PELESTARIAN BUDAYA SUKU BATAK SIMALUNGUN
PELESTARIAN BUDAYA SUKU BATAK SIMALUNGUN SEBAGAI BAGIAN DARI
IDENTITAS NASIONAL
Oleh Aditya Raybol Saragih
Indonesia adalah negeri yang terkenal dengan keanekaragamannya. Terdapat ratusan
bahkan lebih suku bangsa yang ada di bumi tercinta ini. Suku-suku bangsa yang ada di Indonesia
ini merupakan salah satu contoh identitas nasional dari negeri ini. Untuk menjaga identitas
nasional kita tetap ada, maka kita juga harus ikut serta dalam melestarikannya. Tindakan nyata
dalam pelestariannya adalah dengan melestarikan suku dan budaya kita masing-masing.
Tindakan tersebut harus kita lakukan karena banyak sekali faktor yang membuat goyah budaya
bangsa yang merupakan salah satu identitas nasional kita tersebut karena kita sekarang berada
pada era globalisasi. Contohnya adalah di era globalisasi ini, budaya-budaya barat sangat mudah
masuk ke Indonesia. Budaya ini tumbuh dan berkembang dengan pesat di Indonesia. Kita, selaku
generasi muda dan juga sebagai aktor penggerak yang akan melanjutkan roda perputaran budaya
nenek moyang kita, lebih menyukai akan budaya barat tersebut ketimbang budaya asli, salah
satunya budaya pada Suku Batak Simalungun yang mulai punah akibat era yang berkembang
saat ini, sehingga tokoh-tokoh budaya, orang tua, dan pemerintah diharapkan mampu ikut serta
dalam kelestarian budaya dengan mengajarkan ilmu-ilmu budaya Simalungun kepada generasi
selanjutnya. Ilmu-ilmu tersebut dapat berupa Bahasa Tradisional Simalungun, Alat-alat Musik
Tradisional Batak Simalungun, pakaian adat dan tarian adat, dan juga beberapa pesta-pesta adat
yang ada di suku Batak Simalungun tersebut.
Zaman semakin menunjukkan perputarannya yang terbawa oleh waktu yang selalu
berjalan. Jika kita melihat kebelakang, dimana budaya sangat mendominasi dalam kehidupan
kita sehari-hari. Dalam dunia Batak Simalungun, kita dapat melihat contoh pada seorang sosok
pengrajin pembuatan ukir-ukiran Budaya Tradisional Simalungun yang sudah menggeluti
pekerjaannya sejak tahun 1958, sosok tersebut yaitu Bapak L.Saragih. Beliau menyatakan bahwa
selama dia bekerja dan sampai saat ini belum ada generasi penerus yang ingin melanjutkan
tindakan pelestarikan budaya tradisional tersebut. Adapun ukiran-ukiran cinderamata tradisional
Simalungun tersebut adalah seperti, Tungkot (tongkat ukiran), Duda-Duda (alat penumbuk sirih
terbuat dari besi kuningan), Lopak (tempat menyimpan kapur sirih terbuat dari besi kuningan).
Selain itu, juga aktif membuat Gotong (topi khas Budaya Simalungun), Simbola Pagar (rantai
gotong terbuat dari besi kuningan), Pisau Marsombah (pisau terbuat dari besi kuningan dengan
ukiran khas Simalungun), dan Ponding (kepala ikat pinggang yang terbuat dari kuningan).
Cindramata tersebut merupakan peninggalan nenek moyang yang sekarang sudah sangat jarang
digunakan oleh generasi penerus. Kebanyakan cinderamata tersebut hanya dikenakan atau
digunakan oleh orang tua dan para lanjut usia. Jarang sekali pemuda pemudi Simalungun mau
menggunakan atau mengenakan cinderamata tersebut. Semakin hilangnya hal tersebut membuat
tanda-tanda kepunahan salah satu identitas nasional ini menjadi lebih kelihatan.
Contoh tersebut membuktikan bahwa suku Batak Simalungun mengalami krisis penerus
roda perputaran budaya nenek moyang. Selain itu, pada saat ini ada banyak pemuda dan pemudi
Batak Simalugun tidak begitu fasih dalam berbahasa Simalungun dan ada juga pemuda dan
pemudi yang tidak tau sama sekali Bahasa Simalungun. Padahal, bahasa merupakan hal yang
sangat ideal untuk menunjukkan suatu identitas sebagai bagian dari Suku Batak Simalungun.
Apa yang sebenarnya menyebabkan hal tersebut bias terjadi? Pertanyaan tersebut mungkin
banyak sekali ditanyakan oleh para pengamat Budaya Simalungun. Hal yang seharusnya wajib
diketahui oleh para penerus Suku Batak Simalungun, malah tidak diketahui. Hal tersebut
memang merupakan cambukan bagi Budaya Batak Simalungun. Penelitian-penelitian juga
menunjukkan bahwa kebertahanan bahasa daerah yang terendah di Sumatera Utara adalah Suku
Batak Simalungun. Pemuda pemudi Simalungun yang fasih dalam berbahasa Simalungun adalah
pemuda pemudi yang tinggal di kampung yang penduduk kampung adalah orang Simalungun
semuanya dan budayanya masih sangat kental. Sedangkan pemuda pemudi yang tidak begitu
fasih dalam berbahasa Simalungun dan juga yang tidak tau sama sekali Bahasa Simalungun
adalah pemuda pemudi yang tinggal diperkotaan dan tidak berada di daerah Kabupaten
Simalungun. Dalam hal ini, dapat terlihat sangat jelas bahwa peran orang tua sangat berpengaruh
pada kelangsungan roda perputaran budaya tradisional ini karena lingkungan sekitar tidak
mendukung dalam hal pelestarian Bahasa Daerah Simalungun untuk genrasi penerus.
