Resiko dan Perilaku dan Kekerasan

Resiko Perilaku Kekerasan
1. Definisi perilaku kekerasan
Kekerasan

(violence)

merupakan

suatu

bentukperilaku

agresi

(agressive behavior) yang menyebabkan atau dimaksudkan menganggu
hubungan intrapersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan
konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang
lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu, perawat harus pula
mengetahui tentang respon kemarahan seseorang dan fungsi positif
marah.Menurut Stuart & Sundeen (1996) Marah merupakan perasaan jengkel
yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak

terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.Menurut Purba (2008) Marah
merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf parasimpatik
yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat biasanya ada
kesalahan, yang mungkin nyata-nyata kesalahannya atau mungkin juga
tidak.Pada

saat

marah

ada

perasaan

ingin

menyerang,

meninju,


menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang
kejam. Bila hal ini disalurkan maka akan terjadi perilaku agresif (Muhith,A
2015. p.144)
2. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
1. Fisik : muka merah dan tegang, mata melotot atau pandangan tajam,
tangan mengepal, rahang mengatup, postur tubuh kaku dan jalan mondarmandir.
2. Verbal : bicara kasar, suara tinggi, membentak atau berteriak, mengancam
secara verbal atau fisik, mengumpat dengan kata-kata kotor, suara keras
dan ketus.

1

3. Perilaku : melempar atau memukul benda atau orang lain, menyerang
orang lain, melukai diri sendiri, orang lain,merusak lingkungan, dan amuk
atau agresif.
4. Emosi : Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam
dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.

5. Intelektual : Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan,
sarkasme.
6. Spiritual : Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat
orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
sindiran.
8. Perhatian ; Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual (Keliat.
2011 p.108).
3. Proses terjadinya perilaku kekerasan.
Ada 2 faktor yang mempengaruhi individu untuk beresiko perilaku
kekerasan, yaitu:
1. Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu (keliat, 1996):
a. Faktor psikologis
Psychoanalytical Theory: teori ini mendukung bahwa perilaku
agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Frued berpendapat
bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh 2 insting, pertama insting
hidup yang diekspresikan dengan seksualitas dan kedua insting

kematian yang diekspresikan dengan agresivitas.
Frustation aggression theory: teori yang dikembangkan oleh
pengikut frued ini berawal dri asumsi bahwa bila usaha seseorang
2

untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan, maka akan timbul
dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang
dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi.
Jadi hampir semua orang melakukan tindakan agresif mempunyai
riwayat perilaku agresif.
Pandangan

psikologi

lainnya

mengenai

perilaku


agresif:

mendukung pentingnya peran dari perkembangan predisposisi atau
pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia
mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak.
Beberapa contoh dari pengalaman tersebut:
1) Kerusakan otak organik dan retardasi mental sehingga tidak
mempu untuk menyelesaikan secara efektif.
2) Severe emotional deprivation atau reaksi yang berlebihan pada
masa kanak-kanak atau seductional parental yang mungkin telah
merusak hubungan saling percaya dan harga diri.
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child
abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga
membentuk pola pertahanan dan koping (Muhith. 2015 p.153).
b. Faktor sosial budaya
Social Learning Theory, teori ini mengemukakan bahwa agresi
tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari
melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan
penguatan, maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosional secara

agresif sesuai dengan respon yang dipelajari. Pembelajaran ini bias
internal dan eksternal. Contoh internal: orang yang mengalami
keterbangkitan seksual karena menonton film erotis menjadi lebih
agresif dibandingkan mereka yang tidak menonton film tersebut,
seorang anak yang marah karena tidak boleh belies kemudian ibunya
3

memberinya es agar anak berhenti marah. Anak tersebut akan belajar
bahwa bila ia marah, ia akan mendapatkan apa yang ia inginkan.
Contoh eksternal: seorang anak menunjukan perilaku agresif setelah
melihat orang dewasa mengespresikan beragai bentuk perilaku agresif
terhadap sebuah boneka. Cultural dapat pula mempengaruhi perilaku
kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi
agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima sehingga
dapat membantu individu untuk mengeskpresikan marah dengan cara
asertif (Muhith. 2015 p.154).
c. Faktor biologis.
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif
mempunyai dasar biologis:
1) Neurobiologis: Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap

proses

impuls

agresif:

sistem

limbik,

lobus

frontal

dan

hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam
memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem
limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan
memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan

meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan.
Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu
membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak
sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis
mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan
pusat agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi
4

atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten
dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya
tentang respons terhadap stress.
3) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan.Tumor otak, khususnya
yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak,

yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti
ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan
(Muhith. 2015 p.156).
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart & Sundeen (2002) Secara umum seseorang akan marah
jika dirinya merasa terancam, baik berupa injury secara fisik, psikis, atau
ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut :
a) Kehilangan keterkaitan yang nyata atau yang dibayangkan termasuk
kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri.
b) Peristiwa besar dalam kehidupan
c) Peran dan ketegangan peran
d) Perubahan fisiologis diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai
penyakit fisik
e) Sumber-sumber koping meliputi status sosioekonomi, keluarga,
jaringan interpersonal dan organisasi sekunder yang dinaungi oleh
lingkungan sosial yang lebih luas.
Menurut Yosep (2009), Faktor-faktor yang dapat mencetuskan
perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan :


