The Diagnosis of Tuberculosis Pleural Effusion on A 8-year-old Boy

  

Penegakkan Diagnosis Efusi Pleura Tuberkulosis pada

Anak Laki-Laki Usia 8 Tahun

  1

  1

  2 Radian Pandhika , Diah Astika Rini

, Eka Cania

  1 Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

  2 Bagian Anak, RSUD Ahmad Yani Metro Provinsi Lampung

Abstrak

  

Efusi pleura tuberkulosis (TB) merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan adanya penimbunan cairan dalam

rongga pleura yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Penegakkan diagnosis efusi pleura TB pada anak

cukup sulit karena Mycobacterium tuberculosis tidak mudah ditemukan pada anak, sehingga sering terjadi kesalahan

diagnosis. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan khusus untuk membantu menegakkan diagnosis dalam upaya

memberikan terapi yang sesuai. Studi ini adalah laporan kasus. Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun datang ke IGD Rumah

Sakit Ahmad Yani Metro dengan keluhan utama sesak napas yang semakin memberat sejak 3 hari. Selain itu, pasien

mengeluhkan batuk sejak 3 minggu lalu disertai adanya nyeri dada kiri terutama saat pasien menarik napas, demam tinggi

pada malam hari disertai keluarnya keringat, berkurangnya nafsu makan, dan penurunan berat badan. Pasien memiliki

riwayat kontak langsung dengan penderita TB dewasa. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sesak dengan

frekuensi napas 32 x/menit, gerak napas menurun pada dinding thorak sinistra, fremitus taktil sinistra melemah, pekak

pada perkusi seluruh interkostalis sinistra, vesikuler melemah disertai ronki pada dinding thorak sinistra saat auskultasi.

Hasil rontgen torax, menggambarkan adanya efusi pleura sinistra masif. Hasil mantoux test negatif. Diagnosis efusi pleura

TB tegak setelah dilakukan pemeriksaan analisis cairan pleura dengan hasil cairan eksudat dan TbAg RD1-RD3 positif. Pasien

mendapat terapi torakosentesis, OAT, dan prednison sesuai dengan diagnosis yang ditegakkan.

  Kata kunci: diagnosis, efusi pleura, tuberkulosis

The Diagnosis of Tuberculosis Pleural Effusion on A 8-year-old Boy

  

Abstract

Tuberculosis (TB) pleural effusion is a term used to describe fluid retention in the pleural cavity caused by Mycobacterium

tuberculosis infection. The diagnosis of TB pleural effusion in children is quite difficult because Mycobacterium tuberculosis is

not easy to be found in children, so there is often misdiagnosis. Therefore, special examinations are needed to help

establishing the diagnosis in order to provide appropriate therapy. This study is a case report. An 8-year-old boy came to

Emergency Department of Ahmad Yani Metro Hospital with a major complaint of shortness of breath that has been getting

heavier since 3 days. In addition, the patient complained of coughing since 3 weeks ago accompanied by left chest pain

especially when the patient breathed, high fever at night with sweating, decreased appetite, and weight loss. The patient

has a history of direct contact with an adult TB patient. Physical examination results breathing frequency of 32 time per

minute, decreased breathing on the left thoracic wall, left tactile fracture weakened, deaf to percussion of the entire left

intercostal, weakened vesicular accompanied by rhonchi on left thoracic wall during auscultation. Thoracic X-ray results in

the presence of a massive left pleural effusion. The result of Mantoux test is negative. Diagnosis of TB pleural effusion is

confirmed after a pleural fluid analysis examination which results in exudative fluid and positive RD1-RD3 TbAg. Patients

received thoracentesis, OAT, and prednisone therapy based on the diagnosis.