Masih banyak hal yang berpengaruh dalam hal kelangsungan kebudayaan Simalungun
ini. Contoh lain adalah alat-alat musik tradisional yang sering digunakan dalam acara pesta adat
seperti pernikahan da nada juga dipakai dalam ibadah-ibadah gereja suku yang ada di daerah
Batak Simalungun. Jika diperhatikan, orang-orang yang memainkan alat musik tradisional
tersebut adalah orang-orang tua yang sudah lanjut umurnya. Kemana semua generasi muda yang
seharusnya menjadi generasi penerus budaya tersebut. Padahal, musik-musik adat sangat
diperlukan saat ada pesta-pesta adat seperti acara pernikahan, acara kematian, dan acara-acara
lainnya. Tetapi, jika lebih diperhatikan lagi, banyak juga alat-alat musik pada saat acara pesta
tersebut sudah dikontaminasi oleh alat-alat musik modern, seperti keyboard. Ini juga
menunjukkan bahwa orang-orang tua disana juga mengalami kemunduran dalam budaya dan kita
juga dapat menyimpulkan bahwa orang-orang tua dan para ahli budaya tidak memiliki
ketertarikan
dalam
menurunkan
ilmunya
kepada
generasi
muda
dan
tidak
terlalu
mengkhawatirkan kelanjutan roda perputaran Budaya Simalungu tersebut. Mana mungkin
budaya terus dapat berjalan jika orang-orang terdahulu tidak terlalu tertarik dalam menurunkan
ilmu-ilmunya kepada generasi selanjutnya. Memang disini diperlukan kesepakatan dan keinginan
dari dua pihaknya, agar terjalin suatu kombinasi yang bagus.
Pada adat Simalungun juga terdapat pesta-pesta adat yang sangat kental akan
kebudayaannya. Pesta adat yang sering diadakan biasanya adalah pernikahan dan acara
kematian. Jika dilihat dari antusiasme peserta dalam acara adat tersebut kebanyakan adalah para
orang tua dan anak-anak kecil. Sangat jarang terlihat para pemuda pemudi didalam acara pesta
adat tersebut.Padahal pada acara adat tersebut sangat banyak ilmu kebudayaan yang dapat
diserap. Contohnya adalah musik tradisional, pakaian adat, tarian tradisional, dan juga makananmakanan tradisionalnya. Pada pesta adat juga sangat banyak sekali ahli-ahli adat yang hadir
disana. Para ahli tersebut biasanya menjadi moderator dalam acara adat tersebut. Moderator
tersebut mengarahkan para pihak keluarga sesuai dengan partuturan yang ada, dimana partuturan
disini adalah sebutan kekeluargaan atau kekerabatan dalam adat Simalungun.
Sistem kekerabatan etnik Simalungun berdasar kepada garis keturunan patrilineal.
Kelompok kekerabatan terkecil disebut satangga , yang terdiri dari suami, isteri, dan anak-anak.
Anggota kerabat satu ayah disebut sabapa , satu kakek disebut saompung. Dalam masyarakat
Simalungun dikenal istilah tolu sahundulan lima saodoran ("Kedudukan yang Tiga Barisan yang
Lima"), terdiri dari: tondong (pihak pemberi isteri), sanina (pihak satu marga), dan anak boru
(pihak pengambil isteri). Ditambah dua kelompok lagi yaitu tondong ni tondong (tondong dari
pihak pemberi isteri) dan boru ni boru (boru dari pengambil isteri. Pada setiap upacara adat dan
pelaksanaan horja (pesta), semua unsur kekerabatan tersebut selalu berperan. Mereka akan
tampil dengan mewujudkan sifat tolong-menolongnya. Pihak yang menyumbang uang atau beras
adalah tondong, sedangkan yang menyumbangkan tenaga adalah pihak boru.
Jika kita berbicara fakta, ada banyak pemuda pemudi Suku Simalungun tidak mengetahui
apa itu partuturan. Padahal dalam kekeluargaan Suku Simalungun dan batak-batak lainnya,
partuturan sangat diperlukan. Karena banyak sekali saudara-saudara kita diluar sana yang
memiliki hubungan kekeluargaan. Hubungan kekeluargaan tersebut dapat berupa keluarga yang
memiliki marga yang sama dengan bapak atau pun mamak kita. Jika kita tidak mengetahui
partuturan, bagaimana bias kita menjalin hubugan kekeluargaan yang harmonis dengan yang
lainnya. Bagaimana bias kita mengetahui seseorang itu ternyata memiliki hubungan darah
dengan bapak dan mamak kita jika partuturan tidak diketahui. Oleh karena itu, hal ini sebenarnya
sangat krusial.
Partuturan yang sudah dijelaskan tadi juga perlu memiliki
tahap pengajaran ilmu
kebudayaan simalungun agar dapat dimengerti dengan baik. Ahli adat pada pesta yang selaku
moderator tersebut biasanya memang seorang yang sudah usia lanjut. Tapi tidak ditutup
kemungkinan pemuda pemudi juga ikut masuk dalam mengambil alih posisi tersebut. Sehingga
sangat diperlukan perhatian dari orang tua agar mau mengajak anak-anaknya yang sudah
beranjak remaja atau dewasa untuk ikut mengikuti pesta adat tersebut, karena banyak sekali ilmu
yang dapat diserap tentang adat istiadat Simalungun ini. Selain itu, para ahli adat juga harus
memiliki keinginan dan perhatian untuk para generasi muda Simalungun. Perhatian tersebut
dapat dicontohkan dengan membuat sebuah sanggar kebudayaan bagi kaum muda sebagai media
mentransfer ilmu kepada para pemuda pemudi Suku Simalungun sehingga para pemuda pemudi
dapat belajar dari para ahlinya langsung dan dapat mengerti partuturan yang ada di Suku Batak
Simalungun ini.
