ABSTRAK PENGARUH MOTIVASI DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA AKUNTAN PENDIDIK (DOSEN AKUNTANSI)

(1)

Bab I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jumlah pendapatan yang dapat diperoleh suatu organisasi menjadi sangat penting karena mempengaruhi kelangsungan hidup organisasi tersebut, begitu juga jumlah pendapatan menjadi penting bagi perguruan tinggi swasta di

Bandarlampung selain mempengaruhi kelangsungan hidup perguruan tinggi juga mempengaruhi kelancaran pelaksanaan perencanaan program perguruan tinggi yang memerlukan pendanaan tidak sedikit. Pendapatan dari perguruan tinggi swasta sangat tergatung dari jumlah mahasiswanya, semakin banyak mahasiswa yang diperoleh maka semakin besar juga jumlah pendapatan yang dapat

dikumpulkan.

Dengan jumlah pendapatan ideal sesuai dengan target yang diharapkan maka ketersediaan dana untuk merealisasikan perencanaan program perguruan tinggi swasta dalam rangka meningkatkan kualitas perguruan tinggi menjadi sangat baik. Selanjutnya diharapkan output yang dihasilkan dari kelulusan perguruan tinggi swasta dapat menciptakan sumber daya manusia berkualitas. Hasil kelulusan perguruan tinggi swasta yang berkualitas dapat mengambil peran yang penting dalam pembangunan nasional, tidak terkecuali dibidang akuntansi.

Mengingat pentingnya pendapatan bagi perguruan tinggi swasta maka upaya untuk meningkatkan jumlah mahasiswa dengan berbagai strategi masing-masing perguruan tinggi swasta terus diupayakan terus menerus. Pengelolaan perguruan tinggi swasta yang berkualitas tidak terlepas dari jumlah dan kualitas


(2)

2 dosen sebagai pengajarnya. Dosen akuntansi (akuntan pendidik) bagian yang sangat penting bagi perguruan tinggi swasta yang membuka program akuntansi dalam menjaga dan meningkatkan jumlah mahasiswa akuntansi, artinya jumlah pendapatan perguruan tinggi swasta secara keseluruhan juga dipengaruhi oleh jumlah pendapatan dari mahasiswa akuntansi. Dengan demikian upaya perguruan tinggi swasta dalam meningkatkan kinerja dosen akuntansi harus dilakukan secara terus menerus apalagi dosen mempunyai peran yang sangat penting dalam

melahirkan dan mencetak sumber daya manusia berkualitas.

Perguruan tinggi merupakan bagian dari komponen terpenting dalam menghasilkan sumber daya manusia berkualitas. Secara nasional bangsa Indonesia masih banyak mengalami masalah terhadap sumber daya manusia yang

berkulitas, sampai-sampai pernyataan yang sangat mengejutkan datang dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN dan RB) Azwar Abubakar seperti yang diberitakan Tribun Lampung 2 Maret 2012 menyatakan bahwa dari 4,7 juta Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia sangat sedikit yang memiliki kompetensi yang sesuai standar yaitu hanya sekitar 5%, artinya PNS yang berkemampuan baik sesuai dengan bidangnya masih sangat minim dan sangat memprihatinkan.

Pengelolaan perguruan tinggi sebagai pencetak sumber daya manusia berkualias tidak lepas dari kualitas dosen yang profesional . Pekerjaan selaku dosen yang dilakukan secara profesional menjadi efisien dan efektif, hal ini sangat dibutuhkan bagi perguruan tinggi swasta selain berkaitan dengan output yang dihasilkan yaitu sumber daya manusia berkualitas khususnya jurusan


(3)

3 akuntansi juga menghadapi persaingan diantara perguruan tinggi swasta utamanya yang membuka program dan jurusan akuntansi.

Dosen yang profesional diharapkan memiliki kinerja yang tinggi yang dapat memuaskan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders), yaitu mahasiswa, orang tua, dan masyarakat dalam arti luas. Siegel, ‘et.al” (1997) dalam Widyastuti (2003) mengatakan proses sosialisasi profesionalisme mempunyai efek yang penting dalam motivasi kerja, saat ini para akademisi akuntan telah memfokuskan pada sifat konflik, ketidakpuasan kerja, dan turnover

akuntan.

Schwitzer (1990), Suddem (1993), Hanno dan Tunner (1996) dalam Widyastuti (2003) hasil penelitiannya menyoroti akuntan pengajar mutlak diperlukan atas penguasaan dan pelaksanaan tiga hal; knowledge, skill, dan

character, dengan demikian dosen akuntansi menjadi profesional. Selanjutnya dikatakan dosen yang tidak professional cenderung akan menghasilkan akuntan yang tidak professional. Oleh karena itu dosen akuntansi menjadi unik karena selain bertugas mengajar disisi lain sebagai pencetak calon profesional. Keunikan pada dosen akuntansi ini juga yang sangat mungkin menimbulkan perbedaan-perbedaan atas motivasi dalam profesinya. Hasil penelitian Street dan Ashton (1991) dalam Widyastuti (2003) tentang tingkat profesionalisme dosen akuntansi menitik beratkan pada motivasi yang disebabkan lingkungan kerjanya dalam pembentukan profesionalisme pendidik bidang akuntansi.

Kepuasan kerja bagi seorang karyawan dalam hal ini dosen akuntansi (akuntan pendidik) menjadi sangat penting bagi organisasi perguruan tinggi swasta, karena menurut Larkin (1990) kepuasan kerja dapat dijadikan untuk


(4)

4 mengukur kinerja, hal lainnya adalah kemampuan, komitmen profesional,

motivasi. Sekalipun penelitian Larkin (1990) ditujukan menurut untuk mengukur kinerja auditor tetapi bisa diambil persamaan bahwa kepuasan kerja bisa dijadikan salah satu unsur untuk mengukur kinerja. Temuan ini diperkuat oleh Lawler dan Porter (1976) dimana kepuasan kerja itu penting karena ada dua alasan yaitu adanya korelasi yang kuat antara kepuasan kerja dengan ketidak hadiran dan

turnover. Begitu pentingnya kepuasan kerja juga digambarkan oleh Wilson (1996) yang mengatakan bahwa pegawai yang puas memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi, memiliki sikap positif terhadap pekerjaan dan organisasi, mau membantu rekan kerja, serta memiliki keinginan yang lebih tinggi untuk

melaporkan perilaku yang tidak etis.

Berpedoman pada teori dan hasil penelitian terdahulu oleh Larkin (1990), Lawler dan Porter (1976), Wilson (1996) bahwa kepuasan kerja menjadi sangat penting dalam menjaga kinerja pegawai maka ada kemungkinan rendahnya kinerja dosen akuntansi (akuntan pendidik) pada perguruan tinggi swasta di Bandarlampung disebabkan oleh ketidakpuasan dosen akuntansi (akuntan

pendidik). Lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel 1 mengenai realisasi karya ilmiah dan tabel 2 mengenai rata-rata kehadiran dosen akuntansi. Pada tabel 1

memperlihatkan masih rendahnya kinerja dosen akuntansi dan pada tabel 2 menunjukkan gejala ketidakpusan dosen akuntansi (akuntan pendidik).


(5)

5 Tabel 1.1. Jumlah Karya Ilmiah (KI) Dosen Akuntansi Bandar Lampung

NO NAMA PERGURUAN TINGGI JUMLAH DOSEN AKT TAR GET REALISASI KI JUMLAH %

1 Universitas Bandar Lampung

(UBL), Bandar Lampung 10 20 8 40,00%

2 Universitas Malahayati, Kota

Bandar Lampung 4 8 3 37,50%

3 Universitas MI TRA, Kota

Bandar Lampung 6 12 5 41,67%

4 STI E Darmajaya, Kota

Bandar Lampung 10 20 10 50,00%

5 STI E Lampung, Kota Bandar

Lampung 8 16 8 50,00%

6 GENTI ARAS, Kota Bandar

Lampung 2 4 1 25,00%

7 STI E SATU NUSA, Kota

Bandar Lampung 3 6 2 33,33%

8 AMI K DCC Bandar Lampung 5 5 1 20,00%

9 AMI K MASTER Lampung 4 4 0 0,00%

Jumlah 52

Rata-rata (%) 33,33%

Sumber : LPPM Perguruan Tinggi

Tabel 1.2. Daftar Kehadiran Dosen Akuntansi Secara Rata-Rata

NO NAMA PERGURUAN TINGGI JUMLAH DOSEN AKT % KEHADIRAN % TERLAMBAT

1 Universitas Bandar Lampung

(UBL), Bandar Lampung 10 80 35

2 Universitas Malahayati, Kota

Bandar Lampung 4 82 30

3 Universitas MI TRA, Kota

Bandar Lampung 6 85 25

4 STI E Darmajaya, Kota

Bandar Lampung 10 87 20

5 STI E Lampung, Kota Bandar

Lampung 8 80 38

6 STI E GENTI ARAS, Kota

Bandar Lampung 2 80 40

7 STI E SATU NUSA, Kota

Bandar Lampung 3 80 40

8 AMI K DCC Bandar Lampung 5 80 30

9 AMI K MASTER Lampung 4 80 30

Jumlah 52

Rata-rata (%) 81,50 32


(6)

6 Pada tabel 1.1. memperlihatkan gejala dimana kinerja dosen akuntansi perguruan tinggi swasta di Bandarlampung masih relatih rendah. Dimana salah satu hal terpenting yaitu hasil kerja berupa karya ilmiah yang ditargetkan oleh perguruan tinggi masih jauh dari pencapaian, secara rata-rata pencapaian baru 33,33% atau hanya sebagian kecil saja (kurang dari 50%) dosen akuntansi yang menghasilkan karya ilmiah dalam satu tahunnya.

Tabel 1.2. di atas memperlihatkan rata-rata dosen akuntansi masuk kerja (mengajar) hanya 82% dari total seharusnya, berarti sebesar 18%-nya tidak hadir mengajar. Dosen yang masuk kerja (mengajar) terlambat sebesar 32%, artinya rata-rata dosen yang terlambat 10 kali mengajar dari 32 kali mengajar (untuk 4 SKS). Kenyataan ini menunjukkan gejala ketidakpuasan kerja dosen akuntansi dimana ketidak hadiran dan masuk kerja terlambat relative tinggi untuk ukuran perguruan tinggi, seperti yang dikatakan oleh Lawler dan Porter (1976) dimana kepuasan kerja itu ada korelasinya dengan ketidak hadiran.

Membicarakan kepuasan kerja tidak lepas dari motivasi, bahkan sering keduanya disamakan untuk suatu pengukuran, tetapi sesungguhnya keduanya adalah berbeda. Secara sederhana sebagai patokan untuk membedakannya seperti yang dikatakan oleh Setiawan dan Ghozali (2006) motivasi adalah apa yang menjadi alasan seseorang bekerja sedangkan kepuasan kerja adalah seberapa puas seseorang terhadap pekerjaannya maupun aspek-aspeknya. Selanjutnya juga dikatakan bahwa motivasi merupakan dorongan-dorongan individu untuk

bertindak yang menyebabkan orang tersebut berperilaku dengan cara tertentu yang mengarah pada tujuan.


(7)

7 Banyak penelitian sebelumnya yang mengaitkan motivasi dengan kinerja , seperti hasil penelitian Devi (2009), bahwa motivasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Begitu juga Locke (1997) yang menyatakan bahwa meningkatkan motivasi sebagai tujuan kerja karyawan. Namun demikian Miller et al (2006) menyatakan motivasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja.