5

a) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d) Ketidaksiapan

seorang

ibu

dalam

merawat


anaknya

dan

ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
Menurut Keliat (1996), Bila dilihat dari sudut perawat – klien, maka
faktor yang menncetuskan terjadinya perilaku kekerasan terbagi dua, yakni
:
1) Klien : Kelemahan fisik, keputusan, ketidakberdayaan, kurang percaya
diri.
2) Lingkungan : Ribut, kehilangan orang/objek yang berharga, konflik
interaksi social.
4. Rentang respon perilaku kekerasan
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit diri
sendiri dan menganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan
langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan
membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Oleh

6

karnanya perawat harus pula mengetahui tentang respon kemarahan seseorang
dan fungsi positif marah.(Muhith 2015. P.148)

Respon adaptif
Asertif
Frustasi

Pasif

Respon maladaptif
Agresif
amuk

Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan
melarikan diri atau respon melawan dan menantang. Respon melawan dan
menantang merupakan respon yang maladaptif, yaitu agresif-kekerasan
perilaku yang menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi,
yaitu :
a. Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan
merasa lega.
b. Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang
tidak realistis.
c. Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang sedang dialami.
d. Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati
orang lain dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat
melukai. Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak
melukai orang lain.
e. Amuk : Perilaku kekerasan ditandai dengan menyentuh orang lain secara
menakutkan, memberi kata-kata ancaman, melukai disertai melukai pada
tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai atau merusak secara
serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri (Muhith 2015 p.148).
5. Penatalaksanaan pasien dengan kekerasan akut.
1. Pertama putuskan bahwa pasien hilang kendali secara akut. Apabila
demikian, tangani segera dengan pengekangan fisik dan medikasi, buakn
dengan percakapan. Segera temui pasien jangan menunggu.
7

2. Dekati pasien yang kurang bersahabat dengan hati-hati dan berda pada
posisi yang aman. Waspadai tanda-tanda peringatan (missal, gelisah,sikap
menuntut) apabila bercakap-cakap tampak bermanfaat, coba lakukan, tapi
berilah batas yang jelas selama wawancara.
3. Medikasi terhadap pasien dengan agitasi akut: larazepam 1-2 mg IM
setiap 2-4 jam, maksimal 3 dosis: haloperidol 5 mg IM/jam untuk dosis 34 atau depridol (5mg IM/jam 2-3 dosis tidak direkomendasi oleh FDA
untuk keperluan tersebut. Apakah pasien mengunakan obat-obatan yang
menekan SSP, apakah pasien dalam kondisi dedirium? Kalau demikian,
berikan medikasi dan observasi ECT dapat mengendalikan kekerasan
psikotik.
4. Jika pasien mengancam dan agitasi tetapi tidak ganas, perlakukan dengan
penuh penghormatan-manusiawi, langsung pasti tenang, menentramkan.
Jangan menantang dan menprofokasikan atau secara terang-terangan tidak
setuju dengan pasien.
5. Temukan etiologi kekerasan. Apakah ada penyakit mental, cedera otak?
Penggunaan obat-obatan apakah ada pencetus lingkungan yang dapat
dikenali? Lakukan intervensi secara langsung pada pasien psikotik.
6. Kebanyakan pasien dapat ditenangkan dengan dukungan, pengertian dan
medikasi, apabila harus paksa ke rumah sakit apakah ini benar-benar
masalah criminal dan benarkah melibatkan polisi (Tomb, D. 2003 p.92)
6. Pohon masalah perilaku kekerasan
Akibat

Mencederai

diri

sendiri,

orang

lain

dan

lingkungan
Core problem
Sebab

Perilaku kekerasan/amuk
Mekanisme koping tidak efektif: gangguan

harga diri
8

(Keliat, 2001).
7. Asuhan Keperawatan perilaku kekerasan.
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
b. Penanggung jawab
c. Keluhan utama
d. Alasan masuk.
e. Faktor predisposisi
1) Riwayat penyakit pasien
2) Riwayat pengobatan
3) Riwayat trauma
4) Riwayat penyakit keluarga
5) Riwayat masa lalu yang tidak menyenangkan
f. Pemeriksaan fisik : tanda-tanda vital, TB, BB, kondisi fisik
g. Psikososial
1) Genogram
2) Konsep diri
a) Citra tubuh
b) Identitas
c) Peran
d) Ideal diri
e) Harga diri
3) Hubungan sosial: dengan orang terdekat, dalam masyarakat,
hambatan dalam hubungan dengan orang lain.
4) Spiritual: nilai keyakinan, kegiatan ibadah.
h. Status mental
1)

Penampilan

2)

Pembicaraan
9

3)

Aktivitas motorik

4)

Alam perasaan

5)

Afek

6)

Interaksi selama wawancara

7)

Persepsi

8)

Pola piker

9)

Tingkat kesadaran

10)

Memori

11)

Tingkat konsentrasi dan berhitung

12)

Kemampuan penilaian

13)

Daya tilik diri

i. Kebutuhan persiapan pulang
1)

Makan

2)

BAB/BAK

3)

Mandi

4)

Berpakaian/berhias

5)

Istirahat dan tidur

6)

Penggunaan obat

7)

Pemeliharaan kesehatan

8)

Kegiatan di dalam rumah

j. Mekanisme koping
1)

Mampu berbicara dengan orang lain

2)

Mampu menjelaskan masalah ringan

3)

Lebih suka diam jika ada masalah

k. Masalah psikososial dan lingkungan
1)

Masalah dengan kelompok

2)

Masalah dengan lingkungan

3)

Masalah dengan kesehatan

4)

Masalah dengan perumahan
10

5)

