Sejarah sang revolusioner Tan Malaka (1)
Sejarah Sang Revolusioner Misterius, Tan Malaka
Oleh : Exsan Ali Setyonugroho1
“Idealisme adalah
(Tan Malaka)
kemewahan
terakhir
yang
dimiliki
oleh
pemuda”
Revolusioner muncul akibat dari rasa nasionalisme yang tinggi dalam diri
seorang. Rasa nasionalisme untuk berbangsa dan bernegara itu muncul disebabkan
berbada-beda latar belakang. Misalnya rasa nasionalisme pada masa pergerakan
Indonesia muncul, ini dikarenakan adanya penjajahan yang berlarut-larut dari
kolonialisme Belanda. Begitupun ada juga rasa nasionalisme sebelum adanya penjajah
yakni pada masa kerajaan-kerajaan semisal Majapahit dan Sriwijaya, mereka telah
memilki rasa nasionalisme berupa kesadaran bernegara.
Para pemegang kekuasaan dan rakyat di negara-negara merdeka sudah ada
pada waktu itu. Kedalam, pemegang kekuasaan negara berusaha memberikan
kesejahteraan kepada rakyat dan menciptakan keamanan dalam masyarakat. Keluar,
mereka menanggulangi tiap bahaya yang mengancam kedaulatan rakyatnya2.
Kemudian kembali pada rasa nasionalisme saat masa pergerakan Indonesia
awal abad ke-20. Indonesia pada saat itu telah bertransformasi kedalam bentuk yang
lebih modern untuk bidang pendidikan khususnya. Ini dikarenakan pada saat itu
diberlakukan Politik Etis atau politik balas budi oleh pemerintahan Hindia Belanda
dengan tokohnya C.Th. Van Deventer. Sebelumnya beliau merasa galau atas keadaan
yang dialami oleh rakyat Hindia Belanda(Indonesia) sejak masa tanam paksa
(culturstelsel) di tahun 1830 dan pelaksanaan politik liberal tahun 1870. Pada saat itu
kekayaan alam Hindia Belanda dikeruk mulai dari batu bara, perak, timah, minyak
bumi dan lain-lain dan Van Deventer kemudian menerbitkan karya “Een Eereschuld”
atau “Utang Kehormatan” dalam majalah De Gids Nomor 63 Tahun 1899 di Negeri
Belanda. Ia merasa pihak Belanda mempunyai hutang negara yang harus dibayar atas
apa yang diperbuat, yang membuat rakyat Hindia Belanda sengsara dan membuat para
kompeni semakin kaya raya. Maka dari itu usul tersebut direstui oleh ratu Belanda
sehingga dari tahun 1901 politik etis mulai diberlakukan.
Politik etis itu sendiri terdiri dari tiga bidang utama yang harus diperbaiki,
yakni edukasi, irigasi dan transmigrasi. Yang perlu kita soroti adalah edukasi,
dikarenakan ini salah satu faktor yang membuat gerakan nasionalisme Indonesia
muncul. Meskipun bidang ini masih adanya sikap diskriminatif bagi orang pribumi
yang akan masuk sekolah, tapi Bidang pendidikan berperan penting dalam
kebangkitan nasional, para pelajar-pelajar Indonesia yang berada di negeri asing
mendapatkan pelajaran-pelajaran tentang arti pentingnya membela negara, sehingga
faham-faham nasionalisme modern mulai dibawa masuk ke Indonesia dan dijadikan
sebagai landasan gerakan untuk menuntut kemerdekaan. Oleh sebab itu munculah
beberapa tokoh pergerakan indonesia mulai dari dr. Wahidin Sudirohusodo, H.O.S.
Cokroaminoto, Tirtoadhisoerjo hingga Soekarno, Hatta, Syahrir, Tan Malaka dan
lain-lain.
Mereka bersama sama mulai sadar akan kemerdekaan, sehingga di antara
mereka menghimpun kekuatan dengan mendirikan organisasi-organisasi yang
walaupun mereka memilki perbedaan dalam hal cara, tetapi tujuan mereka tetaplah
1
2
Mahasiswa, di jurusan sejarah, FIS, Unnes
Mulyana, Slamet, Kesadaran Nasional dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan Jilid I
1
satu, yakni menuju Indonesia yang merdeka dan akan melewati “jembatan emas”
seperti apa yang dikatan Prof. Slamet Muljana.
Salah satu tokoh yang bisa dikatakan pertama mencetuskan gagasannya untuk
terbentuknya Republik Indoensia adalah Tan Malaka dengan karya berjudul Naar de
Republiek Indonesia di tahun 1924, maka dari itu Tan Malaka sering juga disebut
sebagai Bapak Republik Indonesia. Karya ini dahulu pernah membuat pihak Belanda
merasa tertekan dengan tulisan ini ,Belanda takut akan adanya gerakan-gerakan yang
semakin revolusioner.
Sungguh tak ada tokoh yang memiliki jiwa nasionalisme yang menelurkan
karya-karya monumentalnya serta menjadi pemikir sekaligus eksekutor bagi gagasangagasannya yang se-misterius seperti Tan Malaka. Ia adalah pejuang sekaliber Ho Chi
Mihn (Vietnam) dan Jose Rizal (Filipina) tetapi namanya tak pernah disebut-sebut
dalam lembar demi lembar buku pelajaran sekolah selama ini 3. Misterius, ya itulah
sebutan bagi penulis untuk mengisahkan sepak terjang perjuangan pria kelahiran
tahun 1897 di Desa Pandan Gadang, Suliki, Minangkabau, Sumatera Barat ini 4.
Selain itu Kemisteriusannya dikarenakan Tan Malaka saat ini tak ubahnya hanya
seorang manusia yang telah lalu entah dimana kuburnya , dicampakan, dilupakan,
bahkan di cap sedemikian rupa pada saaat orde paling lama bahkan sampai panji-panji
reformasi di kibarkan sekarang. Baru setelah 60 tahun kematiannya pada tahun 2009,
Sejarawan Belanda yang selama hampir separuh hidupnya meneliti tentang Tan
Malaka, Harry Poeze berhasil menemukan makamnya setelah ditembak mati pada
tanggal 21 Februari 1949 di Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur. Keadaan
demikian Sangat tak sebanding dengan apa yang di perjuangkan olehnya dari
Bukittinggi, Semarang, Batavia, Yogya, Bandung, Surabaya Sampai Amsterdam,
Moskow, Sanghai, Kanton, Bangkok, Saigon dan tempat antah berantah lainnya.
Dengan tujuan hanya satu, yakni untuk kemerdekaaan Indonesia seratus persen.
Awal Hidup Tan Malaka
Awal hidup dari Tan Malaka adalah di Minangkabau dengan menjadi murid
yang sangat unggul dari kebanyakan murid sekolah lainnya. Ia sampai-sampai
mendapatkan perhatian khusus dari gurunya di Bukittinggi yakni G.H. Horensma
untuk melanjutkan sekolah keguruan di Belanda. Sehingga setelah ia kembali dari
Belanda ia bisa mengajar. Akhirnya Tan Malaka bisa melanjutkan sekolah di Herlem
Belanda mulai pada akhir tahun 1913 sampai 1915 setelah itu pindah ke kota Bussum
untuk melanjutkan studi sebagai guru kepala. Disana ia sempat gagal dalam ujian
perolehan gelar guru kepala, serta pada saat itu di Eropa terjadi Perang Dunia I
sehingga ia tak mungkin untuk pulang dan bertahan hidup disana sampai tahun 1920.
Menurut sejarawan A. Herry Poze, Tan Malaka selama masih hidup di tanah
kelahirannya telah peka terhadap kehidupan tata masyarakat yang sengsara, sehingga
itu mengubah pola pikirnya menjadi radikal menentang kolonialisme yang telah
menemaninya sampai akhir hayatnya. Sehingga pada saat masih di Belanda, Tan
Malaka banyak masuk organisasi kemahasiswaan dan sangat bersimpatik pada haluan
sosialisme dan komunisme yang pada saat itu menurut Tan berpihak pada rakyat.
Pada tahun 1920 Tan Malaka berhasil pulang dan menjadi guru untuk
Maskapai Sanembah, ia mendirikan sekolah untuk anak kuli-kuli kontrak disana.
Kehidupan disana yang kapitalis yang selalu menguntungkan pemodal dan membuat
3
4
Adam, Asvi Warman, Membedah Tokoh Sejarah: Hidup atau Mati, Yogyakarta : Ombak, 2009
Poze, A. Herry, Tan Malaka; Pergulatan Menuju Republik I, (Jakarta: Penerbit Grafiti Pers)
2
sengsara para buruh atau kuli membuat Tan Malaka menelurkan karya pertamanya
yang tercatat yakni Parlemen atau Soviet5 . ini dikarenakan seiring dengan
pekerjaannya sebagi guru yang dianggap sebagai orang yang ia anggap berjasa dalam
bidang pembangunan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi merasa
dipandang sebelah mata oleh pihak kolonial. Walaupun ia digaji sesuai dengan normanorma Eropa yang cukup tinggi, tapi lama kelamaan ia menolak dan memutuskan
keluar dari kenyamanannya sebagai guru yang digaji cukup besar oleh pihak Belanda,
ini dikarenakan ia sadar telah makan uang yang berasal dari pajak yang dibayar oleh
para kuli kontrak yang miskin itu untuk membayar anak-anaknya sekolah. Tan
Malaka merasa galau dan tidak ingin membohongi dirinya sendiri, ia serta merta tak
ingin menjadi orang munafik yang tindakan, kata dan fikirannya tak selaras. Maka
Jiwa sosialis-komunisnaya semakin tajam, ia memutuskan untuk pergi ke Jawa dan
tempat pertama yang ia tuju adalah Semarang.
Merantau di Jawa
Pada bulan Februari 1921 Tan Malaka berangkat, Ia memilih Semarang karena
disana telah bercokol manusia-manuisa yang bisa dikatakan sepaham dengan dia
seperti Semaoen dan Darsono, yakni perkumpulan Sarekat Islam6 yang terinfiltrasi
dengan ajaran komunis dari Sneevliet7 menjadi Sarekat Islam Merah. Disana ia
mengajar, mendirikan sekolah rakyat. Ini bisa dikatakan lebih dahulu ketimbang
taman siswa yang di dirikan oleh Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara
dirikan pada tanggal 3 juli 1922.
Di Semarang ia mengajar berbagai pelajaran, dan ia tetap memperjuangkan
nasib rakyat. Sehingga konsep dari sekolah yang di ajar olehnya yakni bersifat
kerakyatan. Karena menurut Tan Malaka, “Kekuasaan kaum modal berdiri atas
didikan yang berdasar kemodalan dan Kekuasaan Rakyat hanyalah bisa diperoleh
dengan didikan kerakyatan”,yang kemudian ia lampiaskan dengan pendidikan8. Ini
berarti kekuatan rakyat dapat terbentuk untuk mewujudkan kemerdekaan adalah atas
dasar didikan kerakyatan, dan berlainan hal jika kekuatan kemodalan atau kapitalisme
terbentuk ya berkat dukungan dari pendidikan yang bedasarkan kemodalan.
Akan tetapi sebelumnya ada peristiwa yang merupakan awal cikal bakal Tan
Malaka masuk kedalam komunis secara formal, yang nantinya menjadi PKI (Partai
komunis indonesia) yakni buah dari SI merah, tetapi SI merah juga belum bubar
setelah keterbentukan partai komunis tersebut. Jadi ada keanggotaan ganda disana
terutama pada kepemimpinannya yakni Semaoen dan Darsono yang memiliki
keanggotaan ganda.
5
Poze, A. Herry, Tan Malaka; Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia jilid I
Sarekat Islam yang dahulu bernama Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh Haji Samanhudi di
Surakarta pada 16 oktober 1905. Yang pada awalnya (SDI) adalah perkumpulan para pedagangpedagang islam yang menentang para pedagang asing, tetapi kemudian organisasi ini berubah haluan
menjadi organisasi politik ketika dipimpin oleh H.O.S. Cokroaminoto dan berubah nama menjadi
Sarekat Islam.
7
Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet atau lebih dikenal sebagai Henk Sneevliet (lahir 13
Mei 1883 – meninggal 13 April 1942 pada umur 58 tahun) adalah seorang Komunis Belanda, yang
aktif di Belanda dan di Hindia Belanda. Ia ikut serta dalam perlawanan komunis terhadap pendudukan
Jerman atas Belanda pada masa Perang Dunia II dan dihukum mati oleh Jerman pada 1942.
Sneevliet tinggal di Hindia Belanda sejak 1913 hingga 1918 dan ia segera aktif dalam perjuangan
melawan kekuasaan Belanda. Pada 1914, ia ikut mendirikan Perhimpunan Demokratis Sosial Hindia
(ISDV) yang anggotanya mencakup orang-orang Belanda dan Indonesia.
8
Malaka, Tan, SI Semarang dan Onderwijd, 1921
6
3
Pada saat itu tahun 1921 di Yogyakarta terjadi kongres SI ke-5, kebetulan Tan
Malaka juga menghadiri kongres tersebut karena ia akan mengajukan proposal untuk
mendirikan sekolah dasar dan berkenalan dengan H.O.S Tjokroaminoto, Agus
Salim, Abdul Muis. Kemudian sidangpun dimulai, Permasalahan yang selama ini di
pendam oleh berbagai kalangan SI ternyata di urai dan dimunculkan kepermukaan,
yakni tentang keanggotaan yang ganda. Tokoh yang menentang keanggotaan ganda
adalah Agus Salim dan Abdul Muis, tetapi dalam hal ini Tan Malaka mulai berbicara
tentang pendapatnya. Ia mengatakan “Bahwa selama itu masih mempunyai visi yang
sama dan tujuan yang sama itu tidaklah masalah”. Lebih jauh lagi Tan Malaka ingin
menggaris bawahi bahwa sesungguhnya bila hal itu terjadi dengan niat yang tulus
untuk berserikat dan berkumpul dengan tujuan kemerdekaan bangsa itu tidaklah
masalah. Bagi penulis, bahwa pada saat itu orang mau berkumpul untuk memikirkan
nasib bangsanya saja sudah bagus, apalagi dengan menambah masuk ke ladang
perjuangan yang lain. Karena diwaktu itu masih banyak orang yang merasa apatis dan
takut akan pemerintah Hindia Belanda. Bahkan dalam hal ini Tan Malaka sudah
menerapkan UUD 1945 (sebelum itu dirumuskan dan bahkan The Founding Father
kita belum jadi apa-apa pada saat itu) yakni pada pasal 28 yang berbunyi
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Akan tetapi semua itu
tidak adanya kesepakatan, maka mulai adanya perpecahan secara formal dalam tubuh
SI yakni SI yang bermarkas di Yogyakarta di pimpin oleh H.O.S Tjokroaminoto yang
terkenal dengan SI putih, sedangkan SI yang bermarkas di Semarang dipimpin oleh
Semaoen yang terkenal dengan SI merah. Kemudian Tan Malaka di minta oleh
Semaoen untuk masuk di PKI9.
Dalam hal ini pihak dari SI putih sendiri juga memiliki argumen yang cukup
untuk alasan penolakan tersebut. Jadi hemat kata, dalam melakukan perjuangan
acapkali kita akan dihadapkan dengan masalah klasik yakni perbedaan pendapat.
