5. III. P A D I - PHT

PENGENDALIAN HAMA TERPADU
TANAMAN PADI DAN PALAWIJA

Disusun Oleh
Dayat Supriadi S.ST

BAHAN MATERI PELAJARAN SMK BUDIDAYA PERTANIAN
SEMESTER I & II

I.

PENDAHULUAN

Perlindungan tanaman mempunyai peranan penting dalam pementapan
produksi pangan. Melalui usaha perlindungan tanaman yang tepat, Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT) dapat dikendalikan sehingga tidak mengakibatkan
kehilangan hasil dan mampu menjamin tercapainya potensi hasil yang
diinginkan.
Usaha perlindungan tanaman merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
usaha pengelolaan ekosistem pertanian atau sistem produksi tanaman, yang
bertujuan untuk memperoleh kuantitas produk yang tinggi. Produksi pertanian

digunakan untuk meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh
karena itu usaha pengendalian OPT seharusnya dilakukan tidak terlepas dari
keterpaduannya dengan usaha – usaha produksi tanaman lainnya seperti
penentuan varietas, penggunaan bibit unggul, pemupukan, pengairan,
pemasaran dan teknik budidaya tanaman lainnya.
Setiap usaha yang dilakukan untuk mengendalikan OPT dapat memberikan
kondisi yang memungkinkan keberhasilan usaha budidaya tanaman lainnya, dan
sebaliknya usaha budidaya tanaman perlu diperhatikan agar jangan sampai
dapat mendorong timbulnya permasalahan OPT pada suatu ekosistem tertentu.
I.1.

Latar belakang pengembangan konsep PHT di Indonesia.

PHT telah merupakan dasar kebijakan pemerintah dalam setiap program
perlindungan tanaman di Indonesia. Dasar Hukum PHT tertera pada GBHN II dan
GBHN IV serta Inpres 3/1986 yang kemudian lebih dimantapkan lagi melalui UU.
No. 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
Konsep PHT muncul dan berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan
pengendalian hama secara konvensional, yang sangat mengutamakan
penggunaan pestisida. Kebijakan ini mengakibatkan penggunaan pestisida oleh

petani secara tidak tepat dan berlebihan. Cara ini kecuali meningkatkan biaya
produksi juga mengakibatkan dampak samping yang merugikan bagi lingkungan
hidup dan kesehatan masyarakat.
Dilihat dari segi efektivitas dan efsiensi pengendalian, penggunaan pestisida
berspektrum lebar semakin mendorong berkembangnya jenis hama yang
resisten, timbulnya resurgensi hama serta timbulnya letusan hama sekunder.
Fenomena tersebut mengakibatkan penggunaan pestisida menjadi semakin
kurang efektif dan efsien. Dengan demikian penggunaan pestisida terus
meningkat, lingkungan hidup menjadi tercemar, sedangkan masalah hama tidak
pernah dapat terselesaikan bahkan justru semakin meningkat.

I.2.

1.
Konsep dan strategi penerapan PHT.

PHT adalah suatu cara pendekatan atau cara berpikir tentang pengendalian
OPT yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efsiensi ekonomi dalam
rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan yang
berkelanjutan.

Sasaran PHT adalah :
a. Produktivitas pertanian mantap tinggi,
b. Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat,
c. Populasi OPT dan kerusakan tanaman karena serangannya tetap berada pada
aras yang secara ekonomis tidak merugikan,
d. Pengurangan resiko pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida.
Strategi PHT adalah, memadukan secara kompatibel semua teknik atau
metoda pengendalian OPT didasarkan pada azas ekologi dan ekonomi.
I.3.

Taktik Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

Taktik PHT terutama adalah :
1. Pemanfaatan proses pengendalian alami dengan mengurangi tindakantindakan yang dapat merugikan atau mematikan perkembangan musuh
alami,
2. Pengelolaan ekosistem melalui usaha bercocok tanam, yang bertujuan untuk
membuat lingkungan tanaman mejadi kurang sesuai bagi kehidupan dan
pembiakan OPT serta mendorong berfungsinya agensia pengendalian hayati.
Beberapa teknik bercocok tanam antara laian :
a. Penanaman varietas tahan

b. Penanaman benih sehat
c. Pergiliran tanaman dan pergiliran varietas
d. Sanitasi lingkugan
e. Penetapan masa tanam
f. Tanam serentak dan pengaturan saat tanam
g. Penanaman tanaman perangkap, penolak
h. Pengaturan jarak tanam
i. Penanaman tumpangsari
j. Pengelolaan tanah dan air
k. Pemupukan berimbang sesuai dengan kebutuhan setempat.
3. Pengendalian fsik dan mekanis, yang bertujuan untuk mengurangi populasi
OPT, mengganggu aktiftas fsiologis OPT yang normal, serta mengubah

lingkungan fsik menjadi kurang sesuai bagi kehidupan dan perkembangan
OPT.
4. Penggunaan pestisida secara selektif dan bijaksana untuk mengembalikan
populasi OPT pada aras keseimbangannya
2.
Peranan Pemantauan dalam PHT.
Dlam penerapan PHT di tingkat petani, program pengamatan atau monitoring

ekosistem merupakan kegiatan yang sangat menentukan keberhasilan dalam
mengambil keputusan tentang pengendalian OPT.
Parameter yang diamati meliputi data biotik seperti populasi hama, musuh
alami, intensitas serangan, pertumbuhan tanaman dll. Sedangkan parameter
abiotik meliputi keadaan cuaca, tanah, air, udara dll. Untuk pelaksanaan
pengamatan perlu ditentukan unit pengambilan contoh, banyaknya contoh per
petak, dan pola atau rute pengambilan contoh.
Binatang atau hewan yang termasuk kedalam golongan musuh alami
adalah ; ular, burung hantu, semua jenis laba-laba, capung jarum, belalang
minyak, cocopet, heheleman, bobotolan, semut merah, belalang sembah dll.
Secara skematis proses pengambilan keputusan PHT adalah sebagai berikut :
ANALISIS EKOSISTEM

PENGAMBILAN
KEPUTUSAN

PEMANTAUAN

PROGRAM TINDAKAN
AGROEKOSISTEM


I.4.

Prinsip penerapan PHT pada tingkat petani.

Empat prinsip yang digunakan dalam PHT adalah :
1.
2.
3.
4.

Budidaya tanaman sehat,
Pelestarian dan pendayagunaan musuh alami,
Pengamatan mingguan secara teratur, dan
Petani sebagai ahli PHT.

a. Budidaya Tanaman Sehat.
Budidaya tanaman sehat menjadi bagian penting dalam program PHT.
Tanaman yang sehat mempunyai ketahanan ekologis yang tinggi terhadap
gangguan OPT. untuk itu penggunaan paket-paket teknologi produksi yang

dilaksanakan harus diarahkan kepada terwujudnya tanaman yang sehat.
Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah tingkat produksi yang maksimal dan
aman dari gangguan OPT.

b. Pelestarian musuh alami.
Kekuatan unsur-unsur alami baik dari unsur iklim atau cuaca, ketahanan
tanaman, maupun unsur hayati lain termasuk musuh alami merupakan unsur
penting, dalam pengendalian alamiah. Musuh alami merupakan faktor
pengendali OPT penting yang perlu dilestarikan dan dikelola agar mampu
berperan secara maksimum dalam pengaturan populasi OPT di alam.
3.

c. Pemantauan ekosistem secara teratur.
Masalah OPT biasanya timbul karena hasil kerja kombinasi unsur-unsur
lingkungan yang sesuai baik biotik (tanaman atau makanan) maupun abiotik
(iklim, cuaca dan tanah). Serta campur tangan manusia yang dapat
mendukung pertumbuhan dan perkembangan populasi OPT. oleh karena itu,
pemantauan ekosistem pertanaman yang intensif secara rutin oleh petani
merupakan dasar analisis ekosistem untuk pengambilan keputsan dan
melakukan tidakan yang diperlukan.

d. Petani sebagai ahli PHT.
Petani sebagai pengambil keputusan di lahannya sendiri, hendaknya memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam menganalisis ekosistem serta mampu
menetapkan keputusan pengendalian hama secara tepat sesuai dengan
prinsip-prinsip PHT.

