Pengaruh Laba Bersih dan Arus Kas Operas
PENGARUH
LABA BERSIH DAN ARUS KAS OPERASI
TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN
Petrus Tambaru
AK01403003
Fak. Ekonomi
Prog. Akuntansi
UNIVESITAS TEKNOLOGI SULAWESI
MAKASSAR
Pengaruh Laba Bersih dan Arus Kas Operasi
Terhadap Kebijakan Deviden
(StudiKasuspada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
PROPOSAL
Sebagaitugaspengganti Final Mata KuliahMetodePenelitian
PETRUS TAMBARU
AK01403003
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM AKUNTANSI
2017
Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan pertolongan-Nya
saya bisa menyelesaikan proposal ini yang berjudul: PENGARUH LABA BERSIH DAN ARUS KAS
OPERASI TERHADAP KEBIJAKAN DEVIDEN . Maksud dari penyusunan proposal ini adalah
sebagai tugas pengganti final mata kuliah METODE PELITIAN
Fakultas Ekonomi pada
Universitas Teknologi Sulawesi Makassar.
Saya menyadari bahwa proposal ini masih banyak kekurangannya, mengingat keterbatasan dan
kemampuan, pengalaman dan pengetahuan baik dalam hal penyajian maupun penggunaan
kata ataupun bahasa. Namun demikian inilah yang bisa saya sajikan semoga proposal ini bisa
bermanfaat bagi saya maupun bagi pihak lainnya. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat saya harapkan demi penyempurnaan proposal ini.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada pihak, baik dosen maupun teman-teman dan juga orang-orang yang mau berbagi ide,
pengetahuan dan pendapat kepada say, dengan harapan semoga hasil dari penelitian ini
bermanfaat. Tuhan Memberkati.
Makassar, September 2017
Petrus Tambaru
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................................. 7
1.3 Tinjauan Penelitian .................................................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................................... 7
Bab II Tinjauan Pustaka .................................................................................................. 8
2.1 Landasan Teori ........................................................................................................ 8
2.2 Penelitian Terdahulu ................................................................................................ 20
2.3 Kerangka Konseptual ................................................................................................ 26
2.4 Hipotesis .................................................................................................................. 28
Bab III Metodologi Penelitian ........................................................................................ 30
3.1 Rancangan Penelitian ............................................................................................... 30
3.2 Populasi dan Sample ................................................................................................ 31
3.3 Jenis Data ................................................................................................................. 33
3.4 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................................ 33
3.5 Defenisi Opersional dan Pengukuran Variabel .......................................................... 34
3.6 Metode Analisis Data ............................................................................................... 35
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dunia investasi Indonesia saat ini mengalami perkembangan pesat. Hal ini ditandai
dengan antusias masyarakat yang terjun ke berbagai pilihan investasi yang sesuai dengan
karakter masing- masing investor. Pasar modal tentunya mempunyai peran penting
karena menyediakan fasilitas yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang
memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer).
Pada umumnya para investor menginvestasikan dananya dengan tujuan memperoleh
return dalam bentuk dividen maupun capital gain. Di lain pihak, perusahaan juga harus
memberikan kesejahteraan yang lebih besar kepada pemegang sahamnya. Tentunya ini
akan menjadi unik karena kebijakan dividen sangat penting untuk memenuhi harapan
para pemegang saham terhadap dividen dan disatu sisi juga tidak harus menghambat
pertumbuhan perusahaan.
Adanya penurunan jumlah dividen yang dibayarkan di anggap sebagai gejala
penurunan tingkat laba atau return suatu perusahaan tersebut. Jika return yang
diharapkan akan turun ketika nilai pasar suatu saham lebih tinggi dari nilai intrinsiknya,
maka saham tersebut tergolong mahal (overvalued). Dalam situasi seperti ini, investor
tersebut bisa mengambil keputusan untuk menjual saham tersebut. Sebaliknya jika nilai
pasar di bawah nilai intrinsiknya, maka saham tersebut tergolong murah (undervalued),
sehingga dalam situasi seperti ini investor sebaiknya membeli saham tersebut (Tandelilin,
2001;183). Selain itu, semakin besar dividen yang dibayarkan maka akan semakin sedikit
jumlah laba ditahan, sebagai salah satu dari sumber dana yang paling penting untuk
membiayai pertumbuhan perusahaan.
Oleh sebab itu investor harus mempertimbangkan hal-hal yang sangat penting dalam
pengambilan keputusan investasi yang dilakukan. Dari sisi investor, dividen merupakan
salah satu daya tarik untuk menanamkan dananya di pasar modal. Investor lebih
menyukai dividen yang berupa kas daripada capital gain. Hal ini dikarenakan keuntungan
yang diterima dari dividen kas lebih pasti daripada capital gain. Dalam penetapan
kebijakan pembagian dividen, faktor utama yang menjadi perhatian manajemen adalah
besarnya laba yang dihasilkan perusahaan.
Menurut Weston dan Copeland (1996;97) kebijakan dividen menentukan penempatan
laba, yaitu antara membayar kepada pemegang saham dan menginvestasikan kembali
dalam perusahaan. Laba ditahan (retained earning) merupakan salah satu dari sumber
dana yang paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan, tetapi dividen
merupakan arus kas yang disisihkan untuk pemegang saham.
Di dalam menentukan besaran jumlah dividen yang akan dibagikan manajemen sering
dihadapkan pada suatu keputusan yang sulit. Hal ini disebabkan oleh manajemen harus
mempertimbangkan pembayaran dividen yang lebih kecil, lebih besar, tetap atau stabil.
Beberapa faktor yang diduga dapat menjelaskan variasi dividen kas yang dibagikan oleh
suatu perusahaan kepada investor, diantaranya laba, arus kas operasi, arus kas bebas,
dan pembayaran dividen kas sebelumnya.
Pentingnya dividen kas bagi para investor menyebabkan para investor memerlukan
laporan keuangan agar dapat melihat prospek penerimaan kas dari dividen atau bunga,
dan pendapatan dari penjualan, pelunasan dari sekuritas atau utang. Laporan keuangan
merupakan sumber berbagai macam informasi bagi investor yang bermanfaat sebagai
salah satu dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi pasar modal.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 1
Revisi (2012) tujuan laporan keuangan yaitu
Me
erika
informasi mengenai posisi
keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian
besar pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomik. Laporan
keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan
sumber daya yang dipercayakan kepada
ereka .
Menurut Putri, (2013) pada awalnya laporan keuangan hanya terdiri dari neraca dan
laporan laba rugi. Sedangkan laporan arus kas mulai diwajibkan pelaporannya pada tahun
1987 melalui Statement of Financial Accounting Standards (SFAS) No. 95. Di Indonesia
kewajiban untuk melaporkan arus kas dimulai tahun 1994 dengan adanya Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 2yang menyatakan bahwa perusahaan harus
menyusun laporan arus kas dan menyajikan laporan tersebut sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari laporan keuangan untuk setiap periode penyajian laporan keuangan.
Pura (2013; 88) mengatakan bahwa perusahaan mengalami keuntungan atau laba
apabila jumlah pendapatan melebihi jumlah beban (pendapatan lebih besar dari beban),
sebaliknya perusahaan mengalami kerugian apabila jumlah beban melebihi jumlah
pendapatan (beban lebih besar dari pendapatan). Maka dapat disimpulkan laba di dapat
dari selisih antara pendapatan dengan beban, apabila pendapatan lebih besar daripada
beban maka perusahaan akan mendapatkan laba begitu pun sebaliknya.
Besarnya laba bersih yang dapat dicapai akan menjadi ukuran sukses bagi sebuah
perusahaan. Selain laba informasi keuangan yang paling diminati investor adalah laporan
arus kas. Pengertian arus kas menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan No. 2 revisi (2012) yaitu: Arus kas atau cash flow adalah
arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas . Dalam PSAK tersebut juga disebutkan
bahwa laporan arus kas sebagai suatu laporan melaporkan arus kas selama periode
tertentu dan diklasifikasikan menurut aktivitas operasi, aktivitas investasi, dan aktivitas
pendanaan.
Laporan arus kas bertujuan untuk memberikan pengaturan atas informasi mengenai
perubahan historis dalam kas dan setara kas dari suatu perusahaan melalui laporan arus
kas yang mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi, dan
pendanaan (financing) selamasuatu periode (IAI, 2012). Dari ketiga aktivitas kas tersebut
yang paling banyak berperan dalam aktivitas normal perusahaan adalah arus kas operasi.
Jumlah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan indikator utama untuk
menentukan apakah operasi perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk
melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen dan
melakukan investasi baru tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari luar. (IAI, 2012).
Fenomena yang ada, melalui (Kontan, 2013) terjadi pada dua emiten kertas grup
Sinarmas. PT Pabrik Kertas Tjiwi Tbk dan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk punya rencana
yang berbeda soal pembagian dividen. Tjiwi Kimia berencana membagi dividen,
sedangkan Indah Kiat tidak membagikan dividen untuk tahun buku 2012. Usai Rapat
Umum Pemegang Saham perseroan, Rabu (19/6), Direktur PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia
Arman Sutedja mengatakan perseroan akan membagikan dividen sebesar US$ 3,40 juta
atau setara dengan Rp 33,39 miliar.
Jumlah dividen yang dibagikan ini merupakan 10 % dari laba bersih perseroan pada
tahun 2012 sebesar US $34,81 juta. Selain dibagikan sebagai dividen, laba bersih Pabrik
Kertas Tjiwi Kimia akan ditetapkan sebagai cadangan sebesar US$ 1 juta atau setara Rp
9,80 miliar. Sisanya dari laba bersih tersebut akan dimasukan sebagai saldo laba atau
retained Earning .
rupiah
Konversi dividen dari mata
uang dollar Amerika Serikat ke dalam
berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia 21 Mei 2013. " Sehingga dividen tunai
per lembar sahamnya sebesar Rp 25 juta" ujar Arman, Rabu (19/6).
Sementara itu, lain halnya dengan Pabrik Kertas Tjiwi Tbk
meskipun
membukukan
laba bersih sebesar US $ 49,60 juta pada tahun 2012, Indah Kiat Pulp & Paper tidak
membagikan dividen kepada pemegang sahamnya. Direktur PT Indah
Paper Kurniawan Yuwono beralasan sehubungan dengan kondisi
Kiat
Pulp
&
perseroan yang masih
mengalami kerugian pada tahun - tahun sebelumnya, maka RUPS Tahunan, Rabu (19/6)
menyetujui untuk tidak membagi dividen final untuk tahun buku 2012. Fenomena serupa
juga terjadi pada perusahaan PT. Malindo Feedmill melalui
tetap membagikan dividen meski mengalami penurunan
(Wordpress, 2014) yang
laba bersih. PT Malindo
FeedMill Tbk (MAIN) bakal mengalokasikan 15% dari total perolehan laba bersih di 2013
yang sebesar Rp241,25 miliar untuk dividen. Dengan
demikian, total dividen yang akan
dibagikan kepada pemegang saham kali ini sebesar Rp 35,8 miliar. Adapu
per saham yang diberikan oleh manajemen Malindo itu sebesar Rp 20 juta
nilai dividen
Rudy menjelaskan bahwa pay out ratio dividen yang
diberikan oleh perseroan pada
tahun ini lebih rendah dibandingkan dengan payout ratio dividen yang dibagikan pada
tahun sebelumnya yang mencapai 20% dari hasil laba bersih 2012. Pasalnya, penurunan
laba bersih di 2013 dan rencana perseroan untuk selalu mengembangkan bisnis di masa
mendatang, membuat manajeman MAIN lebih banyak menahan la ba bersihnya. “elai
dividen, hasil laba bersih 2013 lebih banyak dibukukan sebagai laba ditahan. Hal itu guna
menunjang bisnis
sebagian
perseroan di masa yang akan data g,
perusahaan manufaktur
katanya. Di indikasikan, ada
Industry Basic and Chemicals
yang
mengalami
kondisi yang sama dengan PT Malindo Feedmill Tbk.
Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan
di bidang
Industry Basic and Chemicals.
penelitian di atas perusaha
Ini
penelitian pada perusahaan manufaktur
dikarenakan dari ketiga fenomena objek
an manaufaktur
memiliki permasalahan yang lebih
kompleks dibanding yang lainnya. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh
Kartini
(2014)
mengenai
menyimpulkan bahwa
Laba Bersih dan Arus Kas Bebas terhadap Dividen Tunai
secara parsial laba bersih
mempunyai pengaruh signifikan
terhadap dividen tunai, sedangkan arus kas bebas tidak berpengaruh, dan secara
simultan laba bersih dan arus kas bebas berpengaruh terhadap dividen tunai.
Berdasarkan fenomena di atas disertai penelitian sebelumnya, penulis Tertarik untuk
melakukan penelitian yang sama mengenai dividen kas dengan judul :
Pe garuh Laba
Bersih dan Arus Kas Operasi terhadap Kebijakan Pembagian Dividen Kas (Studi Empiris
pada Perusahaan Manufaktur Basic Industry and Chemicals yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Periode 2009 - 2013).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengaruh antara laba bersih terhadap kebijakan dividen pada
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011 ?
2. Bagaimana pengaruh antara arus kas operasi terhadap kebijakan dividen
pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011 ?
3.
Bagaimana pengaruh antara laba bersih dan arus kas operasi terhadap
kebijakan dividen pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 2009-2011 ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara laba
bersih dan arus kas operasi terhadap kebijakan dividen pada perusahaan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011. Adapun tujuan khususnya yaitu:
a. Untuk mengetahui pengaruh laba
bersih
terhadap kebijakan dividen
pada
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009-2011.
b.
Untuk mengetahui pengaruh arus kas operasi terhadap kebijakan dividen pada
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009-2011.
1.4 Manfaaat Penelitian
Penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat sebagai berikut :
a. Manfaat Akademis
Sebagai ilmu pengetahuan dalam bentuk media untuk memperoleh informasi terkait
laba bersih, arus kas operasi, dividen dan kebijakan dividen di perusahaan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia.
b. Manfaat Praktis
Sebagai acuan informasi bagi investor, calon investor, analis dan pemerhati investasi,
diharapkan dapat menjadi dasar keputusan pengambilan investasi terkait dengan tingkat
pengembalian yang berupa dividen perusahaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Laba Bersih
Laba bersih adalah kelebihan seluruh pendapatan atas seluruh biaya untuk suatu periode
tertentu setelah dikuarangi pajak penghasilan yang disajikan dalam bentuk laporan laba rugi. Laba
bersih dapat berarti berbeda-beda sehingga selalu membutuhkan klarifikasi. Laba bersih yang
ketat berarti setelah semua pemotongan (sebagai lawan hanya pemotongan tertentu yang
digunakan terhadap laba kotor atau marjin). Laba bersih biasanya mengacu pada laba setelah
dikurangi semua biaya operasi, terutama setelah dikurangi biaya tetap atau biaya overhead tetap.
Hal ini berbeda dengan laba kotor yang biasanya mengacu pada selisih antara penjualan dan
biaya langsung produk atau jasa yang dijual (juga disebut sebagai marjin kotor atau marjin laba
kotor) dan tentunya sebelum dikurangi biaya operasi atau biaya overhead. Laba bersih biasanya
mengacu pada angka laba sebelum dikurangi pajak perusahaan, dalam hal ini istilah yang sering
digunakan adalah laba bersih sebelum pajak (earning before tax atau EBT).
Menurut Wild, Subramanyam, dan Halsey (2
5: 5
erupaka
la a dari bisnis
perusahaan yang sedang berjalan setelah bunga dan pajak .
Menurut Abdullah (1993 : 189) dalam Manurung dan Siregar (2009 : 4). Laba bersih
adalah kelebihan seluruh pendapatan atas seluruh biaya untuk seluruh periode tertentu
setelah dikurangi pajak penghasilan yang disajikan dalam laporan laba rugi.
Hendriksen & Breda (1991 : 338) dalam Rasyid (2001 : 56) berpendapat Laba bersih
merupakan net income to shareholders (laba bersih bagi pemegang saham) yang akan
dibagikan dalam bentuk dividen.
Sedangkan Chariri dan Ghozali (2001: 113) mengungkapkan laba adalah laba akuntansi
yang merupakan selisih pengukuran pendapatan dan biaya. Besarnya laba sebagai
pengukur kenaikan aktiva sangat tergantung atas ketepatan pengukuran dan biaya.
2.1.2 Arus Kas
Arus kas (cash flow) adalah suatu laporan keuangan yang berisikan pengaruh kas dari
kegiatan
operasi,
pembiayaan/pendanaan
kegiatan
serta
transaksi
kenaikan
investasi
atau
dan
penurunan
kegiatan
bersih
dalam
transaksi
kas
suatu
perusahaan selama satu periode.
Menurut PSAK No.1 (2001 :5) Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas atau
setara kas. Laporan arus kas merupakan revisi dari mana uang kas diperoleh perusahaan
dan bagaimana mereka membelanjakannya. Laporan arus kas merupakan ringkasan dari
penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan selama periode tertentu (biasanya satu
tahun buku).
Menurut Pradhono dan Yulius (2004) dalam Manurung dan Siregar (2009 : 11) Arus
kas operasi adalah selisih bersih antara penerimaan dan pengeluran kas dan setara kas
yang berasal dari aktivitas operasi selama 1 tahun buku, sebagaimana tercantum dalam
laporan arus kas. Laba bersih merupakan indikator yang menentukan apakah dari
operasinya perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi
pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen dan melakukan
investasi baru tanpa mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar (Dalam PSAK N0.1
paragraf 11 (IAI:2001) (dikutip oleh Manurung dan Siregar, 2009 : 8).
Schroeder dkk, 1995 : 117 dalam Rasyid, 2001: 57) mengungkapkan bahwa Arus kas
operasi adalah pengaruh kas dari transaksi yang termasuk dalam penentuan net income
selain aktivitas investasi dan keuangan. Menurut Brigham dan Houston (2001 : 46) Arus
Kas Operasi adalah perbedaan antara laba penjualan dan beban operasi kas setelah pajak
atas pendapatan operasi.
2.1.3 Dividen
Dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya
saham yang dimiliki. Pembagian ini akan mengurangi laba ditahan dan kas yang tersedia
bagi perusahaan, tetapi distribusi keuntungan kepada para pemilik memang adalah tujuan
utama suatu bisnis. Dividen dapat dibagi menjadi empat jenis:
1. Dividen tunai; metode paling umum untuk pembagian keuntungan. Dibayarkan
dalam bentuk tunai dan dikenai pajak pada tahun pengeluarannya.
2. Dividen saham; cukup umum dilakukan dan dibayarkan dalam bentuk saham
tambahan, biasanya dihitung berdasarkan proporsi terhadap jumlah saham yang
dimiliki. Contohnya, setiap 100 saham yang dimiliki, dibagikan 5 saham tambahan.
Metode ini mirip dengan stock split karena dilakukan dengan cara menambah
jumlah saham sambil mengurangi nilai tiap saham sehingga tidak mengubah
kapitalisasi pasar.
3. Dividen properti; dibayarkan dalam bentuk aset. Pembagian dividen dengan cara
ini jarang dilakukan.
4. Dividen interim; dibagikan sebelum tahun buku Perseroan berakhir.
Perusahaan bisa saja tidak membagikan dividen walau memperoleh laba, jika dalam
kasus perusahaan ingin menggunakan laba perusahaan untuk melakukan ekspansi atau
pengembangan usaha.
Menurut Scott Besley dan Eugene F. Brigham (2005:300) Dividen adalah pembagian
uang tunai yang dilakukan untuk pemegang saham dari laba perusahaan, baik laba yang
dihasilkan pada periode berjalan atau dalam periode sebelumnya.
Sedangkan menurut Nikiforos K. Laopodis (2013:300) Dividen adalah pembayaran
tunai yang dibayarkan oleh perseroan kepada pemegang saham. Di Amerika Serikat,
dividen diijinkan dan biasanya dibagikan pada triwulanan berdasarkan kebijaksanaan
dewan direktur perusahaan. Dividen itu merepresentasikan pemegang saham terhadap
penerimaan pengembalian langsung atau tidak langsung atas investasi mereka di
perusahaan.
Paul D. Kimmel, Jerry J. Weygandt dan Donald E. Kieso (2011:584) berpendapat
dividen adalah distribusi oleh perusahaan kepada para pemegang sahamnya secara pro
rata (proporsional dengan dasar kepemilikan). Pro rata berarti bahwa jika investor
memiliki, katakanlah, 10% dari saham biasa, investor akan menerima 10% dari dividen.
Dividen dapat mengambil empat bentuk: uang tunai, properti, warkat (surat pengakuan
utang untuk membayar tunai), atau saham. Dividen kas, yang mendominasi dalam
praktek, dan dividen saham, yang dinyatakan dengan beberapa frekuensi.
2.1.4 Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen adalah penentuan pembagian pendapatan (earning ) antara
penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai dividen
atau untuk digunakan di dalam perusahaan, yang berarti pendapatan tersebut harus
ditahan di dalam perusahaan (Riyanto, 1995: 165). Sedangkan menurut Atmaja (1008:
185), kebijakan deviden adalah keputusan tentang EAT (Earnings After Tax) yang
dibagikan sebagai deviden.
Menurut
Weston
dan
Copeland
(1010:
115),
kebijakan
deviden
menentukan
pembagian laba antara pembayaran kepada pembagian saham dan investasi kembali
perusahaan. Laba ditahan (retained earnings) merupakan salah satu sumber dana paling
penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan, tetapi deviden merupakan arus kas
yang disisihkan untuk pemegang saham.
Kebijakan dividen merupakan keputusan pembayaran dividen yangmempertimbangkan
maksimalisasi harga saham saat ini dan periode mendatang (Brigham dan Houston, 1991
: 198).
2.1.5 Teori Kebijakan Dividen
Ada berbagai pendapat ahli atau teori tentang kebijakan dividen sebagai berikut :
1. Teori Dividen Tidak Relevan dari Modigliani dan Miller.
Menurut Modigliani dan Miller (MM), nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh
besar kecilnya presentase laba yang dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk
uang tunai atau DPR (Dividen Payout Ratio), tapi ditentukan oleh laba bersih sebelum
pajak atau EBIT (Earning Before Interest and Tax) dan kelas risiko perusahaan. Jadi
menurut MM, dividen adalah tidak relevan.
Pernyataan ini didasarkan pada beberapa asumsi penting yang lemah seperti:
a. Pasar modal sempurna dimana semua investor adalah rasional
b. Tidak ada biaya emisi saham baru jika perusahaan menerbitkan saham baru, dan
c. Tidak ada pajak Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah.
Sedangkan kenyataannya :
a. Pasar modal yang sempurna sulit ditemui,
b. Biaya emisi saham baru pasti ada,
c. Pajak pasti ada, dan
d.
Kebijakan investasi perusahaan tidak mungkin tidak berubah.
2. Teori Dividen yang Relevan (The Bird in the Hand) dari Gordon dan Lintner.
Teori ini menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika
presentase laba yang dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai atau
DPR (Dividen Payout Ratio) rendah, karena investor lebih suka menerima dividen dari
pada Perolehan modal (Capital Gains). Investor memandang keuntungan dividen (dividend
yield) lebih pasti dari pada keuntungan capital gains (capital gains yield). Perlu diingat
bahwa dilihat dari sisi investor, biaya modal sendiri dari laba ditahan adalah tingkat
keuntungan yang disyaratkan investor pada saham. Laba ditahan adalah keuntungan dari
dividen ( dividend yield ) ditambah keuntungan dari capital gains ( capital gains yield ).
Modigliani dan Miller menganggap bahwa argumen Gordon dan Lintner ini merupakan
suatu kesalahan ( MM menggunakan istilah
The Bierd in the hand Fallacy
). Menurut
MM, pada akhirnya investor akan kembali menginvestasikan dividen yang diterima pada
perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki risiko yang hampir sama.
3. Teori Perbedaan Pajak (Tax Differential Theory) dari Litzenberger dan Ramaswamy.
Teori ini menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan
capital gains, para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda
pembayaran pajak. Oleh karena itu investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang
lebih tinggi pada saham yang memberikan dividend yield tinggi, capital gains yield
rendah dari pada saham dengan dividend yield rendah, capital gains yield tinggi. Jika
pajak atas dividend lebih besar dari pajak atas capital gains, perbedaan ini akan makin
terasa.