Akan tetapi itu adalah modal untuk kita bisa lebih di dewasakan akan hal itu. Seperti
ungkapan Pramoedya Anata Toer “Ini dunia bukan surga, kalau di surga kita tinggal
minta apapun pasti terwujud. tapi ini dunia bukan surga”. jadi permasalahan dari
tubuh (internal) harus dihadapi sebagai suatu bentuk pemebalajaran selanjutnya. Tapi
subtansi organisasi pasti akan sama, tujuannya akan sama. Walaupun sering kali
menuai perbedaan dalam hal cara.
Itulah awal sepak terjang dari Tan Malaka masuk kedalam organisasi komunis
untuk pertama kalinya. Kemudian ia mulai menerjunkan diri untuk mengajar berbagai
anak kaum ploretar di Semarang, ia berhasil mendirikan sekolah-sekolah semacam itu
dan disana ia mengajar juga tentang dasar komunisme. Dengan sebagai pegangannya
ia membuat karya berjudul SI semarang dan onderwijs10 (pendidikan). Selain
Semarang iapun juga pernah mendirikan sekolah di Bandung dan berbagai tempat
lainnya sebagai cabang sekolah rakyat yang ada di Semarang.
Dalam hal ini mengapa agama (Sarekat Islam) bisa bersatu dengan komunis(SI
Merah maupun PKI Selanjutnya)? Yang bernaung menjadikan Sarekat Islam Merah
Semarang. Hal ini perlu adanya pemikiran tindak lanjut. Menurut M. Dawam
9
Soezmann, khadija, Makalah; Ilslam (oleh Tan Malaka)Penerbit Widjaja, Jakarta: 1951
Merupakan karya Tan Malaka saat ia mendirikan sekolah rakyat di semarang. Yang isi ringkas isinya
yakni : 1. Memberi senjata cukup, buat pencari penghidupan dalam dunia kemodalan (berhitung,
menulis, ilmu bumi, bahasa Belanda, Jawa, Melayu, dsb). 2. Memberi Haknya murid-murid, yakni
kesukaan hidup, dengan jalan pergaulan (verenniging). 3. Menunjukan kewajiban kelak, terhadap pada
berjuta-juta Kaum Kromo.
10
4
Rahardjo, Rektor Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta, bahwa Islam dan Marxisme
merupakan dua hal berbeda, bahkan bertentangan. Islam adalah agama yang ajaranya
dapat diterima dan ditolak berdasarkan iman atau kepercayaan, sedangkan Marxisme
sebagai suatu teori ilmiah yang diterima atau ditolak berdasarkan penalaran rasional
dan obyektif. Kebenaran agama bersifat absolut, sedangkan kebenaran teori ilmiah
bersifat relatif yang bersifat hipotesis.
Banyak daerah yang islamnya cukup fanatik tetapi di daerah tersebut juga
termasuk basis dari komunisme pada saat itu, seperti di Banten dan Silungkang
Sumatera Barat. Hal ini terjadi manakala pimpinan SI H.O.S Tjokroaminoto yang
bersifat lunak atau kooperatif terhadap penjajahan Belanda. Maka dari itu banyak
Kyai dan mubalig islam yang berpegang teguh pada Al-Quran senantiasa terpanggil
hatinya manakala ada kaumnya yang senantiasa tertindas oleh kesewenang-wenangan
kaum penjajah. Itulah titik temu dari islam dan komunis itu sendiri.
Belajar dari Kiai Hasyim Asy’ari
Selain itu, sebelum Tan Malaka mendirikan sekolah. Ia tertarik dengan sebuah
tempat belajar yang ada di Jombang. Ia tertarik kepada sosok ulama dengan kharisma
yang luar biasa, mengajar dengan penuh dedikasi dan perjuangan. Ialah Kiai Hasyim
Asy’ari11 pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Tan malaka
tertarik dengan beliau kemudian ia bersama Semaoen datang untuk sowan, di tahun
1921. Kedatangan tersebut tentunya disambut baik oleh Kiai Hasyim. Tan malaka
bersimpuh dan memohon agar Kiai dawuh kepada dirinya. Kunjungannya bertujuan
untuk mendengar langkah dari Kiai Hasyim mengenai hubungan islam dan
sosialisme12. Kemudian Kiai Hasyim berpendapat bahwa sosialisme itu sejalan
dengan ajaran islam yang rahmatan lil alamin. Dalam ajaran islam memang ada
kewajiban membayar zakat, melindungi buruh, dan fakir miskin.
Selain itu tentunya Tan Malaka banyak meniru strategi yang dipakai Kiai
Hasyim Asy’ari dalam mendidik santri-santrinya. Yang di kemudian hari terbentuklah
sekolah rakyat dengan berbagai swasembada dari para muridnya (yang meskipun
banyak juga ia belajar dari sekolah komunis di Belanda dan Rusia, menurut Harry A
Poeze). Hal itu juga hasil inspirasi dari Kyai Hasyim yang menanamkan benih-benih
kemandirian kepada para santri yang notabene adalah dari kalangan kurang mampu,
Kiai mengajari santri untuk menanam sayur mayur dan beternak ikan. Hal itulah yang
kemudian menambah semangat Tan Malaka dalam usahanya membangun sekolah
rakyat dengan bantuan para siswa atau yang kemudian dijadikan kader.
Sebelumnya Kiai Hasyim Asy’ari juga sempat berjuang dalam pergerakan,
yang di kemudian juga digunakan Tan Malaka dalam gerakannya, yakni saat di daerah
Jombang banyak rakyat pribumi yang dipaksa menyewakan tanahnya kepada pihak
Belanda untuk dijadikan sebagai ladang tebu dan rakyatpun juga sebagai pekerjannya,
jadi otomatis dapat disebut buruh tani yang bekerja di tanahnya sendiri yang hasil
pertaniannya diserahkan kepada pihak Belanda. Sang Kiai menyerukan kepada
penduduk sekitar untuk mogok bekerja. Dan akhirnya-pun berhasil dengan
kembalinya tanah milik rakyat pribumi. Maka dari itu yang kemudian merupakan
salah satu untuk mengilhami Tan Malaka memimpin pemogokan buruh di pegadaian
Semarang. Yang kemudian hari membuat ia di asingkan.
11
Pendiri organisasi islam Nahdlatul Ulama, sekaligus kakek dari K.H. Abdurahman Wahid (Gus Dur)
Irawan, Uguk, MN, 2012, Penakluk Badai; biografi K.H. Hasyim Asy’ari, Depok: Global Media
Utama
12
5
Dari kaca mata itulah salah satu yang membuat Tan Malaka merupakan
seorang guru bangsa sejati, ia tak segan-segan belajar kepada orang yang lebih tua dan
lebih memiliki pengalaman perjuangan darinya. Itulah yang selayaknya para pemuda
sekarang bisa meniru, menghormati orang tua. Pejuang sejati tak bisa terus-terusan
malu-malu dalam menimba ilmu kepada siapapun yang ia temui, karena memang
umur yang matang juga tak bisa menjamin orang tersebut lebih arif sekaligus dewasa
dan pintar dari yang lebih muda. Tan malaka juga banyak belajar dari orang yang
lebih muda seperti Sukarno, Syahrir dan Hatta, bahkan anak dari Kiai Hasyim Asy’ari
yakni Kiai Wahid Hasyim saat penjajahan jepang berlangsung dikemudian hari.
Kembali ke PKI dan SI, Kepergian Semaoen ke Uni Soviet membuat SI dan
PKI krisis akan kepemimpinan, maka dari itu hanya Tan Malaka yang dianggap cocok
sebagai penerus dari perjuangan. Ia tetap mempertahankan hubungan antara partai
islam yang besar, Sarekat Islam, dengan PKI yang jauh lebih kecil itu. Kerja sama
yang demikian itu pastilah memperbesar kemungkinan keberhasilan perlawanan
terhadap penguasa kolonial, dan juga melindungi kedudukan PKI sebagi partai kecil.
Pada sejumlah cabang SI, PKI mempunyai pengaruh penting dan terkadang sangat
penting. Sayap kanan SI berusaha mengeluarkan kaum komunis dari partai mereka,
kendati Tan Malaka melawannya.
Kemudian ia dan partainya terlibat dalam pemogokan buruh pegadaian. Bagi
pemerintah, peristiwa ini menjadi alasan untuk tidakan penangkapan. Sepakterjangnya
di berbagai daerah dipandang sebagai membahayakan untuk ketertiban dan keamanan,
sehingga gubernur jendral menggunakan ‘exorbitate rechten’ (hak-hak istimewa)
yang ada padanya, yang tanpa melalui proses pengadilan seseorang bisa dipindah
kediamannya di dalam negeri selama watu yang tak terbatas. Sebagai alternatif Tan
Malaka dengan kehendak dan biaya sendiri mintaa izin meninggalkan HindiaBelanda, tanpa bayangan sedikit pun untuk pulang kembali. Permintaannya
dikabulkan, dan dalam bulan Maret 1922 ia berangkat lagi ke Negeri Belanda13.
Eropa untuk Kedua Kalinya
Di Eropa Tan Malaka masuk kedalam Partai Komunis Belanda atau
Communist Party of the Netherlands (CPN). Bahkan setelah para pemimpin dari
partai tersebut banyak keluar dan mendirikan partai lain semisal tokoh Komunis Kiri
Gorter dan Pannekoek meninggalkan partai untuk membentuk Partai Pekerja
Komunis dari Belanda yang menganjurkan komunisme dewan, ia sebagai calon kuat
dari Hindia Belanda untuk memimpin partai tersebut, tapi di tahun 1922 saat
pemilihan ketua Tan Malaka gagal, kemudian ia didukung oleh kawan-kawannya
untuk masuk kedalam komintern atau komunis internasional mewakili Indonesia
(Hindia Belanda) di Moskow, Rusia.
Dalam kongres komintern ke empat, Tan Malaka menyampaikan pidatonya
mengenai Pan Islamisme yang sebelumnya di tentang oleh komintern. Komintern
beranggapan bahwa Pan Islamisme adalah gambaran baru dari ismperialisme.
Mungkin pandangan ini terjadi manakala orang-orang eropa membayangkan di tahuntahun abad kegelapan mereka, yang saat itu kebesaran dan kemajuan terletak di
kekuatan islam. Hal itu berbalik dengan kondisi di eropa secara umum yang rakyatnya
masih sengsara sana sini di karenakan terkungkung pada gereja atau agama, itulah
yang membuat sikap komintern terhadap Pan Islamisme sepertinya sinis dan sensitif.
13
Poze, A. Herry, Tan Malaka; Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia jilid I
6
Maka untuk memberikan penjelasan tentang semua itu Tan Malaka
memberikan gambaran tentang kekuatan proletar islam dalam negerinya, khusunya di
Sarekat Islam. Beliau berkata dalam pidatonya yang sempat akan dihentikan paksa
oleh pimpinan sidang.
“Pan- Islamisme adalah cerita panjang . Pertama -tama saya akan
berbicara tentang pengalaman kita di Hindia Timur di mana kami telah
bekerja sama dengan para Islamis . Kami memiliki di Jawa sebuah
organisasi yang sangat besar dengan banyak petani yang sangat miskin ,
Sarekat Islam ( Liga Islam ) . Antara 1912 dan 1916 organisasi ini
memiliki sejuta anggota , mungkin sebanyak tiga atau empat juta . Itu
adalah gerakan rakyat yang sangat besar , yang timbul secara spontan dan
sangat revolusioner .
Sampai 1921 kami bekerja sama dengan itu . Partai kami , yang terdiri
dari 13.000 anggota , masuk ke pergerakan ini populer dan melakukan
propaganda di sana. Pada tahun 1921 kami berhasil mendapatkan Sarekat
Islam mengadopsi program kita . The League Islam terlalu gelisah di desadesa untuk mengontrol pabrik-pabrik dan slogan : Semua kekuasaan untuk
kaum tani miskin , semua kekuatan untuk kaum proletar ! Jadi Sarekat
Islam membuat propaganda yang sama seperti Partai Komunis kita , hanya
kadang-kadang dengan nama lain .
Namun pada tahun 1921 terjadi perpecahan sebagai akibat dari kritik
canggung pimpinan Sarekat Islam . Pemerintah melalui agen-agennya di
Sarekat Islam mengeksploitasi perpecahan ini , dan juga mengeksploitasi
keputusan Kongres Kedua Komunis Internasional : Perjuangan melawan
Pan - Islamisme ! Apa yang mereka katakan kepada para petani sederhana
? Mereka berkata : Lihat , Komunis tidak hanya ingin membagi , mereka
ingin menghancurkan agamamu ! Itu terlalu banyak untuk seorang petani
Muslim sederhana . Petani itu berpikir untuk dirinya sendiri : Saya telah
kehilangan segalanya di dunia ini , harus saya kehilangan surga saya
juga ? Itu tidak akan melakukannya ! Ini adalah bagaimana umat Islam
sederhana pikir. Para propagandis antara agen pemerintah dieksploitasi
ini sangat berhasil . Jadi, kami punya perpecahan”.14
Dalam pidato tersebut menggambarkan bahwa Tan Malaka bersifat cukup
bijak dalam menanggapi permaslahan ini. Ini dikarenakan Tan Malaka dengan segala
kekritisannya dalam melihat dan membaca suasana dalam perjalannnya selama ini, ia
berpandangan bahwa agama dan perjuangan tidaklah dicampur adukan. Perjuangan
melawan kononialisme harus secara bersama-sama dilakukan oleh berbagai golongan
dan lapisan masyarakat, tanpa memandang dari mana mereka berasal asal tujuan dan
esensinya sama. Tan Malaka menginginkan bentuk suatu perlawanan tidaklah saling
berjalan sendiri-sendiri dan bahkan saling menjatuhkan seperti apa ungkapan
komintern, ia menginginkan bentuk suatu perlawanan kepada kolonialisme
imperialisme dan kapitalisme itu tidaklah dengan kesatuan yang terpisah-pisah,
namun dibangun dengan bentuk kesatuan. Seperti ombak yang terus menerus
menerjang pantai tak henti dan satu kesatuan tanpa membeda-bedakan latar belakang.
Itulah Tan Malaka dengan sosok sederhana yang begitu humanis dan pluralis.
14
Baca Komunisme dan Pan Ilsamisme Tan Malaka
7
Selama di komintern Tan Malaka sering menelurkan pemikiran-pemikiran
yang mungkian dianggap nyeleneh oleh kebanyakan orang. Mungkin sekarang kita
bisa menyandingkan dengan Gus Dur, kebanyakan orang memandang mereka adalah
tokoh dengan segala kontrofersi, atau yang jika kita memandang dengan mata dan hati
yang lebih jernih, maka orang-orang tersebut terlalu maju dari jamnnya. Yang
mungkin pemikirannya tidak bisa dicerna oleh orang lain. Maka bisa di ibaratkan
sosok-sosok tersebut adalah kereta Jepang dengan kecepatan yang super,
dibandingkan dengan kita yang mungkin masih kereta kelas ekonomi milik Indonesia.