Masalah dengan ekonomi

l. Aspek medic
m. Data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui observasi atau
wawancara tentang perilaku:
1) Muka merah dan tegang
2) Pendangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Megepalkan tangan
5) Jalan mondar-mandir
6) Bicara kasar
7) Mengancam secara verbal atau fisik
8) Melempar dan memukul
9) Merusak barang.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang muncul adalah :
a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan
c. Gangguan konsep diri: harga diri rendah.
3. Rencana intervensi keperawatan
Tujuan:
a. pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. pasien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
c. pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukan.
d. pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan
e. pasien

dapat

menyebutkancara

mencegah/mengontrol

perilaku

kekerasan

11

tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya, dalam menbina hubungan saling
percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman
saat berinteraksi dengan anda: mengucap salam, berjabat tangan,
menjelaskan tujuan, membuat kontrak topic.
b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan
yang lalu.
c. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi perilaku kekerasan
d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang bias dilakukan
pada saat marah yaitu secara verbal: orang lain, diri sendiri dan
lingkungan.
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
f. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
1) SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi
penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan,
perilaku

kekerasan

yang

dilakukan,

akibatnya

serta

cara

mengontrol secara fisik I yaitu latihan napas dalam dan pukul kasur
dan bantal.
2) SP 2 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara obat.
a) Evaluasi latihan nafas dalam dan pukul kasur dan bantal
b) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima
benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum
obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai
penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.
c) Susun jadual minum obat secara teratur
d) Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
3) SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/
verbal:
a) Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
12

b) Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik.
4) SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara
spiritual
a) Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara
fisik dan sosial/verbal
b) Latihan sholat/berdoa
c) Buat jadwal latihan shoalat/berdoa
g. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik: latihan nafas
dalam dan pukul kasur bantal, susun jadwal latihan nafas dalam dan
pukul kasur bantal.
h. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara social/verbal.
1) Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal:menolak dengan
baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
2) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.
i. Latih mengontrol perilaku kekerasn secara spiritual:
1) Diskusikan kegiatan ibadah yang pernah dilakukan pasien.
2) Latihan mengontrol marah dengan melakukan kegiatan ibadah
yang biasa dilakukan pasien.
3) Buat jadwal latihan kegiatan ibadah
j. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat:
1) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar
disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.
2) Susun jadwal minum obat secara teratur.
k. Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi mengontrol perilaku kekerasan

13

Latihan SP 1 : Bina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan
marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,
akibatnya cara mengontrol secara fisik ke 1.
ORIENTASI:
“Selamat pagi pak, perkenalkan saya T A, Panggil saya T, saya perawat yang
dinas di puskesmas….Nama Bapak siapa? Senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan Bapak saat ini? Masih ada perasaan kesal atau
marah?”
“Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah
Bapak.”
“Berapa lama Bapak mau kita berbincang-bincang?”Bagaimana kalau 20
menit?”
“Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak?Bagaimana
kalau diruang tamu?”
KERJA:
“Apa yang menyebabkan Bapak marah?Apakah sebelumnya Bapak pernah
marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang? O… ia,
jadi ada 2 penyebab marah Bapak”
“pada saat penyebab marah itu ada, seperti Bapak pulang kerumah istri
belum menyediakan makanan, apa yang Bapak rasakan?”
“apakah Bapak merasakan kesal kemudian dada Bapak berdebar-debar mata
melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal”
“setelah itu apa yang Bapak lakukan?O… ia, Bapak memukul istri Bapak dan
memecahkan piring, apakah dengan cara ini makanan terhidang? Iya, tentu
tidak..Apa kerugian cara Bapak lakukan? Betul, istri jadi sakit dan takut,
piring pecah. Menurut Bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah
Bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?
14

“Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya
adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.”
“Bagaimana kalua kita belajr satu cara dahulu?”
“Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Bapak rasakan maka
Bapak berdiri, lalu tarik nafas dalam dari hidung, ttahan sebentar, lalu
keluarkan tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan
kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus…, tahan, dan tiup
melalui mulut, nah lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah dapat
melakukannya. Bagaimana perasaanya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini Bapak lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul Bapak sudah terbiasa melakukannya.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang tentang
kemarahan Bapak?
“iya jadi ada 2 penyebab Bapak marah…… dan yang Bapak rasakan…. Dan
yang Bapak lakukan… serta akibatnya.”
“Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah Bapak yang
lalu. Jangan lupa latihan nafas dalamnya ya pak. Sekarang kita buat jadwal
latihanya ya pak, berapa kali sehari Bapak mau latihan nafas dalam? Jam
berapa saja pak?”
“Baik, bagaimana kalau 2 hari lagi saya datang dan kita latihan cara lain
untuk mencegah/mengontrol marah? Tempatnya dirumah Bapak saja ya,
selamat pagi!”
Latihan SP 1: latihanmegontrol perilaku kekerasan secara fisik ke-2
ORIENTASI:
“Selamat pagi, Pak, sesuai dengan janji saya dua hari yang lalu sekarang
saya datang lagi.”
15

