MEDIA PARTISAN INDONESIA VERSUS REGULATOR MEDIA PADA PERSPEKTIF EKONOMI POLITIK MEDIA

MEDIA PARTISAN INDONESIA VERSUS REGULATOR MEDIA PADA PERSPEKTIF EKONOMI POLITIK MEDIA

Robbikal Muntaha Meliala, S.Sos, M.I.Kom 1 , Luluk Uliyah, M.I.Kom 2

AKOM BSI Jakarta 1 Jl. Kayu Jati 5 No.2, Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Tlp (021) 29385139 Fax (021) 29385144 E-mail : [email protected] , [email protected]

Universitas Mercu Buana 2 Jl. Raya Meruya Selatan No. 1 Kembangan, Jakarta Barat 11650, Tlp (021) 5840815 Fax (021) 5870341 Email : [email protected]

ABSTRAK

Struktur pasar media massa Indonesia saat ini cenderung bergerak ke oligopoli. Penelitian sebelumnya menunjukan pemusatan kekuatan pada 13 konglomerasi media nasional dimana beberapa dari mereka aktif di partai politik. Hal ini berpengaruh pada praktik pers bekerja saat ini dalam membentuk opini publik cenderung menguntungkan pengiklan dan kepentingan konglomerasi. Teori Ekonomi Politik Media (Moscow, 1996) digunakan dalam penelitian ini terdiri atas komodifikasi, spasialiasi dan strukturasi. Metode Penelitian: Penelitian Kualitatif Deskriptif pendekatan Fenomenologi. Dari pembahasan hasil penelitian dapat disimpulkan: Dialektika terjadi antara pihak media partisan dengan regulator media massa pada beberapa hal dimana Media Partisan menganggap masyarakat Indonesia adalah khalayak yang sudah pintar dan aktif dalam mengkonsumsi media sementara regulator beranggapan khalayak masih pasif dan mereka tidak punya pilihan dalam mengkonsumsi media. Independensi dan Netralitas adalah konsep yang berbeda dalam praktik pers, sehingga pers sebagai manusia biasa tidak ada yang dapat netral keseluruhan. Regulasi batasan kepemilikan media belum diatur dalam undang-undang kecuali hanya media televisi.

Kata kunci : Media Partisan, Ekonomi Politik Media

ABSTRACT

Market structure of Indonesia’s Mass Media currently move to oligopoly. Previous research has shown the power centralization to 13 conglomerates of national mass media where some of them active in political party. This condition impacted to press practice in working today, to create public opinion tend prioritized advertisers and conglomerate needs. Theory of Economy Political Media (Moscow,1996) was applied into this research which consist of Commodification, Spatialization and Structuration. Research Methodology: Descriptive Qualitative Research with Phenomenology Approached. From discussion of research result, can be summarized : Dialectical has been happened between partisan mass media and regulator in to several context which partisan media perceives Indonesian people are smart audience and active to access and choose available media meanwhile regulator side perceives contrary that Indonesian people still passive and they have no choice in consumpting media. Independency and Neutrality are different concept in Press Practically, so that press as common human never have capability to be neutral totally. Regulation of media share owned had been not yet well arranged except television media.

Keywords: Partisan Media, Economic Political Media

30 IKRAITH-humanira Vol 2 No 3 Bulan November 2018

PENDAHULUAN Penelitian yang dilakukan Meliala (2018a) juga menunjukkan sikap Metro TV dalam persaingan Struktur pasar media massa Indonesia saat ini

pasar oligopoli terkonfirmasi positif sebagai stasiun bergerak ke arah oligopoli. Penelitian sebelumnya

televisi berita di Indonesia yang konsisten dalam yang dilakukan oleh Lim, dkk (2011) menunjukkan

mengkritik pemerintah dengan cara tidak ekstrem terjadinya kecenderungan pemusatan kanal media

karena pengaruh ideologi dan afiliasi politik dari massa nasional pada 13 konglomerat. Di antara

sebagai koalisi pendukung konglomerat tersebut ditemukan fakta bahwa mereka

pemilik

media

pemerintah Joko Widodo dan Jusuf Kalla periode terlibat dalam partai politik secara aktif. Gejala ini

2014-2019. Oleh karena itu, saat ini mereka menimbulkan media partisan Indonesia berdiri

berstrategi untuk fokus pada peningkatan publikasi meramaikan demokrasi.

pemberitaan ekonomi, program entrepreneur dengan Picard dalam Meliala (2018a) menyatakan tidak

konsep 75% s.d 85% in-house production dalam ada industri media beroperasi di situasi pasar

sajian talkshow atau berita hard news. persaingan sempurna karena kebanyakan media

Berawal dari ini, penulis tertarik untuk membedakan diri mereka masing-masing dan

sebelumnya untuk mencoba memisahkan target penonton (audiences)

melanjutkan

penelitian

mengetahui bagaimana perspektif pelaku media mereka. Industri Majalah menunjukkan yang paling

partisan dan regulator media Indonesia dalam bersaing namun secara jelas masih beroperasi di

mempertimbangkan berkurangnya hak masyarakat struktur

pasar persaingan

monopolistik. untuk mendapatkan informasi yang akurat serta

Kecenderungan struktur pasar media

objektif atas nama kebebasan pers di era oligopoli. berdasarkan jenisnya terdiri atas televisi kabel

massa

Tentunya dialektika terjadi pada kedua kubu berada di struktur pasar monopoli, surat kabar

tersebut. Konsep penting yang menjadi kesepakatan cenderung berada diantara pasar oligopoli dan

dan ketidaksepakatan di antara kedua kubu ini-lah monopoli. Sedangkan program televisi bisa berada

yang berusaha dijawab penulis melalui penelitian di oligopoli dan monopolistik.

dengan pendekatan fenonenologi dan pengayaan Di dalam teori ini, industri media merupakan

teori ekonomi politik media. industri yang unik dan tidak seperti biasanya, karena

mereka beroperasi di wilayah dual product market.

METODOLOGI

Dalam konsep dan peranan perusahaan di pasar, biasanya terbagi hanya atas perusahaan produk atau

Metode penelitian yang digunakan penulis perusahaan jasa. Namun pada industri media massa

adalah Kualitatif Deskriptif dengan pendekatan mengoperasikan keduanya. Setiap media massa

Fenomenologi. Teknik pengumpulan data yang mempunyai dua bidang yang harus dikendalikan

observasi non partisipan, yaitu Isi Bidang Redaksi (berkaitan dengan muatan

digunakan

adalah

wawancara, studi pustaka dan dokumentasi. isi berita dan informasi yang disampaikan) dan Isi

Menurut Meliala (2018b), Perbedaan peneliti Bidang Perusahaan (berkaitan dengan akses kepada

kualitatif dan kuantitatif pada interaktivitas dengan pengiklan dan penyediaan tempat untuk penonton

objek penelitiannya. Peneliti kualitatif berkeinginan dalam

realitas dapat diamati secara menyeluruh baik unsur masyarakat luas.

dalam maupun luar oleh semua orang, kasusnya Teori

dapat berupa sosial kebudayaan, situasional dan persaingan media massa Indonesia sekarang dimana

ini terkonfirmasi

dengan

keadaan

menginginkan dapat berpengaruh pada praktek kerja pers dalam

kontekstual.