Faktor lain yang bisa mempengaruhi kinerja adalah budaya organisasi, menurut Robins dan Judge (2008) kultur organisasi berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik kultur suatu organisasi, bukan dengan apakah mereka menyukai karakteristik itu atau tidak. Dapat dimengerti bahwa budaya organisasi yang baik akan berdampak terhadap apa yang dikerjakan oleh karyawan dengan hasil yang bagus juga, artinya bisa dipahami bahwa budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap kinerja. Tipe budaya dalam suatu perusahaan dapat bervariasi antara divisi, departemen, atau bagian yang satu dengan bagian yang lain dalam suatu perusahaan (Schein, 1986; Hood dan Koberg, 1991) dalam Sulaksono (2005).

Penelitian sebelumnya, seperti Henri (2006) menyatakan bahwa sistem pengukuran kinerja memfokuskan pada organisasi, mendukung strategi

pembuatan keputusan serta melegitimasi kekuasaan top manager.Begitu juga Koesmono (2005) menunjukkan Budaya Organisasi berpengaruh positif pada kepuasan kerja meskipun berpengaruh secara tidak langsung.

Dari uraian mengenai kinerja dan kepuasan kerja yang dipengaruhi motivasi dan budaya organisasi erat kaitannya dengan aspek perilaku manusia. Lubis (2010) dalam bukunya menjelaskan bahwa aspek perilaku dalam akuntansi sebagai subdisiplin ilmu akuntansi yang melibatkan aspek-aspek keperilakuan


(8)

8 manusia terkait dengan proses pengambilan keputusan ekonomi. Masih oleh Lubis (2010) dikatakan ilmu aspek perilaku dalam akuntansi dibangun berdasarkan kontribusi dari sejumlah disiplin ilmu akuntansi keperilakuan, seperti psikologi, sosiologi, dan psikologi sosial.

Mengenai akuntansi keperilakuan seperti dalam bukunya Setiawan dan Ghozali (2006), riset-riset mengenai perilaku akuntansi baik dalam lingkungan Kantor Akuntan Publik (KAP) maupun non KAP sebenarnya bukan merupakan fenomena baru, seperti penelitian yang dilakukan Herzberg (1962) dan Argyris (1952) merupakan riset-riset awal yang menggunakan akuntan sebagai subjek yang diteliti. Semakin berkembangnya penelitian dibidang akuntansi, khususnya berkaitan dengan riset-riset mengenai perilaku akuntansi juga mengarah pada penelitian diluar non KAP. Penelitian berkaitan dengan dunia pendidikan tinggi akuntansi sebagai sumber pencetak auditor juga merupakan bagian lingkup penelitian akuntansi seperti yang dilakuan oleh Renny Dwi Widyastuti (2003) sebagai tesis Program Studi Magister Akuntansi di Universitas Diponegoro, mengangkat judul Pengujian Empiris Profil Kebutuhan Profesional Dosen Akuntansi di Jawa.

Selain itu riset yang berkaitan dengan fenomena budaya organisasi, kepuasan kerja, dan kinerja yang merupakan bagian dari penelitian prilaku akuntansi juga dilakukan oleh Tri Sulaksono (2005) mengangkat judul Budaya Organisasi dan Ketidakpastian Lingkungan Sebagai Variabel Moderating Dalam Hubungan Antara Gaya Evaluasi Atasan Terhadap Tekanan Kerja dan Kepuasan Kerja Bawahan, penelitian dilakukan sebagai salah syarat memperoleh gelar Magister Akuntansi di Universitas Diponegoro.


(9)

9

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini utamanya mengkaji kinerja dosen akuntansi di perguruan tinggi swasta di Bandarlampung. Masalah kinerja dosen merupakan hal yang sangat strategis dalam pengelolaan perguruan tinggi.

Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh motivasi dan budaya organisasi terhadap kepuasan kerja dan dampaknya terhadap kinerja dosen akuntansi (akuntan pendidik), dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh motivasi dan budaya organisasi terhadap kepuasan kerja.

2. Bagaimana pengaruh motivasi, budaya organisasi, dan kepuasan kerja terhadap kinerja dosen akuntansi (akuntan pendidik).

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian sesuai dengan permasalahan yang diangkat, yaitu untuk : 1. Menguji secara empiris adanya pengaruh motivasi dan budaya organisasi

terhadap kepuasan .

2. Menguji secara empiris adanya pengaruh motivasi, budaya organisasi, dan kepuasan kerja terhadap kinerja dosen akuntansi (akuntan pendidik).

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai manfaat, untuk :

1. Secara teori, memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan disiplin ilmu akuntansi keprilakuan dan akuntansi manajemen, serta memberikan motivasi untuk melakukan penelitian lanjutan yang sama.


(10)

10 2. Secara praktis, memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka

meningkatkan kualitas dan kinerja dosen akuntansi melalui motivasi, budaya organisasi, dan kepuasan kerja. Selain itu memberi informasi untuk melengkapi bagi para pengambil kebijakan perguruan tinggi swasta, bahwa motivasi, budaya organisasi, dan kepuasan kerja mempunyai dampak terhadap kinerja dosen akuntansi.


(11)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN,

DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Motivasi

Motivasi merupakan hal penting dalam akuntansi keprilakuan, seperti teori motivasi yang paling populer dalam riset akuntansi keprilakuan adalah lima kebutuhan pokok Maslow. Selain itu teori motivasi sering dijadikan landasan dalam pengembangan konsep-konsep lainnya, terutama kepuasan kerja (Ghozali, 2006).

Pengukuran motivasi sering kali dicampur adukan dengan kepuasan kerja karena teori motivasi sering juga dijadikan sebagai pedoman dalam mengembangkan konsep lainnya terutama kepuasan kerja. Untuk membedakan antara motivasi dan kepuasan kerja, motivasi adalah apa yang menjadi alasan seseorang untuk bekerja sedangkan Kepuasan kerja adalah seberapa puas seseorang terhadap pekerjaanya maupun aspek-aspeknya, Setiawan dan Ghozali (2006). Motivasi merupakan dorongan-dorongan individu untuk bertindak yang menyebabkan orang tersebut berprilaku dengan cara tertentu yang mengarah pada tujuan. Selanjutnya Setiawan dan Ghozali (2006) memformulasikan prinsip dasar motivasi adalah tingkat kemampuan (ability) dan motivasi individu seperti:

Performance = ƒ(ability x motivation)

Menurut prinsip ini tidak ada tugas yang dapat dilaksanakan dengan baik tanpa didukung oleh kemampuan untuk melaksanakannya. Namun demikian


(12)

12 kemampuan saja tidaklah cukup, individu tersebut harus memiliki keinginan (motivasi) untuk mencapai kinerja terbaik.

2.1.1.1 Pengertian Motivasi

Robbins dan Judge (2008) mengemukakan motivasi (motivation) sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seseorang untuk

mencapai tujuannya. Dari pengertian tersebut ada tiga elemen yaitu intensitas, arah, dan ketekunan. Intensitas berhubungan dengan seberapa giat seseorang berusaha, namun demikian untuk menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan harus ada upaya mengaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Untuk mengukur mengenai berapa lama seseorang bisa mempertahankan usahanya disebut sebagai elemen ketekunan.

Teori motivasi yang paling terkenal adalah hirarki kebutuhan (hierarchy of needs) milik Maslow dalam Robbins dan Judge (2008) dimana kebutuhan

manusia tersusun dalam bentuk hirarki (ada lima) dimulai dari level paling rendah sampai dengan level paling tinggi, yaitu :

1. Fisiologis meliputi rasa lapar, haus, berlindung, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya.

2. Rasa aman meliputi rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional 3. Sosial meliputi rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan 4. Penghargaan meliputi faktor-faktor penghargaan internal seperti hormat diri,

otonomi, dan pencapaian; dan faktor-faktor penghargaan eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.


(13)

13 5. Aktualisasi diri dorongan untuk menjadi seseorang sesuai dengan

kecakapannya meliputi pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri.

Menurut Maslow bila ingin memotivasi seseorang harus mengetahui lima hirarki kebutuhan dan orang tersebut berada pada tingkat kebutuhan yang mana,

seterusnya fokus untuk memenuhi kebutuhannya tersebut atau kebutuhan pada tingkat hirarki di atasnya.

2.1.1.2 Faktor-Faktor Motivasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi seperti yang dikatakan Chung & Megginson (dalam Gomes, 2003), adalah (1) faktor-faktor individual, meliputi kebutuhan-kebutuhan (need), tujuan-tujuan (goals), sikap (attitude), dan

kemampuan-kemampuan (abilities) dan (2) faktor-faktor organisasional, meliputi pembayaran atau gaji (pay), keamanan pekerjaan (job security), sesama pekerja (co-workers), pengawasan (supervision), pujian (praise), dan pekerjaan itu sendiri (job itself).

Motivasi bisa juga timbul karena faktor ekstrinsik dan intrinsik, menurut Winardi (2008) motivasi ekstrinsik timbul karena antisipasi akan dicapainya imbalan ekstrinsik, sedangkan motivasi intrinsik timbul karena imbalan-imbalan intrinsik potensial. Imbalan-imbalan-imbalan ekstrinsik, misalnya upah, gaji, promosi, pujian, dll, tidak tergantung pada tugas yang dilaksanakan dan mereka dikendalikan oleh pihak lain. Lain halnya imbalan-imbalan intrinsik, misalnya suatu perasaan keberhasilan dalam hal melaksanakan tugas tertentu yang sangat menarik dan menantang.


(14)

14

2.1.1.3 Indikator Motivasi

Motivasi merupakan kesedian untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan usaha untuk memenuhi beberapa kebutuhan individu (Udai, 1985 dalam Suparman, 2007). Dimensi dan indikator untuk mengukur motivasi seperti yang dikembangkan (Udai, 1985 dalam Suparman, 2007) adalah prestasi kerja, pengaruh,

pengendalian, ketergantungan, perluasan (pengembangan) dan Pertalian (afiliasi),

2.1.2 Budaya Organisasi

Menurut Robbins dan Judge (2008) budaya organisasi atau disebut juga kultur organisasi (organization culture) disetiap institusi bisa berbeda-beda dan mempunyai dampak yang yang beragam terhadap sikap dan perilaku anggota organisasi. Budaya organisasi yang kuat bisa berdampak terhadap stabilitas organisasi dan bisa juga menghambat untuk melakukan perubahan.

Setiap organisasi memiliki sebuah kultur, dan bergantung pada kekuatannya, kultur itu bisa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap dan prilaku anggota organisasi, Robbins dan Judge (2008).

2.1.2.1 Pengertian Budaya Organisasi

Menurut Hofstede (1994) menyatakan bahwa kultur merupakan keseluruhan pola pemikiran, perasaan dan tindakan dari suatu kelompok sosial, yang membedakan dengan kelompok sosial yang lain. Sedangkan budaya organisasi menurut Robbins dan Judge (2008) adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan sesuatu organisasi dari organisasi lainnya. Sistem makna bersama yang dimaksud adalah sekumpulan


(15)

15 karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi. Ada tujuh karakteristik utama menurut Robbins dan Judge (2008) yang merupakan hakekat kultur sebuah organisasi, yaitu:

1. Inovasi dan keberanian mengambil resiko, sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap inovatif dan berani mengambil kesimpulan.

2. Perhatian pada hal-hal rinci, sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detail.

3. Orientasi hasil, sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut. 4. Orientasi orang, sejauh mana keputusan-keputusan manajemen

mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada dalam organisasi.