Jika manajemen percaya bahwa teori Dividen tidak relevan dari MM adalah benar,
maka perusahaan tidak perlu memperdulikan berapa besar dividen yang harus dibagi,
tapi jika mereka menganut teori Dividen yang relevan, maka mereka harus membagi
seluruh laba setelah pajak atau EAT (Earnig After Tax) dalam bentuk dividen. Dan bila
manajemen cenderung mempercayai teori perbedaan pajak ( Tax Differential Theory ),
mereka harus menahan seluruh EAT atau DPR = 0 %. Jadi ke 3 teori yang telah dibahas
mewakili kutub – kutub ekstrim dari teori tentang kebijakan dividen. Sayangnya test
secara empiris belum memberikan jawaban yang pasti tentang teori mana yang paling
benar.
4. Teori Signaling Hypothesi
Ada bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan
harga saham. Sebaliknya penurunan diveden pada umumnya menyebabkan harga saham
turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai
dividen dari pada capital gains. Tapi MM berpendapat bahwa suatu kenaikan dividen
yang diatas biasanya merupakan suatu tanda kepada para investor bahwa manajemen
perusahaan
meramalkan
suatu
penghasilan
yang
baik
dividen
masa
mendatang.
Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau kenaikan dividen yang dibawah kenaikan
normal (biasanya ) diyakini investor sebagai suatu tanda bahwa perusahaan menghadapi
masa sulit dividen waktu mendatang.
Seperti teori dividen yang lain, teori ini juga sulit dibuktikan secara empiris. Adalah
nyata bahwa perubahan dividen mengandung beberapa informasi. Tapi sulit dikatakan
apakah kenaikan dan penurunan harga setelah adanya kenaikan dan penurunan dividen
semata-mata disebabkan oleh efek tanda atau disebabkan karena efek tanda dan
preferensi terhadap dividen.
5. Teori Clientele Effect.
Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham yang berbeda
akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok
pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai suatu
presentase laba yang dibayarkan atau DPR (Dividend Payout Ratio) yang tinggi.
Sebaliknya kelompok pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini
lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan.
Jika ada perbedaan pajak bagi individu ( misalnya orang lanjut usia dikenai pajak
lebih ringan ) maka pemegang saham yang dikenai pajak tinggi lebih menyukai perolehan
modal (capital gains) karena dapat menunda pembayaran pajak. Kelompok ini lebih
senang jika perusahaan membagi dividen yang kecil. Sebalinya kelompok pemegang
saham yang dikenai pajak relatif rendah cenderung menyukai dividen yang besar.
Bukti empiris menunjukkan bahwa efek dari Clientele ini ada. Tapi menurut MM hal
ini tidak menunjukkan bahwa lebih baik dari dividen kecil, demikian sebaliknya. Kebijakan
dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada
pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna
pembiayaan investasi di masa datang. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan
laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya
mengurangi total sumber dana intern atau internal financing. Sebaliknya jika perusahaan
memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan pembentukan dana
intern akan semakin besar. Dengan demikian kebijakan dividen ini harus dianalisa dalam
kaitannya dengan keputusan pembelanjaan atau penentuan struktur modal secara
keseluruhan.
2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Adapun factor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya deviden yang dibayarkan
oleh perusahaan kepada pemegang saham antara lain :
a. Posisi likuiditas Perusahaan
Likuiditas perusahaan sangat besar pengaruhnya terhadap investasi perusahaan dan
kebijakan pemenuhan kebutuhan dana. Deviden bagi perusahaan merupakan kas keluar,
maka semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan, akan
semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar deviden.
b. Kebutuhan Dana Untuk Membayar Hutang
Apabila perusahaan mengambil hutang untuk membiayai ekspansi atau untuk
mengganti jenis pembiayaan yang lain, perusahaan tersebut menghadapi dua pilihan,
yaitu perusahaan membiayai hutang itu pada saat jatuh tempo atau menggantikan
dengan jenis surat berharga yang lain. Jika keputusannya membayar hutang tesebut,
maka biasanya perlu untuk menahan laba.
c. Tingkat Ekspansi Aktiva
Semakin cepat suatu perusahaan berkembang, semakin besar kebutuhannya untuk
membiayai ekspansi aktivanya, perusahaan cenderung untuk menahan laba daripada
membayarkannya dalam bentuk deviden.
d. Stabilitas Laba
Suatu perusahaan yang mempunyai laba stabil sering kali dapat memperkirakan
berapa besar laba dimasa yang akan datang. Perusahaan seperti ini biasanya cenderung
membayarkan DPR yang tinggi, daripada perusahaan yang labanya berfluktuasi. Deviden
yang lebih rendah akan mebih mudah untuk dibayar apabila laba menurun pada masa
yang akan datang.
Menurut Weston dan Copeland (1010 : 117), Faktor-faktor yang mempengaruhi
kebijakan deviden adalah :
a. Undang-Undang
Undang-Undang menentukan bahwa deviden harus dibayar dari laba, baik laba tahun
berjalan maupun laba tahun lalu yang ada pada pos la a ditahan (retained earnings)
di neraca.
b. Posisi Likuiditas
Meskipun suatu perusahaan mempunyai catatan mengenai laba, perusahaan mungkin
tidak dapat membayar tunai deviden karena posisi likuiditasnya. Dalam keadaan seperti
ini perusahaan dapat memutuskan untuk tidak membayar deviden.
c. Kebutuhan Pelunasan Hutang
Apabila perusahaan mengambil hutang untuk membiayai ekspansi atau untuk
mengganti jenis pembiayaan yang lain, perusahaan menghadapi dua pilihan. Perusahaan
dapat membayar hutang itu pada saat jatuh tempo dan menggantikannya dengan jenis
surat berharga yang lain, atau perusahaan dapat memutuskan untuk melunaskan hutang
tersebut. Jika keputusannya adalah membayar hutang tersebut, maka ini biasanya perlu
penahanan laba.
d. Pembatasan dalam Perjanjian Hutang
Perjanjian hutang, khususnya apabila merupakan hutang jangka panjang seringkali
membatasi kemampuan perusahaan untuk membayar deviden tunai.
e. Tingkat Ekspansi Aktiva
Semakin cepat sebuah perusahaan berkembang, semakin besar kebutuhannya untuk
membiayai ekspansi aktivanya.
f. Tingkat Laba
Tingkat hasil pengembalian yang diharapkan akan menentukan pilihan relatif untuk
membayar laba tersebut dalam bentuk deviden kepada pemegang sahamaa atau
menggunakannya diperusahaan tersebut.
g. Stabilitas Laba
Suatu perusahaan yang mempunyai laba stabil seringkali dapat memperkirakan berapa
besar laba dimasa yang akan datang. Perusahaan seperti ini biasanya cenderung
membayarkan laba dengan persentase yang lebih tinggi daripada perusahaan yang
labanya berfluktuasi.
h. Akses ke Pasar Modal
Kemampuan perusahaan untuk menaikkan modalnya atau dana pinjaman dari pasar
modal akan terbatas dan perusahaan seperti ini harus menahan lebih banyak laba untuk
membiayai operasinya. Jadi perusahaan yang sudah mapan cenderung untuk memberi
tingkat pembayaran deviden yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil atau baru.
i.
Kendali Perusahaan
Kebijakan ini didukung oleh pendapat bahwa menghimpun dana melalui penjualan
tambahan
saham
biasa
akan
mengurangi
kekuasaan
kelompok
dominan
dalam
perusahaan itu. Pentingnya pembiayaan internal dalam usaha untuk mempertahankan
kendali perusahaan, akan memperkecil pembayaran deviden.
j.
Posisi Pemegang saham sebagai Pembayaran Pajak
Posisi pemilik perusahaan sebagai pembayar pajak sangat mempengaruhi keinginannya
untuk memperoleh deviden. Akan tetapi, pemegang yang dimiliki oleh orang banyak akan
memilih pembayaran deviden yang tinggi.
k. Pajak Atas Laba yang Diakumulasikan secara salah
Untuk mencegah pemegang saham hanya menggunakan perusahaan sebagai suatu
perusahaan penyimpanan uang yang dapat digunakan untuk menghindari tarif penghasilan
pribadi yang tinggi, peraturan perpajakan perusahaan menentukan suatu pajak tambahan
khusus terhadap penghasilan yang diakumulasikan secara tidak benar.
2.2 Penelitian Terdahulu
Sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang laba bersih dan arus kas terhadap
kebijakan dividen. Agung Dwi Cahyo (2014) meneliti tentang pengaruh laba bersih, arus
kas operasi dan peluang investasi terhadap kebijakan dividen dengan objek penelitian
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan rentang
tahun 2009-2011, menurutnya laba bersih, arus kas operasi dan peluang investasi tidak
berpengaruh signifikan terhadap keputusan kebijakan dividen di perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 - 2011.
Dafid Irawan Nurdhiana (2013) meneliti tentang pengaruh laba bersih dan arus kas
operasi terhadap kebijakan dividen di perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
pada tahun 2009 - 2010, hasilnya adalah variabel laba bersih secara parsial berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen, begitupun dengan variabel arus kas
operasi secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen.
Sementara itu pengujian secara simultan (bersamaan) juga berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kebijakan dividen di perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesa pada tahun 2009-2010.
Menurut Indah Agustina Manurung (2009) dengan judul penelitian
Pe garuh Laba
Bersih dan Arus Kas Operasi terhadap Kebijakan Dividen di Perusahaan manufaktur yang
Go Pu li . Berdasarkan penelitiannya berkesimpulan bahwa laba bersih secara parsial
tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen di perusahaan manufaktur yang
go public sedangkan variabel arus kas operasi secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap kebijakan dividen di perusahaan manufaktur yang go public, dan pengujian juga
dilakukan secara bersama-sama (simultan) dengan hasil laba bersih dan arus kas operasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen di perusahaan manufaktur
yang go public di Bursa Efek Indonesia.
Menurut Rosdini (2007), meneliti tentang pengaruh free cash flow terhadap dividend
payout ratio. Objek penelitian difokuskan pada seluruh perusahaan yang listing di Bursa
Efek Indonesia pada periode 2000 - 2002. Hasil penelitian menunjukkan bahwa free cash
flow berpengaruh secara signifikan terhadap dividen payout ratio, dan dapat di tarik
kesimpulan bahwa free cash flow dapat dijadikan salah satu indikator dalam penetapan
kebijakan dividen dalam suatu perusahaan. Perbedaannya terdapat pada variabel
independen yaitu penelitian sekarang menggunakan laba bersih dan arus kas operasi,
serta periode yang digunakan yaitu pada tahun 2009 – 2013.
Menurut Hery (2009), meneliti hubungan laba bersih dan arus kas operasi dengan
kebijakan dividen. Sampel yang digunakan yaitu 25 perusahaan top di dunia yang
didownload
melalui
database
https://osiris.bvdep.com/ip.
Hasil
OSIRIS
penelitian
(Publicity
ini
Listed
menunjukkan
Companies),
bahwa
laba
yaitu
bersih
berhubungan cukup kuat dan positif dengan kebijakan dividen. Begitu pula arus kas
operasi yang berhubungan kuat dan positif dengan kebijakan deviden. Terakhir arus kas
operasi lebih mempengaruhi kebijakan dividen secara signifikan dibandingkan nilai laba
bersih. Perbedaannya terdapat pada sampel perusahaan dimana penelitian sekarang
menggunakan laporan keuangan 44 perusahaan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan
jenis perusahaan manufaktur industry basic and chemical periode 2009 - 2013.
Menurut Surya (2010), meneliti tentang pengaruh laba, arus kas operasi dan arus kas
bebas
terhadap
kebijakan
dividen.
Sampel
penelitiannya
adalah
209
perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode 2001 - 2005. Hasil
penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif signifkan antara laba bersih
dan kebijakan dividen begitu pula dengan arus kas operasi sedangkan untuk arus kas
bebas tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen dan secara
simultan terdapat hubungan yang positif antara laba bersih dan arus kas bebas terhadap
kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2001 2005. Perbedaannya terletak pada periode yang digunakan yaitu penelitian ini mengambil
periode 2009 - 2013 dengan kriteria sampel yang berbeda.
Menurut Nursamsi (2014), meneliti pengaruh laba bersih dan arus kas operasi dengan
kebijakan dividen. Sampel yang digunakan yaitu 15 perusahaan manufaktur consumer
goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
parsial terdapat pengaruh positif signifikan antara laba bersih terhadap kebijakan dividen.