Sangat banyak memang yang perlu diperhatikan untuk menjaga kelangsungan adat
istiadat yang berada di Suku Simalungun ini. Tapi, jauh dari itu semua, hal pelestarian ini
memiliki dampak nasionalis bagi Negara kita ini. Salah satunya adalah kelangsungan salah satu
Identitas Nasional Indonesia ini dapat terus berlanjut. Dengan adanya Suku Batak Simalungun
ini, negara-negara tetangga dan juga orang Indonesia sendiri dapat melihat sebuah kekayaan
budaya dari negeri ini. Jika dilihat dari beberapa kasus kebudayaan di Indonesia ini, banyak
sekali contoh yang telah mengharumkan nama bangsa kita ini, contohnya adalah
penyelenggaraan suatu pentas seni dan budaya Indonesia dan juga ada yang mengadakan konser
musik tradisional dari Indonesia. Contoh nyatanya adalah penyelenggaraan konser musik
angklung di negara-negara eropa. Hal tersebut secara tidak langsung sudah memperkenalkan
salah satu kekayaan dari Negara kita ini. Dalam kalangan Suku Batak juga memiliki tindakan
seperti itu. Para pemerhati Budaya Batak juga pernah melakukan hal demikian, seperti
melakukan pentas seni dan budaya batak dan juga konser musik batak. Harapannya adalah acara
seperti ini harus lebih sering diselenggarakan karena dapat berdampak positif bagi negeri ini dan
juga bagi kelangsungan budaya batak itu sendiri.
Tapi dengan berkurangnya minat dari para pemuda pemudi, kegiatan tersebut mungkin
tidak akan ada lagi dimasa yang akan datang. Tradisi tersebut akan bertahan jika para penerusnya
ada. Jadi kemungkinan buruknya memang ada tapi kemungkinan buruk tersebut dapat kita tepis
dengan diadakan suatu pelestarian sehingga budaya tersebut tidak punah dan salah satu Identitas
Nasional tersebut tetap ada dan tetap menjadi salah satu kekayaan negeri ini. Sekarang kembali
kita dapat mempertanyakan bagaimana caranya untuk dapat membuat budaya Simalungun ini
tetap ada untuk masa yang akan datang. Tentu banyak sekali cara yang dapat kita gunakan untuk
mencegah kepunahan budaya tersebut. Kerja sama dan tekad yang kuat menjadi modal penting
disini. Pihak-pihak terpenting juga harus di ikutsertakan dalam kelangsungan budaya
Simalungun ini. Pihak-pihak tersebut dapat berupa pemerintahan, ahli-ahli adat dan juga orang
tua dari pemuda pemudi tersebut. Pihak-pihak ini harus memiliki program kerja yang sama untuk
pelestarian budaya Simalungun ini. Misalnya pemerintah menyediakan suatu anggaran untuk
pembuatan suatu sanggar-sanggar budaya Simalungun dan juga menyusun suatu kurikulum
pengajaran di sekolah-sekolah tentang budaya Simalungun sehingga ilmu-ilmu dapat tersalurkan.
Setelah adanya program dari pemerintah tersebut, pihak lain dapat ikut campur tangan
dalam program tersebut, misalnya para ahli-ahli budaya masuk kedalam bagian dari sanggar
budaya yang telah dibangun oleh pemerintah tersebut. Di sanggar budaya tersebut para ahli-ahli
budaya juga harus memiliki pembagian bidang-bidang ilmu masing-masing sehingga disanggar
budaya tersebut memiliki ilmu-ilmu yang banyak untuk dibagikan kepada para pemuda pemudi
Batak Simalungun. Contoh bidang ilmu-ilmu tersebut dapat berupa ilmu partuturan, ilmu Bahasa
Simalungun, ilmu kesenian berupa tari-tarian dan musik, dan juga dalam bidang ilmu pembuatan
cinderamata adat yang berupa pakaian adat seperti Ulos, juga dapat berupa pembuatan alat-alat
musik Suku Batak Simalungun seperti Gondrang, dan lain sebagainya. Jadi pada sanggar budaya
tersebut banyak sekali ilmu-ilmu yang dapat dipelajari oleh orang lain dan terkhusus untuk
pemuda pemudi Suku Batak Simalungun yang menjadi generasi penerus Suku Simalungun ini.
Setelah adanya media tersebut, muncul lagi pertanyaan apakah para pemuda pemudi mau
datang dan belajar di sanggar tersebut?. Tentu setiap orang memiliki minat tersendiri-sendiri.
Tidak semua orang berminat masuk ke dunia budaya yang cenderung kuno ini, apalagi bagi
kalangan pemuda pemudi yang sudah dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang berada di
era globalisasi ini. Jadi, untuk menumbuhkan minat tersebut di kalangan pemuda pemudi Suku
Simalungun, peran orang tua sangat penting disini karena yang paling dekat dengan pemuda
pemudi itu sendiri sudah jelas adalah orang tuanya. Jika saja orang tua selalu aktif kepada
anaknya dalam menanamkan nilai-nilai pentingnya suatu kebudayaan dalam dirinya kelak,
kemungkinan timbul minat dan kepedulian dalam diri anaknya tersebut tentang pentingnya
kebudayaan Simalungun tersebut. Jadi, dalam memberikan kesadaran dan kepedulian akan
kebudayaan terhadap pemuda pemudi Suku Simalungun, peran orang tua sangat dibutuhkan.
