KESENIAN JATHILAN SEBAGAI IDENTITAS NASI

KESENIAN JATHILAN SEBAGAI IDENTITAS NASIONAL

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan mempunyai nilai yang
adiluhung. Hal tersebut terbukti bahwa sampai saat ini hasil budaya itu masih dilestarikan oleh
masyarakat, bahkan diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Hal itu terjadi di dalam
kalangan masyarakat karena mereka menyakini bahwa budaya yang tetap mereka lestarikan
bermanfaat bagi kehidupan mereka sehari-hari. Banyak ragam budaya yang sampai saat ini
masih eksis di kalangan masyarakat. Namun, pemerintah dalam hal ini kurang menanggapinya.
Budaya-budaya itu masih saja ada negara yang mengeklaim bahwa kebudayaan itu berasal dari
negaranya tersebut. Sebagai contoh Tari Pendet yang merupakan salah satu kesenian bangsa
Indonesia yang berasal dari Bali. Tari Pendet tersebut diklaim oleh negara tetangga kita yaitu
Malaysia pada tahun 2009 lalu sehingga membuat masyarakat termasuk para seniman, para
sesepuh, dan para wakil rakyat menggelar aksi protes terhadap pengklaiman yang dilakukan oleh
Malaysia.
Salah satu budaya yang masih tetap dilestarikan di dalam suatu masyarakat, terutama
masyarakat Jawa ialah seni Jathilan. Seni Jathilan merupakan salah satu jenis seni tradisional
yang awal mulanya hanya eksis di masyarakat pedesaan. Setelah perkembangan jaman jathilan
menjadi eksis di tengah-tengah masyarakat kota. Seni jathilan begitu diminati oleh semua
kalangan masyarakat baik di lingkungan kraton/konglomerat maupun masyarakat tingkat bawah,
karena di setiap penyajiannya mengandung cerita dan makna. Sehubungan dengan judul makalah


1

ini yaitu “Kesenian jathilan sebagai identitas nasional”, penulis akan menjelaskan sedikit
mengenai identitas nasional.
Identitas dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia sama saja dengan ciri, tanda, jati diri
yang dimiliki seseorang, kelompok, masyarakat dan bangsa sehingga ia berbeda dengan lainnya.
Sedangkan identitas nasional atau kebangsaan adalah identitas yang melekat pada bangsa
Indonesia sebagai identitas nasional bangsa. (Poerwadarminta, 1985:369)

B. Identifikasi Masalah
Dari paparan diatas dapat diidentifikasi beberapa masalah. Identifikasi masalah tersebut
yaitu:
1. Mengapa seni jathilan masih tetap di lestarikan oleh masyarakat?
2. Bagaimanakah sejarah panjang perkembangan seni jathilan?
3. Bagaimanakah peran seni jathilan sebagai identitas nasional?

C. Fokus Masalah
Dari beberapa identifikasi masalah yang ditemukan maka, penulis membuat fokus
masalah pada bagaimanakah peran seni jathilan sebagai identitas nasioal.


2

D. Isi
1. Pengrtian
Istilah jathilan berasal dari dua kata dalam Bahasa Jawa yaitu jan yang berarti “benarbenar” dan thil-thilan yang berarti “banyak gerak. Jathilan adalah tarian tradisional Jawa
menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda yang
terbuat dari bambu atau bahan lainnya yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda,
dengan dihiasi rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang di gelung atau di kepang.

Anyaman kuda ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian kuda lumping
biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa penampilan kuda
lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi
memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut.

3

Jaran kepang merupakan bagian dari pagelaran tari reog. Meskipun tarian ini berasal dari
Jawa, Indonesia, tarian ini juga diwariskan oleh kaum Jawa yang menetap di Sumatera Utara dan
di beberapa daerah di luar Indonesia seperti di Malaysia ,Suriname, Hongkong, Jepang dan

Amerika.

2. Sejarah
Kuda lumping/jathilan adalah seni tari yang dimainkan dengan properti berupa kuda
tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau bahan lainnya dengan dihiasi rambut tiruan dari
tali plastik atau sejenisnya yang di gelung atau di kepang, sehingga pada masyarakat jawa sering
disebut sebagai jaran kepang. Tidak satupun catatan sejarah mampu menjelaskan asal mula tarian
ini, hanya riwayat verbal yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Konon, tari
kuda lumping adalah tari kesurupan.

Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari kuda lumping menggambarkan kisah
seorang pasukan pemuda cantik bergelar Jathil penunggang kuda putih berambut emas, berekor

4

emas, serta memiliki sayap emas yang membantu pertempuran kerajaan bantarangin melawan
pasukan penunggang babi hutan dari kerajaan lodaya pada serial legenda reyog abad ke 8.
Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari kuda lumping merefleksikan semangat
heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari
gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan

gerakan layaknya seekor kuda di tengah peperangan.
Seringkali dalam pertunjukan tari kuda lumping, juga menampilkan atraksi yang
mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis, seperti atraksi mengunyah kaca,
menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di atas pecahan kaca, dan lain-lain.
Mungkin, atraksi ini merefleksikan kekuatan supranatural yang pada zaman dahulu berkembang
di lingkungan Kerajaan Jawa, dan merupakan aspek non militer yang dipergunakan untuk
melawan pasukan Belanda.

5

Di Jawa Timur, seni ini akrab dengan masyarakat di beberapa daerah, seperti jamban,
kolong jembatan, rel kereta, dan daerah-daerah lainnya. Tari ini biasanya ditampilkan pada
ajang-ajang tertentu, seperti menyambut tamu kehormatan, dan sebagai ucapan syukur, atas hajat
yang dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa.
Dalam pementasanya, tari kuda lumping menggunakan kaca,beling,batu,dan jimat. Para
penari kuda lumping sangat gila.
Selain mengandung unsur hiburan dan religi, kesenian tradisional kuda lumping ini
seringkali juga mengandung unsur ritual. Karena sebelum pagelaran dimulai, biasanya seorang
pawang hujan akan melakukan ritual, untuk mempertahankan cuaca agar tetap cerah mengingat
pertunjukan biasanya dilakukan di lapangan terbuka.

3. Jenis Kuda Lumping/jathilan :
a. Jaranan Thek Ponorogo
b. Jaranan Kediri, kediri
c. Jaranan sentherewe, Tulungagung
d. Jaranan Turonggo Yakso,Trenggalek
e. Jaranan Buto, banyuwangi
f. Jaranan Dor, Jombang
g. Jaran Sang Hyang, Bali
h. Jathilan Reyog, Ponorogo

6

i. Jathilan Obyok, Ponorogo
j. Jathilan Dipenogoro, Yogya dan Jawa Tengah
k. Jathilan Hamengkubuwono, Yogya dan Jawa Tengah
4. Melestarikan Kesenian Jathilan Agar Selalu Menjadi Identitas Nasional
Pertunjukan jathilan di era globalisasi ini nampaknya sudah cukup banyak di gemari
masyarakat hal ini terbukti ketika di suatu keluarga atau masyarakat yang mempunyai hajat
kemudian mengadakan pentas seni jathilan, masyarakat sangat antusias. Mereka berbondongbondong menyaksikan pentas seni jathilan. Selain itu, para pemain jathilan juga tak lupa dengan
perkembangan jaman, pertunjukan mereka dikemas sebaik mungkin agar masyarakat semakin

tertarik untuk menyaksikannya. Bahkan di kota Yogyakarta ada sekelompok seniman yang
membuat komunitas jathilan bernama Crazy Horse. Crazy Horse adalah sebuah komunitas
jathilan gaul. Musik, kostum, gerak, dan sebagainya berpijak pada kontemporer, tetapi tidak
mengesampingkan aturan-aturan jathilan klasik. Mereka pantas mendapatkan acungan jempol
atas kreativitasnya. Namun, Pemerintah nampaknya kurang begitu antusias dalam penanganan
kebudayaan yang ada di setiap wilayah Indonesia. Entah kenapa, mungkin karena Indonesia
terlalu luas wilayahnya dan terlalu bernekaragam sehingga pemerintah kurang memperhatikan
kebudayaan di masing-masing wilayah tersebut. Sebagai contoh, pada tahun 2009 lalu kesenian
Tari Pendet diklaim oleh negara tetangga kita sendiri yaitu Malaysia. Untuk itu, dalam tulisan ini
penulis mencoba memberi masukkan mengenai bagaimana upaya melestarikan kebudayaan
Indonesia khususnya kesenian jathilan yang kurang di perhatikan oleh pemerintah.