“Bagaimana perasaan Bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan Bapak
marah? Apakah latihan nafas dalamnya sudah dilakukan?Coba saya lihat
jadwal kegiatannya. Bagus sekali, bapak telah lakukan dengan baik.”
“baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan
kegiatan fisik untuk cara kedua”
“mau berapa lama?” bagaimana kalau 20 menit?”
“dimana kita bicara? Bagaimana kalau diruang tamu?”
KERJA
“Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal,
dada berdebar, mata melotot, selain nafas dalam bapak dapat melakukan
pukul kasur dan bantal.”
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak?
Jadi kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan
lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal, nah coba
bapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya bagus, sekali bapak
melakukannya.”
“Lampiaskan kekesalam ke kasur atau bantal.”
“Nah cara ini pun dapat bapak lakukan secara rutin jika perasaan marah.
Kemudian jangan lupa merapikan tempat tidurnya.
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah
tadi?”
“Ada beberapa cara yang sudah kita latih? Coba bapak sebutkan lagi!
Bagus
“Mari kita masukkan ke dalam jadwalkegiatan bapak sehar-hari.Pukul kasur
bantal mau berapa pukulan? Bagaimana kalau setiap bangun tidur

16

Baik, jadi pukul 5 pagi dan pukul 3 sore. Lalu kalau ada keinginan marah
sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya, pak sekarang kita masukkan di
jadwal kegiatan bapa.”
“bagaimana kalau dua hari lagi kita ketemu untuk latihan cara mengontrol
marah dengan belajar minum obat. Mau pukul berapa, Pak?Baik, pukul 10
pagi ya. Sampai Jumpa!”
Latihan SP 2: latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat.
ORIENTASI:
“Selamat pagi, Pak, sesuai dengan janji saya dua hari yang lalu sekarang
saya datang lagi.”
“Bagaimana perasaan Bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan Bapak
marah? “Apakah latihan nafas dalam, pukul bantal dan kasur sudah
dilakukan? Coba saya lihat jadwal kegiatannya, jadi rasa marah sudah
berkurang.”Bagaimana kalau sekarang kita bicara dengan latihan tentang
cara minum obat yang benar untuk mengontrol rasa marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat
kemarin?”
“Mau berapa lama?” bagaimana kalau 20 menit?”
KERJA
“Bapaksudah dapat obat dari dokter?”
Berapa macam obat yang bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam
berapa bapak minum? Bagus!
“Obatnya ada tiga macam pak, yang nama oranye namanya CPZ gunanya
agar pikiran bapak tenang, yang putih namanya THP agar rileks dan tenag,
yang merah jambu namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah
berkurang. Semua ini harus bapak minum 3 kali dalam 1 hari pada pukul 7
pagi, 1 siang, dan jam 7 malam.”
17

“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya bapak dapat mengisap es batu.”
Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan
beraktivitas dahulu.”
“Sebelum minum obat ini bapak lihat dulu labelnya di kotak obat apakah
benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosisnya yang harus diminum, pukul
berapa saja yang harus diminum.Baca juga apakah nama obatnya sudah
benar!”
“Jangan pernah menghentikan obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya
pak, karena dapat terjadi kekambuhan.”
“Sekarang kita masukkan waktu minum obat ke dalam jadwalnya ya
pak”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
minum obat yang benar?”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita
pelajari?
Sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat.Jangan
lupa laksanakan semua dengan teratur ya.”
bagaimana kalau dua hari lagi kita ketemu untuk latihan cara mengontrol
marah dengan belajar bicara yang baik. Mau pukul berapa, Pak?Baik, pukul
10 pagi ya. Sampai Jumpa!”
Latihan SP 3:latihan mengontrol perilaku kekerasan secara social/
verbal
ORIENTASI
“Selamat pagi, Pak, sesuai dengan janji saya dua hari yang lalu sekarang
saya datang lagi.”
18

“Bagaimana perasaan Bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan Bapak
marah? Apakah latihan nafas dalam, pukul bantal, kasur dan minum obat
sudah dilakukan? Coba saya lihat jadwal kegiatannya, jadi rasa marah sudah
berkurang.” Bagaimana kalau sekarang kita bicara dengan latihan tentang
cara bicara untuk mengontrol rasa marah?”
“dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat
kemarin?”
“mau berapa lama?” bagaimana kalau 20 menit?”
KERJA
“Baiklah kita akan latihan cara bicara yang baik untuk mencegah perasaan
marah. Sekarang saya akan menjelaskan tentang cara bicara yang baik bila
Bapak sedang marah, ada 3 caranya pak :
“Meminta dengan baik tanpa marah dengan suara rendah serta tidak
menggunakan kata- kasar, misalnya pak saya mau minta makanan, coba
bapak praktekkan?Bagus bapak.
“Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin
melakukannya karena sedang ada pekerjaan, katakan maaf saya tidak bisa
melakukannya karena sedang ada pekerjaan, coba bapak praktekkan ?bagus
bapak”
“Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang
membuat kesal ibu dapat mengatakan saya menjadi marah karena
perkataanmu itu coba bapak praktekkan? Bagus bapak.”
TERMINASI
“Bagaimana perasan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengendalikan marah dengan cara bicara yang baik?”
“Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari.
Bagus sekali.
19

Sekarang mari kita masukan dalam jadwal, berapa kali bapak mau
melakukan latihan bicara yang baik?”
“Besok kita akan membicarakan cara mengatasi rasa marah bapak yaitu
dengan cara ibadah.”
“bapak mau jam berapa? Baik jam 10 pagi ya.”
“Tempatnya dimana bapak?bagaimana kalau disini saja, jadi besok kita
ketemu lagi disini jam 10 ya pak. Assalamualaikum.”
Latihan SP 4: latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual.
ORIENTASI:
“Assaalamualaikum bapak, apakah ibu masih ingat dengan saya?, sesuai
dengan janji saya kemarin, saya datang lagi”
“Bagaimana perasaan bapak pada pagi hari ini?.apakah bapak sudah
melakukan latihan tarik nafas dalam

dan pukul kasur atau bantal?

