Kepemimpinan Presiden dan Abdurrahman Wahid

IBNU TSANI ROSYADA
071211331008
ABDURRAHMAN WAHID AD-DAKHIL
KH. Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal dengan Gus Dur Dengan segala ide-ide yang
menurut sebagian orang controversial yang menjadi ciri khasnya, sikap-sikapnya yang tidak
dapat diduga, serta model kepemimpinan super ekstraordinary, Gus Dur memimpin negari ini
dari 1999 sampai 2001 sebelum akhirnya harus lengser oleh persekongkolan para politisi haus
akan kekuasaan. Walaupun memerintah hanya dalam waktu yang sangat singkat, Gus Dur telah
melakukan perubahan besar dengan mengantarkan negeri ini menjadi salah negara kampium
demokrasi dunia. Gus Dur telah berhasil menghindarkan Indonesia dari konflik berkepanjangan
yang disebabkan oleh fanatisme agama, etnis, dan golongan.
Sebelum menjadi presiden, Gus Dur adalah seorang yang gigih dalam memperjuangkan
demokrasi dan menentang pemerintahan otoriter Orde Baru. Dialah sang pemimpin Islam
progresif yang secara gigih mengkontekstualisasikan nilai-nilai demokrasi Islam di Indonesia.
Ketika menjadi ketua Nahdlatul Ulama (NU), Gus Dur banyak membuat gebrakan dengan
mengubah image NU dari organisasi tradisional menjadi organisasi modern dan progresif.
Setelah turun dari jabatan presiden, Gus Dur masih tetap aktif dalam banyak organisasi
internasional dan aktifitas lain dalam dunia internasional. Beliau pernah menjadi pimpinan dari
The World Conference on Religion dan Peace (WCRP) yang berpusat di New York (1994-1998).
Setelah turun dari jabatan Presiden Indonesia (1999-2001), beliau menjadi ketua Association of
Moslem Community Leaders (AMCL), New York (2002). Belau juga menjadi presiden

kehormatan The International Christian Organization for Reconciliation and Reconstruction
(IICORR) yang bermarkas di London, Inggris. Selain itu, Gus Dur juga menjadi anggota dari
International Advisory Board of the International and Inter-religious Federation for World Peace
(IIFWP), New York, USA. Ia juga bagian dari International Board of International Strategic
Dialogue Center, Netanya University, bersama dengan Mikhail Gorbachev, Ehud Barak and Carl
Bildt (Bahar 1999). Sebagian besar aktifitas Gus Dur adalah berhubungan dengan isu-isu
kemanusiaan, perdamaian, pluarlisme dan hak asasi manusia. Sebagai seorang kepala negara,
ketua NU, dan juga ketua dari beberapa organisasi internasional, karakter kepemimipinan Gus
Dur unik dan susah untuk didefinisikan.
Ketika menjadi ketua PB NU, dengan segala atribut keistimewaan sebagai cucu pendiri
NU, Hasyim Asy’ari, yang kharismatik, Gus Dur malah lebih menekankan semangat
egalitarianisme, progresifitas dan antifeodalisme. Oleh sebagian besar para pengikutnya di NU,
Gus Dur dianggap sebagai waliyullah (kekasih Allah) yang mempunyai banyak keistimewaan
dan kharisma, akan tetapi, beliau justru tidak memperdulikan hal tersebut dan malah mengajak
ummatnya untuk berfikir rasional. Dalam setahun menjabat sebagai Presiden RI, Gus Dur telah

berhasil mendesakralisasi istana dengan mengajak para kyai tradisional, seniman, dan rakyat
bertandang ke istana dengan menggunakan sandal jepit dan kain sarung.
Gus Dur Pemimpin Sederhana dan Berkarakter
Gus Dur telah mengajarkan bangsa Indonesia mengenai banyak hal terkait mulai