5. Orientasi tim, sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim ketimbang pada individu-individu.

6. Keagresifan, sejauh mana orang bersifat agresif dan kompetitif ketimbang santai.

7. Stabilitas, sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan

dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan. Ketujuh karakteristik ini menjadi pedoman bagi sikap pemahaman bersama para anggota mengenai organisasi. Menilai organisasi dengan tujuh karakteristik ini akan menghasilkan suatu gambaran yang utuh mengenai kultur sebuah organisasi.

2.1.2.2 Fungsi-Fungsi Kultur

Fungsi-fungsi kultur dalam sebuah organisasi menurut Robbins dan Judge (2008) ada lima, yaitu:


(16)

16 1. Berperan sebagai penentu batas-batas, artinya kultur menciptakan

perbedaan atau distingsi antara satu organisasi dengan organisasi lainnya 2. Memuat rasa identitas anggota organisasi

3. Memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar dari kepentingan individu

4. Meningkatkan stabilitas sistem sosial, artinya kultur merupakan perekat social membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan.

5. Bertindak sebagai mekanisme sense-making serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan perilaku karyawan

2.1.2.3 Dimensi Budaya Organisasi

Pengelompokan kebiasaan orang sesuai dengan lingkungan dalam kategori lapisan budaya (Hofstede, 1991) adalah:

1. Tingkat nasional berdasarkan suatu negara

2. Tingkat daerah, dan atau suku, dan atau agama, dan atau bahasa 3. Tingkatan perbedaaan jenis kelamin

4. Tingkatan sosial, dihubungkan dengan pendidikan, dan pekerjaan atau profesi 5. Tingkatan organisasi atau perusahaan

Selanjutnya pada tingkatan organisasi sesuai dengan penelitian Hofstede, Geerts dan kawan-kawan (1990) menghasilkan beberapa dimensi diantaranya budaya yang berorientasi pekerjaan versus budaya berorientasi karyawan (job-oriented versus employer-(job-oriented cultures). Orientasi pekerjaan meletakkan kinerja karyawan sebagai pusat perhatian sedangkan orientasi karyawan meletakkan kesejahteraan secara umum, bukan hanya kinerja pekerjaan.


(17)

17

2.1.2.4 Pembentukan Budaya Organisasi

Semua sumber daya manusia yang ada di dalam suatu organisasi harus dapat memahami dengan benar budaya perusahaan yang ada. Tindakan

manajemen puncak menentukan iklim umum perilaku yang dapat diterima baik dan yang tidak diterima dengan baik.

Sedangkan menurut Robbins dan Judge (2008), budaya organisasi pada dasarnya terbentuk melalui beberapa tahap. Tahap pembentukan budaya

organisasi sebagai berikut, tahap pertama, falsafah dasar pemilik organisasi yang merupakan budaya asli organisasi memiliki pengaruh yang kuat dalam memilih kriteria yang tepat. Tahap kedua, falsafah organisasi diturunkan kepada manajer puncak yang bertugas menciptakan suatu iklim organisasi yang kondusif dan dapat diterima oleh anggota. Nilai-nilai, peraturan-peraturan, kebiasaan-kebiasaan disebarkan agar dapat diterima dan dilaksanakan. Tahap ketiga, adalah proses sosial. Proses sosial atau memasyarakatkan, tidak sekedar hanya mengumumkan atau memperkenalkan, lebih dan itu harus dipelopori dari pimpinan puncak dan para manager dibawahnya.

Dengan demikian pada dasarnya suatu budaya organisasi tidak begitu saja terbentuk, tetapi kebanyakan berasal dari apa yang telah dilaksanakan

sebelumnya. Tingkat usaha yang telah dilakukan yang bersumber dari para pendiri organisasi menjadikannya sebagai budaya awal organisasi tersebut.

2.1.3 Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja bisa dilihat dari sikap dari pekerja, karyawan yang merasa puas akan tercermin dari sikap positif terhadap pekerjaannya dan sebaliknya karyawan yang tidak puas akan bersikap negatif terhadap pekerjaannya. Dengan


(18)

18 demikian kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaanya. Kepuasan kerja menjadi penting bagi kehidupan manusia karena sebagian besar waktu yang digunakan oleh manusia untuk bekerja. Lawler dan Porter dalam Setiawan dan Ghozali (2006) menyatakan bahwa terdapat dua alasan mendasar mengapa kepuasan kerja adalah penting dalam organisasi. Pertama adanya fakta mengenai korelasi yang kuat antara kepuasan kerja dan

ketidakhadiran, serta kepuasan kerja dengan turnover. Selain itu walaupun rendah terdapat korelasi yang konsisten antara kepuasan kerja dengan kinerja.

Berdasarkan perspektif teori ekspektansi, Lawler dan Porter menyatakan bahwa kinerja dapat menghasilkan ganjaran, dan ganjaran inilah yang menyebabkan terjadinya kepuasan kerja.

2.1.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja

Menurut George dan Jones (2008), kepuasan kerja adalah kumpulan perasaan dan kepercayaan (anggapan) yang dimiliki setiap individu tentang pekerjaannya saat itu. Sedangkan menurut Robbins dan Judge (2008) kepuasan kerja (job satisfaction) adalah perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristik-karakteristiknya. Selanjutnya

kepuasan kerja menurut Draft (2006) menyatakan bahwa kepuasan kerja (job satisfaction) adalah sebuah sikap positif terhadap pekerjaan seseorang. Bamber dan Iyer (2000) menyimpulkan bahwa peneliti akuntansi mendefinisikan kepuasan kerja sebagai reaksi afektif individual terhadap lingkungannya.

Dari beberapa pengertian diatas dapat dikatakan bahwa kepusan kerja berkitan dengan sikap dan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Karyawan


(19)

19 yang merasa puas berindikasi positif terhadap pekerjaannya dan sebaliknya bila karyawan merasa tidak puas akan berindikasi negatif terhadap pekerjaanya

2.1.3.2 Dimensi Kepuasan Kerja

Menurut George dan Jones (2008) kepuasan kerja karyawan terdiri dari beberapa dimensi, yaitu: personaliti (personality), nilai (value), situasi pekerjaan

(work situation), dan lingkungan sosial (social influences). Dimensi-dimensi tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Personaliti, merupakan cara pandang seseorang yang terbentuk karena perasaan, pikiran, dan keyakinan, meliputi: pemanfaatan kemampuan, prestasi kerja, kemajuan, kreativitas kerja, dan kemandirian dalam melaksanakan tugas.

2. Nilai, merupakan nilai-nilai kerja seseorang yang bersifat intrinsik mapun ekstrinsik, terdiri dari imbalan, pengakuan, tanggung jawab, jaminan kerja, dan layanan sosial. Selain itu value adalah keyakinan pekerjaan yang dihasilkan ketika menjalani pekerjaan dan bagaimana seharusnya bertindak ditempat kerja.

3. Situasi pekerjaan, merupakan situsi kerja yang terbentuk karena

pekerjaan itu sendiri, rekan kerja, supervisor, bawahan dan kondisi kerja, terdiri dari wewenang, hubungan dengan atasan, pengawasan teknis, keberagaman tugas, dan kondisi kerja.

4. Lingkungan sosial, merupakan pengaruh yang terbentuk karena rekan kerja, kelopok dan budaya organisasi, meliputi: aktivitas/kegiatan, kebijakan perusahaan, rekan kerja, nilai moral dan status.


(20)

20

2.1.3.3 Komponen Kepuasan Kerja

Fieldman dan Arnold dalam Setiawan dan Ghozali (2006) menyimpulkan

bahwa ada enam aspek yang dianggap paling dominan dalam studi kepuasan kerja

yaitu:

1. Gaji (pay), gaji merupakan atau sederajat dengan uang yang diberikan organisasi terhadap pegawainya. Gaji memainkan dua peranan penting dalam menentukan kepuasan kerja, pertama uang merupakan instrumen penting dalam memenuhi beberapa kebutuhan penting individual, kedua uang sebagai simbul pencapaian dan pengakuan. Pegawai sering

memandang bahwa gaji merupakan cerminan dari perhatian manajemen terhadap mereka.

2. Kondisi pekerjaan (Working Conditions), terdapat tiga alasan bahwa kondisi pekerjaan merupakan sumber yang positif bagi kepuasan kerja. Pertama pegawai menyukai kondisi pekerjaan yang menyenangkan. Kedua kondisi yang menyenangkan mendorong memudahkan pelaksanaan

pekerjaan secara efisien. Ketiga kondisi pekerjaan dapat memudahkan aktivitas di luar pekerjaan seperti hobi.

3. Supervisi, komponen ini berkaitan dengan sejauhmana perhatian, bantuan teknis, dan dorongan ditunjukkan oleh supervisor terdekat terhadap bawahan.

4. Kelompok Kerja (Work Group), Kelompok kerja juga merupakan sumber kepuasan kerja individual, dimana individu mempunyai kesempatan untuk melakukan interaksi satu sama lain.


(21)

21

5. Pekerjaan itu sendiri (The Work Itself), hal ini berkaitan dengan

sejauhmana pekerjaan memberikan individu tugas-tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dalam kesempatan untuk menerima tanggung jawab.

6. Promosi (Promotion)

Mengacu sejauhmana pergerakan atau kesempatan maju diantara jenjang organisasi yang berbeda dalam organisasi. Keinginan untu promosi mencakup keinginan untuk pendapatan yang lebih tinggi, status social, pertumbuhan secara psikologis, dan keinginan untuk rasa keadilan.

2.1.4 Kinerja

Secara umum kinerja dapat dikatakan sebagai ukuran bagi seseorang dalam pekerjaannya selain itu kinerja juga dapat dijadikan sebagai landasan bagi produktivitas dan mempunyai kontribusi bagi pencapaian tujuan organisasi.

Untuk mencapai kinerja yang tinggi, Husnawati (2006) mengatakan setiap individu dalam perusahaan harus mempunyai kemampuan yang tepat (creating capacity to perform ), bekerja keras dalam pekerjaannya ( showing the willingness to perform ) dan mempunyai kebutuhan pendukung ( creating the opportunityto perform ). Ketiga faktor tersebut penting, kegagalan dalam salah satu faktor tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kinerja, dan pembentukan terbatasnya standard kinerja.

2.1.4.1 Pengertian Kinerja

Pengertian kinerja yang dikemukakan Gibson (1996) yang menyatakan kinerja sebagai hasil karya, timbul dan suatu kombinasi usaha,


(22)

22 kemampuan/keterampilan danpengalaman seseorang. Pemahaman/mengenai prestasi kerja tersebut dapatlah disimpulkan bahwa kemampuan (usaha), motivasi, pengalaman dan kesempatan merupakan faktor-faktor yang menentukan tingkat prestasi kerja seseorang. Seseorang karyawan akan memiliki prestasi kerja yang baik jika didukung oleh kekuatan faktor-faktor tersebut. Berkaitan dengan hal tersebut Gomes (2003) menyatakan bahwa kinerja adalah catatan hasil produksi pada fungsi pekerjaan yang spesifik.

Setiap individu atau organisasi tentu memiliki tujuan yang akan dicapai dengan menetapkan target atau sasaran. Keberhasilan individu atau organisasi dalam mencapai target atau sasaran tersebut merupakan kinerja. Kinerja adalah hasil kerja seseorang pegawai dalam suatu periode tertentu yang dibandingkan dengan berbagai

kemungkinan, misalnya standar target, sasaran, atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu. Kinerja merupakan keadaan tingkat perilaku seseorang yang harus dicapai dengan persyaratan tertentu. Dimensi-dimensi kinerja oleh Robbins (2001) dalam Suwatno (2007) dapat digambarkan seperti pada gambar 2.1, dimana kinerja karyawan adalah fungsi dari interaksi antara kemampuan dan motivasi.