4.
II.

PEDOMAN REKOMENDASI PENGENDALIAN HAMA TERPADU
TANAMAN PADI DAN PALAWIJA
Ledakam suatu OPT terjadi karena salah satu atau lebih faktor yaitu
inang, OPT atau lingkungan mengalami perubahan. Sumber makanan yang
berlimpah sepanjang waktu disertai oleh perubahan iklim mikro yaitu iklim
disekitar tanaman, merupakan beberapa faktor yang mendorong
perkembangan OPT.
Apalagi kalau keadaan ini ditambah dengan
penggunaan pestisida yang kurang bijaksana.
Langkah yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan OPT jangka
panjang yaitu pemanfaatan sumberdaya alam sebagai dasar peetimbangan

utama. Penggunaan pupuk yang rasional baik jenis maupun dosis,
pengaturan sistem tanam dan pemanfaatan musuh alami merupakan
langkag-langkah yang diharapkan dapat menekan OPT, tanpa bersandar
terus kepada pestisida. Pemakaian pestisida pada akhirnya hanya digunakan
apabila OPT sudah tidak mampu dikendalikan dengan usaha-usaha yang lain.
Pada langkah awal, “perencanaan ekosistem” merupakan langkah awal
yang perlu dilakukan dalam pengendalian OPT. Ekosistem yang direncanakan
merupakan keadaan yang sedemikian rupa sehingga tidak memberikan
kesempatan bagi OPT berkembang
biak, tetapi justru memberikan
kesempatan kepada unsur-unsur pengendali alami mampu bekerja seoptimal
munkin.
Pendekatan pengelolaan OPT yang ada di lapangan didasarkan atas
pendekatan pengelolaan ekosistem pertanian secara menyeluruh. Dalam hal
ini terkait didalamnya antara lain tanaman, hama, penyakit, gulma, musuh
alami, cuaca/iklim, unsur-unsur lingkungan fsik, sarana produksi, tindakan
petani di lahannya dan komponen-momponen lain yang terkait dalam usaha
tani.
Pengelolaan ekosistem pertanian scara
dasarnya / pada prinsipnya bertujuan untuk :


menyeluruh

tersebut

pada

“ Menjaga keseimbangan hubungan antara berbagai komponen dalam
ekosistem pertanian pada berbagai stadia tumbuh tanaman agar tidak terjadi
lonjakan populasi OPT “.

5.
III. P A D I
A. PADI SAWAH
1. PRATANAM.
1.1. Karakteristik Ekosistem.
a. Sisa-sisa tanaman, singgung, tunggul jerami, dan gulma.
- Sisa tanaman, singgung, tunggul jerami dan gulma merupakan tempat
bertahan OPT pada fase ini.
- Pada awal musim hujan, serangga penggerek batang padi putih, sedang

diapause (istirahat selama musim kering). Ulat ini akan berkembang jadi
kepompong setelah tanah lembab oleh hujan pertama, kemudian
ngengatnya muncul terbang .
- Sisa-sisa tanaman dan jerami biasanya merupakan tempat bertahan
cendawan blas, hawar pelepah, busuk pelepah dan bercak coklat. Dari
sisa tanaman dan jerami, cendawan menular dan menginfeksi
pertanaman berikutnya.
b. Populasi OPT.
- Populasi suatu OPT pada saat sebelum tanaman merupakan sumber
serangan atau penularan awal yang perlu diwaspadai.
- Di daerah kronis serangan tikus, banyak liang-liang tikus, jejak jalan tikus
dan tanda-tanda adanya kotoran tikus disekitar persawahan, maupun
populasi tikus dibawah tumpukan – tumpukan jerami.
- Di daerah kronis penggerek padi putih, penerbangan ngengat dari tunggul
pada awal musim hujan, merupakan sumber serangan awal pada
persemaian yang ada di persawahan.
1.2.

Budidaya dan Pengelolaan Ekosistem.

a. Pemanfaatan organisasi petani/perencanaan ekosistem
- Dilakukan persiapan organisasi petani berupa pemantapan kelompok tani
dan pertemuan untuk membahas persiapan tanam pada musim yang
akan segara dilaksanakan atau “merencanakan ekosistem”.
b. Pen
golahan tanah.
- Di daerah kronis serangan tungro, penggerek batang padi putih dan
wereng, dilakukan pengolahan tanah sampai selesai baru dilakukan
penyebaran benih.
- Di daerah endemis siput mas (keong mas), dibuat saluran, ditengah
sawah atau di tepi pematang, yang berfungsi untuk memudahkan
pemasukan dan pengeluaran air dan memudahkan pengumpulan siput
mas bila dikeringkan.
- Di daerah serangan peyakit blas, dilakukan pembenaman jerami hingga
busuk.
c. Pemupukan.
- Pupuk dasar diberikan sehari sebelum tanam, dengan dosis sesuai
anjuran teknologi setempat.
6.
d. Pembersihan lingkungan (sanitasi).
- Dilakukan penataan dan pembersihan saluran air, sehingga irigasi
menjadi lancar.
- Membersihkan singgang atau sisa tanaman yang sebelumnya terserang
wereng coklat, penggerek batang, hawar pelepah, blas atau tungro.
Jangan dibenamkan kedalam tanah dijadikan pupuk organik, tetapi
dimusnahkan dijadikan makanan ternak dsb.
- Diupayakan pelestrian musuh alami hama tikus, babi hutan maupun OPT
lainnya.
1.3. Pengamatan, analisis ekosistem, dan pengambilan keputusan.
a. Pengamatan
- Diamati populasi dan atau gejala serangan OPT pada tunggul jerami dan
sisa-sisa tanaman lainnya.
- Diamati populasi serangga hama, serangga penular virus maupun musuh
alami yang tertangkap pada lampu-lampu penerangan di sekitar
pesawahan.
b. Analisis ekosistem dan pegambilan keputusan.
- Apabila ditemukan liang aktif tikus dan tanda-tanda keberadaan populasi
tikus di sawah, maka dilakukan pengendalian korektif (geropyokan,
sanitasi lingkungan dan pengumpanan berracun).
- Di daerah kronis serangan kepinding tanah, pengolahan tanah dilakukan
segera setelah panen.

-

-

-

-

Di daerah kronis serangan Peggerek Batang Padi Putih (PBPP) dilakukan
penundaan waktu sebar benih, yaitu paling tidak 10 hari setelah puncak
penerbangan ngengat PBPP dari tunggul, atau pengelohan telah selesai.
Di daerah kronis serangan ganjur, dilakukan pengaturan waktu sebar
benih sehingga pada saat pertumbuhan fase vegetatif tidak jatuh
bersamaan dengan puncak curah hujan.
Di daerah kronis serangan tungro, dilakukan pegaturan waktu tanam yaitu
seawall mungkin, agar pada saat populasi wereng hijau (vector virus)
tinggi, tanaman sudah mencapai umur diatas 60 hari, sehingga tanaman
bisa terhindar dari serangan tungro.
Di daerah kronis serangan ulat grayak, dan terdapat banyak itik,
dilakukan penggembalaan itik di sawah.
Di daerah kronis serangan anjing tanah, dilakukan penggenangan lahan
dan pengolahan lahan hingga rata.
Di daerah kronis serangan siput murbei, tancapkan ajir-ajir bambu untuk
merangkap telur siput, dan pemanfaatan siput untuk pakan ternak.
Untuk pengendalian gulma yang ada dilakukan pemilihan benih padi yang
murni, pemasangan saringan pada pintu air masuk, sanitasi lingkungan,
dan pengolahan tanah sempurna.

