BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Asas Hukum Perjanjian Dalam Perjanjian Leasing Dan Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak (Studi Pada PT. Adi Sarana Armada)

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebutuhan dana atau modal bagi seseorang saat mi sangatlah penting, untuk
memenuhi kebutuhan dana atau modal maka diperlukan suatu lembaga pembiayaan.
Bank sebagai lembaga keuangan ternyata tidak cukup mampu untuk menanggulangi
kebutuhan dana atau modal yang dibutuhkan masyarakat. Hal tersebut diakibatkan
keterbatasan jangkauan penyebaran kredit oleh bank, keterbatasan sumber dana, dan
keterbatasan lain yang mengaklbatkan kurang fleksibel dalam melakukan fungsmya1,
dan dalam hal tertentu tingkal resikonya lebih tinggi yang dikenal dengan lembaga
pembiayaan, yang menawarkan bentuk-bentuk baru terhadap pembenan dana atau
pembiayaan, yang salah satunya dalam bentuk sewa guna usaha atau lesing.
Pengertian leasing menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
No 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan pembiayaan adalah suatu kegiatan
pembiayaan dalam benyuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha
dengan Hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha
(Lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Sebagai suatu perjanjian, leasing mempunyai alas hukum yang pokok yaitu

asas hukum kebebasan berkontrak.2

Seperti yang terdapat pada pasal 1338 KUH

Perdata, yang disebutkan:
"Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang
bagi mereka yang membuatnya".3
1
Munir Fuady, Hukum tentang Pembiayaan (Dalam Teori dan Prafctek), Citra Aditya Bakti, Bandung
2002. hal 2.
2
Ibid hal 6

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2

Setiap orang bebas melakukan perjanjian, asal perjanjian tersebut memenuhi

persyaratan-persyaratan mengenai sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sepanjang memenuhi syarat seperti
yang diatur pada perundang-undangan, maka leasing berlaku sesuai dengan ketentuan
tentang perikatan seperti terdapat dalam buku ketiga KUH Perdata, demikian
disamping alas hukum mengenai asas kebebasan berkontrak terdapat beberapa alas
hukum lainnya yang lebih bersifat administratif dapat disebutkan sebagai berikut:
1.

2.

3.
4.

5.

6.
7.

Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep 38/MK/IV/1/1972, tentang
Lembaga Keuangan yang telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 562/KMK/011/1982.
Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustiran dan Menteri
Perdagangan Repubiik Indonesia, Nomor Kep- 122/MK/IV/2/1974, Nomor
30/Kbp/l/3974, tentang Perizinan Usaha Leasing.
Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 1988 tertanggal
20 Desember 1988 tentang Lembaga Pembiayaan,
Surat Keputusan Menteri Keuangan Repubiik Indonesia Nomor
1251/KMK.013/1988, tertanggal 20 Desember 1988, tentang Ketentuan dan
Tatacara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, sebagaimana telah berkali-kali
diubah, terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Repubiik Indonesia
Nomor 448/KMK.017/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan,
Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 634/KMK.013/1990, tentang
Pengadaan Barang Modal Berfasilitas melalui perasahaan Sewa Guna Usaha
(Perusahaan Leasing)
Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK/.01/1991, tertanggal 21
November 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha.
Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK. 017/2000, tertanggal 27
Oktober 2000, tentang Perusahaan Pembiayaan.4
Leasing


sebagai

lembaga

pembiayaan

dalam

sistem

kerjanya

akan menghubungkan kepentingan beberapa pihak atau subjek perjanjian, yaitu:5

3

R Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata PT Pradnya Paramita, Jakarta 1999. Hal 3.

4


Amin Widjaya Tunggal dan Arif Djohan, Aspek Yuridis dalam Leasing, Jakarta, Rineka
1994, hal. 7
5
Dahara Djoko Prakoso, Leasing dan permasalahan, Effhar & prize, Semarang 19%, hal 3-4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3

1.

Lessor, yaitu pihak yang menyewakan barang, terdiri dari beberapa perasahaan.
Lessor disebut juga investor, equity holder, owner participants, atau truster
owners.

2.

Debitur, yaitu pihak yang memerlukan barang modal, barang modal dimana
dibiayai oleh lessee dan diperuntukkan kepada lessor.6


3.

Kreditur atau Lender, yaitu pihak yang disebut juga dengan debt holders atau
loan participants dalam suatu transaksi leasing. Umumnya kreditur atau lender
terdiri dari bank, insurance company trust dan yayasan.

4.

Supplies, yaitu penjual atau pemilik barang yang disewakan dapat terdiri dari
perasahaan yang berada di dalam negeri atau yang mempunyai kantor pusat di
luar negeri.7
Fasilitas yang

diadakan oleh perusahaan

leasing

sebagai perusahaan

pembiayaan sangat meringankan konsumen/ pasar yang kekurangan modal untuk

membeli

alat pendukung usaha maka leasing menjadi alternatif. Demikian pula

kegiatan pembiayaan yang dilakukan oleh PT Adi Sarana Armada yang memberikan
kemudahan bagi masyarakat yang membutuhkan sarana transportasi di Kota Medan
dengan pembiayaan secara leasing. Sehingga Adi Sarana Armada dengan pihak lessor
hal ini PT ASSA dengan pihak lessee dalam hal ini konsumen dari PT Adi Sarana
Armada.
Hubungan lessor dan lessee merupakan hubungan timbal balik, menyangkut
pelaksanaan kewajiban dan peralihan