Gambar 2.1 Dimensi Kinerja Kemam

puan Pegawai

Motivasi Kesemp

atan Kinerja


(23)

23 Memperhatikan beberapa pendapat pada dasarnya kinerja adalah sifat dan karakteristik suatu pekerjaan yang dinyatakan sebagai catatan kerja seseorang, dengan kriteria pengembangan diri, kerja tim, komunikasi, jumlah produk yang dihasilkan, dan keputusan yang dibuat, kecelakaan kerja, absen tanpa izin, kesalahan dalam kurun waktu. Kriteria kinerja setiap orang didasarkan kepada tugas dan tanggung jawab keseharian yang ditargetkan kepadanya.

Pengelolaan kinerja akan melibatkan individu dan tim terutama dalam mencapai target. Bila tim itu memiliki kinerja yang baik, maka anggotanya akan

menetapkan kualitas target, saling memahami dan menghargai, saling

menghormati, tanggung jawab dan mandiri, berorientasi pada klien, meninjau dan memperbaiki kinerja, bekerjasama, dan termotivasi.

2.1.4.2 Kriteria Penilaian Kinerja

Mengelola kinerja itu penting, untuk meningkatkan produktivitas dan efektivitas serta merancang bangun kesuksesan bagi setiap pekerja. Berkaitan dengan hal tersebut, Bernardin & Russell (1993) menyatakan bahwa perlu diadakan penilaian kinerja, untuk mengelola dan memperbaiki kinerja karyawan, untuk membuat keputusan staf yang tepat waktu dan akurat dan untuk

mempertinggi kualitas produksi dan jasa perusahaan secara keseluruhan. Sementara menurut Gomes (2003) penilaian kinerja mempunyai tujuan untuk me-reward kinerja sebelumnya (to reward past performance) dan untuk memotivasi demi perbaikan kinerja pada masa yang akan datang (to motivate future performance improvement). Informasi-informasi yang diperoleh dari penilaian kinerja ini dapat digunakan untuk kepentingan pemberian gaji, kenaikan gaji, promosi, pelatihan dan penempatan tugas-tugas tertentu.


(24)

24 Berdasarkan kedua pendapat dari Bernardin & Russell dan Gomes

tersebut, dapat dikatakan bahwa setiap organisasi mutlak melakukan penilaian untuk mengetahui kinerja yang dicapai setiap pegawai, apakah telah sesuai atau tidak dengan harapan organisasi. Pengelolaan kinerja akan melibatkan individu dan tim terutama dalam mencapai target. Bila tim itu memiliki kinerja yang baik, maka anggotanya akan menetapkan kualitas, mencapai target, saling memahami dan menghargai, saling menghormati, tanggung jawab dan mandiri, berorientasi pada klien, meninjau dan memperbaiki kinerja, bekerjasama dan termotivasi.

Kemampuan menjadi sangat penting untuk melaksanakan tugas dengan baik, menurut Setiawan dan Ghozali (2006) untuk memperoleh performance

(kinerja) yang baik selain kemampuan juga harus memiliki keinginan atau motivasi untuk mencapai kinerja terbaik.

Pada dasarnya untuk memperoleh kinerja pegawai yang tinggi, organisasi harus pandai mengolah factor-faktor yang mempengaruhinya, seperti kemampuan dan motivasi individu, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai sesuai dengan harapan.

Beberapa dimensi oleh Gomes (2003), dan Gomez (2010) yang digunakan untuk melakukan penilaian kinerja adalah:

1. Quantity of work, yaitu kesesuaian realisasi jumlah pekerjaan yang direalisasikan dengan jumlah dan target waktu yang direncanakan. 2. Quality of work, yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan

syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.

3. Job knowledge, yaitu penjelasan luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilan


(25)

25 4. Creativeness, yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan

tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

5. Cooperation, yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama organisasi)

6. Dependability, yaitu kesadaran dan kepercayaan dalam hal kehadiran dan penyelesaian pekerjaan.

7. Initiative, yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya.

8. Personal quality, yaitu menyangku kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan, dan integritas.

2.1.5 Akuntan Pendidik

Profesi Akuntan di Indonesia terbagi menjadi empat, yaitu: 1) Akuntan public, 2) Akuntan pemerintah, 3) Akuntan Pendidik, 4) Akuntan manajemen perusahaan. Akuntan pendidik adalah akuntan yang bertugas dalam pendidikan akuntansi, melakukan penelitian dan pengembangan akuntansi, mengajar, dan

menyusun kurikulum pendidikan akuntansi di perguruan tinggi.

Dalam pengertian yang lain, akuntan pendidik adalah profesi akuntan yang memberikan jasa berupa pelayanan pendidikan akuntansi kepada masyarakat melalui lembaga – lembaga pelayanan yang ada, yang berguna untuk melahirkan akuntan-akuntan yang terampil dan peofesional. Profesi akuntansi pendidik sangat dibutuhkan bagi kemajuan profesi akuntansi itu sendiri, karena ditangan mereka para calon-calon akuntan dididik.


(26)

26

2.2 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Hasil penelitian terdahulu yang relevan, sekaligus menjadi landasan teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 2.1 Perbedaan dan Persamaan Penelitian ini dengan Penelitian lain

No Judul Penelitian

Peneliti (tahun)

Persamaan Perbedaan Hasil

1. The Relationship between satisfanction attitude and performance on organizational level analysis

Ostroff Cheri (1999) Ada pengaruh kepuasan kerja dengan kinerja individual Penekanan pada kinerja organisasi

Menunjukkan hasil yang paling kuat ditemukan bahwa organisasi dengan pekerja yang lebih puas cendrung lebih efektif dari pada pekerja yang kurang puas

2. The Effect of Organizational Culture and Leadership Style on Job Satisfaction and Organizational Commitment. Lok & Crawford ( 2004) Penelitian tentang budaya organisasi dan kepuasan kerja Variabel komitmen organisasi dan gaya kepemimpinan.

Hasil penelitiannya menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dan budaya organisasi berpengaruh positif pada kepuasan kerja dan komitmen. Gaya

kepemimpinan berpengaruh lebih kuat pada komitmen pada sampel Australia. Gaya kepemimpinan berpengaruh negatif pada kepuasan kerja dan berpengaruh positif pada komitmen pada manajer Hongkong.

3 Analisis pengaruh peran Kepemimpinan, motivasi dan komitmen Organisasi terhadap kepuasan kerja Dalam meningkatkan kinerja pegawai (studi pada pegawai di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten sukamara di propinsi kalimantan tengah) Suparman (2007) Penelitian tentang motivasi, kepuasan kerja, dan kinerja pegawai Ada variabel kepemimpinan, dan komitmen organisasi Peran kepemimpinan, motivasi, komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap

kepuasan Kerja. Peran kepemimpinan, komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap


(27)

27

Tabel 2.1 Perbedaan dan Persamaan Penelitian ini dengan Penelitian Lain (Lanjutan)

4 Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan (Studi kasus pada PT. Pei Hai International Wiratama Indonesia) Ida Ayu Brahmasari dan Agus Suprayetno (2008) Penelitian tentang motivasi, budaya organisasi, kepuasan kerja, dan kinerja Menggunakan kinerja perusahaan, ada kepemimpinan sebagai variabel eksogen serta objek, serta penelitian dilakukan pada perusahaan

Motivasi dan budaya organisasi mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap kepuasan kerja, Motivasi, budaya organisasi, dan kepuasan kerja mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap kinerja, Kepemimpinan mempunyai pengaruh signifikan negatif terhadap kepuasan kerja karyawan dan positif signifikan terhadap kinerja. 5 The moderating

effects of organizational culture on the relationships between leadership behaviour and organizational commitment and between organizational commitment and job satisfaction and performance Yiing & kamerul Zaman (2009) Penelitian pada budaya organisasi, kepuasan kerja, dan kinerja. Komitmen organisasi dan gaya kepemimpinan. Perilaku kepemimpinan berpengaruh

signifikan terhadap komitmen organisasi, dan kultur organisasi memainkan satu peranan penting dalam memoderasi hubungan ini. Komitmen

Organisasi berpengaruh signifikan dengan kepuasan pekerjaan, tetapi tidak dengan kinerja karyawan. Bagaimanapun, hanya kultur mendukung

mempengaruhi hubungan antara komitmen dan kepuasan.

6 Analisis pengaruh kepuasan kerja dan motivasi Terhadap kinerja karyawan dengan komitmen Organisasional sebagai variabel intervening

( studi pada karyawan

outsourcing

PT semeru karya buana semarang )

Eva Kris Diana Devi (2009) Penelitian tentang motivasi, kepuasan kerja, dan kinerja Komitmen organisasional sebagai variabel intervening

Kepuasan kerja berpengaruh

signifikan terhadap komitmen

organisasional, motivasi tidak berpengaruh

signifikan terhadap komitmen

organisasional. Kepuasan kerja dan motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja


(28)

28

Tabel 2.1 Perbedaan dan Persamaan Penelitian ini dengan Penelitian Lain (Lanjutan)

7 The Effect Of Organizational Learning On Organizational Commitment, Job Satisfaction And Work Performance Raduan et.al. (2009) Penelitian tentang kepuasan kerja dan kinerja kerja

Penekanan pada pembelajaran organisasi pada komitmen organisasi

Pembelajaran organiasasi memiliki hubungan yang positif terhdap komitmen

organiasasi, kepuasan kerja, dan kinerja. Komitmen

organiasasi dan kepuasan kerja juga memiliki hubungan yang posisitf terhadap prestasi kerja, dan variabel 2 ini memoderasi hubungan anatara pembelajaran organisasi dan kinerja kerja. 8 Pengaruh

motivasi kerja, gaya kepemimpinan, komunikasi dan budaya organisasi terhadap kinerja manajerial dengan kepuasan kerja Pegawai sebagai variabel intervening (studi kasus pada universitas Islam sumatera utara) Sri Elviani (2010) Penelitian tentang motivasi kerja, budaya organisasi, kepuasan kerja, dan kinerja Menggunakan variabel gaya kepemimpinan, dan komunikasi Secara simultan motivasi, gaya kepemimpinan, Komunikasi, serta budaya organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Secara parsial motivasi, gaya kepemimpinan, komunikasi serta budaya organisasi tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial, tetapi komunikasi yang memiliki pengaruh terhadap kinerja manajerial.

2.3 Rerangka Pemikiran

Pemikiran yang melandasi penelitian ini didasarkan pada teori tindakan beralasan (The Theory Reasoned Action) yang dikembagkan oleh Azjen dan Fishbein (1980) dalam Setiawan & Ghozzali, 2006. Teori tindakan beralasan membatasi definisi sikap sebagai komponen afektif yang memiliki konsekuensi langsung bagi intensi perilaku. Dalam teori tindakan beralasan mengsumsikan


(29)

29 bahwa individual adalah sangat rasional dan menggunakan informasi yang

tersedia. Individual mempertimbangkan implikasi tindakannya sebelum memutuskan untuk bertindak atau tidak bertindak. Teori tindakan beralasan melihat bahwa intensi perilaku (behavioral intension) sebagai prediktor utama bagi perilaku. Sikap merupakan keyakinan individual (behavioral beliefs) baik yang berbentuk positif atau negatif, mengenai pelaksanaan suatu perilaku tertentu. Individu akan cendrung melaksanakan perilaku tertentu jika individu tersebut menilainya secara positif. Jika seseorang menganggap bahwa keluaran dari

pelaksanaan suatu perilaku adalah positif, dia akan memiliki sikap positif terhadap pelaksanaan perilaku tersebut. Namun, sikap berlawanan akan dimunculkan jika perilaku dianggap negatif.