7.
2. FASE PERSEMAIAN
2.1. Karakteristik Ekosistem.
-

Di daerah kronis, serangan OPT yang sering ditemukan pada fase ini adalah
penggerek batang padi putih, wereng coklat, tikus, tungro dan blas.
Populasi kelompok telur dan ngengat PBPP biasanya dapat ditemukan pada
persemaian musim hujan, begitu pula wereng coklat dewasa.
Serangan tikus dapat terjadi sejak benih disebar.

2.2. Budidaya dan pengelolaan ekosistem.
-

-

Benih yang akan disebar dipilih berdasarkan kriteria; bersertifkat dan atau
sehat, benih unggul.
Jumlah kebutuhan benih padi ≤ 20 kg/ ha. Benih direndam selama 24 jam,
kemudian ditutup atau diperam selama 24 jam, sehingga mudah
berkecambah.
Pembuatan dan pemeliharaan pesemaian dengan baik. Kebutuhan lahan
untuk pesemaian padi sawah ≤ 500 m2/ha pertanaman.

-

Pengaturan air dipesemaian setinggi 2-5 cm, agar bibit dipesemaian tumbuh
pendek dan kuat.
Hindari penggunaan pestisida yang tidak diperlukan, untuk menjaga tetap
berkembangnya musuh alami dipesawahan tsb.
Pemupukan nitrogen yang berlebihan dipesemaian akan mengakibatkan
tumbuh bibit tiggi dan lemah, dan lebih rentan terhadap OPT.
Hindari pembelian bibit dari daerah yang sedang terjadi serangan OPT atau
sumber OPT seperti penggerek batang, wereng, blas dan tungro.
Di daerah kronis serangan siput mas, agar digunakan bibit yang berumur
lebih tua (± 25 hss), dan perlu disediakan bibit untuk cadangan penyulaman.

2.3. pengamatan, analisis ekosistem dan pengembilan keputusan.
a. Pengamatan.
-

Diamati kelompok telur dan ngengat penggerek batang, gejala kresek, gejala
tungro, blas, serangan tikus dan gejala kekurangan unsur hara.

b. Analisis ekosistem dan pengambilan keputusan.
-

-

-

Apabila ditemukan kelompok telur penggerek batang padi, segera dilakukan
pengumpulan kelompok telur tersebut.
Apabila
populasi
penerbangan
ngengat
penggerek
batang
padi
menghawatirkan, dilakukan penagngkapan ngengat dengan lampu
(petromak) yang dipasang diatas bak berisi campuran air dan minyak tanah
(perbandingan 40 : 1).
Bibit yang menunjukan gejala sundep (penggerek batang), tungro, wereng
coklat dsb. dimusnahkan dengan jalan dibenamkan kedalam tanah.
8.
Di daerah kronis serangan belalang kembara, dilakukan monitoring saat
penerbangan atau migrasi. Aplikasi insektisida efektif dan diizinkan dapat
dilakukan pada saat belalang datang berkumpul atau setelah terjadi
penetasan telur (instar awal) di lokasi hinggap belalang tsb.

3, FASE TANAMAN MUDA (sejak tanam – anakan maksimum)
3.1. Karakteristik ekosistem
-

-

Penyebaran pertanaman semakin luas, sehingga di seluruh persawahan
teredia cukup sumber makanan bagi OPT. Pertumbuhan tanaman pada fase
ini sangat pesat.
Pada fase ini, tanaman mampu mengkonpensasi kehilangan atau kerusakan
tanaman yang di sebabkan oleh OPT.

-

-

-

Pada fase ini, mulai terjadi peningkatan populasi OPTdan/atau intensitas oleh
OPT tertentu, misalnya wereng, penggerek batang, busuk pelepah, busuk
batang, blas dsb.
Bagi hama tikus, nutrisi yang tersedia pada fase ini tidak cocok bagi
perkembangan sehingga belum terjadi perkembangbiakan dan peningkatan
populasi.
Kemunculan gejala tungro terjadi pada fase ini, yaitu ± 2 – 3 minggu setelah
terinfeksi oleh virus tungro.

3.2. Budidaya dan pengelolaan ekosistem.
-

-

-

Dilakukan tanam serentak dalam areal yang luas, agar pertumbuhan populasi
OPT”seragam” dan dapat dideteksi perkembangannya lebih mudah. Masa
serentak ± 1 – 2 minggu.
Penanaman sebanyak 2 bibit/lubang dengan kedalaman 2 – 3 cm. Di daerah
serangan ganjur, jarak tanam optimum 20-25 cm dengan jumlah bibit 2-3
btg/rumpun.
Diusahakan pertanaman selalu tergenang sedalam 2-5 cm untuk waktu
sampai umur 30 hst.
Pembersihan semak-semak yang menjadi tempat sembunyi tikus perlu terus
dilakukan.
Dihindari penggunaan pestisida yang tidak diperlukan, untuk menjaga
kelestarian musuh alami yang ada di persawahan.
Pelestarian musuh alami hama-hama lain perlu terus dilakukan.
Lakukan pemupukan yang berimbang baik waktu, jenis dan dosis sesuai
anjuran.
Penyiangan secara mekanis dan atau menggunakan herbisida dilakukan
sesuai dengan kondisi setempat.

3.3. Pengamatan, analisis ekosistem, dan pengambilan keputusan.
a. Pengamatan.
-

-

Diamati pertumbuhan tanaman antara lain untuk keperluan penyulaman.
Diamati gejala kerusakan atau tanda-tanda keberadaan hama tikus, populasi
wereng, penggerek batang, gejala serangan tungro, penular virus dan
sebagainya.

9.
Dialami berbagai musuh alami dan kepadatan populasinya. Predator utama
yang paling awal masuk kedalam habitat padi setelah dipindahkan dari
pesemaian adalah laba-laba.

-

b,
-

-

-

-

Pengamatan dengan cara mengamati langsung pda rumpun-rumpun padi,
sebanyak 20 rumpun/petak secara acak sepanjang garis diagonal petakan
sawah. Pengamatan dilakukan setiap minggu sekali.
Analisis ekosistem dan pengambilan keputusan.
Apabila ditemukan gejala kerusakan atau tanda-tanda keberadaan tikus di
persawahan, dilakukan pemasangan pagar plastik yang dikombinasikan
denga bubu perangkap tikus. Pengendalian korektif dilakukan dengan
pemasangan umpan beracun, bila intensitas serang ≥ 15% sampai batas
anakan maksimum.
Tanaman-tanaman yang menunjukan gejala serangan tungro dicabut dan
dibenamkan kedalam tanah.
Apabila populasi wereng coklat ≥10 ekor per rumpun pada tanaman berumur
40 hst
dilakukan pengendalian korektif dengan menggunakan insektisida yang
diizinkan.
Apabila serangan sundep ≥10 – 15% dilakukan pengendalian dengan
menggunakan secara “spot treatment” (hanya ditempat serangan).
Apabila terjadi serangan hama putih, dilakukan pengeringan sawah selama 23 hari sampai ulat-ulat hama putih mati.
Apabila serangan ganjur ≥10% dilakukan aplikasi insektisida sistemik yang
efektif.
Apabila timbul serangan ulat grayak, dilakukan penggenangan sehingga ulat
naik dan mudah dikumpulkan. Aplikasi insektisida sistemik dialakukan
intensitas serangan ≥25%.
Apabila populasi kepinding tanah ≥30 ekor/rumpun, dilakukan pemupukan
kembali untuk mengkonpensasi serangan.
Apabila timbul serangan hawar bakteri atau hawar daun pelepah dilakukan
sanitasi selektif tanaman yang sakit dan pengeringan lahan secara berkala,
yaitu 1 hari diairi dan 3-4 hari di keringkan.