Selain itu, untuk mengatasi hal yang sangat krusial seperti tidak mengetahui Bahasa
Simalungun, orang tua juga memiliki peran yang sangat besar akan hal ini, khususnya untuk
pemuda pemudi yang tidak tinggal di daerah lingkungan Suku Simalungun. Karena kita ketahui
bahwa proses pembelajaran suatu bahasa itu adalah pada saat anak masih dibawah umur. Jika
saja orang tua aktif berbahasa Simalungun dirumah dan saling berkomunikasi dengan Bahasa
Simalungun tersebut, maka otomatis anak akan terlatih menggunakan bahasa tersebut karena
dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang berkomunikasi dengan Bahasa Simalungun tersebut.
Hal ini dapat kita lihat pada anak-anak yang tinggal di kampung yang menggunakan Bahasa
Simalungun sebagai alat komunikasi antara satu dengan yang lainnya. Jadi, untuk anak-anak
yang tidak tinggal di daerah Suku Simalungun, peran orang tua sangat dibutuhkan dalam
melanjutkan kelestarian bahasa daerah Simalungun tersebut.
Selain dalam berbahasa, orang tua juga dapat berperan sebagai pelestarian budaya
terhadap kaum muda yaitu dengan cara mengajak para pemuda untuk ikut serta dalam pestapesta adat yang ada di Suku Simalungun itu. Karena banyak sekali undangan-undangan yang
diberikan kepada orang tua yang berkaitan dengan pesta-pesta adat. Dalam pesta adat tersebut,
para pemuda pemudi Suku Simalungun dapat melihat bagaimana budaya tersebut berjalan.
Contohnya adalah musik dan partuturan yang ada di pesta adat tersebut. Selain itu terdapat juga
masakan-masakan tradisional disana. Jadi, banyak sekali ilmu yang dapat diserap disana. Tapi,
seharusnya bukan pemuda pemudi saja yang aktif mencari ilmu tersebut, tetapi orang-orang yang
ahli budaya pada pesta-pesta adat itu juga harusnya aktif juga dalam menyambut pemuda pemudi
yang hadir dan memberikan beberapa tutorial yang menyangkut kebudayaan di pesta adat
tersebut. Dengan demikian, proses penurunan ilmu dapat berjalan dengan baik dan para pemuda
pemudi juga dapat menyerap ilmu budaya yang ada di pesta adat tersebut dengan cepat.
Dengan adanya suatu kesadaran dan kerjasama yang baik dari pihak pemerintahan, ahliahli budaya, orang tua dan juga para pemuda pemudi Suku Simalungun itu sendiri, salah satu
Identitas Nasional ini dapat terus berlanjut dari generasi ke generasi. Dengan keberlanjutan
tersebut, kemungkinan untuk menunjukkan kepada dunia akan kekayaan budaya dinegeri ini
sangat terbuka lebar. Akan ada lagi para pemuda pemudi generasi selanjutnya yang akan
melakukan pentas seni budaya atau pentas musik tradisional yang diadakan diluar maupun
didalam negeri ini. Kegiatan tersebut juga sebagai salah satu media perkenalan akan Negara ini
melalui salah satu Identitas Nasional Indonesia. Tidak lepas dari masalah di Suku Batak
Simalungun ini, masalah seperti ini juga mungkin ada pada suku-suku bangsa yang ada di
Indonesia ini. Kuncinya adalah sebuah kesadaran dan rasa memiliki pada diri kita sendiri tentang
pentingnya kelestarian budaya-budaya yang ada di Indonesia ini.
Setelah adanya kesadaran akan hal tersebut, kita juga semestinya berusaha menerapkan
hal itu dengan menjaga dan melestarikan kebudayaan Indonesia. Melestarikannya dapat kita
lakukan dengan cara:
1) Memiliki antusias yang tinggi terhadap budaya Indonesia dengan bergabung di salah satu
sanggar khusus kebudayaan Indonesia;
2) Menampilkan seperti apa kebudayaan kita dengan menarikan tarian-tarian tradisional
Indonesia;
3) Memperkenalkan kepada dunia tentang asyik nya mempelajari kebudayaan Indonesia,
salah satunya melalui jejaring sosial, dll;
4) Menunjukkan rasa ketertarikan yang tinggi terhadap kebudayaan Indonesia di depan
negara lain.
Serta masih banyak cara kita untuk melestarikan kebudayaan Indonesia agar negara lain tahu,
bahwa negara Indonesia mempunyai banyak sekali kepulauan, daerah, bahasa serta kebudayaan
yang merupakan Identitas Nasional Indonesia yang layak untuk dilihat dan dinikmati oleh dunia
luar serta memperlihatkan kekayaan-kekayaan yang ada di negeri kita tercinta ini.
DAFTAR PUSTAKA
Takari, Muhammad. (2009). Ulos dan Sejenisnya dalam Budaya Batak di Sumatera Utara:
makna, fungsi, dan teknologi. Universiti Malaya,Malaysia.
Rosmawaty. (2013). Kebertahanan Bahasa Daerah dalam Konteks Kebijakan Bahasa Nasional
Indonesia : Kasus Bahasa Batak. Fakultas bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan.
Ritonga, Sakti. (2012). Orientasi Nilai Budaya dan Potensi Konflik Sosial Batak Toba Muslim
dan Kristen di Sumatera Utara (Studi Kasus Gajah Sakti Kabupaten Asahan)*. IAIN, Sumatera
Utara.
Damanik,Jon Rismantuah, Thoha,Miftah, Suharyanto,H. (2005). Kultur Batak dalam Birokrasi
Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Simalungun. Magister Administrasi Publik,
Universitas Gadjah Mada.
Adimurti,Juanita Theresia. (2005). Inkulturasi Musik Gereja di Batak Toba dan Simalungun.
Program Studi Seni Musik, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Silalahi,
Wesly.
(2015).
Budaya
Simalungun
Punah
Di
Negeri
Sendiri,
(http://weslysilalahi.com/berita/baca/73/budaya-simalungun-punah-di-negeri-sendiri.html,
diakses tanggal 1 Desember 2015).