  Keywords: diagnosis, pleural effusion, tuberculosis

Korespondensi: Radian Pandhika | Jalan Permata II Blok E1 No. 8 Perumahan Bukit Sukabumi Indah | 081367919014 |

2 Pendahuluan antara 4% di USA sampai 23% di Spanyol. Anak-

  Efusi pleura TB (tuberkulosis) merupakan anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru 3 istilah yang digunakan untuk menyatakan (ekstrapulmonal) dibandingkan TB paru-paru. adanya penimbunan cairan dalam rongga pleura Adanya timbunan cairan mengakibatkan yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium perasaan sakit karena pergesekan. Bila cairan

  

tuberculosis. Efusi pleura sebenarnya dapat banyak, penderita akan sesak napas. Pada anak

  terjadi sebagai proses penyakit primer, jarang masalah pernapasan adalah hal yang paling 1 terjadi sekunder akibat penyakit lain. sering dikeluhkan. Gejala lain yang mengarah ke Efusi pleura TB merupakan TB ekstraparu efusi pleura TB seperti demam subfebril, banyak kedua terbanyak setelah limfadenitis TB. Angka keringat, batuk, deviasi trakea menjauhi tempat kejadian efusi pleura TB dilaporkan bervariasi yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan. 4 Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vokal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu). 5 Pemeriksaan radiologi (rontgen toraks) didapatkan sudut tumpul atau menghilangnya sudut kostofrenikus bila cairan efusi melebihi 300 ml. 4 Selain itu, dapat dilakukan torakosentesis untuk mengetahui penyebab dan jenis dari efusi pleura. 6 Pada orang dewasa, torakosentesis sebaiknya dilakukan pada setiap pasien dengan efusi pleura yang sedang-berat, namun pada anak-anak tidak semuanya memerlukan torakosentesis sebagai prosedur yang sama. Efusi parapneumonik yang dihubungkan dengan sudut kostofrenikus yang tumpul minimal tidak seharusnya mendapat prosedur torakosentesis. 5,6

  Efusi pleura TB pada anak tidak selalu mudah untuk didiagnosis, karena tidak selalu ada gambaran khas seperti adanya eksudat yang kaya limfosit pada cairan efusi, granuloma nekrotik kaseosa pada biopsi pleura, hasil positif dari pewarnaan Ziehl Neelsen atau kultur Lowenstein dari cairan efusi atau jaringan sampel dan sensitivitas kulit terhadap Mantoux

  test. 7 Salah satu kemajuan teknologi dalam

  penegakkan diagnosis efusi pleura TB adalah dengan pemeriksaan TbAg RD1-RD3 pada analisa cairan pleura. TbAgRD1-RD3 adalah tes untuk mendeteksi secreted antigen Mycobacterium tuberculosis yang di kode gen RD-1 (Region of

  Difference1), RD2 dan RD3. Tes ini dapat

  membantu untuk mendiagnosis TB karena memiliki spesifisitas yang tinggi (92,86%). 8 Kultur dan pengecetan sputum masih menjadi gold standard untuk mendiagnosis penyakit infeksi tuberkulosis. Kultur dapat dilakukan dengan menggunakan sampel aspirat lambung ataupun cairan pleura dikarenakan anak-anak yang sulit untuk mengeluarkan dahak.

  Hasil kultur juga dapat disertai dengan pemeriksaan tes resistensi obat. 9 Kasus Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Ahamad Yani Metro atas rujukan Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Metro dengan keluhan utama sesak napas. Sesak napas dirasakan semakin memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas dirasakan pasien dalam kondisi berbaring maupun saat berdiri atau duduk. Sesak napas dirasakan sepanjang hari, tanpa adanya mengi. Akibat sesak napas ini, pasien lebih banyak beristirahat dan mengurangi aktivitas.

  Selain itu, pasien mengeluhkan batuk yang sudah dirasakan sejak 3 minggu yang lalu. Batuk awalnya tidak berdahak, tetapi sejak satu minggu ini batuk terasa sedikit berdahak, tetapi dahak sulit untuk dikeluarkan. Riwayat batuk berdarah disangkal oleh ibu pasien. Ibu pasien sudah mencoba mengobati pasien dengan obat batuk dari warung, tetapi tidak kunjung membaik.

  Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri dada terutama di bagian dada kiri yang sudah dirasakan sejak beberapa minggu ini. Nyeri dada dirasakan sepanjang hari terutama saat pasien menarik napas. Nyeri dada terasa seperti tertusuk-tusuk. Nyeri dada bertambah di saat pasien batuk-batuk dan berkurang saat dalam kondisi istirahat.

  Ibu pasien mengatakan bahwa pasien demam yang dirasakan sejak beberapa minggu yang lalu. Demam biasanya tidak terlalu tinggi hanya terasa hangat. Demam dirasakan hampir setiap hari dan biasanya terasa lebih panas pada malam hari disertai keluarnya keringat. Keluhan menggigil saat demam disangkal oleh pasien. Ibu pasien sudah mencoba memberikan obat parasetamol tablet tetapi hanya menurunkan demam sementara waktu dan kembali demam beberapa saat kemudian.

  Semenjak muncul keluhan-keluhan tersebut pasien menjadi berkurangnya nafsu makan dan ibu pasien merasa bahwa anaknya mengalami penurunan berat badan. Tidak ada keluhan untuk buang air besar dan buang air kecil.

  Pasien tidak pernah mengalami keluhan- keluhan seperti ini sebelumnya. Tidak ada riwayat asma maupun alergi makanan atau obat- obatan. Tidak ada di anggota keluarga yang mengalami keluhan-keluhan yang sama dengan pasien. Ibu pasien mengatakan ada seorang penderita TB dewasa di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka dan terkadang pasien bermain di sekitar lingkungan tersebut. berdasarkan riwayat kehamilan, ibu pasien kontrol kehamilan secara teratur dan tidak terdapat masalah selama kehamilan serta riwayat persalinan baik. Orang tua pasien mengatakan bahwa anaknya sudah mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap dan mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan dengan makanan pendamping ASI sealam 2 tahun.

  Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, berat badan 25 kg dan tinggi badan 125 cm dengan kesan status gizi baik menurut kurva CDC (Center for Disease

  Control). Pasien tampak sesak dengan frekuensi

  napas 32 x/menit, gerak napas menurun pada dinding torak sinistra, fremitus taktil sinistra melemah, pekak pada perkusi seluruh interkostalis sinistra, vesikuler melemah disertai ronki pada dinding thorak sinistra saat auskultasi. Hasil rontgen torax mengambarkan adanya kesan efusi pleura sinistra masif.

  Gambar 1. Hasil rontgen torax pasien (AP dan Lateral )

  Selama menunggu hasil pemeriksaan penunjang lainnya, pasien mendapatkan terapi cairan D5 ½ NS 1600 ml/24 jam, injeksi Ceftriaxon 1 gram/12 jam, dan infus paracetamol 300 mg/8 jam bila suhu mencapai > 38 o

  C. Pada hari ke-4 perawatan, pasien menjalani Mantoux

  test dengan hasilnya negatif. Hasil skoring TB

  menurut IDAI pada pasien adalah sebagai berikut: kontak TB dengan pasien hasil BTA yang belum diketahui (2), uji tuberkulin negatif (0), keadaan gizi baik (0), demam yang tidak diketa hui penyebabnya ≥ 2 minggu (1), batu kornik ≥ 3 minggu (1), pembesaran kelenjar limfe negatif (0), pembengkakan tulang neagtif (0), dan Ro torax sugestif TB (), sehingga total skor adalah 5.

  Diagnosis efusi pleura TB ditegakkan setelah dilakukan pemeriksaan analisis cairan pleura dengan hasil cairan eksudat dan TbAg RD1-RD3 positif. Setelah kondisi klinis pasien membaik, pasien boleh dipulangkan dengan mendapatkan terapi TB berupa 4 OAT (obat anti tuberkulosis) yaitu Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol selama 2 bulan fase intensif dan 2 OAT yaitu Isoniazid dan Rifampisin selama 9-12 bulan fase lanjutan. Selain itu, pasien mendapatkan prednison tabet 25 mg/24 jam selama 2 minggu lalu 2 minggu kemudian di- tappering off.