Mereka

menjelaskan kasus itu sebaik mungkin. membentuk opini publik cenderung menguntungkan

Sementara, peneliti kuantitatif mengutamakan kepentingan pengiklan dan konglomerasi saja.

tentang perbedaan antara efek utama seperti kinerja Gejala ini sangat nyata ditemukan saat kontestasi

perempuan, dengan pemilihan presiden 2014 lalu antara Joko Widodo

membandingkan sub-populasinya. Demografi dan dan Prabowo. Media massa begitu kental terlihat

gender adalah efek utama yang akan diukurnya atau membingkai beritanya sesuai dengan ideologi dan

diamatinya.

afiliasi politik yang dipegang oleh pemiliknya. Oleh karena itu, Penelitian pendekatan kualitatif Sebagai contoh antara Metro TV bersikap frontal

biasanya tidak mendasarkan hasil penelitian dengan membela Joko Widodo versus TV One yang

logika matematik dan bukti empirik namun lebih bersikap frontal membela kubu Prabowo.

mendasarkan diri pada hal-hal yang bersifat Gejala ini jika

diskursif dan data yang bersifat non diskursif. melunturkan idealisme pers yang seharusnya

dibiarkan

berlarut akan

Menurut littlejohn dalam Pawito (2007), sebagai menjaga independensi dan objektivitas dalam

suatu gerakan dalam berpikir, fenomenologi penyampaian berita. Korban dalam polemik ini

(phenomenology) dapat diartikan sebagai upaya tentunya adalah masyarakat awam yang akan

studi tentang pengetahuan yang timbul karena rasa menjadi bingung dalam menerima informasi dan

kesadaran ingin mengetahui. Objek pengetahuan memilih media massa mana yang dapat dipercaya.

berupa gejala atau kejadian-kejadian dipahami melalui

pengalaman

secara sadar (councius

IKRAITH-humanira Vol 2 No 3 Bulan November 2018 31 IKRAITH-humanira Vol 2 No 3 Bulan November 2018 31

Jenis wawancara yang dilakukan penulis untuk pengalaman yang aktual sebagai data tentang realitas

menganggap

penelitian ini adalah wawancara mendalam dan yang dipelajari.

semistruktur. Menurut Kriyantono Peneliti sebagai instrumen penelitian, tidak

wawancara

(2012), wawancara mendalam adalah suatu cara berasumsi apapun terhadap orang yang ditelitinya,

mengumpulkan data atau informasi dengan cara melainkan

langsung tatap muka dengan informan agar informan yang diteliti menjadi realitas yang

lengkap dan mendalam. ditemukan sesuai sudut pandang mereka (Bajari

mendapatkan

data

Sementara, wawancara semistruktur adalah saat dalam Susanti dan Koswara, 2018).

mempunyai daftar Teori

pewawancara

biasanya

pertanyaan tertulis tapi memungkinkan untuk dikembangkan

menanyakan pertanyaan-pertanyaan secara bebas menerapkannya pada

yang terkait dengan permasalahan. Wawancara ini Fenomenologi Schutz meneliti bagaimana anggota

penelitian ilmu sosial.

dikenal pula dengan wawancara terarah atau masyarakat

wawancara bebas terpimpin. Wawancara ini sebagaimana interaksinya dengan individu lain

dilakukan secara bebas tetapi terarah dengan berada (Schutz dalam Creswell, 1998).

pada jalur pokok permasalahan yang akan Penulis melakukan observasi non partisipan

ditanyakan dan telah disiapkan terlebih dahulu. dalam menyelesaikan penelitian ini. Menurut

(Kriyantono, 2012)

Kriyantono (2012),

Elman Saragih adalah tokoh senior media merupakan metode

Observasi

(pengamatan)

massa yang saat ini masih menjabat sebagai Dewan digunakan pada riset kualitatif. Dalam riset dikenal

pengumpulan data

yang

Redaksi Media Group (PT. Media Televisi Indonesia dua jenis metode observasi yaitu observasi

(Metro TV) dan Surat Kabar Media Indonesia). partisipan dan observasi non partisipan.

Dahulu pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Observasi non partisipan merupakan metode

Media Group hingga pada Juni 2013, namun struktur dimana periset hanya bertindak mengobservasi tanpa

tersebut harus diganti karena keterlibatannya sebagai ikut terjun melakukan aktivitas yang dilakuka

pengurus partai Nasional Demokrat (Nasdem) atas kelompok yang diriset, baik kehadirannya diketahui

mandat dari Bapak Surya Paloh sebagai Pemilik dari atau tudak (Kriyantono, 2012).

Media Group. Pria kelahiran Pematang Siantar,

Selain itu, penulis mendapatkan data primer Sumatera Utara, 15 Maret 1953 ini merupakan dengan wawancara mendalam kepada informan yang

lulusan Sarjana dari Universitas Kristen Satya terdiri dari lima orang. Penulis membaginya dalam

Wacana, Jawa Tengah tahun 1975. Beliau memulai dua kubu yaitu kubu dari media partisan dan kubu

karir sebagai wartawan sejak tahun 1976. Di kancah dari regulator atau pengkritisi media. Dari kubu

politik, beliau adalah mantan Calon Legislatif untuk media, penulis mengambil sampel secara purposif.

Dapil Sumatera Utara dari partai Nasdem dengan Menurut Pawito dalam Meliala (2017), ‘Teknik

nomer urut 2 pada pemilu 2014 lalu, namun tidak pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif

berhasil terpilih.

berbeda dengan kuantitatif, lebih mendasarkan diri Eko Suprihatno adalah salah satu Akademisi pada

alasan atau pertimbangan-pertimbangan dan Praktisi di Media Massa Indonesia. Profesi tertentu (purposeful selection) sesuai dengan tujuan

beliau sebagai Redaktur Opini Harian Media penelitian. Oleh karena itu sifat metode sampling

Indonesia dan Dosen IISIP (Institut Ilmu Sosial dan dari penelitian kualitatif pada hakikatnya adalah

Ilmu Politik) Jakarta, membuatnya kaya informasi purposive sampling .’

dan pengalaman tentang jurnalistik dan Media Penulis memilih pihak dari Media Grup yang

Massa. Pria kelahiran 1September 1968 ini dikenal sebagai salah satu media partisan di

merupakan lulusan Sarjana Jurnalistik dari IISIP Indonesia. Mereka adalah Elman Saragih dan Eko

Jakarta pada tahun 1993. Awal karirnya di dunia Suprihatno. Sementara dari kubu regulator atau

jurnalistik dimulai dari saat Kuliah Kerja Lapangan pemerhati serta pengkritisi media terdiri dari Firdaus

(KKL) di IISIP dahulu pada 1992 di Majalah Cahyadi, Andreas Harsono dan Nezar Patria.