Begitu pula untuk arus kas operasi dimana hasilnya terdapat pengaruh yang positif
signifikan terhadap kebijakan dividen. Selanjutnya secara simultan, laba bersih dan arus
kas operasi berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan dividen sebesar 88,6% ini
artinya bahwa pembagian kebijakan dividen dipengaruhi sebesar 88,6% oleh laba bersih
dan arus 45 kas operasi, sedangkan sisanya 11,4% dipengaruhi faktor lain. Perbedaannya
terdapat pada penelitian sekarang menggunakan jenis perusahaan manufaktur industry
basic and chemical serta pada periode 2009 - 2013.
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu
PENELITIAN SEKARANG
NO
PENELITI
JUDUL PENELITIAN
PERSAMAAN
1
PERBEDAAN
Agung Dwi
Pengaruh laba bersih, arus
Variabel
*Tahun laporan
Cahyo, 2014
kas operasi dan peluang
independen: Laba
*Jenis perusahaan
investasi terhadap kebijakan
bersih dan arus
dividen pada perusahaan
kas operasi
manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia BEI
dengan rentang tahun 20092011
2
Dafid Irawan Pengaruh laba bersih dan
Variapen
Variabel
Nurdhiana
arus kas operasi terhadap
dependen:
independen
(2013)
kebijakan dividen di
kebijakan deviden
perusahaan yang terdaftar di
BEI pada tahun 2009 – 2010
3
Indah
Pengaruh Laba Bersih dan
*Variabel
Periode tahun
Agustina
Arus Kas Operasi terhadap
independen: laba
laporan yang di
Manurung
Kebijakan Dividen di
bersih dan arus
teliti
(2009)
Perusahaan manufaktur yang
kas operasi
Go Public
*Variabel
dependen:
kebijakan deviden
4
Rosdini
Pengaruh free cash flow
*Variabel
(2007)
terhadap dividend payout
independen: laba
ratio pada seluruh
bersih dan arus
perusahaan yang listing di
kas operasi
Bursa Efek Indonesia pada
*Vaiabel
periode 2000 - 2002
dependen:
Tahun Laporan
deviden payout
rasio
5
Hery (2009)
Hubungan laba bersih dan
*Variabel
*Laporan
arus kas operasi dengan
independen: laba
keuangan
kebijakan dividen pada 25
bersih dan arus
*Jenis perusahaan
perusahaan top di dunia
kas operasi
yang didownload melalui
*Vaiabel
database OSIRIS
dependen:
kebijakan deviden
6
7
Surya (2010) Pengaruh laba, arus kas
*independen: laba
*Periode
operasi dan arus kas bebas
bersih, arus kas
penelitian
terhadap kebijakan deviden
operasi, arus kas
*Kriteria
pada perusahaan manufaktur
bebas
penelitian
yang terdaftar di BEI periode
*dependen:
2001 – 2005.
Kebijakan deviden
Nursamsi
Pengaruh laba bersih dan
*Variabel
*Jenis perusahaan
(2012)
arus kas operasi dengan
independen: laba
*Periode
kebijakan dividen perusahaan
bersih, arus kas
penelitian
manufaktur consumer goods
operasi
yang terdaftar di BEI
*Variabel
dependen:
Kebijakan deviden
2.3 Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan diatas,
hubungan antara laba bersih dan arus kas operasi terhadap kebijakan dividen, dapat
digambarkan dalam kerangka sebagai berikut:
Gambar 1.1
BURSA EFEK INDONESIA
MANUFAKTUR
LAPORANG KEUANGAN
LAPORAN ARUS KAS
LABA
BERSIH
ARUS KAS
ARUS KAS
ARUS KAS
OPERASI
PENDANAAN
INVESTASI
KEBIJAKAN
DEVIDEN
Besar kecilnya dividen yang akan dibagikan oleh perusahaan, tergantung kebijakan
dividen yang ditempuh oleh perusahaan itu sendiri. Secara teoritis semakin besar laba
bersih suatu perusahaan yang didapat maka akan semakin besar pula proporsi dividen
yang akan dibagikan perusahaan kepada setiap pemegang saham, dan sebaliknya semakin
kecil laba bersih dividen sautu perusahaan maka proporsi dividen yang akan dibagikan
juga akan semakin sedikit.
Laba bersih perusahaan biasanya dianggap determinan utama dari dividen, tetapi
dalam kenyataannya dividen lebih bergantung pada arus kas yang mencerminkan
kemampuan untuk membayar dividen (Eugene dan Joel, 2001:85).
Jumlah arus kas yang berasal dari aktvitas operasi perusahaan merupakan indikator
yang menentukan apakah kegiatan operasi perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang
cukup untuk membayar dividen yang telah ditetapkan oleh kebijakan dividen. Semakin
besar arus kas operasi maka akan semakin besar dividen payout ratio yang ditetapkan,
karena perusahaan memiliki kas untuk membayar dividend dan semakin kecil arus kas
yang dihasilkan dari aktivitas operasi maka akan semakin kecil dividen payout ratio yang
ditetapkan manajemen karena ketidakmampuan perusahaan untuk menyediakan uang kas
untuk membayar dividen. Arus kas operasi berpengaruh positif terhadap kebijakan
dividen (dividen payout ratio).
2.4 Hipotesis
Dalam penelitian ini akan diukur seberapa besar pengaruh laba bersih dan arus kas
operasi terhadap kebijakan dividen. Berdasarkan asumsi tersebut maka dapat diajukan
hipotesis sebagai berikut :
a. Secara Parsial
Ho1 : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara laba bersih dengan kebijakan dividen.
Ha1 : Terdapat pengaruh signifikan antara laba bersih dengan kebijakan dividen
Ho2 : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara arus kas operasi dengan kebijakan
dividen.
Ha2 : Terdapat pengaruh signifikan antara arus kas operasi dengan kebijakan dividen.
b. Secara Simultan
Ho3 : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara laba bersih dan arus kas operasi dengan
kebijakan dividen.
Ha3 : Terdapat pengaruh signifikan antara laba bersih dan arus kas operasi dengan
kebijakan dividen.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh laba bersih dan arus kas operasi
terhadap kebijakan dividen perusahaan industri manufaktur dengan rancangan penelitian
yang dilhat dari aspek metode pengumpulan data, aspek kemampuan memanipulasi
variabel, dan aspek tujuan penelitian (Sugihen, 2003:130).
a. Dilihat dari aspek metode pengumpulan datanya, rancangan penelitian ini adalah
penelitianpengamatan (observasional), sebab sifat data berupa bahan yang hanya
dapat diobservasi dan tanpa berusaha mendapatkan tanggapan dari pihak lain,
sebab data penelitian ini berisi peristiwa yang sudah terjadi pada waktu yang lalu,
b. Dilihat dari aspek kemampuan memanipulasi variabel, rancangan penelitian ini
adalah penelitian ex post facto , sebab data penelitian berasal dari perusahaan
industri manufaktur apa adanyatanpa manipulasi,
c.
Dilihat dari aspek tujuan penelitian, rancangan penelitian ini adalah studi kausal,
sebab tujuan penelitian berusaha menjelaskan hubungan sebab akibat dalam
bentuk pengaruh antara variabel melalui pengujian hipotesis. Kaidah utama
hubungan kausal adalah hubungan sebab-akibat, yaitu: A menghasilkan B, atau A
menyebabkan B. Proses kejadiannya, A terjadi sebelum B terjadi ( time sequence
), atau A terjadi kemudian selang waktu tertentu B kemudian terjadi (lack
periode).
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian di tarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006:55). Masalah dalam regresi berganda
cross-sectional diatasi dengan membatasi populasi penelitian pada industri tertentu.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di
bursa efek Indonesia yang berjumlah 151 perusahaan.
Dalam hal ini peneliti memilih perusahaan publik yang bergerak diindustri manufaktur
dengan pertimbangan banyaknya sampel yang dapat diperoleh dan keandalan arus kas
yang disajikan. Industri lain, misalnya perbankan, mempunyai ketidakpastian kas yang
lebih tinggi daripada industri manufaktur karena dalam industri ini kas merupakan produk
suatu entitas. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono,2006:55). Sampel yang digunakan dengan menggunakan
metode purposive sampling , dengan kriteria sebagai berikut:
a. Perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia adalah perusahaan keuangan dan
non keuangan dari tahun 2009 sampai tahun 2011.
b. Perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangan dan Kebijakan dividen selama
periode pengamatan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011.
c.
Perusahaan
yang
memenuhi
pengukur variabel penelitian.
rasio-rasio
keuangan
yang
digunakan
sebagai
3.3 Jenis Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data kuantitatif, yaitu data yang diukur
dalam suatu skala numerik (Mudrajat Kuncoro, 2003:114) dan merupakan data sekunder,
yaitu data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian (Syamsul
Hadi, 2006:41).
Data yang digunakan berupa:
a. Informasi mengenai laba bersih perusahaan,
b. Informasi mengenai arus kas dari aktivitas operasi perusahaan
c. Informasi mengenai kebijakan dividen (dividen payout ratio )
Data yang diperoleh adalah kombinasi antara data time series dan data cross-section
. Data time-series adalah data yang secara kronologis disusun menurut waktu pada suatu
variabel tertentu dan data cross-section yaitu data yang dikumpulkan pada suatu titik
tertentu (Mudrajat Kuncoro, 2003:115) yang disebut dengan pooling data atau combined
model .
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data eksternal. Data eksternal adalah data yang dicari
secara manual dengan cara mendapatkannya dari luar perusahaan. Pada penelitian ini,
pengumpulan data dilakukan dengan dua tahap, tahap pertama dilakukan melalui studi
pustaka, yakni jurnal akuntansi dan buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti. Pada tahap kedua, pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari media
internet dengan mendownload melaui situs www.bei.co.id untuk memperoleh data
mengenai laporan keuangan yang telah dipublikasikan.
3.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional memberikan pengertian terhadap konstruk atau memberikan
variabel dengan menspesifikasikan kegiatan atau tindakan yang diperlukan peneliti untuk
mengukur.
a.
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2006:3). Dalam
penelitian ini variabel independen terdiri dari:
X1
Laba bersih dihitung dari kelebihan pendapatan atas beban termasuk gains dan
losses. Laba bersih diukur dengan satuan Rupiah per lembar saham,
X2
Arus kas operasi adalah selisih bersih antara penerimaan dan pengeluaran kas dan
setara kas yang berasal dari aktivitas operasi selama 1 tahun buku, sebagaimana
tercantum dalam laporan arus kas (Pradhono, 2004). Arus kas operasi diukur
dengan satuan Rupiah per lembar saham.
b.
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat
adanya variabel bebas (Sugiyono, 2006:3). Variabel dependen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kebijakan deviden yaitu kebijakan berapa laba yang
akan diterima oleh perusahaan dalam periode tersebut.
DPR = Dividen : Laba yang tersedia bagi para pemegang saham
Semua variabel dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala rasio.
Pengukuran dua variabel bebas (arus kas operasi dan laba bersih) dalam satuan Rupiah
per lembar saham, dimaksudkan agar memenuhi kesetaraan pengukuran dengan variabel
terikat kebijaka deviden.
3.6 Metode Analisis Data
Sebelum data dianalisis, maka untuk keperluan analisis data tersebut terlebuh dahulu
dilakukan uji asumsi klasik.
3.6.1 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik yang dilakukan adalah uji normalitas data, uji multikolinearitas, uji
heterokedasitas dan uji autokorelasi.
3.6.2 Uji Normalitas Data
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Kalau nilai residual tidak mengikuti
distribusi normal, uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali,
2005:110).
Untuk
mendeteksinya
yaitu
dengan
melihat
grafik
histogram
yang
membandingkan data observasi dengan distribusi normal.