4, FASE TANAMAN TUA (sejak primordia – berbunga).
4.1.
Karakteristik ekosistem.
- Fase pertumbuhan tanaman ini merupakan fase kritis terhadap serangan
tikus, penggerek batang, wereng coklat, dan penyakit tanaman.
- Serangan penggerek batang pada fase ini akan mengakibatkan beluk, dan
sudah tidak dapat disembuhkan lagi.
- Serangan tikus semakin meningkat pada saat tanaman primordia dan
bunting. Populasi pertumbuhan tikus meningkat karena nutrisi tanaman
sesuai untuk kebutuhan reproduksi tikus.

10.

-

-

Pada fase tanaman ini tidak sesuai dengan bagi perkembangan ganjur. Hama
ganjur sudah tidak mampu merusak tanaman, hanya menyerang tubas-tunas
non produktif dan tidak perlu dilakukan pengendalian korektif.
Virus tungro yang mengifeksi tanaman pada fase ini tidak menunjukan gejala
dan tidak mempengaruhi kehilangan hasil panen.

4.2.
Budidaya dan pengelolaan ekosistem.
- Hindari penggunaan pestisida yang tidak diperlukan, untuk memberikan
perlindungan kepada musuh alami yang ada di persawahan dan sekitarnya.
- Dilakukan pemusnahan tanaman yang terserang tungro berat atau
menunjukan gejala “hopperbum” oleh wereng coklat.
- Aplikasi insektisida untuk ulat grayak dilakukan apabila intensitas serangan ≥
15%.
- Tetap memelihara kebersihan lingkungan yang diduga menjadi tempat
persembunyian tikus.
- Pengaturan air di sawah dengan selang waktu 9 hari, untuk memberikan
keadaan yang tidak menguntungkan bagi perkembangan OPT.
4.3.
Pengamatan, analisis ekosistem dan pengambilan keputusan.
a. Pengamatan.
- Diamati perkembangan OPT secara seksama. Kelengahan dalam melakukan
pengamatan pada fase ini akan berakibat fatal.
- Diamati rasio antara OPT dan musuh alami untuk penentuan perlu tidaknya
pengendalian secara kimiawi.
b. Analisis ekosistem dan pengambilan keputusan.
- Apabila populasi wereng coklat ≥ 10 ekor/rumpun pada tanaman berumur <
40 hari atau populasi ≥ 40 ekor/rumpun pada tanaman > 40 hst, dilakukan
aplikasi insektisida efektif.
- Apabila ada penyakit-penting sudah muncul, diadakan pengeringan berkala,
yaitu 1 hari diairi dan 3-4 hari dikeringkan.
- Apabila terjadi serangan blas, dapat digunakan fungisida efektif dua minggu
sebelum keluar malai, untuk mencegah timbulnya “nect blast”.
- Apabila dijumpai ulat grayak, dilakukan penggenagan petakan sawah untuk
merendam bagian bawah rumpun padi tempat ulat grayak berlindung.
- Apabila terjadi serangan hama putih palsu dengan intensitas ≥ 45% pada
daun bendera, dilakukan aplikasi insektisida efektif.
- Apabila timbul gejala beluk, dilakukan pencabutan beluk segar dan
dimusnahkan.

11.
5. FASE PEMATANGAN BULIR (pengisian bulir – panen)
5.1. Karakteristik ekosistem.
-

-

-

Pertanaman telah mengalami pengisian bulir, sehingga ketersediaan
makanan bagi hama-hama penghisap bulir sangat melimpah. Populasi hama
tersebut mempunyai kesempatan meningkat dengan cepat.
Hama yang sudah berkembang disini sejak awal fase tumbuh tanaman,
misalnya wereng coklat, penggerek batang dan tikus. Walangsangit mulai
berpindah ke tempat pertanaman.
Pada saat ulat grayak pemotong malai secara bergerombil mulai
menginfestasi pertanaman.
Pada saat ini air sangat berpengaruh terhadap pengisian bulir. Apabila air
berlebihan, proses pemasakan bulir terhambat, sebaliknya proses pengisian
bulir terhambat.

5.2. Budidaya dan pengelolaan ekosistem.
-

Tetap menjaga upaya-upaya pelestarian musuh alami dengan menghindari
penggunaan pestisida yang tidak diperlukan.
Tetap menjaga kebersihan lingkungan, terutama pada tempat-tempat yang
diduga persembunyian tikus.
Mengatur air sawah sehingga pertanaman tetap tumbuh sehat, proses
pengisian bulir berlangsung dengan cepat.
Di daerah kronis serangan PBPP (Penggerek Batang Padi Putih), pemotongan
jerami pada saat panen setinggi maksimal 5 cm.

5.3. Pengamatan, analisis ekosistem dan pengambilan keputusan.
a) Pengamatan
- Diamati populasi hama-hama maupun penyakit yang merusak bulir dan malai
seperti walangsangit, kepik hijau, ulat grayak pemotong malai, dan
pengamatan terhadap musuh alami serta penyakit blas.
b). Analisis ekosistem dan pengambilan keputusan.
-

-

Apabila populasi Walangsangit atau hama penghisap bulir lainnya ≥ 10 ekor/
m2, pada saat bulir belum keras, dilakukan aplikasi insektisida efektif.
Tindakan korektif dapat pula dilakukan dengan pemasangan perangkap
bangkai kepiting atau tulang-tulang di persawahan untuk menangkap
walangsangit dan kemudian dimatikan.
Apabila serangan tikus masih terus berlanjut, dilakukan dengan
pengemposan asap belerang .
Apabila timbul gejala beluk, dilakukan pencabutan beluk segar dan
dimusnahkan.

12.
B. PADI GOGO
1. PRATANAM
1.1. Karakteristik ekosistem
-

Padi gogo merupakan budidaya padi yang diusahakan pada lahan
tegalan/kering secara menetap
- Iklim yang dibutuhkan untuk padi gogo yaitu curah hujan 600-1200 ml
selama pertumbuhannya, ketinggian tanah sampai dengan 1300 mt diatas
permukaan laut (dpl), dan suhu untuk pertumbuhan 15 - 30°C.
- Syarat tanah yang dibutuhkan adalah gembur dan cukup subur. Drainase
baik. Macam tanah yang baik adalah tanah merah (Latosol), rancah minyak
(Grumusol) dan tanah endapan (Aluvial).
- Jenis-jenis OPT yang sering menimbulkan kerugian pada padi gogo adalah
lalat bibit, anjing tanah, penggerek batang, walangsangit, lundi/uret, tikus,
babi hutan, penyakit blas, bercak coklat dan gulma.
I.2.
Budidaya dan pengelolaan ekosistem
- Pengolahan tanah dilakukan pada musim kering sebelum hujan turun, atau
segera setelah tanaman yang mendahuluinya dipanen.
- Tanah dibajak atau dicangkul 2 x atau lebih, hingga menjadi gembur dan
bersih dari gulma.
- Pemupukan awal dilakukan dengan pupuk kompos/organik sebanyak 15 – 20
ton/ha, pada saat mencangkul yang kedua.
- Pemupukan menggunakan pupuk hijau (Crotalaria yuncea) dilakukan dengan
menanamnya 4-6 bulan sebelum menanam padi. Jarak tanam 90 x 120 cm
dan ditumpangsari dengan palawija. Pupuk hijau ditebang dan dibenamkan
kedalam tanah saat pengolahan tanah untuk padi gogo.
- Setelah dibajak, tanah dihaluskan dengan menggunakan garpu atau cangkul
sebanyak 2 x hingga menjadi halus.
- Dibuat saluran-saluran atau petakan-petakan yang sempit, sehingga mampu
mencegah terjadinya genangan apabila hujan
- Di daerah kronis serangan uret Exopholis sp., dapat ditanam Theprosia
sebagai tanaman penolak. Selain itu dilakukan pengumpulan larva pada saat
pengolahan tanah.
- Di raerah kronis serangan babi hutan, dilakukan pemagaran ladang,
- Di daerah kronis serangan tikus, dilakukan pemagaran plastik yang
dikombinasikan dengan bubu perangkap tikus.
- Dilakukan upaya-upaya pelestarian musuh alami.