Jadi kita mungkin tidak dapat mengejar. Karena Tan Malaka juga banyak berselisih
dengan tokoh-tokoh dari H.O.S. Cokroaminoto, Soekarno sampai Lenin (saat di
komintern). Lantas dengan keadaan tersebut ia sering disingkirkan oleh kawannya
sendiri, puncaknya oleh apa yang ia dapat saat ia tersungkur di kaki Gunung Wilis
Kediri Jawa Timur saat tentara republik menembaknya.
Pengembaraan
Balik dengan sejarah, Tan Malaka ditunjuk oleh komintern sebagai agen
wilayah Asia Timur15, maka dimulailah pengembaraan Tan Malaka selama 20 tahun
lintas bangsa lintas benua yang kesemua perjalannya lebih jauh daripada Che
Guevara di Amerika Latin. Akan tetapi yang cukup penting dalam periode tersebut,
Tan Malaka menulis sebuah esai yang berjudul Menuju Republik Indonesia, yang
merupakan rintisan awal Tan Malaka untuk bumi pertiwinya. Maka dari itu Tan
Malaka sering juga disebut sebagai Bapak Republik Indonesia, yang tokoh nasional
berkata "(Tan Malaka )Tak ubahnya daripada Jefferson Washington merancangkan
Republik Amerika Serikat sebelum kemerdekaannya tercapai atau Rizal Bonifacio
meramalkan Philippina sebelum revolusi Philippina pecah…."Papar Prof. Muhammad
Yamin dalam salah satu tulisannya yang berjudul Tan Malaka Bapak Republik
Indonesia. Ini memang tak berlebihan, ungkapan tersebut tentu mempunyai buktibukti yang nyata atas apa yang di perjuangkan Tan Malaka terhadap tumpah darahnya
Indonesia16.
Dari perjalanan hidupnya, ia menentang kolonialisme tanpa henti, dari Padang
Gadang (Suliki), Bukit Tinggi, Batavia, Semarang, Yogya, Bandung, Kediri, Surabaya
Sampai Amsterdam, Berlin, Moskow, Amoy, Shanghai, Kanton, Manila, Saigon,
Bangkok, Hong Kong, Singapura, Rangon, Dan Penang yang keseluruhannya tak
bisa dijelaskan secara rinci. Dikemudian hari saat ia berada di Kanton, ia mendengar
seruan agar PKI melancarkan pemberontakan besar-besaran yang kemudian meletus
pada tahun 1926/1927, Tan Malaka sebelumnya tidak setuju dengan pemberontakan
tersebut, dinilainya terlalu gegabah dan akan membuat kehancuran PKI dikemudian
hari. inilah yang membuat Tan Malaka menulis Naar de Republiek Indonesia (Kanton,
April 1925 dan dicetak ulang di Tokio,Desember 1925)17. Yang pada waktu itu para
pendiri bangsa ini masih belum apa-apa, jadi banyak dari (contohnya Soekarno) tokoh
nasional setelah itu membaca karya-karya dari Tan Malaka untuk bahan kajian dalam
bekal pergerakan.
Perpecahan terhadap komintern membuat Tan Malaka mendirikan PARI
(partai republik indonesia) di Bangkok pada Juni 1927. Walaupun bukan partai massa,
tetapi organisasi ini dapat bertahan sepuluh tahun, pada saat yang sama partai-partai
nasionalis di tanah air lahir dan mati. Selama satu dekade PARI mengembangkan sel
15
Adam, Asvi Warwan, Membedah Tokoh Sejarah
Baca tulisan saya Tan Malaka: Apakah Pahlawan Hanya Tinggal Pahlawan
17
Ibid, Adam hal 23
16
8
mereka di kota-kota penting tanah air tapi juga di kota Cepu, Wonogiri, Kediri,
Sungai Gerong, Palembang, Medan, Banjarmasin dan Riau. Kemudian PARI
dianggap berbahaya oleh intel Belanda dan aktivitasnya diburu-buru18.
Kembali ke Indonesia
Saat Jepang melebarkan sayapnya ke Asia Pasifik termasuk Indonesia, maka
hal itu Jepang dianggap sebagai pahlawan untuk membantu kemerdekaan Indonesia
oleh sebagian besar orang. Yang kemudian orang indonesia termakan propagandapropaganda Jepang dan jatuhlah Indonesia ketangan Jepang dan berakhirlah
pemerintahan Kolonial Belanda. Akan tetapi anggapan itu keliru, justru jepang malah
membuat penderitaan rakyat semakin bertubi-tubi saat dicanangkannya romusha 19 .
hal tersebut kemudian dimanfaatkan oleh Tan Malaka untuk kembali ke tanah airnya
setelah sekian lama berjuang di luar negeri, yang dikarenakan pihak yang
mengasingkannya dulu, pemerintahan kolonial Belanda telah tidak lagi memilki
kekuatan di Indonesia .
Tan malaka tiba di Jakarta pada 11 juli 1942 petang, dari Teluk Betung,
Bandar Lampung pada 7 Juli. Keberangkatannya yang bersamaan dengan soekarno
yang telah bebas dari pengasingannya. Tan malaka merasa ada perbedaan yang
mencolok saat ia kembali dari pengasingan dengan Soekarno. Pertama, kapal yang ia
tumpangi tak lebih dari 4 ton dan hanya kapal layar yang sering bocor, sedangkan
kapal yang ditumpangi Soekarno adalah kapal motor milik Jepang. Yang meskipun ia
berangkat lebih cepat, tapi ia tiba di Jakarta lebih lama dari soekarno. Kedua,
walaupun pembuangan Tan Malaka dua kali dari pembuangan Soekarno yang 10
tanun, tetapi ia kembali bukan secara resmi melainkan kembali sendiri, maka hal itu ia
sendiri tidak bisa bekerja secara terbuka dan kemudian masih memakai nama
samaran sedangkan Soekarno tidak. Ketiga, saat Soekarno kembali ke Jakarta dengan
sambutan yang begitu meriahnya oleh para pengikutnya, maka Tan Malaka layaknya
orang biasa dengan melangkahkan kaki di jakarta tak ada sambutan apapun dari
rakyat20.
Serba kekurangan dan keterbatasan itu tak serta merta membuat Tan Malaka
kecewa dan mengurungkan niatnya berjuang di bumi pertiwi, ia terus berjuang sampai
titik darah penghabisan dengan diam-diam dan sembunyi ia terus memperkuat
jaringan perjuangnya. Maka dari itu ia tak berfikir rakyat mau mengakui dia atau
tidak, yang terpenting baginya membuat Indonesia merdeka 100%. Inilah yang
seyogyanya bisa kita anut dari perjuangan Tan Malaka yang meskipun tak ada
penghargaan yang melimpah dari rakyat dan bahkan rakyat tak mengenal siapa itu Tan
Malaka, tapi ia bersikukuh untuk berjuang secara tulus dan ikhlas walaupun aral
rintang selalu menghadang bahkan dari teman seperjuangannya sendiri di kemudian
hari.
Kemudian Tan Malaka menetapkan untuk tinggal di Kalibata, Jakarta dengan
nama samaran Ilyas Hussein21. Tan Malaka yang sudah sangat lama meninggalkan
Indonesia karena dibuang Belanda saat itu tak lagi terlalu memahami kondisi politik
dan pergerakan di tanah air. Dia pun mempelajari kondisi politik dan pergerakan saat
18
Ibid, Adam hal 24
Romusha adalah panggilan bagi orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa
penjajahan Jepang di indonesia dari tahun 1942 hingga 1945. Kebanyakan romusha adalah petani, dan
sejak Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para petani menjadi romusha.
20
Baca Madilog, Hal12-13
21
Rahman, Maskyur Arif, Tan Malaka; pahlawan besar yang dilupakan sejarah
19
9
itu sambil tetap menutupi identitas aslinya. Ia tinggal di sana sembari memantau
kondisi sosial politik Indonesia yang kemudian ditempat itulah karya Master Piece
Tan Malaka yang berjudul “Madilog”22 dilahirkan. Tan malaka menulis buku tersebut
selama delapan bulan (15 juli 1942- 30 maret 1943). Buku itu bukan semacam ajaran
partai atau ideologi proletariat, melainkan cita-cita Tan Malaka sendiri. Dimana,
madilog yang sebagian besar mengikuti konsep materialistik-dialektik Federich
Engels sama sekali bebas dari buku-buku Marxisme-Leninisme yang menuntut
kekuatan mutlak pembaca terhadap partai komunis23.
Saat aktifitasnya di Kalibata, Jakarta telah berhasil dicium oleh pihak Jepang.
Maka Tan Malaka pindah tempat tinggal ke Bayah, Banten. Beliau di sana bekerja
sebagai buruh pertambangan romusha. Dia tertarik bekerja di tempat itu karena bisa
langsung berada di tengah-tengah buruh pekerja paksa dan bisa mendidik mereka.
Meski berada di Banten, Tan Malaka kerap mondar-mandir Jakarta, salah satu yang ia
temui adalah Kiai Wahid Hasyim24 yang merupakan anak Kiai Hasyim Asy’ari saat ia
sowani di puluhan tahun yang lalu. Disana pula ia bertemu dengan Gus Dur yang
sering membukakan pintu untuknya. pada saat itu Gus Dur masih kecil dan Tan
Malaka-pun menggunakan nama samaran Hussein. Akan tetapi saat Gus Dur tahu
bahwa itu adalah Tan Malaka Bapak Republik Indonesia adalah saat dikasih tahu oleh
ibunya "..Lalu beberapa tahun kemudian, ibu saya mengatakan pada saya, 'kamu ingat
gak Pak Hussein Banten yang sering datang ke rumah? itu Tan Malaka.."kata Gus
Dur25.
Tan malaka dengan segala bentuk pergulatan batinnya yang kuat selama
proklamasi berlangsung, ia tetap berada dalam penyamarannya, ia tak keluar secara
terang-terangan. Hal ini mungkin dikarenakan Tan Malaka merasa sudah percaya
kepada Soekarno dengan segala pendukungnya, dan ia juga berprinsip bahwa negara
sosialisme itu hadir dan muncul harus ada dukungan seluruhnya dari lapisan
masyarakat terutama kaum proletar. Sebenarnya memang ia sangat setuju dengan
proklamasi kemerdekaan. Terlebih dengan bukti ia mengawal Presiden Soekarno
dalam rapat raksasa di Lapangan Ikada (sekarang Lapangan Monas) Jakarta 19
September 1945 yang dihadiri oleh 15 ribu orang di sekitar Jakarta. Menurut Harry
Poeze, saat memeriksa foto-foto Bung Karno, ia melihat orang dengan helm di kepala
di dekat bung karno, dan bahkan di salah satu foto soekarno tampat berjalan
berdampingan dengannya. Setelah membandingkan berbagai foto itu, Poeze
berkesimpulan bahwa orang itu adalah Tan Malaka. Lelaki itu lebih rendah dari
Soekarno dan di ukuran fotonya cocok kerena tinggi soekarno 1,72 M dan Tan
Malaka 1,6526. Ini bisa disimpulkan bahwa sebenarnya Tan Malaka sangat setuju
dengan adanya proklamasi kemerdekaan oleh Soekarno yang ia mengharapkan agar
tindakan atau manuver yang diapakai Soekarno itu senantiasa bisa bergerak maju dan
22
Madilog adalah buku yang ditulis dilatar belakangi oleh gambaran masyarakat indonesia yang
memandang alam gaib seringkali mempengaruhi kejadian dan takdir didunia ini. Yang kemudian cara
pandang inilah yang di namakan tan malaka sebagai “logika mistika”. Logika ini menurut pandangan
tan malaka melumpuhkan, karena mereka lebih mementingkan atau memerhatikan kekuatan gaib
dibanding ia berusaha dan bekerja dengan sungguh-sungguh di dunia nyata. Melihat hal tersebut tan
malaka melahirkan madilog.
23
Baca resensi buku Madilog karya Tan Malaka, sampul belakang
Baca merdeka.com; Gus Dur, Tan Malaka dan Komunisme
25
Barton, Greg, Biografi Gus Dur
26
Ibid, Adam hal 27
24
10
menjahui kemauan penjajah (bukan berunding terus-menerus/ kooperatif), agar bisa
merdeka 100%.
Hal itu nampaknya adalah harapan palsu yang diterima oleh Tan Malaka,
padahal ia sempat diberi testamen oleh soekarno untuk menggantikan, bila Bung
Karno tidak bisa menjalankan tugasnnya. Hal itu dikarenakan Tan Malaka kecewa
dengan sikap-sikap pemerintah yang dipandangnya banyak pertentangan antara
kemauan dan tindakan Kepala Negara dengan kemauan dan tindakan rakyat atau
pemuda. Terutama tindakan pemerintah yang senantiasa diplomasi dengan Belanda
tetapi kekalahan justru menimpa bangsa Indonesia, itu menurut Tan Malaka malah
mengurangi kemerdekaan yang seratus persen tersebut. Ada juga tindakan negara luar
khusunya Inggris yang mengakui kedaulatan Belanda atas bangsa Indonesia yang
ternyata sudah merdeka. Dalam hal ini Tan Malaka berfikikir dan bertindak sesuai
keahliannya sebagai intelektual organik27 perlu adanya suatu perkumpulan atau
pergerakan yang menyatukan gerakan rakyat Indonesia untuk maju berjuang bersama
demi menuntaskan 100% benar-benar merdeka. Inilah yang melatarbelakangi Tan
Malaka mendirikan organisasi Persatuan Perjuangan28 pada tanggal 3 Januari 1946
yang terhimpun 141 partai atau organisasi masyarakat dan laskar (salah satu bukti Tan
Malaka ahli dalam propaganda untuk kebaikan bangsa).
Akan tetapi pihak pemerintah merasa dihalang-halangi oleh Persatuan
Perjuangan (PP), ini dikarenakan melihat tujuan pembentukan dan aktifitas PP.
Dengan kata lain dalam perkembangannya, Persatuan Perjuangan (PP) adalah
kelompok politik yang tidak sudi menerima perundingan Indonesia-Belanda yang
merugikan Republik Indonesia. Tapi Pemerintahan sayap kiri, tetap saja melakukan
perjuangan diplomasi yang amat merugikan. Kalau dalam Linggajati (1947), Republik
tinggal hanya terdiri dari Jawa, Madura dan Sumatra, maka dalam Renville (1948)
lebih parah lagi. RI hanya sebagian kecil Jawa dan sebagian Sumatera. Untuk inilah
PP berjuang agar RI tidak lebih terpuruk lagi, padahal Belanda sudah berhasil
memunculkan negara Federal seperti halnya Negara Indonesia Timur. PP berjuang
dibidang politik untuk memprotes kebijaksanaan Pemerintah itu. Maka Pemerintah
menjadi merasa dihalang-halangi PP. Tidak ayal lagi, Pemerintah merasa terganggu.
