula 106 5,4 4,7 0,5 2,7 2,6 2,6 2,5 8 Sayur dan buah 93 4,8 4,7 5,0 24,0 23,3 23,3 30,0 8 Sayur dan buah 86 4,4 4,7 5,0 22,2 21,6 21,6 30,0 9 Lain - lain 35 1,8 1,7 - - - 0,0 - 9 Lain - lain 37 1,9 1,7 - - - 0,0

-Keterangan :

c : Angka konsumsi energi kelompok pangan (kkal/kap/hr) d : % konsumsi energi kelompok pangan terhadap total konsumsi energi e : % konsumsi energi kelompok pangan terhadap AKG (2.000 kkal/kap/hr) g : % konsumsi energi kelompok pangan terhadap total konsumsi energi dikalikan bobot h : % konsumsi energi kelompok pangan terhadap AKG dikalikan bobot

i : Skor PPH, bila skornya lebih tinggi atau = skor maksimum digunakan skor maksimum tersebut

56,997085

h j

Skor Skor Skor

Aktual AKG Makmimum

92,9 Bobot

No. Kelompok Pangan Kalori % % AKG

Gambar 6. Perbandingan Skor Konsumsi 2014 dengan Skor Ideal

f g

85,3 100,0

97,3

b c d e

100,0 90,2

Jumlah 1.946

Kalori % % AKG Bobot

No. Kelompok Pangan

83,7 100,0 Jumlah 1.940 100,0 96,6 90,8 88,0

-5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 Padi -padian Umbi -umbian Pangan hewani Minyak dan Lemak Buah/ biji berminyak Kacang -kacangan

Gula Sayur dan buah

Lain - lain

Sk

o

r

Jenis Pangan

Perbandingan Skor Konsumsi 2014 dengan Skor Ideal 2020

Skor PPH Skor Maksimum

60%

2%

12%

10%

2%

3%

5%

4%

2%

Pola Konsumsi Energi 2015 (Konsumsi 2015)

Padi - padian

Umbi - umbian

Pangan hewani

Minyak dan Lemak

Buah/ biji berminyak

Kacang - kacangan


(2)

Gambar 8. Pola Konsumsi Berdasarkan PPH

Gambar 7. Pola Konsumsi Energi 2013

61%

2%

11%

8%

2%

4%

5%

5%

2%

Pola Konsumsi Energi 2014 (Konsumsi 2014)

Padi - padian

Umbi - umbian

Pangan hewani

Minyak dan Lemak

Buah/ biji berminyak

Kacang - kacangan

Gula

Sayur dan buah

Lain - lain

50%

6%

12%

10%

3%

5%

5%

6%

3%

POLA KONSUMSI BERDASARKAN

PPH

Padi-padian

Umbi-umbian

Pangan Hewani

Minyak dan Lemak

Buah/Biji Berminyak

Kacang-kacangan

Gula

Sayur dan Buah

Lain-lain


(3)

TABEL 10. KETERSEDIAAN DAN TINGKAT KETERSEDIAAN ENERGI PROVINSI DIY TAHUN 2006 - 2015

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 S 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 S

1 Padi - padian 2.664 2.488 1.864 2.019 2.149 2.111 2.183 2.108 1.944 1.814 121,1 113,1 84,7 91,8 97,7 96,0 91,0 87,8 81,0 75,6 2 Umbi - umbian 303 246 501 417 736 578 555 348 347 245 13,8 11,2 22,8 19,0 33,5 26,3 23,1 14,5 14,5 10,2 3 Pangan Hewani 227 160 101 105 125 196 139 222 402 422 10,3 7,3 4,6 4,8 5,7 8,9 5,8 9,3 16,7 17,6 4 Minyak dan Lemak 197 242 335 341 162 202 332 303 342 433 9,0 11,0 15,2 15,5 7,4 9,2 13,8 12,6 14,2 18,0 5 Buah/ biji berminyak 16 84 77 119 86 78 71 77 92 102 0,7 3,8 3,5 5,4 3,9 3,5 3,0 3,2 3,8 4,2 6 Kacang - kacangan 237 182 284 217 204 293 284 298 293 323 10,8 8,3 12,9 9,9 9,3 13,3 11,8 12,4 12,2 13,5 7 Gula 69 121 196 164 95 107 148 179 152 211 3,1 5,5 8,9 7,5 4,3 4,9 6,2 7,5 6,3 8,8 8 Sayur dan Buah 113 141 200 191 179 124 165 164 129 129 5,1 6,4 9,1 8,7 8,1 5,6 6,9 6,8 5,4 5,4 9 Lain - lain 0 0 0 0 0 - - - - - 0 0 0 0 0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 Total 3.826 3.664 3.558 3.573 3.736 3.689 3.877 3.699 3.701 3.677 174 167 162 162 170 168 161,5 154,1 154,2 153,2 AKE : 2.200 kal/kap/hari

Gambar 9. Ketersediaan Energi DIY Tahun 2006 - 2015

No. Kelompok Pangan

Ketersediaan Energi (Kal/kap/hr)

Tingkat Ketersediaan Energi (% AKE)

-500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

Padi - padian Umbi - umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak

Buah/ biji berminyak

Kacang - kacangan Gula Sayur dan Buah Lain - lain

K

al

/k

ap/

h

r

Kelompok Pangan

KETERSEDIAAN ENERGI DIY

TAHUN 2006 - 2015

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 S


(4)