Bagaimana dengan minum obatnya?bagaimana dengan cara berbicara yang
baik, apakah bapak sudah melakukannya.”
“Sekarang kita melanjutkan berbicang-bincang tentang cara mengontrol rasa
marah dengan cara ibadah. seusai kontrak kemarin, kita akan bicara selama
20 menit.
KERJA
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa bapak lakukan sebelumnya di
rumah?Baik bapak, ada banyak kegiatan ibadah ya.Nah, dari berbagai
kegiatan ini menurut bapak mana yang kira-kira yang efektif yang bisa bapak
lakukan di rumah sakit?Baik, bapak memilih dengan Istighfar ya? Nah kalau
bapak sedang marah coba ibu langsung duduk dan tarik nafas dalam, jika
tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Setelah nafas dalam
bapak

bisa

merasa

rileks,

kemudian

ibu

ucapkan

20

Astaghfirullahaladzimii. Mari kita cobakan bu?bagus sekali. bapak bisa
lakukan kegiatan ini secara teratur untuk meredakan kemarahan ya bapak.”
TERMINASI
“Bagaimana perasan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengendalikan marah dengan cara melakukan kegiatan ibadah?”
“Coba bapak sebutkan lagi berapa cara mengendalikan marah yang sudah
kita pelajari?.Bagus sekali.”
“Sekarang mari kita masukan dalam jadwal, berapa kali bapak mau
melakukan kegiatan ibadah?.”
“Besok saya akan datang lagi, nanti kita akan bicarakan kemampuan bapak
yang telah kita latih selama ini dan apakah bapak sudah mengontrol rasa
marahnya,
bapak mau jam berapa ?”
“bapak mau dimana? bagaimana Disini lagi? baik jadi besok kita ketemu
lagi disini jam 10 ya Bapak. Assalamualaikum.”

21

GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM
1. Pengertian Waham
Waham adalah keyakinan yang salah, dan dipertahankan yang tidak memiliki
dasar dalam realitas. Klien memegang keyakinan ini dengan kepastian total,
langsung, dan segera. Karena klien percaya pada ide waham, ia akan bertindak
sesuai dengan ide tersebut. Keyakinan waham ini tidak tergoyahkan oleh
informasi atau fakta dari luar dan yang bertentangan. Waham merupakan gejala
positif dari skizofrenia (Videbeck, p: 362, 2008). Waham adalah suatu keyakinan
yang salah yang dipertahankan secara kuat/terus menerus namun tidak sesuai
dengan kenyataan (Keliat, p: 165, 2011).
Waham adalah keyakinan seseorang yang salah dan tidak tetap sesuai dengan
pengetahuan atau latar belakang budaya. Seorang individu mempunyai keyakinan
rasa dendam yang dibuktikan secara nyata bahwa itu salah atau tidak masuk akal
(Townsend, p: 346, 2014).
Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan
fakta dan keyakinan tersebut mungkin “aneh” atau bisa pula tidak aneh hanya
sangat tidak mungkin dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan
bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya. Waham sering ditemui pada
gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham sering ditemukan pada
skizofrenia. Semakin akut psikosis semakin sering ditemui wahan disorganisasi
dan waham tidak sistematis (Tomb, p: 27, 2004).
2. Jenis-jenis Waham
Menurut Keliat (p: 166, 2011)
a. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh “saya ini
pejabat di departemen kesehatan”
b. Waham curiga
22

Meyakini bahwa seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/
mencederai dirinya, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh “saya tahu, anda ingin menghancurkan hidup saya karena iri dengan
kesuksesan saya”.
c. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan,
diucapkan berulang kali tetapi tidak seseuai kenyataan. Contoh “kalau saya
mau masuk surga saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari”.
d. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang
penyakit, diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh “saya
sakit kanker”. Setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda
kanker namun pasien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
e. Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Contoh “ini kan
alam kubur, semua yang ada di sini adalah roh-roh”.
Menurut Videbeck (p: 363, 2008)
f. Waham referensi atau gagasan rujukan
Mencakup keyakinan klien bahwa tanyangan televisi, musik, atau artikel surat
kabar memiliki makna khusus bagi dirinya. Contoh “klien mungkin
melaporkan bahwa presiden berbicara langsung dengannya dalam sebuah
tayangan berita atau pesan-pesan khusus dikirim melalui artikel surat kabar”.
Menurut Tomb (p: 27, 2004)
g. Waham penyiaran pikiran
Keyakinan bahwa orang lain dapat mendengar pikiran mereka
h. Waham penyisipan pikiran
Keyakinan bahwa pikiran orang lain dimasukkan ke dalam benak pasien
23

3. Diagnosis keperawatan (Keliat, p: 166, 2011).
Diagnosis keperawatan yaitu gangguan proses pikir (waham)
4. Tindakan keperawatan (Keliat, p: 167, 2011).
Tujuan Tindakan :
a. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
b. Pasien menggunakan obat secara teratur
c. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
d. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya. Tindakan yang harus anda lakukan dalam
rangka membina hubungan saling percaya adalah :
1) Mengucapkan salam teurapeutik
2) Berjabat tangan
3) Menjelaskan tujuan interaksi
4) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
b. Bantu orientasi realita
1) Tidak mendukung atau membantah waham pasien
2) Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman
3) Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-haei
4) Jika pasien terus menerus membicarakan wahamnya dengarkan tanpa
memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti
membicarakannya
5) Fokuskan pembicaraan pada realitas (mis, memanggil nama pasien),
menjelaskan hal yang sesuai realita
6) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realita
c. Diskusikan kebutuhan psikologis/ emosional yang tidak terpenuhi sehingga
menimbulkan kecemasan, rasa takut, dan marah.