hubungan agama (Islam) dengan negara, toleransi antarumat beragama hingga persamaan hak
sebagai warga negara. Selain itu, Gus Dur juga mengajarkan pentingnya menghargai perbedaan
pendapat, menghilangkan diskriminasi berdasarkan ras dan agama serta mewujudkan
kemandirian bangsa dalam arti luas. Semasa hidupnya Gusdur banyak memberikan nilai-nilai
inspirasi kepemimpinan.
Rendah Hati
Ilmu pertama yang kita dapatkan dari seorang Gus Dur adalah kerendahan hati. Gus Dur adalah
seorang keturunan darah biru (ningrat). Ayahnya, KH. Wahid Hasyim adalah putera KH. Hasyim
Asy’ari, pendiri Ormas NU dan Pesantren Tebu Ireng Jombang. Namun, Gus Dur tidak pernah
sombong dengan hal itu. Ketokohan dan kepopuleran Gus Dur bukan karena ia sudah terlahir
sebagai cucu tokoh besar Indonesia, namun karena proses yang begitu panjang dalam hidupnya.
Karakternya sebagai pemimpin yang rendah hati sudah terbentuk sejak ia masuk Pesantren
Tambakberas, Jombang tahun 1956. Bersama santri-santri lainnnya, ia mengalami hal yang sama
dalam proses belajar, tidak ada perbedaan. Hal itulah yang Gus Dur bawa kemanapun dan mudah
diterima oleh siapa saja. Pemimpin yang memimpin dengan kerendahan hati, mulia
perjuangannya.
Kesederhanaan
Barangkali diantara semua presiden Indonesia, hanya Gus Dur yang berani mengubah gaya
formal dan kekakuan Istana Negara menjadi “istana rakyat”. Wartawan maupun masyarakat
mendapatkan akses mudah, hubungan mencair dan penuh goyonan. Sandal jepit, sarung ataukah

yang selama ini “diharamkan “ di Istana Negara tidak menjadi persoalan. Nuansa kesederhanaan
semasa di pesantren seakan pindah ke Istana Negara. Gaya berpakaian Gus Dur tidak seelok dan
perlente Soekarno. Cukup kopiah dan pakaian sederhana. Kita semua masih ingat, ketika Gus
Dur digulingkan kekuasaannya secara inkonstitusional oleh DPR-RI tahun 2001, Gus Dur
meninggalkan Istana Negara hanya menggunakan kaos, celana pendek dan sandal. Inilah gaya
kepemimpinan Gus Dur, sederhana namun bersahaja dan bijaksana. Memimpin dalam
kesederhanaan adalah hal biasa namun kaya makna
Humanis
Tidak banyak pemimpin di dunia ini yang menerapkan prinsip humanis daripada otoriter dan
kepintaran. Gus Dur adalah seorang pemimpin yang menerapkan prinsip humanis dalam gaya
memimpinnya. KH Hasyim Muzadi, Ketua Umum PBNU mengatakan, “Humanisme Gus Dur

berangkat dari nilai-nilai Islam yang paling dalam. Tetapi, humanismenya itu melintasi agama,
etnis, teritorial dan negara.” Tidak mengherankan jika Gus Dur mendapatkan banyak
penghargaan dalam bidang perdamaian seperti, Doktor Honoris Causa Bidang Perdamaian dari
Soka University, Jepang (2003), Global Tolerance Award dari Friends of the United Nations,
New York (2003) dan World Peace Prize Award dari World Peace Prize Awarding Council
(WPPAC), Seoul, Korea Selatan (2003). Dengan gayanya yang humanis, Gus Dur tahu apa yang
menjadi kebutuhan masyarakat . Gus Dur berbicara di Masjid, Gereja dan tempat-tempat ibadah
lainnya, bukan atas nama agama, tetapi atas dasar prinsip kemanusiaan , bahwa manusia