Merasa bahwa gerakan melawan Pemerintah ini didalangi Tan Malaka, Pemerintah
sayap kiri yang awalnya dipimpin Sjahrir kemudian Amir Sjarifudin, segera membuat
27
Intelektual organik, (menurut Muhtar Said di bukunya Politik Hukum Tan Malaka) adalah pemikir
sekaligus melaksanakan apa yang menjadi gagasannya tersebut
28
Persatuan Perjuangan adalah suatu organisasi massa yang dibentuk di Purwokerto, Jawa Tengah,
Indonesia, pada awal tahun 1946, yang bertujuan menciptakan persatuan di antara organisasi-organisasi
yang ada untuk mencapai kemerdekaan penuh untuk Indonesia. Organisasi ini berhasil menghimpun
141 organisasi politik, laskar, dan partai politik seperti Masyumi dan PNI, yang tidak puas dengan
lambannya diplomasi yang dilakukan oleh pemerintahan Perdana Menteri Sutan Sjahrir.
11
pernyataan bahwa Peristiwa 3 Juli29 yang tujuannya untuk merobohkan Pemerintah
adalah sebuah gerakan yang dipimpin Tan Malaka.30.
Perjuangan Tan Malaka memang penuh dengan cobaan. Tapi ia punya banyak
kelebihan yakni propaganda-propaganda terutama dalam hal non-kooperatif, dimasa
itu ia sangat cerdas dalam mengolah negosiasi-negosiasi untuk mempengaruhi rakyat
terutama pemuda-pemuda hal itu juga-lah yang membuat ia semakin radikal dalam
bertindak. Tan malaka sangat anti dari kenyamanan hidup, ia seolah menolak mentahmentah apa testamen Bung Karno untuk menggantikannya menjadi presiden. Bisa kita
bandingakn dengan jaman sekarang yang hampir kesemua orang menginginkan harta
tahta wanita, hidup penuh dengan pencitraan, ingin nampang sebagai pahlawan dan
mengaharapkan tepuk tangan penonton. Tapi bukan itu tujuan hidup Tan Malaka, ia
rela namanya tidak di kenal oleh orang saat kemerdekaan, ia juga rela menyamarkan
namanya agar perjuangannya terus menerus berlangsung, sampai saat ia
menghembuskan nafas yang terakhir ia tidak menikah. Bahkan ia-pun rela mabuk laut
dan sakit-sakitan dalam perjalanan berhari-hari lintas banngsa lintas benua, menyusuri
kota demi kota, negara demi negara dan bagi Tan Malaka hanya satu yakni merdeka
100% adalah harga mati tak bisa ditawar-tawar lagi.
Dalam bukunya “Dari Penjara ke Penjara”, Tan bercerita tentang
penderitaannya berkelana dari penjara ke penjara. Untuk pertama kali dirinya
ditangkap di Madiun atas perintah Amir Syarifudin Menteri pertahanan RI. Ini terjadi
pada tanggal 17 Maret 1946. Dia dibawa ke Tawang Mangu dan disana diberlakukan
sebagai tahanan rumah selama 3 bulan lebih. Bersamanya adalah Abikusno
Tjokrosuyoso, Soekarni dan Mohammad Yamin31.
Setelah ia dibebaskan dari penjara, di tanggal 7 November 1948, Tan Malaka
mendirikan Partai Murba (musyawarah orang banyak) tanggal yang dipakai yakni
bertepatan dengan Revolusi Bolshevik32 di Rusia. Ia bersama Sukarni, Caherul Saleh
dan Adam Malik berjuang untuk membesarkan partai tersebut. Ada dua kemungkinan
tentang alasan pendirian partai murba. Pertama, bahwa memang Tan Malaka Sejak
dulu setelah peristiwa pemberontakan PKI tahun 1927 sampai peristiwa madiun 1948
sudah merasa tidak cocok dengan jalan yang dipakai oleh PKI yang terlalu gegabah
dan sering terburu-buru dalam hal melakukan perlawanan maka dari itu setelah ia
berada di Indonesia ia berupaya membuat partai massa tandingan terhadap PKI yang
sudah tidak sepaham dengan dirinya. Kedua, setalah peristiwa Madiun 1948 PKI
tersingkir dalam perpolitikan negeri karena namanya yang berkali-kali tercoreng
dengan berbagai pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan, maka dari itu Tan
29
Adalah suatu peristiwa pengkudetaan pertama setelah republik in berdiri. Dikarenakan pihak oposisi
merasa sikap dari pemerintah yang dipimpin oleh kabinet sjahrir ini tidak mencerminkan sikap
membela kepentingan rakyat tetapi malah lembek terhadap Belanda. menurut versi pemerintah bahwa
Tan Malaka adalah dalang dari peristiwa tersebut. Disebutkan dalam keterangan resmi pemerintah pada
tanggal 6 Juli 1946, bahwa Tan Malaka hendak merebut kekuasaan dari kabinet Sjahrir dengan
menempatkan orang-orang terdekatnya dan bahkan hendak menggantikan Soekarno menjadi Kepala
Negara. Padahal menurut Harry Poeze dalam bukunya Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi
Indonesia jilid II, Tan Malaka sama sekali tidak memilki bukti berhubungan secara khusus dengan
pentolan gerakan tersebut. Dan pada saat itu Tan Malaka sudah ditangkap oleh pemerintah, yang apada
saat dipenjara ia tidak berhubungan dengan orang, malah ia banyak membaca buku dan menyusun
bukunya Dari Penjara ke Penjara.
30
http://sejarahkita.blogspot.com/2007/01/tan-malaka-dizholimi-bangsanya-sendiri.html
31
Ibid, sejarahkita.blogspot.com
32
Revolusi Boshelvik adalah revolusi yang dilakukan oleh pihak komunis Rusia, di bawah pimpinan
Lenin.
12
Malaka berupaya membuat partai pengganti yang agar massa atau simpatisan dari PKI
tidak keluar begitu saja dari partai dan membelot apatis teradap negeri.
Meskipun Tan Malaka yang mendirikan partai murba, tak lantas ia
berkeinginan untuk menjai ketua. “Dia tidak mau jadi ketua. Mungkin dia harap jadi
Presiden RI dan selalu tidak senang dengan politik diplomasi,” kata sejarawan Harry
A. Poeze dalam diskusi bukunya, Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi
Indonesia Jilid 4, di Jakarta, 23 Januari 201333.
Satu bulan kemudian setelah ia membentuk Murba, Tan Malaka juga mulai
mencanangkan pergerakan secara aksi nyata dalam menghadapi Agresi Militer
Belanda, yakni dengan dibentuknya GPP (Gerilya Pembela Proklamasi).
Pembentukan ini mungkin sebagai cara Tan Malaka untuk membentuk anak dari
Partai Murba yang berada di bidang pergerakan senjata. Sungguh luar biasa jika kita
bayangkan perjuangan Tan Malaka mulai dari tulis menulis, orasi, propaganda,
organisatoris, dan lain-lain dan sampai ahli militer. Bahkan A.H. Nasution pernah
mengakui bahwa Tan Malaka adalah tokoh ilmu militer Indonesia.
Akhir Hayat
Setelah Muso kembali dari Rusia pada September 1948 dan melakukan
manuver dengan berbagai perlawanan oleh partainya, PKI. Salah satunya adalah
peristiwa Madiun 1948. Yang dalam pandangannya, Tan Malaka tidak setuju dengan
hal tersebut. Di sisi lain Soekarno-Hatta sedang berusaha dimedan yang lain, yakni
dengan cara diplomasi kepada pihak Belanda dengan tujuan Belanda bisa mengakui
kedaulatan NKRI. Posisi Tan Malaka dalam hal ini adalah menggalang kekuatan para
buruh, simpatisan Murba dln yang digabungkan dalam suatu gerakan yang dinamakan
GPP (Gerilya Pembela Proklamasi). Dalam perjuangannya, mereka mendapat
perlawanan dari pihak Belanda pada 19 Desember 1948 yang berpusat di Jawa Timur.
Kemudian dari GPP mengubah taktik dengan bersembunyi di daerah gunung untuk
melakukan gerilya.
Sebelumnya pada saat Belanda menyerang Yogyakarta pada 19 Desember
1948 akibat agresi militer Belanda II, para petinggi republik ini di angkut oleh
Belanda untuk diasingkan di Sumatra dan sebagian di Bangka termasuk Bung Karno
bersama Agus Salim pada saat itu. Kemudian terbentuklah Pemerintahan Darurat
Republik Indonesia (PDRI) yang dipimpin oleh Mr. Safruddin Prawiranegara berkat
inisiatif beliau dan kawan-kawannya. Padahal sebelumnya dengan maksud yang
sama, presiden soekarno juga memberi mandat lewat media seadanya akan tetapi
mandat tersebut baru diterima dibeberapa bulan setelah PDRI terbentuk. Maka dari itu
sejak tanggal 22 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949 Indonesia pusat
pemerintahannya di Bukittinggi dengan kepala pemerintahannya yakni Syafruddin
Prawiranegara.
Dengan keadaan demikian, Belanda memanfaatkan situasi ini dengan segera
memburu para aktifis yang menyulitkan jalannya proses penguasaan kembali
Indonesia, termasuk Tan Malaka. Pihak Belanda memerintahkan dan mendukung
upaya yang dilakukan oleh pemerintah saat itu untuk memberantas perlawanan yang
dilakukan oleh kelompok yang anti diplomasi Soekarno-Hatta. Dan kemudian Tan
Malaka dan kawan-kawannya berhasil ditangkap oleh tentara republik.
33
http://historia.co.id/artikel/persona/1313/Majalah-Historia/Tahun_Terakhir_Tan_Malaka
13
Tan Malaka ditangkap oleh Letnan Dua Sukoco dari Batalion Sikatan Divisi
Brawijaya34. Kemudian penangkapan tersebut tidak mengantarkan Tan Malaka
kembali ke penjara, seperti apa yang ia tulis sebelumnya “Dari Penjara ke Penjara”
tetapi menuntunkan Tan Malaka terhadap kehidupan yang abadi. Ia meninggal
ditembak oleh Suradi Tekebek atas perintah Sukoco yang merupakan tentara dari
bangsanya sendiri. Kejadian ini terjadi di tanggal 21 Februari 1949, di lereng Gunung
Wilis, Kediri, Jawa Timur yang sebelumnya ia sudah dikabarkan hilang pada 19
Februari 1949 . Ia dimakamkan di Desa Selopanggung, Kediri di atas sebuah nisan
dengan penamaan yang seadannya.
Menurut Radar Surabaya, yang telah berhasil menemui salah satu saksi mata
dalam kematian Tan Malaka, yang bernama Tolu 84 tahun. Ia menjadi relawan dari
tentara republik yang akan mengadakan penumpasan gerilya Tan Malaka.
“Setelah Pak Dayat menyembunyikan tawanannya yang akhirnya tewas, yang
saya duga adalah Sutan Ibrahim (Tan Malaka). Kemudian pasukan Brigade S
meninggalkan Desa Selopanggung setelah setahun bersembunyi. Sebelum
meninggalkan desa kami pasukan membakar berkas yang dibawa. Seingat
saya ada ratusan buku yang dibakar saat itu. Bahkan sangking banyaknya
buku itu tidak habis terbakar selama satu minggu,” kata Tolu35.
Bisa kita bayangkan, dalam gerilya saja Tan Malaka masih sempat-sempatnya
membawa banyak buku. Ini kita simpulkan bahwa Tan Malaka adalah juga sosok
yang suka baca buku, penggiat ilmu dan memiliki sifat pencari segala ilmu
pengetahuan dan ia tidak memilih spesifikasi. Benar apa yang dikatakan banyak ahli
bahwa Tan Malaka adalah sosok intelektual, pemikir sekaligus eksekutor bagi
gagasan-gagasannya atau dari Muhtar Said (Penulis Buku Politik Hukum Tan
Malaka), Tan Malaka disebut sebagai seorang intelektual organik.
Di tanggal 28 Maret 1963 Presiden Soekarno mengangkat Tan Malaka sebagai
Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden RI No. 53 . Akan tetapi nama dan
segala bentuk atribut seperti partai dan bukunya sulit untuk ditemukan dalam
kenyataan. Namanya dihapus dalam sejarah versi resmi pemerintah, tak ada juga di
buku pelajaran sekolah-sekolah yang apabila ada dengan maksud agar bisa dijadikan
teladan untuk perjuangan khusunya dalam pendidikan karakter. Sungguh kebodohan
rezim Orde Baru yang masih mengecap Tan Malaka sebagai pemberontak bangsanya.
Dalam sejarahnya, Tan Malaka justru menolak pemberontakan 1926/1927, kemudian
ia sama sekali tak terlibat dalam peristiwa Madiun 1948, serta partainya yang
didirikan yakni partai Murba, menurut sejarwan Dr. Asvi Warman Adam sama sekali
berseberangan dengan PKI.
Refleksi
Sungguh ironi bangsa ini di tengah berkecamuknya ancaman perpecahan dan
disintegrasi nasional serta berbagai bobroknya sistem demokrasi negeri. Memang
sosok Tan Malaka juga memiliki banyak kekurangan tetapi seharusnya juga bisa
dijadikan sebagai salah satu pelecut semangat kebangsaan dalam perjuangan
membentuk Indonesia yang lebih baik. Agar bisa menjadi pribadi-pribadi yang
tangguh untuk ujung tombak sebuah sitem ketatanegaraan sesuai dengan kondisi
jaman ini. Sejatinya gagasan-gagasan Tan Malaka dapat di sebarluaskan disekolah34
Poze, A. Herry, Tan Malaka; Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia jilid IV
http://beritakediri.wordpress.com/2007/08/16/mengungkap-kematian-tan-malaka-di-selopanggungkediri-bagian-2/
35
14
sekolah secara umum karena masih relevan dan dapat disesuaikan di jaman sekarang.
Porsi besar pelajaran sejarah lewat kurikulum 2013 baru-baru ini, misalnya, memberi
kesempatan supaya peristiwa demi peristiwa yang real dan benar-benar terjadi tanpa
adanya isolasi dapat menjadi pembelajaran yang baik untuk peserta didik. Agar sosoksosok sekelas Tan Malaka dapat menginspirasi para generasi penerus bangsa ini.
Bukan hanya Tan Malaka karena Tan Malaka masih sebagian dari bentuk keseluruhan
perjuangan. Tapi juga pahlawan-pahlawan sejati lainnya seperti Soekarno, Hatta,
Pangeran Diponegoro dan masih banyak lagi. Bukan malah segala bentuk diskusi
yang membicarakannya malah dilarang. Sungguh tidak ada rasa terimakasih kepada
pahlawan yang pertama kali menelurkan gagasan Republik Indonesia ini.
Seperti ungkapan Clifford Geertz (1999), yang bisa di pelajari, kenyataan
bahwa Indonesia adalah negara majemuk. Usaha apapun untuk mengurungnya ke
kerangka apapun yang ketat-entah ideologi tinggi seperti yang dilakukan suharto, atau
nasionalisme seperti yang dilakukan sukarno, atau partai komunis, atau negara islam
atau lainnya-akan membawa ke bencana. (alasannya) karena Indonesia terdiri dari
begitu banyak macam orang.