24

d. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional
pasien
e. Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki
f. Berdiskusi tentang obat yang diminum
g. Melatih minum obat yang benar
5. Strategi Pelaksanaan (Keliat, p: 168-171, 2011).
a. Sp 1 pasien : membina hubungan saling percaya: mengidentifikasikebutuhan
yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan dan latihan orientasi
realita
Contoh percakapan
Fase orientasi
“assalamu’alaikum A, perkenalkan nama saya N, saya perawat yang berdinas
pagi hari ini di ruang melati, saya dinas dari pukul 08-14.00 nanti, saya yang
akan merawat A hari ini, nama panjang A siapa dan senag dipanggil apa ?
“Bisa kita berbincang-bincang hari ini tentang apa yang A rasakan
sekarang ?
“Berapa lama A mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 15 menit
saja ?”
Fase Kerja
“saya mengerti A merasa bahwa A adalah seorang presiden, tetapi sulit bagi
saya untuk mempercayainya karena setau saya presiden negara kita sekarang
adalah bapak J dan sedang berada di ibu kota negara kita, bisa kita lanjutkan
pembicaraan kita yang terputus tadi A ?
“Tampaknya A merasa gelisah, bisa A ceritakan apa yang A rasakan ?
“O... jadi A merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya
hak untuk mengatur diri A sendiri?”
“Siapa menurut A yang sering mengatur-atur diri A?”
“Jadi teman A yang terlalu mengatur-atur ya A, juga adik A yang lain?”
25

“Kalau A sendiri inginnya seperti apa?”
“Ooo, Bagus A sudah punya rencana dan jadwal unutk diri sendiri.”
“Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut A.”
“Wah, bagus sekali, jadi setiap harinya A ingin ada kegiatan di luar rumah
sakitkarena bosan kalau dirumah sakit terus ya?”
Fase Terminasi
“Bagimana perasaan A setelah berbincang-bincang dengan saya?”
“Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus.”
“Bagaimana kalau jadwal ini A coba lakukan, setuju A?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
“Saya akan datang kembali dua jam lagi.”
“Kita akan berbincang-bincang tentang kemampuan yang pernah A miliki?”
“A mau kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau disini saja A?”
b. Sp 2 pasien : mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar
Contoh percakapan
Fase Orientasi
“Assalamualaikum A.” “Bagaimana A, bagaimana kabarnya hari ini ?.”
“Sesuai dengan janji kita tadi, kita akan membicarakan tentang obat yang
harus

A

minum,

Bagaimana

kalau

kita

mulai

sekarang

A?”

“Berapa lama A mau kita membicarakannya? Bagaimana kalau 20 atau 30
menit saja?”
Fase Kerja
“A berapa macam obat yang diminum, jam berapa saja obat yang diminum?”
“A perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang.”
“Obatnya ada tiga macam , yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya
agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang
merah jambu ini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur. Semuanya
ini diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam.”
26

“Bila nanti setelah minum obat mulut A terasa kering, untuk membantu
mengatasinya A bisa banyak minum dan mengisap-isap es batu.”
“Sebelum minum obat ini A mengecek dulu label dikotak obat apakah benar
nama A tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam
berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar!”
“Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus
diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya A tidak
menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi
dengan dokter.”
Fase Terminasi :
“Bagaiman perasaan A setelah kita becakap-cakap tentang obat yang A
minum?

Apa

saja

nama

obatnya?

Jam

berapa

minum

obat?”

“Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan! Jangan lupa minum obatnya dan
nanti
“Jadwal

saat

makan

yang

minta

telah

kita

sendiri
buat

obatnya
kemarin

pada

perawat!”

dilanjutkan

ya

A

“Abesok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah
dilaksanakan.
“Bagaimana

kalau

seperti

biasa,

jam

10

dan

ditempat

sama?”

“Sampai besok ya A.”
c. Sp 3 pasien : menjelaskan dan melatih cara memenuhi kebutuhan dasar
Contoh percakapan
Fase orientasi
“assalamu’alaikum A, bagaimana perasaannya saat ini ? bagus!
Bagaimana kalau kita bicarakan tentang kebutuhan A saat ini ?
Dimana enaknya kita berbincangbincang ?
Berapa lama A mau kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 20 menit
tentang hal tersebut?

27

Fase kerja
“apa saja kegiatan A saat ini ?
Wah.. rupanya A banyak juga kegiatannya ya
Bisa A ceritakan lagi kegiatan A dari bangun tidur hingga malam ?
Wah.. bagus sekali apa yang sudah A lakukan
Nah, A sepertinya belum mandi ya ? rambutnya juga masih kusut. Bagaimana
kalau saya ajarkan A untuk mandi dan menyisir rambut.
Ya seperti itu A”
Fase terminasi
“bagaimana perasaan A setelah kita bercakapcakap dan berlatih mandi dan
merapikan diri?
Setelah ini coba A lakukan lagi ya dan bagaimana kalau kita masukkan ke
dalam jadwal harian
Besok kita ketemu lagi ya A
Besok kita akan membahas tentang hobi A, baik A mau kita berbincang disini
saja ?
Baik A kalau begitu saya permisi dulu
d. Sp 4 pasien : mengidentifikasi kemampuan positif yang dimilikinya dan
membantu mempraktekkannya
Contoh percakapan
Fase Orientasi :
“Assalamualaikum

A,

bagaimana

perasaannya

saat

ini?