I.3.
Pengamatan, analisis ekosistem, dan pengambilan keputusan
- OPT yang perlu mendapat perhatian adalah jenis OPT yang biasa timbul dan
menyebabkan kerusakan di daerah tersebut. Jenis OPT saat fase ini antara
lain kumbang atau uret, tikus.
- Apabila ditemukan banyak kumbanang atau uret, dilakukan pengumpulan
kumbang dan uret kemudian dimatikan.
- Apabila ditemukan tanda-tanda keberadaan tikus, dilakukan pengendalian
korektif dengan geropyokan dan atau pengumpanan beracun.
13.
2. FASE TANAM DAN TANAMAN MUDA (sejak tanam – anakam maksimum)
2.1. Karakteristik ekosistem
-

Padi gogo ditanam dengan cara ditugal atau disebar langsung dalam
keadaan tanah yang kering, tanpa melalui persemaian. Dengan kondisi
seperti ini maka OPT yang sering menyerang adalah lalat bibit, anjing tanah,
burung dan tikus serta gulma yang tumbuh pesat pada saat awal
pertumbuhan padi.

2.2. Budidaya dan pengelolaan ekosistem
-

-

-

-

Benih dipilih yang sehat dan bermutu baik. Benih yang terapung sewaktu
direndam dengan larutan garam atau abu dapur, sebaiknya tidak ditanam
Di daerah kronis serangan blas, ditanam varietas yang lebih terbukti tahan
terhadap blas.
Waktu tanam sebaiknya dilakukan serentak setelah 2-3 kali turun hujan.
Sebaiknya tidak ditanam pada saat turun hujan terus-menerus .
Penanaman dapat dilakukan dengan menabur benih kedalam alur-alur tanah
sedalam ± 3cm dengan jarak alur ± 60 cm, kemudian alur-alur tersebut
ditutup tanah.
Cara tanam yang lain adalah dengan tugal sedalam 3-5 cm, jarak tanam 20
cm x 20 cm, tiap lubang diisi 5-7 butir gabah. Lubang ditutup dengan tanah
halus atau campuran pupuk organik dan pupuk P, K.
Tumpangsari dengan jagung dapat dilakukan dengan jarak tanam jagung 150
cm x 60 cm.
Di daerah kronis serangan lalat bibit, tanam pada saat banyak hujan akan
mengakibatkan serangan tinggi. Apabila memungkinkan tanam dilakukan
sebelum musim hujan.
Pemupukan pupuk organik dan penyiangan gulma sesuai dengan anjuran
teknologi setempat.
Hindari penggunaan pestisida yang tidak diperlukan, untuk memberi
kesempatan hidup dan berkembang biak musuh alami yang ada di ladang.
Pelestarian musuh alami dengan cara-cara lain terus dilakukan.

2.3. Pengamatan, analisis ekosistem dan pengambilan keputusan.

-

-

-

Di daerah kronis serangan lalat bibit, dilakukan aplikai insektisida efektif
yang diizinkan. Aplikasi dilakukan pada saat tanaman berumur ± 7 hari
setelah pertumbuhan.
Apabila ditemukan serangan tikus dengan intensitas serangan sebesar ±
15% dilakukan pengumpanan beracun. Pengemposan asap beracun.
Apabila ditemukan serangan uret, dilakukan penggalian disekitar tanaman
yang sakit untuk mengumpulkan uret dan mematikannya.
Apabila ditemukan serangan sudep ≥ 15%, tergantung varietasnya,
dilakukan aplikasi insektisida efektif. Pada varietas genjah ≥ 10% dan
varietas dalam ≥ 15%.
Di daerah kronis serangan ulat grayak ditaruh pelepah pisang atau dedaunan
lebar di lahan sebagai tempat berlindung ulat grayak, sehingga mudah
dikumpulkan dan dimatikan. Penggunaan insektisida efektif dilakukan bila
intensitas serangan ≥ 25%.
14.

3, FASE TANAMAN TUA (saat primordia – berbunga)
3.1. Karakteristik ekosistem
-

Pada fase ini serangan blas yang timbul dapat menyebabkan busuk leher dan
menimbulkan kerugian hasil yang besar.
Serangan penggerek batang yang timbul menyebabkan beluk dan tidak
dapat disembuhkan lagi.
Serangan tikus semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kandungan
karbohidrat tanaman, dan tikus memulai memasuki fase berkembang biak.
Kerusakan tanaman pada fase ini akan menimbulkan kehilangan hasil yang
nyata, karena tanaman sudah tidak dapat mengkonpensasi kerusakan.

3.2. Budidaya dan pengelolaan ekosistem.
-

Hindari penggunaan pestisida yang tidak diperlukan, untuk memberikan
kesempatan hidup dan berkembang biak musuh alami yang ada di ladang.

3.3. Pengamatan, analisis ekosistem dan pengambilan keputusan.
-

-

Apabila ditemukan serangan tikus, dilakukan pemagaran plastik yang
dikombinasikan dengan bubu perangkap tikus. Tindakan koretif dilakukan
dengan pengemposan asap beracun.
Apabila ditemukan gejala awal serangan blas dan banyak embun di daerah
serangan blas, dilakukan aplikasi fungisida yang diizinkan.
Di daerah kronis serangan ulat grayak, penggunaan insektisida efektif yang
diizinkan, apabila serangan sudah ≥ 25%.

4, FASE PEMATANGAN BULIR (pengisian bulir – panen)

4.1.
Karakteristik ekosistem
Pada fase ini OPT yang sering menimbulkan kerugian adalah penggerek
batang, walangsangit, ulat grayak, dll.
4.2.
Budidaya dan pengelolaan ekosistem
- Hindari penggunaan pestisida yang tidak diperlukan.
- Di daerah kronis serangan ulat grayak, penggunaan insektisida efektif yang
diizinkan apabila intensitas serangan ≥ 25%.
- Di daerah kronis serangan walangsangit, dipasang bangkai kepiting dan atau
tulang-tulang
sebagai
perangkap
walangsangit,
sehingga
mudah
dikumpulkan dan dimatikan.
4.3.
Pengamatan, analisis ekosistem, dan pengambilan keputusan.
- Apabila populasi walangsangit ≥ 10 ekor/m2 pada saat bulir padi masih lunak
dilakukan aplikasi insektisida efektif
- Apabila ditemukan gejala awal serangan blas dan cuaca banyak embun,
dilakukan aplikasi fungisida efektif yang diizinkan
15.
III.