  Pembahasan

  Pasien didiagnosis dengan efusi pleura TB. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Untuk menegakkan diagnosis adanya efusi pleura, dalam anamnesis diperlukan untuk memastikan gejala yang dirasakan oleh pasien.

  Gejala efusi pleura tidak khas karena tergantung dari penyakit yang mendasari dan besarnya efusi. Efusi pleura yang disebabkan oleh adanya infeksi biasanya memiliki gejala sebagai berikut: demam persisten, batuk, dispnea, sputum produktif, dan nyeri dada. Pada efusi pleura yang disebabkan oleh adanya keganasan memiliki gejala yang tidak khas yaitu batuk, demam suhu rendah, dan apabila berada di stadium berat dapat terjadi distres pernapasan. 7 Pada efusi pleura yang disebabkan karena gagal jantung atau sindrom nefrotik biasanya memilki gejala dispnea, tanpa demam, dan disertai edema pada ekstremitas. 10 Secara epidemiologi, efusi pleura pada anak kebanyakan disebabkan oleh infeksi sekunder, sedangkan pada dewasa disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan malignansi. 11 Pada pasien, terdapat gejala-gejala yang sesuai dengan gejala pada efusi pleura yang disebabkan oleh adanya infeksi yaitu adanya sesak napas yang memberat sejak 3 hari yang lalu, batuk, nyeri dada, dan demam peristen. Pasien juga tidak memiliki riwayat penyakit jantung, ginjal, hepar, maupun trauma pada torak sehingga diagnosis banding efusi pleura oleh penyebab lainnya dapat disingkirkan.

  Efusi pleura yang terjadi karena adanya infeksi dapat disebabkan oleh beberapa penyakit seperti pneumonia, tuberkulosis, atau infeksi virus. Pada infeksi virus, biasanya lebih bersifat asimptomatik dan bersifat self-limiting disease. 12 Pada tuberkulosis, biasanya memiliki gejala umum TB berupa demam subfebris berkepanjangan, batuk kronik lebih dari 3 minggu, nyeri dada, keringat malam hari, dan penurunan berat badan. 13 Pada pasien ini, gejala yang dirasakan pasien lebih mengarah ke efusi pleura yang disebabkan oleh tuberkulosis paru. Hal ini juga didukung dengan adanya kontak pasien dengan penderita TB dewasa yang tinggal di dekat rumah pasien.

  Pasien efusi pleura biasanya akan merasa lebih nyaman bila dalam posisi tubuh tegak dibandingkan berbaring. Hal ini disebabkan karena pengaruh gravitasi sehingga cairan yang terakumulasi di rongga pleura akan turun dan proses pengembangan paru dapat berjalan dengan lebih baik, dibandingkan saat posisi berbaring yang menyebabkan cairan yang terakumulasi merata pada rongga pleura sehingga lebih menganggu proses pengembangan paru atau ventilasi. 14 Pada pasien ini, sesak napas tidak bergantung oleh posisi. Pasien tetap merasa sesak saat posisi duduk ataupun berbaring. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa terjadi efusi pleura yang masif.

  Dari pemeriksaan fisik pasien, didapatkan suatu kelainan di rongga torak yang bersifat unilateral, akibat akumulasi cairan pada rongga pleura sinistra yang bersifat masif. Efusi pleura yang disebabkan oleh TB paru biasanya bersifat unilateral dan dapat terjadi secara primer akibat invasi hematogen secara langsung. 15 Untuk membantu menegakkan diagnosis dibutuhkan pemeriksaan penunjang. Rontgen torak adalah suatu strategi imaging yang paling sederhana untuk mengkonfirmasi adanya efusi pleura. Rontgen torak dapat dilakukan dengan posisi Anteroposterioi (AP), lateral, dan dekubitus. Biasanya hasil rontgen torak pasien efusi pleura menunjukkan adanya free-flowing

  pleural fluid, sudut costofrenicus, dan Meniscus Sign (+). 16 Pada pasien ini, gambaran rontgen thorax sesuai dengan gambaran rontgen torak

  efusi pleura dengan kesan efusi pleura masif karena perselubungan menutupi lebih dari setengah rongga pleura bahkan hampir semua rongga pleura tertutupi oleh cairan pada posisi AP maupun lateral.