Menurut Ghozali (2005:110),
ara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi
normal atau tidak ada dua, yaitu analisis grafik dan analisis statistik. Normalitas dapat
dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dan grafik dengan
melihat histogram dari residual ya . Dasar pengambilan keputusannya adalah:
1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal
atau grafik histogramnya menunjukkan pola berdistribusi normal, maka model
regresi memenuhi asumsi normalitas,
2) J
LABA BERSIH DAN ARUS KAS OPERASI
TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN
Petrus Tambaru
AK01403003
Fak. Ekonomi
Prog. Akuntansi
UNIVESITAS TEKNOLOGI SULAWESI
MAKASSAR
Pengaruh Laba Bersih dan Arus Kas Operasi
Terhadap Kebijakan Deviden
(StudiKasuspada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
PROPOSAL
Sebagaitugaspengganti Final Mata KuliahMetodePenelitian
PETRUS TAMBARU
AK01403003
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM AKUNTANSI
2017
Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan pertolongan-Nya
saya bisa menyelesaikan proposal ini yang berjudul: PENGARUH LABA BERSIH DAN ARUS KAS
OPERASI TERHADAP KEBIJAKAN DEVIDEN . Maksud dari penyusunan proposal ini adalah
sebagai tugas pengganti final mata kuliah METODE PELITIAN
Fakultas Ekonomi pada
Universitas Teknologi Sulawesi Makassar.
Saya menyadari bahwa proposal ini masih banyak kekurangannya, mengingat keterbatasan dan
kemampuan, pengalaman dan pengetahuan baik dalam hal penyajian maupun penggunaan
kata ataupun bahasa. Namun demikian inilah yang bisa saya sajikan semoga proposal ini bisa
bermanfaat bagi saya maupun bagi pihak lainnya. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat saya harapkan demi penyempurnaan proposal ini.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada pihak, baik dosen maupun teman-teman dan juga orang-orang yang mau berbagi ide,
pengetahuan dan pendapat kepada say, dengan harapan semoga hasil dari penelitian ini
bermanfaat. Tuhan Memberkati.
Makassar, September 2017
Petrus Tambaru
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan .......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................................. 7
1.3 Tinjauan Penelitian .................................................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................................... 7
Bab II Tinjauan Pustaka .................................................................................................. 8
2.1 Landasan Teori ........................................................................................................ 8
2.2 Penelitian Terdahulu ................................................................................................ 20
2.3 Kerangka Konseptual ................................................................................................ 26
2.4 Hipotesis .................................................................................................................. 28
Bab III Metodologi Penelitian ........................................................................................ 30
3.1 Rancangan Penelitian ............................................................................................... 30
3.2 Populasi dan Sample ................................................................................................ 31
3.3 Jenis Data ................................................................................................................. 33
3.4 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................................ 33
3.5 Defenisi Opersional dan Pengukuran Variabel .......................................................... 34
3.6 Metode Analisis Data ............................................................................................... 35
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dunia investasi Indonesia saat ini mengalami perkembangan pesat. Hal ini ditandai
dengan antusias masyarakat yang terjun ke berbagai pilihan investasi yang sesuai dengan
karakter masing- masing investor. Pasar modal tentunya mempunyai peran penting
karena menyediakan fasilitas yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang
memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer).
Pada umumnya para investor menginvestasikan dananya dengan tujuan memperoleh
return dalam bentuk dividen maupun capital gain. Di lain pihak, perusahaan juga harus
memberikan kesejahteraan yang lebih besar kepada pemegang sahamnya. Tentunya ini
akan menjadi unik karena kebijakan dividen sangat penting untuk memenuhi harapan
para pemegang saham terhadap dividen dan disatu sisi juga tidak harus menghambat
pertumbuhan perusahaan.
Adanya penurunan jumlah dividen yang dibayarkan di anggap sebagai gejala
penurunan tingkat laba atau return suatu perusahaan tersebut. Jika return yang
diharapkan akan turun ketika nilai pasar suatu saham lebih tinggi dari nilai intrinsiknya,
maka saham tersebut tergolong mahal (overvalued). Dalam situasi seperti ini, investor
tersebut bisa mengambil keputusan untuk menjual saham tersebut. Sebaliknya jika nilai
pasar di bawah nilai intrinsiknya, maka saham tersebut tergolong murah (undervalued),
sehingga dalam situasi seperti ini investor sebaiknya membeli saham tersebut (Tandelilin,
2001;183). Selain itu, semakin besar dividen yang dibayarkan maka akan semakin sedikit
jumlah laba ditahan, sebagai salah satu dari sumber dana yang paling penting untuk
membiayai pertumbuhan perusahaan.
Oleh sebab itu investor harus mempertimbangkan hal-hal yang sangat penting dalam
pengambilan keputusan investasi yang dilakukan. Dari sisi investor, dividen merupakan
salah satu daya tarik untuk menanamkan dananya di pasar modal. Investor lebih
menyukai dividen yang berupa kas daripada capital gain. Hal ini dikarenakan keuntungan
yang diterima dari dividen kas lebih pasti daripada capital gain. Dalam penetapan
kebijakan pembagian dividen, faktor utama yang menjadi perhatian manajemen adalah
besarnya laba yang dihasilkan perusahaan.
Menurut Weston dan Copeland (1996;97) kebijakan dividen menentukan penempatan
laba, yaitu antara membayar kepada pemegang saham dan menginvestasikan kembali
dalam perusahaan. Laba ditahan (retained earning) merupakan salah satu dari sumber
dana yang paling penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan, tetapi dividen
merupakan arus kas yang disisihkan untuk pemegang saham.
Di dalam menentukan besaran jumlah dividen yang akan dibagikan manajemen sering
dihadapkan pada suatu keputusan yang sulit. Hal ini disebabkan oleh manajemen harus
mempertimbangkan pembayaran dividen yang lebih kecil, lebih besar, tetap atau stabil.
Beberapa faktor yang diduga dapat menjelaskan variasi dividen kas yang dibagikan oleh
suatu perusahaan kepada investor, diantaranya laba, arus kas operasi, arus kas bebas,
dan pembayaran dividen kas sebelumnya.
Pentingnya dividen kas bagi para investor menyebabkan para investor memerlukan
laporan keuangan agar dapat melihat prospek penerimaan kas dari dividen atau bunga,
dan pendapatan dari penjualan, pelunasan dari sekuritas atau utang. Laporan keuangan
merupakan sumber berbagai macam informasi bagi investor yang bermanfaat sebagai
salah satu dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi pasar modal.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 1
Revisi (2012) tujuan laporan keuangan yaitu
Me
erika
informasi mengenai posisi
keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian
besar pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomik. Laporan
keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan
sumber daya yang dipercayakan kepada
ereka .
Menurut Putri, (2013) pada awalnya laporan keuangan hanya terdiri dari neraca dan
laporan laba rugi. Sedangkan laporan arus kas mulai diwajibkan pelaporannya pada tahun
1987 melalui Statement of Financial Accounting Standards (SFAS) No. 95. Di Indonesia
kewajiban untuk melaporkan arus kas dimulai tahun 1994 dengan adanya Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 2yang menyatakan bahwa perusahaan harus
menyusun laporan arus kas dan menyajikan laporan tersebut sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari laporan keuangan untuk setiap periode penyajian laporan keuangan.
Pura (2013; 88) mengatakan bahwa perusahaan mengalami keuntungan atau laba
apabila jumlah pendapatan melebihi jumlah beban (pendapatan lebih besar dari beban),
sebaliknya perusahaan mengalami kerugian apabila jumlah beban melebihi jumlah
pendapatan (beban lebih besar dari pendapatan). Maka dapat disimpulkan laba di dapat
dari selisih antara pendapatan dengan beban, apabila pendapatan lebih besar daripada
beban maka perusahaan akan mendapatkan laba begitu pun sebaliknya.
Besarnya laba bersih yang dapat dicapai akan menjadi ukuran sukses bagi sebuah
perusahaan. Selain laba informasi keuangan yang paling diminati investor adalah laporan
arus kas. Pengertian arus kas menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan No. 2 revisi (2012) yaitu: Arus kas atau cash flow adalah
arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas . Dalam PSAK tersebut juga disebutkan
bahwa laporan arus kas sebagai suatu laporan melaporkan arus kas selama periode
tertentu dan diklasifikasikan menurut aktivitas operasi, aktivitas investasi, dan aktivitas
pendanaan.
Laporan arus kas bertujuan untuk memberikan pengaturan atas informasi mengenai
perubahan historis dalam kas dan setara kas dari suatu perusahaan melalui laporan arus
kas yang mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi, dan
pendanaan (financing) selamasuatu periode (IAI, 2012). Dari ketiga aktivitas kas tersebut
yang paling banyak berperan dalam aktivitas normal perusahaan adalah arus kas operasi.
Jumlah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan indikator utama untuk
menentukan apakah operasi perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk
melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen dan
melakukan investasi baru tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari luar. (IAI, 2012).
Fenomena yang ada, melalui (Kontan, 2013) terjadi pada dua emiten kertas grup
Sinarmas. PT Pabrik Kertas Tjiwi Tbk dan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk punya rencana
yang berbeda soal pembagian dividen. Tjiwi Kimia berencana membagi dividen,
sedangkan Indah Kiat tidak membagikan dividen untuk tahun buku 2012. Usai Rapat
Umum Pemegang Saham perseroan, Rabu (19/6), Direktur PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia
Arman Sutedja mengatakan perseroan akan membagikan dividen sebesar US$ 3,40 juta
atau setara dengan Rp 33,39 miliar.
Jumlah dividen yang dibagikan ini merupakan 10 % dari laba bersih perseroan pada
tahun 2012 sebesar US $34,81 juta. Selain dibagikan sebagai dividen, laba bersih Pabrik
Kertas Tjiwi Kimia akan ditetapkan sebagai cadangan sebesar US$ 1 juta atau setara Rp
9,80 miliar. Sisanya dari laba bersih tersebut akan dimasukan sebagai saldo laba atau
retained Earning .
rupiah
Konversi dividen dari mata
uang dollar Amerika Serikat ke dalam
berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia 21 Mei 2013. " Sehingga dividen tunai
per lembar sahamnya sebesar Rp 25 juta" ujar Arman, Rabu (19/6).
Sementara itu, lain halnya dengan Pabrik Kertas Tjiwi Tbk
meskipun
membukukan
laba bersih sebesar US $ 49,60 juta pada tahun 2012, Indah Kiat Pulp & Paper tidak
membagikan dividen kepada pemegang sahamnya. Direktur PT Indah
Paper Kurniawan Yuwono beralasan sehubungan dengan kondisi
Kiat
Pulp
&
perseroan yang masih
mengalami kerugian pada tahun - tahun sebelumnya, maka RUPS Tahunan, Rabu (19/6)
menyetujui untuk tidak membagi dividen final untuk tahun buku 2012. Fenomena serupa
juga terjadi pada perusahaan PT. Malindo Feedmill melalui
tetap membagikan dividen meski mengalami penurunan
(Wordpress, 2014) yang
laba bersih. PT Malindo
FeedMill Tbk (MAIN) bakal mengalokasikan 15% dari total perolehan laba bersih di 2013
yang sebesar Rp241,25 miliar untuk dividen. Dengan
demikian, total dividen yang akan
dibagikan kepada pemegang saham kali ini sebesar Rp 35,8 miliar. Adapu
per saham yang diberikan oleh manajemen Malindo itu sebesar Rp 20 juta
nilai dividen
Rudy menjelaskan bahwa pay out ratio dividen yang
diberikan oleh perseroan pada
tahun ini lebih rendah dibandingkan dengan payout ratio dividen yang dibagikan pada
tahun sebelumnya yang mencapai 20% dari hasil laba bersih 2012. Pasalnya, penurunan
laba bersih di 2013 dan rencana perseroan untuk selalu mengembangkan bisnis di masa
mendatang, membuat manajeman MAIN lebih banyak menahan la ba bersihnya. “elai
dividen, hasil laba bersih 2013 lebih banyak dibukukan sebagai laba ditahan. Hal itu guna
menunjang bisnis
sebagian
perseroan di masa yang akan data g,
perusahaan manufaktur
katanya. Di indikasikan, ada
Industry Basic and Chemicals
yang
mengalami
kondisi yang sama dengan PT Malindo Feedmill Tbk.
Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan
di bidang
Industry Basic and Chemicals.
penelitian di atas perusaha
Ini
penelitian pada perusahaan manufaktur
dikarenakan dari ketiga fenomena objek
an manaufaktur
memiliki permasalahan yang lebih
kompleks dibanding yang lainnya. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh
Kartini
(2014)
mengenai
menyimpulkan bahwa
Laba Bersih dan Arus Kas Bebas terhadap Dividen Tunai
secara parsial laba bersih
mempunyai pengaruh signifikan
terhadap dividen tunai, sedangkan arus kas bebas tidak berpengaruh, dan secara
simultan laba bersih dan arus kas bebas berpengaruh terhadap dividen tunai.