K E D E L E (Glycine Soya Max)

1. PRATANAM
1.1.
Karakteristik ekosistem
- Pada lahan bekas padi relatif bersih dari gulma
- Pada hamparan yang masih belum ada pertanaman kedele populasi hama
sangat langka
- Pada lahan bekas kedele atau kacang-kacangan, kerapkali masih terdapat
sumber inokulum penyakit (Sclerotium rolfsii dan Rhizoktonia solani).
- Inokulum cendawan R. solani penyebab busuk pelepah pada sisa tanaman
padi yang terserang masih bertahan dan aktip pada lahan yang becek atau
lembab.
1.2.
Perencanaan, budidaya dan pengelolaan ekosistem.
Pratanam merupakan tahap perencanaan oleh organisasi di tingkat kelompok
tani. Pada perode ini dilakukan persiapan untuk menentukan pola tanam yaitu
menentukan varietas, pergiliran tanaman, waktu tanam dan tanam serempak.
Kegiatan perencanaan
pratanam meliputi :

maupun

pelaksanaan

selama

periode

a. Perencanaan tanam serempak
- Tanam serempak harus diprogramkan secara matang, jauh sebelum musim
tanam tiba.
- Tanam kedele secara serentak dengan selisih waktu antara tanam pertama
dan tanam akhir tidak lebih dari 10 hari dilakukan pada areal yang luas.
- Tanam serentak tersebut, termasuk tanam kacang-kacangan lain karena
beberapa jenis hama dan penyakitnya sama

-

Dianjurkan terdapat masa bera selama 14 hari antara dua masa tanam
Untuk menghindari serangan virus bilur kacang (PstV) tanah, sebaiknya tidak
menanam kedele berdampingan dengan kacang tanah.
b. Perencanaan Pergiliran Tanaman
- Bertanam kedele setelah padi akan mengurangi serangan hama dan
penyakit, karena hama dan penyakit padi tidak menyerang kedele dan
sebaliknya, kecuali oleh R. solani dan kepik hijau (Nezara viridula).
- Pergiliran tanaman disesuaikan dengan jenis lahan dan tipe pengairannya
atau lamanya bulan basah.
- Kedele bisa ditanam secara monokultur atau tumpangsari.
c. Pemilihan varietas dan persiapan benih
- Gunakan varietas unggul bila memungkinkan varietas yang tahan/agak
tahan/toleran terhadap hama dan penyakit, serta sesuai dengan musim, jenis
lahan dan kemasaman tanah.
- Gunakan benih berlabel, yaitu benih murni, tidak tercampur dengan varietas
lain sberdaya kecambah minimal 80%, mulus tidak keriput dan sehat.
- Kebutuhan benih kedele yang ukuran bijinya sedang misalnya varietas Wilis
diperlukan sekitar 40-45 kg/ha.
16.
d. Pengolahan tanah
- Untuk mengurangi serangan pathogen tular tanah Rhizoctonia spp.
(penyebab penyakit busuk pangkal batag), Sclerotium spp. dan Fusarium spp.
(penyebab penyakit layu), tambahkan kompos matang sesuai rekomendasi
setempat.
- Lahan bekas sawah tidak perlu melakukan pengolahan tanah, bila masih
basah atau segera dibuat parit-parit atau saluran drainase.
- Apabila gulma menjadi masalah, maka untuk menghilangkan gulma
dilakukan pengolahan tanah secara dangkal.
- Di daerah endemis cendawan tanah (R. solani), air sawah segera dikeluarkan
melalui saluran drainase dan perlu dilakukan pembalikan tanah.
- Pada lahan tegalan dengan kemiringan > 3% lakukan pengolahan tanah
secara dangkal (minimum tillage) yang diikuti pembuatan sengkedan
(terassering).
- Pada lahan datar, pengolahan tanah dilakukan hingga gembur dan bersih
dari gulma.
- Lahan yang endemis cendawan tanah (S. rolfsii) perlu diolah lebih dalam
untuk mematikan cendawan tersebut.
e. Saluran drainase
- Keluarkan air dari lahan sawah pada waktu 10-15 hari sebelum panen padi
untuk menghindari pathogen tular tanah Fusarium oxysporum dan bakteri
Pseudomonas solanacearum.

-

Padi saat panen, hendaknya pemotongan jerami dilakukan serendah
mungkin, 3-5 cm diatas permukaan tanah.
- Pada lahan tegalan juga dibuat saluran drainase, namun jarak saluran
membujur berjarak 2-3 meter, dan melintang dengan jarak sesuai dengan
keadaan air lahan, jenis tanah, dan topograf.
f. Sanitasi selektif dan pengendalian gulma
- Pada lahan bekas kedele atau kacang-kacangan lainnya yang terinfeksi
R.solani dan S.rolfsii, sisa – sisa tunggulnya harus dicabut dan dibakar serta
diikuti dengan perlakuan tanah baik dengan pemberian kompos matang.
- Gulma yang mengganggu perlu disanitasi dan dibakar karena dapat menjadi
sumber virus kerdil kedele (SSV), virus mosaic kedele (SMV), virus mosaic
kuning kedele (SYMV).
- Tumbuhan liar yang menjadi inang hama utama kedele, misalnya orok-orok
(Crotalaria spp.), perlu disanitasi.
g. Penanaman tanaman perangkap.
- Di daerah endemis ulat grayak, ulat buah, penghisap polong, dan penggerek
polong dapat dilakukan pengelolaan hama tsb. dengan menggunakan
tanaman perangkap.
Perangkap Ulat grayak
- Ulat grayak Spodoptera litura lebih tertarik meletakan telur pada daun kedele
varietas tertentu, seperti Diaeng, Wilis. Oleh karena itu tanamlah ketiga
varietas tersebut sebagai perangkap di sekitar kedele yang ditanam variets
lain agar serangan ulat grayak dapat ditekan.
Perangkap ulat buah
- Pengisap polong kepik hijau (Helicopera armigera dan Heliothis spp.) lebih
menyukai rambut jagung sebagai tempat peletakan telurnya dari pada
tanaman kedele.
17.
-

-

-

Di daerah endemis ulat buah, perlu dilakukan penanaman jagung, kedele
varietas Malabar, Dieng sebagai perangkap telur ulat buah tersebut.
Jagung ditanam disekeliling unit hamparan kedele, dan di lereng pematang
membujur atau melintang dengan arah timur barat (berjarak antar barisan
sekitar 25 m dan dalam barisan 25 cm).
Tiap varietas ditanam berselang seling dan tiap lubang tugal diisi 3 biji.
Perangkap penghisap polong
Penghisap polong kepik hijau (N. Viridulla), dan kepik hijau pucat (Piezodorus
hybneri), diketahui lebih menyukai tanaman kacang hijau varietas Merak dari
pada kedele,
Penanaman kacang hijau varietas Merak ialah sebagai berikut:
 Ditanam bersamaan dengan tanaman kedele
 Ditanam dibagian pinggir hamparan kedele, terutama pada lahan yang
berbatasan dengan lokasi sumber infestasi hama

 Di daerah endemis kepik coklat kedele, luas tanam kacang hijau sekitar
10-12% dari luas hamparan.
 Jarak tanam 40 cm x 20 cm, dengan 2-3 biji per lubang.
Perangkap penggerek polong
-

Ngengat penggerek polong (Etiella spp), lebih menyukai varietas kedele
tertentu yaitu varietas Dieng, Malabar, untuk meletakan telurnya
Di daerah endemis Etiella spp, perlu dilakukan penanaman tanaman
perangkap tersebut 14 hari sebelum tanam kedele. Luas tanaman perangkap
sekitar 12% dari luas hamparan.

h. Perbaikan lahan masam.
Pada tanah masam (pH 5,5), bila tidak tersdia tanaman yang toleran
terhadap tanah masam, lakukan penambahan kompos matang, atau
pengapuran. Dosis kapur 1-2 ton per ha atau sesuai dengan rekomendasi
setempat, ditaburkan merata pada permukaan tanah, yang dilaksanakan
penaburannya 3-6 bulan sebelum tanam. Cara lain yang dapat dilakukan
untuk mengurangi kemasaman lahan ialah dengan membuat saluran keliling
yang dalam, kemudian airnya dibuang dan diganti dengan air sungai (air
hujan).
2. T A N A M
2.1.
KARAKTERISTIK EKOSISTEM.
- Rhizoctonia Solani, pada lahan endemis yang basah atau becek akan tetap
aktif apabila tersedia inangnya atau sisa-sisa tanaman.
- Waktu penanaman pada suatu hamparan dianjurkan hanya berlangsung
selama 10 hari.
- Lalat kacang (Ophyomyia phaseoli), akan meletakan telur segera setelah
kedele tumbuh.