IDENTITAS NASIONAL
Oleh Aditya Raybol Saragih
Indonesia adalah negeri yang terkenal dengan keanekaragamannya. Terdapat ratusan
bahkan lebih suku bangsa yang ada di bumi tercinta ini. Suku-suku bangsa yang ada di Indonesia
ini merupakan salah satu contoh identitas nasional dari negeri ini. Untuk menjaga identitas
nasional kita tetap ada, maka kita juga harus ikut serta dalam melestarikannya. Tindakan nyata
dalam pelestariannya adalah dengan melestarikan suku dan budaya kita masing-masing.
Tindakan tersebut harus kita lakukan karena banyak sekali faktor yang membuat goyah budaya
bangsa yang merupakan salah satu identitas nasional kita tersebut karena kita sekarang berada
pada era globalisasi. Contohnya adalah di era globalisasi ini, budaya-budaya barat sangat mudah
masuk ke Indonesia. Budaya ini tumbuh dan berkembang dengan pesat di Indonesia. Kita, selaku
generasi muda dan juga sebagai aktor penggerak yang akan melanjutkan roda perputaran budaya
nenek moyang kita, lebih menyukai akan budaya barat tersebut ketimbang budaya asli, salah
satunya budaya pada Suku Batak Simalungun yang mulai punah akibat era yang berkembang
saat ini, sehingga tokoh-tokoh budaya, orang tua, dan pemerintah diharapkan mampu ikut serta
dalam kelestarian budaya dengan mengajarkan ilmu-ilmu budaya Simalungun kepada generasi
selanjutnya. Ilmu-ilmu tersebut dapat berupa Bahasa Tradisional Simalungun, Alat-alat Musik
Tradisional Batak Simalungun, pakaian adat dan tarian adat, dan juga beberapa pesta-pesta adat
yang ada di suku Batak Simalungun tersebut.
Zaman semakin menunjukkan perputarannya yang terbawa oleh waktu yang selalu
berjalan. Jika kita melihat kebelakang, dimana budaya sangat mendominasi dalam kehidupan
kita sehari-hari. Dalam dunia Batak Simalungun, kita dapat melihat contoh pada seorang sosok
pengrajin pembuatan ukir-ukiran Budaya Tradisional Simalungun yang sudah menggeluti
pekerjaannya sejak tahun 1958, sosok tersebut yaitu Bapak L.Saragih. Beliau menyatakan bahwa
selama dia bekerja dan sampai saat ini belum ada generasi penerus yang ingin melanjutkan
tindakan pelestarikan budaya tradisional tersebut. Adapun ukiran-ukiran cinderamata tradisional
Simalungun tersebut adalah seperti, Tungkot (tongkat ukiran), Duda-Duda (alat penumbuk sirih
terbuat dari besi kuningan), Lopak (tempat menyimpan kapur sirih terbuat dari besi kuningan).
Selain itu, juga aktif membuat Gotong (topi khas Budaya Simalungun), Simbola Pagar (rantai
gotong terbuat dari besi kuningan), Pisau Marsombah (pisau terbuat dari besi kuningan dengan
ukiran khas Simalungun), dan Ponding (kepala ikat pinggang yang terbuat dari kuningan).
Cindramata tersebut merupakan peninggalan nenek moyang yang sekarang sudah sangat jarang
digunakan oleh generasi penerus. Kebanyakan cinderamata tersebut hanya dikenakan atau
digunakan oleh orang tua dan para lanjut usia. Jarang sekali pemuda pemudi Simalungun mau
menggunakan atau mengenakan cinderamata tersebut. Semakin hilangnya hal tersebut membuat
tanda-tanda kepunahan salah satu identitas nasional ini menjadi lebih kelihatan.
Contoh tersebut membuktikan bahwa suku Batak Simalungun mengalami krisis penerus
roda perputaran budaya nenek moyang. Selain itu, pada saat ini ada banyak pemuda dan pemudi
Batak Simalugun tidak begitu fasih dalam berbahasa Simalungun dan ada juga pemuda dan
pemudi yang tidak tau sama sekali Bahasa Simalungun. Padahal, bahasa merupakan hal yang
sangat ideal untuk menunjukkan suatu identitas sebagai bagian dari Suku Batak Simalungun.
Apa yang sebenarnya menyebabkan hal tersebut bias terjadi? Pertanyaan tersebut mungkin
banyak sekali ditanyakan oleh para pengamat Budaya Simalungun. Hal yang seharusnya wajib
diketahui oleh para penerus Suku Batak Simalungun, malah tidak diketahui. Hal tersebut
memang merupakan cambukan bagi Budaya Batak Simalungun. Penelitian-penelitian juga
menunjukkan bahwa kebertahanan bahasa daerah yang terendah di Sumatera Utara adalah Suku
Batak Simalungun. Pemuda pemudi Simalungun yang fasih dalam berbahasa Simalungun adalah
pemuda pemudi yang tinggal di kampung yang penduduk kampung adalah orang Simalungun
semuanya dan budayanya masih sangat kental. Sedangkan pemuda pemudi yang tidak begitu
fasih dalam berbahasa Simalungun dan juga yang tidak tau sama sekali Bahasa Simalungun
adalah pemuda pemudi yang tinggal diperkotaan dan tidak berada di daerah Kabupaten
Simalungun. Dalam hal ini, dapat terlihat sangat jelas bahwa peran orang tua sangat berpengaruh
pada kelangsungan roda perputaran budaya tradisional ini karena lingkungan sekitar tidak
mendukung dalam hal pelestarian Bahasa Daerah Simalungun untuk genrasi penerus.