Sarinah, hingga beliau bertahan di majalah tersebut Menurut Berger dalam Kriyantono (2012),

sebagai Kontributor sampai lulus Kuliah Sarjana-nya wawancara adalah percakapan antara periset

tahun 1993. Setelah lulus dari IISIP Jakarta, pada

(seseorang yang berharap mendapatkan informasi) tahun 1993 hingga 1994, beliau bekerja sebagai dan

wartawan “Internal Magazine” (Menpora). Lalu mempunyai informasi penting tentang objek)”. Jenis

informan (seseorang

yag

diasumsikan

berlanjut pengalamannya pada tahun 1994 s.d 1999, wawancara yang ditemukan dalam kegiatan riset

beliau bekerja seba gai wartawan “Harian Terbit” terdiri atas ; wawancara pendahuluan, wawancara

(Koran terbit Sore hari) . Semenjak tahun 1999 s.d terstruktur

sekarang, beliau aktif bekerja sebagai wartawan di semistruktur

Harian Media Indonesia dengan jabatan saat ini wawancara

adalah Redaktur Opini.

(Kriyantono, 2012). Firdaus Cahyadi saat ini menjabat Direktur Eksekutif Yayasan Satu Dunia. Yayasan Satu Dunia

32 IKRAITH-humanira Vol 2 No 3 Bulan November 2018 32 IKRAITH-humanira Vol 2 No 3 Bulan November 2018

sejarah internasional di London School of banyak menulis opini di surat kabar terkait isu sosial

Economics (LSE), Universitas London, Inggris dan media. Beberapa penelitiannya berkaitan dengan

(2007). Nezar terpilih sebagai Ketua Umum Aliansi media, yaitu Kebijakan Telematika dan Pertarungan

Jurnalis Independen (AJI) Indonesia periode 2008- Wacana di Era Konvergensi Media (Satu Dunia-

2011. Beliau juga menjadi anggota tim misi TIFA Foundation, 2011 ) dan Digital Media Mapping

pembebasan wartawan RCTI Feri Santoro di Aceh (Open Society Institute-OSI Europe, 2011).

Gerakan Aceh Merdeka Andreas Harsono, saat ini aktif di Human

yang

disandera

(2004).Nezar tercatat sebagai editor jurnal pemikiran Rights Watch . Beliau pernah bekerja untuk harian

sosial dan ekonomi Prisma (LP3ES), serta menulis The Nation (Bangkok), The Star (Kuala Lumpur),

sejumlah buku antar a lain “Negara dan Hegemoni Associated Press Television (Hong Kong). Beliau

Menurut Antonio Gramsci” (1999, bersama Andi pernah bergabung di The Jakarta Post sebelum

Arief). Artikelnya bersama Agus Sudibyo, “The diberhentikan karena ikut andil dalam gerakan

Television Industry in Post Authoritarian Indonesia” bawah tanah untuk melengserkan Soeharto. Beliau

dimuat di Journal of Contemporary Asia, Oxford, juga salah seorang pendiri Aliansi Jurnalis

Inggris (2013).

Independen (AJI), Pantau, sebuah yayasan yang Setelah mendapatkan data primer, penulis dulunya merupakan perusahaan penerbitan majalah

memperkuat penelitian dengan data sekunder yang yang berfokus pada kritik media dan penulisan

diperoleh dengan teknik riset perpustakaan dan liputan-liputan dengan genre jurnalisme sastrawi.

dokumentasi. Menurut Ruslan (2008), Riset Andreas juga andil dalam mendirikan Institut Studi

perpustakaan adalah dilakukan mencari data atau Arus Informasi. Beliau banyak menulis untuk surat

informasi riset melalui membaca jurnal ilmiah, kabar terkemuka seperti Huffington Post, NY Times,

buku-buku referensi dan bahan-bahan publikasi yang dan masih banyak lagi. Beliau memperoleh

tersedia di perpustakaan. Sementara, dokumentasi beberapa penghargaan internasional antara lain The

menurut Kriyantono (2012) adalah instrument Correspondent of the Year dari The American

pengumpulan data yang sering digunakan dalam Reporter (1997) serta Nieman Fellowship dari

berbagai metode pengumpulan data, tujuannya untuk Universitas Harvard (1999-2000). Dia co-editor

mendapatkan informasi yang mendukung analisis buku Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan

dan interpretasi data. Moleong dalam Herdiansyah Mendalam dan Memikat (2005). Kini dia sedang

(2010) mengemukakan dua bentuk dokumen yang menyelesaikan buku From Sabang to Merauke:

dapat dijadikan bahan dalam studi dokumentasi Debunking the Myth of Indonesian Nationalism. antara lain dokumen pribadi dan dokumen resmi.

Nezar Patria adalah anggota Dewan Pers periode 2013 – 2016 dari unsur wartawan. Saat ini

LANDASAN TEORI

Nezar menjabat sebagai salah satu pemimpin redaksi harian Jakarta Post. Sebelumnya Beliau menjabat

Media Partisan

Wakil Pemimpin Redaksi

Menurut McQuails dalam Yoedtadi dan Pribadi Perjalanan Nezar sebelum menjadi wartawan cukup

CNN

Indonesia.

(2017) menyebutkan partisanship pada media akan berliku. Pada 13 Maret 1998, lelaki kelahiran Sigli, 5

mengurangi kualitas informasi yang dihasilkan dan Oktober 1970 ini bersama sejumlah aktivis pro

media yang diketahui publik sebagai media partisan demokrasi diculik oleh Kopassus di sebuah rumah

akan kehilangan kepercayaan publik. Hal ini sejalan susun di Klender, Duren Sawit, Jakarta Timur. Saat

dengan pemikiran Hirst dan Patching (2005), media itu Nezar adalah Sekretaris Jenderal Solidaritas

massa adalah salah satu lembaga sosial, karena itu Mahasiswa untuk Demokrasi (SMID). Organisasi

memiliki tanggung jawab kepercayaan publik yang berafiliasi ke Partai Rakyat Demokratik (PRD).