Oleh sebab itu kajian tentang pluralisme dan kesadaran akan pentingnya
pluralitas dari bangsa Indonesia sangat penting. Ya karena memang bangsa Indonesia
adalah bangsa yang majemuk, dan memang semestinya diperlakukuan dan
diperjuangkan semestinya seperti bangsa majemuk. Dan menghargai segala bentuk
pemikiran sangat perlu, dan meskipun Tan Malaka sangat
Oleh : Exsan Ali Setyonugroho1
“Idealisme adalah
(Tan Malaka)
kemewahan
terakhir
yang
dimiliki
oleh
pemuda”
Revolusioner muncul akibat dari rasa nasionalisme yang tinggi dalam diri
seorang. Rasa nasionalisme untuk berbangsa dan bernegara itu muncul disebabkan
berbada-beda latar belakang. Misalnya rasa nasionalisme pada masa pergerakan
Indonesia muncul, ini dikarenakan adanya penjajahan yang berlarut-larut dari
kolonialisme Belanda. Begitupun ada juga rasa nasionalisme sebelum adanya penjajah
yakni pada masa kerajaan-kerajaan semisal Majapahit dan Sriwijaya, mereka telah
memilki rasa nasionalisme berupa kesadaran bernegara.
Para pemegang kekuasaan dan rakyat di negara-negara merdeka sudah ada
pada waktu itu. Kedalam, pemegang kekuasaan negara berusaha memberikan
kesejahteraan kepada rakyat dan menciptakan keamanan dalam masyarakat. Keluar,
mereka menanggulangi tiap bahaya yang mengancam kedaulatan rakyatnya2.
Kemudian kembali pada rasa nasionalisme saat masa pergerakan Indonesia
awal abad ke-20. Indonesia pada saat itu telah bertransformasi kedalam bentuk yang
lebih modern untuk bidang pendidikan khususnya. Ini dikarenakan pada saat itu
diberlakukan Politik Etis atau politik balas budi oleh pemerintahan Hindia Belanda
dengan tokohnya C.Th. Van Deventer. Sebelumnya beliau merasa galau atas keadaan
yang dialami oleh rakyat Hindia Belanda(Indonesia) sejak masa tanam paksa
(culturstelsel) di tahun 1830 dan pelaksanaan politik liberal tahun 1870. Pada saat itu
kekayaan alam Hindia Belanda dikeruk mulai dari batu bara, perak, timah, minyak
bumi dan lain-lain dan Van Deventer kemudian menerbitkan karya “Een Eereschuld”
atau “Utang Kehormatan” dalam majalah De Gids Nomor 63 Tahun 1899 di Negeri
Belanda. Ia merasa pihak Belanda mempunyai hutang negara yang harus dibayar atas
apa yang diperbuat, yang membuat rakyat Hindia Belanda sengsara dan membuat para
kompeni semakin kaya raya. Maka dari itu usul tersebut direstui oleh ratu Belanda
sehingga dari tahun 1901 politik etis mulai diberlakukan.
Politik etis itu sendiri terdiri dari tiga bidang utama yang harus diperbaiki,
yakni edukasi, irigasi dan transmigrasi. Yang perlu kita soroti adalah edukasi,
dikarenakan ini salah satu faktor yang membuat gerakan nasionalisme Indonesia
muncul. Meskipun bidang ini masih adanya sikap diskriminatif bagi orang pribumi
yang akan masuk sekolah, tapi Bidang pendidikan berperan penting dalam
kebangkitan nasional, para pelajar-pelajar Indonesia yang berada di negeri asing
mendapatkan pelajaran-pelajaran tentang arti pentingnya membela negara, sehingga
faham-faham nasionalisme modern mulai dibawa masuk ke Indonesia dan dijadikan
sebagai landasan gerakan untuk menuntut kemerdekaan. Oleh sebab itu munculah
beberapa tokoh pergerakan indonesia mulai dari dr. Wahidin Sudirohusodo, H.O.S.
Cokroaminoto, Tirtoadhisoerjo hingga Soekarno, Hatta, Syahrir, Tan Malaka dan
lain-lain.
Mereka bersama sama mulai sadar akan kemerdekaan, sehingga di antara
mereka menghimpun kekuatan dengan mendirikan organisasi-organisasi yang
walaupun mereka memilki perbedaan dalam hal cara, tetapi tujuan mereka tetaplah
1
2
Mahasiswa, di jurusan sejarah, FIS, Unnes
Mulyana, Slamet, Kesadaran Nasional dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan Jilid I
1
satu, yakni menuju Indonesia yang merdeka dan akan melewati “jembatan emas”
seperti apa yang dikatan Prof. Slamet Muljana.
Salah satu tokoh yang bisa dikatakan pertama mencetuskan gagasannya untuk
terbentuknya Republik Indoensia adalah Tan Malaka dengan karya berjudul Naar de
Republiek Indonesia di tahun 1924, maka dari itu Tan Malaka sering juga disebut
sebagai Bapak Republik Indonesia. Karya ini dahulu pernah membuat pihak Belanda
merasa tertekan dengan tulisan ini ,Belanda takut akan adanya gerakan-gerakan yang
semakin revolusioner.
Sungguh tak ada tokoh yang memiliki jiwa nasionalisme yang menelurkan
karya-karya monumentalnya serta menjadi pemikir sekaligus eksekutor bagi gagasangagasannya yang se-misterius seperti Tan Malaka. Ia adalah pejuang sekaliber Ho Chi
Mihn (Vietnam) dan Jose Rizal (Filipina) tetapi namanya tak pernah disebut-sebut
dalam lembar demi lembar buku pelajaran sekolah selama ini 3. Misterius, ya itulah
sebutan bagi penulis untuk mengisahkan sepak terjang perjuangan pria kelahiran
tahun 1897 di Desa Pandan Gadang, Suliki, Minangkabau, Sumatera Barat ini 4.
Selain itu Kemisteriusannya dikarenakan Tan Malaka saat ini tak ubahnya hanya
seorang manusia yang telah lalu entah dimana kuburnya , dicampakan, dilupakan,
bahkan di cap sedemikian rupa pada saaat orde paling lama bahkan sampai panji-panji
reformasi di kibarkan sekarang. Baru setelah 60 tahun kematiannya pada tahun 2009,
Sejarawan Belanda yang selama hampir separuh hidupnya meneliti tentang Tan
Malaka, Harry Poeze berhasil menemukan makamnya setelah ditembak mati pada
tanggal 21 Februari 1949 di Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur. Keadaan
demikian Sangat tak sebanding dengan apa yang di perjuangkan olehnya dari
Bukittinggi, Semarang, Batavia, Yogya, Bandung, Surabaya Sampai Amsterdam,
Moskow, Sanghai, Kanton, Bangkok, Saigon dan tempat antah berantah lainnya.
Dengan tujuan hanya satu, yakni untuk kemerdekaaan Indonesia seratus persen.
Awal Hidup Tan Malaka
Awal hidup dari Tan Malaka adalah di Minangkabau dengan menjadi murid
yang sangat unggul dari kebanyakan murid sekolah lainnya. Ia sampai-sampai
mendapatkan perhatian khusus dari gurunya di Bukittinggi yakni G.H. Horensma
untuk melanjutkan sekolah keguruan di Belanda. Sehingga setelah ia kembali dari
Belanda ia bisa mengajar. Akhirnya Tan Malaka bisa melanjutkan sekolah di Herlem
Belanda mulai pada akhir tahun 1913 sampai 1915 setelah itu pindah ke kota Bussum
untuk melanjutkan studi sebagai guru kepala. Disana ia sempat gagal dalam ujian
perolehan gelar guru kepala, serta pada saat itu di Eropa terjadi Perang Dunia I
sehingga ia tak mungkin untuk pulang dan bertahan hidup disana sampai tahun 1920.
Menurut sejarawan A. Herry Poze, Tan Malaka selama masih hidup di tanah
kelahirannya telah peka terhadap kehidupan tata masyarakat yang sengsara, sehingga
itu mengubah pola pikirnya menjadi radikal menentang kolonialisme yang telah
menemaninya sampai akhir hayatnya. Sehingga pada saat masih di Belanda, Tan
Malaka banyak masuk organisasi kemahasiswaan dan sangat bersimpatik pada haluan
sosialisme dan komunisme yang pada saat itu menurut Tan berpihak pada rakyat.
Pada tahun 1920 Tan Malaka berhasil pulang dan menjadi guru untuk
Maskapai Sanembah, ia mendirikan sekolah untuk anak kuli-kuli kontrak disana.
Kehidupan disana yang kapitalis yang selalu menguntungkan pemodal dan membuat
3
4
Adam, Asvi Warman, Membedah Tokoh Sejarah: Hidup atau Mati, Yogyakarta : Ombak, 2009
Poze, A. Herry, Tan Malaka; Pergulatan Menuju Republik I, (Jakarta: Penerbit Grafiti Pers)
2
sengsara para buruh atau kuli membuat Tan Malaka menelurkan karya pertamanya
yang tercatat yakni Parlemen atau Soviet5 . ini dikarenakan seiring dengan
pekerjaannya sebagi guru yang dianggap sebagai orang yang ia anggap berjasa dalam
bidang pembangunan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi merasa
dipandang sebelah mata oleh pihak kolonial. Walaupun ia digaji sesuai dengan normanorma Eropa yang cukup tinggi, tapi lama kelamaan ia menolak dan memutuskan
keluar dari kenyamanannya sebagai guru yang digaji cukup besar oleh pihak Belanda,
ini dikarenakan ia sadar telah makan uang yang berasal dari pajak yang dibayar oleh
para kuli kontrak yang miskin itu untuk membayar anak-anaknya sekolah. Tan
Malaka merasa galau dan tidak ingin membohongi dirinya sendiri, ia serta merta tak
ingin menjadi orang munafik yang tindakan, kata dan fikirannya tak selaras. Maka
Jiwa sosialis-komunisnaya semakin tajam, ia memutuskan untuk pergi ke Jawa dan
tempat pertama yang ia tuju adalah Semarang.
Merantau di Jawa
Pada bulan Februari 1921 Tan Malaka berangkat, Ia memilih Semarang karena
disana telah bercokol manusia-manuisa yang bisa dikatakan sepaham dengan dia
seperti Semaoen dan Darsono, yakni perkumpulan Sarekat Islam6 yang terinfiltrasi
dengan ajaran komunis dari Sneevliet7 menjadi Sarekat Islam Merah. Disana ia
mengajar, mendirikan sekolah rakyat. Ini bisa dikatakan lebih dahulu ketimbang
taman siswa yang di dirikan oleh Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara
dirikan pada tanggal 3 juli 1922.
Di Semarang ia mengajar berbagai pelajaran, dan ia tetap memperjuangkan
nasib rakyat. Sehingga konsep dari sekolah yang di ajar olehnya yakni bersifat
kerakyatan. Karena menurut Tan Malaka, “Kekuasaan kaum modal berdiri atas
didikan yang berdasar kemodalan dan Kekuasaan Rakyat hanyalah bisa diperoleh
dengan didikan kerakyatan”,yang kemudian ia lampiaskan dengan pendidikan8. Ini
berarti kekuatan rakyat dapat terbentuk untuk mewujudkan kemerdekaan adalah atas
dasar didikan kerakyatan, dan berlainan hal jika kekuatan kemodalan atau kapitalisme
terbentuk ya berkat dukungan dari pendidikan yang bedasarkan kemodalan.
Akan tetapi sebelumnya ada peristiwa yang merupakan awal cikal bakal Tan
Malaka masuk kedalam komunis secara formal, yang nantinya menjadi PKI (Partai
komunis indonesia) yakni buah dari SI merah, tetapi SI merah juga belum bubar
setelah keterbentukan partai komunis tersebut. Jadi ada keanggotaan ganda disana
terutama pada kepemimpinannya yakni Semaoen dan Darsono yang memiliki
keanggotaan ganda.
5
Poze, A. Herry, Tan Malaka; Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia jilid I
Sarekat Islam yang dahulu bernama Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh Haji Samanhudi di
Surakarta pada 16 oktober 1905. Yang pada awalnya (SDI) adalah perkumpulan para pedagangpedagang islam yang menentang para pedagang asing, tetapi kemudian organisasi ini berubah haluan
menjadi organisasi politik ketika dipimpin oleh H.O.S. Cokroaminoto dan berubah nama menjadi
Sarekat Islam.
7
Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet atau lebih dikenal sebagai Henk Sneevliet (lahir 13
Mei 1883 – meninggal 13 April 1942 pada umur 58 tahun) adalah seorang Komunis Belanda, yang
aktif di Belanda dan di Hindia Belanda. Ia ikut serta dalam perlawanan komunis terhadap pendudukan
Jerman atas Belanda pada masa Perang Dunia II dan dihukum mati oleh Jerman pada 1942.
Sneevliet tinggal di Hindia Belanda sejak 1913 hingga 1918 dan ia segera aktif dalam perjuangan
melawan kekuasaan Belanda. Pada 1914, ia ikut mendirikan Perhimpunan Demokratis Sosial Hindia
(ISDV) yang anggotanya mencakup orang-orang Belanda dan Indonesia.
8
Malaka, Tan, SI Semarang dan Onderwijd, 1921
6
3
Pada saat itu tahun 1921 di Yogyakarta terjadi kongres SI ke-5, kebetulan Tan
Malaka juga menghadiri kongres tersebut karena ia akan mengajukan proposal untuk
mendirikan sekolah dasar dan berkenalan dengan H.O.S Tjokroaminoto, Agus
Salim, Abdul Muis. Kemudian sidangpun dimulai, Permasalahan yang selama ini di
pendam oleh berbagai kalangan SI ternyata di urai dan dimunculkan kepermukaan,
yakni tentang keanggotaan yang ganda. Tokoh yang menentang keanggotaan ganda
adalah Agus Salim dan Abdul Muis, tetapi dalam hal ini Tan Malaka mulai berbicara
tentang pendapatnya. Ia mengatakan “Bahwa selama itu masih mempunyai visi yang
sama dan tujuan yang sama itu tidaklah masalah”. Lebih jauh lagi Tan Malaka ingin
menggaris bawahi bahwa sesungguhnya bila hal itu terjadi dengan niat yang tulus
untuk berserikat dan berkumpul dengan tujuan kemerdekaan bangsa itu tidaklah
masalah. Bagi penulis, bahwa pada saat itu orang mau berkumpul untuk memikirkan
nasib bangsanya saja sudah bagus, apalagi dengan menambah masuk ke ladang
perjuangan yang lain. Karena diwaktu itu masih banyak orang yang merasa apatis dan
takut akan pemerintah Hindia Belanda. Bahkan dalam hal ini Tan Malaka sudah
menerapkan UUD 1945 (sebelum itu dirumuskan dan bahkan The Founding Father
kita belum jadi apa-apa pada saat itu) yakni pada pasal 28 yang berbunyi
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Akan tetapi semua itu
tidak adanya kesepakatan, maka mulai adanya perpecahan secara formal dalam tubuh
SI yakni SI yang bermarkas di Yogyakarta di pimpin oleh H.O.S Tjokroaminoto yang
terkenal dengan SI putih, sedangkan SI yang bermarkas di Semarang dipimpin oleh
Semaoen yang terkenal dengan SI merah. Kemudian Tan Malaka di minta oleh
Semaoen untuk masuk di PKI9.
Dalam hal ini pihak dari SI putih sendiri juga memiliki argumen yang cukup
untuk alasan penolakan tersebut. Jadi hemat kata, dalam melakukan perjuangan
acapkali kita akan dihadapkan dengan masalah klasik yakni perbedaan pendapat.