Berdasarkan fenomena di atas disertai penelitian sebelumnya, penulis Tertarik untuk
melakukan penelitian yang sama mengenai dividen kas dengan judul :
Pe garuh Laba
Bersih dan Arus Kas Operasi terhadap Kebijakan Pembagian Dividen Kas (Studi Empiris
pada Perusahaan Manufaktur Basic Industry and Chemicals yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Periode 2009 - 2013).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengaruh antara laba bersih terhadap kebijakan dividen pada
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011 ?
2. Bagaimana pengaruh antara arus kas operasi terhadap kebijakan dividen
pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011 ?
3.
Bagaimana pengaruh antara laba bersih dan arus kas operasi terhadap
kebijakan dividen pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 2009-2011 ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara laba
bersih dan arus kas operasi terhadap kebijakan dividen pada perusahaan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011. Adapun tujuan khususnya yaitu:
a. Untuk mengetahui pengaruh laba
bersih
terhadap kebijakan dividen
pada
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009-2011.
b.
Untuk mengetahui pengaruh arus kas operasi terhadap kebijakan dividen pada
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009-2011.
1.4 Manfaaat Penelitian
Penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat sebagai berikut :
a. Manfaat Akademis
Sebagai ilmu pengetahuan dalam bentuk media untuk memperoleh informasi terkait
laba bersih, arus kas operasi, dividen dan kebijakan dividen di perusahaan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia.
b. Manfaat Praktis
Sebagai acuan informasi bagi investor, calon investor, analis dan pemerhati investasi,
diharapkan dapat menjadi dasar keputusan pengambilan investasi terkait dengan tingkat
pengembalian yang berupa dividen perusahaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Laba Bersih
Laba bersih adalah kelebihan seluruh pendapatan atas seluruh biaya untuk suatu periode
tertentu setelah dikuarangi pajak penghasilan yang disajikan dalam bentuk laporan laba rugi. Laba
bersih dapat berarti berbeda-beda sehingga selalu membutuhkan klarifikasi. Laba bersih yang
ketat berarti setelah semua pemotongan (sebagai lawan hanya pemotongan tertentu yang
digunakan terhadap laba kotor atau marjin). Laba bersih biasanya mengacu pada laba setelah
dikurangi semua biaya operasi, terutama setelah dikurangi biaya tetap atau biaya overhead tetap.
Hal ini berbeda dengan laba kotor yang biasanya mengacu pada selisih antara penjualan dan
biaya langsung produk atau jasa yang dijual (juga disebut sebagai marjin kotor atau marjin laba
kotor) dan tentunya sebelum dikurangi biaya operasi atau biaya overhead. Laba bersih biasanya
mengacu pada angka laba sebelum dikurangi pajak perusahaan, dalam hal ini istilah yang sering
digunakan adalah laba bersih sebelum pajak (earning before tax atau EBT).
Menurut Wild, Subramanyam, dan Halsey (2
5: 5
erupaka
la a dari bisnis
perusahaan yang sedang berjalan setelah bunga dan pajak .
Menurut Abdullah (1993 : 189) dalam Manurung dan Siregar (2009 : 4). Laba bersih
adalah kelebihan seluruh pendapatan atas seluruh biaya untuk seluruh periode tertentu
setelah dikurangi pajak penghasilan yang disajikan dalam laporan laba rugi.
Hendriksen & Breda (1991 : 338) dalam Rasyid (2001 : 56) berpendapat Laba bersih
merupakan net income to shareholders (laba bersih bagi pemegang saham) yang akan
dibagikan dalam bentuk dividen.
Sedangkan Chariri dan Ghozali (2001: 113) mengungkapkan laba adalah laba akuntansi
yang merupakan selisih pengukuran pendapatan dan biaya. Besarnya laba sebagai
pengukur kenaikan aktiva sangat tergantung atas ketepatan pengukuran dan biaya.
2.1.2 Arus Kas
Arus kas (cash flow) adalah suatu laporan keuangan yang berisikan pengaruh kas dari
kegiatan
operasi,
pembiayaan/pendanaan
kegiatan
serta
transaksi
kenaikan
investasi
atau
dan
penurunan
kegiatan
bersih
dalam
transaksi
kas
suatu
perusahaan selama satu periode.
Menurut PSAK No.1 (2001 :5) Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas atau
setara kas. Laporan arus kas merupakan revisi dari mana uang kas diperoleh perusahaan
dan bagaimana mereka membelanjakannya. Laporan arus kas merupakan ringkasan dari
penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan selama periode tertentu (biasanya satu
tahun buku).
Menurut Pradhono dan Yulius (2004) dalam Manurung dan Siregar (2009 : 11) Arus
kas operasi adalah selisih bersih antara penerimaan dan pengeluran kas dan setara kas
yang berasal dari aktivitas operasi selama 1 tahun buku, sebagaimana tercantum dalam
laporan arus kas. Laba bersih merupakan indikator yang menentukan apakah dari
operasinya perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi
pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen dan melakukan
investasi baru tanpa mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar (Dalam PSAK N0.1
paragraf 11 (IAI:2001) (dikutip oleh Manurung dan Siregar, 2009 : 8).
Schroeder dkk, 1995 : 117 dalam Rasyid, 2001: 57) mengungkapkan bahwa Arus kas
operasi adalah pengaruh kas dari transaksi yang termasuk dalam penentuan net income
selain aktivitas investasi dan keuangan. Menurut Brigham dan Houston (2001 : 46) Arus
Kas Operasi adalah perbedaan antara laba penjualan dan beban operasi kas setelah pajak
atas pendapatan operasi.
2.1.3 Dividen
Dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya
saham yang dimiliki. Pembagian ini akan mengurangi laba ditahan dan kas yang tersedia
bagi perusahaan, tetapi distribusi keuntungan kepada para pemilik memang adalah tujuan
utama suatu bisnis. Dividen dapat dibagi menjadi empat jenis:
1. Dividen tunai; metode paling umum untuk pembagian keuntungan. Dibayarkan
dalam bentuk tunai dan dikenai pajak pada tahun pengeluarannya.
2. Dividen saham; cukup umum dilakukan dan dibayarkan dalam bentuk saham
tambahan, biasanya dihitung berdasarkan proporsi terhadap jumlah saham yang
dimiliki. Contohnya, setiap 100 saham yang dimiliki, dibagikan 5 saham tambahan.
Metode ini mirip dengan stock split karena dilakukan dengan cara menambah
jumlah saham sambil mengurangi nilai tiap saham sehingga tidak mengubah
kapitalisasi pasar.
3. Dividen properti; dibayarkan dalam bentuk aset. Pembagian dividen dengan cara
ini jarang dilakukan.
4. Dividen interim; dibagikan sebelum tahun buku Perseroan berakhir.
Perusahaan bisa saja tidak membagikan dividen walau memperoleh laba, jika dalam
kasus perusahaan ingin menggunakan laba perusahaan untuk melakukan ekspansi atau
pengembangan usaha.
Menurut Scott Besley dan Eugene F. Brigham (2005:300) Dividen adalah pembagian
uang tunai yang dilakukan untuk pemegang saham dari laba perusahaan, baik laba yang
dihasilkan pada periode berjalan atau dalam periode sebelumnya.
Sedangkan menurut Nikiforos K. Laopodis (2013:300) Dividen adalah pembayaran
tunai yang dibayarkan oleh perseroan kepada pemegang saham. Di Amerika Serikat,
dividen diijinkan dan biasanya dibagikan pada triwulanan berdasarkan kebijaksanaan
dewan direktur perusahaan. Dividen itu merepresentasikan pemegang saham terhadap
penerimaan pengembalian langsung atau tidak langsung atas investasi mereka di
perusahaan.
Paul D. Kimmel, Jerry J. Weygandt dan Donald E. Kieso (2011:584) berpendapat
dividen adalah distribusi oleh perusahaan kepada para pemegang sahamnya secara pro
rata (proporsional dengan dasar kepemilikan). Pro rata berarti bahwa jika investor
memiliki, katakanlah, 10% dari saham biasa, investor akan menerima 10% dari dividen.
Dividen dapat mengambil empat bentuk: uang tunai, properti, warkat (surat pengakuan
utang untuk membayar tunai), atau saham. Dividen kas, yang mendominasi dalam
praktek, dan dividen saham, yang dinyatakan dengan beberapa frekuensi.
2.1.4 Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen adalah penentuan pembagian pendapatan (earning ) antara
penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai dividen
atau untuk digunakan di dalam perusahaan, yang berarti pendapatan tersebut harus
ditahan di dalam perusahaan (Riyanto, 1995: 165). Sedangkan menurut Atmaja (1008:
185), kebijakan deviden adalah keputusan tentang EAT (Earnings After Tax) yang
dibagikan sebagai deviden.
Menurut
Weston
dan
Copeland
(1010:
115),
kebijakan
deviden
menentukan
pembagian laba antara pembayaran kepada pembagian saham dan investasi kembali
perusahaan. Laba ditahan (retained earnings) merupakan salah satu sumber dana paling
penting untuk membiayai pertumbuhan perusahaan, tetapi deviden merupakan arus kas
yang disisihkan untuk pemegang saham.
Kebijakan dividen merupakan keputusan pembayaran dividen yangmempertimbangkan
maksimalisasi harga saham saat ini dan periode mendatang (Brigham dan Houston, 1991
: 198).
2.1.5 Teori Kebijakan Dividen
Ada berbagai pendapat ahli atau teori tentang kebijakan dividen sebagai berikut :
1. Teori Dividen Tidak Relevan dari Modigliani dan Miller.
Menurut Modigliani dan Miller (MM), nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh
besar kecilnya presentase laba yang dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk
uang tunai atau DPR (Dividen Payout Ratio), tapi ditentukan oleh laba bersih sebelum
pajak atau EBIT (Earning Before Interest and Tax) dan kelas risiko perusahaan. Jadi
menurut MM, dividen adalah tidak relevan.
Pernyataan ini didasarkan pada beberapa asumsi penting yang lemah seperti:
a. Pasar modal sempurna dimana semua investor adalah rasional
b. Tidak ada biaya emisi saham baru jika perusahaan menerbitkan saham baru, dan
c. Tidak ada pajak Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah.
Sedangkan kenyataannya :
a. Pasar modal yang sempurna sulit ditemui,
b. Biaya emisi saham baru pasti ada,
c. Pajak pasti ada, dan
d.
Kebijakan investasi perusahaan tidak mungkin tidak berubah.
2. Teori Dividen yang Relevan (The Bird in the Hand) dari Gordon dan Lintner.
Teori ini menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika
presentase laba yang dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai atau
DPR (Dividen Payout Ratio) rendah, karena investor lebih suka menerima dividen dari
pada Perolehan modal (Capital Gains). Investor memandang keuntungan dividen (dividend
yield) lebih pasti dari pada keuntungan capital gains (capital gains yield). Perlu diingat
bahwa dilihat dari sisi investor, biaya modal sendiri dari laba ditahan adalah tingkat
keuntungan yang disyaratkan investor pada saham. Laba ditahan adalah keuntungan dari
dividen ( dividend yield ) ditambah keuntungan dari capital gains ( capital gains yield ).
Modigliani dan Miller menganggap bahwa argumen Gordon dan Lintner ini merupakan
suatu kesalahan ( MM menggunakan istilah
The Bierd in the hand Fallacy
). Menurut
MM, pada akhirnya investor akan kembali menginvestasikan dividen yang diterima pada
perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki risiko yang hampir sama.
3. Teori Perbedaan Pajak (Tax Differential Theory) dari Litzenberger dan Ramaswamy.
Teori ini menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan
capital gains, para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda
pembayaran pajak. Oleh karena itu investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang
lebih tinggi pada saham yang memberikan dividend yield tinggi, capital gains yield
rendah dari pada saham dengan dividend yield rendah, capital gains yield tinggi. Jika
pajak atas dividend lebih besar dari pajak atas capital gains, perbedaan ini akan makin
terasa.