  Setelah dapat mengkonfirmasi adanya efusi pleura, maka langkah selanjutnya adalah mengkonfirmasi penyebab terjadinya efusi pleura dengan melakukan torakosentesis dan analisa cairan pleura. 17 Pada pasien, thorakosentesis dilakukan dengan teknik anestesi umum dan didapatkan sebanyak ± 650 ml dengan warna kuning keruh. Setelah dilakukan torakosentesis maka langkah selanjutnya adalah menganalisis cairan pleura tersebut untuk mengetahui komponen kimia cairan pleura. Pada hasil analisis cairan pleura, didapatkan hasil bahwa sifat cairan bersifat eksudat karena telah memenuhi kriteria Light, yaitu rasio protein pleura dan plasma > 0,5 (pada pasien 0,73), rasio LDH cairan pleura dan plasma > 0,60 (pada pasien 4,26), dan LDH cairan pleura lebih besar dari 2/3 batas atas nilai normal LDH serum (pada pasien 3090 U/L). 18 Selain itu, didapatkan hasil TbAg RD1-RD3 (+) pada analisis cairan pleura yang mendukung ke arah diagnosis TB karena pemeriksaan tersebut memiliki spesifisitas yang tinggi. 8 Mantoux test juga dapat membantu mendiagnosis tuberkulosis pada anak. Reaksi diukur dalam 48-72 jam pasca penyuntikan. Pada pasien didapatkan hasil Mantoux test negatif karena tidak ditemukan adanya indurasi. Akan tetapi, kemungkinan hasil Mantoux test menunjukkan hasil negatif palsu. Hasil negatif palsu pada Mantoux test dapat terjadi pada keadaan: imunosupresi akibat penggunaan obat- obatan atau penyakit infeksi virus (campak, mumps, rubella, varicella, dan influenza). Selama perawatan dan sebelum dilakukan Mantoux test, pasien telah mendapatkan terapi injeksi metilprednisolon 1 mg/8 jam. Metilprednisolon adalah suatu steroid yang memiliki efek imunosupresi, sehingga hal ini dapat mempengaruhi reaksi imunitas seluler terhadap tuberkulin yang diinjeksikan dan menghasilkan negatif palsu. 19 Dalam mendiagnosis TB anak, terdapat pendekatan lain yaitu melalui sistem skoring TB.

  Sistem skoring tersebut dikembangkan diuji coba melalui tiga tahap penelitian oleh para ahli IDAI (Ikatan Dokter Anak Indoensia), Kemenkes (Kementrian Kesehatan), dan WHO (World Health Organization)

  . Pasien dengan skoring TB ≥ 6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT. 20 Pada pasien ini, dilakukan perhitung skoring TB dan didapatkan hasil total skor 5. Walaupun hasil skoring 5 tidak menunjukkan diagnosis TB, akan tetapi diagnosis TB pada kasus ini tidak disingkirkan karena secara klinis dan pemeriksaan penunjang lainnya mengarah ke diagnosis TB sehingga tetap memerlukan terapi OAT. Selain itu, rendahnya nilai skor dipengaruhi hasil uji tuberkulin yang menunjukkan negatif palsu.