suatu hak atau tuntutan kewajiban dan

menggunakan fasilitas pembiayaan, untuk itu para lessor atau lessee
6
7

dibuat


Munir Fuady, Op. cit, hal. 7.
Ibid

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4

perjanjian financial lesse atau kontrak leasing , dimana perjanjian dibuat dan
disepakati harus berbentuk perjanjian tertulis ,tidak ada ketentuan khusus apakah
harus dalam bentuk otentik atau akta dibawah tangan .Apabila ditinjau dari sudut
hokum yang berlaku di Indonesia, maka bukti yang paling kuat adalah bukti dalam
bentuk otentik, seperti diatur pada pasal 1870 KUH Perdata yaitu: "Suatu akta otentik
memberikan diantara para pihak serta ahli waris-ahli warisnya atau orang yang
mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat
didalamnya.
Berdasarkan pasal ini, maka beban pembuktian ada pada pihak yang
menyangkal kebenaran adanya akta otentik tersebut. Sedangkaa akta dibawah tangan
baru mempunyai

kekuatan pembuktian jika pihak yang


menandatangani

akta

mengakui tangannya dalam akta tersebut, maka banyak perusahaan leasing membuat
perjanjian sewa guna usaha/leasing secara notaril.8
Dalam perjanjian dimana bentuk, syarat atau isi dituangkan dalam klausultelah dibuat secara baku (standart contract-contract) maka posisi hukum (recht
positie) pembeli tidak leluasa atau bebas dalam mengutarakan kehendak. Hal ini bisa
terjadi karena pembeli tidak mempunyai kekuatan menawar (bargaining power).
Dalam standart form contract pembeli disodori perjanjian dengan syarat-yang
ditetapkan oleh penjual, sedangkan pembeli hanya dapat mengajukan pada hak-hak
tertentu, umpamanya tentang harga, tempat penyerahan barang dan tata cara
pembayaran, dimana hal ini dimungkinkan oleh penjual .
8

Eddy P. Soekadi, Mekanisme Leasing, Ghalia Indonesia, Jakarta 1987hlm.153

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

Tentang hal-hal esensial Dalam perjanjian, umpamanya tentang pembatalan
perjanjian, cara menyelesaikan perselisihan, resiko perjanjian, tidak dapat ditawar
Untuk itu diperlukan campur tangan pemerintah tentang syarat-syarat dalam
perjanjian baku. Pada umumnya Dalam perjanjian baku hak-hak penjual lebih
menonjol dibandingkan dengan hak-hak pembeli, karena pada umumnya syarat-syarat
atau klausal bagi pembeli merupakan kewaiiban-kewajiban saja. Sehingga dengan
antara hak-hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli tidak seimbang.
Kebebasan berkontrak akhirnya menjurus kepada penekanan oleh pihak
kepada pihak pembeli. Oleh karena itu, untuk memberi perlindungan hukum kepada
pembeli, maka perlu adanya pembatasan pada kebebasan berkontrak. Untuk itu
canpur tangan pemerintah guna melindungi pihak yang lemah dalam hal ini melalui
peraturan Perundang-undangan. Hal tersebut penting karena mengingat menyangkut
kepentingan rakyat banyak dan pembangunan ekonomi.
Leasing termasuk bisnis yang loosely regulated dimana perlindungan para
pihaknya hanya sebatas itikad dari masing-masing pihak tersebut yang dituangkan
dalam bentuk perjanjian leasing. Dalam hal ini terdapat kemungkinan salah satu
pihak dalam perjanjian tidak dapat melaksanakan prestasinya sesuai perjanjian,
sebagai contoh kelalaian pihak lessee dalam menjaga barang modal di tengah

berlangsungnya proses pelaksanaan leasing tersebut. Menyangkut terhindarnya dari
RESIKO adalah tidak terikatnya seorang lessee pada kemungkinan hilang atau
rusaknya objek leased, karena antisipasi keadaan tersebut telah beralih ke asuransi,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

6

dalam pembayaran uang sewa atau pembayaran lain yang menjadi kewajiban lessee
dalam perjanjian.
Pelanggaran perjanjian dari pihak lessee tersebut dapat merugikan pihak
lessor terutama apabila kelalaiannya berpengaruh secara langsung kepada obyek
leased.
Maka dari uraian diatas dapat diangkat hal yang menarik untuk dibahas lebih
adalah bagaimana Analisis Yuridis Asas Hukum Perjanjian dalam Perjanjian dan
Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak.
B. Permasalahan
Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut, maka yang menjadi
permasalahan dalam penulisan mi yang perlu mendapat kajian lebih lanjut adalah:
1. Apakah Asas-asas Hukum perjanjian (KUH Perdata) terimplementas! dalam
perjanjian leasing di PT ASSA ?
2. Hambatan-hambatan hukum apa saja yang timbul pada pelaksanaan perjanjian
sewa guna usaha/leasing tersebut serta bagaimana cara mengatasinya?
3. Bagaimana perlindungan hukum para pihak apabila terjadi sengketa dalam
praktek perjanjian Sewa Guna Usaha di PT ASSA?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan mi adalah:
1. Untuk mengetahui apakah asas-asas Hukum perjanjian (KUH Perdata)
terimplementasi dalam perjanjian Leasing