Bagus”

“Apakah A sudah mengingat-ngingat apa saja hobi atau kegemaran A?”
“Bagaimana

kalau

kita

bicarakan

hobi

tersebut

sekarang?”

“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi A tersebut?”
“Berapa lama A mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?”
Fase Kerja :
“Apa saja hobi A? Saya catat ya pak, terus apa lagi?”
28

“Wah, rupanya A pandai merajut ya.”
“Bisa A ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar merajut, siapa
yang dulu mengajarkannya kepada A, dimana?”
“Bisa A peragakan kepada saya bagaimana cara merajut yang bagus itu.”
“Wah, bagus sekali . Bagaimana kalau kita buat jadwal untuk kemampuan A
ini. Berapa kali sehari/seminggu A mau merajut?”
“Apa yang A harapkan dari kemampuan merajut ini?”
“Ada tidak hobi atau kemampuan A yang lain selain merajut?”
Fase Terminasi :
“Bagaimana perasaan A setelah kita berbincang-bincang tentang hobi dan
kemampuan A?”
“Setelah ini coba A lakukan latihan merajut sesuai dengan jadwal yang telah
kita buat ya?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
6. Pohon Diagnosis (Direja, p: 120, 2012)
Resiko Tinggi Perilaku
Kekerasan
Perubahan Sensori Waham

Isolasi Sosial Menarik Diri

Harga Diri Rendah Kronis

29

DEFISIT PERAWATAN DIRI
1.

Pengertian Defisit Perawatan Diri
Personal hygiene berasal dari Bahasa Yunani yang berarti Personal yang

artinya perorangan dan Hygiene berarti sehat kebersihan perorangan adalah suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis sesuai kondisi kesehatannya.Personal hygiene
adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang
untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi
dimana seseorang tidak mampu melakukan kebersihan untuk dirinya (Dermawan
& Rusdi, 2013 p.130).
Perawatan diri mencakup aktivitas yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan kehidupan sehari-hari, biasanya dinamakan aktivitas sehari-hari
(AKS). AKS dipelajari sepanjang waktu dan menjadi kebiasaan sepanjang
kehidupan. Perlibatan dalam katagori luas dari aktivitas perawatan diri,menjasi
tugas yang tidak hanya harus dikerjakan tetapi bagaimana tugas ini dikerjakan,
dan kapan, serta di mana dan dengan siapa. Sindrom kurang perawatan diri
merupakan keadaan di mana individu mengalami suatu kerusakan fungsi motorik
atau kognitif, yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan
masing-masing dari aktivitas perawatan diri (Carpenito, 2000 p.331).
Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan melakukan atau
menyelesaikan aktivitas sehari-hari untuk diri sendiri dikarenakan adanya
gangguan pada muskuluskeletal atau gangguan kognitif yang ditandai dengan
penurunan

kemampuan

untuk

mandi,

berganti

pakaian,

makan,

dan

menggunakan toilet (Townsend, 2011 p.17).
Defisit perawatan diri menggambarkan suatu keadaan seseorang yang
mengalami hambatan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri,
seperti mandi, berganti pakaian, makan, dan eliminasi. Jika seseorang tidak dapat
melakukan semua perawatan diri, situasi ini digambarkan sebagai defisit
perawatan diri. Defisit perawatan diri seringkali disebabkan oleh gangguan
30

kognitif

atau

persepsi

yang

dapat

menyebabkan

ketergantungan

dan

ketidakberdayaan (Wilkinson& Nancy, 2011 p.642).
Defisit perawatan diri ini terjadi pada saat kemampuan seseorang tidak
dapat memelihara diri mereka sendiri. Asuhan keperawatan diberikan pada saat
kemampuan seseorang lebih kecil daripada kebutuhannya atau saat kemampuan
seseorang setara dengan kebutuhannya tetapi kemungkinan akan terjadi
penurunan kemampuan di kemudian hari yang tidak setara dengan peningkatan
kebutuhan. Peran perawat dalam hal ini dibutuhkan ketika seseorang
memerlukan asuhan keperawatan karena ketidakmampuannya merawat diri
(Asmadi, 2008 p.125).
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi
akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan
aktivitas perawatan diri menurun. Defisit perawatan diri tampak dari
ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias secara
mandiri, dan eliminasi atau toileting (BAB/BAK) secara mandiri (Keliat, 2011
p.220).
2.

Klasifikasi Defisit Perawatan Diri

a. Defisit perawatan diri : Mandi/Higiene
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau memenuhi aktivitas
mandi/higiene. Ketidakmampuan untuk melakukan tugas-tugas berikut : (1)
mengakses ke kamar mandi, (2) mengambil perlengkapan mandi , (3) mengatur
suhu atau aliran air mandi, (4) membersihkan tubuh. Hambatan ini dapat terjadi
karena depresi dan gangguan psikologis (Wilkinson & Nancy, 2011 p.642).
Keadaan di mana individu mengalami kegagalan kemampuan untuk
melaksanakan atau menyelesaikan mandi/aktivitas kebersihan untuk diri
sendiri. Kurangnya kemampuan untuk mandi meliputi membasuh keseluruh
tubuh, menyisir rambut, meggosok gigi, melakukan perawatan terhadap kulit,
dan kuku serta menggunakan rias wajah. Hal ini dapat berhubungan dengan
31

defisit

kognitif,

penurunan

motivasi,

kebingungan,

dan

ansietas

ketidakmampuan (Carpenito, 2000 p.336).
b. Defisit perawatan diri : Berpakaian/Berhias
Hambatan kemampuan untuk memenuhi aktivitas berpakaian lengkap
dan

berhias

diri.