Teori tindakan beralasan bekerja dengan baik jika diterapkan pada perilaku dimana individu memiliki pilihan atau kendali terhadap perilakunya (volitional control). Jika perilaku tidak sepenuhnya berada dalam kendali individu, meskipun individu sangat termotivasi oleh sikap dan norma subjektif, individu secara aktual tidak dapat melaksanakan perilakunya karena ada intervensi dari kondisi lingkungan.

Berdasarkan teori ini dapat dinyatakan bahwa orang akan cenderung melakukan perilaku yang merupakan hasil dari evaluasi yang menyenangkan dan populer pada orang lain, dan mereka cenderung untuk tidak mengulang perilaku yang dianggap tidak menyenangkan dan tidak populer.

Penelitian yang dilakukan oleh Luthans (2008) mengenai perilaku organisasi mengatakan bahwa panduan untuk mempelajari perilaku di dalam organisasi adalah dengan menggunakan pendekatan stimulus-response. Model ini


(30)

30 kemudian dikembangkan Luthans menjadi S-O-B-C (

Stimulus-Organizm-Behavior-Consequences). Kelebihan yang diberikan model S-O-B-C adalah

consequences yang menunjukkan orientasi yang akan dicapai melalui perilaku kerja.

Secara sederhana kerangka konseptual psikologi tentang perilaku individu dalam organisasi dapat digambarkan sebagai sebagai berikut

Sumber: Diadaptasi dari Luthans (2008)

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Psikologi Tentang Perilaku Individu dalam Organisasi

Gambar 2.2 menunjukkan bahwa antara individu dengan organisasi terjadi interaksi yang dapat menimbulkan persepsi tentang lingkungan organisasi yang dihadapinya. Hasil persepsi itu kemudian akan menimbulkan perilaku tertentu dari anggota organisasi. Selanjutnya perilaku tersebut akan menentukan hasil tertentu yang dalam konteks organisasi disebut efektivitas organisasi.

Sebagai tanda adanya proses belajar sosial perilaku dan hasil perilaku atau efektivitas organisasi akan memberikan umpan balik kepada individu. Umpan balik juga terjadi dari hasil perilaku atau efektivitas organisasi terhadap organisasi. Umpan balik dalam konteks organisasi ini mengandung arti bahwa efentivitas organisasi yang dicapai digunakan sebagai informasi untuk melakukan berbagai perbaikan dalam mengelola segala sesuatu yang ada dalam organisasi.

S

KARAKTERISTIK ORGANISASI

O

KARAKTERISTIK INDIVIDU

B

PERILAKU INDIVIDU

C

EFEKTIVITAS ORGANISASI


(31)

31 Dari uraian tersebut di atas dapat dikatakan bahwa efektifitas organisasi ditentukan oleh perilaku individu dalam organisasi. Artinya, jika perilaku dalam organisasi memperlihatkan kinerja yang tinggi sesuai dengan tuntutan organisasi, maka organisasi akan menjadi efektif. Menjadi Sebaliknya, jika perilaku individu dalam organisasi memperlihatkan kinerja yang rendah, maka organisasi akan sulit mencapai tingkat efektivitas yang diharapkan.

Dalam kajian penelitian ini karakteristik individu adalah motivasi kerja dan kepuasan kerja. Selanjutnya karakteristik organisasi yang dijadikan kajian dalam penelitian ini adalah budaya organisasi.

Kinerja akuntan pendidik (dosen akuntansi) dalam penelitian ini

diasumsikan dipengaruhi oleh motivasi kerja, budaya organisasi, dan kepuasan kerja. Asumsi yang dimaksud sekaligus sebagai variable dalam penelitian ini didasari dari hasil-hasil penelitian sebelumnya, seperti Ostroff (1999), Lok & Crawford ( 2004), Suparman (2007), Brahmasari dan Suprayetno (2008), Yiing & Zaman (2009), Devi (2009), Raduan ‘et.al” (2009), Elviani (2010).

Penelitian-penelitian tersebut berkitan dengan motivasi kerja, budaya organisasi, kepuasan kerja, dan kinerja.

Selanjutnya kerangka pemikiran yang berkaitan dengan variable-variabel dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam suatu model bersumber dari penelitian terdahulu yang dimodifikasi.


(32)

32 H5

H3 H1

H2

H4

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis

2.4 Pengembangan Hipotesis

2.4.1 Pengaruh Motivasi, Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja

Menurut Mangkunegara (2005) dalam Winardi (2008) terdapat dua teknik memotivasi kerja pegawai yaitu: 1) teknik pemenuhan kebutuhan pegawai, artinya bahwa pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan fundamen yang mendasari perilaku kerja; 2) teknik komunikasi persuasif, merupakan salah satu teknik memotivasi kerja pegawai yang dilakukan dengan cara mempengaruhi pegawai secara ekstra logis. Teknik ini dirumuskan dengan istilah “ADIDAS’ yaitu Attention (perhatian), Interest

(minat), Disire (hasrat), Decesion (keputusan), Action (aksi atau tindakan), dan

Satisfaction (kepuasan). Seorang pemimpin harus memberikan perhatian kepada pegawai tentang pentingnya tujuan suatu pekerjaan agar timbul minat pegawai terhadap pelaksanaan kerja, jika telah timbul minat, maka hasratnya akan menjadi kuat untuk mengambil keputusan dan melakukan tindakan kerja dalam mencapai tujuan.

Seperti yang dijelaskan oleh Radig (1998), Soegiri (2004) dalam Feri (2006) mengemukakan bahwa pemberian dorongan sebagai salah satu bentuk motivasi, penting dilakukan untuk meningkatkan gairah kerja karyawan. Hubungan motivasi, gairah kerja dan hasil optimal mempunyai bentuk linier dalam arti dengan pemberian

Kepuasan Kerja (1)

z

Kinerja (2)

Budaya

(2) Variabel Intervening Motivasi


(33)

33 motivasi kerja yang baik, maka gairah kerja karyawan akan meningkat dan hasil kerja akan optimal sesuai dengan standar kinerja yang ditetapkan. Gairah kerja sebagai salah satu bentuk kepuasan kerja dapat dilihat antara lain dari tingkat kehadiran karyawan dan tanggung jawab terhadap waktu yang telah ditetapkan. Berdasarkan penjelasan tersebut diduga terdapat pengaruh antara motivasi terhadap kepuasan kerja.

Budaya organisisasi dimaknai sebagai sistem makna bersama terhadap nilai-nilai primer yang dianut bersama dan didukung organisasi. Dalam menggambarkan budaya suatu perusahaan seringkali digunakan istilah

tipe/dimensi. Penelitian ini menggunakan dimensi budaya berorientasi karyawan versus budaya berorientasi pekerjaan yang diadopsi dari Hofstede (1990)

Tidak ada dimensi budaya berkonotasi baik dan buruk, yang ada adalah apakah budaya tersebut cocok dengan kebutuhan bisnis, organisasi dan karyawan. Semua dimensi budaya bisa berarti baik manakalah budaya tersebut mendorong pelaksanaan misi, tujuan dan strategi organisasi.

Keterkaitan antara budaya organisasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja diilustrasikan oleh Robbins (2008), seperti tampak pada gambar berikut.

Gambar 2.4 Keterkaitan Budaya Organisasi dengan Kinerja dan Kepuasan

Organizational

Strength Hi

Lo Satisfaction

Performance Objective Factors:

 Innovation and risk taking

 Attention to detail

 outcome orientation

 Team orientation

 Aggressiveness


(34)

34 Gambar 2.4 di atas diilustrasikan oleh Robbins (2008) sebagai berikut. Budaya organisasi dapat dipahami sebagai persepsi anggota organisasi tentang norma

organisasi yang berkaitan dengan aktivitas kerja organisasi yang bersangkutan. Budaya organisasi mempersepsikan perilaku individu, masing-masing anggota organisasi akan dipengaruhi oleh persepsi dan perilaku anggota lain dalam sistem tersebut. Ketika pihak manajemen organisasi memandang bahwa kualitas merupakan suatu hal yang harus dilakukan dalam aktivitas kerja organisasi, maka persepsi dan perilaku anggota organisasi akan didorong oleh nilai kualitas dan aktivitas kerja mereka.

Persepsi keseluruhan (budaya organisasi) yang mendukung atau tidak

mendukung ini kemudian mempengaruhi kepuasan karyawan. Kepuasan akan semakin besar bila budaya organisasi semakin kuat. Diperkuat oleh penelitian Lok &

Crawford ( 2004) yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dan budaya organisasi mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja. Selanjutnya budaya organisasi juga berpengaruh terhadap motivasi. Melalui kajian terhadap peran budaya organisasi Robbins (2008) menyatakan budaya organisasi dapat bertindak sebagai sense making serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap dan prilaku karyawan. Peran kultur dalam memengaruhi perilaku karyawan menjadi semakin penting di tempat kerja. Makna bersama yang diberikan oleh kultur yang kuat memastikan bahwa setiap individu dituntun ke arah yang sama. Proses menuntun perilaku individu ke arah tujuan yang diharapkan disebut motivasi. Budaya organisasi yang mendukung akan memotivasi karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan sehingga kepuasan kerja terbentuk.

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang diajukan adalah: H1 : Motivasi mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja


(35)

35 H2 : Budaya organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja

2.4.2 Pengaruh Budaya Organisasi, Motivasi, dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja

Menurut Robbins (2008) bahwa para karyawan membentuk suatu persepsi subyektif keseluruhan mengenai organisasi berdasarkan pada faktor-faktor seperti toleransi risiko, tekanan pada tim, dan dukungan orang. Sebenarnya persepsi

keseluruhan ini menjadi budaya organisasi. Persepsi yang mendukung atau tidak mendukung ini kemudian mempengaruhi kinerja dan karyawan. Kinerja akan semakin besar bila budaya organisasi semakin kuat.

Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan Denison et al. (2004) dalam Robbins (2008) bahwa memiliki kultur organisasi yang kuat dan produktif terkait erat dengan meningkatnya pertumbuhan penjualan, profitabilitas, kepuasan karyawan, dan secara keseluruhan kinerja organisasi tanpa memandang di mana organisasi itu secara fisik berada. Diperkuat hasil penelitian oleh Raduan et al. (2009) yang menyatakan pembelajaran organiasasi memiliki hubungan yang positif terhdap komitmen organiasasi, kepuasan kerja, dan kinerja.

Pengaruh motivasi terhadap kinerja dikemukakan oleh Winardi (2008) yang menyatakan motivasi merupakan sebuah determinan penting bagi kinerja individual. Selanjutnya Winardi (2008) motivasi intrinsik yang disebabkan imbalan-imbalan seperti suatu perasaan keberhasilan dalam melaksanakan tugas tertentu yang sangat menarik dan menantang. Apabila menerima pandangan ini sangat kuat, maka secara ideal perlu adanya struktur-struktur kebutuhan khusus semua karyawan, kemudian menyuruh mereka bekerja dengan cara demikan rupa, sehingga motivasi intrinsik dapat dimaksimasi.


(36)

36 Dari penjelasan diatas menjadi jelas pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja dan dampaknya terhadap kinerja, dimana imbalan perasaan keberhasilan

menggambarkan kepuasan kerja dan maksimasi motivasi dapat meningkatkan kinerja. Pendangan yang sangat kuat terhadap motivasi intrinsik pada penelitian ini, bisa dipahami dengan budaya organisasi yang berkembang, dimana imbalan bukan bagian integral dari tugas yang dihadapi seperti komisi untuk tugas penjualan. Lain hal bila motivasi ekstrinsik imbalan merupakan bagian integral dari tugas yang dihadapi seperti komisi untuk tugas penjualan merupakan hal yang tepat.