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

7

2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan hukum yang timbul pada pelaksanaan
perjanjian sewa guna usaha/ leasing serta bagaimana cara mengatasinya.
3. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi para pihak apabila terjadi
sengketa dalam praktek perjanjian Sewa Guna Usaha di PT Adi Sarana
Armada (PT ASSA)
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan mamfaat, baik secara
teoritis maupun praktis yaitu:
1. Secara teoritis, kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
berupa sumbang saran dan dapat dijadikan bahan kajian yang pada gilirannya
dapat memberikan andil bagi perkembangan ihnu hukum, khususnya
mengenai Analisis Yuridis Asas Hukum Perjanjian Dalam Perjanjian Leasing
dan Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak.
2. Secara praktis, diharapkan dapat memberikan masukan bagi pembangunan
hukum, terutama dalam perumusan kebijakan oleh pemerintah dibidang
perjanjian sewa guna usaha/leasing.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap
hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan khususnya pada
sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara belum ada penelitian yang
menyangkut masalah

"Analisis Yuridis Asas Hukum Perjanjian dalam Perjanjian

leasing dan Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak".

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

8

Akan tetapi penelitian tesis yang dilakukan oleh Elfi Yulianty yang berjudul
“Pengikatan Benda Bergerak Sebagai Jaminan Hutang dalam praktek Bank”. Dengan
permasalahannya adalah:
1. Bagaimana prinsip pengikatan benda bergerak sebagai jaminan hutang dalam
praktek perbankan dan leasing ?
2. Bagaimana pengaturan klausal kontrak pada perjanjian leasing dan perbankan
sebagai jaminan ?
3. Bagaimana akibat hukum terhadap hukum penerima jaminan benda bergerak
yang tidak didaftarkan?
Dilihat dari titik permasalahannya masing-masing penelitian diatas, terdapat
perbedaan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dengan demikian
penelitian ini betul asli baik dari segi substansi maupun dari segi
permasalahan sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1.

Kerangka Teori
Teori merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan,yang untuk

menjelaskan tentang adanya sesuatu, maka teori hukum dapat dengan lebih jauh
sebagai suatu keseluruhan pernyataan-pernyataan yang berkaitan dan berkenaan
dengan hukum. Dengan itu harus cukup menguraikan apa yang diartikan dengan
unsur teori dan harus mengarahkan diri kepada hukum. Teori juga merupakan sebuah
desain Iangkah-langkah penelitian yang berhubungan dengan kepustakaan, isu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

9

kebijakan maupun narasumber penting lainnya. Sebuah teori harus diuji dengan
menghadapkannya

kepada

fakta-fakta

yang

kemudian

harus

menunjukkan

kebenarannya. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat,
teori, tesis mengenai suatu permasalahan yang menjadi bahan perbandingan,
pegangan teoritis. Dalam melakukan suatu penelitian diperlukan adanya kerangka
teoritis sebagaimana yang dikemukakan oleh Ronny. H. Soemitro bahwa untuk
memberikan landasan yang mantap pada umumnya setiap penelitian selalu disertai
dengan pemikiran teoritis.9
Menurut Kaelan M.S landasan teori pada suatu penelitian adalah merupakan
dasar-dasar operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian adalah
bersifat strategis artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian.10
Oleh sebab itu kerangka teoritis sebagai suatu penelitian mempunyai kegunaan
sebagai berikut:
1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan
fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya;
2. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,
membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan defenisi-defenisi;
3. Teori biasanya merupakan suatu iktisar daripada hal-hal yang diteliti;
4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena
telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktorfaktor tersebut akan timbul lagi pada masa mendatang.11

9

Ronny H. Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982,

hlm.37.
10

Kaelan M. S, Metode Penelitian KualUatif Bidang Filsafat (Paradigma bagi
Pengembangan Penelitian Indispliner Bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Semiotika, Sastra, Hukum dan
Seni), Paradigma, Yogyakarta, 2005, hlmn. 239.
11
Soejno Soekanto, Penganta Penelitian Hukum, UI Pres, Jakarta, 1986, hal.121

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

10

Sejalan dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa teori yang dipergunakan
sebagai pisau analitis dalam analisis. Secara konseptual, teori yang dapat dijadikan
acuan dalam Analisis Yuridis Asas Hukum Peijanjian Dalam Perjanjian Leasing Dan
Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak adalah menggunakan teori keadilan dari
Aristoteles. Pandangan- pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa kita dapatkan
dalam karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Lebih khususnya, dalam
buku nichomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang
berdasarkan filsafat umum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat
hukumnya, "karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan"
yang sangat penting dari pandangannya ialah pendapat bahwa keadilan mesti
dipahami dalam pengertian kesamaan. Namun Aristoteles membuat pembedaan
penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. Kesamaan numerik
mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah yang sekarang biasa kita
pahami tentang kesamaan dan yang kita maksudkan ketika kita mengatakan bahwa
semua warga negara adalah sama di depan hukum. Kesamaan proporsional memberi
tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuannya, prestasinya, dan
sebagainya. Dari pembedaan ini Aristoteles menghadirkan banyak kontroversi dan
perdebatan seputar keadilan.12
Aristoteles dalam bukunya "Rethorica" mengatakan bahwa tujuan dari hukum
adalah menghendaki keadilan semata- mata dan isi dari pada hukum ditentukan oleh

12

Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum PersfektifHistoris, Bandung: Nuansa dan
Nusamedia, 2004, haL24.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

