HAK dan DISIPLIN KARYAWAN Manajemen SDM

HAK dan DISIPLIN KARYAWAN (Manajemen SDM Lanjut)
HAK DAN KEWAJIBAN PEKERJA DAN PENGUSAHA
Pemerintah dan perusahaan mempunyai suatu sistem yakni simbiosis
mutualisme,

yang

mana

pemerintah

dan

perusahaan

sama-sama

saling membutuhkan. Adanya perusahan, pengusaha, serta pekerja menciptakan
adanya suatu hubungan kerja. Hubungan kerja yang baik akan tercipta jika adanya
komunikasi yang baik antara perusahaan dengan pekerja. Komunikasi yang baik
akan tercipta bila kontrak-kontrak dalam perjanjian kerja antara perusahaan dengan

pekerja jelas, dimana terdapat keseimbangan (equilibrium) antara hak dan
kewajiban perusahaan dengan hak dan kewajiban pekerja.
Adanya perusahan, pengusaha, serta pekerja menciptakan adanya suatu
hubungan kerja. Hubungan kerja adalah suatu hubungan antara pengusaha
dengan pekerja yang timbul dari perjanjian kerja yang diadakan untuk waktu
tertentu. Di dalam suatu hubungan kerja antara suatu perusahaan dalam hal ini
adalah antar pengusaha dan pekerja/buruh, biasanya dituangkan dalam suatu
perjanjian kerja yang dimana berisikan pernyataan akan hak-hak dan kewajiban
antara kedua belah pihak, serta segala akibat hukumnya. Perjanjian kerja biasanya
tidak memperkenankan suatu aturan ataupun syarat yang bertentangan dengan
Undang-undang nomor 13 Tahun 2003, begitupun untuk aggaran dasar tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku..
Akhir-akhir ini terdapat berbagai macam kejadian yang terjadi akibat dari
adanya hubungan kerja yang tidak baik. Banyak perusahaan yang membuat
peraturan terhadap pekerjanya dengan semena-mena tanpa memperhatikan
peraturan-peraturan atau kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Di
zaman sekarang yang makin lama makin berkembang,tentu saja akan membuat
pergeseran dan tata kehidupan yang terjadi. Pergeseran yang dimaksud tidak jarang
melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku. Masalah-masalah diatas
yang dilakukan oleh perusahaan semakin hari semakin banyak dan bervariasi

sehingga memerlukan penanganan yang lebih serius. Masalah-masalah diatas juga
mencerminkan kurangnya perlindungan terhadap para pekerja. Salah satu solusi
untuk melindungi perusahaan maupun pekerjanya ialah adanya hak dan kewajiban

yang jelas. Hak dan kewajiban perusahaan terhadap pekerjanya, maupun hak dan
kewajiban pekerja terhadap perusahaan tempatnya bekerja. Hak dan kewajiban
merupakan landasan yang penting terhadap suatu perjanjian kerja.
WAKTU KERJA
Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja. Waktu kerja
meliputi:
a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk
6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40
(empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud ini tidak berlaku bagi sektor usaha
atau pekerjaan tertentu. Ketentuan mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau
pekerjaan tertentu diatur dengan Keputusan Menteri.
b. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja
sebagaimanadimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat:
·


Ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan

·

Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1
(satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja
sebagaimana dimaksud di atas wajib membayar upah kerja lembur. Ketentuan
waktu kerja lembur sebagaimana dimaksud diatas tidak berlaku bagi sektor usaha
atau pekerjaan tertentu. Ketentuan mengenai waktu kerja lembur dan upah kerja
lembur sebagaimana dimaksud diatur dengan Keputusan Menteri.
c.

Pengusaha

wajib

memberi

waktu


istirahat

dan

cuti

kepada

pekerja/buruh.Waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud meliputi:
·

Istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja
selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam
kerja;

·

Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu
atau (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu cuti tahunan,

sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruhyang
bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus;
danistirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada
tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang

telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang
sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat
tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap
kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
·

Pelaksanaan waktu istirahat tahunan sebagaimana dimaksud diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Hak istirahat
panjang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d hanya berlaku bagi pekerja /
buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu.