Akan tetapi itu adalah modal untuk kita bisa lebih di dewasakan akan hal itu. Seperti
ungkapan Pramoedya Anata Toer “Ini dunia bukan surga, kalau di surga kita tinggal
minta apapun pasti terwujud. tapi ini dunia bukan surga”. jadi permasalahan dari
tubuh (internal) harus dihadapi sebagai suatu bentuk pemebalajaran selanjutnya. Tapi
subtansi organisasi pasti akan sama, tujuannya akan sama. Walaupun sering kali
menuai perbedaan dalam hal cara.
Itulah awal sepak terjang dari Tan Malaka masuk kedalam organisasi komunis
untuk pertama kalinya. Kemudian ia mulai menerjunkan diri untuk mengajar berbagai
anak kaum ploretar di Semarang, ia berhasil mendirikan sekolah-sekolah semacam itu
dan disana ia mengajar juga tentang dasar komunisme. Dengan sebagai pegangannya
ia membuat karya berjudul SI semarang dan onderwijs10 (pendidikan). Selain
Semarang iapun juga pernah mendirikan sekolah di Bandung dan berbagai tempat
lainnya sebagai cabang sekolah rakyat yang ada di Semarang.
Dalam hal ini mengapa agama (Sarekat Islam) bisa bersatu dengan komunis(SI
Merah maupun PKI Selanjutnya)? Yang bernaung menjadikan Sarekat Islam Merah
Semarang. Hal ini perlu adanya pemikiran tindak lanjut. Menurut M. Dawam
9
Soezmann, khadija, Makalah; Ilslam (oleh Tan Malaka)Penerbit Widjaja, Jakarta: 1951
Merupakan karya Tan Malaka saat ia mendirikan sekolah rakyat di semarang. Yang isi ringkas isinya
yakni : 1. Memberi senjata cukup, buat pencari penghidupan dalam dunia kemodalan (berhitung,
menulis, ilmu bumi, bahasa Belanda, Jawa, Melayu, dsb). 2. Memberi Haknya murid-murid, yakni
kesukaan hidup, dengan jalan pergaulan (verenniging). 3. Menunjukan kewajiban kelak, terhadap pada
berjuta-juta Kaum Kromo.
10
4
Rahardjo, Rektor Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta, bahwa Islam dan Marxisme
merupakan dua hal berbeda, bahkan bertentangan. Islam adalah agama yang ajaranya
dapat diterima dan ditolak berdasarkan iman atau kepercayaan, sedangkan Marxisme
sebagai suatu teori ilmiah yang diterima atau ditolak berdasarkan penalaran rasional
dan obyektif. Kebenaran agama bersifat absolut, sedangkan kebenaran teori ilmiah
bersifat relatif yang bersifat hipotesis.
Banyak daerah yang islamnya cukup fanatik tetapi di daerah tersebut juga
termasuk basis dari komunisme pada saat itu, seperti di Banten dan Silungkang
Sumatera Barat. Hal ini terjadi manakala pimpinan SI H.O.S Tjokroaminoto yang
bersifat lunak atau kooperatif terhadap penjajahan Belanda. Maka dari itu banyak
Kyai dan mubalig islam yang berpegang teguh pada Al-Quran senantiasa terpanggil
hatinya manakala ada kaumnya yang senantiasa tertindas oleh kesewenang-wenangan
kaum penjajah. Itulah titik temu dari islam dan komunis itu sendiri.
Belajar dari Kiai Hasyim Asy’ari
Selain itu, sebelum Tan Malaka mendirikan sekolah. Ia tertarik dengan sebuah
tempat belajar yang ada di Jombang. Ia tertarik kepada sosok ulama dengan kharisma
yang luar biasa, mengajar dengan penuh dedikasi dan perjuangan. Ialah Kiai Hasyim
Asy’ari11 pendiri Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Tan malaka
tertarik dengan beliau kemudian ia bersama Semaoen datang untuk sowan, di tahun
1921. Kedatangan tersebut tentunya disambut baik oleh Kiai Hasyim. Tan malaka
bersimpuh dan memohon agar Kiai dawuh kepada dirinya. Kunjungannya bertujuan
untuk mendengar langkah dari Kiai Hasyim mengenai hubungan islam dan
sosialisme12. Kemudian Kiai Hasyim berpendapat bahwa sosialisme itu sejalan
dengan ajaran islam yang rahmatan lil alamin. Dalam ajaran islam memang ada
kewajiban membayar zakat, melindungi buruh, dan fakir miskin.
Selain itu tentunya Tan Malaka banyak meniru strategi yang dipakai Kiai
Hasyim Asy’ari dalam mendidik santri-santrinya. Yang di kemudian hari terbentuklah
sekolah rakyat dengan berbagai swasembada dari para muridnya (yang meskipun
banyak juga ia belajar dari sekolah komunis di Belanda dan Rusia, menurut Harry A
Poeze). Hal itu juga hasil inspirasi dari Kyai Hasyim yang menanamkan benih-benih
kemandirian kepada para santri yang notabene adalah dari kalangan kurang mampu,
Kiai mengajari santri untuk menanam sayur mayur dan beternak ikan. Hal itulah yang
kemudian menambah semangat Tan Malaka dalam usahanya membangun sekolah
rakyat dengan bantuan para siswa atau yang kemudian dijadikan kader.
Sebelumnya Kiai Hasyim Asy’ari juga sempat berjuang dalam pergerakan,
yang di kemudian juga digunakan Tan Malaka dalam gerakannya, yakni saat di daerah
Jombang banyak rakyat pribumi yang dipaksa menyewakan tanahnya kepada pihak
Belanda untuk dijadikan sebagai ladang tebu dan rakyatpun juga sebagai pekerjannya,
jadi otomatis dapat disebut buruh tani yang bekerja di tanahnya sendiri yang hasil
pertaniannya diserahkan kepada pihak Belanda. Sang Kiai menyerukan kepada
penduduk sekitar untuk mogok bekerja. Dan akhirnya-pun berhasil dengan
kembalinya tanah milik rakyat pribumi. Maka dari itu yang kemudian merupakan
salah satu untuk mengilhami Tan Malaka memimpin pemogokan buruh di pegadaian
Semarang. Yang kemudian hari membuat ia di asingkan.
11
Pendiri organisasi islam Nahdlatul Ulama, sekaligus kakek dari K.H. Abdurahman Wahid (Gus Dur)
Irawan, Uguk, MN, 2012, Penakluk Badai; biografi K.H. Hasyim Asy’ari, Depok: Global Media
Utama
12
5
Dari kaca mata itulah salah satu yang membuat Tan Malaka merupakan
seorang guru bangsa sejati, ia tak segan-segan belajar kepada orang yang lebih tua dan
lebih memiliki pengalaman perjuangan darinya. Itulah yang selayaknya para pemuda
sekarang bisa meniru, menghormati orang tua. Pejuang sejati tak bisa terus-terusan
malu-malu dalam menimba ilmu kepada siapapun yang ia temui, karena memang
umur yang matang juga tak bisa menjamin orang tersebut lebih arif sekaligus dewasa
dan pintar dari yang lebih muda. Tan malaka juga banyak belajar dari orang yang
lebih muda seperti Sukarno, Syahrir dan Hatta, bahkan anak dari Kiai Hasyim Asy’ari
yakni Kiai Wahid Hasyim saat penjajahan jepang berlangsung dikemudian hari.
Kembali ke PKI dan SI, Kepergian Semaoen ke Uni Soviet membuat SI dan
PKI krisis akan kepemimpinan, maka dari itu hanya Tan Malaka yang dianggap cocok
sebagai penerus dari perjuangan. Ia tetap mempertahankan hubungan antara partai
islam yang besar, Sarekat Islam, dengan PKI yang jauh lebih kecil itu. Kerja sama
yang demikian itu pastilah memperbesar kemungkinan keberhasilan perlawanan
terhadap penguasa kolonial, dan juga melindungi kedudukan PKI sebagi partai kecil.
Pada sejumlah cabang SI, PKI mempunyai pengaruh penting dan terkadang sangat
penting. Sayap kanan SI berusaha mengeluarkan kaum komunis dari partai mereka,
kendati Tan Malaka melawannya.
Kemudian ia dan partainya terlibat dalam pemogokan buruh pegadaian. Bagi
pemerintah, peristiwa ini menjadi alasan untuk tidakan penangkapan. Sepakterjangnya
di berbagai daerah dipandang sebagai membahayakan untuk ketertiban dan keamanan,
sehingga gubernur jendral menggunakan ‘exorbitate rechten’ (hak-hak istimewa)
yang ada padanya, yang tanpa melalui proses pengadilan seseorang bisa dipindah
kediamannya di dalam negeri selama watu yang tak terbatas. Sebagai alternatif Tan
Malaka dengan kehendak dan biaya sendiri mintaa izin meninggalkan HindiaBelanda, tanpa bayangan sedikit pun untuk pulang kembali. Permintaannya
dikabulkan, dan dalam bulan Maret 1922 ia berangkat lagi ke Negeri Belanda13.
Eropa untuk Kedua Kalinya
Di Eropa Tan Malaka masuk kedalam Partai Komunis Belanda atau
Communist Party of the Netherlands (CPN). Bahkan setelah para pemimpin dari
partai tersebut banyak keluar dan mendirikan partai lain semisal tokoh Komunis Kiri
Gorter dan Pannekoek meninggalkan partai untuk membentuk Partai Pekerja
Komunis dari Belanda yang menganjurkan komunisme dewan, ia sebagai calon kuat
dari Hindia Belanda untuk memimpin partai tersebut, tapi di tahun 1922 saat
pemilihan ketua Tan Malaka gagal, kemudian ia didukung oleh kawan-kawannya
untuk masuk kedalam komintern atau komunis internasional mewakili Indonesia
(Hindia Belanda) di Moskow, Rusia.
Dalam kongres komintern ke empat, Tan Malaka menyampaikan pidatonya
mengenai Pan Islamisme yang sebelumnya di tentang oleh komintern. Komintern
beranggapan bahwa Pan Islamisme adalah gambaran baru dari ismperialisme.
Mungkin pandangan ini terjadi manakala orang-orang eropa membayangkan di tahuntahun abad kegelapan mereka, yang saat itu kebesaran dan kemajuan terletak di
kekuatan islam. Hal itu berbalik dengan kondisi di eropa secara umum yang rakyatnya
masih sengsara sana sini di karenakan terkungkung pada gereja atau agama, itulah
yang membuat sikap komintern terhadap Pan Islamisme sepertinya sinis dan sensitif.
13
Poze, A. Herry, Tan Malaka; Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia jilid I
6
Maka untuk memberikan penjelasan tentang semua itu Tan Malaka
memberikan gambaran tentang kekuatan proletar islam dalam negerinya, khusunya di
Sarekat Islam. Beliau berkata dalam pidatonya yang sempat akan dihentikan paksa
oleh pimpinan sidang.
“Pan- Islamisme adalah cerita panjang . Pertama -tama saya akan
berbicara tentang pengalaman kita di Hindia Timur di mana kami telah
bekerja sama dengan para Islamis . Kami memiliki di Jawa sebuah
organisasi yang sangat besar dengan banyak petani yang sangat miskin ,
Sarekat Islam ( Liga Islam ) . Antara 1912 dan 1916 organisasi ini
memiliki sejuta anggota , mungkin sebanyak tiga atau empat juta . Itu
adalah gerakan rakyat yang sangat besar , yang timbul secara spontan dan
sangat revolusioner .
Sampai 1921 kami bekerja sama dengan itu . Partai kami , yang terdiri
dari 13.000 anggota , masuk ke pergerakan ini populer dan melakukan
propaganda di sana. Pada tahun 1921 kami berhasil mendapatkan Sarekat
Islam mengadopsi program kita . The League Islam terlalu gelisah di desadesa untuk mengontrol pabrik-pabrik dan slogan : Semua kekuasaan untuk
kaum tani miskin , semua kekuatan untuk kaum proletar ! Jadi Sarekat
Islam membuat propaganda yang sama seperti Partai Komunis kita , hanya
kadang-kadang dengan nama lain .
Namun pada tahun 1921 terjadi perpecahan sebagai akibat dari kritik
canggung pimpinan Sarekat Islam . Pemerintah melalui agen-agennya di
Sarekat Islam mengeksploitasi perpecahan ini , dan juga mengeksploitasi
keputusan Kongres Kedua Komunis Internasional : Perjuangan melawan
Pan - Islamisme ! Apa yang mereka katakan kepada para petani sederhana
? Mereka berkata : Lihat , Komunis tidak hanya ingin membagi , mereka
ingin menghancurkan agamamu ! Itu terlalu banyak untuk seorang petani
Muslim sederhana . Petani itu berpikir untuk dirinya sendiri : Saya telah
kehilangan segalanya di dunia ini , harus saya kehilangan surga saya
juga ? Itu tidak akan melakukannya ! Ini adalah bagaimana umat Islam
sederhana pikir. Para propagandis antara agen pemerintah dieksploitasi
ini sangat berhasil . Jadi, kami punya perpecahan”.14
Dalam pidato tersebut menggambarkan bahwa Tan Malaka bersifat cukup
bijak dalam menanggapi permaslahan ini. Ini dikarenakan Tan Malaka dengan segala
kekritisannya dalam melihat dan membaca suasana dalam perjalannnya selama ini, ia
berpandangan bahwa agama dan perjuangan tidaklah dicampur adukan. Perjuangan
melawan kononialisme harus secara bersama-sama dilakukan oleh berbagai golongan
dan lapisan masyarakat, tanpa memandang dari mana mereka berasal asal tujuan dan
esensinya sama. Tan Malaka menginginkan bentuk suatu perlawanan tidaklah saling
berjalan sendiri-sendiri dan bahkan saling menjatuhkan seperti apa ungkapan
komintern, ia menginginkan bentuk suatu perlawanan kepada kolonialisme
imperialisme dan kapitalisme itu tidaklah dengan kesatuan yang terpisah-pisah,
namun dibangun dengan bentuk kesatuan. Seperti ombak yang terus menerus
menerjang pantai tak henti dan satu kesatuan tanpa membeda-bedakan latar belakang.
Itulah Tan Malaka dengan sosok sederhana yang begitu humanis dan pluralis.
14
Baca Komunisme dan Pan Ilsamisme Tan Malaka
7
Selama di komintern Tan Malaka sering menelurkan pemikiran-pemikiran
yang mungkian dianggap nyeleneh oleh kebanyakan orang. Mungkin sekarang kita
bisa menyandingkan dengan Gus Dur, kebanyakan orang memandang mereka adalah
tokoh dengan segala kontrofersi, atau yang jika kita memandang dengan mata dan hati
yang lebih jernih, maka orang-orang tersebut terlalu maju dari jamnnya. Yang
mungkin pemikirannya tidak bisa dicerna oleh orang lain. Maka bisa di ibaratkan
sosok-sosok tersebut adalah kereta Jepang dengan kecepatan yang super,
dibandingkan dengan kita yang mungkin masih kereta kelas ekonomi milik Indonesia.