11

kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang dikatakan tidak adil.
Menurut teori ini hukum mempunyai tugas suci dan luhur yaitu dengan memberikan
keadilan kepada setiap orang yang berhak ia terima serta memerlukan peraturan
tersendiri bagi setiap kasus. Untuk terlaksananya hal tersebut maka menurut teori ini
hukum harus membuat apa yang dinamakan "Algemene Regel "(peraturan/ ketentuan
umum) yang mempunyai sifat sebagai berikut:
a. Adanya paksaan dari luar (sanksi) dari penguasa yang bertugas
mempertahankan dan membina tata tertib masyarakat dengan perantara alatalatnya.
b. Sifat Undang- Undang yang berlaku bagi siapa saja. Asas kebebasan
berkontrak dalam melakukan suatu perjanjian merupakan bentuk dari adanya
suatu kedaulatan hukum yang dipunyai oleh setiap individu dalam melakukan
perbuatan hukum. Setiap individu menurut kepentingannya secara otonom
berhak melakukan perjanjian dengan individu lain atau masyarakat lainnya.
Namun demikian dalam praktek apabila kepastian hukum dikaitkan dengan
keadilan, maka akan kerap kali tidak sejalan satu sama lain. Adapun hal ini
dikarenakan di satu sisi tidak jarang kepastian hukum mengabaikan prinsip- prinsip
kepastian hukum, kemudian apabila pada prakteknya terjadi pertentangan antara
kepastian hukum dan keadilan, maka keadilan pada umumnya lahir dari hati nurani
pemberi keadilan sedangkan kepastian hukum lahir dari sesuatu yang konkrit.13
Menurut Subekti, perianjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji
kepada seseorang lain atau dimana itu saling berianji melaksanakan sesuatu hal.14
Menurut R.Wirjono Prodjodikoro, mendefenisikan perianjian adalah suatu
perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak
13
14

Ibid
R. Subekti, Op Cit, hal.5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

12

berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain
berhak menuntut pelaksanaan janji itu.15
Asas kebebasan berkontrak dalam melakukan suatu perianjian merupakan
bentuk dari adanya suatu kedaulatan hukum yang dipunyai oleh setiap individu dalam
melakukan perbuatan hukum. Setiap individu menurut kepentingannya secara otonom
berhak melakukan perjanjian dengan individu lain atau masyarakat lainnya.
Hukum kontrak di Indonesia diatur dalam Buku III KUH Perdata Bab Kedua
yang mengatur tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau
persetujuan. Pengertian kontrak dengan persetujuan adalah sama seperti terlihat yang
didefenisikan pada Pasal 1313 KUH Perdata. Hukum kontrak hanya mengatur aspek
tertentu dari pasar dan mengatur jenis perjanjian tertentu.16
Sekalipun demikian mungkin kontrak adalah bagian yang kurang menonjol
dari Hukum yang hidup (Living Law) dibandingkan bidang lain yang berkembang
berdasarkan hukum kontrak atau pemikiran tentang kontrak.17
Asas-asas Hukum Kontrak di Indonesia
Menurut Paul Scholten, asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang
terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum, masing-masing dirumuskan dalam
aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim yang berkenaan
dengan ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individu yang dapat dipandang

15

R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1991 hal.9
Lawrence F. Friedman, American Law Introduction, Second Edition, Hukum Amerika
sebuah pengantar (Penerjemah Wisnu Basuki), PT.TataNusa, Jakarta 200l,hal 195
17
Ibid hal 197
16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

13

penjabarannya18 Pada umumnya asas hukum tidak dituangkan dalam bentuk yang
konkrit, misalnya "asas konsensualitas" yang terdapat dalam pasal 1320 KUH
Perdata yaitu, "Sepakat mereka yang mengikatkan dirt". Untuk menemukan asas
hukum dicarilah sifat-sifat umum dalam kaedah atau peraturan yang konkrit.19
Dalam tulisannya Johannes Gunawan menyebutkan, ada asas-asas Hukum
Kontrak yang tersirat dalam Kitab KUH Perdata yaitu, Asas kebebasan Berkontrak,
Asas Mengikat Sebagai Undang-Undang, Asas Konsensualitas, dan Asas Itikad
Baik20
a. Asas Kebebasan Berkontrak (Freedom of Contract)
Latar Belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak berkaitan erat dengan lahirnya
paham individualisme. Paham individualisme secara embrional lahir pada zaman
Yunani yang kemudian diteruskan oleh kaum epicuristem dan berkembang pesat
pada zaman renaisance melalui ajaran-ajaran antara lain ajaran Hugo de Groot,
Thomas Hobbes, John Locke dan Rpusseau.21 Asas kebebasan berkontrak
terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Kebebasan dalam membuat
perjanjian dimana para pihak dapat dengan bebas mengatur hak dan kewajiban
dalam perjanjian yang disepakati. Menurut Subekti dalam bukunya Hukum
Perjanjian, Asas Kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan
bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak (perjanjian) yang

18

J J.H. Bruggink (alih bahasa Arief Sidharta), Refleksi Tentang Hukum, PT. Citra Adytia Bakti,
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakatta, 1999, Hai.34-35
20
Johannes Gunawan, Op. cit. hal 47 dan juga lihat Mariam Darns Badrulzaman, KUHPerdata Buku III
Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Alumni Bandung, 1993 Hal. 108
19

21

Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika Jakarta 2003, Hal. 9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