Penelitian yang menemukan adanya korelasi positif antara insentif ekstrinsik dengan kualitas audit (Geiger dan Raghunandan 2002; Khurana dan Raman 2004), yang memberikan dukungan untuk argumen bahwa insentif ekstrinsik meningkatkan mutu audit, mutu audit merupakan bagian dari kinerja auditor. Temuan ini bisa dimengerti karena budaya yang berkembang berbeda dengan budaya pada perguruan tinggi, sehingga insentif ekstrinsik yang lebih kuat dan selanjutnya dapat mempengaruhi kinerja auditor.

Dalam penelitian lain oleh Brahmasari dan Suprayetno (2008) disimpulkan bahwa motivasi, budaya organisasi, dan kepusan kerja mempengaruhi kinerja. Demikian juga kesimpulan penelitian oleh Devi (2009) bahwa motivasi, kepuasan kerja mempengaruhi kinerja.

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang diajukan adalah:

H3 : Motivasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja akuntan pendidik. H4 : Budaya organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja akuntan


(37)

37 H5 : Kepuasan kerja mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja akuntan


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Berdasarkan hipotesis yang diajukan maka selanjutnya perlu merancang penelitian untuk menguji hipotesisinya. Merancang riset berarti menentukan jenis risetnya, menentukan data yang digunakan, dan merancang model empiris untuk menguji hipotesis-hipotesis secara statistik (Jogiyanto, 2005)

Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan fenomena yang ada, oleh karena itu jenis penelitian ini adalah exploratory survey. Menurut Sekaran (2007) penelitian eksploratif penting untuk memperoleh pengertian yang baik mengenai fenomena perhatian dan melengkapi pengetahuan lewat pengembangan teori lebih lanjut dan pengujian hipotesis.

Sesuai dengan penjelasan di awal pada latar belakang bahwa penelitian ini memfokuskan pada masalah kinerjaakuntan pendidik perguruan tinggi swasta di Bandarlampung dengan menggunakan motivasi, budaya organisasi, dan kepuasan kerja. Dengan demikian ada empat variabel dalam penelitian ini yaitu motivasi (1) dan budaya organisasi (2) sebagai variabel bebas (exogen variable), kepuasan kerja (1) sebagai variabel antara (intervening variable), dan kinerja (2) sebagai variabel terikat (endogen variable).

3.2 Operasional isasi Variabel

Variabel-variabel yang dioperasionalisasikan adalah semua variabel yang terkandung dalam hipotesis. Motivasi (1) merupakan variabel yang diukur


(39)

39 dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kemauan seseorang menggunakan usaha tingkat tinggi untuk tujuan organisasi yang dikembangkan oleh Udai (1985) dalam Suparman (2007). Budaya organisasi (2) merupakan variabel yang

dimaksudkan secara spesifik untuk menjelaskan orientasi kultur perusahaan pada level departemen atau bagian, instrumen yang dipakai dikembangkan oleh Hofstede, dkk (1990). Kepuasan Kerja (1) yaitu kumpulan perasaan dan

kepercayaan (anggapan) yang dimiliki seseorang tentang pekerjaannya, mengacu pada indikator yang dikembangkan oleh George dan Jones (2008). Kinerja (2)

merupakan variabel yang menyatakan bahwa kinerja adalah catatan hasil produksi pada fungsi pekerjaan yang spesifik, menggunakan indikator yang digunakan oleh Gomes (2003) dan Gomez et al. (2010).

Secara ringkas rencana operasional variabel dalam penelitian ini adalah seperti sebagai berikut.

Tabel 3.1 Ringkasan Operasional Variabel Penelitian

Variabel Dimensi Indikator Skala

Budaya Organisasi

(Hofstede, dkk, 1990)

Job- oriented versus

employee-oriented cultures

a. Tingkat sering tidaknya keputusan di buat secara kelompok.

b. Tingkat ketertarikan pada hasil pekerjaan daripada yang mengerjakan.

c. Frekuensi keputusan yang diputuskan sendiri oleh manajemen puncak. d. Tingkat kecenderungan para manajer

dalam memepertahankan pegawai berprestasi pada departemennya. e. Seberapa pentingnya surat keputusan

manajemen dalam mendasari perubahan-perubahan

f. Tingkat sering/tidaknya memberikan petunjuk kerja yang jelas kepada pegawai baru.

g. Ada atau tidaknya ikatan tertentu antara perusahaan dengan masyarakat sekitar

h. Tingkat kepedulian perusahaan terhadap masalah pribadi pegawainya.


(40)

40

Tabel 3.1 Ringkasan Operasional Variabel Penelitian (Lanjutan)

Motivasi Udai (1985)

a. Prestasi kerja b. Pengaruh c. Pengendalian d. Ketergantungan

e. Perluasan (pengembangan) f. Pertalian (afiliasi)

Ordinal Kepuasan Kerja (George & Jones, 2008) Kepribadian (personality )

a.Pemanfaatan kemampuan b.Prestasi c. Kemajuan d.Kreativitas e. kemandirian Ordinal Nilai (Value) a.Imbalan b.Pengakuan c. Tanggung Jawab d.Jaminan Kerja

Ordinal Situasi Kerja (Work Situation) a.Wewenang

b.Hubungan dengan atasan c. Pengawasan teknis d.Keberagaman tugas e. Kondisi kerja

Ordinal Lingkungan sosial (Social Influences) a. Aktivitas

b. Kebijakan organisasi c. Rekan kerja

d. Nilai moral e. Status sosial

Ordinal

Kinerja (Gomes 2003,

dan Gomez 2010)

Quality of work

Tingkat kesesuaian kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapan pelayanan.

Ordinal

Job knowledge

Tingkat kejelasan perkembangan pengetahuan dan keterampilan dalam bekerja

Ordinal

Creativeness Tingkat pencapaian pegawai dalam mengembangkan gagasan untuk

menyelesaikan permasalahan yang timbul

Ordinal

Cooperatio n

Tingkat kesediaan berkoordinasi dan bekerja sama dengan anggota organisasi

Ordinal

Dependabili ty

Tingkat kesadaran kehadiran dan

partisipasi pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan.

Ordinal

Initiative Tingkat kesediaan, kemauan untuk bersemangat dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab.

Ordinal

Personal quality

Tingkat pencapaian kepemimpinan, kepribadian, keramahtamahan dan integritas

Ordinal

Quantity of work

Tingkat kesesuaian antara realisasi jumlah pekerjaan yang diselesaikan pegawai dengan jumlah dan target waktu yang direncanakan.


(41)

41 Operasional variabel penelitian berupa indikator-indikator yang

dituangkan dalam pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner yang dikembangkan telah mengalami sedikit perubahan dan dimodifikasi sesuai kebutuhan penelitian. Perubahan yang dilakukan diantaranya pertanyaan yang bersifat negatif diubah menjadi pertanyaan bersifat positif, sehingga semua pertanyaan dalam kuesioner yang akan disebar kepada responden bersifat positif. Selain itu perubahan juga dilakukan dengan mengubah penggunaan nama pegawai disetiap pertanyaan diubah menjadi pegawai/ dosen. Selanjutnya untuk pertanyaan yang cukup panjang diedit kembali manjadi lebih ringkas dengan tidak mengubah makna utamanya.

3.3 Populasi dan Sampel

Sampel diambil dari populasi akuntan pendidik (dosen akuntansi) di perguruan tinggi swasta di Bandarlampung. Pengambilan sampel menggunakan cara non probalitas dengan cara purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan kriteria dan pertimbangan tertentu, cara ini menurut Umar (2001) cocok untuk penelitian bersifat eksploratif. Kriteria dalam sampel penelitian ini adalah akuntan pendidik yang telah mengajar lebih dari dua semester di perguruan tinggi swasta yang memiliki program studi akuntansi. Kriteria mengajar lebih dari dua semester diharapkan responden telah memahami dan mengenal dengan baik perguruan tinggi tempatnya mengajar, dengan demikian pengisian kuesioner lebih objektif dan faktual. Pemilihan perguruan tinggi swasta yang hanya memiliki program studi akuntansi, karena penelitian ini memfokuskan pada dosen akuntansi sehingga responden yang mengisi kuesioner tepat sasaran dan sesuai dengan yang diharapkan.


(42)

42 Perguruan tinggi swasta di Bandarlampung yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebagai berikut.

Tabel 3.2 Data Sampel Perguruan Tinggi Swasta

No Nama Perguruan Tinggi Responden

1 UNIVERSITAS MITRA LAMPUNG 4

2 UNIVERSITAS MALAHAYATI 2

3 IBI DARMAJAYA 8

4 STIE LAMPUNG 5

5 STIE GENTIARAS 2

6 STIE SATU NUSA 3

7 UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG 8

8 AMIK DIAN CIPTA CEMDIKIA 5

9 AMIK MASTER 4

JUMLAH 41

Sumber: Perguruan Tinggi

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang akan diambil dalam penelitian ini adalah berupa data primer dan skunder. Pengambilan data primer dengan metode pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang diberikan kepada responden secara langsung. Sedangkan data skunder dalam penelitian ini diperoleh dari laporan-laporan dari perguruan tinggi swasta, internet, jurnal penelitian.

3.5 Metode Analisis

Metode analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan Structural Equation Model (SEM). Model yang digunakan adalah analisis jalur (Path

Analysis). Menurut Riduwan dan Kuncoro (2007) Path Analysis digunakan untuk menganalisis pola hubungan antar variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen). Besarnya pengaruh (relatif) dari suatu


(43)

43 variabel eksogenus ke variabel endogenus tertentu, dinyatakan oleh bilangan koefisien jalur (path coefficient). Selanjutnya teknik pengolahan data dengan menggunakan metode SEM berbasis Partial Least Square (PLS) menggunakan

SmartPLS.

Ada empat alasan penggunaan Partial Least Square(PLS) (Yamin & Kurniawan, 2011), yaitu:

1. Algoritma Partial Least Square(PLS) tidak terbatas hanya untuk hubungan indikator dengan konstrak latennya bersifat reklektif saja tapi juga bisa untuk hubungan bersifat formatif (Diamantopolous dan Winklhofer, 2001)

2. Partial Least Square(PLS) dapat menaksir model path dengan sampel kecil (Chin dan Newsted, 1999)

3. Partial Least Square(PLS) dapat digunakan untuk model yang sangat komplek (terdiri dari banyak variabel laten) (Wold, 1985).

4. Partial Least Square(PLS) dapat digunakan pada distribusi data sangat miring (Bagozzi, 1994).

Pendekatan menggunakan Partial Least Square(PLS) adalah distribution free, yaitu tidak mengasumsikan data berdistribusi tertentu, dapat berupa nominal, ordinal, interval, dan rasio. Dengan berbagai kelebihan yang ada pada Partial Least Square(PLS), bisa manaksir dengan sampel kecil, tidak harus

mengasumsikan dengan skala tertentu, dan dapat juga untuk konfirmasi teori maka metode Partial Least Square(PLS) merupakan metode analisis yang

powerful dan dianggap sebagai model alternatif dari covariance based SEM. Menurut Joreskog dan Wold (1982) dalam Ghozali (2008) Maximum Likelihood


(44)

44 berorientasi pada teori dan menekankan transisi dari analisis exploratory ke

confirmatory.

3.5.1 Cara Kerja Partial Least Square (PLS)

Pada dasarnya tujuan Partial Least Square(PLS) untuk membantu mendapatkan nilai variabel laten untuk tujuan prediksi. Weight estimate untuk menghasilkan skor variabel laten didapat dari inner model (model struktural yang menghubungkan antar variabel laten) dan outer model (model pengukuran, hubungan antara indikator dengan konstruknya).