(public trust). Sementara Kovach dan Rosentiel Setelah Soeharto dan rezim Orde Baru tumbang,

(2006) merumuskan Sembilan elemen jurnalisme Nezar Patria banting setir. Dia memilih menjadi

untuk mengingatkan kembali peran dan fungsi wartawan. Diawali dengan bergabung di majalah DR

jurnalistik di tengah masyarakat. Pada elemen pada 1999 hingga 2000, kemudian Nezar pindah ke

kedua, Kovach dan Rosentiel merumuskan posisi Tempo hingga tahun 2008. Saat di Tempo,

jurnalisme di hadapan warga, bahwa loyalitas liputannya

pertama jurnalisme adalah kepada warga. Artinya, memenangkan Journalism for Tolerance Prize yang

jurnalisme tidak boleh mementingkan kelompok, digelar International Federation of Journalist (IFJ)

golongan, etnik bahkan pelanggan pembaca atau di Manila,

Filipina.Pada 2008, Nezar ikut

penontonnya.

Berimbang dan netral sejatinya merupakan kemudian terpaksa ditinggalkan menjelang pemilu

mendirikan portal berita

VIVA.co.id,

yang

bentuk objektivitas media massa. Sikap ini harus 2014 lalu lantaran beda prinsip dengan manajemen

ditunjukkan oleh media massa dalam memproduksi media milik Aburizal Bakrie itu. Beliau alumnus

berita. Kode etik jurnalistik yang diterbitkan oleh Fakultas

Dewan Pers, pada pasal tiga telah menggariskan Yogyakarta (1997), dengan fokus studi filsafat

Filsafat Universitas

Gadjah

Mada,

mengenai sikap untuk menjaga keberimbangan dan

IKRAITH-humanira Vol 2 No 3 Bulan November 2018 33 IKRAITH-humanira Vol 2 No 3 Bulan November 2018 33

produk-produk yang dapat dipasarkan Penyiaran, Pasal 11 dan 22, serta Standar Program

b. Komodifikasi khalayak Siaran yang dibuat oleh Komisi Penyiaran Indonesia

Komoditi khalayak diartikan sebagai tahun 2012 pasal 11, pasal 40, dan pasal 71, agar

media massa menghasilkan proses di redaksi televisi menjaga independensi dan netralitas.

mana perusahaan media memproduksi Berkaca pada kontestasi pemilihan presiden 2014,

khalayak dan menyerahkannya pada KPI pernah mengeluarkan teguran dan pertimbangan

pengiklan.

untuk tidak mengeluarkan ijin baru kepada dua

c. Komoditi cybernetic yang terdiri dari stasiun televisi yang dinilai tidak mampu menjaga

commodification dan netralitas. (Merdeka dalam Yoedtadi dan Pribadi,

intrinsic , adalah khalayak sebagai media yang berpusat

Teori Ekonomi Politik Media

pada pelayanan jasa rating khalayak. Menurut

Jadi yang dipertukarkan bukan pesan merupakan ilmu yang memiliki dua tujuan yakni,

atau khalayak melainkan rating. menciptakan sumber pendapatan kemudian yang

Sementara komodifikasi extensive, kedua adalah memberikan daya pada pemerintah

komodifikasi menjangkau agar mampu menjalankan tugas dan fungsi

proses

kelembagaan pendidikan pemerintahan dengan baik.

seluruh

informasi pemerintah. Pada dasarnya ekonomi politik ini merupakan

2. Spasialisasi

sebuah hubungan timbal balik yang terjadi antara Spasialisasi horisontal: ketika sebuah kepentingan ekonomi dan juga kepentingan politik.

perusahaan yang ada dalam jalur media Dimana akan terjadi hubungan yang saling

yang sama membeli sebagian besar saham mendukung di dalam keduanya. Sangat lumrah juga

media lain, yang tidak ada jika kita temukan seseorang yang memiliki

pada

hubungannya langsung dengan bisnis kemampuan secara ekonomi akan sangat tertarik

aslinya atau ketika perusahaan mengambil memasuki dunia politik.

alih sebagian besar saham dalam suatu Ada tiga varian penting dalam pendekatan

perusahaan yang sama sekali tidak ekonomi politik, yang pertama adalah ekonomi

bergerak dalam bidang media. Misal : potitik klasik. Ekonomi politik klasik merupakan

Media Group dengan Hotel Papandayan. ekonomi politik berbasis pasar atau berdasarkan

vertikal: konsentrasi kapitalisme. Yang kedua adalah ekonomi politik

Spasialisasi

perusahaan dalam suatu jalur usaha yang keynesian dimana

memperluas kendali sebuah perusahaan atas memberikan

negara

diperkenankan

produksi. Misal : MNC yang mempunyai mengalami krisis. Ketiga adalah ekonomi poltik

stasiun-stasiun tv, radio juga media cetak Marxian, yaitu perekonomian yang di dorong

3. Strukturasi

sepenuhnya oleh Negara (Alwyny,2015). Menggambarkan proses melalui mana Menurut Moscow (1996), Ekonomi politik

struktur dibangun dari agensi manusia, media muncul karena besarnya efek yang diberikan

meskipun mereka menyediakan “medium” oleh media massa pada khalayak. Karena kekuatan

dari konstitusi itu. Kehidupan sosial itu penyebarannya yang sangat efektif, maka media

sendiri terdiri atas konstitusi struktur dan massa tidak hanya dianggap memberi pengaruh pada

agensi. Karakteristik penting dari teori kehidupan sosial, politik dan budaya, namun juga

strukturasi ini adalah kekuatan yang kehidupan ekonomi. Diharapkan dengan adanya

diberikan pada perubahan sosial. pemberitaan atau informasi yang dimunculkan di media

massa mampu

mendongkrak

atau

HASIL DAN PEMBAHASAN

meningkatkan penjualan produk atau jasa.

Lebih lanjut Vincent Mosco memiliki tiga

Perspektif Kubu Media Massa Partisan

konsep mengenai ekonomi politik media, yaitu: Menurut Elman Saragih, Persaingan Media

1. Komodifikasi Massa saat ini sepe rti “Perang Baratayudha” Bagaimana proses

terutama untuk media cetak, jika media massa tidak maupun barang menjadi komoditas yang

transformasi

jasa

akurat dalam menyampaikan pesannya kepada mempunyai

khalayak, terlalu berpihak, tidak menjaga mutu nilai Komodifikasi ini dibagi kembali oleh

berita, maka akan mati dan berdarah-darah. Vincent Mosco:

a. Komodifikasi isi adanya Iklan. Dengan iklan ini, media massa bisa

Industri media massa mustahil berdiri tanpa

Komodifikasi

membiayai produksi siaran atau penerbitannya dan mengubah pesan dan sekumpulan data

membiayai upah para karyawannya, jadi banyak nasib orang ada di balik media massa jika dilihat

34 IKRAITH-humanira Vol 2 No 3 Bulan November 2018 34 IKRAITH-humanira Vol 2 No 3 Bulan November 2018

mengatasnamakan kepentingan kelompok atau mempertahankan idealismenya sebagai “Pers” atau

menemukan tantangan

antara

untuk

mengoperasionalkan media “bernegosiasi dengan kepentingan konglomerasi

golongan

dalam

hal ini, Elman juga atau pengiklan”.

massanya.