Masih banyak hal yang berpengaruh dalam hal kelangsungan kebudayaan Simalungun
ini. Contoh lain adalah alat-alat musik tradisional yang sering digunakan dalam acara pesta adat
seperti pernikahan da nada juga dipakai dalam ibadah-ibadah gereja suku yang ada di daerah
Batak Simalungun. Jika diperhatikan, orang-orang yang memainkan alat musik tradisional
tersebut adalah orang-orang tua yang sudah lanjut umurnya. Kemana semua generasi muda yang
seharusnya menjadi generasi penerus budaya tersebut. Padahal, musik-musik adat sangat
diperlukan saat ada pesta-pesta adat seperti acara pernikahan, acara kematian, dan acara-acara
lainnya. Tetapi, jika lebih diperhatikan lagi, banyak juga alat-alat musik pada saat acara pesta
tersebut sudah dikontaminasi oleh alat-alat musik modern, seperti keyboard. Ini juga
menunjukkan bahwa orang-orang tua disana juga mengalami kemunduran dalam budaya dan kita
juga dapat menyimpulkan bahwa orang-orang tua dan para ahli budaya tidak memiliki
ketertarikan
dalam
menurunkan
ilmunya
kepada
generasi
muda
dan
tidak
terlalu
mengkhawatirkan kelanjutan roda perputaran Budaya Simalungu tersebut. Mana mungkin
budaya terus dapat berjalan jika orang-orang terdahulu tidak terlalu tertarik dalam menurunkan
ilmu-ilmunya kepada generasi selanjutnya. Memang disini diperlukan kesepakatan dan keinginan
dari dua pihaknya, agar terjalin suatu kombinasi yang bagus.
Pada adat Simalungun juga terdapat pesta-pesta adat yang sangat kental akan
kebudayaannya. Pesta adat yang sering diadakan biasanya adalah pernikahan dan acara
kematian. Jika dilihat dari antusiasme peserta dalam acara adat tersebut kebanyakan adalah para
orang tua dan anak-anak kecil. Sangat jarang terlihat para pemuda pemudi didalam acara pesta
adat tersebut.Padahal pada acara adat tersebut sangat banyak ilmu kebudayaan yang dapat
diserap. Contohnya adalah musik tradisional, pakaian adat, tarian tradisional, dan juga makananmakanan tradisionalnya. Pada pesta adat juga sangat banyak sekali ahli-ahli adat yang hadir
disana. Para ahli tersebut biasanya menjadi moderator dalam acara adat tersebut. Moderator
tersebut mengarahkan para pihak keluarga sesuai dengan partuturan yang ada, dimana partuturan
disini adalah sebutan kekeluargaan atau kekerabatan dalam adat Simalungun.
Sistem kekerabatan etnik Simalungun berdasar kepada garis keturunan patrilineal.
Kelompok kekerabatan terkecil disebut satangga , yang terdiri dari suami, isteri, dan anak-anak.
Anggota kerabat satu ayah disebut sabapa , satu kakek disebut saompung. Dalam masyarakat
Simalungun dikenal istilah tolu sahundulan lima saodoran ("Kedudukan yang Tiga Barisan yang
Lima"), terdiri dari: tondong (pihak pemberi isteri), sanina (pihak satu marga), dan anak boru
(pihak pengambil isteri). Ditambah dua kelompok lagi yaitu tondong ni tondong (tondong dari
pihak pemberi isteri) dan boru ni boru (boru dari pengambil isteri. Pada setiap upacara adat dan
pelaksanaan horja (pesta), semua unsur kekerabatan tersebut selalu berperan. Mereka akan
tampil dengan mewujudkan sifat tolong-menolongnya. Pihak yang menyumbang uang atau beras
adalah tondong, sedangkan yang menyumbangkan tenaga adalah pihak boru.
Jika kita berbicara fakta, ada banyak pemuda pemudi Suku Simalungun tidak mengetahui
apa itu partuturan. Padahal dalam kekeluargaan Suku Simalungun dan batak-batak lainnya,
partuturan sangat diperlukan. Karena banyak sekali saudara-saudara kita diluar sana yang
memiliki hubungan kekeluargaan. Hubungan kekeluargaan tersebut dapat berupa keluarga yang
memiliki marga yang sama dengan bapak atau pun mamak kita. Jika kita tidak mengetahui
partuturan, bagaimana bias kita menjalin hubugan kekeluargaan yang harmonis dengan yang
lainnya. Bagaimana bias kita mengetahui seseorang itu ternyata memiliki hubungan darah
dengan bapak dan mamak kita jika partuturan tidak diketahui. Oleh karena itu, hal ini sebenarnya
sangat krusial.
Partuturan yang sudah dijelaskan tadi juga perlu memiliki
tahap pengajaran ilmu
kebudayaan simalungun agar dapat dimengerti dengan baik. Ahli adat pada pesta yang selaku
moderator tersebut biasanya memang seorang yang sudah usia lanjut. Tapi tidak ditutup
kemungkinan pemuda pemudi juga ikut masuk dalam mengambil alih posisi tersebut. Sehingga
sangat diperlukan perhatian dari orang tua agar mau mengajak anak-anaknya yang sudah
beranjak remaja atau dewasa untuk ikut mengikuti pesta adat tersebut, karena banyak sekali ilmu
yang dapat diserap tentang adat istiadat Simalungun ini. Selain itu, para ahli adat juga harus
memiliki keinginan dan perhatian untuk para generasi muda Simalungun. Perhatian tersebut
dapat dicontohkan dengan membuat sebuah sanggar kebudayaan bagi kaum muda sebagai media
mentransfer ilmu kepada para pemuda pemudi Suku Simalungun sehingga para pemuda pemudi
dapat belajar dari para ahlinya langsung dan dapat mengerti partuturan yang ada di Suku Batak
Simalungun ini.