Jadi kita mungkin tidak dapat mengejar. Karena Tan Malaka juga banyak berselisih
dengan tokoh-tokoh dari H.O.S. Cokroaminoto, Soekarno sampai Lenin (saat di
komintern). Lantas dengan keadaan tersebut ia sering disingkirkan oleh kawannya
sendiri, puncaknya oleh apa yang ia dapat saat ia tersungkur di kaki Gunung Wilis
Kediri Jawa Timur saat tentara republik menembaknya.
Pengembaraan
Balik dengan sejarah, Tan Malaka ditunjuk oleh komintern sebagai agen
wilayah Asia Timur15, maka dimulailah pengembaraan Tan Malaka selama 20 tahun
lintas bangsa lintas benua yang kesemua perjalannya lebih jauh daripada Che
Guevara di Amerika Latin. Akan tetapi yang cukup penting dalam periode tersebut,
Tan Malaka menulis sebuah esai yang berjudul Menuju Republik Indonesia, yang
merupakan rintisan awal Tan Malaka untuk bumi pertiwinya. Maka dari itu Tan
Malaka sering juga disebut sebagai Bapak Republik Indonesia, yang tokoh nasional
berkata "(Tan Malaka )Tak ubahnya daripada Jefferson Washington merancangkan
Republik Amerika Serikat sebelum kemerdekaannya tercapai atau Rizal Bonifacio
meramalkan Philippina sebelum revolusi Philippina pecah…."Papar Prof. Muhammad
Yamin dalam salah satu tulisannya yang berjudul Tan Malaka Bapak Republik
Indonesia. Ini memang tak berlebihan, ungkapan tersebut tentu mempunyai buktibukti yang nyata atas apa yang di perjuangkan Tan Malaka terhadap tumpah darahnya
Indonesia16.
Dari perjalanan hidupnya, ia menentang kolonialisme tanpa henti, dari Padang
Gadang (Suliki), Bukit Tinggi, Batavia, Semarang, Yogya, Bandung, Kediri, Surabaya
Sampai Amsterdam, Berlin, Moskow, Amoy, Shanghai, Kanton, Manila, Saigon,
Bangkok, Hong Kong, Singapura, Rangon, Dan Penang yang keseluruhannya tak
bisa dijelaskan secara rinci. Dikemudian hari saat ia berada di Kanton, ia mendengar
seruan agar PKI melancarkan pemberontakan besar-besaran yang kemudian meletus
pada tahun 1926/1927, Tan Malaka sebelumnya tidak setuju dengan pemberontakan
tersebut, dinilainya terlalu gegabah dan akan membuat kehancuran PKI dikemudian
hari. inilah yang membuat Tan Malaka menulis Naar de Republiek Indonesia (Kanton,
April 1925 dan dicetak ulang di Tokio,Desember 1925)17. Yang pada waktu itu para
pendiri bangsa ini masih belum apa-apa, jadi banyak dari (contohnya Soekarno) tokoh
nasional setelah itu membaca karya-karya dari Tan Malaka untuk bahan kajian dalam
bekal pergerakan.
Perpecahan terhadap komintern membuat Tan Malaka mendirikan PARI
(partai republik indonesia) di Bangkok pada Juni 1927. Walaupun bukan partai massa,
tetapi organisasi ini dapat bertahan sepuluh tahun, pada saat yang sama partai-partai
nasionalis di tanah air lahir dan mati. Selama satu dekade PARI mengembangkan sel
15
Adam, Asvi Warwan, Membedah Tokoh Sejarah
Baca tulisan saya Tan Malaka: Apakah Pahlawan Hanya Tinggal Pahlawan
17
Ibid, Adam hal 23
16
8
mereka di kota-kota penting tanah air tapi juga di kota Cepu, Wonogiri, Kediri,
Sungai Gerong, Palembang, Medan, Banjarmasin dan Riau. Kemudian PARI
dianggap berbahaya oleh intel Belanda dan aktivitasnya diburu-buru18.
Kembali ke Indonesia
Saat Jepang melebarkan sayapnya ke Asia Pasifik termasuk Indonesia, maka
hal itu Jepang dianggap sebagai pahlawan untuk membantu kemerdekaan Indonesia
oleh sebagian besar orang. Yang kemudian orang indonesia termakan propagandapropaganda Jepang dan jatuhlah Indonesia ketangan Jepang dan berakhirlah
pemerintahan Kolonial Belanda. Akan tetapi anggapan itu keliru, justru jepang malah
membuat penderitaan rakyat semakin bertubi-tubi saat dicanangkannya romusha 19 .
hal tersebut kemudian dimanfaatkan oleh Tan Malaka untuk kembali ke tanah airnya
setelah sekian lama berjuang di luar negeri, yang dikarenakan pihak yang
mengasingkannya dulu, pemerintahan kolonial Belanda telah tidak lagi memilki
kekuatan di Indonesia .
Tan malaka tiba di Jakarta pada 11 juli 1942 petang, dari Teluk Betung,
Bandar Lampung pada 7 Juli. Keberangkatannya yang bersamaan dengan soekarno
yang telah bebas dari pengasingannya. Tan malaka merasa ada perbedaan yang
mencolok saat ia kembali dari pengasingan dengan Soekarno. Pertama, kapal yang ia
tumpangi tak lebih dari 4 ton dan hanya kapal layar yang sering bocor, sedangkan
kapal yang ditumpangi Soekarno adalah kapal motor milik Jepang. Yang meskipun ia
berangkat lebih cepat, tapi ia tiba di Jakarta lebih lama dari soekarno. Kedua,
walaupun pembuangan Tan Malaka dua kali dari pembuangan Soekarno yang 10
tanun, tetapi ia kembali bukan secara resmi melainkan kembali sendiri, maka hal itu ia
sendiri tidak bisa bekerja secara terbuka dan kemudian masih memakai nama
samaran sedangkan Soekarno tidak. Ketiga, saat Soekarno kembali ke Jakarta dengan
sambutan yang begitu meriahnya oleh para pengikutnya, maka Tan Malaka layaknya
orang biasa dengan melangkahkan kaki di jakarta tak ada sambutan apapun dari
rakyat20.
Serba kekurangan dan keterbatasan itu tak serta merta membuat Tan Malaka
kecewa dan mengurungkan niatnya berjuang di bumi pertiwi, ia terus berjuang sampai
titik darah penghabisan dengan diam-diam dan sembunyi ia terus memperkuat
jaringan perjuangnya. Maka dari itu ia tak berfikir rakyat mau mengakui dia atau
tidak, yang terpenting baginya membuat Indonesia merdeka 100%. Inilah yang
seyogyanya bisa kita anut dari perjuangan Tan Malaka yang meskipun tak ada
penghargaan yang melimpah dari rakyat dan bahkan rakyat tak mengenal siapa itu Tan
Malaka, tapi ia bersikukuh untuk berjuang secara tulus dan ikhlas walaupun aral
rintang selalu menghadang bahkan dari teman seperjuangannya sendiri di kemudian
hari.
Kemudian Tan Malaka menetapkan untuk tinggal di Kalibata, Jakarta dengan
nama samaran Ilyas Hussein21. Tan Malaka yang sudah sangat lama meninggalkan
Indonesia karena dibuang Belanda saat itu tak lagi terlalu memahami kondisi politik
dan pergerakan di tanah air. Dia pun mempelajari kondisi politik dan pergerakan saat
18
Ibid, Adam hal 24
Romusha adalah panggilan bagi orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa
penjajahan Jepang di indonesia dari tahun 1942 hingga 1945. Kebanyakan romusha adalah petani, dan
sejak Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para petani menjadi romusha.
20
Baca Madilog, Hal12-13
21
Rahman, Maskyur Arif, Tan Malaka; pahlawan besar yang dilupakan sejarah
19
9
itu sambil tetap menutupi identitas aslinya. Ia tinggal di sana sembari memantau
kondisi sosial politik Indonesia yang kemudian ditempat itulah karya Master Piece
Tan Malaka yang berjudul “Madilog”22 dilahirkan. Tan malaka menulis buku tersebut
selama delapan bulan (15 juli 1942- 30 maret 1943). Buku itu bukan semacam ajaran
partai atau ideologi proletariat, melainkan cita-cita Tan Malaka sendiri. Dimana,
madilog yang sebagian besar mengikuti konsep materialistik-dialektik Federich
Engels sama sekali bebas dari buku-buku Marxisme-Leninisme yang menuntut
kekuatan mutlak pembaca terhadap partai komunis23.
Saat aktifitasnya di Kalibata, Jakarta telah berhasil dicium oleh pihak Jepang.
Maka Tan Malaka pindah tempat tinggal ke Bayah, Banten. Beliau di sana bekerja
sebagai buruh pertambangan romusha. Dia tertarik bekerja di tempat itu karena bisa
langsung berada di tengah-tengah buruh pekerja paksa dan bisa mendidik mereka.
Meski berada di Banten, Tan Malaka kerap mondar-mandir Jakarta, salah satu yang ia
temui adalah Kiai Wahid Hasyim24 yang merupakan anak Kiai Hasyim Asy’ari saat ia
sowani di puluhan tahun yang lalu. Disana pula ia bertemu dengan Gus Dur yang
sering membukakan pintu untuknya. pada saat itu Gus Dur masih kecil dan Tan
Malaka-pun menggunakan nama samaran Hussein. Akan tetapi saat Gus Dur tahu
bahwa itu adalah Tan Malaka Bapak Republik Indonesia adalah saat dikasih tahu oleh
ibunya "..Lalu beberapa tahun kemudian, ibu saya mengatakan pada saya, 'kamu ingat
gak Pak Hussein Banten yang sering datang ke rumah? itu Tan Malaka.."kata Gus
Dur25.
Tan malaka dengan segala bentuk pergulatan batinnya yang kuat selama
proklamasi berlangsung, ia tetap berada dalam penyamarannya, ia tak keluar secara
terang-terangan. Hal ini mungkin dikarenakan Tan Malaka merasa sudah percaya
kepada Soekarno dengan segala pendukungnya, dan ia juga berprinsip bahwa negara
sosialisme itu hadir dan muncul harus ada dukungan seluruhnya dari lapisan
masyarakat terutama kaum proletar. Sebenarnya memang ia sangat setuju dengan
proklamasi kemerdekaan. Terlebih dengan bukti ia mengawal Presiden Soekarno
dalam rapat raksasa di Lapangan Ikada (sekarang Lapangan Monas) Jakarta 19
September 1945 yang dihadiri oleh 15 ribu orang di sekitar Jakarta. Menurut Harry
Poeze, saat memeriksa foto-foto Bung Karno, ia melihat orang dengan helm di kepala
di dekat bung karno, dan bahkan di salah satu foto soekarno tampat berjalan
berdampingan dengannya. Setelah membandingkan berbagai foto itu, Poeze
berkesimpulan bahwa orang itu adalah Tan Malaka. Lelaki itu lebih rendah dari
Soekarno dan di ukuran fotonya cocok kerena tinggi soekarno 1,72 M dan Tan
Malaka 1,6526. Ini bisa disimpulkan bahwa sebenarnya Tan Malaka sangat setuju
dengan adanya proklamasi kemerdekaan oleh Soekarno yang ia mengharapkan agar
tindakan atau manuver yang diapakai Soekarno itu senantiasa bisa bergerak maju dan
22
Madilog adalah buku yang ditulis dilatar belakangi oleh gambaran masyarakat indonesia yang
memandang alam gaib seringkali mempengaruhi kejadian dan takdir didunia ini. Yang kemudian cara
pandang inilah yang di namakan tan malaka sebagai “logika mistika”. Logika ini menurut pandangan
tan malaka melumpuhkan, karena mereka lebih mementingkan atau memerhatikan kekuatan gaib
dibanding ia berusaha dan bekerja dengan sungguh-sungguh di dunia nyata. Melihat hal tersebut tan
malaka melahirkan madilog.
23
Baca resensi buku Madilog karya Tan Malaka, sampul belakang
Baca merdeka.com; Gus Dur, Tan Malaka dan Komunisme
25
Barton, Greg, Biografi Gus Dur
26
Ibid, Adam hal 27
24
10
menjahui kemauan penjajah (bukan berunding terus-menerus/ kooperatif), agar bisa
merdeka 100%.
Hal itu nampaknya adalah harapan palsu yang diterima oleh Tan Malaka,
padahal ia sempat diberi testamen oleh soekarno untuk menggantikan, bila Bung
Karno tidak bisa menjalankan tugasnnya. Hal itu dikarenakan Tan Malaka kecewa
dengan sikap-sikap pemerintah yang dipandangnya banyak pertentangan antara
kemauan dan tindakan Kepala Negara dengan kemauan dan tindakan rakyat atau
pemuda. Terutama tindakan pemerintah yang senantiasa diplomasi dengan Belanda
tetapi kekalahan justru menimpa bangsa Indonesia, itu menurut Tan Malaka malah
mengurangi kemerdekaan yang seratus persen tersebut. Ada juga tindakan negara luar
khusunya Inggris yang mengakui kedaulatan Belanda atas bangsa Indonesia yang
ternyata sudah merdeka. Dalam hal ini Tan Malaka berfikikir dan bertindak sesuai
keahliannya sebagai intelektual organik27 perlu adanya suatu perkumpulan atau
pergerakan yang menyatukan gerakan rakyat Indonesia untuk maju berjuang bersama
demi menuntaskan 100% benar-benar merdeka. Inilah yang melatarbelakangi Tan
Malaka mendirikan organisasi Persatuan Perjuangan28 pada tanggal 3 Januari 1946
yang terhimpun 141 partai atau organisasi masyarakat dan laskar (salah satu bukti Tan
Malaka ahli dalam propaganda untuk kebaikan bangsa).
Akan tetapi pihak pemerintah merasa dihalang-halangi oleh Persatuan
Perjuangan (PP), ini dikarenakan melihat tujuan pembentukan dan aktifitas PP.
Dengan kata lain dalam perkembangannya, Persatuan Perjuangan (PP) adalah
kelompok politik yang tidak sudi menerima perundingan Indonesia-Belanda yang
merugikan Republik Indonesia. Tapi Pemerintahan sayap kiri, tetap saja melakukan
perjuangan diplomasi yang amat merugikan. Kalau dalam Linggajati (1947), Republik
tinggal hanya terdiri dari Jawa, Madura dan Sumatra, maka dalam Renville (1948)
lebih parah lagi. RI hanya sebagian kecil Jawa dan sebagian Sumatera. Untuk inilah
PP berjuang agar RI tidak lebih terpuruk lagi, padahal Belanda sudah berhasil
memunculkan negara Federal seperti halnya Negara Indonesia Timur. PP berjuang
dibidang politik untuk memprotes kebijaksanaan Pemerintah itu. Maka Pemerintah
menjadi merasa dihalang-halangi PP. Tidak ayal lagi, Pemerintah merasa terganggu.