diciptakan untuk saling menghargai dan melindungi satu dengan yang lainnya. Inilah karakter
pemimpin Indonesia yang saat ini sangat dibutuhkan,pendekatan secara humanis kepada
rakyatnya bukan kekuasaan semata. Yang dipimpin adalah manusia maka selayaknya pemimpin
juga mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan
Humoris
Inilah gaya kepemimpinan Gus Dur yang sangat khas, humoris dan penuh guyonan-guyonan
segar. Dengan pendekatan yang humoris inilah seakan tidak ada jarak antara lawan atau kawan.
Guyonan-guyonan Gus Dur memecah kebuntuan dalam setiap persoalan. Namun yang perlu
diingat, guyonan dan sikap humoris Gus Dur sarat makna dan mengandung nilai-nilai kritik serta
edukatif. Mungkin inilah cara Gus Dur menyampaikan sebuah pesan dalam bentuk guyonanguyonannya. Ucapan Gus Dur, “gitu aja kok repot,” menjadi karakteristik tersendiri. Dalam
suatu pertemuan dengan Fidel Castro, presiden Cuba, Gus Dur mengatakan bahwa Indonesia
mempunyai empat presiden yang semuanya “gila”. Presiden pertama (Soekarno), gila
perempuan; Presiden kedua (Soeharto), gila harta; Presiden ketiga (Habibie), gila teknologi; dan
Presiden keempat (Gus Dur) membuat orang jadi gila. Mendengar penjelasan Gus Dur, Fidel
Castro tertawa terbahak-bahak. Dalam kesempatan lain, Gus Dur sering mengatakan, Indonesia
telah mempunyai empat orang presiden yang mempunyai kelebihan tersendiri. Soekarno adalah
Negarawan, Soeharto adalah Hartawan, Habibie adalah ilmuwan dan Gus Dur adalah wisatawan.
Maksudnya wisatawan karena Gus Dur meskipun dalam jangka waktu relatif singkat menjadi
presiden namun dapat mengunjungi banyak negara untuk tugas-tugas diplomasi kenegaraan.
Suatu ketika, Gus Dur pernah mengeluarkan “joke” segar namun penuh kritik, bahwa di

Indonesia hanya terdapat tiga polisi yang jujur. Pertama, (alm) Jenderal Hugeng, kedua, polisi
tidur, ketiga, patung polisi. Inilah yang harus diteladani jika mau menjadi pemimpin seperti Gus
Dur, Humanis yang humoris. Memimpin dengan humoris bagaikan setitik embun di padang
gersang
Visioner
Seni memimpin ala Gus Dur adalah visioner dan berani melakukan terobosan. Mungkin sebagian
orang mengatakan kebijakan dan keputusan Gus Dur kadangkala “gila” dan kontroversial.
Namun inilah kelebihan Gus Dur, apa yang dilakukannya dapat dipertanggungjawabkan dan ia
sudah memperhitungkan untuk jangka panjang, bukan saat itu. Terobosan-terobosan oleh Gus

Dur mengandung nilai kostrukstif, demokrasi, penegakkan hak asasi manusia dan perdamaian.
Di era Gus Dur, ia berhasil memisahkan Kepolisian daari ABRI (sekarang TNI). Pada tanggal 26
Oktober 1999, ia membubarkan Departemen Sosial dan Departemen Penerangan yang selama
masa Orde Baru menjadi kekuatan Soeharto. Tanggal 17 Januari 2000, menerbitkan Keppres No.
6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1967 tentang Agama,
Kepercayaan dan Adat Istiadat China. Inilah cikal bakal hari raya Imlek dijadikan sebagai hari
libur nasional. Selanjutnya pada tanggal 14 Maret 2000, mengusulkan pencabutan Tap MPRS
No. XXV/1996 tentang pelarangan penyebaran marxisme, komunisme dan leninisme. Dalam hal
ini banyak orang mengatakan bahwa Gus Dur cenderung melakukan pembelaan kepada eks PKI.
Jika ditelan mentah-mentah memang akan demikian namun sebenarnya itu meruoakan upaya