·

Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud diatur dengan Keputusan Menteri.
d. Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada

pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.
e. Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan
memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan
kedua pada waktu haid. Pelaksanaan ketentuan ini dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan , atau perjanjian kerja bersama.
f. Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu
setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan
sesudah

melahirkan

Pekerja/buruh

menurut

perempuan

perhitungan

yang


mengalami

dokter

kandungan

keguguran

atau

kandungan

bidan.
berhak

memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat
keterangan dokter kandungan atau bidan. Pekerja/buruh perempuan yang anaknya
masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika
hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.

g. Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal79 ayat (2) huruf b, c, dan d, Pasal 80, dan Pasal 82 berhak
mendapat upah penuh.
h. Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi. Pengusaha
dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila
jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus
menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh
dengan

pengusaha.

Pengusaha

yang

mempekerjakan

pekerja/buruh

yang


melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud wajib membayar
upah kerja lembur. Ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana
dimaksud diatur dengan Keputusan Menteri.

Selain Undang-UndangKetenagakerjaan mengatur mengenai batas waktu
kerja, namun semuanya tidak bisa dipungkiri bahwa setelah penandatangan
perjanjian kerja bersama tersebut dikesampingkan dengan menganut kesepakatan
bersama, namun kesepakatan tersebut tidak boleh bertentangan dengan undangundang, kesusilaan, kepatutan, kepentingan umum.

EMPLOYMENT at WILL
Employment at will adalah kontrak tidak tertulis yang tercipta ketika seorang
karyawan setuju bekerja untuk pemberi kerja namun tidak ada kesepakatan
mengenai seberapa lama pihak-pihak tersebut mengharapkan hubungan kerja itu
berlangsung. Umumnya, sistem hukum di AS beranggapan bahwa pekerjaan para
karyawan itu bisa dihentikan atas keinginan pemberi kerja dan bahwa karyawan
tersebut memiliki hak yang sama untuk melepaskan pekerjaan mereka kapan saja.
Pengadilan telah membuat pengecualian-pengecualian tertentu pada doktrin
employment at will. Beberapa di antaranya termasuk melarang pemberhentian yang
melanggar kebijakan publik, mengijinkan para karyawan untuk mengajukan tuntutan

yang didasarkan pada penjelasan dalam buku panduan karyawan, dan mengajukan
tuntutan yang didasarkan pada doktrin common law mengenai itikad baik dan
kesepakatan yang adil. Para pemberi kerja bisa melakukan tindakan tertentu untuk
membantu melindungi mereka dari tuntutan hukum karena pemberhentian ilegal
yang didasarkan pada penyimpangan dari kontrak kerja yang tersirat.
PROSEDUR KELUHAN
Keluhan bisa didefinisikan secara luas sebagai ketidakpuasan seorang
karyawan atau perasaan diperlakukan tidak adil sebagai pribadi sehubungan dengan
pekerjaannya. Prosedur keluhan adalah sebuah proses formal dan sistematis yang
memungkinkan para karyawan mengungkapkan keluhan tanpa membahayakan
pekerjaan mereka. Prosedur biasanya dibatasi pada pelanggaran-pelanggaran
terhadap syarat dan ketentuan dari perjanjian.
Ada kondisi-kondisi lain yang menimbulkan keluhan antara lain:
·

Pelanggaran hukum

·

Pelanggaran atas tujuan dari pihak-pihak yang ditetapkan selama negosiasi

kontrak

·

Pelanggaran peraturan perusahaan

·

Perubahan dalam kondisi kerja atau praktik perusahaan di masa lalu

·

Pelanggaran standar-standar kesehatan atau keselamatan
Beberapa prinsip umum yang didasarkan pada praktik yang digunakan secara
luas bisa menjadi panduan yang berguna untuk administrasi keluhan yang efektif
antara lain:

·

Hal-hal yang dikeluhkan harus diperbaiki dengan segera.

·

Prosedur-prosedur lain dan formulir-formulir yang digunakan untuk menyampaikan
keluhan harus mudah digunakan dan dipahami dengan baik oleh para karyawan dan
atasan mereka.

·

Harus ada jalur tuntutan yang langsung dan tepat dari pengendalian supervisi lini.
ARBITRASE
Arbitrase adalah prosedur keluhan yang telah menyelesaikan banyak
masalah manajemen ketenagakerjaan secara sukses dan damai. Arbitrase
merupakan tahap terakhir dalam sebagian besar prosedur keluhan. Dalam arbitrase,
pihak-pihak yang berselisih menyerahkan perselisihan mereka kepada pihak ketiga
yang tidak memihak untuk mendapatkan penyelesaian yang mengikat. Jika
memutuskan menggunakan arbitrator, serikat pekerja memberitahukan kepada
manajemen.
OMBUDSMAN
Ombudsman adalah