14

berisi dan macam apapun asal tidak bertentangan dengan Undang-undang,
kesusilaan dan ketertiban umum.22 Kebebasan berkontrak bukan berarti para
pihak dapat membuat kontrak (perjanjian) secara bebas, akan tetapi tetap
mengindahkan syarat-syarat sahnya perjanjian, maupun syarat khusus untuk
perjanjian-perjanjian tertentu.
Pendekatan terhadap asas kebebasan berkontrak berdasarkan hukum alam,
dikemukakan oleh Hugo de Groot dan Thomas Hobbes. Grotius sebagai penganjur
terkemuka dari ajaran hukum alam berpendapat bahwa hak untuk mengadakan
perjanjian adalah hak asasi manusia. Ia beranggapan, suatu kontrak adalah suatu
tindakan sukarela dari seseorang yang berjanji satu sama lain dengan maksud orang
lain itu menerimanya. Kontrak lebih dari sekedar janji karena suatu janji tidak dapat
memberikan hak kepada pihak lain atas pelaksanaan janji itu. Selanjutnya Hobbes
menyatakan bahwa kebebasan berkontrak sebagai kebebasan manusia yang
fundamental. Kontrak adalah metode dimana hak-hak fundamental manusia dapat
dialihkan.23
Menurut Munir Fuady, Asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan
kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga
kebebasan untuk mengatur sendiri isi kontrak tersebut.24 Asas ini tersirat dalam pasal
1338 KUH Perdata, pada intinya menyatakan bahwa terdapat kebebasan membuat
kontrak apapun sejauh tidak bertentangan dengan hukum, ketertiban dan kesusilaan.
22

Subekti, Op.cit.Hal.13
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam
Perjanjian, Institut Bankir Indonesia (IBI) Jakarta 1993, Hal. 18-20
24
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung 2002, hal.12
23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

15

Subekti dalam bukunya pokok-pokok Hukum Perdata, menyebutkan orang leiuasa
untuk membuat perjanjian apa saja, asal tidak melanggar ketertiban umum atau
kesusilaan, pada umumnya juga boleh mengenyampingkan peraturan-peraturan yang
termuat dalam buku III karena Buku III merupakan "hukum pelengkap" (aanvulled
bukan hukum keras atau hukum yang memaksa25 meliputi lima macam

recht)

kebebasan, yaitu:
a)

Kebebasan para pihak menutup atau tidak menutup kontrak.

b) Kebebasan menentukan dengan siapa para pihak akan tertutup kontrak.
c)

Kebebasan para pihak menentukan isi kontrak

d) Kebebasan para pihak menentukan bentuk kontrak.
e)

Kebebasan pada pihak menentukan cara penutupan kontrak.

Menurut Felix.O.Soebagjio, dalam penerapan asas kebebasan berkontrak, bukan
berarti dapat dilakukan bebas-sebebasnya, akan tetapi juga ada pembatasan yang
diterapkan oleh pembuat peraturan perundang-undangan, yaitu tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, kepatutan dan kesusilaan.26 Dengan demikian kita melihat
bahwa asas kebebasan ini tidak hanya milik KUH Perdata, akan tetapi bersifat
universal.27
Sehubungan

dengan

itu,

teori-teori

hukum

Common

Law

tertentu

memperbolehkan untuk membatalkan kontrak-kontrak yang bersifat menindas atau

25

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cet Ke-XXXIII, PT. Intermasa, Jakarta 2005.Hal128.
Felix. O. Soebagjo, Perkembangan Asas-asas Hukum Kontrak Dalam Praktek Bisnis Selama 25
Tahun terakhir, Disampaikan dalam pertemuan Ilmiah "Perkembangan Hukum kontrak dalam praktek bisnis di
Indonesia", diselenggarakan oleh Badan Pengkajian Hukum Naslonal, Jakarta 18 dan 19 Februari 1993.
27
Bandingkan dengan, Mariam Darus Badrulzaman, Op. Cit, hal. 108-109
26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

16

adanya unsur ketidakadilan sebagai bentuk adanya pembatasan kebebasan berkontrak,
Dorongan pembatasan kebebasan berkontrak

tampil kepermukaan guna lebih

menyediakan ruang dan peluang lebih besar pada pengertian-pengertian keadilan,
kebenaran, kesusialaan serta ketertiban umum. Karenanya kontrak merupakan dasar
dari banyak kegiatan bisnis dan hampir semua kegiatan bisnis diawali oleh adanya
kontrak, meskipun kontrak dalam tampilan yang sangat sederhana sekalipun.
b.

Asas Mengikat Sebagai Undang undang.
Pacta

Sunt

Servanda,

bahwa

perjanjian

mengikat

pihak-pihak

yang mengadakannya atau setiap perjanjian harus ditaati dan ditepati.28 Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang
membuatnya dan perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain oleh
Undang-Undang. Dan Perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik. Suatu hal yang
lebih penting yang patut diperhatikan bahwa, perjanjian tidak hanya mengikat untuk
hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu
yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau UndangUndang.29 Asas hukum ini, telah meletakkan posisi perjanjian yang dibuat oleh
masyarakat menjadi Undang-Undang baginya sehingga Negara tidak berwenang lagi
ikut campur tangan dalam perjanjian.
Kebebasan berkontrak bukanlah kebebasan yang tak terbatas, karena tetap ada
batasannya dan akan ada akibat hukum yang tirobul terhadap kebebasan yang terbatas
itu.
28

C.S.T. Kansil, Pengantar Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai Pustaka Jakarta
1983, Hal. 48
29
1.G. Ray Widjaya, Hukum Perusahaan, Megapoin, Jakarta 2000., Merancang suatu
Kontrak (Contract Drafting), Kesaint Blanc, Jakarta 2003 Hal.135