18.
2.2.
Budidaya dan pegelolaan ekosistem.
a. Inokulasi Rhizobium
- Pada lahan yang sering ditanami kedele tidak memerlukan inokulasi
Rhizobium’.
- Pada lahan yang belum pernah ditanami kedele, dan pada lahan yang sudah
lama tidak ditanami kedele perlu pemberian Rhizobium.
- Cara inokulasi Rhizobium sebagai berikut; biji dibasahi, biakan rhizobium
dicampur merata dengan biji, kemudian dikering anginkan ditempat yang
teduh (tidak boleh terkena sinar matahari langsung), dan segera ditanam.

b.
-

-

c.
-

d.

e.

f.

Penundaan penanaman jangan lebih dari 6 jam. Selain itu dapat digunakan
bekas tanaman kedele sebanyak 1-2 kg/10 kg benih.
Waktu tanam
Waktu tanam disesuaikan dengan pola tanam pada jenis lahan tertentu dan
musim setempat, yang bertujuan untuk mencapai produktivitas lahan
musiman, dengan produksi optimal.
Waktu tanam yang baik pada umumnya di banyak daerah yaitu sebagai
berikut :
 Lahan sawah MK I
: Maret/April
 Lahan sawah MK II
: Juli
 Lahan tegalan MH I
: Oktober/Nopember
 Lahan tegalan MH II : Pebruari
 Lahan tegalan MK I
: Mei
Jarak tanam
Jarak tanam kedele monokultur ditentukan berdasarkan jenis varietas,
kesuburan tanah, dan musim hujan.
Kedele yang ditanam setelah padi dapat mengikuti jarak tanam padi, atau
mengikuti pedoman jarak tanam jarak tanam seperti berikut :
 Tanaman yang kurang bercabang
: 20 cm x 20 cm
(Wilis, Lokon, Guntur)
: 20 cm x 25 cm
: 25 cm x 25 cm
 Tanaman yang banyak bercabang
: 40 cm x 10 cm
(Orba, Dapros dll)
: 40 cm x 15 cm
Cara tanam
Pada lahan sawah maupun tegalan penanaman kedele dilakukan dengan
cara tugal. Tiap lubang diisi 2-3 biji kedele kemudian ditutup dengan tanah
berpasir tipis-tipis, atau mulsa jerami.
Pemilihan/Perlakuan benih
Untuk menghindari serangan lalat kacang atau penyakit Antraknosa, maka
benih yang diguakan harus sehat/bermutu, dan apabila diperlukan dapat
dilakukan perlakuan seed treatment dengan menggunakan pestisida yang
efektif.
Penanaman tanaman perangkap.
Untuk menghindari serangan lalat kacang Ophyomyia phaseoli, dapat
digunakan tanaman perangkap kcang hijau varietas Merak di sekitar
pertanaman kedele.

19.
g. Mulsa jerami
Pada daerah endemis serangan lalat kacang, sedangkan gulma dan pathogen
cendawan (R.Solani) tidak menjadi masalah, gunakan mulsa jerami yang

h.










cukup rapat. Tetapi di daerah endemis lalat kacang, sesudah kedele pertama
dan tidak tersedia mulsa perlu pemantauan lalat kacang sejak dini.
Pemupukan dan perlakuan tanah.
Efsiensi pemupukan N, P dan K dapat ditingkatkan dengan inokulasi
Rhizobium dan penambahan bahan organik berupa kompos matang yaitu
pupuk kandanga atau pupuk hijau.
Pupuk N (Urea) diberikan dua kali, yaitu pada saat tanam dan pada
penyiangan kedua masing- masing ½ dosis anjuran.
Pupuk P (TSP) dan K (KCL), diberikan satu kali bersamaan saat tanam. Pupuk
urea ditempatkan pada lubang tugal yang terpisah dengan TSP+KCL masingmasing dikiri dan kanan lubang tanam, dengan jarak 7-10 cm dari lubang
tanam dan ditutup tanah.
Di lahan sawah jenis Regosol dan Aluvial yang padinya telah dipupuk N, P
dan K , maka kedele setelah padi tersebut tidak perlu dipupuk P dan K kecuali
N.
Dosis pupuk yang digunakan di beberapa daerah, jenis tanah dan msim
tanam sesuai dengan rekomendasi setempat.
Di daerah endemis serangan penyakit busuk pangkal batang, hawar batang,
damping of, atau penyakit layu lainnya, lahan dapat ditambahkan
kompos/pupuk kandang yang sudah matang.

3. FASE TANAMAN MUDA ( kurang dari 11 hst.)
3.1.
Karakteristik ekosistem.
 Pada fase ini tanaman mempunyai keping biji (kotiledon) yang telah
membuka satu hari setelah tanaman muncul, dan sepasang daun tunggal
(daun pertama).
 Hama utama yang mungkin dijumpai adalah lalat kacang, kumbang daun
kedele (Phaedonia inclusa), dan vector virus yaitu kutu hijau daun kedel
(Aphis glycines) dan kutu kebul (Bemisia tabaci).
 Serangga hama lainnya yang mungkin dijumpai ialah penggerek batang
(Melenagromyza
sojae),
kumbang
tanah
kuning
(Longitarsus
suturellinus), dan ulat tanah (Agrotis sp).
 Keping biji dan daun tunggal sangat disukai lalat kacang untuk meletakan
telurnya.
 Serangan larva yang berasal dari telur yang diletakan lalat kacang sejak
tanaman berumur 4-10 hst, akan dapat menyebabkan kematian tanaman.
 Serangan kumbang daun kedele juga dapat mematikan tanaman karena
imago makan batang dari pucuk dan larvanya makan daun tempat telur
diletakan.
3.2.
Budidaya dan pengelolaan ekosistem.
 Penyulaman.
Pada umur 5 hst dilakukan pemantauan, apabila diketahui tanaman yang
muncul < 90% perlu dilakukan penyulaman dengan biji.