Terkait

mengungkapkan kekecewaannya terhadap fungsi Kehadiran 13 Group konglomerasi itulah yang

“Dewan Pers” dan “Komisi Penyiaran Indonesia” menjadi bukti persaingan media massa semakin

yang belum optimal dalam menjalankan fungsi ketat dan menjadi permasalahan ketika sebagian

kontrolnya. Seharusnya Dewan Pers dan KPI dengan pemilik media massa tersebut masih tergoda dengan

“Kacamata Kuda-nya” dapat membatasi media kekuasaan dan politik sehingga fungsi dan peran

massa yang “bandel” bukan hanya sekedar pers menjadi terkhianati. Ideologi pers secara teoritis

menimbulkan wacana dan membela “yang bayar”. haruslah jujur, informatif dan media penyampai

Masyarakat itu selalu punya pilihan dalam hiburan, secara praktis kini menjadi bias. Faktor

melihat fenomena ini. Sesungguhnya media massa yang menyebabkannya adalah ketika sebagian

itu hidup dalam pilihan masyarakat. Jika “anda” oknum rela menggadaikan 100 persen idealismenya

ingin mematikan bisnis sebuah Koran, mudah demi

caranya dengan “stop” membeli Koran itu. Jika pengiklan.

sebuah kekuasaan

konglomerasi

dan

“anda” ingin mematikan bisnis stasiun televisi Perkembangan teknologi dan digitalisasi yang

tertentu, sama caranya dengan “Stop” menonton pesat, membuat media massa khususnya cetak harus

program tayangan televisi tersebut. Sebenarnya memutar otak menemukan strategi untuk dapat

itulah tantangan media massa saat ini yaitu menarik perhatian pangsa pasarnya. Surat kabar atau

berlomba- lomba untuk “merayu” masyarakat agar Koran ada kecenderungan lama-kelamaan akan

selalu memilih kita.

ditinggalkan masyarakat karena dianggap kurang Sebagai akademisi dan praktisi, Eko Suprihatno “Cepat” dan “Susah diakses” dalam menyampaikan

meyakini betul bahwa apa yang dipelajari secara beritanya. Jika kita bandingkan, kini mana orang

teoritis belum tentu berjalan seiring dengan praktek yang lebih tertarik untuk membaca Koran atau

di Industri. Berbicara tentang media massa, Industri menonton berita di televisi? Maka jawabannya,

ini pasti mempunyai benturan “kepentingan”, baik cenderung kebanyakan orang memilih menonton

itu kepentingan investor, kepentingan media, berita di televisi. Alasannya adalah :

kepentingan politis dan kepentingan masyarakat.

1. Televisi mudah diakses dan tidak perlu Maka dari itu, profesi “wartawan” tidak bisa “netral” membayar

karena tidak lepas dari “kepentingan”.

2. Sifat siarannya yang audio visual Secara ideal fungsi pers adalah informasi, memudahkan penonton atau pemirsanya

pendidikan, hiburan dan alat kontrol sosial. Dengan untuk memahami isi berita dibanding

fenomena kepentingan tadi, maka peran pers sebagai Koran.

alat kontrol sosial tidak bisa berjalan 100 persen.

3. Koran sendiri susah untuk diakses dan Kita hidup di persaingan industri media massa yang harus “membeli” terlebih dahulu, baru kita

begitu ketat. Jika anda tidak suka, silahkan anda buat bisa menikmati berita itu, berbeda dengan

sendiri media massa sesuai versi ideologi anda! televisi.

Sebagai contoh : Apakah Murdock pernah dikritisi

4. Ditambah lagi dengan kehadiran media on- Fox ? (itulah yang dinamakan entitas bisnis). Namun line yang bisa diakses kapan saja di mobile

beliau meyakini ditengah persaingan yang begitu phone semua orang sungguh membantu

ketat dan ke arah oligopoli ini masih ada media orang-orang yang sibuk tetap dapat

massa yang dapat menjaga independensinya. mengakses berita.

Siapakah yang harus bertanggungjawab untuk Elman saragih tidak menyalahkan pemerintah

semua ini? Jawabannya adalah kita semua, sejatinya sebagai regulator dalam kasus ini. Sesungguhnya

kita harus kembali pada aturan main yang ada. regulasinya sudah benar, namun ini kembali pada

Media Massa tidak bisa dihindari, merupakan bantuk “Oknum” atau pelaku bisnis media massa itu sendiri

entitas bisnis juga. Ada banyak karyawan yang harus yang seharusnya menghayati dan mengerti fungsi

dihidupi. Hidup itu memang penuh keberpihakan. dan peran ideal media massa itu sendiri. Jika

Untuk itu, konsisten saja dengan keberpihakan kita. berbicara motif politik, jangankan di bisnis pers atau

Dan pada prakteknya kita harus berpihak pada media massa, sesungguhnya di setiap lini baik

kebenaran. Untuk itu penegakan hukum perlu pemerintah maupun swasta diyakininya pasti ada

diperjelas disini. Jika memang tidak boleh, maka motif politik dibalik organisasinya. Jangan aneh

segera beri peringatan kepada media massa tersebut. melihat ini karena di luar negeri khususnya Amerika

Secara teoritis dan praktek, owner atau Serikat pun begitu, sebagai negara yang terkenal

konglomerasi media pun tidak boleh campur tangan dengan “demokrasinya” lebih dulu dibanding kita.

dalam menentukan layak atau tidaknya suatu berita Pers atau media massa akan berperan secara

itu siar kepada masyarakat. Itulah gunanya rapat ideal ketika “Kita” menemukan konglomerasi media

redaksi dan pemimpin redaksi di media massa. yang bisa benar-benar menjadikan media massanya