  Sesuai guideline, pada pasien efusi pleura yang disebabkan oleh infeksi maka diberikan terapi antibiotik dan torakosentesis sebagai terapi pilihan. First line antibiotik yang dapat diberikan adalah penicillin, cephalosporin,

  clindamycin, dan ciprofloxacin. Antibiotik dapat

  3. Sylvia A, Lorraine M, Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. ECG; 2005: 739 4. Obando I et al. Pediatric parapneumonic empyema, Spain. Emerging infectious

  Jun 2007; 8(2):107-17 11. Robert LG, Mark H, Samuel W, Marjorie JA.

  9. CDC. Diagnosis of tuberculosis disease. 2013 [disitasi tanggal 2 April 2017]. Tersedia dari: cdc.gov/tb 10. Cruz AT, Starke JR. Clinical manifestations of tuberculosis in children. Paediatr Respir Rev.

  A, Arman B. Management of postpneumonic empyemas in children. Acta Chir Belg. 2008; 108:208-211 7. Calbo E, Diaz A, Canadell E, et al. Invasive pneumococcal disease among children in a health district of Barcelona: early impact of pneumococcal conjugate vaccine. Clin Microbiol Infect. Sep 2006; 12(9):867-72 8. Liemena S. Comparison of diagnostic examination appearance tuberculosis antigen rapid test kit between sputum tuberculosis and lung atient serum. 2014.

  6. Demirhan R, Kosar A, Sancakli I, Kiral H, Orki

  5. Chandra K, Randall DC. Neonatal pleural effusion. Arch Pathol Lab Med. 2006; 130:e22-e23.

  Disease. 2008; 14:1390-1396.

  Diagnosis and treatment of tuberculosis pleural effusion in 2006. J Chest [internet]. 2007; 131: 880-889. Tersedia dari: http://www.mdconsult.com/das/article/bod y/791574825/jorg=journal&source=MI&sp= 18253710&sid=629243738/N/576778/1.htm l

  diberikan secara oral ataupun intravena minimal 48 jam. Setelah dilakukan torakosentesis, antibiotik oral dapat dilanjutkan 2-4 minggu. 21 Pada pasien ini diberikan antibiotik spektrum luas yaitu injeksi Ceftriaxon 1 gram/12 jam sambil menunggu hasil pemeriksaan lainnya. Pasien juga diberikan terapi cairan maintenance dengan menggunakan larutan D5 ½ NS. Rumus kebutuhan cairan pada pasien ini dihitung berdasarkan kebutuhan harian dengan menggunakan rumus Holliday Segar sehingga didapatkan sebanyak 1600 ml/24 jam. Pasien juga diberikan parasetamol 30 ml/8 jam jika diperlukan di saat suhu mencapai > 38 o C untuk membantu menurunkan demam tinggi. Setelah dilakukan beberapa pemeriksaan yang menunjang ke arah diagnosis TB maka pasien diberikan terapi OAT. Efusi pleura TB (Pleuritis TB) adalah termasuk TB ekstrapulmonal sehingga pasien harus mendapat OAT berupa 4-5 OAT selama 2 bulan fase intensif dan 2 OAT (isoniazid dan rifampisin) hingga genap 9-12 bulan terapi. Pada kasus efusi pleura perlu juga diberikan prednisone 1-2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu lalu 2 minggu kemudia ditappering off sehingga total pemberian selama 1 bulan.

  2. Gopi A, Madhavan SM, Sharma SK, et al.

  Efrati O, Barak A. Pleural effusions in the pediatric population. Pediatr Rev 2002;23:417-425.

  Daftar Pustaka 1.

  ditemukan. Pada pasien ini, diagnosis efusi pleura TB tegak setelah dilakukan pemeriksaan analisis cairan pleura dengan hasil cairan eksudat dan TbAg RD1-RD3 positif. Pasien mendapatkan terapi thoracentesis, OAT, dan prednisone sesuai dengan diagnosis yang ditegakkan.