Gus Dur untuk menciptakan rekkonsiliasi di negeri ini. Tugas negara adalah melindungi segenap
bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia dan eks PKI merupakan bagian dari bangsa
Indonesia yang harus dilindungi.
Pemimpin sekarang harus belajar dari visioner gaya Gus Dur, keputusan yang diambil
bukan karena kepentingan elit politik, pribadi ataukah kekuasaan semata. Apayang Gus Dur
lakukan untuk kemajuan bangsa. Baginya, keturunan Tionghoa adalah warga negara yang
mempunyai hak sama serta banyak mengambil peran dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Mantan tahanan politik adalah manusia yang berhak memperoleh hak hidup layaknya manusia
biasa, tidak lagi didiskriminasikan. Untuk kaum minoritas inilah, Gus Dur berani melakukan
terobosan dan pemikiran yang jauh kedepan dalam bingkai kesatuan negara Indonesia. Pemimpin
harus mempunyai visi kedepan yang dapat dipertanggungjawabkan tentang apa yang
dipimpinnya.

Sabar dan Memaafkan
Dalam era kepemimpinan Gus Dur sebagai Presiden Indonesia, entah sudah berapa
banyak cacian, fitnah, teror dan sebagainya. Namun sepanjang kepemimpinannya itulah Gus Dur
tetap memperlihatkan kesabaran dan jiwa pemaafnya. Seperti guyonannya, “gitu aja kok repot.”
Ketika group lawak “Bagito Group” mempelesetkan gaya yang melecehkan Gus Dur, malah Gus
Dur membuka pintu maaf untuk mereka. Gus Dur sering difitnahkan telah murtad, dibaptis di
Gereja karena kedekatannya dengan kaum non-muslim. Selain itu, ia diisukan pula sebagai agen

Zionis Israel karena idenya membuka hubungan diplomatik dengan Israel serta turut mengambil
bagian dalam Yayasan Simon Perez. Penganut paham sekularisme barat, tidak berpihak kepada
kaum Muslim dan dianggap melecehkan Al-Qur’an. Menghadapi semua tuduhan dan fitnah itu,
Gus Dur menjawab dengan “nyeleneh”, gaya khasnya, “Buang-buang energi saja.” Sampai Gus
Dur balik kepada sang Khalik, kita semua tidak pernah menemukan semua tuduhan-tuduhan itu.
Memang kesabaran dan jiwa pemaaf Gus Dur dengan sendirinya melenyapkan fitnahan dan
tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Seorang pemimpin harus mempunyai dua hati,
yang satunya sabar dan yang satunya lagi memaafkan.

Bukan pemimpin transaksional
Mungkin hal inilah yang menjadi salah satu alasan dibalik pemakzulan Presiden
Abdurrahman wahid, cabinet persatuan nasional pertama banyak dihasilkan dari kompromikompromi politik yang kemudian disingkirkan satu persatu oleh Gus Dur, bahkan pada akhir
kepemimpinan Gus Dur hamper 75% Departemen (sekarang kementrian) merupakan orangorang dari kalangan professional. Hal inilah kemudian yang memicu orang-orang dari partai
pengusung Gus Dur kecewa, selain itu Presiden juga mengganti pimpinan-pimpinan di TNI yang
dianggap warisan orde baru. Ketika hari-hari menjelang lengsernya preside nada sekelompok
orang dari kalangan partai politik di DPR yang berjanji akan mempertahankan posisi presiden
dengan syarat, presiden harus mengganti komposisi cabinet persatuan nasional dengan komposisi
yang mereka tentukan namun Presiden menolak denagn lantang beliau menjawab “lebih baik
lengser daripada harus menjual konstitusi, pancasila dan konstitusi bukan tempat untuk jual beli
jabatan” ujar presiden. (sumber: Mahfud MD, ketika pidato di haul Gus Dur tahun 2012, beliau

juga bersama presiden ketika bertemu orang-orang parpol di DPR).