Namun kami dapat menerjemahkan kira-kira apa

IKRAITH-humanira Vol 2 No 3 Bulan November 2018 35 IKRAITH-humanira Vol 2 No 3 Bulan November 2018 35

tenggelam, maka anda tidak boleh makan buih Jika media massa ingin berdiri di satu konten

terlalu banyak. Kalau harus pukul, ya pukul-lah, saja akan susah baginya bersaing di industri ini,

kalau harus puji, maka pujilah, tidak usah mencari susah untuk bertahan dan exist apalagi kalau baru

cari kesalahan orang lain. Saat ini, masyarakat sudah berdiri untuk menghadapi 13 group media massa

muak dengan cara mengkritisi yang terlalu ekstrem, terbesar tadi. Kemudian peningkatan substansi

akan menjadi tidak elok saat terlalu banyak haruslah ada pada media massa baru tersebut atau

mengkritisi tanpa solusi yang jelas.Mengkritisi media m assa yang masih kecil itu. “Substansi” yang

dengan cara terbaik dapat dilihat dari karakter berbeda itu adalah “menjawab selera pasar”. Sebagai

bahasa media massa tersebut. contoh : dulu format berita “Straight News” adalah format standard dari media massa, kini selera pasar

Perspektif Kubu Regulator

berubah kepada format “soft news” dan “semi Kepemilikan media yang hanya berada di tangan features ”. Masyarakat tidak menyukai lagi dengan

beberapa kelompok bisnis ini menimbulkan banyak format kaku (5W+1H ) saja. Menurut riset “business

permasalahan, seperti munculnya tarik ulur antara development ” dari Media Group sendiri, kini selera

idealisme pers, kepentingan bisnis dan kepentingan pasar mengutamakan “Makna” atau harus ada

politik. Media massa menjadi lahan bisnis yang “Public Meaning” dalam setiap pemberitaan yang

sangat menguntungkan terutama untuk mereka yang disampaikan. Kini interpretative news lebih disukai

mencari kekuasaan. Media massa tidak lagi pasar , yang menyajikan pemaknaan dari suatu

berfungsi sebagai penyampai informasi dengan berita. (maknanya apa dari data dan sumber yang

pesan-pesan realitas sosial.

kita punya). Sebagian besar pemilik media juga memiliki Jika media massa ingin bertahan di tengah

bisnis lain di luar media. Maraknya para kehadiran 13 group konglomerasi tersebut haruslah

konglomerat yang berekspansi ke dunia industri tampil beda dan kreatif dalam isi. Jika tidak

media ini, oleh Firdaus Cahyadi, Direktur Yayasan demikian, siap-siaplah tergilas dengan mereka.

Satu Dunia dijelaskan bahwa ini bertujuan untuk Diakui Eko, penurunan omzet untuk Harian Media

membangun opini publik untuk melindungi bisnis Indonesia pun terjadi saat ini terkait perkembangan

mereka yang berada di luar media, seperti teknologi dan digitalisasi semakin pesat. Namun Eko

pertambangan, perkebunan dan yang lain dari meyakini bahwa “printed media” tidak akan punah

gangguan masyarakat dan Negara. Dan juga untuk melainkan ter-segmented saja. Sebagai wartawan

mempengaruhi opini dan memperlebar ruang yang lahir dan dibesarkan dari media cetak,

kekuasaan dalam bernegosiasi dengan Negara dan keberatan jika di masa depan surat kabar akan punah

masyarakat.

sama sekali karena surat kabar dipercayainya masih Pada masa Orde Baru, orang-orang kaya mempunyai kelebihan dan karakter unik yang

berlindung dibalik pemerintah. Ketika Orde Baru berbeda dengan media massa lainnya.

tumbang, mereka harus melindungi dirinya sendiri. Kenikmatan tersebut adalah “kedalaman” suatu

Bentuk perlindungannya adalah dengan membangun informasi yang kita peroleh dengan bentuk berita

media, untuk membangun opini publik. Maka itulah, yang in depth reporting, berbeda dengan radio dan

mengapa para konglomerat berlomba-lomba untuk Televisi yang hanya selintas dengar. Selain itu

membuat media. Mereka memiliki tambang, sifatnya yang mudah didokumentasikan dan

perkebunan, dan industri yang lain, yang rentan dikliping berbeda dengan TV dan radio, walau

konflik dengan masyarakat. Media menjadi cara dalam

untuk melindungi bisnisnya. (Firdaus Cahyadi, menandinginya. Apalagi media on-line, dia unggul

aktualitas surat

Yayasan Satu Dunia, di kecepatan namun informasi yang disampaikan

tidak mendalam dan tidak berurutan (hanya Saat pemilik media menguasai banyak saluran what,when,why ).

mereka melakukan “self Menurut Eko, perkembangan media massa di

media,

seringkali

promotion”. Pemilik media akan melakukan Indonesia saat ini belum merata ke seluruh wilayah

pencitraan pada media yang satu terhadap bisnis Indonesia, masih tersentral di Jakarta. Penyebabnya

media mereka yang lain. Media juga cenderung adalah pusat pemerintahan dan pusat perekonomian

mempromosikan bisnis mereka masing-masing. masih di Jakarta sehingga pangsa pasar yang paling

Seperti ketika menonton TV, maka pemirsa di besar ada di Jakarta. Permasalahan ketidakmerataan

dorong untuk menggunakan dan memanfaatkan ini tidak bisa disalahkan pemerintah sepenuhnya

bisnis mereka yang lain.

karena melihat keadaan geografis wilayah Indonesia Bahayanya, ketika di dalam salah satu bisnis yang sangat luas. Itulah celah media massa baru jika

tersebut ada permasalahan, maka pemilik media ingin berdiri dan meniti bisnis.

dapat dengan mudah membungkam pemberitaan Media massa saat ini harus berpedoman pada

terkait permasalahan tersebut. Atau, pemilik media rumus “Pandai-pandailah Meniti Buih” jika ingin

akan membuat berita sesuai dengan versi mereka. bertahan dan exist di industri media massa

Pemberitaan hanya berdasar pada satu sisi saja, tidak

36 IKRAITH-humanira Vol 2 No 3 Bulan November 2018 36 IKRAITH-humanira Vol 2 No 3 Bulan November 2018

di jam tayang paling sibuk dengan menghadirkan ujungnya,

sinetron-sinetron. Sementara mempertahankan diri para pemilik modal.

pemberitaan justru banyak Dalam kasus lumpur Lapindo, group media milik

program-program

tergeser pada jam-jam tidak banyak dilirik penonton. Aburizal Bakrie seperti TV One, ANTV dan

Di era konglomerasi media seperti saat ini, tak vivanews.com

ada persaingan di tataran jurnalistik. Justru di TV- menguntungkan mereka. Kalaupun ada suara dari

TV swasta, saat ini mereka bersaing untuk masyarakat, mereka mengambil masyarakat yang

menayangkan film-film box office untuk menarik mendukung mereka. Sama juga dengan pemberitaan

para penonton. Bahkan, ada di salah satu stasiun TV, terkait dengan Disneyland Bogor yang mencaplok

pemiliknya langsung yang memilih film-film box tanah masyarakat Gombong. Hampir semua media

office yang ditayangkan di jam-jam yang memiliki memberitakan dari sisi MNC, sedikit sekali yang

rating tinggi. Jadi, persaingannya justru bukan di melihat permasalahan tersebut dari sisi masyarakat.

jurnalistiknya. (Andreas Harsono, Wawancara, Kecuali Jawa Pos Network, Tempo dan Kartini.