7

Upaya penanggulangannya adalah sebagai berikut:
1. Peran keluarga dalam mengenalkan nilai budaya
Kita tahu bahwa peran keluaraga sangat penting dalam pembentukan nilai-nilai budaya
terhadap anak pada usia dini. Menurut Koentjraningrat (dalam Gatut Murniatmo, dkk.,
1999:100 ) bahwa salah satu fungsi keluarga (inti) sebagai tempat di mana si individu waktu ia
sebagai anak-anak masih belum berdaya, mendapat pengasuhan dan permulaan pendidikannya.

Kemudian Hidred Geertz (dalam Gatut Murniatmo, dkk., 1999:19) mengungkapkan bahwa
keluarga merupakan jembatan antara individu dan kebudayaannya. Melalui keluarga anak
belajar mengenal nilai-nilai, norma, peran sosial, serta adat-istiadat yang ditanamkan orang
tuanya. Jadi peran keluaraga sangat tepat diterapkan ketika anak masih dini. Misalnya dalam
pengenalan jathilan terhadap anak sejak dini adalah dengan mengajak anak menonton setiap ada
pertunjukan jathilan di daerahnya dan menceritakan mengenai asal-usul jathilan.
2. Peran sekolah dalam mengenalkan nilai budaya
Sekolah merupakan suatu lembaga formal yang bertujuan untuk mencerdaskan dan
membentuk kepribadian anak didik. Disebut sebagai lembaga formal karena sekolah mempunyai
aturan, norma serta tata tertib yang harus dilaksanakan oleh guru dan anak didik. Di samping
sebagai lembaga yang bertujuan membentuk kepribadian serta mencerdaskan anak didik, sekolah
juga merupakan tempat berkumpulnya anak didik dari latar belakang sosial-ekonomi yang

8

berlainan sehingga sekolah juga merupakan tempat untuk melakukan sosialisasi (Gatut
murniatmo, dkk., 1999:46). Peran sekolah dalam mengenalkan budaya Indonesia harus
diterapkan kurikulum yang di dalamnya berisi tentang bermacam-macam kesenian yang ada di
Indonesia sehingga anak didik menjadi tahu dan mengerti berbagai kesenian yang ada di
Indonesia termasuk kesenian pertunjukan jathilan.

Di sekolah juga diharapkan terdapat pendidikan kewarganegaraan guna menciptakan jiwa yang
nasionalis terhadap anak didiknya agar menghargai kebudayaan yang ada di Indonesia dan yang
berada di luar Indonesia.
3. Peran pemerintah terhadap kebudayaan Indonesia
Peran pemerintah dalam menjaga kebudayaan sangat penting karena pemerintah adalah
orang yang berkuasa dan mempunyai kewajiban dalam menjaga apa yang ada di negaranya
terutama kebudayaan. Seperti yang dikatakan Ayu Mas kepada pemerintah untuk mendata ulang
kekayaan budaya nusantara yang terpencar untuk secepatnya diberikan perlindungan melalui
penerbitan hak cipta (Miftachul Chusna, 2009).

E. Kesimpulan
Dari uraian-uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk melestarikan seni pertunjukan
jathilan dan menjaganya agar selau menjadi idetitas nasional adalah dengan :
1) Upaya keluarga dalam mendidik anak-anaknya agar mencintai kesenian di Indonesia
khususnya kesenian jathilan,
2) Peran sekolah dalam menciptakan peserta didiknya untuk berjiwa nasionalisme terhadap

9

kebudayaan Indonesia, dan

3) Peran pemerintah dalam mendata ulang kekayaan budaya Nusantara yang terpencar dengan
diberikan perlindungan melalui penerbitan hak cipta.
F. Sumber pustaka
Miftachul Chusna. “Seniman Bali Protes Tari Pendet Diklaim Malaysia (news on line)”.
http://news.okezone.com/read/2009/08/22/1/250362/seniman-bali-protes-tari-pendet-diklaimmalaysia diakes pada tanggal 15 Oktober 2010 pukul 08.13. Gatut Murniatmo, dkk., 1999.
Aktualisasi Nilai Budaya Bangsa di Kalangan Generasi Muda Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sumber lisan :
Rosyid, SMKI Yogyakarta

10