Tipologi kepemimpinan Abdurrahman Wahid
Pribadi yang kuat, tegas, namun fleksibel
Abdurrrahman Wahid atau yang sering disebut Gus Dur adalah sosok pemimpin yang
sangat akrab di telinga kita. Mantan Presiden ke-4 RI ini bahkan sudah dikenal di seluruh dunia.
Sepak terjang dan gagasan-gagasannya yang kotroversial menjadi daya tarik tersendiri bagi siapa
saja yang memperbincangkannya. Ibarat telaga yang tak pernah kering untuk ditimba. Selain
dikenal sebagai aktivis prodemokrasi, perjuangan dan pembelaannya kepada kaum minoritas
benar-benar mendapat apresiasi yang positif dari banyak kalangan, termasuk dunia internasional
meskipun sebenarnya juga tidak sedikit yang tidak suka. Lebih dari itu, ketokohan dan
kepemimpinan Gus Dur dalam mempelopori dialog antar umat beragama, mendapat respond an
apresiasi yang luar biasa dari masyarakat internasional. Ini terbukti dengan diterimanya
penghargaan Global tolerance Award oleh Gus Dur dalam peringatan Hari Hak Asasi Manusia
Internasional tanggal 10 Desember 2003 di markas PBB New York. Pada sisi lain, proses
terpilihnya Presiden Abdurrahman wachid bisa dikatakan unik padahal, partai Kebangkitan
Bangsa (PKB) sebagai partai pendukungnya hanya memiliki 10 % kursi di DPR, sementara
partai Golkar dan PDI Perjuangan yang memiliki jumlah suara lebih besar gagal memperoleh
kursi presiden. Pembahasan dan terhadap kepemimpinan ala Gus Dur ini dimaksudkan sebagai
upaya dan sarana berlatih melakukan analisis kepemimpinan. Di samping itu, pembahasan ini

juga bertujuan memperoleh bahan diskusi dan informasi yang jelas tentang tentang gaya
kepemimpinan Gus Dur. Lebih spesifik lagi gaya kepemimpinan Gus Dur saat menjadi presiden
RI serta kelebihan dan kekurangannya?

Dalam kaitannya dengan kepemimpinan demokratis. Dipercaya bahwa tidak ada satupun
pendapat yang lebih baik dari yang lain, sampai suatu pendapat itu terbukti dapat terlaksana
dengan lebih baik dari yang lain. Namun demikian, dalam demokrasi kita mengenal prinsip siapa
saja yang akan terkena suatu kewajiban, mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam
membuatnya. Jadi claim bahwa suatu golongan lebih berhak bersuara tentang penyelenggaraan
sistem persekolahan, adalah tidak sesuai dengan prinsip demokrasi. Masih lagi, apapun pendapat
yang siterima, masih perlu diuji dalam praktik kita tidak akan mempertahankan pendapat yang
ternyata gagal dalam praktik. Dalam praktik demokrasi di Indonesia khususnya, adalah wajar
jika pemimpin untuk mendelegasikan pekerjaan atau tugas-tugas tertentu. Dalam hal ini
pimpinan diharap dapat bertanggung jawab dan sekaligus kompeten. Pimpinan dalam melakukan
tugasnya, tidak perlu mencari nasihat dari orang lain dalam pembuatan keputusan (kecuali hal itu
memang telah ditentukan sebelumnya oleh aturan yang ada). Tidak perlu mencari nasihat
mungkin dapat menimbulkan kesan adanya kepemimpinan yang tidak bijaksana, tapi
kepemimpinan yang demikian itu sendiri tidak perlu berarti tidak demokratis, tidak ada konflik
disini dengan kewajiban pimpinan menghargai hak-hak demokrasi yang bersifat pribadi dari
orang lain; partisipasi dalam pembuatan keputusan bukanlah suatu hak pribadi, melainkan hak