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

17

Sutan

Remi

Sjahdeini,

menyebutkan

adanya

batas-batas

kebebasan

berkontrak, yaitu bila suatu kontrak melanggar peraturan perundang-undangan atau
suatu public policy, maka kontrak tersebut menjadi illegal. Public policy amat
tergantung kepada nilai-nilai yang ada dalam suatu masyarakat30
Asas ini tercantum dalam pasal yang sama dengan pasal yang berisi asas
kebebasan berkontrak, yaitu pasal 1338 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa
"Semua kontrak yang dibuat secara sah akan mengikat sebagai Undang-Undang bagi
para pihak dalam kontrak tersebut". Pemuatan dua asas hukum, yaitu asas kebebasan
berkontrak dan asas mengikat sebagai Undang-Undang di dalam satu pasal yang
sama, menurut logika hukum berarti:
1. Kedua asas hukum tersebut tidak boleh bertentangan satu dengan yang
lainnya.
2. Kontrak baru akan mengikat sebagai Undang-Undang bagi para pihak dalam
kontrak tersebut, apabila di dalam pembuatanhya terpenuhi asas kebebasan
berkontrak yang terdiri atas lima macam kebebasan.31
Asas bahwa para pihak harus memenuhi apa yang mereka terima sebagai
kewajiban masing-masing karena persetujuan merupakan undang-undang bagi pihakpihak yang mengadakannya dan kekuatan mengikatnya dianggap sama dengan
kekuatan undang-undang, sehingga istilah Pacta Sunt Servanda berarti "Janji itu
mengikat". Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada
30

Sutan Remi Sjahdeini, Op.cit Hal. 41.
Johannes Gunawan, "Reorientasi Hukum Kontrak di Indonesia", (2003) Jurnal Hukum
Bisnis, Volume 22-No. 6 Tahun 2008. Hal. 48
31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

18

apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang
dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan secara moral.32
c.

Asas Konsensualitas (Consensualitas)
Sebagaimana yang tersirat dalam pasal 1320 KUH Perdata, bahwa sebuah

kontrak sudah terjadi dan karenanya mengikat para pihak dalam kontrak sejak terjadi
kata sepakat tentang unsur pokok dari kontrak tersebut. Dengan kata lain, kontrak
sudah sah apabila sudah tercapai kesepakatan mengenai unsur pokok kontrak dan
tidak diperlukan formalitas tertentu.33 Banyak pertanyaan, kapan saatnya kesepakatan
dalam perjanjian itu terjadi. Kesepakatan itu akan timbul apabila pihak para yang
membuat perjanjian itu pada suatu saat bersama-sama berada disatu tempat dan
disitulah terjadi kesepakatan itu. Akan tetapi dalam surat menyurat, sehingga juga
timbul persoalan kapan kesepakatan itu terjadi. Hal ini penting dikarenakan untuk
perjanjian-perjanjian yang tunduk pada asas konsensualitas, saat terjadinya
kesepakatan merupakan saat terjadinya perjanjian.34 Kekuatan mengikat dan suatu
kontrak adalah lahir ketika telah adanya kata sepakat, atau dikenal dengan asas
konsensualitas, dimana para pihak yang berjanji telah sepakat untuk meningkatkan
dirinya dalam suatu perjanjian menurut hukum.
Subekti, dalam bukunya Hukum Perjanjian menyatakan bahwa menurut
ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saat
dimana pihak yang melakukan penawaran (efferter) menerima yang termaktub dalam
32

Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Adytia Bakti, Bandung,
2001. Hal.88.
33
Johanes Gunawan, Op cit
34
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Alumni Banctung 2000, Hal. 214

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

19

surat tersebut, sebab detik itulah dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan.
Bahwasanya mungkin ia tidak membaca surat-surat yang diterimanya dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya.35
Menurut Wirjono Prodjodikoro sebagaimana yang dikutip oleh Riduan
Syahrini, ontvangs theorie dan verneming theorie dapat dikawinkan sedemikian rupa,
yaitu dalam keadaan biasa perjanjian harus dianggap terjadi pada saat surat
penerimaan sampai kepada alamat penawar (ontvangs theorie), tetapi dalam keadaan
luar biasa kepada si penawar diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa itu
mungkin dapat mengetahui isi surat penerimaan pada saat surat itu sampai
dialamatnya, misalnya karena bepergian atau sakit keras.36
Asas ini juga dapat ditemukan dalam pasal 1338 KUH Perdata, dalam istilah
"semua". Kata-kata "Semua" menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan
untuk menyatakan keinginan (will) yang dirasanya baik untuk menciptakan
perjanjian37
d. Asas Itikad Baik
Asas itikad baik dalam suatu perjanjian terdapat dalam pasal 1338 ayat (3)
KUH Perdata, Yang menyatakan persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan
itikad baik. Akan tetapi dalam pasal tersebut tidak disebutkan secara eksplisit apa
yang dimaksud dengan "itikad baik". Akibatnya orang akan menemui kesulitan dalam
menafsirkan dari itikad baik itu sendiri. Karena itikad baik merupakan suatu
35

Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta Get VI. 1979, Hal.29-30
Riduan Syahrini, Op.cit. Hal. 216
37
Mariam Darus Badrulzaman, Op. cit, Hal. 87
36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