Sangat banyak memang yang perlu diperhatikan untuk menjaga kelangsungan adat
istiadat yang berada di Suku Simalungun ini. Tapi, jauh dari itu semua, hal pelestarian ini
memiliki dampak nasionalis bagi Negara kita ini. Salah satunya adalah kelangsungan salah satu
Identitas Nasional Indonesia ini dapat terus berlanjut. Dengan adanya Suku Batak Simalungun
ini, negara-negara tetangga dan juga orang Indonesia sendiri dapat melihat sebuah kekayaan
budaya dari negeri ini. Jika dilihat dari beberapa kasus kebudayaan di Indonesia ini, banyak
sekali contoh yang telah mengharumkan nama bangsa kita ini, contohnya adalah
penyelenggaraan suatu pentas seni dan budaya Indonesia dan juga ada yang mengadakan konser
musik tradisional dari Indonesia. Contoh nyatanya adalah penyelenggaraan konser musik
angklung di negara-negara eropa. Hal tersebut secara tidak langsung sudah memperkenalkan
salah satu kekayaan dari Negara kita ini. Dalam kalangan Suku Batak juga memiliki tindakan
seperti itu. Para pemerhati Budaya Batak juga pernah melakukan hal demikian, seperti
melakukan pentas seni dan budaya batak dan juga konser musik batak. Harapannya adalah acara
seperti ini harus lebih sering diselenggarakan karena dapat berdampak positif bagi negeri ini dan
juga bagi kelangsungan budaya batak itu sendiri.
Tapi dengan berkurangnya minat dari para pemuda pemudi, kegiatan tersebut mungkin
tidak akan ada lagi dimasa yang akan datang. Tradisi tersebut akan bertahan jika para penerusnya
ada. Jadi kemungkinan buruknya memang ada tapi kemungkinan buruk tersebut dapat kita tepis
dengan diadakan suatu pelestarian sehingga budaya tersebut tidak punah dan salah satu Identitas
Nasional tersebut tetap ada dan tetap menjadi salah satu kekayaan negeri ini. Sekarang kembali
kita dapat mempertanyakan bagaimana caranya untuk dapat membuat budaya Simalungun ini
tetap ada untuk masa yang akan datang. Tentu banyak sekali cara yang dapat kita gunakan untuk
mencegah kepunahan budaya tersebut. Kerja sama dan tekad yang kuat menjadi modal penting
disini. Pihak-pihak terpenting juga harus di ikutsertakan dalam kelangsungan budaya
Simalungun ini. Pihak-pihak tersebut dapat berupa pemerintahan, ahli-ahli adat dan juga orang
tua dari pemuda pemudi tersebut. Pihak-pihak ini harus memiliki program kerja yang sama untuk
pelestarian budaya Simalungun ini. Misalnya pemerintah menyediakan suatu anggaran untuk
pembuatan suatu sanggar-sanggar budaya Simalungun dan juga menyusun suatu kurikulum
pengajaran di sekolah-sekolah tentang budaya Simalungun sehingga ilmu-ilmu dapat tersalurkan.
Setelah adanya program dari pemerintah tersebut, pihak lain dapat ikut campur tangan
dalam program tersebut, misalnya para ahli-ahli budaya masuk kedalam bagian dari sanggar
budaya yang telah dibangun oleh pemerintah tersebut. Di sanggar budaya tersebut para ahli-ahli
budaya juga harus memiliki pembagian bidang-bidang ilmu masing-masing sehingga disanggar
budaya tersebut memiliki ilmu-ilmu yang banyak untuk dibagikan kepada para pemuda pemudi
Batak Simalungun. Contoh bidang ilmu-ilmu tersebut dapat berupa ilmu partuturan, ilmu Bahasa
Simalungun, ilmu kesenian berupa tari-tarian dan musik, dan juga dalam bidang ilmu pembuatan
cinderamata adat yang berupa pakaian adat seperti Ulos, juga dapat berupa pembuatan alat-alat
musik Suku Batak Simalungun seperti Gondrang, dan lain sebagainya. Jadi pada sanggar budaya
tersebut banyak sekali ilmu-ilmu yang dapat dipelajari oleh orang lain dan terkhusus untuk
pemuda pemudi Suku Batak Simalungun yang menjadi generasi penerus Suku Simalungun ini.
Setelah adanya media tersebut, muncul lagi pertanyaan apakah para pemuda pemudi mau
datang dan belajar di sanggar tersebut?. Tentu setiap orang memiliki minat tersendiri-sendiri.
Tidak semua orang berminat masuk ke dunia budaya yang cenderung kuno ini, apalagi bagi
kalangan pemuda pemudi yang sudah dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang berada di
era globalisasi ini. Jadi, untuk menumbuhkan minat tersebut di kalangan pemuda pemudi Suku
Simalungun, peran orang tua sangat penting disini karena yang paling dekat dengan pemuda
pemudi itu sendiri sudah jelas adalah orang tuanya. Jika saja orang tua selalu aktif kepada
anaknya dalam menanamkan nilai-nilai pentingnya suatu kebudayaan dalam dirinya kelak,
kemungkinan timbul minat dan kepedulian dalam diri anaknya tersebut tentang pentingnya
kebudayaan Simalungun tersebut. Jadi, dalam memberikan kesadaran dan kepedulian akan
kebudayaan terhadap pemuda pemudi Suku Simalungun, peran orang tua sangat dibutuhkan.