yang terkait dengan kedudukan seseorang. Contohnya, Presiden RI tidak perlu berkonsultasi
dengan tiap warganegara untuk menyatakan negara dalam keadaan bahaya, tapi menyatakan
keadaan bahaya tersebut atas dasar aturan yang telah ada (yang mungkin telah dibuat oleh wakilwakil dari pada warganegara tersebut secara demokratis). Sementara itu tiap orang memiliki hak
asasi atau pribadi yang dijamin dengan Undang-Undang Dasar. Seorang pemimpin yang
demokratis tidak akanmelanggar hak-hak tersebut jika sampai ia melanggarnya, maka ia akan
dipaksa untuk memperbaiki cara-cara yang telah tidak sesuai itu, atau ia akan mendapati dirinya
didepak dari posisi kepemimpinannya. Apabila hak-hak pribadi itu tidak dipersoalkan, maka
kriterianya adalah adanya pemerintahan atas dasar perwakilan. Prinsipnya sama, yaitu kelompok
yang mengawasi adalah kelompok yang terkena akibat, tetapi mekanismenya saja yang berbeda.
Bila suatu kelompok secara bebas/demokratis mendelegasikan hak mengontrolnya kepada
seorang representatif, maka representatif itu sesungguhnya adalah kelompok yang ia wakili itu
sendiri.
Keunikan-keunikan Gus Dur sebagai seorang pemimpin terlihat sebagai berikut. Pertama,
Gus Dur memiliki wacana religio-kultural yang dalam dan kuat dalam banyak hal yang tidak
tampak (intangible) tetapi mendasari semua tindakannya dalam mengimplementasikan peranperannya (tangible). Hal ini disebabkan Gus Dur menguasai nilai-nilai agama dan budaya lokal,
filosofis dan dasar-dasar ideologis. Pemanfaatan terhadap dasar-dasar ideologis atau
(ideologically based) dan sistem keyakinan yang memicu secara positif (positive beliefs system)
dapat memunculkan dukungan masyarakat dan terelemenasinya konflik budaya dan keagamaan.
Disamping itu, Gus Dur juga memiliki kharisma/daya tarik yang luar biasa sehingga mempunyai
pengikut yang jumlahnya sangat besar. Yang menarik, para pengikut Gus Dur kadang tidak

mempersoalkan nilai-nilai yang dianut, sikap dan penlaku serta gaya Gus Dur. Bisa saja
kharismatik Gus Dur ini menggunakan gayayang otokratik atau dictatorial. Hal bukan karena