(Firdaus Cahyadi, Direktur Eksekutif Yayasan Satu Hal lain yang disoroti Andreas Harsono adalah Dunia, 25/9/15).

saat ini media-media di Indonesia sangat Jakarta Kepemilikan media yang hanya di tangan

hampir semuanya segelintir orang ini sangat dikhawatirkan akan

sentris.

Pemberitaannya

menggunakan perspektif Jakarta. Dampaknya, terjadi penyeragaman isi siaran. Pemberitaan yang

daerah yang jauh dari Jakarta akan jarang dihasilkan

oleh media-media

tersebut

akan

mendapatkan pemberitaan.

cenderung sama, terutama pada media yang berada

sangat Jakarta sentris. dalam satu payung bisnis. Berita yang muncul di

Media-media kita

Tepatnya Palmerah sentris. Palmerah ini seperti media cetak, akan diulas kembali di TV mereka,

menjadi pusat media dijalankan. Di sini Group kemudian ditampilkan ulasannya di media online

Kompas semua berada. Ada Jakarta Post. Kantor milik group tersebut.

Tempo yang baru juga ada. Indo Pos ada di Terkonsentrasi kepemilikan media hanya di

sebelahnya. Tak jauh dari Palmerah ada SCTV. tangan beberapa kelompok ini tentu saja mengancam

RCTI, Metro TV, Indosiar juga tidak jauh dari hak warga untuk mengakses informasi dan

Palmerah. Juga dalam pemberitaan. Media-media mendapatkan informasi yang jujur dan netral. Selain

masih Jakarta sentris. Informasi yang warga disuguhi informasi dan tayangan yang

kita

ditampilkan kebanyakan adalah berita-berita yang seragam, warga tidak memiliki pilihan lain. Ketika

penduduk Jakarta. Semua warga mengganti tombol remote ke televisi yang

berkaitan dengan

perspektif Jakarta. Dampaknya, daerah yang jauh lain, model informasi yang didapatkan juga hampir

dari Jakarta tidak mendapatkan porsi pemberitaan sama.

Harsono, Wawancara, Publik tidak punya pilihan. “Kebebasan ada di

yang besar. (Andreas

menjelaskan bahwa tangan anda, jika anda tidak suka dengan acara di

Andreas juga

kelompok-kelompok media tidak salah satu televisi, anda bisa mengganti dengan

munculnya

terlepas dari adanya kelompok-kelompok yang ingin menekan tombol ke stasiun TV lain ” itu salah besar.

berkuasa dan adanya modal. Dan disinilah terjadi Karena ketika berganti tombol pun, tidak akan

pertarungan antara pertimbangan bisnis dan nilai- menyelesaikan masalah, karena informasi yang

nilai jurnalistik.

disampaikan juga seragam. Acara televisi yang Namun Andreas masih melihat adanya peluang ditampilkan juga seragam. (Firdaus Cahyadi,

untuk melawan industri-industri media yang makin Direktur

membesar tersebut. Banyak upaya-upaya di tingkat Wawancara, 25/9/15).

lokal yang dilakukan. Seperti di Jambi muncul Saat membaca struktur pasar media massa di

media independen. Begitu juga di internet, muncul Indonesia, maka harus memahami sejarah media di

oase baru seperti IndoProgress, Mojok, dan Pindai Indonesia. Andreas Harsono menjelaskan bahwa

yang berupaya mengambil celah persaingan industri pada awal Abad 20 sampai jaman penjajahan

media dan mengisinya dengan konten yang beragam. Jepang, surat kabar terbesar berada di kota

Munculnya kelompok-kelompok media besar Semarang. Setelah itu, menyusul kota-kota yang

dalam industri media di Indonesia pasca reformasi, lain, seperti Surabaya, Batavia, Padang, Medan, dan

Menurut Nezar Patria merupakan konsekuensi dari Manado.

jalan yang diambil oleh republik ini. Setelah Kepentingan bisnis dalam konglomerasi media

reformasi, terjadi liberalisasi di berbagai sektor. Ini sangat besar, mengalahkan jurnalistik itu sendiri.

akibat keputusan politik yang diambil. Dalam Andreas Harsono, mantan Direktur Yayasan Pantau

suasana liberalisasi seperti itu, memungkinkan memaparkan bahwa di era kepemilikan media yang

semua warga tanpa kecuali untuk membuat media. terkelompok ke dalam beberapa kelompok besar

Dalam hal ini termasuk para pemilik modal dan seperti saat ini, tak ada persaingan dalam segi

yang tidak memiliki modal. Para pemilik modal jurnalistik. Di televisi misalnya, yang ada adalah

mulai berhimpun, baik yang sedang melakukan

IKRAITH-humanira Vol 2 No 3 Bulan November 2018 37 IKRAITH-humanira Vol 2 No 3 Bulan November 2018 37

jurnalistik. Netralitas merupakan sikap wartawan reformasi.

dalam melihat suatu masalah dengan subjektif konglomerat yang pada mulanya inti bisnisnya di

Ini termasuk

para

konglomerat-

wartawan dalam menilai suatu peristiwa. bukan di ranah media, seperti di pertambangan,

Contohnya dalam pemilu lalu, ada dua kandidat perkebunan, perbankan dan lain-lain, bersama-sama

media memberikan mendirikan satu unit media.

pendapatnya bahwa Indonesia lebih sesuai jika Sentralisasi kepemilikan media yang hanya ada

dipimpin oleh calon A dibandingkan calon B. Media di tangan beberapa kelompok tersebut akan mulai

bisa melakukan hal tersebut di rubrik opini. Tetapi bermasalah ketika terjdi konflik kepentingan.

itu tidak boleh dilakukan atau merembes pada Terutama group-group yang melakukan ekspansi

pemberitaan-pemberitaan yang faktual. Fakta dan secara horizontal dengan memiliki unit usaha

opini tidak boleh bercampur. Bahayanya, netralitas bermacam-macam dan memberikan dampak pada

menjadi tidak sah kalau merembes pada pemberitaan bisnis-bisnis vertikalnya, seperti media dan yang

atas fakta-fakta. Dalam pemberitaan tidak boleh lain. Ini yang menjadi permasalahan.

memberitakan hanya salah satu calon saja, atau Menurut Nezar, belum ada peraturan yang

menjelek-jelekkan salah satu calon. Pemberitaan mengatur kepemilikan media. Kecuali di televisi.

harus berdasarkan fakta dan memberitakan secara Dalam UU Penyiaran Tahun 2002, dijelaskan

professional.

tentang pembatasan TV swasta bersiaran secara Media sah-sah saja sejauh tidak mencampurkan nasional. Jangkauan siaran dibatasi sesuai dengan

antara fakta dan opini. Karena media tidak hanya wilayah yang ditetapkan. Ini merupakan semangat

memberikan berita, seperti aggregator di dalam desentralisasi untuk memperkuat otonomi daerah.

komputer. Tetapi media juga merupakan bagian dari Sistem relay tidak lagi digunakan dan diganti

kebebasan berpendapat sehingga media memiliki dengan sistem TV berjaringan. TV-TV Jakarta tidak

hak untuk memberikan pandangan kepada publik. lagi diperbolehkan bersiaran secara nasional.