Merasa bahwa gerakan melawan Pemerintah ini didalangi Tan Malaka, Pemerintah
sayap kiri yang awalnya dipimpin Sjahrir kemudian Amir Sjarifudin, segera membuat
27
Intelektual organik, (menurut Muhtar Said di bukunya Politik Hukum Tan Malaka) adalah pemikir
sekaligus melaksanakan apa yang menjadi gagasannya tersebut
28
Persatuan Perjuangan adalah suatu organisasi massa yang dibentuk di Purwokerto, Jawa Tengah,
Indonesia, pada awal tahun 1946, yang bertujuan menciptakan persatuan di antara organisasi-organisasi
yang ada untuk mencapai kemerdekaan penuh untuk Indonesia. Organisasi ini berhasil menghimpun
141 organisasi politik, laskar, dan partai politik seperti Masyumi dan PNI, yang tidak puas dengan
lambannya diplomasi yang dilakukan oleh pemerintahan Perdana Menteri Sutan Sjahrir.
11
pernyataan bahwa Peristiwa 3 Juli29 yang tujuannya untuk merobohkan Pemerintah
adalah sebuah gerakan yang dipimpin Tan Malaka.30.
Perjuangan Tan Malaka memang penuh dengan cobaan. Tapi ia punya banyak
kelebihan yakni propaganda-propaganda terutama dalam hal non-kooperatif, dimasa
itu ia sangat cerdas dalam mengolah negosiasi-negosiasi untuk mempengaruhi rakyat
terutama pemuda-pemuda hal itu juga-lah yang membuat ia semakin radikal dalam
bertindak. Tan malaka sangat anti dari kenyamanan hidup, ia seolah menolak mentahmentah apa testamen Bung Karno untuk menggantikannya menjadi presiden. Bisa kita
bandingakn dengan jaman sekarang yang hampir kesemua orang menginginkan harta
tahta wanita, hidup penuh dengan pencitraan, ingin nampang sebagai pahlawan dan
mengaharapkan tepuk tangan penonton. Tapi bukan itu tujuan hidup Tan Malaka, ia
rela namanya tidak di kenal oleh orang saat kemerdekaan, ia juga rela menyamarkan
namanya agar perjuangannya terus menerus berlangsung, sampai saat ia
menghembuskan nafas yang terakhir ia tidak menikah. Bahkan ia-pun rela mabuk laut
dan sakit-sakitan dalam perjalanan berhari-hari lintas banngsa lintas benua, menyusuri
kota demi kota, negara demi negara dan bagi Tan Malaka hanya satu yakni merdeka
100% adalah harga mati tak bisa ditawar-tawar lagi.
Dalam bukunya “Dari Penjara ke Penjara”, Tan bercerita tentang
penderitaannya berkelana dari penjara ke penjara. Untuk pertama kali dirinya
ditangkap di Madiun atas perintah Amir Syarifudin Menteri pertahanan RI. Ini terjadi
pada tanggal 17 Maret 1946. Dia dibawa ke Tawang Mangu dan disana diberlakukan
sebagai tahanan rumah selama 3 bulan lebih. Bersamanya adalah Abikusno
Tjokrosuyoso, Soekarni dan Mohammad Yamin31.
Setelah ia dibebaskan dari penjara, di tanggal 7 November 1948, Tan Malaka
mendirikan Partai Murba (musyawarah orang banyak) tanggal yang dipakai yakni
bertepatan dengan Revolusi Bolshevik32 di Rusia. Ia bersama Sukarni, Caherul Saleh
dan Adam Malik berjuang untuk membesarkan partai tersebut. Ada dua kemungkinan
tentang alasan pendirian partai murba. Pertama, bahwa memang Tan Malaka Sejak
dulu setelah peristiwa pemberontakan PKI tahun 1927 sampai peristiwa madiun 1948
sudah merasa tidak cocok dengan jalan yang dipakai oleh PKI yang terlalu gegabah
dan sering terburu-buru dalam hal melakukan perlawanan maka dari itu setelah ia
berada di Indonesia ia berupaya membuat partai massa tandingan terhadap PKI yang
sudah tidak sepaham dengan dirinya. Kedua, setalah peristiwa Madiun 1948 PKI
tersingkir dalam perpolitikan negeri karena namanya yang berkali-kali tercoreng
dengan berbagai pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan, maka dari itu Tan
29
Adalah suatu peristiwa pengkudetaan pertama setelah republik in berdiri. Dikarenakan pihak oposisi
merasa sikap dari pemerintah yang dipimpin oleh kabinet sjahrir ini tidak mencerminkan sikap
membela kepentingan rakyat tetapi malah lembek terhadap Belanda. menurut versi pemerintah bahwa
Tan Malaka adalah dalang dari peristiwa tersebut. Disebutkan dalam keterangan resmi pemerintah pada
tanggal 6 Juli 1946, bahwa Tan Malaka hendak merebut kekuasaan dari kabinet Sjahrir dengan
menempatkan orang-orang terdekatnya dan bahkan hendak menggantikan Soekarno menjadi Kepala
Negara. Padahal menurut Harry Poeze dalam bukunya Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi
Indonesia jilid II, Tan Malaka sama sekali tidak memilki bukti berhubungan secara khusus dengan
pentolan gerakan tersebut. Dan pada saat itu Tan Malaka sudah ditangkap oleh pemerintah, yang apada
saat dipenjara ia tidak berhubungan dengan orang, malah ia banyak membaca buku dan menyusun
bukunya Dari Penjara ke Penjara.
30
http://sejarahkita.blogspot.com/2007/01/tan-malaka-dizholimi-bangsanya-sendiri.html
31
Ibid, sejarahkita.blogspot.com
32
Revolusi Boshelvik adalah revolusi yang dilakukan oleh pihak komunis Rusia, di bawah pimpinan
Lenin.
12
Malaka berupaya membuat partai pengganti yang agar massa atau simpatisan dari PKI
tidak keluar begitu saja dari partai dan membelot apatis teradap negeri.
Meskipun Tan Malaka yang mendirikan partai murba, tak lantas ia
berkeinginan untuk menjai ketua. “Dia tidak mau jadi ketua. Mungkin dia harap jadi
Presiden RI dan selalu tidak senang dengan politik diplomasi,” kata sejarawan Harry
A. Poeze dalam diskusi bukunya, Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi
Indonesia Jilid 4, di Jakarta, 23 Januari 201333.
Satu bulan kemudian setelah ia membentuk Murba, Tan Malaka juga mulai
mencanangkan pergerakan secara aksi nyata dalam menghadapi Agresi Militer
Belanda, yakni dengan dibentuknya GPP (Gerilya Pembela Proklamasi).
Pembentukan ini mungkin sebagai cara Tan Malaka untuk membentuk anak dari
Partai Murba yang berada di bidang pergerakan senjata. Sungguh luar biasa jika kita
bayangkan perjuangan Tan Malaka mulai dari tulis menulis, orasi, propaganda,
organisatoris, dan lain-lain dan sampai ahli militer. Bahkan A.H. Nasution pernah
mengakui bahwa Tan Malaka adalah tokoh ilmu militer Indonesia.
Akhir Hayat
Setelah Muso kembali dari Rusia pada September 1948 dan melakukan
manuver dengan berbagai perlawanan oleh partainya, PKI. Salah satunya adalah
peristiwa Madiun 1948. Yang dalam pandangannya, Tan Malaka tidak setuju dengan
hal tersebut. Di sisi lain Soekarno-Hatta sedang berusaha dimedan yang lain, yakni
dengan cara diplomasi kepada pihak Belanda dengan tujuan Belanda bisa mengakui
kedaulatan NKRI. Posisi Tan Malaka dalam hal ini adalah menggalang kekuatan para
buruh, simpatisan Murba dln yang digabungkan dalam suatu gerakan yang dinamakan
GPP (Gerilya Pembela Proklamasi). Dalam perjuangannya, mereka mendapat
perlawanan dari pihak Belanda pada 19 Desember 1948 yang berpusat di Jawa Timur.
Kemudian dari GPP mengubah taktik dengan bersembunyi di daerah gunung untuk
melakukan gerilya.
Sebelumnya pada saat Belanda menyerang Yogyakarta pada 19 Desember
1948 akibat agresi militer Belanda II, para petinggi republik ini di angkut oleh
Belanda untuk diasingkan di Sumatra dan sebagian di Bangka termasuk Bung Karno
bersama Agus Salim pada saat itu. Kemudian terbentuklah Pemerintahan Darurat
Republik Indonesia (PDRI) yang dipimpin oleh Mr. Safruddin Prawiranegara berkat
inisiatif beliau dan kawan-kawannya. Padahal sebelumnya dengan maksud yang
sama, presiden soekarno juga memberi mandat lewat media seadanya akan tetapi
mandat tersebut baru diterima dibeberapa bulan setelah PDRI terbentuk. Maka dari itu
sejak tanggal 22 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949 Indonesia pusat
pemerintahannya di Bukittinggi dengan kepala pemerintahannya yakni Syafruddin
Prawiranegara.
Dengan keadaan demikian, Belanda memanfaatkan situasi ini dengan segera
memburu para aktifis yang menyulitkan jalannya proses penguasaan kembali
Indonesia, termasuk Tan Malaka. Pihak Belanda memerintahkan dan mendukung
upaya yang dilakukan oleh pemerintah saat itu untuk memberantas perlawanan yang
dilakukan oleh kelompok yang anti diplomasi Soekarno-Hatta. Dan kemudian Tan
Malaka dan kawan-kawannya berhasil ditangkap oleh tentara republik.
33
http://historia.co.id/artikel/persona/1313/Majalah-Historia/Tahun_Terakhir_Tan_Malaka
13
Tan Malaka ditangkap oleh Letnan Dua Sukoco dari Batalion Sikatan Divisi
Brawijaya34. Kemudian penangkapan tersebut tidak mengantarkan Tan Malaka
kembali ke penjara, seperti apa yang ia tulis sebelumnya “Dari Penjara ke Penjara”
tetapi menuntunkan Tan Malaka terhadap kehidupan yang abadi. Ia meninggal
ditembak oleh Suradi Tekebek atas perintah Sukoco yang merupakan tentara dari
bangsanya sendiri. Kejadian ini terjadi di tanggal 21 Februari 1949, di lereng Gunung
Wilis, Kediri, Jawa Timur yang sebelumnya ia sudah dikabarkan hilang pada 19
Februari 1949 . Ia dimakamkan di Desa Selopanggung, Kediri di atas sebuah nisan
dengan penamaan yang seadannya.
Menurut Radar Surabaya, yang telah berhasil menemui salah satu saksi mata
dalam kematian Tan Malaka, yang bernama Tolu 84 tahun. Ia menjadi relawan dari
tentara republik yang akan mengadakan penumpasan gerilya Tan Malaka.
“Setelah Pak Dayat menyembunyikan tawanannya yang akhirnya tewas, yang
saya duga adalah Sutan Ibrahim (Tan Malaka). Kemudian pasukan Brigade S
meninggalkan Desa Selopanggung setelah setahun bersembunyi. Sebelum
meninggalkan desa kami pasukan membakar berkas yang dibawa. Seingat
saya ada ratusan buku yang dibakar saat itu. Bahkan sangking banyaknya
buku itu tidak habis terbakar selama satu minggu,” kata Tolu35.
Bisa kita bayangkan, dalam gerilya saja Tan Malaka masih sempat-sempatnya
membawa banyak buku. Ini kita simpulkan bahwa Tan Malaka adalah juga sosok
yang suka baca buku, penggiat ilmu dan memiliki sifat pencari segala ilmu
pengetahuan dan ia tidak memilih spesifikasi. Benar apa yang dikatakan banyak ahli
bahwa Tan Malaka adalah sosok intelektual, pemikir sekaligus eksekutor bagi
gagasan-gagasannya atau dari Muhtar Said (Penulis Buku Politik Hukum Tan
Malaka), Tan Malaka disebut sebagai seorang intelektual organik.
Di tanggal 28 Maret 1963 Presiden Soekarno mengangkat Tan Malaka sebagai
Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden RI No. 53 . Akan tetapi nama dan
segala bentuk atribut seperti partai dan bukunya sulit untuk ditemukan dalam
kenyataan. Namanya dihapus dalam sejarah versi resmi pemerintah, tak ada juga di
buku pelajaran sekolah-sekolah yang apabila ada dengan maksud agar bisa dijadikan
teladan untuk perjuangan khusunya dalam pendidikan karakter. Sungguh kebodohan
rezim Orde Baru yang masih mengecap Tan Malaka sebagai pemberontak bangsanya.
Dalam sejarahnya, Tan Malaka justru menolak pemberontakan 1926/1927, kemudian
ia sama sekali tak terlibat dalam peristiwa Madiun 1948, serta partainya yang
didirikan yakni partai Murba, menurut sejarwan Dr. Asvi Warman Adam sama sekali
berseberangan dengan PKI.
Refleksi
Sungguh ironi bangsa ini di tengah berkecamuknya ancaman perpecahan dan
disintegrasi nasional serta berbagai bobroknya sistem demokrasi negeri. Memang
sosok Tan Malaka juga memiliki banyak kekurangan tetapi seharusnya juga bisa
dijadikan sebagai salah satu pelecut semangat kebangsaan dalam perjuangan
membentuk Indonesia yang lebih baik. Agar bisa menjadi pribadi-pribadi yang
tangguh untuk ujung tombak sebuah sitem ketatanegaraan sesuai dengan kondisi
jaman ini. Sejatinya gagasan-gagasan Tan Malaka dapat di sebarluaskan disekolah34
Poze, A. Herry, Tan Malaka; Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia jilid IV
http://beritakediri.wordpress.com/2007/08/16/mengungkap-kematian-tan-malaka-di-selopanggungkediri-bagian-2/
35
14
sekolah secara umum karena masih relevan dan dapat disesuaikan di jaman sekarang.
Porsi besar pelajaran sejarah lewat kurikulum 2013 baru-baru ini, misalnya, memberi
kesempatan supaya peristiwa demi peristiwa yang real dan benar-benar terjadi tanpa
adanya isolasi dapat menjadi pembelajaran yang baik untuk peserta didik. Agar sosoksosok sekelas Tan Malaka dapat menginspirasi para generasi penerus bangsa ini.
Bukan hanya Tan Malaka karena Tan Malaka masih sebagian dari bentuk keseluruhan
perjuangan. Tapi juga pahlawan-pahlawan sejati lainnya seperti Soekarno, Hatta,
Pangeran Diponegoro dan masih banyak lagi. Bukan malah segala bentuk diskusi
yang membicarakannya malah dilarang. Sungguh tidak ada rasa terimakasih kepada
pahlawan yang pertama kali menelurkan gagasan Republik Indonesia ini.
Seperti ungkapan Clifford Geertz (1999), yang bisa di pelajari, kenyataan
bahwa Indonesia adalah negara majemuk. Usaha apapun untuk mengurungnya ke
kerangka apapun yang ketat-entah ideologi tinggi seperti yang dilakukan suharto, atau
nasionalisme seperti yang dilakukan sukarno, atau partai komunis, atau negara islam
atau lainnya-akan membawa ke bencana. (alasannya) karena Indonesia terdiri dari
begitu banyak macam orang.
Oleh sebab itu kajian tentang pluralisme dan kesadaran akan pentingnya
pluralitas dari bangsa Indonesia sangat penting. Ya karena memang bangsa Indonesia
adalah bangsa yang majemuk, dan memang semestinya diperlakukuan dan
diperjuangkan semestinya seperti bangsa majemuk. Dan menghargai segala bentuk
pemikiran sangat perlu, dan meskipun Tan Malaka sangat