beliau otoriter namun karena kekuatanya dalam mempertahankan pendapatnya selain itu karakter
kepemimpinan pesantren telah melekat pada diri beliau. para pengikutnya tetap setia kepadanya.
Contohnya adalah pembentukan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang secara struktural
terpisah dari NU, namun secara kultural para pengikut cenderung mengikuti kemanapun Gus Dur
melangkah. Padahal notabene pengikut PKB adalah pengikut NU dan simpatisan Gus Dur.
Menginsipirasi
Gus Dur secara inspirasional menunjukan kualitas personal yang mempesona
(attractiveness personal) yang dicirikan dengan sifat proaktif, kolaboratif, humanis, berjiwa
avant-garde yang kesemuanya diorientasikan pada konsep keteladanan (al-uswat al-hasanah).
Artikulasi Jawa tentang Gus Dur sebagai pemahaman “digugu lan ditiru” menjadi faktor
determinan bagi tampilnya peran kepemimpinan yang membangkitkan semangat dan menjadi
inspirasi (Inspirational leadership). Setidak-tidaknya seorang pemimpin yang inspiratif
senantiasa memiliki gagasan-gagasan brilian, kreatif, inovatif yang mampu mencari jalan keluar
bagi semua permasalahan bangsa. Dalam banyak kasus, gaya kepemimpinan Gus Dur cenderung
nyleneh. Di tengah-tengah orang mensakralkan lembaga kepresidenan, Gus Dur malah
sebaliknva. Istana Presiden yang semula terkesan tertutup dan formal, diubahnya menjadi “istana
rakyat” dengan mengadakan open house bagi semua masyarakat, tidak peduli rakyat atau
pejabat.
Dalam pandangan demokrasi tindakan semacam ini adalah positif dalam arti
memperlakukan rakyat sama martabat dan derajatnya. Siapapun yang bernama rakyat pantas dan
berhak “menikmati” istana kepresidenan. Pada penstiwa lain, Gus Dur merupakan seorang
pemimpin yang berani mengambil keputusan, salah satunya ketika ia berani mengangkat
Khoflfah Indar Parawansa (yang relatif dianggap masih “ijo” dan tak ada apa-apanya”) sebagai
menteri. Langkah Gus Dur ini merupakan bentuk terobosan eksperimentatif, namun justru paling
relevan. Gus Dur mencoba menampilkan kader-kader muda yang boleh dikatakan amat minim
terpengaruh “Sekolah Orde Baru” Gayanya yang lain adalah suka melemparkan gagasan yang
sangat kontroversral.Misalnya ide membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Kontan saja ide
tersebut mendapat reaksi keras dari lawan-lawan politiknya. Sebab dalam pandangan banyak
orang, terutama kalangan islam garis keras, Israel adalah bangsa merampas tanah Palestina. Juga
langkahnya memberhentikan para menteri dari partai yang telah mengantarkanya menjadi
Presiden adalah kontrovesial ucapannya, termasuk ancaman Dekrit presiden dan beberapa daerah
akan memerdekakan diri bila MPR menggelar Sidang Istimewa menuntut pertanggungjawaban
beliau. Ada kesan Gus Dur memaksakan kehendak sehingga popularitas Gus Dur saat itu
semakin merosot yang akhirnya diberhentikan menjadi presiden melalui sidang istimewa MPR.
(“lndonesia Sepanjang Tahun 2001” Kompas) Meskipun demikian, daya tarik kharismanya tidak
pudar. Terutama kalangan warga nahdliyin, mereka tetap menghormati dan mengakui
kepemimpinannya. Setidaknya uraian di atas memberikan informasi kepada kita tentang
bagaimana tipe ataupun gaya kepemlmpinan Gus Dur tidak monolitik. Tetapi, bervariasi sangat
situasional. Suatu ketika beliau cenderung dcmokratis, pada saat yang lain beliau bisa ccnderung