suatu

lembaga

yang

dibentuk

untuk

menghadapi

penyalahgunaan kekuasaan oleh aparatur pemerintah dan membantu aparatur agar
melaksanakan pemerintahan secara efisien dan adil, juga untuk mendorong
pemegang kekuasaan melaksanakan pertanggungjawaban serta pelayanan secara
baik. Umumnya ombudsman dikenal sebagai lembaga independen yang menerima
dan meyelidiki keluhan-keluhan masyarakat yang menjadi korban kesalahan
administrasi (maladministration) publik.
Tetapi sesungguhnya ombudsman tidak sekedar sebuah sistem untuk
menyelesaikan keluhan masyarakat kasus demi kasus, yang utama mengambil
inisiatif untuk mengkhususkan perbaikan administratif atau sitemik dalam upayanya

meningkatkan mutu pelayanan masyarakat. Maladministrasi adalah perbuatan
koruptif yang meskipun tidak menimbulkan kerugian negara, namun mengakibatkan
kerugian bagi masyarakat (warga negara dan penduduk) karena tidak mendapatkan
pelayanan publik yang baik (mudah, murah, cepat, tepat dan berkualitas).

DISIPLIN KERJA
Pengertian Disiplin Kerja
Disiplin

(discipline)

adalah

bentuk

pengendalian

diri

karyawan

dan pelaksanaan yang teratur dan menunjukkan tingkat kesungguhan tim kerja
dalam suatu organisasi. Kedisiplinan bukan hanya menyangkut masalah kehadiran
yang tepat waktu di tempat kerja namun lebih tepat diartikan sebagai suatu sikap,
tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari perusahaan
baik tertulis maupun tidak. Jadi, kedisiplinan dalam suatu perusahan dapat
ditegakkan bilamana sebagian besar peraturan-peraturannya ditaati oleh sebagian
besar karyawan. Disiplin kerja akan membawa dampak positif bagi karyawan
maupun

organisasi. Disiplin

bertanggungjawab atas

yang

semua

tinggi

aspek

akan

pekerjaannya

membuat
dan

karyawan

meningkatkan

prestasi kerjanya yang berarti akan meningkatkan pula efektivitas dan efisiensi kerja
serta kualitas dan kuantitas kerja.
Disiplin

adalah

kesadaran

dan

kesediaan

seseorang

menaati semua

peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Adapun arti kesadaran
adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar
akan

tugas

dan tanggungjawabnya.

Sedangkan

kesediaan

adalah

suatu

sikap, tingkah laku dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan
perusahaan baik yang tertulis maupun tidak.

Proses Pembentukan Disiplin Kerja
Ada dua jenis disiplin kerja berdasarkan terbentuknya yaitu disiplin diri dan
disiplin kelompok.
1. Disiplin diri

Disiplin diri merupakan upaya yang dilakukan oleh seseorang atas prakarsa
sendiri

dalam

melaksanakan

tugas.

Disiplin diri

merupakan

disiplin

yang dikembangkan atau dikontrol oleh diri sendiri berwujud pada kontrol terhadap
tingkah laku yang berupa ketaatan terhadap peraturan baik yang ditetapkan sendiri
maupun oleh pihak lain.
Disiplin diri pada tiap karyawan bila telah tumbuh dengan baik akan
merupakan kebanggaan bagi setiap organisasi, karena pengawasan yang terus
menerus tidak dibutuhkan lagi. Melalui disiplin diri, karyawan-karyawan merasa
bertanggungjawab

dan dapat

mengatur

diri

sendiri

untuk

kepentingan

organisasi. Disiplin diri merupakan hasil proses belajar (sosialisasi) dari keluarga
dan masyarakat. Penanaman nilai-nilai yang menjunjung disiplin, baik yang
ditanamkan oleh orang tua, guru atau pun masyarakat merupakan bekal positif bagi
tumbuh danberkembangnya disiplin diri. Penanaman nilai-nilai disiplin dapat
berkembang apabila didukung oleh situasi lingkungan yang kondusif yaitu situasi
yang diwarnai perlakuan yang konsisten dari orang tua, guru atau pimpinan. Selain
itu, orang tua, guru dan pimpinan yang berdisiplin tinggi merupakan model peran
yang efektif bagiberkembangnya disiplin diri.
Disiplin diri sangat besar perannya dalam mencapai tujuan organisasi. Melalui
disiplin diri seorang karyawan selain menghargai dirinya sendiri juga menghargai
orang

lain.