Estimasi parameter yang dihasilkan PLS seperti dalam Ghozali (2008) dikategorikan menjadi tiga (3), yaitu: 1) weight estimate, digunakan untuk menghasilkan skor variabel laten; 2) mencerminkan estimasi jalur (path estimate)

yang menghubungkan variabel laten dan antar variabel laten dan blok

indikatornya (loading);3) berkaitan dengan means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi) untuk indikator dan variabel laten. Untuk mendapatkan ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses iterasi tiga (3) tahap yang setiap tahapnya menghasilkan estimasi. Tahap pertama merupakan proses iritasi yang

menghasilkan weight estimate, tahap ini merupakan jantungnya algoritma PLS. Tahap kedua merupakan proses iritasi yang menghasilkan estimasi untuk inner model dan outer mode.Tahap ketiga merupakan proses iritasi yang menghasilkan estimasi means dan lokasi (konstanta).

3.5.2 Model Penelitian

Pengujian empiris dalam penelitian ini mengajukan model hubungan antar konstruk dengan satu konstruk intervening. Utamanya penelitian ini bertujuan


(45)

45 untuk melihat pengaruh variabel motivasi, budaya organisasi terhadap kepuasan kerja dan dampaknya terhadap kinerja. Berikut ini adalah hubungan antar kontruk dan indikatornya disajikan dalam gambar.

Gambar 3.1 Hubungan Antar Konstruk dan Indikator Keterangan:

= Variabel laten/ Konstruk

= Variabel Terukur/ Indikator, berupa pertanyaan-pertanyaan

Variabel konstruk terdiri dari variabel eksogen, teridiri dari motivasi dan budaya organisasi, Kepuasan kerja (variabel intervening), dan Kinerja sebagai variabel endogen. Konstruk motivasi, Udai (1985) seperti pada tabel 3.1 terdiri dari 6 (MO01 s/d MO06) indikator pertanyaan, konstruk budaya organisasi, Hofstede, dkk, (1990) seperti pada tabel 3.1 teridiri dari 8 (BU01 s/d BU08) indikator pertanyaan, konstruk kepuasan kerja, George & Jones (2008)seperti pada tabel 3.1 teridiri dari 19 (KP01 s/d KP19) indikator pertanyaan, dan konstruk


(46)

46 kinerja, Gomes (2003) dan Gomez (2010) seperti pada tabel 3.1 teridiri dari 19 (KN01 s/d KN19) indikator pertanyaan.

Selanjutnya hubungan antar kontruk dalam suatu model analisis jalur, disajikan dalam suatu bentuk persamaan sebagai beriku:

1 = 111 + 122 + 1 (1)

2 = 211 + 211 + 222 + 2 (2)

Keterangan :

1 = Kepuasan Kerja

1 = Motivasi

2 = Budaya Organisasi

2 = Kinerja

1 = Koefisien Pengaruh variabel endogen terhadap eksogen

β = Koefisien Pengaruh variabel endogen terhadap endogen ζ = Variabel residual

3.5.3 Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model)

Evaluasi Model Pengukuran digunakan untuk mengevaluasi hubungan antara konstrak dengan indikatornya, dibagi menjadi dua (2) yaitu convergent validity dan discriminant validity.Convergent validity dapat dievaluasi melalui tiga (3) tahap, yaitu: indikator validitas, reliabilitas konstrak, dan nilai average variance extracted (AVE). Sedangkan discriminant validity dapat dilalui dua (2) tahap, yaitu melihat nilai cross loading dan selanjutnya membandingkan korelasi antara konstrak dengan akar AVE.

a. convergent validity

1. Indikator validitas, dapat dilihat dari factor loading, bila nilai

factor loading suatu indikator diatas 0,5 dan nilai t statistik lebih dari 2,0 maka dapat dikatakan valid (yamin & Kurniawan, 2011). (Chin, 1998 dalam Ghozali, 2008)


(47)

47 2. Reliabilitas konstrak, dapat dilihat dari output composite reliability

atau cronbach’s alpha, bila nilai cronbach’s alpha diatas 0,70 maka kriteria dikatakan reliable

3. Average variance extracted (AVE), dapat dilihat dari output AVE, bila nilai AVE diatas 0,50 maka dikatakan convergent validity yang baik. (Hoover, 2005 dalam yamin & Kurniawan, 2009)

b. Discriminant validity

1. Cross loading, setiap indikator yang mengukur konstraknya

haruslah berkorelasi lebih tinggi dengan konstraknya dibandingkan dengan konstrak lainnya, bila demikian dapat dikatakan

Discriminant validity yang baik.

2. Square Root AVE, membandingkan korelasi antara konstrak dengan konstrak akar AVE, bila akar AVE lebih besar dari korelasi antara konstrak maka dikatakan Discriminant validity yang baik. (Fornell dan Larcker, 1981 dalam Ghozali, 2008)

Model pengukuran lainnya dengan melihat Composite Reliable, bila di atas 0,80 maka konstrak memiliki reliabilitas yang tinggi atau reliable (Chin, 1998 dalam yamin dan Kurniawan, 2009)

3.5.4 Evaluasi Model Struktural (Inner Model)

Selanjutnya setelah evaluasi pengukuran terpenuhi maka dilakukan evaluasi terhadap model struktural dengan melihat R-square yang merupakan uji

goodness-fit model (untuk melihat besarnya variabel eksogen secara bersama-sama/serentak dapat menjelaskan variabel endogen).


(48)

48 Uji selanjutnya untuk melihat signifikansi pengaruh (yang dihipotesiskan) dengan melihat koefisien parameter dan nilai signifikansi t statistik.


(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembahasan dimulai dari menjelaskan karakteristik responden, analisis data yang terbagi dalam evaluasi model pengukuran (Outer Model) dan evaluasi model struktural (Inner Model), pengujian hipotesis, dan analisis statistik

deskriptif.

4.1 Karakteristik Responden

Penelitian dilakukan dengan menyebar kuisioner kepada 52 responden dosen akuntansi di sembilan (9) perguruan tinggi swasta di Bandarlampung yang memiliki jurusan akuntansi baik diploma tiga (D3) maupun strata 1 (S1). Dari 52 responden yang direncanakan semuanya (100%) responden mengembalikan dan mengisi kuesioner. Semua responden sebanyak 52 yang mengisi kuesioner hanya 41 responden atau setara dengan 79% yang lengkap mengisi kuesioner dan layak dijadikan sebagai data, sedangkan sisanya 11 responden atau setara dengan 21% tidak lengkap mengisi kuesioner sehingga tidak layak dijadikan data untuk diproses lebih lanjut. Profil responden yang diperlukan adalah jabatan, lama bekerja, jenis kelamin, dan pendidikan terakhir.

4.1.1 Jabatan Responden

Responden yang layak dijadikan sebagai data sebanyak 41 orang dengan jabatan sebagai dosen akuntansi, 41 responden ini ditujukan untuk mengisi kuesioner berkaitan dengan variabel motivasi, budaya organisasi, dan kepuasan kerja. Sedangkan untuk kuesioner berkait


(50)

50 an dengan variabel kinerja diisi oleh Ketua Program Studi Akuntansi masing-masing perguruan tinggi, semuanya ada sembilan KaProdi Akuntansi.

4.1.2 Lama Bekerja Responden

Dilihat dari lama bekerja responden sebagai dosen akuntansi di perguruan tinggi swasta dibagi kedalam tiga (4) kelompok, sebagai berikut:

Tabel 4.1 Lama Bekerja Responden

NO Lama Bekerja Jumlah Persentase

1 < 3 tahun 5 12,20%

2 Diatas 3 – 5 tahun 10 24,39%

3 Diatas 5 – 10 tahun 15 36,59%

4 >10 tahun 11 26,83%

Total 41 100%

Sumber: Data diolah

Lama bekerja sebagai dosen diperguruan tinggi swasta di Bandarlampung berdasarkan tabel 4.1 didominasi 5 s/d 10 tahun yaitu ada 15 orang atau setara dengan 36,59% dari keseluruhan responden, dan yang paling rendah dengan lama bekerja di bawah 3 tahun, yaitu ada 5 orang atau setara dengan 12,20% dari

keseluruhan responden. Untuk kepentingan penelitian semakin tinggi lama bekerja maka semakin baik karena pengisian kuesioner semakin berkualitas.

4.1.3 Jenis Kelamin Responden

Jumlah responden dilihat dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan sebagai berikut:


(51)

51

Tabel 4.2 Jenis Kelamin Responden

NO Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Laki-laki 13 31,71%

2 Perempuan 28 69,29%

3 Total 41 100%

Sumber: Data diolah

.

Jumlah responden pada tabel 4.2 memperlihatkan bahwa dosen akuntansi di perguruan tinggi swasta di Bandarlampung didominasi oleh responden

perempuan, yaitu ada 28 orang atau setara dengan 69,29% dari keseluruhan responden.

4.1.4 Pendidikan Responden

Terakhir dari karakteristik responden dalam penelitian ini adalah pendidikan terakhir responden yang terbagi dalam:

Tabel 4.3 Pendidikan Terakhir Responden

NO Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1 Strata 1 (S1) 26 63,41%

2 Strata 2 (S2) 15 36,59%

3 Strata 3 (S3) - -

Total 100%

Sumber: Data diolah

Dilihat dari pendidikan terakhir responden seperti pada tabel 4.3, ternyata masih didominasi strata 1 (S1) yaitu ada 26 orang atau setara dengan 63,41%, sisanya berpendidikan strata 2 (S2) yaitu ada 15 orang atau setara dengan 36,59% dari keseluruhan responden.

4.2 Analisis Statistika Deskriptif

Analisis statistika deskriptif diperlukan untuk memberikan gambaran secara umum mengenai jawaban responden seperti pada lampiran 2 melalui


(52)

52 kuesioner yang disebar kesembilan perguruan tinggi swasta di Bandarlampung. Jawaban Responden yang akan dianalisis adalah dosen akuntansi yang mengajar di perguruan tinggi swasta di Bandarlampung yang mempunyai jurusan akuntansi, semuanya berjumlah 41 responden. Kuesioner yang disebar untuk mendapatkan gambaran berkaitan dengan semua variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel motivasi, budaya organisasi, kepuasan kerja, dan kinerja dosen.