otokratik bahkan bisa sangat kharismatik. Dengan demikian, kelebihan dari gaya kepemimpinan
Gus Dur adalah konsistensinya pada perjuangan membela hak-hak kaum minoritas dan
demokrasi dan penghargaannya yang tinggi terhadap perbedaan Sikap kontroverialnya justru bisa
dijadikan pelajaran berharga dalam Mendewasakan anak bangsa untuk tidak gampang kaget
dengan sesuatu yang berbeda. Kekurangan gaya kepemimpinan ala Gus Dur bisa menimbulkan
krisis kewibawaan seorang pemimpin karena ada kesan otoriter dan pernimpin tidak bekerja
dengan standar- standar norma yang jelas. Keunikannya (baca: nyeleneh) dalam menentang arus
pada umumnya: ancaman disintegrasi P. Madura) memberi kesan pemimpin tidak bisa
mengendalikan diri dengan baik. Gaya kepemimpinan seseorang tidak bersifat “fixed”. Artinya,
gaya kepemimpinan seseorang bisa berubah dari tipe dasarnya bila situasi menuntutnya
demikian, meskipun perubahan itu kadang bersifat sementara. Gaya kepemimpinan Gus Dur
diwarnai oleh gaya dan tipe khansmatik, demoktaris, dan pada situasi tertentu bergaya otokratis.
K.H Abdurrahman Wahid atau biasa di sapa Gus Dur telah meninggalkan kita semua
menuju Sang Khalik pada hari Rabu, 30 Desember 2009, pukul 18.45 di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Jakarta. Meninggalnya Gus Dur menjadi kesedihan dan kehilangan besar
Indonesia akan sosok Guru Bangsa yang gigih memperjuangkan kebebasan dan demokrasi
hingga akhir hayatnya. Kepopuleran dan ketokohan seorang Gus Dur bukan hanya untuk
kalangan Muslim, tetapi menembus batas perbedaan suku, agama dan golongan apapun. Oleh
sebab itu, tak heran Gus Dur sangat dicintai semua orang. Indonesia dan dunia Internasional pun
kehilangan. Gus Dur pergi disaat Indonesia masih membutuhkan pemikiran-pemikirannya akan
tegaknya demokratisasi, pluralisme dan hak asasi manusia. Namun, ternyata Tuhan lebih
mencintai Gus Dur dibandingkan kita. Tuhan telah menyiapkan rencana indah bagi Gus Dur dan
menjadi misteri bagi kita umat manusia, kapan kematian akan datang. Sosok Gus Dur adalah
gambaran figur seorang ulama, cendekiawan muslim, intelektual liberal yang sekaligus sosialis,
serta pejuang demokrasi. Pada saat yang sama Gus Dur juga sosok pemimpin kharismatik
namum demokratis serta ambivalen namun transformatif. Beliau adalah sosok pimpinan yang
sangat kharismatik bagi lebih dari 53 juta warga nahdliyyin, pada saat yang sama ia mampu
mentransformasikan mereka terbebas dari kungkungan tradisionalisme-feudalistik menuju
menuju masyarakat yang progresif dan demokratis. Ketika umat Muslim di dunia dicap sebagai
kelompok ekstrimis oleh barat, Gus Dur mampu mengetengahkan Indonesia dengan penduduk
lebih dari 220 juta jiwa salah satu negara Muslim terbesar di dunia yang dianggap toleran,
pluralis dan cinta damai. Pada saat yang sama, beliau juga mampu mengajarkan kepada para
pengikutnya mengenai cara menghadapi modernisasi ala barat melalui kombinasi nilai-nilai baru
serta nilai-nilai lokal untuk membangun solidaritas baru. Dalam kepemimpinan, beliau selalu
mensinergikan dua hal, yaitu nilai tradisional (yang biasanya dipertahankan oleh kaum tua)
dengan nilai-nilai modern (yang biasanya didukung oleh kaum muda), sinergis ungkapan umum
dala fiqih NU: “Mempertahankan nilai lama yang baik dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih
baik.”

Terakhir, Gus Dur adalah sosok yang gigih dalam membela dan memperjuangkan
demokrasi, humanisme dan anti kekerasan. Gus Dur bekerja menjaga kebebasan manusia dengan
melindungi kaum minoritas dan berbicara untuk yang tertindas. Gus Dur Mendorong kaum
perempuan untuk bertindak, membela kaum lemah dan berjuang untuk perdamaian. Beliau
membangun identitas nasional dengan menjalin solidaritas di antara berbagai golongan yang
berbeda. Selamat jalan Gus Dur, kami akan selalu mengenangmu dan mengikuti jejak teladanmu.
DAFTAR PUSTAKA
Barton, greg. Biografi abdurahman wahid.
Ali, said. Gus dur bertutur. Harian proaksi. 2005. jakarta
http.kompas.com/ Gusdurologi , Ilmu Kepemimpinan ala Gus Dur
http.islamib.com/mencari pengganti gusdur
http.mattono.blogspot.com/tipologi kepemimpinan gusdur
Mahfud MD, pidato di haul Gus Dur tahun 2012