Misalnya jika

karyawan

mengerjakan

tugas

dan

wewenang

tanpa pengawasan atasan, pada dasarnya karyawan telah sadar melaksanakan
tanggungjawab

yang

telah

melaksanakan

tugasnya.

dipikulnya.
Pada

Hal

dasarnya

itu

berarti karyawan

ia menghargai

sanggup

potensi

dan

kemampuannya. Disisi lain, bagi rekan sejawat, dengan diterapkannya disiplin diri
akan

memperlancar kegiatan

yang

bersifat

kelompok.

Apalagi

jika

tugas

kelompok tersebut terkait dalam dimensi waktu ; suatu proses kerja yangdipengaruhi
urutan waktu pengerjaannya. Ketidakdisiplinan dalam suatu bidang kerja akan
menghambat bidang kerja lain. Jadi dalam hal ini ada beberapa manfaat yang dapat
diambil oleh karyawan jika mempunyai disiplin diri diantaranya :
a. Disiplin diri adalah disiplin yang diharapkan oleh organisasi. Jika harapan
organisasi

terpenuhi

karyawan

akan

mendapat reward

(penghargaan)

organisasi, apakah itu dalam bentuk prestasi atau kompetisi lainnya.

dari

b. Melalui disiplin diri merupakan bentuk penghargaan terhadap orang lain. Jika
orang lain merasa dihargai, akan tumbuh penghargaan serupa dari orang lain pada
dirinya. Hal ini semakin memperkukuh kepercayaan diri.
c. Penghargaan terhadap kemampuan diri. Hal ini didasarkan atas pandangan
bahwa jika karyawan mampu melaksanakan tugas, pada dasarnya ia mampu
mengaktualisasikan kemampuan dirinya. Hal itu berarti ia memberikan penghargaan
pada potensi dan kemampuan yang melekat pada dirinya.
2. Disiplin Kelompok
Kegiatan organisasi bukanlah kegiatan yang bersifat individual semata.
Disiplin kelompok akan tercapai jika disiplin diri telah tumbuh dalam diri karyawan.
Artinya kelompok akan menghasilkan pekerjaan yang optimal jika masing-masing
anggota kelompok dapat memberikan andil yang sesuai dengan hak dan
tanggungjawabnya. Karyawan juga dituntut untuk mampu mengatur sikap dan
perilaku yang sesuai dengan peraturan kerja sehingga hal ini menjadi sarana untuk
mempertahankan eksistensi organisasi. Pimpinan juga bertanggungjawab untuk
menciptakan iklim organisasi dalam rangka pendisiplinan preventif. Dalam upaya
ini pimpinan berusaha agar karyawan mengetahui dan memahami standar yang
berlaku, karena apabila karyawan tidak mengetahui standar yang diharapkan untuk
mereka

lakukan,

perilaku

mereka cenderung

tidak

menentu

dan

salah

arah. Kedisiplinan tidak lahir dengan sendirinya. Disiplin lahir, tumbuh dan
berkembang melalui akumulasi pengalaman dan proses sosialisasi. Disiplin
dibangun dari kepribadian yang matang dan identifikasi terhadap norma-norma
kelompok masyarakat.Norma kelompok berfungsi menegakkan disiplin melalui
fungsi pengawasan dan kontrol sosial disebut dengan pengawasan ekternal yaitu
berupa pengawasan pimpinan, orang tua atau teman sekerja. Pengawasan internal
datang dari dalam individu dan menghasilkan kontrol diri. Oleh karena itu kontrol diri
mempunyai peran penting dalam membangun disiplin secara internal. Kontrol diri
dibutuhkan untuk mengaktifkan proses pendisiplinan. Kaitan antara disiplin diri dan
disiplin

kelompok keduanya

saling

melengkapi

dan

menunjang

sifatnya komplementer. Disiplin diri tidak dapat dikembangkan secara optimal tanpa
dukungan disiplin kelompok. Sebaliknya, disiplin kelompok tidak dapat ditegakkan
tanpa adanya dukungan disiplin pribadi.
Faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja

Faktor-faktor

yang

mempengaruhi

disiplin

kerja secara

umum

dapat

dibedakan menjadi dua yaitu faktor dari dalam individu dan faktor dari luar individu.
Faktor dari dalam individu meliputi : kepribadian, semangat kerja, motivasi kerja
intrinsik serta kepuasan kerja. Sedangkan faktor dari luar individu meliputi : motivasi
kerja ekstrinsik, kepuasan kerja, kepemimpinan, lingkungan kerja dan tindakan
indisipliner

yang diberikan. Kepribadian

dari

para

karyawan

menentukan

perilaku disiplin kerja.
Disiplin kerja dapat pula terbentuk bila karyawan benar-benar mampu
mempunyai semangat kerja yang tinggi, apabila terdapat semangat kerja diantara
karyawan, dapat diharapkan tugas yang diberikan kepada mereka akan dilakukan
dengan baik dan cepat (Suharsih 2001). Dengan adanya semangat kerja yang tinggi
maka akan timbul kesetiaan, kegembiraan, kerjasama, dan ketaatan atau disiplin
terhadap peraturan-peraturan perusahaan.
Pendekatan-Pendekatan Tindakan Disipliner
Beberapa konsep pendekatan disipliner telah dikembangkan. Tiga dari
konsep yang terpenting adalah hot stove rule, tindakan disipliner progresif, dan
tindakan disipliner tanpa hukuman.
a. Aturan Tungku Panas (Hot Stove Rule)
Salah satu pendekatan ini menerapkan konsekuensi-konsekuensi berikut yang
merupakan analogi menyentuh tungku panas.
1. Membakar dengan segera.
2. Memberikan peringatan.
3. Memberikan hukuman yang konsisten.
4. Membakar tanpa pandang bulu.
Jika kondisi ini meliputi semua situasi tindakan disipliner sama, tidak akan ada
masalah dengan pendekatan ini. Namun situasi ini bisa berbeda dan seringkali
supervisor tidak konsisten dan obyektif dalam menjalankan tindakan disipliner.
b. Tindakan Disipliner Progresif (Progressive Disclipinary Action)
Tindakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa sanksi minimum yang
diberikan sudah tepat untuk sebuah pelanggaran. Manajer mengikuti prosedur yang
sama untuk setiap tingkat pelanggaran dalam proses disipliner progresif. Namun
untuk pelanggaran-pelanggaran besar seperti menyerang atasan atau karyawan

lain, bisa memberi alasan kuat untuk segera memberhentikan karyawan yang
bersangkutan.
c. Tindakan Disipliner Tanpa Hukuman (Disciplinary Action Without Punishment)
Tindakan ini untuk menggantikan kebijakan-kebijakan disipliner formal yang
bersifat menghukum untuk dilema-dilema seperti keterlambatan kronis atau sikap
yang buruk untuk membuat karyawan mau mengambil tanggung jawab pribadi atas
tindakan mereka dan menjadi contoh baik untuk pencapaian misi dan visi
perusahaan.
Masalah-masalah dalam Tindakan Disipliner
Pelaksana tindakan disipliner bukanlah tugas yang menyenangkan. Para
manajer ingin menghindari tindakan ini karena isu-isu berikut:


Kurangnya pelatihan. Manajer mungkin tidak memiliki pengetahuan dan
ketrampilan yang diperlukan untuk menjalankan tindakan disipliner.



Rasa takut. Manajer mungkin khawatir jika manajemen puncak tidak akan
mendukung tindakan disipliner.



Menjadi satu-satunya. Manajer mungkin berpikir “Tidak ada orang lain yang
mendisiplinkan karyawannya, jadi mengapa saya harus melakukannya?”



Rasa

bersalah.

Manajer

mungkin

berpikir

“Bagaimana

saya

bisa

mendisiplinkan seseorang jika saya telah melakukan hal yang sama?”


Kehilangan persahabatan. Manajer mungkin meyakini bahwa tindakan
disipliner akan merusak persahabatan dengan seorang karyawan atau teman-teman
karyawan tersebut.



Hilangnya waktu. Manajer mungkin enggan untuk menyisihkan waktu yang
diperlukan untuk melaksanakan dan menjelaskan tindakan disipliner.



Kehilangan kendali diri. Manajer mungkin khawatir akan kehilangan kendali
diri saat berbicara kepada karyawan mengenai pelanggaran.



Rasionalisasi. Manajer mungkin berpikir “Karyawan tahu bahwa hal itu tidak
boleh dilakukan, jadi mengapa saya harus berbicara tentang itu”.
Alasan-alasan tersebut berlaku untuk semua bentuk tindakan disipliner dari
peringatan hingga pemberhentian. Keengganan tersebut seringkali muncul dari
kemacetan bidang-bidang fungsi lainnya dalam manajemen sumber daya manusia.
Terakhir, manajer bahkan meyakini bahwa berusaha memberhentikan kaum

minoritas dan wanita adalah sia-sia. Namun, undang-undang dan keputusan
pengadilan yang mengikutinya tidak dimaksudkan untuk melindungi para karyawan
yang tidak produktif. Setiap orang yang kinerjanya di bawah standar bisa
diberhentikan setelah atasannya melakukan upaya-upaya yang cukup untuk
memperbaiki

karyawan

tersebut.