Analisis deskriptif dengan menggunakan skala likert 1- 5 (sangat rendah – sangat tinggi), kreteria analisis data deskripsi sebagai berikut:

Tabel 4.4 Kreteria Data Deskripsi

Skor Alternatif Rentang Kategori Skor Penafsiran

1 1,00 – 1,79 Sangat Tidak Baik / Sangat Rendah

2 1,80 – 2,59 Tidak Baik / Rendah

3 2,60 – 3,39 Cukup / Sedang

4 3,40 – 4,19 Baik / Tinggi

5 4,20 – 5,00 Sangat Baik / Sangat Tinggi

Sumber: Diadaptasi dari Skor Kategori Likert (dalam Suwatno, 2007)

4.2.1 Analisis Deskripsi Motivasi

Motivasi yang diukur melalui 5 skor alternatif (1 – 5) dimulai dari sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju. Perhitungan skor rata-rata jawaban responden sesuai hasil pada lampiran kuesioner motivasi yang terdiri dari enam (6) indikator pertanyaan seperti sebagai berikut:

Tabel 4.5 Perhitungan Skor Rata-Rata Responden Terhadap Motivasi

Keterangan:

MO01 – MO06 : nomor pertanyaan dari nomor 1 sampai dengan nomor 6 berkaitan dengan indikator pertanyaan variabel motivasi

f % f % f % f % f % f % f %

Sangat Setuju 5 6 14,63 0 0 13 31,71 0 0 11 26,83 6 14,63 36 14,63

Setuju 4 21 51,22 23 56,1 14 34,15 23 56,1 8 19,51 21 51,22 110 44,72

Cukup Setuju 3 10 24,39 15 36,59 12 29,27 13 31,71 16 39,02 10 24,39 76 30,89

Tidak Setuju 2 4 9,756 3 7,317 2 4,878 5 12,2 6 14,63 4 9,756 24 9,756

Sangat Tidak Setuju 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 41 100 41 100 41 100 41 100 41 100 41 100 246 100

Total


(53)

53 Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh hasil tanggapan responden MO01 tentang usaha yang keras dalam mencapai prestasi sebagian besar 51,22% menyatakan setuju, dengan demikian dapat diartikan bahwa responden berusaha bekerja keras untuk mencapai prestasi sekaligus ingin mengetahui kemampuannya bekerja. Responden yang menyatakan sangat setuju 14,63%, dengan demikian secara keseluruhan yang menyatakan setuju dan sangat setuju mencapai 65,85% (51,22% + 14,63%).

Hasil tanggapan responden MO02 tentang contoh teladan bagi orang lain sebagian besar 56,10% menyatakan setuju, dapat diartikan responden berusaha untuk menetapkan dirinya sendiri sebagai contoh dan teladan bagi orang lain.

Hasil tanggapan responden MO03 tentang semua pekerjaan sesuai dengan rencana sebagian besar 34,15% menyatakan setuju, dengan demikian dapat diartikan responden bekerja dipastikan sesuai dengan rencana yang telah dibuat sebelumnya. Responden yang menyatakan sangat setuju 31,71%, dengan

demikian secara keseluruhan yang menyatakan setuju dan sangat setuju mencapai 65,85% (34,15% + 31,71%)

Hasil tanggapan responden MO04 tentang usaha mencari bantuan bila ada masalah sebagian besar 56,10% menyatakan setuju, dapat diartikan responden dalam bekerja berusaha mencari bantuan kepada orang lain yang lebih tahu, terutama dalam menghadapi kesulitan.

Hasil tanggapan responden MO05 tentang mengembangkan orang yang bekerja dengan atau untuk saya sebagian besar 39,02% menyatakan cukup setuju, dapat diartikan responden kurang setuju dalam berusaha mengembangkan orang lain yang bekerja dengan atau untuknya. Namun demikian dilihat secara


(54)

54 keseluruhan responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju mencapai 46,34% (19,51%+26,83%).

Hasil tanggapan responden MO06 tentang memulai inisiatif untuk menjalin hubungan dengan orang lain sebagian besar 51,22% menyatakan setuju, dapat diartikan responden setuju untuk memulai inisiatif dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Responden yang menyatakan sangat setuju 14,63%, dengan demikian secara keseluruhan yang menyatakan setuju dan sangat setuju mencapai 65,85% (51,22% + 14,63%).

Dilihat secara keseluruhan dari tanggapan responden berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai indikator variabel motivasi sebagian 44,72% menyatakan setuju dan 14,63% menyatakan sangat setuju, artinya sebagian besar 59,35% (44,72+14,63) persepsi responden yang menyatakan setuju dan sangat setuju atas kesedian untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi ke arah tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan usaha untuk memenuhi beberapa kebutuhan individu (Uday, 1985 dalam Suparman, 2007).

4.2.2 Analisis Deskripsi Budaya Organisasi

Budaya organisasi yang diukur melalui 5 skor alternatif (1 – 5) dimulai dari sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju. Perhitungan skor rata-rata jawaban responden sesuai hasil pada lampiran kuesioner motivasi yang terdiri dari enam (8) indikator pertanyaan seperti sebagai berikut:


(1)

1 2 3 4 5 Sangat Tidak

Setuju

Tidak Setuju Cukup Setuju

Setuju Sangat

setuju

18. Mengenai ketentuan dan norma dalam prosedur kerja yang dirasakan sebagai sesuatu yang dimiliki nilai etika maupun moral. Untuk pernyataan ini saya merasa:

1 2 3 4 5

Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju Cukup Setuju

Setuju Sangat

setuju

19. Mengenai partisipasi berdasarkan status sosial dalam pengambilan keputusan di tempat kerja. Untuk pernyataan ini saya merasa:

1 2 3 4 5

Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju Cukup Setuju

Setuju Sangat


(2)

LAMPIRAN 1 (Lanjutan) Kuesioner Kepuasan Kerja

K U ESI ON ER

DATA RESPONDEN

Jabatan : ………..

Pangkat/Golongan :………

Lama Bekerja : ...………Tahun

Jenis Kelamin : Lk / Pr (lingkari yang sesuai)

Pendidikan : S3/ S2 / S1 (lingkari pendidikan terakhir atau yang sedang ditempuh sekarang)

KINERJA

Pada kuesioner ini bapak/Ibu/Saudara/i diminta memberikan penilaian tentang

kinerja yang telah dicapai pegawai/bawahan/dosen akuntansi bapak/Ibu/saudara/i

dalam melaksanakan pekerjaan di kantor (Tri Darma Perguruan Tinggi), dengan

memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang dianggap paling sesuai dengan

kenyataan kerja yang dirasakan/dialami di perguruan tinggi bapak/Ibu/saudara/i

bekerja. Dalam pengisian kuesioner ini tidak ada jawaban yang benar dan salah,

dan terhadap semua jawaban akan dijaga kerahasiaannya oleh peneliti.

A. Quality of work

1. Dalam melaksanakan pekerjaan, tingkat kesalahan yang dilakukan bawahan (dosen) dalam bekerja hanya sedikit. Terhadap pernyataan ini bagaimana pendapat anda.

a. Sangat setuju c. cukup setuju e. Sangat tidak setuju


(3)

2. Menurut anda sejauh mana kualitas pekerjaan yang diselesaikan bawahan (dosen) selama ini telah sesuai atau benar menurut standar kerja yang ada.

a. Sangat sesuai c. Cukup sesuai e. Sangat tidak sesuai

b. Sesuai d. Tidak sesuai

3. Menurut anda sejauh mana mutu layanan yang telah anda berikan oleh bawahan (dosen) kepada masyarakat/mitra kerja telah sesuai dengan persyaratan yang digariskan oleh pimpinan dalam surat edaran.

a. Sangat sesuai c. Cukup sesuai e. Sangat tidak sesuai

b. Sesuai d. Tidak sesuai

B. Job Knowledge

4. Menurut anda sejauh mana pengetahuan dan keahlian bekerja yang dimiliki bawahan (dosen) anda setelah bekerja di perguruan tinggi ini mengalami peningkatan

a. sangat meningkat c. cukup meningkat e.sangat tidak meningkat b. Meningkat d. tidak meningkat

5. Untuk meningkatkan unjuk kerja bawahan (dosen), maka pelatihan dan pendidikan sangat diperlukan, terhadap pernyataan ini bagaimana pendapat anda

a. Sangat setuju c. Cukup setuju e. Sangat tidak setuju b. Setuju d. Tidak setuju

C. Creativeness

6. Menurut anda Sejauh mana bawahan (dosen) dapat meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan ide-ide dan gagasan yang inovatif dalam bekerja di perguruan tinggi ini

a. Sangat meningkat c. Cukup meningkat e. Sangat tidak meningkat b. Meningkat d. Tidak meningkat

D. Cooperation

7. Menurut anda sejauh mana kesediaan bawahan (dosen) untuk berkoordinasi dengan teman sejawat dalam melaksanakan pekerjaan kantor (Tri Darma Perguruan Tinggi)

a. Sangat bersedia c. Cukup bersedia e. Sangat tidak bersedia b. Bersedia d. Tidak bersedia


(4)

8. Menurut anda sejauh mana kesediaan bawahan (dosen) untuk bekerjasama, baik dengan atasan maupun dengan teman sejawat dalam melakukan pekerjaan (Tri Darma Perguruan Tinggi)

a. Sangat bersedia c. Cukup bersedia e. Sangat tidak bersedia b. Bersedia d. Tidak bersedia

E. Dependability

9. Apakah bawahan (dosen) tidak masuk kantor, meninggalkan tugas-tugas yang dipercayakan oleh pimpinan, tanpa keterangan yang jelas

a. Tidak Pernah c. Sering e. Sangat sering

b. Pernah d. Sering sekali

10. Menurut anda Sejauh mana bawahan (dosen) selalu berpartisipasi dalam memberikan kotribusi terhadap pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan yang anda lakukan.

a. Sangat berpartisipasi c. Cukup berpartisipasi e. Sangat tidak berpartisipasi

b. Berpartisipasi d. Tidak berpartisipasi

11. Menurut anda apakah bawahan (dosen) yang tidak masuk kerja tanpa izin dan sering tidak berada di tempat pada jam kerja, serta melalaikan tugas yang merupakan tanggung jawabnya.

a. Sangat sedikit c. Sedang e. Sangat banyak

b. Sedikit d. Banyak

F. Initiative

12. Apakah bawahan (dosen) bila diperlukan selalu bersedia bekerja di luar jam kerja yang telah ditentukan

a. Selalu bersedia c. Jarang bersedia e. Tidak pernah bersedia b. Sering bersedia d. Sangat Jarang bersedia

13. Menurut anda sejauh mana bawahan (dosen) bersemangat untuk melakukan tugas baru yang diberikan olek pimpinan/ atasan

a. Sangat bersemangat c. Cukup bersemangat e. Sangat tidak bersemangat b. Bersemangat d. Tidak bersemangat

14. Menurut pendapat anda apakah bawahan (dosen) yang sudah meningkatkan tanggung jawabnya dalam menyelesaikan pekerjaan yang dipercayakan atasan kepadanya

a. Sangat setuju c. Cukup setuju e. Sangat tidak setuju b. Setuju d. Tidak setuju


(5)

15. Bagaimana pendapat anda tentang pelaksanaan penyelesaian pekerjaan yang dibebankan terhadap bawahan (dosen) anda

a. Sangat baik c. Cukup baik e. Sangat tdk baik b. Baik d. Tidak baik

G. Personal quality

16. Apakah pelaksanaan tugas pekerjaan bawahan (dosen selalu berpedoman kepada peraturan perundangan yang berlaku termasuk surat edaran

a. Selalu c. Jarang e. Tidak pernah

b. Sering d. Jarang sekali

17. Menurut anda kepribadian dan keramahtamahan bawahan (dosen) anda dalam berkoordinasi dan melakukan pelayanan meningkat setelah bekerja di Perguruan tinggi ini

a. Sangat meningkat c. Cukup meningkat e. Sangat tidak meningkat b. Meningkat d. Tidak meningkat

18. Sampai saat ini bekerja di perguruan tinggi ini, bawahan (dosen) sudah dapat meningkatkan integritas pribadinya, terhadap pernyataan ini, bagaimana pendapat anda

a. Sangat setuju c. Cukup setuju e. Sangat tidak setuju b. Setuju d. Tidak setuju

H. Quantity of work

19. Menurut bapak /ibu sejauhmana pekerjaan yang berhasil diselesaikan bawahan (dosen) anda telah sesuai dengan target waktu seperti yang telah digariskan oleh pimpinan dalam surat edaran

a. Sangat sesuai (100%) b. Sesuai (80%-90%) c. Cukup sesuai (60%-70%) d. Tidak sesuai (40%-50%) e. Sangat tidak sesuai (20%-30%)


(6)