  Mycobacterium tuberculosis tidak mudah

  Penegakkan diagnosis efusi pleura TB pada anak umumnya cukup sulit karena

  Pada pasien ini diberikan terapi OAT rifampisin 250 mg/24 jam. Didapatkan dari perhitungan dosis 10 mg x 25 kg = 250 mg. Lalu isoniazid 250 mg/24 jam. Didapatkann dari perhitungan dosis 10 mg x 25 kg = 250 mg. Jika isoniazid dan rifampisin dipadu maka dosis isonizid tidak boleh melebihi 10 ml/kgBB dan rifampisin tidak melebihi 15 mg/kgBB untuk menurunkan insiden hepatitis. Selain itu, diberikan pirazinamid 625 mg/24 jam. Dari perhitungan dosis 25 mg x 25 kg = 625 mg dan etambutol 375 mg/24 jam. Dari perhitungan dosis 15 mg x 25 kg = 375 mg. Prednison diberikan 25 mg/24 jam, dari perhitungan dosis 1 mg x 25 kg = 25 mg. Untuk mengurangi efek samping dari penggunaan OAT diberikan suplemen saraf seperti Vitamin B6 untuk mencegah neuritis perifer dan curcuma sebagai hepatoprotektor. 13 Simpulan

  Drainage, fibrinolytic or surgery: a comparison of treatment options in pediatric empyema. Journal of Pediatric Surgery 2004; 39:1638-1642

12. Saglani S, Harris KA, Wallis C, Hartley JC.

  Empyema: the use of broad range 16S rDNA PCR for pathogen detection. Arch Dis Child. Jan 2005;90(1):70-3 13.

  IDAI.

  Pedoman pelayanan medis: tuberkulosis. 2009. Jakarta: IDAI

  14. The effect of positional changes on oxygenation in patients with pleural effusions. 1985 Nov; 88(5):714-7 15. Brook I. Microbiology of empyema in children and adolescents. Pediatrics. May

  • –6 20.

  1990; 85(5):722-6 16. Avansino JR, Goldman B, Sawin RS, Flum DR.

  Primary operative versus nonoperative therapy for pediatric empyema: a meta- analysis. Pediatrics. Jun 2005; 115(6):1652-

  9 17.

  IDAI.

  Pedoman pelayanan medis: pneumonia. 2009. Jakarta: IDAI

  18. Light R, Textbook of pleural diseases. 2008. Australia: Hodder Arnold 19.

  2012 Jan-Apr; 3(1): 2

  Kemenkes RI. Juknis Managemen TB Anak.

  2013 21. Jaffe A, Balfour-Lynn I. Management of empyema in children. Pediatr Pulmonol. Aug

  2005; 40(2):148-56

Dokumen yang terkait

The Study of Law and Punishment In Islam, The Ideal Concept of Hudūd and Its Practices - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 290

A. Background of the Study - The correlation between morphological awareness and writing ability of english education study program students of STAIN Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

1 1 10

A. Previous Studies - The correlation between morphological awareness and writing ability of english education study program students of STAIN Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

1 1 33

A. Approach and Type of the Study - The correlation between morphological awareness and writing ability of english education study program students of STAIN Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

1 1 27

The correlation between morphological awareness and writing ability of english education study program students of STAIN Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

2 1 7

Relationship Between Anxiety And Food Intake In The Elderly At UPTD Social Services Elderly, Elderly Tresna Subdistrict Natar, South Lampung

0 0 6

The Role of Antioxidants in Pomegranates and Red Fruit (Pandanus conoideus) against Splenomegaly in Patients with Malaria

0 0 7

Relation Between Providing Information and Old Service Pharmaceutical Recipes with Public Satisfaction of Outpatient In Pharmaceutical Installation of Rsud Jendral Ahmad Yani

0 0 6

Analogue Insulin Response for Uncontrolled Type II Diabetes Mellitus with Anti Tuberculosis Drug Induced Liver Injury

0 0 7

Helicobacter Pylori Infection on Type 2 Diabetes Mellitus Patients and The Effect of Glucagon-Like Peptide 1 (GLP-1) Hormone Level

0 0 6