Tindakan

disipliner

harus

sepenuhnya

terdokumentasi dan para manajer harus dilatih untuk menghindari gugatan-gugatan
yang tidak benar.
Seorang atasan bisa dibenarkan dalam melaksanakan tindakan disipliner
tetapi biasanya ada waktu dan tempat yang tepat untuk melakukannya. Sebagai
contoh, melaksanakan tindakan disipliner terhadap seorang karyawan di depan para
karyawan lainnya bisa membuat malu karyawan tersebut dan justru merusak tujuan
dari tindakan itu. Meskipun tindakan tersebut salah, para karyawan tidak suka
tindakan disipliner dilaksanakan di muka publik. Dengan mendisiplinkan karyawan
secara diam-diam, para atasan mencegah karyawan kehilangan muka di depan
rekan kerjanya.
Bukti Diperlukannya Tindakan Disipliner
Setiap tindakan disipliner yang dilaksanakan pada akhirnya bisa dibawa ke
arbitrase, jika penyelesaian dengan cara tersebut dinyatakan dalam perjanjian
ketenagakerjaan. Para pemberi kerja telah belajar bahwa mereka harus menyiapkan
dokumen-dokumen yang bisa menjadi bukti tindakan disipliner dan alasan-alasan
pelaksanaannya.

Meskipun

format

peringatan

tertulis

bisa

berbeda-beda,

kesemuanya harus mencakup informasi-informasi sebagai berikut:


Pernyataan mengenai fakta-fakta yang terkait dengan pelanggaran.



Identifikasi peraturan yang telah dilanggar.



Pernyataan mengenai apa akibat yang bisa diakibatkan oleh pelanggaran
tersebut.
Identifikasi atas pelanggaran yang serupa sebelumnya oleh orang yang


sama.


Pernyataan mengenai konsekuensi-konsekuensi yang mungkin terjadi di
masa depan bila pelanggaran itu muncul lagi.



Tanda tangan dan tanggal.

PEMBERHENTIAN
Pemberhentian adalah hukuman terberat yang bisa diberikan organisasi
kepada karyawan, dengan demikian hukuman tersebut harus menjadi bentuk
tindakan disipliner yang dipertimbangkan dengan sangat cermat. Pengalaman
diberhentikan bersifat traumatis bagi para karyawan tanpa memandang posisi
mereka dalam organisasi. Mereka bisa mengalami perasaan gagal, takut, kecewa,
dan marah. Waktu yang sulit juga dialami oleh mereka yang mengambil keputusan
untuk memberhentikan. Ketika keputusan diambil untuk memberhentikan seorang
karyawan, seharusnya karyawan tersebut tidak terlalu terkejut atas keputusan itu
karena ia mestinya telah mendapatkan peringatan eksplisit dan konseling menjelang
pemberhentian. Karyawan tersebut harus mendapatkan saran mengenai langkahlangkah spesifik yang harus diambilnya untuk mempertahankan pekerjaannya.
Dukungan harus diberikan untuk menunjukkan padanya apa yang harus dikerjakan
untuk mempertahankan pekerjaannya. Karyawan tersebut juga harus diberi jangka
waktu yang wajar untuk memenuhi ekspektasi atasannya.
Riset menunjukkan bahwa hari Jumat sore mungkin merupakan waktu terbaik
untuk memberhentikan karyawan, karena hal itu memberinya akhir minggu untuk
menenangkan diri. Bayaran terakhir harus tersedia pada saat pemberhentian. Lebih
lanjut, memberhentikan karyawan pada akhir hari bisa memperkecil terjadinya
diskusi diantara para karyawan lainnya yang bisa mengganggu pekerjaan.
Tahap-tahap tertentu harus diikuti dalam proses pemberhentian. Yang
pertama,

manajer

dari

karyawan

yang

bersangkutan

harus

melakukan

pemberhentian dan melakukannya secara pribadi. Kedua, proses pemberhentian
harus singkat dan dilakukan dengan bahasa yang tidak kasar. Ketiga, manajer tidak
perlu menjelaskan alasan pemberhentian dan tidak perlu menjawab pertanyaanpertanyaan yang sehubungan dengan keputusan tersebut. Terakhir, harus ada
orang yang menangani mekanisme untuk keluar seperti gaji terakhir dan asuransi.