Selain itu, untuk mengatasi hal yang sangat krusial seperti tidak mengetahui Bahasa
Simalungun, orang tua juga memiliki peran yang sangat besar akan hal ini, khususnya untuk
pemuda pemudi yang tidak tinggal di daerah lingkungan Suku Simalungun. Karena kita ketahui
bahwa proses pembelajaran suatu bahasa itu adalah pada saat anak masih dibawah umur. Jika
saja orang tua aktif berbahasa Simalungun dirumah dan saling berkomunikasi dengan Bahasa
Simalungun tersebut, maka otomatis anak akan terlatih menggunakan bahasa tersebut karena
dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang berkomunikasi dengan Bahasa Simalungun tersebut.
Hal ini dapat kita lihat pada anak-anak yang tinggal di kampung yang menggunakan Bahasa
Simalungun sebagai alat komunikasi antara satu dengan yang lainnya. Jadi, untuk anak-anak
yang tidak tinggal di daerah Suku Simalungun, peran orang tua sangat dibutuhkan dalam
melanjutkan kelestarian bahasa daerah Simalungun tersebut.
Selain dalam berbahasa, orang tua juga dapat berperan sebagai pelestarian budaya
terhadap kaum muda yaitu dengan cara mengajak para pemuda untuk ikut serta dalam pestapesta adat yang ada di Suku Simalungun itu. Karena banyak sekali undangan-undangan yang
diberikan kepada orang tua yang berkaitan dengan pesta-pesta adat. Dalam pesta adat tersebut,
para pemuda pemudi Suku Simalungun dapat melihat bagaimana budaya tersebut berjalan.
Contohnya adalah musik dan partuturan yang ada di pesta adat tersebut. Selain itu terdapat juga
masakan-masakan tradisional disana. Jadi, banyak sekali ilmu yang dapat diserap disana. Tapi,
seharusnya bukan pemuda pemudi saja yang aktif mencari ilmu tersebut, tetapi orang-orang yang
ahli budaya pada pesta-pesta adat itu juga harusnya aktif juga dalam menyambut pemuda pemudi
yang hadir dan memberikan beberapa tutorial yang menyangkut kebudayaan di pesta adat
tersebut. Dengan demikian, proses penurunan ilmu dapat berjalan dengan baik dan para pemuda
pemudi juga dapat menyerap ilmu budaya yang ada di pesta adat tersebut dengan cepat.
Dengan adanya suatu kesadaran dan kerjasama yang baik dari pihak pemerintahan, ahliahli budaya, orang tua dan juga para pemuda pemudi Suku Simalungun itu sendiri, salah satu
Identitas Nasional ini dapat terus berlanjut dari generasi ke generasi. Dengan keberlanjutan
tersebut, kemungkinan untuk menunjukkan kepada dunia akan kekayaan budaya dinegeri ini
sangat terbuka lebar. Akan ada lagi para pemuda pemudi generasi selanjutnya yang akan
melakukan pentas seni budaya atau pentas musik tradisional yang diadakan diluar maupun
didalam negeri ini. Kegiatan tersebut juga sebagai salah satu media perkenalan akan Negara ini
melalui salah satu Identitas Nasional Indonesia. Tidak lepas dari masalah di Suku Batak
Simalungun ini, masalah seperti ini juga mungkin ada pada suku-suku bangsa yang ada di
Indonesia ini. Kuncinya adalah sebuah kesadaran dan rasa memiliki pada diri kita sendiri tentang
pentingnya kelestarian budaya-budaya yang ada di Indonesia ini.
Setelah adanya kesadaran akan hal tersebut, kita juga semestinya berusaha menerapkan
hal itu dengan menjaga dan melestarikan kebudayaan Indonesia. Melestarikannya dapat kita
lakukan dengan cara:
1) Memiliki antusias yang tinggi terhadap budaya Indonesia dengan bergabung di salah satu
sanggar khusus kebudayaan Indonesia;
2) Menampilkan seperti apa kebudayaan kita dengan menarikan tarian-tarian tradisional
Indonesia;
3) Memperkenalkan kepada dunia tentang asyik nya mempelajari kebudayaan Indonesia,
salah satunya melalui jejaring sosial, dll;
4) Menunjukkan rasa ketertarikan yang tinggi terhadap kebudayaan Indonesia di depan
negara lain.
Serta masih banyak cara kita untuk melestarikan kebudayaan Indonesia agar negara lain tahu,
bahwa negara Indonesia mempunyai banyak sekali kepulauan, daerah, bahasa serta kebudayaan
yang merupakan Identitas Nasional Indonesia yang layak untuk dilihat dan dinikmati oleh dunia
luar serta memperlihatkan kekayaan-kekayaan yang ada di negeri kita tercinta ini.
DAFTAR PUSTAKA
Takari, Muhammad. (2009). Ulos dan Sejenisnya dalam Budaya Batak di Sumatera Utara:
makna, fungsi, dan teknologi. Universiti Malaya,Malaysia.
Rosmawaty. (2013). Kebertahanan Bahasa Daerah dalam Konteks Kebijakan Bahasa Nasional
Indonesia : Kasus Bahasa Batak. Fakultas bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan.
Ritonga, Sakti. (2012). Orientasi Nilai Budaya dan Potensi Konflik Sosial Batak Toba Muslim
dan Kristen di Sumatera Utara (Studi Kasus Gajah Sakti Kabupaten Asahan)*. IAIN, Sumatera
Utara.
Damanik,Jon Rismantuah, Thoha,Miftah, Suharyanto,H. (2005). Kultur Batak dalam Birokrasi
Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Simalungun. Magister Administrasi Publik,
Universitas Gadjah Mada.
Adimurti,Juanita Theresia. (2005). Inkulturasi Musik Gereja di Batak Toba dan Simalungun.
Program Studi Seni Musik, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Silalahi,
Wesly.
(2015).
Budaya
Simalungun
Punah
Di
Negeri
Sendiri,
(http://weslysilalahi.com/berita/baca/73/budaya-simalungun-punah-di-negeri-sendiri.html,
diakses tanggal 1 Desember 2015).