Jika manajemen percaya bahwa teori Dividen tidak relevan dari MM adalah benar,
maka perusahaan tidak perlu memperdulikan berapa besar dividen yang harus dibagi,
tapi jika mereka menganut teori Dividen yang relevan, maka mereka harus membagi
seluruh laba setelah pajak atau EAT (Earnig After Tax) dalam bentuk dividen. Dan bila
manajemen cenderung mempercayai teori perbedaan pajak ( Tax Differential Theory ),
mereka harus menahan seluruh EAT atau DPR = 0 %. Jadi ke 3 teori yang telah dibahas
mewakili kutub – kutub ekstrim dari teori tentang kebijakan dividen. Sayangnya test
secara empiris belum memberikan jawaban yang pasti tentang teori mana yang paling
benar.
4. Teori Signaling Hypothesi
Ada bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen, sering diikuti dengan kenaikan
harga saham. Sebaliknya penurunan diveden pada umumnya menyebabkan harga saham
turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa para investor lebih menyukai
dividen dari pada capital gains. Tapi MM berpendapat bahwa suatu kenaikan dividen
yang diatas biasanya merupakan suatu tanda kepada para investor bahwa manajemen
perusahaan
meramalkan
suatu
penghasilan
yang
baik
dividen
masa
mendatang.
Sebaliknya, suatu penurunan dividen atau kenaikan dividen yang dibawah kenaikan
normal (biasanya ) diyakini investor sebagai suatu tanda bahwa perusahaan menghadapi
masa sulit dividen waktu mendatang.
Seperti teori dividen yang lain, teori ini juga sulit dibuktikan secara empiris. Adalah
nyata bahwa perubahan dividen mengandung beberapa informasi. Tapi sulit dikatakan
apakah kenaikan dan penurunan harga setelah adanya kenaikan dan penurunan dividen
semata-mata disebabkan oleh efek tanda atau disebabkan karena efek tanda dan
preferensi terhadap dividen.
5. Teori Clientele Effect.
Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham yang berbeda
akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok
pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih menyukai suatu
presentase laba yang dibayarkan atau DPR (Dividend Payout Ratio) yang tinggi.
Sebaliknya kelompok pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini
lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan.
Jika ada perbedaan pajak bagi individu ( misalnya orang lanjut usia dikenai pajak
lebih ringan ) maka pemegang saham yang dikenai pajak tinggi lebih menyukai perolehan
modal (capital gains) karena dapat menunda pembayaran pajak. Kelompok ini lebih
senang jika perusahaan membagi dividen yang kecil. Sebalinya kelompok pemegang
saham yang dikenai pajak relatif rendah cenderung menyukai dividen yang besar.
Bukti empiris menunjukkan bahwa efek dari Clientele ini ada. Tapi menurut MM hal
ini tidak menunjukkan bahwa lebih baik dari dividen kecil, demikian sebaliknya. Kebijakan
dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada
pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna
pembiayaan investasi di masa datang. Apabila perusahaan memilih untuk membagikan
laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya
mengurangi total sumber dana intern atau internal financing. Sebaliknya jika perusahaan
memilih untuk menahan laba yang diperoleh, maka kemampuan pembentukan dana
intern akan semakin besar. Dengan demikian kebijakan dividen ini harus dianalisa dalam
kaitannya dengan keputusan pembelanjaan atau penentuan struktur modal secara
keseluruhan.
2.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Adapun factor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya deviden yang dibayarkan
oleh perusahaan kepada pemegang saham antara lain :
a. Posisi likuiditas Perusahaan
Likuiditas perusahaan sangat besar pengaruhnya terhadap investasi perusahaan dan
kebijakan pemenuhan kebutuhan dana. Deviden bagi perusahaan merupakan kas keluar,
maka semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan, akan
semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar deviden.
b. Kebutuhan Dana Untuk Membayar Hutang
Apabila perusahaan mengambil hutang untuk membiayai ekspansi atau untuk
mengganti jenis pembiayaan yang lain, perusahaan tersebut menghadapi dua pilihan,
yaitu perusahaan membiayai hutang itu pada saat jatuh tempo atau menggantikan
dengan jenis surat berharga yang lain. Jika keputusannya membayar hutang tesebut,
maka biasanya perlu untuk menahan laba.
c. Tingkat Ekspansi Aktiva
Semakin cepat suatu perusahaan berkembang, semakin besar kebutuhannya untuk
membiayai ekspansi aktivanya, perusahaan cenderung untuk menahan laba daripada
membayarkannya dalam bentuk deviden.
d. Stabilitas Laba
Suatu perusahaan yang mempunyai laba stabil sering kali dapat memperkirakan
berapa besar laba dimasa yang akan datang. Perusahaan seperti ini biasanya cenderung
membayarkan DPR yang tinggi, daripada perusahaan yang labanya berfluktuasi. Deviden
yang lebih rendah akan mebih mudah untuk dibayar apabila laba menurun pada masa
yang akan datang.
Menurut Weston dan Copeland (1010 : 117), Faktor-faktor yang mempengaruhi
kebijakan deviden adalah :
a. Undang-Undang
Undang-Undang menentukan bahwa deviden harus dibayar dari laba, baik laba tahun
berjalan maupun laba tahun lalu yang ada pada pos la a ditahan (retained earnings)
di neraca.
b. Posisi Likuiditas
Meskipun suatu perusahaan mempunyai catatan mengenai laba, perusahaan mungkin
tidak dapat membayar tunai deviden karena posisi likuiditasnya. Dalam keadaan seperti
ini perusahaan dapat memutuskan untuk tidak membayar deviden.
c. Kebutuhan Pelunasan Hutang
Apabila perusahaan mengambil hutang untuk membiayai ekspansi atau untuk
mengganti jenis pembiayaan yang lain, perusahaan menghadapi dua pilihan. Perusahaan
dapat membayar hutang itu pada saat jatuh tempo dan menggantikannya dengan jenis
surat berharga yang lain, atau perusahaan dapat memutuskan untuk melunaskan hutang
tersebut. Jika keputusannya adalah membayar hutang tersebut, maka ini biasanya perlu
penahanan laba.
d. Pembatasan dalam Perjanjian Hutang
Perjanjian hutang, khususnya apabila merupakan hutang jangka panjang seringkali
membatasi kemampuan perusahaan untuk membayar deviden tunai.
e. Tingkat Ekspansi Aktiva
Semakin cepat sebuah perusahaan berkembang, semakin besar kebutuhannya untuk
membiayai ekspansi aktivanya.
f. Tingkat Laba
Tingkat hasil pengembalian yang diharapkan akan menentukan pilihan relatif untuk
membayar laba tersebut dalam bentuk deviden kepada pemegang sahamaa atau
menggunakannya diperusahaan tersebut.
g. Stabilitas Laba
Suatu perusahaan yang mempunyai laba stabil seringkali dapat memperkirakan berapa
besar laba dimasa yang akan datang. Perusahaan seperti ini biasanya cenderung
membayarkan laba dengan persentase yang lebih tinggi daripada perusahaan yang
labanya berfluktuasi.
h. Akses ke Pasar Modal
Kemampuan perusahaan untuk menaikkan modalnya atau dana pinjaman dari pasar
modal akan terbatas dan perusahaan seperti ini harus menahan lebih banyak laba untuk
membiayai operasinya. Jadi perusahaan yang sudah mapan cenderung untuk memberi
tingkat pembayaran deviden yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil atau baru.
i.
Kendali Perusahaan
Kebijakan ini didukung oleh pendapat bahwa menghimpun dana melalui penjualan
tambahan
saham
biasa
akan
mengurangi
kekuasaan
kelompok
dominan
dalam
perusahaan itu. Pentingnya pembiayaan internal dalam usaha untuk mempertahankan
kendali perusahaan, akan memperkecil pembayaran deviden.
j.
Posisi Pemegang saham sebagai Pembayaran Pajak
Posisi pemilik perusahaan sebagai pembayar pajak sangat mempengaruhi keinginannya
untuk memperoleh deviden. Akan tetapi, pemegang yang dimiliki oleh orang banyak akan
memilih pembayaran deviden yang tinggi.
k. Pajak Atas Laba yang Diakumulasikan secara salah
Untuk mencegah pemegang saham hanya menggunakan perusahaan sebagai suatu
perusahaan penyimpanan uang yang dapat digunakan untuk menghindari tarif penghasilan
pribadi yang tinggi, peraturan perpajakan perusahaan menentukan suatu pajak tambahan
khusus terhadap penghasilan yang diakumulasikan secara tidak benar.
2.2 Penelitian Terdahulu
Sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang laba bersih dan arus kas terhadap
kebijakan dividen. Agung Dwi Cahyo (2014) meneliti tentang pengaruh laba bersih, arus
kas operasi dan peluang investasi terhadap kebijakan dividen dengan objek penelitian
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan rentang
tahun 2009-2011, menurutnya laba bersih, arus kas operasi dan peluang investasi tidak
berpengaruh signifikan terhadap keputusan kebijakan dividen di perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 - 2011.
Dafid Irawan Nurdhiana (2013) meneliti tentang pengaruh laba bersih dan arus kas
operasi terhadap kebijakan dividen di perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
pada tahun 2009 - 2010, hasilnya adalah variabel laba bersih secara parsial berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen, begitupun dengan variabel arus kas
operasi secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen.
Sementara itu pengujian secara simultan (bersamaan) juga berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kebijakan dividen di perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesa pada tahun 2009-2010.
Menurut Indah Agustina Manurung (2009) dengan judul penelitian
Pe garuh Laba
Bersih dan Arus Kas Operasi terhadap Kebijakan Dividen di Perusahaan manufaktur yang
Go Pu li . Berdasarkan penelitiannya berkesimpulan bahwa laba bersih secara parsial
tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen di perusahaan manufaktur yang
go public sedangkan variabel arus kas operasi secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap kebijakan dividen di perusahaan manufaktur yang go public, dan pengujian juga
dilakukan secara bersama-sama (simultan) dengan hasil laba bersih dan arus kas operasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen di perusahaan manufaktur
yang go public di Bursa Efek Indonesia.
Menurut Rosdini (2007), meneliti tentang pengaruh free cash flow terhadap dividend
payout ratio. Objek penelitian difokuskan pada seluruh perusahaan yang listing di Bursa
Efek Indonesia pada periode 2000 - 2002. Hasil penelitian menunjukkan bahwa free cash
flow berpengaruh secara signifikan terhadap dividen payout ratio, dan dapat di tarik
kesimpulan bahwa free cash flow dapat dijadikan salah satu indikator dalam penetapan
kebijakan dividen dalam suatu perusahaan. Perbedaannya terdapat pada variabel
independen yaitu penelitian sekarang menggunakan laba bersih dan arus kas operasi,
serta periode yang digunakan yaitu pada tahun 2009 – 2013.
Menurut Hery (2009), meneliti hubungan laba bersih dan arus kas operasi dengan
kebijakan dividen. Sampel yang digunakan yaitu 25 perusahaan top di dunia yang
didownload
melalui
database
https://osiris.bvdep.com/ip.
Hasil
OSIRIS
penelitian
(Publicity
ini
Listed
menunjukkan
Companies),
bahwa
laba
yaitu
bersih
berhubungan cukup kuat dan positif dengan kebijakan dividen. Begitu pula arus kas
operasi yang berhubungan kuat dan positif dengan kebijakan deviden. Terakhir arus kas
operasi lebih mempengaruhi kebijakan dividen secara signifikan dibandingkan nilai laba
bersih. Perbedaannya terdapat pada sampel perusahaan dimana penelitian sekarang
menggunakan laporan keuangan 44 perusahaan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan
jenis perusahaan manufaktur industry basic and chemical periode 2009 - 2013.
Menurut Surya (2010), meneliti tentang pengaruh laba, arus kas operasi dan arus kas
bebas
terhadap
kebijakan
dividen.
Sampel
penelitiannya
adalah
209
perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode 2001 - 2005. Hasil
penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif signifkan antara laba bersih
dan kebijakan dividen begitu pula dengan arus kas operasi sedangkan untuk arus kas
bebas tidak terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen dan secara
simultan terdapat hubungan yang positif antara laba bersih dan arus kas bebas terhadap
kebijakan dividen pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2001 2005. Perbedaannya terletak pada periode yang digunakan yaitu penelitian ini mengambil
periode 2009 - 2013 dengan kriteria sampel yang berbeda.
Menurut Nursamsi (2014), meneliti pengaruh laba bersih dan arus kas operasi dengan
kebijakan dividen. Sampel yang digunakan yaitu 15 perusahaan manufaktur consumer
goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
parsial terdapat pengaruh positif signifikan antara laba bersih terhadap kebijakan dividen.