20

perjanjian yang abstrak yang berhubungan dengan apa yang ada dalam alam pikiran
manusia. Menurut James Gordley, sebagaimana yang dikutip oleh Ridwan
Khairandy, memang dalam kenyataanya sangat sulit untuk mendefenisikan itikad
baik.38 Dalam praktek pelaksanaan perjanjian sering ditafsirkan sebagai hal yang
berhubungan dengan kepatutan dan kepantasan dalam melaksanakan suatu kontrak.
Menurut teori klasik hukum kontrak, asas itikad baik dapat diterapkan dalam
situasi dimana perjanjian sudah memenuhi syarat hal tertentu, akibat ajaran ini tidak
melindungi pihak yang menderita kerugian dalam tahap pra kontrak atau tahap
perundingan, karena dalam tahap ini perjanjian belum memenuhi syarat tertentu.39
Penerapan asas itikad baik dalam kontrak bisnis, haruslah sangat diperhatikan
terutama pada saat melakukan perjanjian pra kontrak atau negoisasi, karena itikad
baik baru diakui pada saat perjanjian sudah memenuhi syarat sahnya perjanjian atau
setelah negoisasi dilakukan. Terhadap kemungkinan timbulnya kerugian terhadap
pemberlakuan asas itikad baik ini, Suharmoko menyebutkan bahwa secara implisit
Undang-Undang Perlindungan Konsumen sudah mengakui bahwa itikad baik sudah
harus ada sebelum ditandatangani perjanjian, sehingga janji-janji pra kontrak dapat
diminta pertanggungjawabkan berupa ganti rugi, apabila janji tersebut diingkari.40
Subekti, dalam bukunya hukum perjanjian, menyebutkan bahwa itikad baik
itu dikatakan sebagai suatu sendi yang terpenting dalam buku perjanjian.41

38
Ridwan Khairandy, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Pascasaijana Fakultas Hukum
Universitas Indonesiajakarta 2003,Hal 129-130
39
Suharmoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Prenada Media, Jakarta 2004, Hal. 5
40
Ibid, hal 8-9
41
Subekti, Op. Cit. hlm.41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

21

Sehingganya Riduan Syahrani menyebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan
perjanjian peranan itikad baik (te goeder trouw) sungguh mempunyai arti yang sangat
penting sekali.42 Pemikiran ini berpijak dari pemahaman bahwa itikad baik
merupakan landasan dalam melaksanakan perjanjian dengan sebaik baiknya dan
semestinya.
Asas itikad baik menjadi salah satu instrumen hukum untuk membatasi
kebebasan berkontrak dan kekuatan mengikatnya perjanjian. Dalam hukum kontrak
itikad baik memiliki tiga fungsi yaitu, fungsi yang pertama, semua kontrak harus
ditafsirkan sesuai dengan itikad baik, fungsi kedua adalah fungsi menambah yaitu
hakim dapat menambah isi perjanjian dan menambah peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan perjanjian itu. Sedangkan fungsi ketiga adalah fungsi
membatasi dan meniadakan (beperkende en derogerende werking vande goeder
trouw).43 Dengan fungsi ini hakim dapat mengenyampingkan isi perjanjian yang telah
dibuat oleh para pihak. Tidak semua ahli hukum dan pengadilan menyetujui fungsi
ini, karena akan banyak hal bersinggungan dengan keadaan memaksa, sehingganya
masih dalam perdebatan dalam pelaksanaannya,
Pengertian itikad baik secara defenisi tidak ditemukan, begitu juga dalam
KUHPerdata tidak dijelaskan secara terperinci tentang apa yang dimaksud dengan
itikad baik, pada pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata hanyalah disebutkan bahwa
perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan "itikad baik".

42

Riduan Syahrani, Op.cit. Hal. 259

43

Ridwan Khairandy, Op.Cit. Hal. 33. 24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

22

Menurut Wirjono Prodjodikoro dan Subekti, itikad baik (te goeder trouw) yang sering
diterjemahkan sebagai kejujuran, dibedakan menjadi dua macam, yaitu;
1) itikad baik pada waktu akan mengadakan hubungan hukum atau perjanjian,
dan
2) itikad baik pada waktu melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang
timbul dari hubungan hukum tersebut.44
Sampai sekarang tidak ada makna tunggal itikad baik dalam kontrak, sehingga
masih terjadi perdebatan mengenai bagaimana sebenarnya makna dari itikad baik itu.
Itikad baik para pihak, haruslah mengacu kepada nilai-nilai yang berkembang
ditengah masyarakat, sebab itikad baik merupakan bagian dari masyarakat
Sifat dari itikad baik dapat berupa subjektif, dikarenakan terhadap perbuatan
ketika akan mengadakan hubungan hukum maupun akan melaksanakan perjanjian
adalah sikap mental dari seseorang. Banyak penulis ahli hukum Indonesia
menganggap itikad baik bersifat subjektif. Akan tetapi sebagaimana dikutip Riduan
Syahrini dalam bukunya Wirjono prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian,
menyebutkan para kalangan ahli hukum Belanda antara lain Hoftmann dan Volmar
menganggap bahwa disamping adanya pengertian itikad baik yang subjektif, juga ada
itikad baik yang bersifat objektif, oleh mereka tidak lain maksudnya adalah kepatutan
(billijkheid redelijkheid).45
2.