Hambatan

kemampuan

untuk

memenuhi

tugas

:

mengkancingkan pakaian, mengambil pakaian, mengenakan atau melepas
bagian-bagian pakaian yang penting, memilih pakaian, mengenakan pakaian
pada bagian bawah dan atas, mengenakan sepatu, melepaskan pakaian,
menggunakan risleting. Hambatan ini dapat terjadi karena gangguan
neuromuskular dan gangguan kognitif atau persepsi (Wilkinson & Nancy, 2011
p.647).
Keadaan di mana individu mengalami kerusakan kemampuan untuk
aktivitas mengenakan pakaian berhias; lengkap untuk diri sendiri. Kurangnya
kemampuan mengenakan pakaian sendiri termasuk pakaian rutin atau khusus,
berdandan/berhias yang memuaskan diri, memperoleh atau mengganti aksesoris
pakaian. Hal ini berhubungan dengan defisit kognitif, kebingungan, dan
penurunan motivasi (Carpenito, 2000 p.339).
c. Defisit perawatan diri : Makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
makan. Hambatan kemampuan untuk : menyuap makanan dari piring ke mulut,
mengunyah makanan, menyelesaikan makan, meletakkan makanan ke piring,
memegang alat makan, mengambil cangkir atau gelas. Hambatan ini dapat
terjadi karena gangguan kognitif atau persepsi, gangguan neuromuskular
(Wilkinson & Nancy, 2011 p.652).
Keadaan di mana individu mengalami kerusakan kemampuan untuk
melaksanakan atau mnyelesaikan aktivitas makan untuk diri sendiri. Kurangnya
kemampuan untuk menyiapakan alat-alat makan, memotong makanan dan

32

memakan makanan. Hal ini berhubungan dengan defisit kognitif, kebingungan,
dan penurunan motivasi (Carpenito, 2000 p.334).
d. Defisit Perawatan diri : Eliminasi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan kegiatan
eliminasi. Hambatan kemampuan untuk melakukan higiene eliminasi yang
tepat, menyiram kloset atau kursi buang air, memanipulasi pakaian untuk
eliminasi. Hambatan ini dapat terjadi karena gangguan neuromuskular dan
gangguan persepsi atau kognitif (Wilkinson & Nancy, 2011 p.657).
Suatu keadaan di mana individu mengalami kegagalan kemampuan
untuk melaksanakan atau menyelesaikan aktivitas toileting lengkap untuk diri
sendiri. Kurangnya kemampuan untuk eliminasi ke kamar mandi, tidak dapat
memanipulasi pakaian di kamar mandi, tidak dapat menyiram kloset, tidak ada
keinginan untuk melakukan kebersihan yang benar. Hal ini berhubungan
dengan defisit kognitif, kebingungan, dan penurunan motivasi (Carpenito, 2000
p.340).
3. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Martonah, (2003) (dalam Dermawan & Rusdi,
2013 p.130), Penyebab Kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
a. Kelelahan fisik
b. Penurunan kesadaran
Menurut Depkes (2000) (dalam

Dermawan & Rusdi, 2013 p.130),

penyebab kurang perawatan diri adalah :
a. Faktor predisposisi
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis

33

Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk
perawatan diri.
4) Sosial
Kurang

dukungan

dan

latihan

kemampuan

perawatan

diri

lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan
dalam perawatan diri.
b. Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/
lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000) (dalam Dermawan & Rusdi, 2013 p.131-132),
faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygieneadalah:
1) Body Image
Gambaran

individu

terhadap

dirinya

sangat

mempengaruhi

kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu
tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.

34

4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita
diabetes meilitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, shampo, dan lain-lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada kadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang
dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Sikap seseorang melakukan hygiene perorangan dipengaruhi oleh
beberapa factor ( Potter & Perry, 2005 p.1334-1336) :
1) Body image/Citra tubuh
Gambaran

individu

terhadap

dirinya

sangat

mempengaruhi

kebersihan diri, misalnya karena adanya perubahan fisik dan penyakit yang
dideritanya sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.
2) Praktik sosial
Kelompok-kelompok sosial wadah seseorang dapat mempengaruhi
praktik hygiene pribadi.
3) Status sosioekonomi
Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat
praktik kebersihan yang digunakan, dan pada pasien gangguan jiwa
kemampuan untuk melakukan kebersihan diri menurun.
4) Pengetahuan
Pengetahuan tentang pentingnya hygiene dan implikasinya bagi
kesehatan mempengaruhi praktik hygiene. Klien juga harus termotivasi
35

untuk memelihara perawatan diri, pembelajaran praktik diharapkan dapat
memotivasi seseorang untuk memenuhi perawatan yang perlu.
5) Keadaan Fisik
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene yaitu:
1) Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang
sering terjadi adalah: gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa
mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2) Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,
kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
4. Tanda dan Gejala
a. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor
2) Rambut dan kulit kotor
3) Kuku panjang dan kotor
4) Gigi kotor disertai mulut bau
5) Penampilan tidak rapi
b. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif
2) Menarik diri, isolasi diri
3) Mer