Begitu pula untuk arus kas operasi dimana hasilnya terdapat pengaruh yang positif
signifikan terhadap kebijakan dividen. Selanjutnya secara simultan, laba bersih dan arus
kas operasi berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan dividen sebesar 88,6% ini
artinya bahwa pembagian kebijakan dividen dipengaruhi sebesar 88,6% oleh laba bersih
dan arus 45 kas operasi, sedangkan sisanya 11,4% dipengaruhi faktor lain. Perbedaannya
terdapat pada penelitian sekarang menggunakan jenis perusahaan manufaktur industry
basic and chemical serta pada periode 2009 - 2013.
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu
PENELITIAN SEKARANG
NO
PENELITI
JUDUL PENELITIAN
PERSAMAAN
1
PERBEDAAN
Agung Dwi
Pengaruh laba bersih, arus
Variabel
*Tahun laporan
Cahyo, 2014
kas operasi dan peluang
independen: Laba
*Jenis perusahaan
investasi terhadap kebijakan
bersih dan arus
dividen pada perusahaan
kas operasi
manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia BEI
dengan rentang tahun 20092011
2
Dafid Irawan Pengaruh laba bersih dan
Variapen
Variabel
Nurdhiana
arus kas operasi terhadap
dependen:
independen
(2013)
kebijakan dividen di
kebijakan deviden
perusahaan yang terdaftar di
BEI pada tahun 2009 – 2010
3
Indah
Pengaruh Laba Bersih dan
*Variabel
Periode tahun
Agustina
Arus Kas Operasi terhadap
independen: laba
laporan yang di
Manurung
Kebijakan Dividen di
bersih dan arus
teliti
(2009)
Perusahaan manufaktur yang
kas operasi
Go Public
*Variabel
dependen:
kebijakan deviden
4
Rosdini
Pengaruh free cash flow
*Variabel
(2007)
terhadap dividend payout
independen: laba
ratio pada seluruh
bersih dan arus
perusahaan yang listing di
kas operasi
Bursa Efek Indonesia pada
*Vaiabel
periode 2000 - 2002
dependen:
Tahun Laporan
deviden payout
rasio
5
Hery (2009)
Hubungan laba bersih dan
*Variabel
*Laporan
arus kas operasi dengan
independen: laba
keuangan
kebijakan dividen pada 25
bersih dan arus
*Jenis perusahaan
perusahaan top di dunia
kas operasi
yang didownload melalui
*Vaiabel
database OSIRIS
dependen:
kebijakan deviden
6
7
Surya (2010) Pengaruh laba, arus kas
*independen: laba
*Periode
operasi dan arus kas bebas
bersih, arus kas
penelitian
terhadap kebijakan deviden
operasi, arus kas
*Kriteria
pada perusahaan manufaktur
bebas
penelitian
yang terdaftar di BEI periode
*dependen:
2001 – 2005.
Kebijakan deviden
Nursamsi
Pengaruh laba bersih dan
*Variabel
*Jenis perusahaan
(2012)
arus kas operasi dengan
independen: laba
*Periode
kebijakan dividen perusahaan
bersih, arus kas
penelitian
manufaktur consumer goods
operasi
yang terdaftar di BEI
*Variabel
dependen:
Kebijakan deviden
2.3 Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan diatas,
hubungan antara laba bersih dan arus kas operasi terhadap kebijakan dividen, dapat
digambarkan dalam kerangka sebagai berikut:
Gambar 1.1
BURSA EFEK INDONESIA
MANUFAKTUR
LAPORANG KEUANGAN
LAPORAN ARUS KAS
LABA
BERSIH
ARUS KAS
ARUS KAS
ARUS KAS
OPERASI
PENDANAAN
INVESTASI
KEBIJAKAN
DEVIDEN
Besar kecilnya dividen yang akan dibagikan oleh perusahaan, tergantung kebijakan
dividen yang ditempuh oleh perusahaan itu sendiri. Secara teoritis semakin besar laba
bersih suatu perusahaan yang didapat maka akan semakin besar pula proporsi dividen
yang akan dibagikan perusahaan kepada setiap pemegang saham, dan sebaliknya semakin
kecil laba bersih dividen sautu perusahaan maka proporsi dividen yang akan dibagikan
juga akan semakin sedikit.
Laba bersih perusahaan biasanya dianggap determinan utama dari dividen, tetapi
dalam kenyataannya dividen lebih bergantung pada arus kas yang mencerminkan
kemampuan untuk membayar dividen (Eugene dan Joel, 2001:85).
Jumlah arus kas yang berasal dari aktvitas operasi perusahaan merupakan indikator
yang menentukan apakah kegiatan operasi perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang
cukup untuk membayar dividen yang telah ditetapkan oleh kebijakan dividen. Semakin
besar arus kas operasi maka akan semakin besar dividen payout ratio yang ditetapkan,
karena perusahaan memiliki kas untuk membayar dividend dan semakin kecil arus kas
yang dihasilkan dari aktivitas operasi maka akan semakin kecil dividen payout ratio yang
ditetapkan manajemen karena ketidakmampuan perusahaan untuk menyediakan uang kas
untuk membayar dividen. Arus kas operasi berpengaruh positif terhadap kebijakan
dividen (dividen payout ratio).
2.4 Hipotesis
Dalam penelitian ini akan diukur seberapa besar pengaruh laba bersih dan arus kas
operasi terhadap kebijakan dividen. Berdasarkan asumsi tersebut maka dapat diajukan
hipotesis sebagai berikut :
a. Secara Parsial
Ho1 : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara laba bersih dengan kebijakan dividen.
Ha1 : Terdapat pengaruh signifikan antara laba bersih dengan kebijakan dividen
Ho2 : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara arus kas operasi dengan kebijakan
dividen.
Ha2 : Terdapat pengaruh signifikan antara arus kas operasi dengan kebijakan dividen.
b. Secara Simultan
Ho3 : Tidak terdapat pengaruh signifikan antara laba bersih dan arus kas operasi dengan
kebijakan dividen.
Ha3 : Terdapat pengaruh signifikan antara laba bersih dan arus kas operasi dengan
kebijakan dividen.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh laba bersih dan arus kas operasi
terhadap kebijakan dividen perusahaan industri manufaktur dengan rancangan penelitian
yang dilhat dari aspek metode pengumpulan data, aspek kemampuan memanipulasi
variabel, dan aspek tujuan penelitian (Sugihen, 2003:130).
a. Dilihat dari aspek metode pengumpulan datanya, rancangan penelitian ini adalah
penelitianpengamatan (observasional), sebab sifat data berupa bahan yang hanya
dapat diobservasi dan tanpa berusaha mendapatkan tanggapan dari pihak lain,
sebab data penelitian ini berisi peristiwa yang sudah terjadi pada waktu yang lalu,
b. Dilihat dari aspek kemampuan memanipulasi variabel, rancangan penelitian ini
adalah penelitian ex post facto , sebab data penelitian berasal dari perusahaan
industri manufaktur apa adanyatanpa manipulasi,
c.
Dilihat dari aspek tujuan penelitian, rancangan penelitian ini adalah studi kausal,
sebab tujuan penelitian berusaha menjelaskan hubungan sebab akibat dalam
bentuk pengaruh antara variabel melalui pengujian hipotesis. Kaidah utama
hubungan kausal adalah hubungan sebab-akibat, yaitu: A menghasilkan B, atau A
menyebabkan B. Proses kejadiannya, A terjadi sebelum B terjadi ( time sequence
), atau A terjadi kemudian selang waktu tertentu B kemudian terjadi (lack
periode).
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/subjek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian di tarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006:55). Masalah dalam regresi berganda
cross-sectional diatasi dengan membatasi populasi penelitian pada industri tertentu.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di
bursa efek Indonesia yang berjumlah 151 perusahaan.
Dalam hal ini peneliti memilih perusahaan publik yang bergerak diindustri manufaktur
dengan pertimbangan banyaknya sampel yang dapat diperoleh dan keandalan arus kas
yang disajikan. Industri lain, misalnya perbankan, mempunyai ketidakpastian kas yang
lebih tinggi daripada industri manufaktur karena dalam industri ini kas merupakan produk
suatu entitas. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono,2006:55). Sampel yang digunakan dengan menggunakan
metode purposive sampling , dengan kriteria sebagai berikut:
a. Perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia adalah perusahaan keuangan dan
non keuangan dari tahun 2009 sampai tahun 2011.
b. Perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangan dan Kebijakan dividen selama
periode pengamatan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011.
c.
Perusahaan
yang
memenuhi
pengukur variabel penelitian.
rasio-rasio
keuangan
yang
digunakan
sebagai
3.3 Jenis Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data kuantitatif, yaitu data yang diukur
dalam suatu skala numerik (Mudrajat Kuncoro, 2003:114) dan merupakan data sekunder,
yaitu data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian (Syamsul
Hadi, 2006:41).
Data yang digunakan berupa:
a. Informasi mengenai laba bersih perusahaan,
b. Informasi mengenai arus kas dari aktivitas operasi perusahaan
c. Informasi mengenai kebijakan dividen (dividen payout ratio )
Data yang diperoleh adalah kombinasi antara data time series dan data cross-section
. Data time-series adalah data yang secara kronologis disusun menurut waktu pada suatu
variabel tertentu dan data cross-section yaitu data yang dikumpulkan pada suatu titik
tertentu (Mudrajat Kuncoro, 2003:115) yang disebut dengan pooling data atau combined
model .
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data eksternal. Data eksternal adalah data yang dicari
secara manual dengan cara mendapatkannya dari luar perusahaan. Pada penelitian ini,
pengumpulan data dilakukan dengan dua tahap, tahap pertama dilakukan melalui studi
pustaka, yakni jurnal akuntansi dan buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang
diteliti. Pada tahap kedua, pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari media
internet dengan mendownload melaui situs www.bei.co.id untuk memperoleh data
mengenai laporan keuangan yang telah dipublikasikan.
3.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional memberikan pengertian terhadap konstruk atau memberikan
variabel dengan menspesifikasikan kegiatan atau tindakan yang diperlukan peneliti untuk
mengukur.
a.
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2006:3). Dalam
penelitian ini variabel independen terdiri dari:
X1
Laba bersih dihitung dari kelebihan pendapatan atas beban termasuk gains dan
losses. Laba bersih diukur dengan satuan Rupiah per lembar saham,
X2
Arus kas operasi adalah selisih bersih antara penerimaan dan pengeluaran kas dan
setara kas yang berasal dari aktivitas operasi selama 1 tahun buku, sebagaimana
tercantum dalam laporan arus kas (Pradhono, 2004). Arus kas operasi diukur
dengan satuan Rupiah per lembar saham.
b.
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat
adanya variabel bebas (Sugiyono, 2006:3). Variabel dependen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kebijakan deviden yaitu kebijakan berapa laba yang
akan diterima oleh perusahaan dalam periode tersebut.
DPR = Dividen : Laba yang tersedia bagi para pemegang saham
Semua variabel dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala rasio.
Pengukuran dua variabel bebas (arus kas operasi dan laba bersih) dalam satuan Rupiah
per lembar saham, dimaksudkan agar memenuhi kesetaraan pengukuran dengan variabel
terikat kebijaka deviden.
3.6 Metode Analisis Data
Sebelum data dianalisis, maka untuk keperluan analisis data tersebut terlebuh dahulu
dilakukan uji asumsi klasik.
3.6.1 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik yang dilakukan adalah uji normalitas data, uji multikolinearitas, uji
heterokedasitas dan uji autokorelasi.
3.6.2 Uji Normalitas Data
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Kalau nilai residual tidak mengikuti
distribusi normal, uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali,
2005:110).
Untuk
mendeteksinya
yaitu
dengan
melihat
grafik
histogram
yang
membandingkan data observasi dengan distribusi normal.
Menurut Ghozali (2005:110),
ara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi
normal atau tidak ada dua, yaitu analisis grafik dan analisis statistik. Normalitas dapat
dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dan grafik dengan
melihat histogram dari residual ya . Dasar pengambilan keputusannya adalah:
1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal
atau grafik histogramnya menunjukkan pola berdistribusi normal, maka model
regresi memenuhi asumsi normalitas,
2) J