20.
 Pengelolaan air
- Perhatikan keadaan kelembaban tanah, apakah terjadi kelainan fsiologis
larena kelebihan atau kekurangan air.
- Pada awal pertumbuhan vegetatif, kebutuhan air harus dipenuhi dengan
baik.
- Lahan kedele tidak boleh terlalu basah atau kekeringan,
- Pada lahan beririgasi, tanaman perlu diairi sesuai kebutuhan.
- Apabila terjadi hujan lebat dan lahan tergenang, air segera dikeluarkan dari
petakan. Apabila air tidak dikeluarkan (terendam lebih dari 4 jam) daun-daun
dapat menjadi kuning.
3.3.
Pengamatan, analisis ekosistem, dan pengambilan keputusan.
a. Pengamatan
Pengamatan dimulai pada umur 6 hst atau tergantung keperluan. Jenis
hama, penyakit, musuh alami yang mungkin dijumpai pada tanaman muda
dan metode pengamatan serta ambang pengendaliannya tercantum pada
lampiran.
Hama
- Pada fase ini, hama penting yang perlu diamati ialah lalat kacang,
kumbang daun kedele, kutu kebul dan kutu daun kedele.
- Pegamatan dilakukan terhadap imago lalat kacang yang hinggap pada keping
biji dan daun, pada umur 6 hst, dilakukan sekitar pukul 07.00 pagi.
- Pertanaman yang menggunakan mulsa jerami, pemantauan dilakukan
terhadap tanaman terserang pada umur 8 hst, berdasarkan pada tanda
tusukan dan gerekan pada daun pertama.
Penyakit
- Amati tanaman layu karena S. rolfsii yaitu apabila pada pangkal batang
terdapat benang-benang miselium berwarna putih atau butiran berwarna
coklat.
- Amati bercak cekung hitam (antraknosa) pada kotiledon dan bercak coklat
( R. solani).
- Amati serangga A. glycines pada umur 6, 7 atau 8 hst.
Musuh Alami
- Jenis-jenis musuh alami yang ada fase ini dapat dilihat pada lampiran. Di
beberapa lokasi kerap kali musuh alami berperan baik.
- Pada fase ini biasanya terdapat laba-laba predator, parasitoid yang
menyerang larva dan pupa Agromyzidae dan cendawan pathogen
(Materrhizium).
b. Analisis ekosistem dan pengambilan keputusan.

-

-

-

Apabila hasil pengamatan ditemukan 2 ekor lalat dewasa/30 rumpun atau
serangan mencapai ≥2,50%, maka pengendalian dapat dilakukan dengan
menggunakan insektisida yang efektif.
Apabila hasil pengamatan ditemukan populasi kumbang kedele Phaedonia
inclusa dilakukan pengumpulan individu hama dan apabila populasi
mencapai 1 ekor imago/10 rumpun, maka perlu dilakukan pengendalian
insektisida efektif.
Apabila lebih dari satu hama mencapai ambang, maka gunakan insektisida
efektif.
Apabila serangan lalat kacang < 2,5% maka pengendaliannya dilakukan
dengan mencabut tanaman yang terserang, dikumpulkan dan kemudian
dibakar di luar lahan pertanian.
21.

-

-

Tanaman sakit karena terserang kutu kebul dan kutu daun kedele segera
dicabut.
Apabila hasil pengematan menunjukan serangan rebah kecambah (damping
off), busuk pangkal, penyakit layu bakteri dan layu fusarium atau Sclerotium
rolfsiidiusahakan tidak ada genangan air, lakukan eradikasi tanaman
terserang diikuti dengan perlakuan tanah apabila serangan ≥20%, dapat
dilakukan pemberian kompos/pupuk kandang.
Kotiledon yang terkena penyakit antraknosa dikumpulkan dan dibuang diluar
lahan pertanian.

4. FASE VEGETATIF ( 11 – 30 HST )
4.1.
Karakteristik
- Awal fase ini daun tripolat (daun majemuk) pertama telah membuka penuh,
tanaman tumbuh dan berkembang hingga menjelang berbunga pada umur
30 hst.
- Hama utama yang mungkin dijumpai dipertanaman ialah ulat grayak
(Spodoptera litura), ulat jengkal (Crysodeikis chalcites), kumbang daun
kedele dan ulat buah.
- Serangan hama lainnya yang mungkin dijumpai ialah penggerek pucuk
(Agromyza dolichostigma). Pelipat daun (Biloba), penggulung daun
(Lamprosema indicata), kumbang tanah kuning dan tungau merah.
- Imago ulat buah datang pada sekitar umur 25 hst, dan pada umur tersebut
tanaman sangat di sukai untuk meletakan telurnya, termasuk ulat grayak dan
ulat jengkal.
- Kerusakan daun pada fase ini masih dapat dikonpensasi dengan
pembentukan daun baru. Kehilangan daun sampai dengan 50% pada fase ini
hanya menurunkan produksi sekitar 3% tetapi keberadaan hama daun perlu
diwaspadai agar dapat dikendalikan sebelum instar 4.

-

Pertanaman kedele MK I setelah padi biasanya relatif bebas dari penyakit
karat.
Serangan penyakit karat biasanya terjadi pada tanaman kacang-kacangan
kedua terutama apabila terjadi keterlambatan tanam.

4.2.
Budidaya dan pengelolaan ekosistem.
a. Penyiangan pertama dan kedua.
- Jika gulma tidak dikendalikan, hasil kedele turun 10-60%.
- Sebaiknya gulma mulai dikendalikan secara mekanis pada saat tanaman
masih muda. Penyiangan pertama pada umur 14 hst, dan penyiangan kedua
pada umur 28 hst.
- Untuk lahan tegalan, bersamaan dengan penyiangan kedua dilakukan
pembumbunan dengan membuat guludan.
b. Pengairan
- Pada lahan beririgasi teknis, tanaman perlu diairi setiap 1-2 minggu sekali
sesuai kebutuhan.
- Apabila lahan tergenang, air segera dikeluarkan dari petakan untuk
mencegah serangan penyakit layu bakteri dan layu fusarium.
c. Pemupukan susulan.
Pemupukan N susulan dilakukan pada umur 28 hst atau pada saat
penyiangan kedua. Untuk memperoleh efsiensi yang tinggi, pupuk Urea
harus ditutup dengan tanah.
22.
4.3.
Pengamatan, analisis ekosistem, dan pengambilan keputusan.
a. Pengamatan .
Hama .
Pada fase ini, hama penting yang perlu diperhatikan terutama ialah
hama daun yaitu ulat grayak, ulat buah, ulat jengkal, penggulung daun dan
kumbang daun kedele, sedangkan serangan hama lainnya tidak
menghawatirkan kecuali vector virus.
Penyakit.
-

-

Penyakit virus penting yang perlu diperhatikan pada fase vegetatif ialah
gejala awal SSV, SMV. Keberadaan serangan vector virus tersebut dapat
meningkatkan perkembangan dan penyebaran penyakit, khususnya apabila
masih ada tanaman muda.
Amati karat daun (bercak coklat) pada permukaan bawah daun yang
disebabkan oleh cendawan (Phacopsora pachyrhizi), layu bakteri, layu
fusarium, dan antraknosa yang disebabkan oleh cendawan Coletotricum
dematium sp.
Musuh alami.

-

Pada fase vegetatif (11-30 hst) biasanya telah terdapat berbagai jenis musuh
alami. Predator biasanya lebih dominan dari pada parasitoid.
- Predator yang banyak ditemukan antara lain laba-laba Andralus
Reduvlidae, kumbang Coccinellidae, capung, semut dan belalang
sembah.
- Prasitoid yang banyak dijumpai ialah parasitoid hama Agromyzidae, hama
daun dan vector virus.
- Perhatikan populasi musuh alami yang ada saat pengamatan. Di beberapa
lokasi kerap kali ditemukan musuh alami dalam persentase yang cukup
tinggi.
b. Analisis ekosistem dan pengambilan keputusan.
Kerusakan daun pada fase ini masih dapat dikompensasi dengan
pembentukan daun baru, dan pengaruhnya terhadap produksi kecil.
Berdasarkan hasil pengamatan populasi dan serangan hama daun, piopulasi
vector virus, gejala serangan virus, dan penyakit cendawan serta keberadaan
musuh alami pada umur tanaman 14, 21 dan 28 hst, maka dapat diambil
keputusan sebagai berikut :
 Pada areal yang menggunakan tanaman jagung sebagai perangkap ulat
buah, telur ulat bu