Gambar 10. Tingkat Ketersediaan Energi Tahun 2006 - 2015

0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 140,0

Padi - padian Umbi - umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/ biji berminyak

Kacang - kacangan Gula Sayur dan Buah Lain - lain

Pr

o

se

n

AK

E

Kelompok Pangan

TINGKAT KETERSEDIAAN ENERGI DIY

TAHUN 2006 - 2015

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 S


(5)

TABEL 12. KETERSEDIAAN DAN TINGKAT KETERSEDIAAN ENERGI PROVINSI DIY (2006 - 2015) BERDASARKAN KELOMPOK PANGAN (PUBLIKASI NBM)

Proporsi Ideal

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1 Padi - padian 2664 2488 1864 2019 2149 2.111 2.183 2.108 1.944 1.814 69,63 67,90 52,39 56,51 57,52 57,22 56,31 56,99 52,56 49,32 50

2 Umbi - umbian 303 246 501 417 736 578 555 348 347 245 7,92 6,71 14,08 11,67 19,70 15,67 14,31 9,39 9,39 6,65 6

3 Pangan Hewani 227 160 101 105 125 196 139 222 402 422 5,93 4,37 2,84 2,94 3,35 5,31 3,59 6,00 10,87 11,48 12

4 Minyak dan Lemak 197 242 335 341 162 202 332 303 342 433 5,15 6,60 9,42 9,54 4,34 5,48 8,56 8,19 9,24 11,77 10

5 Buah/ biji berminyak 16 84 77 119 86 78 71 77 92 102 0,42 2,29 2,16 3,33 2,30 2,11 1,84 2,09 2,49 2,77 3

6 Kacang - kacangan 237 182 284 217 204 293 284 298 293 323 6,19 4,97 7,98 6,07 5,46 7,94 7,32 8,05 7,91 8,78 5

7 Gula 69 121 196 164 95 107 148 179 152 211 1,80 3,30 5,51 4,59 2,54 2,90 3,82 4,84 4,11 5,73 5

8 Sayur dan Buah 113 141 200 191 179 124 165 164 129 129 2,95 3,85 5,62 5,35 4,79 3,36 4,25 4,44 3,49 3,49 6

9 Lain - lain 0 0 0 0 0 - - - - - 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 3

Total 3826 3664 3558 3573 3736 3689 3877 3699 3701 3677 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 10000%

Proporsi Ketersediaan Energi (% )

Gambar 11. Perbandingan Proporsi Ketersediaan Energi Tahun 2006 - 2015 dengan Ideal

No. Kelompok Pangan

Ketersediaan Energi (Kal/kap/hr)

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

Padi - padian Umbi

-umbian Pangan Hewani

Minyak dan Lemak

Buah/ biji berminyak

Kacang -kacangan

Gula Sayur dan

Buah Lain - lain

Pr

o

se

n

Kelompok Pangan

PROPORSI KETERSEDIAAN ENERGI TAHUN 2006 - 2015 TERHADAP PROPORSI IDEAL

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015


(6)

TABEL 11. SKOR PPH BERDASARKAN KETERSEDIAAN DI PROVINSI DIY TAHUN 2006 - 2015

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1 Padi - padian 2664 2488 1864 2019 2149 2111 2183 2108 1944 1814 25 25 25 25 25 25 25,00 25,00 25,00 25,00 25

2 Umbi - umbian 303 246 501 417 736 578 555 348 347 245 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 3 2,50 2,50 2,50 2,5

3 Pangan Hewani 227 160 101 105 125 196 139 222 402 422 20,6 14,5 9,1 9,5 11,4 17,9 14 18,50 24,00 24,00 24

4 Minyak dan Lemak 197 242 335 341 162 202 332 303 342 433 4,5 5 5 5 3,7 4,6 5 5,00 5,00 5,00 5

5 Buah/ biji berminyak 16 84 77 119 86 78 71 77 92 102 0,4 1 1 1 1 1 1 1,00 1,00 1,00 1

6 Kacang - kacangan 237 182 284 217 204 293 284 298 293 323 10 10 10 10 10 10 10 10,00 10,00 10,00 10

7 Gula 69 121 196 164 95 107 148 179 152 211 1,6 2,5 2,5 2,5 2,2 2,4 3 2,50 2,50 2,50 2,5

8 Sayur dan Buah 113 141 200 191 179 123 165 164 129 129 25,7 30 30 30 30 27,9 24 30,00 26,90 26,80 30

9 Lain - lain 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0,00 0,00 0

Total 3826 3664 3558 3573 3736 3689 3877 3699 3701 3677 90,3 90,5 85,1 85,5 85,8 91,3 83,9 94,5 96,9 96,8 100

Gambar 12. Perbandingan Skor PPH di DIY Tahun 2006 - 2015 dengan Skor Ideal

Skor Ideal No. Kelompok Pangan

Ketersediaan Energi

(Kal/kap/hr) Skor PPH

0 5 10 15 20 25 30

Padi -padian

Umbi -umbian

Pangan Hewani

Minyak dan Lemak

Buah/ biji berminyak

Kacang -kacangan

Gula Sayur dan

Buah

Lain - lain

Sko

r

PPH

Kelompok Pangan

PERBANDINGAN SKOR PPH TAHUN 2006 - 2015 DENGAN SKOR PPH IDEAL

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Skor Ideal