Konsepsi
Konsepsi yang dimaksud disini adalah kerangka konsepsional merupakan

bagian yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan konsep yang digunakan

44
45

Riduan Syahiani, .Op.c& Hal. 260. 25
Riduan Syahrini, Ibid, Hal. 262

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

23

penulis, Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus,46 yang disebut sebagai defenisi
operasional.
Dalam penelitian ini dirumuskan serangkaian kerangka konsepsi atau defenisi
operasional sebagai berikut:
1. Implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan
dan tercapainya kebijakan tersebut.
2. Asas kebebasan Berkontrak adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap
orang boleh membuat kontrak (perjanjian) yang berisi dan macam apapun
dimana para pihak dapat dengan bebas mengatur hak dan kewajiban dalam
perjanjian yang disepakati.
3. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada atau
dimana dua pihak saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
4. Leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk
penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan
untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara
berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli
barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu
tertentu , berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan
hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang

46

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta 1998, hal. 3 26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

24

bersangkutan atau memperpanjang waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang
yang telah disepakati bersama.
5. Perlindungan Hukum adalah adanya kepastian hukum, artinya pada suatu
perjanjian leasing setiap pihak dilindungi oleh hukum karena dibuat secara
otentik, yang memiliki sanksi-sanksi apabila para pihak tidak melaksanakan
hak dan kewajibannya.
6. Para pihak adalah orang perorangan yang sepakat melakukan perjanjian yang
harus memenuhi suatu hak dan kewajiban.
G. Metode Penelitian
1.

Sifat dan Jenis Penelitian
Dalam penulisan ini penulis menggunakan spesifikasi penelitian bersifat

deskriptis-analitis, yaitu penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu
hal didaerah tertentu dan pada saat tertentu.
Dalam penelitian ini akan digambarkan peraturan perundang-undangan
mengenai perjanjian sewa guna usaha/leasing kemudian dikaitkan dengan pernyataan
dalam pelaksanaan implementasi asas hukum perjanjian dalam perjanjian leasing dan
perlindungan hukum bagi para pihak di PT Adi Sarana Armada. Melalui
penggambaran tersebut kemudian dilakukan analisa.
Penelitian

ini

mempergunakan

metode

pendekatan

hukum

yuridis

normatif yaitu metode yang melakukan penelitian dengan mengkaji peraturan
perundang-undagan atau efektifitas hukum yang berlaku dalam masyarakat.
2. Sumber Data Penelitian
Data pokok dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer yang dimaksud disini adalah data yang dikumpulkan melalui wawancara dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

25

informan yakni 1 orang staff legal PT Adi Sarana Armada (ASSA). Sedangkan data
sekunder adalah data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan
kepustakaan yang terdiri dari:
1.

Bahan Hukum Primer, bahan hukum yang mengikat yang berasal dari peraturan
perundang-undangan yaitu:
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
b. Kep.Men.Keu Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna
Usaha
c. Kep.Men.Keu.RI

Nomor

448/KMK.017/2000

tentang

Perusahaan

Pembiayaan
2.

Bahan Hukum Sekunder, yaitu:
Bahan yang memberikan penjelasan mengenai hukum primer, yaitu buku-buku
dan sumber bacaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, karya ilmiah
dari

kalangan

hukum

serta

dokumen-dokumen

yang berkaitan dengan

permasalahan yang diteliti.
3.

Bahan Hukum tertier, yaitu:
Bahan pendukung diluar bidang hukum yang memberi petunjuk dan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus umum, kamus hukum,
ensiklopedia, surat kabar sepanjang memuat informasi yang relevan dengan
materi penelitian ini.47

47

Soerjono Soekanto dan Sri Madmuji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo,
Jakarta, 1985, hlm.23.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

26

3.

Alat Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:
a. Studi Kepustakaan (Library research) yaitu menghimpun data dengan
melakukan penelahaan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, berupa
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti
b. Studi Lapangan (Field Research) yaitu menghimpun data dengan melakukan
wawancara yang menggunakan pedoman wawancara yang akan dijadikan
sebagai data pendukung atau pelengkap.

4.

Analisis Data
Setelah semua data sekunder diperoleh melalui penelitian Kepustakaan

(Library Research)

serta data pendukung yang diperoleh dari penelitian Lapangan

(Field research), maka dilakukan pemeriksaan dan evaluasi untuk mengetahui
keabsahannya, kemudian data diseleksi, diolah, dan dikelompokkan atas data yang
sejenis, dianalisis sesuai dengan peraturan terhadap data yang sifatnya kualitatif
ditafsirkan secara yuridis,48 Logis yang dituangkan secara sitematis dalam bentuk
karya ilmiah.

48

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1991,

hlm.77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen (Debitur) Dalam Perjanjian Leasing (Studi Pada PT. WOM Finance).

20 186 93

Analisis Yuridis Asas Hukum Perjanjian Dalam Perjanjian Leasing Dan Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak (Studi Pada PT. Adi Sarana Armada)

2 48 109

Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Baku Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syari’ah (Studi Pada Bank Syari’ah Mandiri Pematangsiantar

3 60 112

View of Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Perkawinan

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Pt Indo Acidatama

0 0 8

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Konsumen Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Apabila Terjadi Force Majeure (Studi Pada PT. Daya Prima Indonesia)

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Terhadap Perjanjian Keagenen (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 2363 K/Pdt/2011)

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen (Debitur) Dalam Perjanjian Leasing (Studi Pada PT. WOM Finance).

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hak Dan Kewajiban Para Pihak Pada Perjanjian Jual Beli Piutang Dalam Pembiayaan Anjak Piutang

0 0 20

BAB II ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN TERIMPLEMENTASI DALAM PERJANJIAN LEASING INDONESIA A. Implementasi Asas Hukum Perjanjian dalam Perjanjian Leasing. 1. Leasing sebagai suatu Perikatan - Analisis Yuridis Asas Hukum Perjanjian Dalam Perjanjian Leasing Dan P

0 0 25