Seperti halnya tajuk rencana suatu media, yang hal Mereka harus bekerja sama membangun jaringan

tersebut merupakan sikap dari media. Kepemihakan dengan TV-TV lokal.

suatu media perlu dilihat, apakah kepemihakan Semestinya pemerintah mengatur kepemilikan

tersebut dalam mendukung keputusan pemerintah, media. Kepemilikan media hanya boleh memiliki

terhadap suat gerbong bisnis, atau kepemihakan dua platform saja, misalnya pemilik media hanya

terhadap akal sehat .

boleh memiliki cetak dan online, atau online dan Bagi Nezar Patria, konglomerasi media sejauh penyiaran. Harusnya tidak boleh masuk ke dalam

bisa memisahkan kepentingan-kepentingan ekonomi seluruh platform media. Kalau hal ini tidak diatur,

politik di belakang jejaring usaha di balik media maka diversifikasi kepemilikan tidak akan terjadi,

tersebut, maka itu masih boleh-boleh saja. sehingga penguasaan kanal-kanal hanya dimiliki

Konglomerasi media tidak bisa dihambat jika tidak oleh kelompok-kelompok bermodal besar saja. Dan

nasional untuk membatasi ini

ada

persetujuan

kepemilikan media. Salah satu jalan adalah kepentingan.

akan mengakibatkan munculnya

konflik

melakukan review atas ijin-ijin usaha dalam bidang Di Dewan Pers sendiri belum pernah menerima

media agar diversifikasi konten bisa terjamin dengan pengaduan terkait dengan permasalahan konflik

peraturan-peraturan usaha media. kepentingan akibat adanya konglomerasi media ini.

Dewan Pers hanya bisa memberikan wacana Yang sering muncul adalah pengaduan terkait

tersebut, karena pembuatan kebijakan ada di tangan pelanggaran kode etik. Misalnya ketika terjadi

DPR. Dewan Pers akan memberikan usulan kepada ketidakakurasian dalam pemberitaan. Dan biasanya

komunitas media dan publik untuk mengajukan draft disebabkan oleh bias kepemilikan, atau pemberitaan

UU yang membatasi kepemilikan dan intervensi yang tidak seimbang. Dan ini banyak terjadi pada

pemilik ke dalam newsroom. masa pemilu. Pada pemilu lalu sejumlah ada

Dalam iklim yang cukup liberal dimana setiap pengaduan yang masuk, baik dari masyarakat, media

orang bisa membuat media dan bisa melakukan watch , hingga warga konsumen media yang

intervensi kepentingan ekonomi politik ke dalam mengkritik media tersebut.

ruang redaksi, jika tidak ada pembatasan, maka Upaya untuk menjaga independensi, menurut

newsroom harus bersikap independen. Untuk itu, Nezar dapat dilakukan dengan menegakkan kode

Nezar mengatakan harus ada jaminan yang kuat dari etik jurnalistik. Karena dalam kode etik itu sendiri

Undang-Undang untuk menolak intervensi tersebut, sudah tercantum sikap independen dari seorang

demi kepentingan publik.

jurnalis. Ada kerancuan antara independensi dengan

KESIMPULAN

netralitas. Nezar

menyampaikan

bahwa

independensi adalah proses pencarian berita yang Struktur pasar media massa Indonesia saat ini dilakukan dengan otonomi newsroom dan wartawan

oligopoli. Penelitian untuk mendapatkan fakta-fakta dan data-data tanpa

cenderung bergerak

ke

sebelumnya menunjukan pemusatan kekuatan pada

38 IKRAITH-humanira Vol 2 No 3 Bulan November 2018

13 konglomerasi media nasional dimana beberapa dari mereka aktif di partai politik. Hal ini

Meliala, Robbikal Muntaha. (2018a). Sikap Metro berpengaruh pada praktik pers bekerja saat ini dalam

TV Dalam Persaingan Pasar Oligopoli. membentuk opini publik cenderung menguntungkan

Jurnal Akrab Juara 3(3),38-52.

pengiklan dan kepentingan konglomerasi. Teori Ekonomi Politik Media (Moscow, 1996) digunakan

Meliala, R.M. (2018b). Analisis Model Super “A” dalam penelitian ini yang terdiri atas komodifikasi,

pada Iklan Promosi Kampus di Televisi. spasialiasi dan strukturasi.

Studi Komunikasi, Dari

Jurnal

2(2).doi:10.25139/jsk.v2i2.397 disimpulkan: Dialektika terjadi antara pihak media partisan dengan regulator media massa pada

Meliala, Robbikal Muntaha. (2017). Representasi beberapa hal dimana Media Partisan menganggap

Superioritas Pada Iklan Promosi Perguruan masyarakat Indonesia adalah khalayak yang sudah

Tinggi Di Televisi (Studi Semiotik Pierce pintar dan aktif dalam mengkonsumsi media

Pada Iklan BSI Grup). Jurnal IKRA-ITH sementara regulator beranggapan khalayak masih

HUMANIORA, 1(2), 76-85. pasif dan mereka tidak punya pilihan dalam mengkonsumsi media. Independensi dan Netralitas

Vincent. 1996. Political Economy adalah konsep yang berbeda dalam praktik pers,

Moscow,

Communication. SAGE Publication. sehingga pers sebagai manusia biasa tidak ada yang dapat

Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. kepemilikan media belum diatur dalam undang-

netral keseluruhan.

Regulasi

batasan

Yogyakarta : PT Lkis Pelangi Aksara undang kecuali hanya media televisi, sehingga

Yogyakarta.

perlunya pemerintah mengkaji ulang tentang aturan batas kepemilikan media bagi seseorang agar tidak

Ruslan, Rosady. (2008). Metode Penelitian Public terlalu bebas menggunakan badan usaha media

Relations dan Komunikasi: Konsepsi dan massanya